Metode perancangan data warehouse. docx
Metode perancangan data warehouse
1. Perancangan bottom-up
Ralph Kimball,seorang pakar dalam data warehousing adalah pendukung dari pendekatan
perancangan data warehouse yang disebut bottom-up. Disebut bottom-up karena pertama-tama
data pada cabang/pasar dibuat lebih dulu untuk menyediakan kapabilitas laporan dan analisis
untuk proses bisnis tertentu. Data cabang ini dapat dikombinasikan untuk membuat sebuah data
warehouse.
(+) nilai bisnis dapat dikembalikan secepat data cabang pertama dibuat. (kecepatan)
(-) sulit untuk memastikan kekonsistenan dimensi dari kesemua data cabang.
2. Perancangan top-down
Bill Inmon seorang penulis pertama mengenai data warehouse mendefinisikan data warehouse
sebagai repository pusat untuk keseluruhan enterprise/perusahaan. Inmon merupakan pendukung
dari pendekatan perancangan data warehouse yang disebut top-down, dimana data warehouse
dirancang menggunakan data model enterprise yang telah dinormalisasi.
(+) Metode perancangan top-down menghasilkan dimensional view yang konsisten dari semua
data yang berasal dari data cabang karena semua data cabang diload dari repository terpusat.
(+)Perancangan top-down telah membuktikan dirinya sanggup menghadapi perubahan pada
bisnis, membuat data dimensional cabang yang baru menjadi tugas yang mudah.
(-) merepresentasikan projek yang sangat besar dengan cakupan yang luas, sehingga
membutuhkan biaya yang besar untuk mengimplementasikan data warehouse dengan metode
top-down.
(-) durasi waktu dari dimulainya projek sampai pengguna dapat merasakan manfaat warehouse
cukup terasa
(-) metode top-down dapat menjadi tidak fleksible terhadap perubahan kebutuhan di tahap
implementasi
3. Perancangan hibrid
Seiring berjalannya waktu ternyata metode bottom-up dan top-down pada perancangan data
warehouse memiliki keuntungan dan kerugian / resiko. Maka metode hybrid mencoba untuk
mengambil keunggulan kecepatan dari metode bottom-up dan kekonsistenan data enterprise dari
metode top-down.
1. Perancangan bottom-up
Ralph Kimball,seorang pakar dalam data warehousing adalah pendukung dari pendekatan
perancangan data warehouse yang disebut bottom-up. Disebut bottom-up karena pertama-tama
data pada cabang/pasar dibuat lebih dulu untuk menyediakan kapabilitas laporan dan analisis
untuk proses bisnis tertentu. Data cabang ini dapat dikombinasikan untuk membuat sebuah data
warehouse.
(+) nilai bisnis dapat dikembalikan secepat data cabang pertama dibuat. (kecepatan)
(-) sulit untuk memastikan kekonsistenan dimensi dari kesemua data cabang.
2. Perancangan top-down
Bill Inmon seorang penulis pertama mengenai data warehouse mendefinisikan data warehouse
sebagai repository pusat untuk keseluruhan enterprise/perusahaan. Inmon merupakan pendukung
dari pendekatan perancangan data warehouse yang disebut top-down, dimana data warehouse
dirancang menggunakan data model enterprise yang telah dinormalisasi.
(+) Metode perancangan top-down menghasilkan dimensional view yang konsisten dari semua
data yang berasal dari data cabang karena semua data cabang diload dari repository terpusat.
(+)Perancangan top-down telah membuktikan dirinya sanggup menghadapi perubahan pada
bisnis, membuat data dimensional cabang yang baru menjadi tugas yang mudah.
(-) merepresentasikan projek yang sangat besar dengan cakupan yang luas, sehingga
membutuhkan biaya yang besar untuk mengimplementasikan data warehouse dengan metode
top-down.
(-) durasi waktu dari dimulainya projek sampai pengguna dapat merasakan manfaat warehouse
cukup terasa
(-) metode top-down dapat menjadi tidak fleksible terhadap perubahan kebutuhan di tahap
implementasi
3. Perancangan hibrid
Seiring berjalannya waktu ternyata metode bottom-up dan top-down pada perancangan data
warehouse memiliki keuntungan dan kerugian / resiko. Maka metode hybrid mencoba untuk
mengambil keunggulan kecepatan dari metode bottom-up dan kekonsistenan data enterprise dari
metode top-down.