Konversi Modal Sosial menuju Modal Politik

  1 Konversi Modal Sosial menuj u Modal Politik

Tadi nya aku pi ngi n bi l ang

Aku but uh r umah

  

Tapi l ant as kugant i

Dengan kal i mat :

Set i ap or ang but uh t anah

Ingat : set i ap or ang!

  

Aku ber pi ki r t ent ang

Sebuah ger akan

Tapi mana mungki n

Aku nunt ut sendi r i an?

2

  

(Wij i Thukul, ” Tent ang Sebuah Gerakan” )

Ringkasan Artikel

  

“ Convert ing Social Capit al int o Polit ical Capit al”

Modal Sosial

  Robert Putnam (1993) mendef inisikan modal sosial sebagai suat u nilai mut ual t r ust ant ara anggot a masyarakat dan masyarakat t erhadap pemimpinnya. Modal

  (kepercayaan) sosial merupakan inst it usi sosial yang melibat kan j aringan ( net wor ks), norma-norma (nor ms),

  social t r ust ) yang mendorong kolaborasi sosial (koordinasi dan

  dan kepercayaan sosial ( kooperasi) unt uk kepent ingan bersama. Lebih j auh Put nam memaknai asosiasi horisont al t idak

  desir eabl e out come (hasil pendapat an yang diharapkan) melainkan j uga

  hanya yang memberi undesir abl e out come (hasil t ambahan).

  Sement ara Pierre Bourdieu mendef inisikan modal sosial sebagai “ sumber daya akt ual dan pot ensial yang dimiliki oleh seseorang berasal dari j aringan sosial yang t erlembagakan sert a berlangsung t erus-menerus dalam bent uk pengakuan dan perkenalan t imbal balik (at au dengan kat a lain: keanggot aan dalam kelompok sosial) yang memberikan kepada anggot anya berbagai bent uk dukungan kolekt if ” .

  Modal sosial menekankan pent ingnya t ransf ormasi dari hubungan sosial sesaat dan rapuh, sepert i pert et anggaan, pert emanan, at au kekeluargaan; menj adi hubungan bersif at j angka panj ang yang diwarnai munculnya kewaj iban t erhadap orang lain.

  Bourdieu (1970) j uga menegaskan t ent ang modal sosial sebagai sesuat u yang berhubungan sat u dengan yang lain, baik ekonomi, budaya, maupun bent uk-bent uk soci al

  

capi t al (modal sosial) berupa inst it usi lokal maupun kekayaan Sumber Daya Alamnya.

  Pendapat nya menegaskan t ent ang modal sosial mengacu pada keunt ungan dan kesempat an yang didapat kan seseorang di dalam masyarakat melalui keanggot aannya dalam ent it as sosial t ert ent u (paguyuban, kelompok arisan, asosiasi t ert ent u).

  Modal Politik

  J. A. Boot h dan P. B. Richard mengart ikan modal polit ik sebagai akt ivit as warga negara unt uk mencapai kekuasaan dan demokrasi. Konsep yang mereka kembangkan merupakan krit ik t erhadap Robert Put nam yang gagal menj elaskan perbent uran masyarakat sipil dengan pemerint ah, sert a kegagalan Put nam dalam menerangkan pengaruh kelompok t erhadap perilaku warga negara dan pemerint ah unt uk meningkat kan demokrasi.

  A. Hick dan J. Misra (1993) mengat akan modal polit ik adalah “ Berbagi f okus pemberian kekuasaan/ sumber daya unt uk merealisasikan hal-hal yang dapat mewuj udkan kepent ingan” .

  Perubahan dari Modal Sosial ke Modal Politik

  Modal sosial yang kuat banyak membant u kerj a-kerj a polit ik dalam mengangkat isu hak masyarakat . Berbagai kerj a polit ik dilakukan oleh masyarakat lokal unt uk mendukung kegiat an-kegiat an polit ik sepert i mobilisasi suara pemilih, part isipasi langsung dalam proses legislasi, prot es/ demonst rasi, lobi, sert a membangun wacana sebagai modal polit ik unt uk membangun demokrasi.

A. Studi Kasus di Thailand

  Kelas menengah Thailand memiliki modal polit ik besar unt uk mewarnai kehidupan polit ik Thailand. Namun sayangnya, t idak semua wacana yang direproduksi kelas menengah merupakan masalah mendasar yang benar-benar dihadapi rakyat Thailand.

  Pada 1991 Depart emen Kehut anan Thailand mengaj ukan draf t Communit y Forest ry Bill (CFB) yang ant ara lain mengat ur ket erlibat an masyarakat lokal dalam pengelolaan hut an. Pengat uran ini pent ing mengingat kebij akan kehut anan nasional t ahun 1985 menarget kan luas hut an t et ap sebesar 40% dari t ot al luas negara, yang t erdiri at as 15% hut an produksi dan 25% hut an/ kawasan konservasi.

  Sosialisasi dan konsult asi publik draf t CFB membuat masyarakat Thailand t erbagi menj adi 2 kelompok ant ara yang set uj u dengan yang t idak set uj u t erhadap keberadaan masyarakat lokal dalam areal hut an. Kelompok yang set uj u berpendapat bahwa masyarakat lokal berhak unt uk t et ap t inggal di dalam hut an, mengingat keberadaan mereka sudah ada j auh sebelum areal t ersebut dit et apkan menj adi hut an negara. Apalagi t erbukt i selama ini, dengan kearif annya, mereka mampu mengelola hut an secara lest ari. Hal ini bisa dilihat set idaknya pada 8. 000 kelompok masyarakat yang berhasil mengelola areal hut an secara berkelanj ut an.

  Kelompok yang t idak set uj u dengan keberadaan masyarakat dalam areal hut an (kelompok konservasionis) berpendapat keberadaan mereka akan menj adi preseden bagi kehadiran kelompok masyarakat lain, yang pada akhirnya mengancam kelest arian hut an.

  Pro dan kont ra menyebabkan Parlemen t idak segera mengesahkan draf t CFB. Sampai t ahun 2000 t erdapat 5 draf t CFB, yait u versi pemerint ah (Depart emen Kehut anan), 3 versi dari 3 part ai polit ik yang berbeda, dan versi masyarakat .

  Pat ut dicat at keberhasilan masyarakat mengaj ukan draf t CFB versi mereka pada t anggal

  1 Maret 2000 dengan dukungan 52. 698 t anda t angan. Pengaj uan draf t masyarakat ini adalah yang pert ama kalinya t erj adi dalam sej arah konst it usi di Thailand. Konst it usi t ahun 1997

  Akhirnya Parlemen menyet uj ui draf t CFB versi pemerint ah pada November 2000. Masyarakat lokal bisa menerima, karena kepent ingan mereka sudah banyak diakomodir, t ermasuk hak unt uk t inggal dan mengelola kawasan hut an lindung.

  Namun kegembiraan masyarakat lokal t idak berlangsung lama, karena perset uj uan Parlemen ini dibat alkan oleh Senat pada bulan Maret 2001, at as lobi kelompok konservasionis.

  Modal sosial dan politik di Thailand

  Keberhasilan masyarakat lokal mengangkat kepent ingan dan hak mereka unt uk t inggal t idak lepas dari solidnya mereka (yang t erdiri dari berbagai et nis) menyat ukan diri dalam berbagai organisasi rakyat dan j aringan. Keberhasilan mengumpulkan 50. 000 lebih t anda t angan mendukung draf t CFB versi mereka bisa menj adi cont oh bagaimana rapinya pengorganisasian diri. Dukungan akt or di luar masyarakat lokal j uga pat ut dicat at , khususnya kalangan LSM dan akademisi.

  Tet api kelompok konservasionis, meskipun j umlahnya lebih sedikit , mempunyai akses polit ik yang lebih baik ke pusat -pusat kekuasaan. Hal ini t erbukt i dari keberhasilan mereka melobi Senat unt uk membat alkan keput usan Parl emen yang t elah menyet uj ui draf t CFB versi pemerint ah.

  Berbagai kerj a polit ik t elah dilakukan masyarakat lokal dengan dukungan LSM dan akademisi, diant aranya: mobilisasi suara pemilih, part isipasi langsung dalam proses legislasi, prot es/ demonst rasi, lobi, membangun wacana, dan memengaruhi negara donor (Regina Birner dan Heidi Wit t mer, 2003).

  Upaya polit ik lain, sepert i lobi ke polit isi dan birokrat , membangun wacana, dan mempengaruhi negara donor dilakukan oleh LSM dan akademisi. Ket erlibat an kaum akademisi pent ing mengingat st at us sosial mereka sebagai aaj aan (guru) yang membuat pendapat dan opini mereka didengar masyarakat luas.

  Kesimpulan dari makalah ini, dan st udi kasus yang diangkat , menegaskan bahwa masyarakat lokal dapat memengaruhi proses polit ik baik di t ingkat lokal maupun di t ingkat nasional dengan cara memanf aat kan modal sosial yang t elah mereka miliki unt uk mendukung upaya-upaya polit ik.

B. Studi Kasus Buruh Pedesaan di Industri Minyak Columbia

  Kasus Columbia dipilih unt uk menggambarkan penerapan kerangka modal polit ik ( pol i t i cal capi t al ) dalam kont eks polit ik mikro. Kasus ini berhubungan dengan buruh pedesaan dan indust ri minyak di Casanare, Columbia. Hal ini menunj ukkan bahwa yang menj adi f okus di sini bukan pada kebij akan negara, t api pada kebij akan perusahaan mult inasional dalam yang berhubungan dengan populasi lokal.

1. Banj ir Minyak di Casanare

  Casanare adalah sebuah daerah pot ensial penghasil minyak yang t erlet ak di sebelah t imur kot a Andes. Inf rast rukt ur area t ersebut t ert inggal j auh dibandingkan daerah lain. Sebelum dat angnya indust ri minyak di t ahun 1980an, pendapat an ut ama penduduknya adalah bert ani dan memproduksi minyak kelapa sawit . Sumber daya manusia dalam populasinya adalah pet ani miskin yang menj adi buruh di lahan pert anian besar. Timbulnya hubungan kemasyarakat an semif ormal sepert i diprakt ekkan j unt as t he accion

  communal t erhambat karena t ingginya perpindahan penduduk dan perubahan f lukt uasi j umlah penduduk sert a dipercepat ” Oi l Boom” .

  Di kawasan eksploit asi minyak Casanare, pembangunan inf rast urkt ur sepert i j embat an, j alan dan konst ruksi lainnya menyebabkan peningkat an j umlah permint aan t enaga buruh yang t idak t erlat ih dan yang semi t erlat ih. Dengan bekerj a di perusahaan minyak, mereka mendapat kan bayaran lebih t inggi dibandingkan ket ika masih bekerj a di bidang pert anian at au di proyek-proyek pemerint ah.

  Seiring pert umbuhan indust ri minyak, perusahaan membayar uang lembur dan uang pelayanan keamanan sepert i yang t erj adi di kawasan indust ri minyak yang lain di Columbia. Jarang t erj adi konf ront asi ant ara organisasi pekerj a dengan perusahaan.

  Karyawan di kawasan Casanare t idak memi liki kekuat an unt uk memengaruhi modal polit ik, sepert i yang t erj adi di kawasan indust ri minyak lain, karena t idak ada ” pengaruh gangguan” dari dalam organisasi pekerj anya yang biasanya menj adi alat unt uk memengaruhi perusahaan dalam menyikapi kebij akan buruh.

  Penduduk lokal memiliki pengaruh t erhadap perusahaan dalam hal perj anj ian dengan buruh. Penduduk lokal menunt ut kesempat an kerj a di perusahaan t ersebut sebagai bent uk solidarit as. Menariknya, perusahaan pun berusaha unt uk memenuhi permint aan penduduk lokal.

2. Modal Sosial dan Modal Politik dalam kasus Casanare

  Dari sudut pandang publik, keberadaan organisasi kemasyarakat an ( j unt as de accion

  communal ) mewakili ket ersediaan st rukt ur sosial. Dari sudut pandang pelaku (act or ),

  keanggot aan dalam organisasi kemasyarakat an mewakili wadah ( i nst r ument al ) modal sosial yang dapat diubah menj adi modal polit ik unt uk menunj ang keinginan masyarakat j uga perusahaan minyak it u sendiri.

  Tipe modal polit ik yang bagaimana yang dapat memengaruhi kebij akan perusahaan minyak? Kemungkinan munculnya pengaruh via polit isi t erbat as karena bent angan j arak ant arkawasan yang t erpisah pisah sehingga sulit mengumpulkan suara mayorit as. Just ru muncul kelompok-kelompok berpengaruh sepert i maf ia, disebut gui r r el a, yang j ust ru memiliki power unt uk memberikan perlindungan dan memengaruhi kebij akan.

  Berikut adalah t abel yang menunj ukkan relevansi modal sosial dan modal kapit al t erhadap kebij akan perusahaan minyak.

  Modal St rukt ur Modal Inst rumen Modal Organisasi Kemasyarakat an unt uk Keanggot aan dalam organisasi

  Sosial pengelolaan sumber daya kemasyarakat an yang menyuarakan masyarakat . keinginan kelompok masyarakat . Modal

  Rendahnya relevansi isu yang dapat Ket ergant ungan unt uk dilindungi

  Polit ik mempengaruhi pendapat an daerah oleh guerilla Tidak adanya perlindungan at au Krit ik perusahaan mult inasional

  j aminan negara unt uk melindungi dalam wacana publik inst alasi minyak

  ” perserve polit ical capit al”

  • Keberadaan guerilla

  

Kontribusi Artikel dalam Ekonomi Politik

Konversi Modal Sosial menuj u Modal Politik

  “ Conver t i ng Soci al Capi t al i nt o Pol i t i cal Capi t al ” menj elaskan

  Secara garis besar art ikel pemanf aat an/ penggunaan modal sosial unt uk mencapai t uj uan t ert ent u melalui langkah- langkah pengubahan menj adi modal polit is.

  Modal sosial muncul dan berkembang dalam masyarakat . Namun bukan berart i proses mengalihrupakan (konversi) modal sosial (menj adi modal polit ik) adalah proses sederhana yang bisa dikendalikan sepenuhnya oleh masyarakat bersangkut an. Karena modal sosial (seringnya berupa nilai) banyak bersent uhan dengan liyan/ t he ot her (non-anggot a masyarakat bersangkut an), maka kelanggengan sert a perkembangannya dipengaruhi pula oleh keberadaan non-anggot a masyarakat .

  The ot her (dalam kosakat a Indonesia mulai banyak dit erj emahkan sebagai liyan) at au

  pihak berkepent ingan adalah semua pihak yang berkepent ingan at au set idaknya t erkait dengan keberadaan modal sosial. Liyan ini berada di sekeliling kit a, dengan at au t anpa kit a sadari; baik yang berhubungan langsung maupun yang t i dak langsung berhubungan.

  Konsep ot her ness dalam ilmu sosial mengalami evolusi yang panj ang. Pada mulanya konsep ini t erlalu sederhana karena menganggap bahwa pihak yang berkepent ingan dengan suat u t indakan hanya ada dua, yait u pelaku (pembuat t indakan) sert a pihak yang secara langsung dikenai t indakan t ersebut .

  Teori-t eori sosial modern (t erbaru) memandang lingkungan t empat liyan berada sebagai wilayah yang keluasannya t anpa bat as. Keluasan dimaksud meliput i j uga besaran j umlah liyan dalam kont eks kuant it as, selain dalam kont eks ident it as. Dengan demikian liyan t idak lagi dimaknai sebagai (hanya) hubungan dua pihak diamet ral, melainkan hubungan dengan lingkungan luas, karena aksi pihak-pihak lain j uga diakui memiliki kont ribusi/ pengaruh.

  Pemaknaan liyan secara sempit dapat dilihat dalam konsep hukum permint aan- penawaran dalam ilmu ekonomi konvensional yang selalu menggunakan asumsi cet er i s

  

par i bus. Cet eris paribus menyat akan bahwa hukum permint aan-penawaran hanya dipengaruhi

  secara bert imbal-balik oleh produsen (pel aku t indakan) dan konsumen (yang dikenai t indakan). Sehingga cara pembent ukan keset imbangan harga selalu sama dalam set iap kondisi pasar. Kesamaan ini dit arik dari asumsi bahwa kondisi yang menyert ai set iap pasar adalah selalu sama dan sebangun, yait u hanya dipengaruhi kuant it as produksi dan permint aan konsumen.

  Benarkah kondisi yang menyert ai semua pasar adalah selalu sama dan sebangun? Ternyat a t idak! Belakangan ini perkembangan ilmu ekonomi menunj ukkan bahwa set iap pasar memiliki karakt erist ik unik yang membedakan dirinya dari pasar yang lain. Sehingga hukum

  3 permint aan-penawaran t idak selalu berlaku sama di berbagai t empat . Beberapa hal dapat dicat at memiliki peran dalam menent ukan keseimbangan kurva penawaran-permint aan, ant ara lain int ervensi pemerint ah, kepent ingan kelompok t ert ent u, sert a peran media dalam bent uk advert ensi at au publikasi lainnya. Terpent ing yang harus diperhat ikan, bahwa hal-hal t ersebut (variabel bebas dalam pembent ukan kurva permint aan- penawaran) ada di sekit ar kit a.

  Dengan kesamaan logika sepert i dicont ohkan di at as, kit a bisa memahami konsep habit us yang dikemukakan oleh Pierre Bourdieu. Menurut sosiolog yang sekaligus ant ropolog ini, habit us melukiskan disposisi seseorang at au suat u kelas sosial yang menet ukan arah orient asi sosial, cit a-cit a, selera, cara berpikir, et os, dan sebagainya. Disposisi it u sendiri adalah sikap, kecenderungan dalam mempersepsi, merasakan, melakukan, dan berpikir, yang diint ernalisasikan oleh individu berkat kondisi obyekt if eksist ensi seseorang. Kemudian

  4 disposisi berf ungsi sebagai prinsip t ak sadar t indakan, persepsi, dan ref leksi.

  Sist em disposisi mengat ur kapasit as individu unt uk bert indak dengan (melakukan) int ernalisasi seperangkat kondisi mat erial t ert ent u. Pengert ian yang dimaksud oleh Bourdieu, sepert i j uga dianut oleh aliran ilmu-ilmu sosial saat ini: lingkungan (masyarakat ) mencipt akan st andarisasi t at a perilaku (bisa j uga disebut nilai) dan mewariskannya t urun-t emurun. Sehingga pemikiran/ t indakan generasi paling mut akhir (generasi t erkini) t idak bisa dikat akan benar-benar t erlepas dari pengaruh pemikiran/ t indakan generasi sebelumnya.

  Pendekat an Bourdieu dalam menj elaskan habit us dikenal sebagai pendekat an st rukt uralisme genet ik, yait u analisis st rukt ur-st rukt ur obyekt if yang t idak bisa dipisahkan dari analisis asal-usul st rukt ur-st rukt ur ment al dalam individu-individu biologis yang sebagian merupakan produk penyat uan st rukt ur-st rukt ur sosial dan analisis asal-usul st rukt ur sosial it u

  5 sendiri.

  Mengenai dominasi, konsep yang nant i akan bersinggungan dengan st udi kasus di Thailand dan Toba Samosir-Indonesia, bisa dipinj am penj elasan Bourdieu. Menurut nya dominasi (harus) t idak lagi diamat i melulu dari akibat -akibat luar, t et api j uga akibat yang dibat inkan (habit us). Dengan demikian, perubahan polit ik dan sosial dipahami sebagai

  6 pert emuan ant ara upaya diri dan t indakan kolekt if .

  Ringkasnya, gagasan ini mengat akan bahwa lingkungan memengaruhi (int ernalisasi) nilai ke dalam individu. Kemudian pemikirian individu yang t elah t erint ernalisasi oleh lingkungan mencoba memengaruhi lingkungannya secara bert imbal balik. Pola ini t erj adi t erus-menerus

  7 dan berulang-ulang (t et api t ent u dengan variasi pemikiran yang acapkali baru/ berbeda).

  

Didik J. Rachbini, 2002. Ekonomi Pol i t i k: Par adi gma dan Teor i Pi l i han Publ i k, Jakart a: Ghalia, Bab 3

t ent ang Teori Ekonomi Polit ik Baru (Kaj ian Negara, Masyarakat , dan Pasar). Sedikit pengant ar perubahan

paradigma ilmu ekonomi j uga dapat dibaca t ulisan mengenai t eori sosial dan problem makroekonomi

Soci al Theor y and Moder n Soci ol ogy, Oxf ord: Polit y Press, hal. 183-202. 4 dalam Ant hony Giddens, 1997.

  

Haryat moko, 2003. ” Menyingkap Kepalsuan Budaya Penguasa: Landasan Teorit is Gerakan Sosial

BASIS Edisi Khusus Pierre Bourdieu, edisi November-Desember

  Menurut Pierre Bourdieu” dalam Maj alah 5 2003, hal. 10-11. 6 Haryat moko, Ibi d. , hal. 8-9. 7 Haryat moko, Ibi d.

  

Set idaknya t erdapat t iga konsep (sosiologi) dasar yang t erkait dengan hal ini, yait u sosialisasi,

int ernalisasi, dan inst it usionalisasi. Secara sederhana Pet er Berger (1978) memberi def inisi sosialisasi

sebagai “ a pr ocess by whi ch a chi l d l ear ns t o be a par t i ci pant member of soci et y” , yait u proses seorang

anak belaj ar menj adi seorang anggot a yang berpart isipasi dalam masyarakat .

Int ernalisasi dit erangkan sebagai proses dimana individu memasukkan kedalam dirinya, nilai, norma, dan

  Berkenaan dengan it u, Bourdieu menyebut kan bahwa habit us individu dibent uk oleh at au dikait kan pada keluarga, kelompok dan yang paling pent ing posisi kelas individu dalam masyarakat .

  Gagasan Bourdieu mengenai habit us mengant arkan kit a pada pemahaman bahwa modal sosial bukanlah sesuat u yang bisa di- cr eat e t iba-t iba dengan wakt u singkat . Menumbuhkan modal sosial memerlukan wakt u yang lama, bahkan bisa lebih dari beberapa generasi.

  Habit us menj adi landasan t erhadap set iap t indakan sosial, t ak t erkecuali t indakan t erkait ekonomi polit ik. Mengenai ekonomi polit ik, Bust anul Arif in dan Didik J. Rachbini menj elaskannya sebagai pembahasan mengenai ket erkait an ant ara berbagai aspek, proses, dan inst it usi polit ik dengan kegiat an ekonomi. Pembahasan ekonomi polit ik j elas t idak dapat dipisahkan dari suat u sist em kebij akan publik, mulai dari proses perancangan, perumusan,

  8 sist em organisasi dan implement asinya.

  Ekonomi polit ik pada dasarnya berbicara mengenai hasrat -hasrat ekonomi manusia yang kemudian diraih melalui cara-cara polit is. At au pengert iannya bisa diperluas sebagai pert imbangan-pert imbangan ekonomi yang memengaruhi sert a mauj ud dalam t indakan polit is.

  Karena merupakan upaya pemenuhan kebut uhan pribadi, maka int rusi kepent ingan pribadi ke dalam kepent ingan publik pada hakekat nya bersif at negat if , yait u suat u int rusi manipulat if . Pribadi/ individu/ kelompok melakukan manipulasi t erhadap publik agar kepent ingan mereka (individu) t ercapai.

  Dalam polit ik kont emporer, cara yang lazim dilakukan adalah dengan membent uk part ai polit ik yang seolah-olah menj adi art ikulasi kepent ingan rakyat / publik. Padahal sebenarnya part ai polit ik t idak lepas (bahkan bisa dikat akan memiliki kecenderungan) narsist is dan egois. Part ai polit ik lebih mengut amakan pemenuhan kepent ingan diri sement ara massa pendukungnya menj adi sekedar kendaraan t unggangan.

  Hal ini t idak hanya t erj adi dalam hubungan ant ara part ai polit ik dengan massa pendukungnya, hubungan int ra kelompok kepent ingan pun demikian. Organisat oris maupun (organisasi) lembaga kemasyarakat an memiliki kecenderungan unt uk memanipulasi ” suara” publik yang dikelolanya dengan t uj uan mencapai kepent ingan pribadi.

  Kondisi sert a pilihan unt uk bersikap manipulat if bukan hal yang mudah dihilangkan, karena set idaknya hal t ersebut t elah mengalami dua hal:

  1. Kondisi manipulat if t ersebut t elah t erlembagakan ( i nst i t ut i onal i zed) dalam lembaga sosial-polit ik yang mapan, yang kemudian saling menguat kan dengan

  2. Kondisi manipulat if t elah pula t erint ernalisasi ke dalam individu dan dit erima

  9 sebagai perilaku normal sehari-hari (banalisasi).

  Pemikiran Bourdieu (konsep habit us dan modal sosial) memberikan af irmasi t erhadap ilmu ekonomi polit ik dengan melakukan penyangkalan t erhadap klaim ilmu polit ik bahwa polit ik adalah bagaimana mengart ikulasikan kepent ingan masyarakat . Konsep habit us

  

Sedangkan, inst it usionalisasi adalah proses menj adikan suat u nilai dan pola perilaku menj adi nilai dan

8 pola perilaku yang mapan, t erst rukt ur, dan relat if aj eg dalam masyarakat (komunit as) t ert ent u.

  

Bust anul Arif in dan Didik J. Rachbini, 2001. Ekonomi Pol i t i k dan Kebi j akan Publ i k, Jakart a: INDEF dan

9 FISIP UI.

  

Dalam kaca mat a sosiologis, int ernalisasi dan inst it usionalisasi saling berhubugan/ memengaruhi dalam Bourdieu menelanj angi klaim-klaim polit ik dengan menunj ukkan bahwa polit ik sebenarnya t idak lebih dari pemenuhan hasrat pr ibadi (ekonomis) melalui t indakan manipulasi/ penunggangan/ f r ee r i di ng t erhadap ” suara” publik sehingga part ai polit ik seolah-

  10 olah memperj uangkan kehendak publik, quad non.

  Di sini muncul suat u kebulat an pendapat bahwa pencapaian kesej aht eraan publik ( bonum publ i cum) t idak bisa diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar, melainkan

  11

  harus ada campur t angan penguasa di dalamnya. Tet api karena pemerint ahan adalah organ polit ik, at au set idaknya t erbent uk dari proses polit ik, maka diperlukan int ervensi t erhadap kebij akan-kebij akan yang dibangun penguasa.

  Lant as siapa yang bisa bert indak sebagai int ervent or t erhadap negara? Dua pihak yang dapat melakukan int ervensi adalah pasar (modal ) dan masyarakat . Jika masyarakat t idak mau dikalahkan (didominasi) oleh pasar, maka masyarakat harus berani dan akt if melaklakukan int ervensi t erhadap pemerint ah (negara).

  Hubungan ideal ant ara rakyat -pemerint ah-pasar seharusnya adalah hubungan saling memengaruhi secara seimbang. Namun yang sering t erj adi, t erut ama di negara-negara dengan sist em kapit alis, pasar menempat i posisi dominan. Pasar (modal) menj adi pihak yang paling berpengaruh; pemerint ah seringnya hanya menj adi kepanj angan t angan pasar; sement ara rakyat yang seharusnya menempat i posisi seimbang, j ust ru hanya menj adi korban pasar,

  

12

pemerint ah, maupun selingkuh ant ara keduanya.

  Int ervensi t erhadap penguasa salah sat unya dilakukan dengan melakukan komunikasi yang dipadukan dengan t indakan/ f isik. Langkah pert ama yang diambil, anggot a masyarakat menyuarakan kepent ingan mereka yang t idak diperhat ikan penguasa.

  Jika penguasa t et ap t idak memedulikan t unt ut an, maka langkah kedua adalah mengorganisir suara masyarakat sekepent ingan. Dalam logika komunikasi, penggalangan massa (karena sif at nya yang t idak waj ar at au lain dari keseharian) akan cenderung lebih 10 menarik perhat ian daripada aksi t unggal.

  

Miriam Budiardj o menegaskan bahwa polit ik selalu menyangkut t uj uan-t uj uan dari seluruh masyarakat

publ i c goal s), dan bukan t uj uan pribadi seseorang (pr i vat e goal s). Sement ara t uj uan-t uj uan dicapai

  ( dengan menent ukan kebij aksanaan-kebij aksanaan umum ( publ i c pol i ci es) yang menyangkut pengat uran di st r i but i on) at au alokasi (al l ocat i on) dari sumber-sumber dan r esour ces yang ada. dan pembagian ( 11 Lihat Miriam Budiardj o, 2001. Dasar -Dasar Il mu Pol i t i k, Jakart a: Gramedia, hal. 8.

  

Dalam konsep negara demokrat is Indonesia, penguasa negara adalah gabungan yang disebut

Mont esquieu sebagai t r i a i unct a i n uno (gabungan t iga menj adi sat u) at au t r i as pol i t i ca, yait u lembaga 12 legislat if , lembaga eksekut if , dan lembaga yudikat if .

  

Mengapa pasar menj adi inst it usi yang sangat berkuasa? Menurut I. Wibowo, pasar sebenarnya bukan

sesuat u yang t elah ada sej ak dulu. Pasar, dalam kont eks hukum pemint aan dan penawaran, baru muncul semenj ak dikenalnya sist em ekonomi kapit alisme. Sej ak saat it u pasar menj adi menguasai masyarakat dengan melakukan komodif ikasi t erhadap segala hal. Bahkan, saat ini, pasar seolah-olah menj adi sosok

  Dicont ohkan Regina Birner and Heidi Wit t mer dalam art ikel “ Conver t i ng Social Capi t al

  

i nt o Pol i t i cal Capi t al ” mengenai pet isi 52. 698 rakyat Thailand t ahun 2000 dalam rangka

  13

  mengaj ukan draf t at au rancangan undang-undang Communit y Forest ry Bill (CFB). Pengaj uan pet isi ini disebabkan karena rancangan CFB versi pemerint ah yang diaj ukan t ahun 1991 dirasa merugikan komunit as subsist en lokal. Delapan ribu komunit as subsist en hut an t erancam kehilangan mat a pencaharian karena adanya Draf t CFB 1991 rancangan pemerint ah.

  Set elah melalui beberapa kali revisi, akhirnya kepent ingan masyarakat (yang diawali dari pet isi) diakomodir dalam revisi draf t CFB pemerint ah dan disahkan parlemen. Hal ini membukt ikan bahwa melalui t indakan yang t epat dan t erorganisir, masyarakat mampu melakukan ” int ervensi” t erhadap keput usan penguasa. Meskipun akhirnya komunit as subsist en hut an mengalami kekalahan karena, at as lobi-l obi kelompok kepent ingan lain, undang-undang CFB dibat alkan Senat t ahun 2001.

  Pert arungan ant ara komunit as subsist en lokal dengan kelompok konservat if yang dimot ori masyarakat kelas menengah di Thailand menunj ukkan bahwa modal sosial adalah bebas nilai (net ral). Modal sosial bisa dimiliki oleh kelompok mana saj a; dan bisa

  14 dipergunakan unt uk t uj uan (relat if ) baik at au buruk.

  Komunit as subsist en lokal memiliki modal sosial dengan memercayai ( t r ust ) wakil - wakilnya (lembaga swadaya masyarakat ) agar mengart ikulasikan suara mereka ke t ingkat nasional. Kepercayaan penuh ini sangat pent ing agar di t ingkat nasional hanya muncul sat u suara. Aksi polit ik akan sangat kacau j ika t erlalu banyak kepent ingan yang harus disuarakan.

  Sement ara lawan mereka, yait u kalangan koservat if kelas menengah j uga menggunakan modal sosial unt uk mengganj al komunit as subsist en lokal. Modal sosial ini dikembangkan menj adi modal polit ik berupa lobi-lobi polit ik dan keleluasaan ekonomi yang memperlancar lobi-lobi polit ik. Kelebihan kelas menengah konservat if Thailand t erlet ak pada kemampuan mereka melakukan t ransf ormasi modal sosial menj adi modal polit ik. Mereka mempergunakan kekompakan sert a penget ahuan polit ik mereka unt uk melakukan lobi-l obi polit ik dan pada akhirnya ” mengendalikan” keput usan Senat Thailand.

  Terdapat beberapa sarana lain yang merupakan sarana/ saluran pengubah modal sosial menj adi modal polit ik, yait u:

  1. Pemilihan umum, 2.

  Part isipasi dalam pembuat an perat uran perundang-undangan,

  3. Tekanan massa,

  4. Negosiasi puncak organisasi,

  5. Lobi,

  6. Memanf aat kan ilmu penget ahuan,

  7. Penggunaan (ident it as) ideologis, 13

  8. Tekanan pihak int ernasional, dan

  

Regina Birner and Heidi Wit t mer, t anpa t ahun. Conver t i ng Soci al Capi t al i nt o Pol i t i cal Capi t al dalam

ht t p: / / dlc. dlib. indiana. edu/ archive/ 00000221/ 00/ birnerr041300. pdf . Konst it usi Thailand mengij inkan

pengaj uan draf t undang-undang dari masyarakat dengan syarat didukung (bukt i) 50. 000 t anda t angan.

Sebagai perbandingan, pengaj uan draf t dari masyarakat semacam ini t idak dikenal dalam sist em

ket at anegaraan Indonesia. Konst it usi Indonesia hanya mengakui dua sumber rancangan undang-undang,

14 yait u dari pemerint ah at au dari dewan perwakilan.

  

Sepert i dikemukakan dalam resume art ikel di bagi an awsal makalah ini, Bourdieu mendef inisikan

modal sosial sebagai “ sumber daya akt ual dan pot ensial yang dimiliki oleh seseorang yang berasal dari

  9. Int ervensi pemegang ot orit as. Apakah kemenangan kelas menengah Thailand ini ada hubungannya dengan t ingkat pendidikan? Jawabannya t idak bisa t idak, mengingat perubahan modal sosial menj adi modal polit ik adalah pekerj aan yang membut uhkan t i ngkat pemahaman dan analisa yang cukup baik.

  

Kemungkinan penerapan di Indonesia

Analisa Penolakan Masyarakat Toba Samosir

terhadap PT Inti Indorayon Utama

  Apakah sej arah Indonesia kont emporer pernah mencat at adanya ket idakpuasan masyarakat kepada penguasa? Pernah, bahkan banyak; mulai penolakan kecil-kecilan sampai penolakan yang melibat kan masyarakat regional ; mulai penolakan sporadis sampai penolakan t erorganisir.

  Cont oh yang mirip dengan Communit y Forest ry Bill (CFB) Thailand adalah kasus perlawanan masyarakat Toba Samosir, Sumat era Ut ara t erhadap keberadaan PT Int i Indorayon Ut ama (PT IIU) yang bergerak di bidang pul p dan rayon. Penolakan masyarakat mulai muncul sekit ar t ahun 1999 karena PT IIU sej ak berdirinya t ahun 1986 banyak melakukan penyerobot an t anah meskipun t elah memegang Hak Penguasaan Hut an (HPH) seluas 269. 000 ha;

  15 menimbulkan pencemaran air, udara, dan t anah; sert a menimbulkan ket egangan sosial.

  Penolakan masyarakat 143 desa berhasil diorganisir oleh mereka sendiri, dan mendapat dukungan sepenuhnya dari pemuka-pemuka agama set empat . Penolakan-penolakan, yang diwarnai pula oleh penangkapan sert a kekerasan aparat t erhadap masyarakat , menghasilkan empat j enis keput usan penguasa dalam wakt u dan dimensi berbeda, sebagai berikut :

  1. Masyarakat Toba Samosir mengadukan PT IIU kepada Mendagri Rudini pada 16 Mei 1993. Isu PT IIU naik menj adi isu nasional , namun t idak mendapat t anggapan berart i dari pemerint ah pusat .

  2. Perint ah lisan dari Presiden BJ Habibie 19 Maret 1999 agar PT Indorayon Int i Ut ama menghent ikan segala bent uk operasinya. Namun perint ah lisan ini “ dilanggar” oleh PT IIU.

  3. Presiden Abdurrahman Wahid pada Maret 1999 memerint ahkan secara lisan penut upan PT IIU set elah melakukan audiensi dengan perwailan masyarakat Toba Samosir.

  4. Pada Maret 2000 Rapat Kabinet Bidang Ekuin di bawah pimpinan Wakil Presiden Megawat i Soekarnoput ri menyat akan PT IIU t et ap diij inkan beroperasi t erbat as dalam produksi pul p.

  Dari perspekt if ekonomi polit ik t erlihat dalam kasus perset eruan ant ara masyarakat Toba Samosir dengan PT IIU, kepent ingan komunit as lokal (yang t elah ada j auh sebelum PT IIU 15 muncul) dikesampingkan begit u saj a. Keput usan pemerint ah pusat t idak didasarkan pada apa

  

Tulisan t ent ang penolakan masyarakat Toba Samosir t erhadap PT Indorayon Int i Ut ama bersumber dari yang bisa diperoleh masyarakat set empat melainkan berdasar pert imbangan keunt ungan maksimal bagi pemerint ah pusat .

  Tent u saj a masyarakat Toba Samosir dikalahkan karena memberikan kont ribusi f inansial relat if kecil (bahkan bisa dikat akan t idak ada) kepada pemerint ah pusat . Sement ara PT IIU menyumbang APBN dan APBD kepada pemerint ah baik pusat maupun daerah, dan t ent u saj a sumbangan-sumbangan dana bersif at pribadi kepada pihak-pihak pemerint ahan t ert ent u.

  Masyarakat Toba Samosir memiliki modal sosial t inggi berupa f akt or-f akt or primordial. Tet api di t ingkat nasional, masyarakat Toba Samosir t ak cukup memiliki modal polit ik yang

  16

  berwuj ud j ej aring lobi-lobi kepada penguasa. Hal ini mengakibat kan penolakan masyarakat Toba Samosir hanya bert ahan di t ingkat lokal, sement ara mereka mengalami kegagalan t ot al ket ika melakukan lobi-lobi di t ingkat nasional.

  Sit uasi berkebalikan t erj adi pada PT IIU. Modal sosial di t ingkat lokal sangat rendah bahkan t idak ada, namun PT IIU memiliki modal polit ik yang cukup kuat di t ingkat nasional. Hasil akhir berpihak pada PT IIU dengan t et ap diij inkannya PT IIU beroperasi.

  (Tanda panah menunj ukkan hubungan pengendalian/ penguasaan. ) Hubungan t iga pihak ut ama dalam kasus t ersebut t ampak dalam bagan di at as.

  Masyarakat Toba Samosir memiliki posisi yang bisa dibilang seimbang dengan PT IIU, t et api t idak memiliki akses t erhadap pemerint ah pusat . Sement ara PT IIU, dengan modal yang dimilikinya, memiliki akses kepada pemerint ah pusat dan berhasil memanf aat kan ( t o

  i nf l uence t he di st r i but ion of r esour ces) kekuat an pemerint ah unt uk merepresi perlawanan, at au set idaknya membiarkan masyarakat Toba Samosir dit ekan PT IIU.

  Hubungan ket iga pihak t ersebut menguat kan t esis Bourdieu bahwa semua orang hidup dalam j ej aring ( net wor k) yang disebut habit us; bahwa habit us t idak pernah bersif at lokal, melainkan mencakup banyak hal yang acapkali t idak disadari oleh pelaku di lapangan.

  Pert empuran modal sosial dan modal polit ik yang beruj ung pada kekalahan masyarakat Toba Samosir adalah cont oh dari kecenderungan umum di Indonesia, yait u modal polit ik hanya bisa di- cr eat e oleh kelompok yang mapan dari sisi f inansial dan int elekt ual.

16 Cheryl Jacobs mendef inisikan modal polit ik at au pol i t i cal capi t al sebagai sesuat u yang memengaruhi pembuat an keput usan dalam suat u komunit as sekali gus memengaruhi sumber daya ddist ribusikan.

  Menurut nya modal polit ik bisa dimiliki siapa saj a, baik individu maupun kelompok, selama mereka bisa melakukan pengorganisasian, memanf aat kan koneksi, penggalangan suara, sert a kemampuan

  Bagaimana mungkin masyarakat kecil mampu memenangkan pert empuran di ranah polit ik, j ika mereka t idak punya cukup pemahaman mengenai prakt ek-prakt ek polit ik. Di sinilah let ak f ungsi st rat egis dari pendidikan. Pendidikan memampukan individu/ kelompok unt uk memahami apa yang t erj adi di sekit arnya. Dengan pemahaman yang dimiliki, individu/ kelompok akan mampu mengambil keput usan akurat sert a merancang st rat egi unt uk mempert ahankan eksist ensi dirinya.

  Kelompok-kelompok “ penindas” biasanya melakukan “ penj aj ahan” t erhadap masyarakat lapis bawah dengan cara menghalangi akses pendidikan mereka. Ket idakseimbangan sert a ket idakmerat aan dist ribusi pendidikan dan ilmu membant u penguasa melanggengkan st rat if ikasi kekuasaan.

  Bourdieu sepert i dikut ip Haryat moko mengat akan bahwa kebiasaan belaj ar karena sudah menj adi tradisi keluarga mempermudah pesert a didik dari lingkungan sosial t ert ent u memenangi persaingan. Dari sini muncul ideologi bakat , seakan kemampuan dan keunggulan pesert a didik adalah bakat bawaan. Padahal, keberhasilan it u berkat disposisi, hasil ket erampilan dan pembiasaan, lalu menj adi bagian kesadaran prakt is, kemudian diungkapkan dalam kemampuan yang kelihat annya alamiah, bisa berkembang lant aran lingkungan sosial

  17 t ert ent u.

  Tengara Bourdieu, sepert i dikut ip Haryat moko di at as, t erlihat pada kelas menengah Thailand (dalam st udi kasus CFB) dan PT IIU (dalam kasus PT IIU vs Masyarakat Toba Samosir) yang lebih unggul dalam lobi-lobi polit ik karena memiliki dan mampu memanf aat kan keunggulan int elekt ual mereka. Keunggulan int elekt ual yang t idak t erbent uk dalam wakt u singkat , melainkan dibangun secara t urun-t emurun. Hal t ersebut menj elaskan bahwa st rat if ikasi cenderung dilanggengkan melalui kombinasi ant ara penget ahuan dan kekuasaan.

  Kembali kepada pembahasan mengenai modal polit ik, Cheryl Jacobs mengat akan

  

“ Indi vi dual act i ons can i ncr ease a communi t y’ s Pol i t i cal Capi t al . Act i vi t i es such as vot ing,

di scussi ng pol i t i cs wi t h f ami l y and f r i ends, and r eadi ng t he newspaper al l add t o t hei r

awar eness of how t he power st r uct ur es i n t he communi t y and i n t he nat i on have an i mpact

  18 on what happens i n t heir communi t y. ”

  Tet api sebelaum melakukan akt ivit as sepert i dikat akan Cheryl Jacobs di at as, sat u hal yang harus dij awab adalah: bagaimana membangun sebuah kesadaran polit ik yang bersif at massif ?

  Dalam membangun kesadaran polit ik akan dit emui banyak hambat an, namun secara t eorit is konsept ual bisa diikut i ideologi pendidikan conscient i zacao (kesadaran t ent ang dominasi) yang dikembangkan Paulo Freire. Konsep Freire dibangun di at as harapan bahwa t erdapat subyek (pendidik revolusioner) yang bersedia berit eraksi dengan subyek (kaum t ert indas) unt uk menemukan permasalahan yang secara riil dihadapi kaum t ert indas. Penemuan permasalahan riil ini kemudian diubah bersama sampai mencapai harmoni. Namun perlu diingat , harmoni dalam konsep Freire bukanlah suat u capaian, melainkan suat u proses

  19 yang harus t erus-menerus berj alan. Freire memberi nama t eori ini sebagai Teori Dialog.

17 Haryat moko, ” Reproduksi Kesenj angan Sosial Melalui Sekolah” dalam Kompas, Senin, 21 Juli 2003.

  Persandingan Teori Dialog Freire dengan Teori Ant i Dialog yang dilawannya t erlihat dalam bagan di bawah.

20 Berkenaan dengan masyarakat dan pendidikan, Milt on Freedman mengat akan,

  

” A st abl e and democr at i c soci et y i s i mpossi bl e wi t hout mi ni mum degree of l i t er acy and

knowl edge on t he par t of most ci t i zens and wi t hout wi despr ead accept ance of some

common set of val ues. Educat i on can cont r i but e t o bot h. In consequence, t he gai n f rom

t he educat i on of a chi l d accr ues not onl y t o t he chi l d or t o hi s par ent s but al so t o ot her

member s of soci et y. … Ther e i s t her ef or e a si gni f i cant nei ghbor hood ef f ect . ” 21 Kesimpulan

  Dari perbandingan dua perist iwa, CFB Thailand dan masyarakat Toba Samosir, dapat dit arik kesimpulan sement ara sebagai berikut :

  1. Kegagalan masyarakat dalam proses polit ik disebabkan karena masyarakat t erpecah dalam kelompok-kelompok yang t idak solid (t idak memiliki modal sosial).

  2. Set elah masyarakat disat ukan dalam organisasi yang solid, penyebab kegagalan mereka beralih pada salah sat u dari dua hal berikut : a. Kelompok masyarakat t idak memiliki cukup penget ahuan unt uk melakukan lobi- lobi polit ik (t idak memi liki modal polit ik).

  b. Organisat oris (bisa individu, lembaga sosial, part ai, at au apapun) menj adi f r ee r i der yang memanf aat kan suara masyarakat unt uk meraup kepent ingan pribadi.

  3. Kegagalan konversi modal sosial menj adi modal polit ik dimiliki oleh habit us yang ” dimiliki” masyarakat bersangkut an.

  4. Selain dibent uk oleh f akt or int ernal masyarakat bersangkut an, pembent ukan habit us j uga dit ent ukan oleh kondisi (at mosf er) yang dicipt akan negara. 20 Bagan dikut ip dari A. Sudiarj a, 2001. ” Pendidikan Radikal Tapi Dialogal” dalam BASIS Edisi Januari-

  Dalam kont eks ekonomi polit ik, unt uk menj amin kedudukan yang sama ant aranggot a masyarakat ; sert a unt uk menj amin keseimbangan dalam hubungan ant ara negara-pasar- masyarakat , maka pendidikan (inf ormasi) harus dibebaskan dari prakt ek monopoli.

  Penguasaan penget ahuan di t angan sekel ompok orang saj a mencipt akan ket impangan sosial-ekonomi. Keset imbangan ant arunsur masyarakat t erganggu karena salah sat u pihak akan mudah dikenai t indakan manipulat if . Bahkan sepert i dikat akan Joseph St iglit z, ekonomi

  22

  (polit ik) dewasa ini dit andai dengan economi cs of i nf or mat i on. Kemenangan secara ekonomis lebih dit ent ukan oleh seberapa banyak pelaku menguasai inf ormasi yang t idak dimiliki oleh pesaing/ musuhnya.

  Daftar Pustaka Soci al Theor y and Moder n Soci ol ogy, Oxf ord: Polit y Press.

  Ant hony Giddens, 1997. Bust anul Arif in dan Didik J. Rachbini, 2001. Ekonomi Pol i t i k dan Kebi j akan Publ i k, Jakart a: INDEF dan FISIP UI.

  Cheryl Jacobs, 2007. “ Communit y Capit als: Polit ical Capit al” , USA: Sout h Dakot a St at e Universit y, ht t p: / / agbiopubs. sdst at e. edu/ art icles/ ExEx16010. pdf downl oad November 2007.

  Didik J. Rachbini, 2002. Ekonomi Pol i t ik: Par adi gma dan Teor i Pi l i han Publ i k, Jakart a: Ghalia. Francis Wahono, dkk. , 2003. Gel ombang Per l awanan Rakyat : Kasus-kasus Ger akan Sosi al di Indonesia, Yogyakart a: Insist .

  Haryat moko, ” Reproduksi Kesenj angan Sosial Melalui Sekolah” dalam Kompas, Senin, 21 Juli 2003. Miriam Budiardj o, 2001. Dasar -Dasar Il mu Pol i t i k, Jakart a: Gramedia. Milt on Friedman, 1982. Capi t al i sm and Fr eedom, Chicago and London: The Universit y of Chicago Press. Regina Birner and Heidi Wit t mer, t anpa t ahun. “ Conver t i ng Soci al Capi t al i nt o Pol i t i cal Capi t al ” , ht t p: / / dlc. dlib. indiana. edu/ archive/ 00000221/ 00/ birnerr041300. pdf .

  Jurnal, Maj alah, dan Surat Kabar Jur nal Fi l saf at Dr i yar kar a Edisi Filsaf at Ekonomi dan Keadilan, Tahun XXVII No. 2/ 2005.

  Kompas, Minggu, 19 Agust us 2007.

  Maj alah BASIS Edisi Khusus Paulo Freire, Edisi Januari-Februari 2001. Maj alah BASIS Edisi Khusus Pierre Bourdieu, November-Desember 2003.