Takdir Indonesia sebagai Emerging Countr

Takdir Indonesia sebagai Emerging Country:
Komparasi Kebangkitan Rusia
Sonia Deby Aryani
071112101
Mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Hubungan Internasional
Universitas Airlangga
ABSTRAK
Setiap negara memiliki ciri dalam keberhasilannya untuk bangkit. Indonesia, kini digadanggadang akan segera menjadi salah satu negara kekuatan ekonomi dunia. Setelah sempat
menjadi kandidat dalam NICs dan BRICS, kini Indonesia ditempatkan dalam MINT yang
akan segera menyusul BRICS. Keberhasilannya untuk bertahan dan bangkit dari krisis 1998
membuat Indonesia pantas diperhitungkan dalam pergaulan internasional. Terlepas dari
berhasil atau tidak, Indonesia akan memiliki jalannya sendiri untuk bangkit. Tulisan ini akan
mengkomparasikan kondisi Indonesia dengan Rusia, untuk melihat kemungkinan Indonesia
mengambil jalan yang sama yang telah diambil Rusia.
Kata kunci: Indonesia, Rusia, bangkit

Every single state has its own characteristic to emerge. Indonesia, now become the one of the
emerging economic countries. After failed being the one of NICs or BRICS, Indonesia
success to joining MINT as the next economic giant. Indonesia has been survive and win the
fight with the 1998 crisis. It shows Indonesia has significant role in internasional affair. But
effort to successfully emerge will be different and Indonesia will have his own characteristic.

This paper will compare Indonesia and Russia, to observe Indonesian possibility to take the
same as Russian.
Keywords: Indonesia, Russian, emerge

1

Indonesia diramalkan akan menjadi salah satu negara dengan kekuatan ekonomi
terbaik dimasa depan. Meskipun pada akhir 1990an mengalami krisis parah hingga berada
pada titik terendah, Indonesia mampu bertahan dan memperbaikinya. Keanggotaan G 20,
limpahan sumber daya alam alam, jumlah tenaga kerja produktif yang besar, serta posisinya
sebagai regional power di Asia Tenggara merupakan beberapa faktor yang membuat
Indonesia kembali diperhitungkan secara internasional. Namun hal tersebut tidak menjadi
jaminan Indonesia akan berhasil menjadi salah satu negara terkuat. Jika dibandingkan dengan
Rusia yang juga pernah mengalami kemerosotan1 dan dengan segala upayanya berhasil
bangkit, Indonesia tidak dapat menjalani jalan yang sama dengan Rusia.
Rusia sendiri saat ini dapat dikatakan berhasil kembali menjadi salah satu kekuatan
dunia, terutama secara militer dan politik. Rusia merupakan salah satu negara BRICS
bersama Brazil, India, Cina atau Tiongkok, dan Afrika Selatan yang disebut akan dapat
menandingi ekonomi G7 pada 2050 (Elias dan Noone 2011, 34). Rusia memiliki cara
bangkit yang khas yang membedakannya dari negara lain, bahkan dari sesama negara BRICS

apalagi dengan Indonesia. Untuk menunjukan bahwa Indonesia memiliki kemungkinan yang
lebih besar untuk tidak menjalani takdir kebangkitan yang sama dengan Rusia, akan
digunakan studi komparatif. Metode komparatif memiliki dua cara yang dapat digunakan
untuk menganalisis, yaitu menggunakan variabel yang sama, atau justru memilih yang
spesifik untuk tiap negara yang dibandingkan untuk menghindari bias yang mungkin muncul
karena perbedaan kultur dan kondisi (Bahry 1995). Tulisan ini akan menggunakan variabel
yang sama untuk menunjukkan perbedaan kondisi Indonesia dan Rusia untuk membuktikan
bahwa keduanya akan menjalani takdir kebangkitan yang berbeda.
Dinamika Indonesia sebagai Emerging Economy
Indonesia pernah mengalami masa sulit pada akhir 1990an yang membuat ekonomi,
politik, dan peran Indonesia dalam dunia internasional menurun. Jika menilik sedikit jauh
kebelakang, Indonesia pernah menjadi negara yang cukup diperhitungkan, terutama di Asia,
pada masa pemerintahan Soeharto meskipun akhirnya juga menjadi salah satu alasan utama
kekacauan ekonomi dan sosial menjelang 1998. Kepemimpinan Soeharto berhasil membuat
Indonesia melejit dari salah satu negara termiskin di dunia pada pertengahan 1960an menjadi
satu dari delapan high-performing Asian economies di awal 1990an (adbi.org t.t.). Pada tahun
1965 hingga 1967 pertumbuhan ekonomi mencapai rata-rata 7 persen pertahun dan real gross
1

Setelah Perang Dingin Uni Soviet pecah dan Rusia sebagai pecahan terbesar menjadi penerusnya. Pada awal

1990an Rusia mengalami krisis dan baru bisa bangkit kembali pada tahun 2000an.

2

national product meningkat 2 kali lipat setiap 10 tahun. Dengan lonjakan ekspor yang dicapai
sejak 1980an, Indonesia bersama Malaysia dan Thailand disebut sebagai newlyindustrializing economy (NIE) di Asia Tenggara oleh World Bank (Page 1994). Namun
menjelang akhir 1990an, Indonesia mulai mengalami fase downswing dan mencapai titik
terendah pada tahun 1998 dengan kondisi politik, sosial dan ekonomi yang dapat dikatakan
sebagai krisis terburuk dalam sejarah Indonesia merdeka.
Krisis tersebut membuat Indonesia dianggap tidak lagi mampu berpartisipasi secara
penuh dalam menjalankan hubungan luar negeri, bahkan di ASEAN sekalipun. Namun
keterpurukan Indonesia tidak berlangsung lama. Sejak 1999, kondisi yang sempat kacau terus
diperbaiki dan berdampak pada pertumbuhan GDP dari tahun 2000-10 yang meningkat
sekitar 5.2 persen per tahun (Elias dan Noone 2011, 34).

Sedangkan kegiatan ekspor

Indonesia dengan negara ASEAN saja mencapai US$ 8,07 miliar sementara impor senilai
US$ 7,63 miliar (tempo.co 2013). Prestasi tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih
memiliki kekuatan yang cukup baik. Puncaknya pada tahun 2009 Indonesia menjadi anggota

G-20 dan menduduki peringkat 15 dunia sebagai negara dengan GDP tertinggi (Anwar 2013).
Prestasi Indonesia tersebut diyakini akan terus meningkat dan digadang-gadang
menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia beberapa tahun mendatang. Goldman Sachs
mengkategorikan Indonesia dalam N11 atau the Next Eleven emerging countries, yang akan
menyusul kebangkitan ekonomi BRICS dan menjadi rival G7 (Lawson et al 2007, 161).
Selain itu, Jim O’Neill juga mengkategorikan Indonesia dalam MINT bersama Meksiko,
Nigeria dan Turki, untuk menjadi raksasa ekonomi yang akan segera naik (bbc.com 2014).
Sebenarnya sebelum mengalami krisis besar pada 1998, Indonesia sempat dimasukkan
sebagai kandidat New Emerging Economics2 dan sempat menjadi ‘I’ dalam BRICS sebelum
akhirnya diresmikan sebagai milik India. Hal ini menunjukkan kondisi Indonesia masih
belum stabil untuk menjadi negara kekuatan ekonomi dunia.
Kebangkitan Rusia dari Keruntuhan setelah Perang Dingin
Seperti Indonesia, Rusia juga sempat mengalami masa jaya pada masa Perang Dingin.
Rusia, pada saat itu masih sebagai Uni Soviet, merupakan salah satu polar dunia bersama
Amerika Serikat. Kekalahannya dari Amerika Serikat membuat kondisi politik, sosial dan
ekonomi Uni Soviet menjadi tidak stabil dan menyebabkan pecahnya Uni Soviet. Federasi
Rusia, negara penerus dan negara pecahan terbesar dari Uni Soviet, membutuhkan waktu
2

Negara-negara dengan kondisi ekonomi yang terus meningkat dan dipercaya dapat menjadi polar ekonomi

baru selain Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Negara yang termasuk dalam NICs diantaranya adalah
Korea Selatan, Singapura, Jepang, Tiongkok.

3

cukup lama untuk bangkit. Pada tahun pertama setelah merdeka, GDP Rusia turun 14.5%
ketiga harga justru meningkat 1,735% (Hancock 2007, 74). Tahun berikutnya GDP kembali
turun 8.7% dan inflasi terjadi 879%. Meskipun pada masa Boris Yeltsin Rusia berusaha
mendekatkan diri dengan Barat, namun Barat tidak dapat dan tidak berkeinginan untuk
menyelamatkan ekonomi Rusia. Amerika Serikat, IMF dan Bank Dunia dianggap
bertanggungjawab atas kejatuhan ekonomi Rusia, disamping kesalahan pemerintah Rusia
sendiri (Hancock 2007, 74). Bantuan-bantuan yang telah dirumuskan oleh Bank Dunia dan
IMF yang mencapai 2.2 triliun dolar memiliki kecacatan yang fatal sehingga tidak bisa
diberikan. Sementara pemerintah Rusia sendiri meremehkan besarnya biaya untuk mengubah
ekonomi dan terlalu berharap pada kemampuan negara dan institusi Barat untuk membiayai
perubahan tersebut (Hancock 2007, 75).
Bertahun-tahun setelah keruntuhan Uni Soviet, Federasi Rusia dibawah Vladimir
Putin mulai merevisi tujuan dan kebijakannya untuk mengubah kekuatannya dalam sistem
internasional (Trenin 2012, 3). Upaya Rusia untuk bangkit dan menjadi salah satu kekuatan
dunia ditunjukan oleh Putin yang menyebutkan bahwa saat ini Rusia sedang berusaha

memainkan peran yang lebih aktif dalam politik internasional (Thorun 2009, 38). Kemudian
dalam salah satu pidatonya, Putin juga menyebutkan bahwa Rusia akan berusaha memiliki
posisi independen di dunia internasional dan akan mempertahankannya dengan segala cara
(Mirzayan 2014).
Upaya Rusia untuk kembali menjadi great power terlihat dari arah kebijakan luar
negeri Rusia yang mengusahakan deklinasi pengaruh Barat di Rusia (Monaghan 2013, 5).
Namun Rusia tidak sertamerta menjadi anti Barat, meskipun memang hubungan Rusia
dengan Barat sangat fluktuatf. Pemerintahan Putin menggunakan pendekatan multivektor
yang memungkinkan Rusia menjalin aliansi dengan dengan lebih banyak negara untuk
meningkatkan ekonomi dan memperluas posisinya (Hancock 2007, 81).
Putin tidak hanya mendekatkan diri pada negara pro-Barat seperti yang dilakukan
Yeltsin, tapi juga negara-negara aliansi tradisional Soviet, dan negara emerging power yang
menentang kekuatan Amerika Serikat seperti Tiongkok. Putin bahkan mendekati pula negaranegara yang menjadi musuh utama Amerika Serikat Iran, Irak, Korea Utara, dan Venezuela.
Sementara di bidang militer, keaktifan dan kekuatan Rusia juga ditunjukkan dengan
pengembangan nuklir hingga Rusia kini menjadi salah satu major nuclear power (anon, 2001
dalam Thorun 2009, 38). Meskipun tergabung dalam BRICS yang mengancam gelar G7
sebagai pemegang pilar ekonomi dunia, ekonomi Rusia tidak dapat dikatakan benar-benar
bangkit. Ekonomi Rusia bahkan merupakan yang terendah diantara negara BRICS lain.
4


Kebangkitan Rusia lebih didasari oleh membaiknya aspek politik dan terutama militer, yang
bahkan jauh lebih baik daripada Tiongkok.
Komparasi Indonesia dan Rusia
Setiap negara memiliki sejarah kebangkitan yang berbeda. Untuk itu sebenarnya
perbandingannya dengan Rusia tidak dapat menunjukkan apakah Indonesia akan sukses atau
gagal dalam menjadi kekuatan baru dunia di masa depan. Namun dapat dipastikan Indonesia
tidak akan melalui jalan yang sama seperti yang dilalui Rusia untuk bangkit dari
kemerosotannya dimasa lalu.
Perbandingan antara Indonesia dan Rusia sebenarnya tidak hanya menghasilkan
perbedaan yang menunjukkan bahwa Indonesia memiliki jalan yang berbeda dari Rusia.
Terdapat beberapa persamaan yang menunjukkan kedua negara tersebut layak dibandingkan.
Persamaan pertama adalah bahwa keduanya merupakan regional power, atau setidaknya
memerankan peran lebih di wilayahnya masing-masing.
Sebagaimana diketahui, Indonesia merupakan salah satu negara yang memprakarsai
terbentuknya ASEAN pada tahun 1967.

Meskipun sempat menurun saat krisis 1998,

Indonesia masih memegang peran yang signifikan di Asia Tenggara. Misalnya, pada tahun
2011 Indonesia berhasil memanfaatkan kedudukannya sebagai chair dengan menggunakan

pendekatan regional untuk mempromosikan kepentingan nasionalnya dalam pembentukan
agenda dan kerangka ASEAN (thejakartapost.com 2011). Selain itu, sistem nilai Indonesia
tetap diterapkan dalam ASEAN, seperti masyarakat pluralistik, Islam yang moderat dan
demokrasi serta sistem pengambilan keputusan dengan musyawarah.

Signifikansi peran

Indonesia juga diakui oleh High Representative Uni Eropa, Catherine Ashton yang
menyebutkan bahwa Indonesia telah memainkan peran penting di kawasan ASEAN dengan
keterlibatannya bersama EU dalam konflik Myanmar dan peran Indonesia dalam menangani
isu kemanusiaan, demokrasi, dan HAM serta membangun kapasitas analisis di kawasan
ASEAN (republika.co.id 2013). Kepemimpinan Indonesia di Asia Tenggara diperkuat dengan
kondisinya yang lebih stabil sehingga berperan dalam menjaga perdamaian dan keamanan
regional melihat banyaknya konflik negara Asia Tenggara lain. Selain konflik Rohingya di
Myanmar, terdapat konflik antara Thailand dan Malaysia terkait perbatasan dan masalah
pengungsi, konflik Vietnam dengan Tiongkok yang dimulai dari penjajahan beribu tahun
silam dan kembali memanas dengan isu perebutan Kepulauan Spartly, ketegangan periodis
antara Malaysia dan Singapura terkait konflik teritori dan etnis, dan Filipina yang masih
harus mengadapi masalah pemberontakan di dalam negeri dan perebutan klaim wilayah
5


dengan Tiongkok di Laut Cina Selatan (Tha tt, 113). Maka, Indonesia masih dapat dikatakan
sebagai primus interpares atau the first among equals di kawasan Asia Tenggara.
Sementara Rusia sebagai regional power Asia Tengah dapat dilihat dari kebijakan Rusia
era Putin yang melanjutkan kebijakan Yeltsin untuk mengintegrasikan ekonomi dengan bekas
negara Soviet, dengan Rusia sebagai pusat. Seperti pada tahun 2000, Putin membentuk
Eurasian Economic Community dan Single Economic Space pada tahun 2004 untuk
mengoordinasi kebijakan perdagangan dan sistem pengaturan tunggal (Hancock 2007, 82).
Peran Rusia di Asia Tengah juga nampak dari Shanghai Cooperation Organization atau SCO
yang diresmikan 15 Juni 2001 bersama Tiongkok, Kazakstan, Kirgistan, Tajikistan, dan
Uzbekistan (globalsecurity.org tt). SCO dibentuk atas kerjasama ekonomi, energi, budaya dan
berfokus pada militer di kawasan Asia Tengah (Haas dan Putten 2007, 5). Rusia dan
Tiongkok mendominasi jalannya SCO karena merupakan negara terkuat. Sementara dalam
militer, yang menjadi fokus utama pembentukan SCO, Rusia memegang peranan paling besar
mengingat militer Rusia merupakan yang terbesar kedua didunia tepat di bawah Amerika
Serikat (Hancock 2007, 94). Pembentukan SCO juga merupakan usaha Rusia untuk kembali
menjadi great power, karena pembentukan SCO juga didasari keinginan untuk menandingi
atau setidaknya mengimbangi kekuatan militer Barat, terutama Amerika Serikat dengan
NATOnya (Freire dan Mendes, 2009: 35).
Persamaan selanjutnya antara Rusia dan Indonesia adalah bahwa keduanya masih

menggantungkan produk ekspor utamanya pada sektor sumber saya alam yang begitu
fluktuatif dalam harga dan ketersediaan. Lebih rinci, Indonesia menggantungkan ekspornya
pada hasil perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan. Seperti yang dapat dilihat di
situs Kementrian Perdagangan, 5 produk utama ekspor Indonesia adalah udang, kopi, minyak
kelapa sawit, kakao dan karet (kemendag.go.id tt). Sebagaimana diketahui ekspor produk
mentah tidak dapat memberikan hasil besar. Hal ini menjadi salah satu penyebab defisit
neraca perdagangan November 2014 dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar
(cnnindonesia.com 2015). Sementara Rusia menggantungkan ekspornya pada produksi
minyak dan gas yang diekspor ke Tiongkok dan negara-negara Eropa. Penjualan minyak dan
gas Rusia terhitung mencapai 68% dari total ekspor Rusia pada tahun 2013 (eia.gov 2014).
Harga minyak yang terus merosot hingga titik harga terendah dalam lima tahun terakhir,
memunculkan tekanan baru bagi ekonomi Rusia (themoscowtimes.com 2014). Bahkan Wakil
Menteri Ekonomi Rusia Alexei Vedev memprediksi pertumbuhan ekonomi Rusia mungkin
akan menyusut hingga sekitar 0,8 persen pada 2015 (viva.co.id 2014).

6

Kesamaan posisi sebagai regional power dan komoditas ekspor yang tidak mampu
mengangkat ekonomi tidak menunjukkan Indonesia akan memiliki cara bangkit yang sama
dengan yang telah digunakan Rusia. Terdapat perbedaan yang ditemukan melalui

perbandingan variabel keberpihakan terhadap Amerika Serikat-Tiongkok dan yang utama
adalah perbandingan militer. Perbedaan tersebut akan menunjukkan bahwa Indonesia tidak
dapat menggunakan cara Rusia yang khas untuk bangkit.
Hubungan Indonesia, baik dengan Amerika Serikat maupun Tiongkok dapat dikatakan
berjalan baik. Misalnya, pemerintah Amerika Serikat menyatakan siap membantu Indonesia
untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan berlaku efektif mulai akhir 2015,
salah satunya dengan melakukan pelatihan bagi UKM seperti pemasaran dan logistik
(tempo.co 2014). Kedekatan Indonesia-AS juga terlihat ketika Kedutaan Besar Amerika
Serikat merayakan salah satu hari besarnya, Thanksgiving, di Banyuwangi yang langsung
dihadiri Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Robert O. Blake (tempo.co 2014).
Indonesia-AS juga bekerjasama dalam aspek pertahanan dan militer, peningkatan
peningkatan kualitas SDM militer kedua negara, dan pengadaan persenjataan dan mesin
perang bagi Indonesia (antaranews.com 2014). Sementara dengan Tiongkok, Indonesia telah
lama menjalin kerjasama yang didominasi sektor perdagangan dan mulai bergeser ke arah
industrialisasi dan pembangunan nonperdagangan (bbc.co.uk 2013). Baik Presiden Indonesia,
Joko Widodo, dan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, menyebutkan bahwa Indonesia dan
Tiongkok memiliki arti penting bagi masing-masing pihak.
Sementara Rusia lebih condong ke Tiongkok daripada Amerika Serikat. Ketika Putin
berusaha mengurangi pengaruh Barat, terutama AS, hubungan Rusia dengan Tiongkok justru
meningkat. Kedekatan Rusia-Cina dapat dilihat dari pembentukan SCO dan perdagangan
bilateral Rusia dan Cina tumbuh lebih dari 30 persen per tahun dengan nilai total
perdagangan mencapai $ 33 miliar (Mitchell 2007, 136). Salah satu alasan keeratan RusiaTiongkok adalah kesamaan keinginan untuk menantang dominasi Amerika Serikat di banyak
bidang (Hancock 2007, 88). Keberpihakan Rusia terhadap Tiongkok juga terlihat dari
kritiknya terhadap Trans Pacific Partnership atau TPP3 yang dirancang Amerika Serikat G-8
yang dimaksudkan untuk membendung pengaruh Tiongkok di kawasan Asia Pasifik

3

Banyak ahli politik internasional yang melihat Amerika Serikat dan G8 yang khawatir dengan Tiongkok yang
resmi mulai membentuk blok baru perdagangan bebas se-Asia pada 2012 (theglobal-review.com 2013). Karena
berarti Cina akan menggalang sebuah kekuatan ekonomi baru Asia yang mencakup 28 persen dari total
pertumbuhan ekonomi dunia berdasarkan GDP. Oleh karena itu pembentukan TPP dilihat sebagai blok
tandingan.

7

(theglobal-review.com 2013). Rusia lebih memilih untuk mendukung liberalisasi Tiongkok di
pasar Asia.
Perbedaan kedua antara Indonesia dan Rusia terletak pada aspek militer.

Militer

Indonesia, meskipun disebut-sebut membaik, tidak merupakan prioritas pemerintah. Dapat
dilihat dari anggaran belanja militer yang hanya 0.9 % dari APBN (worldbank.org 2014).
Indonesia lebih memprioritaskan aspek lain untuk ditingkatkan. Posisi Indonesia yang berada
pada peringkat 19 dari 106 negara disokong oleh jumlah man power yang mencapai 129 juta
(businessinsider.co.id 2014). Hal ini tidak mengejutkan mengingat jumlah penduduk
Indonesia yang mencapai 250 juta. Namun jika dilihat dari jumlah peralatan militer,
Indonesia jauh tertinggal. Indonesia hanya memiliki 374 tank, 381 pesawat tempur, dan 2
kapal selam (businessinsider.co.id 2014). Jumlah tersebut tentu sangat kurang melihat daratan
dan laut Indonesia yang sangat luas.
Berbeda dengan Indonesia, Rusia mencurahkan 4.2% APBN pertahun untuk
membiayai militernya (worldbank.org 2014). Jumlah tersebut selalu meningkat setiap tahun.
Rusia memiliki 15 ribu tank, dua kali lipat dengan yang dimiliki AS, dan 8484 hulu ledak
nuklir (businessinsider.co.id 2014). Jumlah tersebut merupakan yang tertinggi di dunia.
Meskipun secara ekonomi masih memerlukan banyak usaha, namun secara militer Rusia
telah berhasil bangkit dengan posisinya sebagai kedua yang terbaik di dunia.
Kebangkitan militer memang merupakan ciri khas kebangkitan Rusia untuk kembali
menjadsi great power. Jika kebanyakan negara yang berhasil bangkit, seperti NICs dan
negara BRICS selain Rusia terlebih dulu memacu pertumbuhan ekonomi sebelum
meningkatkan kekuatan militer, Rusia mengambil jalan sebaliknya. Jalan tersebut diambil
karena Rusia masih berupaya mendefinisikan ulang geopilitiknya. Rusia sempat mengalami
geopolitical coma atau ketidakjelasan arah geopolitik sehingga tidak dapat melawan
pengaruh geopolitik Barat (Lukyanov 2009, 145). Hubungan Rusia dengan Barat, terutama
Amerika Serikat sendiri disebut Lukyanov (2007) berlangsung seperti rollercoaster atau
berbentuk spiral turn, untuk menggambarkan naik-turun ketegangan antara keduanya yang
terkadang mencapai titik-titik tajam.
Kondisi geopolitik Rusia yang tidak memiliki ketidakjelasan arah sedangkan
keinginannya untuk kembali menjadi great power yang begitu kuat membuat Rusia harus
segera menyebarkan pengaruh. Namun pengaruh Amerika Serikat terlalu kuat sementara
Tiongkok juga mulai mengambil alih peran global. Sehingga menurut Kerr (1995, 977) Rusia
perlu mendefinisikan ulang tempatnya dalam pergaulan internasional. Sehingga kemudian
Rusia berusaha meningkatkan kekuatannya dibidang militer untuk menandingi atau
8

setidaknya mengimbangi kekuatan Amerika Serikat, agar Rusia memiliki peranan yang
signifikan. Kekuatan militer tersebut juga digunakan untuk mengikat kembali negara-negara
bekas Uni Soviet, seperti yang terjadi di Krimea dan Georgia.
Kesamaan keinginan untuk menandingi dominasi Amerika Serikat dan membentuk
sistem internasional yang multipolar, membuat Rusia lebih banyak bekerjasama dengan
Tiongkok. Upaya pendekatan Rusia dengan Tiongkok dan negara BRICS lain juga
merupakan upaya bargaining powernya mengingat ekonominya yang masih lemah.
Hubungan erat Rusia-Tiongkok juga membuat arah geopolitik Rusia saat ini lebih banyak
bermain di negara-negara Asia termasuk Indonesia, selain karena adanya nilai-nilai komunis
yang sempat atau masih tertanam.
Kesimpulan
Dari perbandingan Indonesia dengan Rusia dapat dilihat bahwa Indonesia tidak akan
mengalami takdir kebangkitan yang sama dengan Rusia. Kesamaan keduanya yaitu posisi
sebagai regional power dan

ekspor yang bergantung komoditas alam tidak dapat

mengarahkan kecenderungan tersebut. Hal ini karena terdapat pula negara yang memiliki
kesamaan tersebut namun memiliki takdir kebangkitan yang berbeda, seperti Brazil. Namun
kesamaan tersebut menunjukkan bahwa Indonesia dan Rusia layak dibandingkan, untuk
menunjukkan bahwa keduanya memiliki jalan berbeda meskipun memiliki kesamaan
tersebut.
Perbedaan keberpihakan terhadap Amerika Serikat-Tiongkok menunjukkan bahwa
Indonesia-Rusia memiliki cara pandang yang berbeda. Indonesia yang memiliki hubungan
baik dengan Amerika Serikat-Tiongkok memperlihatkan bahwa Indonesia merasa baik-baik
saja dengan keaadan geopolitik internasional sekarang dan tidak menganggapnya sebagai
ancaman. Hal ini menunjukkan Indonesia masih berpegang teguh pada prinsip bebas aktif
dan thousand friends zero enemy. Selama negara-negara tersebut membawa keuntungan,
terutama secara ekonomi, maka Indonesia kan menerima dengan tangan terbuka. Sementara
Rusia yang lebih berpihak dengan Tiongkok menunjukkan keinginannya untuk mengakhiri
dominasi Amerika Serikat. Selain karena adanya dendam masa lalu, Rusia menginginkan
sistem yang multipolar dengan dirinya dan Tiongkok sebagai penyeimbang Amerika Serikat.
Perbandingan yang paling menunjukkan perbedaan takdir kebangkitan Indonesia dan
Rusia adalah aspek militer. Kebangkitan militer merupakan ciri khas kebangkitan Rusia yang
memang menjadi strategi Rusia dalam meraih kembali perannya dalam pergaulan
internasional dan kedudukannya sebagai great power. Sehingga meskipun ekonominya masih
9

lemah, Rusia memiliki peran politik dan militer yang cukup kuat sebagai negara great power.
Sementara Indonesia lebih memilih menggunakan cara kebangkitan negara NICs atau BRICS
selain Rusia dengan terlebih dulu memacu pertumbuhan ekonomi sebelum meningkatkan
kapasitas militer. Perbandingan Indonesia dan Rusia memang tidak dapat menujukkan
keberhasilan Indonesia sebagai emerging power. Indonesia tentu memiliki kesempatan untuk
bangkit, namun tidak dengan cara yang telah dilalui Rusia.

10

Daftar Pustaka
Jurnal Ilmiah:
Bahry, Donna. L, 1995. Crossing Border: the Practice of Comparative Research, in Jarol B.
Manheim and Richard C. Rich, Empirical Political Analysis: Research Methods in
Political Science, London, Longman Publisher.
Elias, Stephen dan Clare Noone. 2001. The Growth and Development of the Indonesia
Economy.
[online]
dalam
http://www.rba.gov.au/publications/bulletin/2011/dec/pdf/bu-1211-4.pdf [diakses 5
Januari 2015].
Freire, Maria Raquel dan Carmen Arnado Mendes. 2009. Realpolitik Dynamics and Image
Construction in the Russia-China Relationship: Forging a Strategic Partnership.
Journal of Current Chinese Affairs.
Hancock, J. Katleen. Russia: Great Power Image versus Economic Reality. Asian
Perspective.
Hass, Marcel de dan Frans-Paul van Putten. 2007. The Shanghai Coopertion Organization:
Towards a Full-Grown Security Alliance?. Netherlands Institutr of International
Relations.
Kerr, David. 1995. The New Eurasianism: The Rise of Geopolitics in Russia’s Foreign
Policy. Europe-Asia Studies: University of Glasgow.
Lawson, Sandra et al. 2007. Beyond the BRICS: A Look at the ‘Next 11’. [online] dalam
http://www.goldmansachs.com/our-thinking/archive/archive-pdfs/brics-book/bricschap-13.pdf [diakses 5 Januari 2015].
Lukyanov, Fyodor. 2009. Russia: The Quest for New Place. Social Research, Vol. 76, No. 1,
Russia Today.
Mitchell, Derek J. 2007. China and Russia dalam The China Balance Sheet in 2007 and
Beyond. Center for Strategic and International Studies.
Monaghan, Andrew. 2013. The New Rusiian Foreign Policy Concept: Evolving Continuity.
Chatam House: London.
Page, John, 1994. The East Asian Miracle: Four Lessons for Development Policy. NBER
Macroeconomics: MIT Press.
Tha, Pankaj. tt. Indonesia: Vulnerabilities and Strength of a Regional Power. Institute for
Defence Studies and Analyses: New Delhi.
Thorun, Chirstian. 2009. Explaining Change in Russian Foreign Policy: The Role of Ideas in
Post-Soviet Russia’s Conduct Towards the West. Palgrave Macmillan.

11

Trenin, Dmitri. 2012. True Partners? How Russia and China See Each Other. Center for
European Reform.

Artikel Online:
“Amerika Siap Bantu RI Masuki Pasar Bebas 2015”. 2014. [online] dalam
http://www.tempo.co/read/news/2014/12/03/116626212/Amerika-Siap-Bantu-RIMasuki-Pasar-Bebas-2015 [diakses 5 Januari 2015].
“Daftar

10
Produk
Utama
Indonesia”.
tt.
[online]
http://ppei.kemendag.go.id/ppei.php?
x=abtus&y=468eefefca090ca67d7fec65e537b126 [diakses 5 Januari 2015].

dalam

“Di ASEAN, Hanya Thailand Bikin Indonesia Defisit”. 2013. [online] dalam
http://www.tempo.co/read/news/2013/05/11/090479656/Di-ASEAN-Hanya-ThailandBikin-Indonesia-Defisit [diakses 5 Januari 2015]. “Military Expenditure (% of GDP).
2014 [online] dalam http://data.worldbank.org/indicator/MS.MIL.XPND.GD.ZS
“Diplomasi Budaya Kalkum Panggang Banyuwangi-AS”. 2014. [online] dalam
http://www.tempo.co/read/news/2014/11/22/058623710/Diplomasi-Budaya-KalkunPanggang-Banyuwangi-AS [diakses 5 Januari 2015].
“Era

Baru
Kerjasama
Indonesia
dan
Cina”.
2013.
[online]
dalam
http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2013/10/131002_investasi_cina_ind
onesia [diakses 5 Januari 2015].

“Indonesia Plays very Important Role in ASEAN: EU High Representative”. 2013. [online]
dalam http://www.republika.co.id/berita/en/international/13/11/04/mvqvd0-indonesiaplays-very-important-role-in-asean-eu-high-representative [diakses 5 Januari 2015].
“Indonesia, Rusia dan Cina Harus Galang Kerjasama Bendung Skema TPP Amerika Serikat
di
Asia
Pasifik”.
2013.
[online]
dalam
http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?
lang=id&id=11725&type=99#.VKyNKX-_B9R [diakses 5 Januari 2015].
“Industrial Development During the Soeharto Era”. tt. [online] dalam
http://www.adbi.org/discussionpaper/2006/02/24/1687.indonesian.technology.firms/
industrial.development.during.the.soeharto.era/ [diakses 5 Januari 2015]
“Neraca Perdagangan Defisit, Rupiah diprediksi Melemah”. 2015. [online] dalam
http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150104155742-78-22291/neracaperdagangan-defisit-rupiah-diprediksi-melemah/ [diakses 5 Januari 2015].
“Oil and Natural Gas Sales Accounted for 68% of Russia’s Total Export Revenues in 2013”.
2014. [online] dalam http://www.eia.gov/todayinenergy/detail.cfm?id=17231 [diakses
5 Januari 2015].
12

“Pemerintah Rusia Prediksi terjadi Resesi Tahun Deppan”. 2014. [online] dalam
http://m.news.viva.co.id/rbth/read/26355/pemerintah-rusia-prediksi-terjadi-resesitahun-depan [diakses 5 Januari 2015].
“Russia’s Energy Outlook Gloomy Amid Falling Oil Prices”. 2014. [online] dalam
http://www.themoscowtimes.com/business/article/russia-s-energy-outlook-gloomyamid-falling-oil-prices/513281.html [diakses 5 Januari 2015].
“Shanghai
Cooperation
Organization
(SCO)”.
tt.
[online]
dalam
http://www.globalsecurity.org/military/world/int/sco.htm [diakses 5 Januari 2015].
“The

35 Most Powerful Militaries in the World”. 2014. [online] dalam
http://www.businessinsider.co.id/35-most-powerful-militaries-in-the-world-2014-7/
#.VKyNzH-_B9R [diakses 5 Januari 2015].

“The

MINT Countries: Next Econoic Giants?”. 2014. [online]
http://www.bbc.com/news/magazine-25548060 [diakses 5 Januari 2015].

dalam

“The Role of Indonesia in ASEAN, in East Asia Summit and in G20”. 2011. [online] dalam
http://www.thejakartapost.com/news/2011/10/04/the-role-indonesia-asean-east-asiasummit-and-g20.html [diakses 5 Januari 2015].
Anwar, Dewi F., 2013. “Indonesia’s Cautious Confidence”. [online] dalam
http://www.project-syndicate.org/commentary/asean-and-indonesia-s-foreign-policypriorities-by-dewi-f--anwar [diakses 5 Januari 2015].
Mirzayan, Gevorg. 2014. Era Baru Kebijakan Luar Negeri Rusia setelah Perang Dingin.
[online]
dalam
http://indonesia.rbth.com/politics/2014/04/03/era_baru_kebijakan_luar_negeri_rusia_
setelah_perang_dingin_23511.html [diakses 5 Januari 2015].

13

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111