Tembaga Cu Dalam Tanaman Eceng Gondok

KANDUNGAN LOGAM TEMBAGA (Cu) DALAM
TANAMAN ECENG GONDOK
MAKALAH
diajukan untuk memenuhi nilai mata kuliah Kimia Anorganik II

Disusun oleh :
DYAH DWI POERWANTO
1211704018

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2013

1

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, berkat rahmat dan ridho Allah SWT saya dapat menyusun
makalah ini tepat dengan waktunya. Makalah ini dibuat berdasarkan tema “Logam

Transisi dalam Sistem Biologi”. Maka dari itu, judul yang saya ambil untuk
makalah ini adalah “Kandungan Tembaga (Cu) dalam Tanaman Eceng Gondok”
karena seperti yang kita tahu bahwa logam Tembaga (Cu) merupakan salah satu
logam transisi dan eceng gondok merupakan makhluk hidup yaitu tumbuhan.

Makalah ini jauh dari kelengkapan, oleh karena itu kritikan serta saran yang
membangun sangat saya harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat. Aamiin.

Bandung, Maret 2013

Dyah Dwi Poerwanto

2

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..i
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………..1
1.1 Latar Belakang……………………………………….………………1
1.2 Tujuan……………………………………………………………......1
1.3 Rumusan Masalah………………………............................................2

BAB II. PEMBAHASAN……………………………………………………...2
2.1 Logam transisi………………………………………..........................2
2.2 Eceng Gondok………………………………………….....................4
2.3 Tembaga dalam Eceng Gondok……………………………………...5
BAB III. PENUTUP…………………………………………………………..11
3.1 Kesimpulan………………………………………………………….11
3.2 Saran………………………………………………………………...11
DAFTAR PUSTAKA

3

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Setiap kita mendengar kata enceng gondok maka asumsi kita selalu
mengarah pada tanaman apung di sungai yang hanya membuat dan membikin
masalah dan beban saja. Eceng gondok yang mempunyai bahasa latin Eichornia
crassipes hidup di sungai yang penuh dengan kandungan kimia yang berbahaya


dan kotor. Negara menghabiskan dana yang tidak sedikit dalam penanganan
enceng gondok tersebut. Salah satu faktornya adalah tidak pernah melibatkan
masyarakat umum dalam penanganan enceng gondok dan kurangnya penelitian
tentang manfaat enceng gondok itu sendiri.
Eceng gondok merupakan karunia Tuhan yang seharusnya patut dinikmati
dan di syukuri. Dalam satu sisi enceng gondok memang menjadi beban tersendiri.
Bagi saluran air yang dipergunakan mengairi sawah enceng gondok membuat
tersumbat aliran airnya. Bagi bendungan yang di gunakan untuk memutar roda
turbin, enceng gondok juga sering membuat masalah dengan tersangkutnya
enceng gondok tersebut di dalam mesin pemutar yang menyebabkan kerusakan
mesin. Bagi pengangkatan yang mengunakan sungai sebagai sarana transportasi
enceng gondok menghambat laju perahu.
Enceng gondok (Eichhornia crassipes Solms) merupakan salah satu
tanaman yang mempunyai kemampuan sebagai biofilter. Dengan adanya mikrobia
rhizosfera pada akar dan didukung oleh daya absorbsi serta akumulasi yang besar
terhadap bahan pencemar tertentu, maka dapat dimanfaatkan sebagai alternatif
pengendali pencemaran diperairan (Marianto, 2001).

1.2 Tujuan







Mengetahui manfaat tumbuhan eceng gondok beserta dampak negatifnya.
Mengetahui besar kandungan logam Cu di perairan.
Mengetahui mekanisme kerja eceng gondok dalam menyerap logam Cu.

4

1.3 Rumusan Masalah






Apa manfaat tanaman eceng gondok selain kerugiannya?
Bagaimana cara tanaman eceng gondok menyerap logam berat?

Seberapa besar limbah logam Cu di perairan?

5

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Logam Transisi
Logam transisi memiliki sifat-sifat khas logam, yakni keras, konduktor
panas dan listrik yang baik dan menguap pada suhu tinggi. Walaupun digunakan
luas dalam kehdupan sehari-hari, logam transisi yang biasanya kita jumpai
terutama adalah besi, nikel, tembaga, perak, emas, platina, dan titanium. Namun,
senyawa kompleks molekular, senyawa organologam, dan senyawa padatan
seperti oksida, sulfida, dan halida logam transisi digunakan dalam berbagai riset
kimia anorganik modern. Unsur-unsur transisi adalah unsur logam yang memiliki
kulit elektron d atau f yang tidak penuh dalam keadaan netral atau kation. Unsur
transisi terdiri atas 56 dari 103 unsur. Logam-logam transisi diklasifikasikan
dalam blok d, yang terdiri dari unsur-unsur 3d dari Sc sampai Cu, 4d dari Y ke
Ag, dan 5d dari Hf sampai Au, dan blok f, yang terdiri dari unsur lantanoid dari
La sampai Lu dan aktinoid dari Ac sampai Lr. Kimia unsur blok d dan blok f

sangat berbeda.
Kimia Anorganik tidak hanya mempelajari tentang logam-logam saja,
namun dalam anorganik menunjukan bahwa yang terdapat didalamnya adalah
materi-materi yang berupa non organik, dimana materi organik adalah yang
mudah dicerna oleh alam, sedangkan materi anorganik adalah materi yang sulit
dicerna

oleh

alam,

dengan

pengecualian

untuk

mempercepat

proses


pencernaannya dibutuhkan bantuan dari materi lain ataupun reagensia tertentu
yang dapat mengolahnya, karena memang kimia anorganik sangat erat
hubungannya dengan materi-materi berupa logam, sehingga yang digunakan
adalah reagensia yang dapat menghancurkan logam.
Biokimia bukanlah semata-mata suatu perluasan dari kimia organik. Kimia
kehidupan melibatkan anorganik dalam hal hakiki dan sangat dibutuhkan seperti
banyak kimiawi unsur-unsur, termasuk logam. Pentingnya natrium, kalsium, dan
besi telah lama dikenal, namun banyak yang lainnya, khususnya Cu, Zn, Mn, Mo,

6

dan Co perlu bagi kehidupan. Aspek-aspek utama dalam sistem biologi biasanya
disebut Kimia Bioanorganik.

2.2 Eceng Gondok
Eceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang
ilmuan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani
berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di
Sungai Amazon Brasil. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi

sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan
perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air
lainnya.
Hidupnya mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah.
Tingginya sekitar 0,4 – 0,8 meter. Tidak mempunyai batang. Daunnya tunggal dan
berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun
menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya
termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya
berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna
hijau. Akarnya merupakan akar serabut.
Biasanya ia tumbuh di kolam-kolam dangkal, tanah basah dan rawa, aliran
air yang lambat, danau, tempat penampungan air dan sungai. Tumbuhan ini dapat
mentolerir perubahan yang ektrim dari ketinggian air, laju air, dan perubahan
ketersediaan nutrien, pH, temperature, dan racun-racun dalam air. Pertumbuhan
eceng gondok yang cepat terutama disebabkan oleh air yang mengandung nutrien
yang tinggi, terutama yang kaya akan nitrogen, fosfat dan potassium. Kandungan
garam dapat menghambat pertumbuhan eceng gondok seperti yang terjadi pada
danau-danau di daerah pantai Afrika Barat, di mana eceng gondok akan
bertambah sepanjang musim hujan dan berkurang saat kandungan garam naik
pada musim kemarau.

Dampak negatif tumbuhnya eceng gondok, antara lain:
• Meningkatnya penguapan dan hilangnya air melalui daun-daun tanaman, karena
daun-daunnya yang lebar dan serta pertumbuhannya yang cepat.

7

• Menurunnya jumlah cahaya yang masuk kedalam perairan sehingga
menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air.
• Eceng gondok yang sudah mati akan turun ke dasar perairan sehingga
mempercepat terjadinya proses pendangkalan.
• Mengganggu lalu lintas air, khususnya bagi masyarakat yang kehidupannya
masih tergantung dari sungai seperti di pedalaman Kalimantan dan beberapa
daerah lainnya.
• Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia.
• Menurunkan nilai estetika lingkungan perairan.
Selain memiliki dampak negative, tanaman eceng gondok ini memiliki banyak
manfaat yaitu dapat menyerap logam berat dan eceng gondok dilaporkan juga
mampu menyerap residu pestisida. Manfaat eceng gondok yang lain diantaranya :
 Bahan baku pembuatan pupuk organic.


 Sebagai bahan pembuatan kertas, perabotan, kerajinan tangan, sebagai media
pertumbuhan bagi jamur merang, dsb.

2.3 Tembaga dalam Eceng Gondok
Bahan-bahan organik maupun anorganik termasuk logam berat khususnya
Cu yang terlarut di dalam air dapat direduksi oleh mikrobia rhizosfera yang
terdapat pada akar eceng gondok dengan cara menyerapnya dari perairan dan
sedimen kemudian mengakumulasikan bahan terlarut ini kedalam struktur
tubuhnya (Suriawiria, 1993).
Akan tetapi jika kehadiran eceng gondok sudah melebihi ambang batas
yang dapat ditolelir oleh lingkungan perairan, maka justru akan mencemari
lingkungan tersebut. Logam Cu termasuk logam berat essensial, jadi meskipun
beracun tetapi sangat dibutuhkan manusia dalam jumlah yang kecil. Toksisitas
yang dimiliki Cu baru akan bekerja bila telah masuk ke dalam tubuh organisme
dalam jumlah yang besar atau melebihi nilai toleransi organisme terkait (Palar,
1994).
Logam Cu yang masuk ke dalam tatanan lingkungan perairan dapat terjadi
secara alamiah maupun sebagai efek samping dari kegiatan manusia. Secara

8


alamiah Cu masuk kedalam perairan dari peristiwa erosi, pengikisan batuan
ataupun dari atmosfer yang dibawa turun oleh air hujan. Sedangkan dari aktifitas
manusia seperti kegiatan industri, pertambangan Cu, maupun industri galangan
kapal beserta kegiatan dipelabuhan merupakan salah satu jalur yang mempercepat
terjadinya peningkatan kelarutan Cu dalam perairan (Palar, 1994).
Connel dan Miller (1995) menyatakan bahwa Cu merupakan logam
essensial yang jika berada dalam konsentrasi rendah dapat merangsang
pertumbuhan organisme sedangkan dalam konsentrasi yang tinggi dapat menjadi
penghambat. Selanjutnya oleh Palar (1994 ) dinyatakan bahwa biota perairan
sangat peka terhadap kelebihan Cu dalam perairan sebagai tempat hidupnya.
Konsentrasi Cu terlarut yang mencapai 0,01 ppm akan menyebabkan kematian
bagi fitoplankton. Dalam tenggang waktu 96 jam biota yang tergolong dalam
Mollusca akan mengalami kematian bila Cu yang terlarut dalam badan air berada
pada kisaran 0,16 sampai 0,5 ppm. Beragam aktivitas manusia serta pemanfaatan
lahan yang berbeda – beda disekitar perairan sangat memungkinkan akan
terjadinya perbedaan kandungan Cu di sedimen maupun di dalam perairan
tersebut. Sedimen dan perairan yang kaya akan nutrien dapat merangsang
pertumbuhan tanaman air antara lain eceng gondok.
Dari hasil dan pembahasan sebuah jurnal yang ditulis oleh Siska
Setyowati, Nanik Heru Suprapti dan Erry Wiryani, mahasiswa jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Diponegoro,
tertulis bahwa sumber pemasukan logam Cu berasal dari aktifitas industri tekstil
yang membuang limbah cair ke sungai Banger. Menurut Palar (1994) industri
tekstil paling banyak menggunakan logam Cu dalam proses pencucian.
Kandungan logam Cu paling besar terdapat di daerah sungai yang berdekatan
dengan daerah industri, yaitu di eceng gondok 1,687 mg/kg dan pada sedimen
41,570 mg/kg (Tabel I). Selain berasal dari industri tekstil, pemasukan logam Cu
juga berasal dari limbah rumah tangga, pertanian, pelabuhan dan peternakan.
Aktifitas manusia dalam hal kegiatan industry tekstil maupun dari limbah rumah
tangga merupakan salah satu jalur yang dapat mempercepat peningkatan
pencemaran logam Cu

9

Tabel 1. Rata rata kandungan logam Cu dalam Eceng gondok, perairan dan
Sedimen di Sungai Banger, Pekalongan

Tabel. 2. Faktor Fisik dan Kimia Perairan Sungai Banger

Salah satu penyebab kandungan logam Cu di sungai Banger adalah adanya
perbedaan dalam pemanfaatan lahan disekitarnya. Pada stasiun I merupakan
perairan yang dekat dengan pemukiman padat penduduk dan jalan raya, membawa
pengaruh pada banyak dan sedikitnya pasokan logam Cu ke perairan. Pemukiman
padat penduduk menghasilkan limbah rumah tangga yang berpotensi besar dalam
mentransfer logam Cu ke perairan, karena sebagian besar penduduk akan
membuang limbahnya ke sungai Banger. Disamping itu korosi pada pipa-pipa
saluran air dan peralatan rumah tangga juga menyumbang pasokan logam Cu ke
perairan. Banyaknya limbah rumah tangga yang masuk ke sungai juga
menyebabkan kenaikan bahan organik dan merangsang pertumbuhan eceng
gondok. Stasiun I merupakan daerah dengan jumlah kandungan bahan organik
terbesar (21,13%).

10

Eceng gondok dapat dijadikan sebagai bioindikator pencemaran air karena
kemampuannya

dalam

mengakumulasi

logam

berat

dalam

tubuhnya

(bioakumulator). Kemampuan eceng gondok ini karena pada akarnya terdapat
mikrobia rhizosfera yang mengakumulasi logam berat. Menurut Surawiria (1993)
bahwa mikrobia rhizosfera adalah bentuk simbiosis antara bakteri dengan jamur,
yang mampu melakukan penguraian terhadap bahan organik maupun anorganik
yang terdapat dalam air serta menggunakannya sebagai sumber nutrisi. Disamping
itu juga mampu mengubah Cu anorganik menjadi Cu organik yang kemudian
akan diserap oleh akar eceng gondok dan digunakan sebagai kofaktor
(metalloenzim) dari enzim plastosianin yang berguna dalam proses fotosintesis
yaitu untuk merangsang pembelahan sel eceng gondok. Hal ini yang
menyebabkan eceng gondok tumbuh subur meskipun jumlahnya melimpah karena
adanya arus air. Eceng gondok ini merupakan tumbuhan Emergent yaitu
tumbuhan yang akan mengapung jika terdapat arus dan akan menancapkan
akarnya jika perairannya dangkal. Palar (1994) menyatakan bahwa logam Cu yang
terakumulasi dalam tubuh eceng gondok baru akan mengakibatkan kematian
apabila dosisnya melebihi 3,5 m/L.
Stasiun II merupakan daerah perairan yang berdekatan dengan banyak
industri tekstil, kandungan logam Cu dalam eceng gondok (1,687 mg/kg) dan
dalam sedimen (41,57 mg/kg) jauh lebih besar jika dibandingkan dengan ketiga
stasiun yang lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Azrul (1995) yaitu bahwa
industri yang berpotensi besar dalam memasukkan logam Cu ke perairan adalah
industri tekstil, karena sebagian besar industri tekstil di Indonesia ini belum
memiliki sistem pengolahan air limbah yang memadai. Sebagian besar limbah dari
industri ini langsung dibuang ke sungai Banger. Bahan organik yang tinggi
(17,25%) akan mendorong terjadinya proses eutrofikasi yang dapat menyebabkan
terjadinya blooming algae dalam hal ini adalah eceng gondok. Oksigen terlarut
yang sangat rendah (0,10 mg/L), disebabkan oleh banyaknya bahan organik yang
harus didegradasi oleh mikrobia.
Odum (1971) menyatakan bahwa setiap spesies mempunyai batas toleransi
terhadap bahan pencemar. Eceng gondok merupakan tumbuhan yang mempunyai

11

toleransi yang tinggi terhadap bahan pencemar dibandingkan dengan tumbuhan
yang lain. Hal ini ditegaskan pula oleh Heyne (1987) bahwa eceng gondok dapat
hidup diperairan atau daerah dengan kondisi yang kurang baik termasuk pada
daerah yang terkontaminasi oleh bahan pencemar. Banyaknya tumbuhan eceng
gondok di stasiun II ini sejalan dengan pendapat Palar (1991) bahwa pencemaran
dalam suatu perairan akan mengurangi jumlah spesies yang ada dan pada
umumnya akan meningkatkan populasi spesies yang tahan terhadap kondisi
perairan tersebut.
Pada setiap stasiun jumlah logam Cu dalam sedimen selalu lebih tinggi
jika dibandingkan dengan dalam eceng gondok. Hal ini erat kaitannya dengan
sifat fisik kimia logam Cu yang mampu membentuk senyawa dengan bermacammacam logam dan di alam air akan mengikat agregat-agregat sehingga menjadi
partikel yang berukuran relative lebih besar dan berat sehingga dapat mengendap
dengan sendirinya (Palar, 1994).
Pada stasiun III jumlah logam Cu yang terkandung dalam eceng gondok
0,531 mg/kg dan dalam sedimen 28,91 mg/kg jadi paling rendah jika
dibandingkan dengan ketiga stasiun yang lain. Rendahnya kandungan logam Cu
ini karena lahan disekitar stasiun II merupakan daerah pemukiman penduduk yang
masih jarang dan masih banyak lahan yang kosong sehingga pasokan logam Cu ke
perairan sangat sedikit. Dengan rendahnya bahan organik disini (9,97%) juga
menyebabkan sedikitnya tumbuhan eceng gondok. Disamping itu fakor suhu
(32°C) juga turut mempengaruhi pertumbuhan eceng gondok. Suhu yang optimum
untuk pertumbuhan eceng gondok adalah 25 – 30°C.
Stasiun IV dimanfaatkan sebagai dermaga, disamping itu disekitarnya
adalah rawa-rawa dan lahan kosong. Aktifitas di pelabuhan merupakan
penyumbang logam Cu ke perairan (Palar, 1994). Sumber pemasukan logam Cu
dapat berasal dari limbah bahan bakar dari kapal-kapal dan juga dari logam Cu
yang banyak digunakan untuk melapisi galangan kapal yang apabila mengalami
korosi akan terlarut ke perairan. Jika dibandingkan dengan stasiun I dan II, maka
kandungan logam Cu di sedimen dan di eceng gondok lebih rendah. Hal ini
karena masih banyaknya lahan kosong disekitarnya, sehingga pasokan logam Cu

12

hanya dari kegiatan di dermaga saja. Menurut Palar (1994), pasang surut air laut
akan membantu mengalirkan senyawa-senyawa terlarut termasuk logam berat
yang ada di perairan menuju laut. Rendahnya senyawa terlarut dalam perairan
akan membuat proses degradasi menurun, sehingga kandungan oksigen terlarut
menjadi tinggi (9,80 ppm). Salinitas yang cenderung berfluktuasi karena pasang
surut dapat menghambat pertumbuhan eceng gondok.
Dari hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa kelarutan logam Cu pada
perairan bernilai sama yaitu, 0,005 mg/L. Hal ini karena sifat air yang selalu akan
mengalir dari tempat tinggi ke rendah atau dari hulu ke hilir. Jadi meskipun arus
yang ada sangat lambat pada stasiun I dan bahkan tidak ada arus di ketiga stasiun
yang lain, namun karena adanya floating maka air akan tetap dapat mengalirkan
bahan yang terlarut di dalamnya.

13

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tanaman eceng gondok selain menimbulkan kerugian yaitu dapat
meningkatkan penguapan dan hilangnya air melalui daun-daun tanaman, dapat
menurunkan jumlah cahaya yang masuk kedalam air, mempercepat proses
pedangkalan, mengganggu lalu lintas air, meningkatkan habitat bagi vektor
penyakit pada manusia, dan menurunkan nilai estetika lingkungan perairan,
namun tanaman ini juga memiliki manfaat yang besar yaitu dapat menyerap
logam berat, bahan pembuatan pupuk organic, dan eceng gondok juga mampu
menyerap residu pestisida.

3.2 Saran
Pemukiman padat penduduk atau daerah industri yang tentunya dapat
menimbulkan limbah logam berat seperti logam Tembaga (Cu) sebaiknya
membudidayakan tanaman eceng gondok karena kerugian dari tanaman ini masih
bisa di tanggulangi dengan menyiapkan suatu lahan khusus sebagai tempat
tumbuhnya eceng gondok. Selain itu, pemukiman penduduk sebaiknya tidak
terletak didekat industri karena rawan tercemar limbah logam-logam berat.

14

DAFTAR PUSTAKA

Connel, D.W. and Miller, G.J. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. UI
Press. Jakarta.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia . Jilid I. Sarana Wana Jakarta.
Marianto, A.D. 2001. Tanaman Air. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Odum, E.P. 1970. Dasar dasar Ekologi. Terjemahan: Samingan T dan
Srigandono, B. UGM. Press. Jogyakarta.
Setyowati, Siska, Nanik Heru Suprapti, dan Erry Wiryani. Jurnal Penelitian
Biologi. Universitas Diponegoro. Semarang

Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. PT Rineka Cipta.
Jakarta.
Suriawiria, U. 1993. Mikrobiologi Air . Alumni Bandung Press. Bandung

15