Anti-Tuberkulosis - repository civitas UGM

i|Buku Anti-tuberkulosis

Kata Pengantar
Sepanjang sejarah, wilayah tropis (Indonesia) lebih mudah terjangkit
penyakit menular dibandingkan dengan wilayah beriklim sedang terutama
infeksi. Alasan utamanya yaitu karena faktor lingkungan dengan kelembaban
cukup tinggi, sehingga semua mahluk hidup tumbuh dengan baik, termasuk
pathogen, vector, dan host. Hal ini diperparah adanya faktor kesadaran kita
untuk mengupayakan pengendalian penyakit menular atau penyakit tropis
secara komprehensif-sistematis masih kurang. Salah satu contoh penyakit
tropis yaitu tuberculosis dan sebagai penyebab utama kematian sebagai
penyakit infeksi global. Kasus ini meningkat, bila ada interaksi antara
tuberculosis dan epidemic HIV. Di banyak daerah di dunia khususnya di
Negara kita, penyakit ini menyerang orang disegala usia dan diperburuk
dengan adanya peningkatan resistensi bakteri pathogen terhadap obat sintetik.
Pengobatan penyakit TB yang disebabkan oleh M. tuberculosis yang
masih sensitif Drug Sensitive-Tuberculosis (DS-TB) membutuhkan
kombinasi obat yang terdiri atas 4-5 jenis obat selama 6 bulan atau lebih.
Standard terapi untuk pasien DS-TB meliputi kombinasi isoniazid, rifampisin,
pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan pertama dan kombinasi isoniazid
dan rifampisin saja untuk 4 bulan berikutnya.

Pengobatan MDR-TB membutuhkan waktu minimal 18 bulan. Pasien
dengan MDR-TB mendapatkan secondline therapy yang meliputi
aminoglikosida, antibiotik kuinolon, sikloserin, dan kapreomisin. Sayangnya,
tingkat keberhasilan terapi MDR-TB ini hanya 48% dan perlu ada upaya untuk
meningkatkannya. Tingkat keberhasilan terapi DS-TB sebesar 85%. Sekitar
9% dari pasien MDR-TB merupakan pasien dengan XDR-TB (Katsuno dkk.,
2015). Sedangkan pengobatan XDR-TB membutuhkan terapi hingga waktu 2
tahun (Sizemore dkk, 2012). Banyaknya jenis obat yang digunakan serta
lamanya waktu terapi menyebabkan rendahnya kepatuhan pasien TB di
Indonesia dalam meminum obat antituberkulosis. Hal ini pengobatan TB yang
menggunakan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) first-line, MDR-TB (Multi Drug
Resisten Tuberculosis) (Chan dkk, 2002), extensively drug-resisten
tuberculosis (XDR-TB) menunjukkan kegagalan akibat adanya resistensi
MycobacteriumTuberculosis.

ii | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

Eksplorasi biodiversity di Indonesia terutama tanaman obat untuk
antituberkulosis menjadi tantangan sebagai jawaban dari penyakit dan kasus
resistensi obat sintetis. Sejak tahun 2010 di Farmasi UGM sudah memulai

untuk mengisolasi senyawa aktif dari tanaman obat asli Indonesia sebagai
antituberkulosis, bahkan fraksi ini dilanjutkan penelitian di Universitas
Wuerzburg Jerman tahun 2013. Masih dalam proses pemurnian isolat ini,
skrining dilakukan pada beberapa tanaman obat lainnya dari sumber banyak
keragaman tanaman.
Obat baru untuk terapi tuberkulosis sangat diperlukan, terutama obat
dengan mekanisme yang mampu mempersingkat durasi terapi, efektif
terhadap strain M. Tuberculosis sensitif dan strain resisten serta berpotensi
untuk penggunaan dalam bentuk kombinasi. Selain itu dapat digunakan secara
oral, dosis sekali sehari dan murah. Kriteria tersebut sesuai untuk penggunaan
di negara-negara dengan kasus tuberkulosis tinggi seperti negara berkembang
termasuk Indonesia.
Kami sebagai profesi apoteker dan dosen dari Fakultas Farmasi-UGM,
terpanggil untuk menuliskan tentang anti-tuberkulosis ini agar masyarakat
pada umumnya termasuk mahasiswa memperoleh informasi dengan baik.
Tentu saja penulisan buku ini jauh dari sempurna dan membutuhkan masukan
serta kritisi dari semua pembaca.
Akhir kata, kami bersyukur pada Allah SWT atas selesainya penulisan
buku ini dan mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang
punya andil dalam penulisan buku ini khususnya Bapak Prof. Dr. Subagus

Wahyuono, M.Sc., Apt., Frau Prof. Dr. Ulrike Holzgrabe di Universitas
Wuerzburg dan Deutscher Akademischer AustauschDienst (DAAD)-Jerman.

Yogyakarta, 7 Desember 2016

Tim Penulis
iii | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................i
Kata Pengantar..............................................................................................ii
Daftar Isi........................................................................................................iv
Daftar Tabel..................................................................................................vi
Daftar Gambar........................................................................................... vii
Daftar Singkatan Kata…………………………………………………….x
BAB I. TUBERKULOSIS (TB)....................................................................1
A. Kondisi Tuberkulosis Dunia…………………………………..1
B. Tuberkulosis di Indonesia…………………………………..…2
C. Bakteri........................................................................................11

BAB II. INFEKSI DAN PENYEBARAN TUBERKULOSIS…………..26
A. Penyebaran Mycobacterium Tuberculosis………………………….26
B. Faktor Penyebaran Mycobacterium tuberculosis…………………27
C. Waktu Saat TB Bersifat Menular ………………………………….30
D. LTBI dan Penyakit TB…………………………………………..31
E. Organ Tubuh yang Terinfeksi TB………………………………38
F. Faktor Risiko Terjadinya Infeksi dan Penyakit Tuberkulosis..39
BAB III. OBAT TUBERKULOSIS............................................................47
A. Terapi Tuberkulosis......................................................................47
B. Pengembangan Obat Anti-Tuberkulosis………………….......123
C. Obat Anti-Tuberkulosis pada Tahap Pengembangan Fase
Klinis…………………………………………………………… 125
D. Obat Baru ………………………………………………………127
E. Tantangan Khusus dalam Pengembangan Obat TB…………138
BAB IV. RESISTENSI …………………………….……………………141
iv | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

A. Mekanisme

Terjadinya


Resistensi

pada

Mycobacterium

tuberculosis…………………………………………………………….141
B. Mekanisme Resistensi Berdasarkan Jenis Obat……………...151
C. Penyebab TB Resisten Obat…………………………………...180
D. Pencegahan TB Resisten Obat………………………………...180
BAB V. KANDIDAT TANAMAN INDONESIA SEBAGAI OBAT
TUBERKULOSIS…………………………………………..182
A. Metodologi Uji Aktivitas Anti Tuberkulosis…………………182
B. Hasil Uji Anti-Tuberkulosis dengan Media LJ di Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran, UGM…………………..185
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………...188

v|Buku Anti-tuberkulosis


DAFTAR TABEL
Tabel 1. Daftar mikobakteria berdasarkan kecepatan pertumbuhan………17
Tabel 2. Ringkasan perbedaan LTBI vs Penyakit TB……………………..37
Tabel 3. Kelompok obat anti-TB ………………………………………….50
Tabel 4. Perbandingan Rifampisin, rifapentin, rifabutin dan rifalazil sebagai
obat anti-TB ……………………………………………………...67
Tabel 5. Ringkasan mekanisme aksi antituberkulosis lini pertama dan lini
kedua ……………………...........................................................117
Tabel 6. Gen yang Terlibat dalam “Acquired Resistance” pada M.
tuberculosis……………………………………………………..142

vi | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Gambar 2.

Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.

Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
Gambar 10.
Gambar 11.
Gambar 12.
Gambar 13.
Gambar 14.
Gambar 15.
Gambar 16.
Gambar 17.
Gambar 18.
Gambar 19.
Gambar 20.
Gambar 21.
Gambar 22.
Gambar 23.

Proporsi kasus tuberkulosis menurut kelompok

umur tahun 2011-2015……………………………
Proporsi pasien tuberkulosis paru terkonfirmasi
bakteriologis di antara semua pasien tuberkulosis
paru tercatat/diobati tahun 2008-2015…………….
Angka notifikasi kasus TB per 100.000 penduduk
tahun 2008 hingga 2015…………………………..
Angka notifikasi semua kasus tuberkulosis per
100.000 penduduk menurut provinsi tahun 2015…
Angka
keberhasilan
pengobatan
pasien
tuberkulosis tahun 2008-2015…………………….
Angka
keberhasilan
pengobatan
pasien
tuberkulosis menurut provinsi tahun 2015………..
Berbagai warna spesies mikobakteria pada media
kultur padat………………………………………..

Tipe dasar…………………………………………
Diagram skematik dinding sel mikobakteri……….
Apusan Ziehl-Neelsen stained…………………….
Transmission electron microscopy (TEM) dari M.
tuberculosis……………………………………….
Sistem sekresi protein……………………………..
Penampakkan
Mycobacterium
tuberculosis
menggunakan Ziehl-Nelson stain ………………...
Koloni M. tuberculosis pada media LowensteinJensen……………………………………………..
Karakteristik unik M. tuberculosis pada sistem
imun hospes manusia……………………………...
Penyebaran TB……………………………………
Bersin melepaskan jutaan droplet mucus………….
X-ray dada pasien tuberkulosis……………………
Patogenesis Penyakit TB dan LTBI……………….
Perkembangan TB………………………………...
Obat lini pertama saat ini untuk terapi…………….
Ilustrasi skematik tempat aksi anti tuberkulosis…...

Tioasetazon dan turunan yang menuntun
penemuan INH……………………………………

5

6
7
8
9
10
13
13
16
20
21
22
23
25
27
27

29
33
35
47
49
52

vii | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

Gambar 24.
Gambar 25.

Gambar 26.

Gambar 27.
Gambar 28.
Gambar 29.
Gambar 30.
Gambar 31.
Gambar 32.
Gambar 33.
Gambar 34.
Gambar 35.
Gambar 36.
Gambar 37.
Gambar 38.
Gambar 39.
Gambar 40.
Gambar 41.
Gambar 42.
Gambar 43.
Gambar 44.
Gambar 45.
Gambar 46.
Gambar 47.
Gambar 48.
Gambar 49.
Gambar 50.
Gambar 51.
Gambar 52.
Gambar 53.
Gambar 54.
Gambar 55.
Gambar 56.

Aktivasi INH dan pembentukkan isonicotinic acylNADH…………………………………………….
Struktur INA dan sisi aktif InhA mengungkap
interaksi kunci berdasarkan struktur kristal X-rays
…………………………………………………….
Struktur nikotinamid awal dan komponen
kelanjutannya: isoniazid, etionamid, protionamid
dan pirazinamid…………………………………...
SAR Isoniazid…………………………………….
Struktur pirazinamid……………………………...
Turunan PZA hasil screening pada model murine...
SAR Pirazinamid………………………………….
SAR penting kelas rifamisin………………………
Struktur rifampisin, rifapentin, rifabutin dan
rifalazil……………………………………………
Struktur etambutol………………………………...
SAR etilendiamin…………………………………
Struktur streptomisin……………………………...
Struktur kanamisin………………………………..
Struktur amikasin…………………………………
Struktur kapreomisin……………………………...
Fluoroquinolon generasi pertama dan kedua……...
SAR fluoroquinolone……………………………..
Struktur moksifloksasin…………………………..
Struktur asam para-aminosalisilat………………...
Struktur etionamid………………………………...
Struktur protionamid……………………………...
Struktur sikloserin………………………………...
Struktur Tioasetazon……………………………...
Evolusi
SAR
pada
kelas
antibakteri
oksazolidinon……………………………………..
Struktur Linezolid………………………………...
Struktur clofazimin………………………………..
Global TB Drug Pipeline………………………….
Ilustrasi mekanisme obat anti-TB…………………
Struktur bedaquilin (TMC-207)…………………..
Struktur delamanid………………………………..
Struktur pretomanid………………………………
Struktur sutezolid…………………………………
Struktur SQ-109…………………………………..

53

54

55
56
59
62
64
69
71
77
78
82
87
88
91
94
96
103
104
107
111
113
116
119
120
123
126
127
128
130
133
133
134

viii | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

Gambar 57.
Gambar 58.
Gambar 59.
Gambar 60.

Gambar 61.
Gambar 62.
Gambar 63.

Gambar 64.

Gambar 65.
Gambar 66.
Gambar 67.
Gambar 68.
Gambar 69.
Gambar 70.

Struktur BTZ043………………………………….
PBTZ 169 dengan mekanisme penghambatan
kovalen DprE1……………………………………
Polimorfisme di protein KatG yang teridentifikasi
pada M. tuberculosis resisten INH………………..
Representasi skematik dari mutasi yang
teridentifikasi di lokus inhA pada isolate M.
tuberculosis resisten INH dan/atau resisten ETH…
Penggambaran skematik struktur kirstal inhA…….
Representasi skematik polimorfi pada pncA dari
M. tuberculosis resisten PZA……………………...
Gambaran skematik polimorfisme pada embB
pada kodon 306 di M. tuberculosis resisten
etambutol………………………………………….
Ekstrak etil asetat A yang diinokulasi dengan
Mycobacterium tuberculosis dalam media LJ pada
suhu 37o C selama 3 minggu……………………...
Positif anti-tuberkulosis dengan metode LJ untuk
ekstrak B…………………………………………..
Positif anti-tuberkulosis dengan metode LJ untuk
ekstrak C…………………………………………..
Positif anti-tuberkulosis dengan metode LJ untuk
ekstrak D………………………………………….
Positif anti-tuberkulosis dengan metode LJ untuk
ekstrak E…………………………………………..
Positif anti-tuberkulosis dengan metode LJ untuk
ekstrak F…………………………………………..
Positif anti-tuberkulosis dengan metode LJ untuk
ekstrak G………………………………………….

136
137
155

157
159
166

173

158
158
186
186
186
187
187

ix | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

DAFTAR SINGKATAN KATA
A
Aac
ACP
AFB
AhpC
AIDS
Alr
Amk
Amx
Arg
ART
Asn
Asp
ATP
BCG
bp
BTA
BTZ
BUN
C
CAP
CDC
CDR
CFA
Cfx
Cfz
CFP-10
Clr
Clv
Cln
Cm
CNR
CYP
D
Dcs
Ddl
DfrA
DM
DNA
DPA
DprE
DRS

Alanine
2'-N-acetyltransferase
Acyl carrier protein
Acid-Fast Bacili
Alkil hidroperoksidase reductase
Human immunodeficiency virus infection and acquired immune deficiency
syndrome
Alanine rasemase
Amikasin
Amoksisilin
Arginin
Antiretroviral therapy
Asparagin
Aspartat
Adenosine triphospate
Bacille Calmette and Guerin
Base pair
Bakteri tahan asam
Benzothiazinon
Blood urea nitrogen
Sistein
Kapreomisin
Centers for Disease Control and Prevention
Crude Detection Rate
Freund’s complete adjuvant
Ciprofloksasin
Clofazimin
10-kDa culture filtrate protein
Klaritomisin
Asam klavulanat
Cilastatin
Kapreomisin
Case notification rate
Sitokrom
Aspartate
Sikloserin
D-alanil-D-alanin ligase
Dihidrofolat reductase
Diabetes melitus
Deoxiribo nucleid acid
Decaprenylphosphoryl-β-d-arabinose
Decaprenylphosphoryl-β-d-ribose 2′-epimerase
Drug Resistance Survey
x|Buku Anti-tuberkulosis

E
E
EBA
EIS
EMB
Embb
ERDR
ETH
ESAT-6
Eto
F
FAS
FDA
G
Gfx
Gln
Gly
H
H
HBC
His
HIV
HRZE
I
IGRA
ile
IFN-γ
INA
INH
Ipm
KatG
KHM
Km
L
LAM
LTBI
Leu
LFX
LJ
Lzd
M
MAC
MDR-TB
Mfx
Mg
mg/kg

Etambutol
Glutamat
Early bactericidal activity
Enhanched intracellular survival
Etambutol
Arabinosil transferase
Etambutol resistance determining region
Etionamid
6kDaA early secreted antigen target
Etionamid
Fenilalanin
Fatty acid synthase
Food and Drug Agency
Glisin
Gatifloksasin
Glutamin
Glisin
Histidin
Isoniazid
High Burden Country
Histidin
Human Immunodeficiency virus
Isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan etambutol
Isoleusin
Interferon gamma release assay
Isoleusin
Interferon
Isonicotinic acyl-NADH adduct
Isoniazid
Imipenem
Katalase-peroksidase
Kadar Hambat Minimum\
Kanamisin
Leusin
Lipoarabinomannan
Latent Tuberculosis Infection
Leusin
Levofloksasin
Lowenstein-Jensen
Linezolid
Metionin
M. Avium complex
Multi Drug Resisten Tuberculosis
Moksifloksasin
Miligram
Milligram per kilogram
xi | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

mL
MmpL
mRNA
MTB
MTC
N
NADH
OBR
Ofx
QT
P
P
Pas
PBPs
PIM
pKA
POA
Pro
Pto
PZA
PzASE
Q
QRDR
R
R
RFB
RIF
RIFAL
Rifap
RNA
ROS
RPT
RRDR
rRNA
S
S
SAR
Ser
SPS
STM
STR
T
TB
TDM
TDM
Thr

Messenger- ribonucleic acid
Mycobacterial membrane protein large
Messenger- ribonucleic acid
Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis complex
Asparagin
Nicotinamida adenine nukleotida
Optimized background regiment
Ofloksasin
Q wave and T wave
Prolin
Rifapentin
Asam para-aminosalisilat
Penisilin-binding-protein
Phospatidilinositol mannoside
Derajat disosiasi asam
Asam pirazinoat
Prolin
Protionamid
Pirazinmid
Pirazinamidase
Glutamin
Quinolone resistance determining region
Rifapentin
Arginine
Rifabutin
Rifampisin
KRM-1648
Rifapentin
Ribo nucleic acid
Reactive oxygen species
Rifapentin
Rifampicin resistance-determining region
Ribosome-ribunucleic acid
Sterptomisin
Serin
Structure-activity relationship
Serin
Sewaktu-pagi-sewaktu
Streptomisin
Streptomisin
Threonin
Tuberkulosis
Trehalose 6-6’-dimikolat
Therapy drug monitoring
Threonin
xii | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

ThyA
Thz
TNF
Trd
tRNA
Trp
TSR
TST
V
VIM
W
WHO
XDR-TB
Z
µg/mL

Thymidylate synthase
Tioazetazon
Tumour necrosis factor
Terizidon
Transfer ribonucleid acid
Triptofan
Treatment Succes Rate
Tuberculin skin test
Valin
Viomisin
Triptofan
World Health Organization
Extensively drug-resistant
Pirazinamid
Mikrogram per mililiter

xiii | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

BAB I
TUBERKULOSIS

A. Kondisi Tuberkulosis Dunia
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Hingga saat ini, tuberkulosis masih menjadi
penyakit infeksi menular yang paling berbahaya di dunia. World Health
Organization (WHO) melaporkan bahwa sebanyak 1,5 juta orang
meninggal karena TB (1.1 juta HIV negatif dan 0.4 juta HIV positif)
dengan rincian 89.000 laki-laki, 480.000 wanita dan 140.000 anak-anak.
Pada tahun 2014, kasus TB diperkirakan terjadi pada 9,6 juta orang dan
12% diantaranya adalah HIV-positif (WHO, 2015).
Berdasarkan Global Tuberculosis Report 2015 yang dirilis oleh
WHO, sebanyak 58% kasus TB baru terjadi di Asia Tenggara dan wilayah
Western Pacific pada tahun 2014. India, Indonesia dan Tiongkok menjadi
negara dengan jumlah kasus TB terbanyak di dunia, masing-masing 23%,
10% dan 10% dari total kejadian di seluruh dunia. Indonesia menempati
peringkat kedua bersama Tiongkok. Satu juta kasus baru pertahun
diperkirakan terjadi di Indonesia (WHO, 2015).
Selama ini penyakit infeksi seperti TB diatasi dengan penggunaan
antibiotik. Rifampisin (RIF), Isoniazid (INH), etambutol (EMB),
streptomisin dan pirazinamid (PZA) telah dimanfaatkan selama bertahuntahun sebagai anti-TB. Namun, banyak penderita telah menunjukkan
resistensi terhadap obat lini pertama ini. Sejak tahun 1980-an, kasus
tuberkulosis di seluruh dunia mengalami peningkatan karena kemunculan
MDR-TB (Multi Drug Resisten Tuberculosis) (Chan dkk, 2002). Bakteri
penyebab MDR-TB adalah strain M. tuberculosis yang resisten terhadap
obat anti-TB first-line seperti isoniazid dan rifampisin. MDR-TB
1|Buku Anti-tuberkulosis

mendorong penggunaan obat lini kedua yang lebih toksik seperti
etionamid, sikloserin, kanamisin dan kapreomisin (Tripathi dkk., 2005).
Namun extensively drug-resisten tuberculosis (XDR-TB) menyebabkan
bakteri TB resisten terhadap obat lini kedua (WHO, 2010).
Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan 9 juta kasus
tuberkulosis baru terjadi secara global pada tahun 2013 dan sebanyak
480.000 kasus diantaranya adalah multi drug-resistant TB (MDR-TB).
Hanya seperempat dari jumlah kasus MDR tersebut (kurang lebih
123.000) terdeteksi dan dilaporkan. Sementara itu, XDR-TB dilaporkan
terjadi di 105 negara pada tahun 2015. Sekitar 9,7% pasien dengan MDRTB diperkirakan memiliki XDR-TB (WHO, 2015).
Sebagian besar obat TB yang digunakan saat ini dikembangkan
lebih dari 40 tahun lalu. Kemunculan kasus resistensi terhadap obat lini
pertama dan kedua serta kerumitan dan lamanya waktu terapi TB saat ini
mendorong upaya pencarian dan penemuan obat anti-tuberkulosis baru.
Perpendekkan dan penyederhanaan durasi terapi, efektifitas terhadap
MDR dan XDR-TB dan kompatibilitas pemberian bersama antiretroviral
adalah regimen pengobatan baru yang saat ini diperlukan oleh dunia.
Beberapa dekade ini, muncul senyawa-senyawa baru yang saat ini sedang
dalam tahap percobaan preklinis maupun klinis. Senyawa-senyawa
tersebut memiliki aktivitas potensial untuk melawan strain M.
tuberculosis sensitif dan resisten. Hal ini dapat menjadi harapan bagi
kemajuan terapi TB di masa depan (Villemagne dkk., 2012).

B. Tuberkulosis di Indonesia
Indonesia adalah salah satu negara tropis. Sepanjang sejarah,
wilayah tropis lebih mudah terjangkit penyakit menular dibandingkan
dengan wilayah beriklim sedang. Penyebab utamanya adalah faktor
2|Buku Anti-tuberkulosis

lingkungan dimana wilayah tropis memiliki kelembaban cukup tinggi dan
pertumbuhan biologis sebagai pendukung keanekaragaman hayati yang
tinggi termasuk patogen, vektor, dan hospes. Hal ini diperparah oleh
faktor kesadaran masyarakat dan pengendalian penyakit menular atau
penyakit tropis yang kurang optimal (Skolnik dan Ambareen, 2010).
Salah satu contoh penyakit tropis yaitu tuberkulosis.
Meskipun Indonesia memiliki potensi tinggi terhadap penyakit
TB, Indonesia adalah negara pertama dari high burden country (HBC,
negara-negara dengan peringkat 22 besar dalam hal jumlah absolut kasus
TB sekaligus penerima perhatian khusus dari dunia sejak tahun 2000) di
wilayah WHO Asia Tenggara yang berhasil mencapai target global TB.
Target global tersebut meliputi keberhasilan dalam deteksi dan
pengobatan pada tahun 2006, yaitu Angka Penemuan Kasus (Crude
Detection Rate/CDR) di atas 70% dan Angka Keberhasilan Pengobatan
(Treatment Succes Rate/TSR) di atas 85% pada tahun 2006. Pencapaian
target global tersebut merupakan tonggak pencapaian program
pengendalian TB nasional yang utama (Kemenkes RI, 2015). Profil
Kesehatan Indonesia tahun 2015 memberikan laporan tentang kondisi
pengendalian penyakit tuberkulosis di Indonesia dengan rincian sebagai
berikut:
B.1. Prevalensi tuberkulosis
Pada tahun 2013-2014 survei prevalensi tuberkulosis
dilakukan dengan tujuan untuk menghitung prevalensi tuberkulosis
paru dengan konfirmasi bakteriologis pada populasi berusia 15 tahun
ke atas. Selain pemeriksaan dahak mikroskopis dan pemeriksaan foto
toraks, pemeriksaan x-ray, gen expert dan kultur juga dilakukan pada
survei ini. Oleh karena itu, jumlah penderita tuberkulosis terdeteksi
menjadi lebih banyak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
3|Buku Anti-tuberkulosis

Angka prevalensi TB (gambaran frekuensi penderita lama dan
baru yang ditemukan pada jangka waktu tertentu di sekelompok
masyarakat tertentu) pada tahun 2014 adalah 647 per 100.000
penduduk. Angka tersebut meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu
sebanyak 272 per 100.000 penduduk. Angka insidensi (gambaran
frekuensi

penderita

baru)

dan

mortalitas

juga

mengalami

peningkatan. Angka insidensi tahun 2014 sebesar 399/100.000
penduduk. Nilai insidensi tahun sebelumnya adalah sebesar
183/100.000 penduduk. Sementara itu, angka mortalitas pada tahun
2014 adalah sebesar 41/100.000 penduduk dengan nilai pada tahun
2013 adalah sebesar 25/100.000 penduduk 2013 (WHO, 2015).
B.2. Kasus tuberkulosis
Pada tahun 2015, jumlah penemuan kasus TB adalah 330.910
kasus. Jumlah tersebut meningkat dari tahun 2014, yaitu sebanyak
324.539 kasus. Kasus terbanyak dilaporkan di provinsi dengan
jumlah penduduk besar, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa
Tengah (38% dari keseluruhan kasus di Indonesia).
Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus pada laki-laki adalah
1,5 kali dibandingkan pada perempuan. Berdasarkan kelompok umur
pada tahun 2015, terdapat 18,65% penderita berumur 25-34 tahun,
17,33% penderita berumur 45-54 tahun, dan 17,18% penderita
berumur 35-44 tahun. Gambar 1 menunjukkan proporsi kasus
tuberkulosis menurut kelompok umur.

4|Buku Anti-tuberkulosis

Gambar 1. Proporsi kasus tuberkulosis menurut kelompok umur tahun 2011-2015
(Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2016)

B.3. Proporsi pasien tuberkulosis paru terkonfirmasi bakteriologis di
antara semua pasien tuberkulosis paru tercatat/diobati
Persentase

pasien

tuberkulosis

paru

terkonfirmasi

bakteriologis di antara semua pasien tuberkulosis paru tercatat
(bakteriologis dan klinis) adalah indikator yang menggambarkan
prioritas penemuan pasien tuberkulosis menular di antara seluruh
pasien tuberkulosis yang diobati. Hingga tahun 2015 (data per Juni
2016), proporsi pasien tuberkulosis paru tercatat/diobati belum
berhasil mencapai target (angka pencapaian sebesar 57,1% dari
target minimal 70%). Hal ini berarti bahwa diagnosis belum dapat
memberikan prioritas penemuan pasien menular di Indonesia.
Namun, sebanyak 8 provinsi telah mencapai target tersebut.
Kepulauan Riau menjadi provinsi dengan proporsi pasien
tubekulosis paru terkonfirmasi bakteriologis terendah, sebesar yaitu
37,0%. Sementara itu, jumlah tertinggi berhasil dicapai oleh
Sulwesi utara dengan nilai sebesar 87,9.

5|Buku Anti-tuberkulosis

Persen (%)

Tahun
Gambar 2. Proporsi pasien tuberkulosis paru terkonfirmasi bakteriologis di
antara semua pasien tuberkulosis paru tercatat/diobati tahun 2008-2015
(Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2016)

B.4. Angka notifikasi kasus atau case notification rate (CNR)
Angka notifikasi kasus adalah angka yang menunjukkan
jumlah pasien baru ditemukan dan tercatat di antara 100.000
penduduk di suatu wilyah tertentu. Angka ini apabila
dikumpulkan serial akan menggambarkan kecenderungan
penemuan kasus dari tahun ke tahun di wilayah tersebut. Angka
notifikasi kasus berfungsi untuk menunjukkan kecenderungan
peningkatan atau penurunan penemuan pasien pada suatu
wilayah.
Pada

tahun

2015,

angka

notifikasi

kasus

baru

tuberkulosis paru terkonfirmasi bakteriologis adalah sebesar 74
per 100.000 penduduk. Angka tersebut menurun dari tahun 2014
dengan nilai tahun 2014 adalah sebesar 77 per 100.000
penduduk.

Sedangkan

angka

notifikasi

seluruh

kasus

tuberkulosis pada tahun 2015 adalah sebesar 130 per 100.000
penduduk. Nilai tersebut meningkat dari tahun 2014. Nilai pada
6|Buku Anti-tuberkulosis

tahun 2014 adalah sebesar 129 per 100.000 penduduk. Gambar
3 menunjukkan angka notifikasi kasus sejak tahun 2008 hingga

Per 100.000 Penduduk

2016.

Tahun
Gambar 3. Angka notifikasi kasus TB per 100.000 penduduk tahun
2008 hingga 2015 (Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2016

Berdasarkan gambar 4, Sulawesi tenggara menjadi
provinsi dengan nilai CNR tertinggi kemudian diikuti oleh Papua
Barat (235) dan DKI Jakarta (222). Sedangkan CNR semua
kasus TB terendah dimiliki oleh provinsi Bali (70), Daerah
Istimewa Yogyakarta (73) dan Riau (91). CNR dianggap baik
jika terjadi peningkatan minimal 5% dari nilai sebelumnya.

7|Buku Anti-tuberkulosis

per 100.000 penduduk
Gambar 4. Angka notifikasi semua kasus tuberkulosis per 100.000 penduduk
menurut provinsi tahun 2015 (Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2016)

B.5. Angka keberhasilan pengobatan
Indikator dalam evaluasi pengobatan adalah angka
keberhasilan pengobatan (succes rate). Indikator ini menunjukkn
prosentase pasien baru TB BTA positif yang menyelesaikan
pengobatan (baik sembuh atau pengobatan lengkap) diantara
pasien baru TB paru BTA positif tercatat. Angka ini dibentuk
dari penjumlahan angka kesembuhan (cure rate) dan angka
pengobatan

lengkap.

Gambar

5

menunjukkan

angka

keberhasilan pengobatan dari tahun 2008 hingga 2015.
8|Buku Anti-tuberkulosis

Angka keberhasilan pengobatan TB di Indonesia dari
tahun 2008 hingga 2015 mengalami penurunan. Angka
keberhasilan pengobatan di tahun 2015 adalah sebesar 85,0%
(data per Juni 2016) dan telah sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh WHO yaitu sebesar 85%. Sementara itu, jumlah
kasus baru tuberkulosis paru dengan BTA+ dilaporkan

Persen (%)

berjumlah 188.405 kasus (Kemenkes RI, 2016).

Tahun
Gambar 5. Angka keberhasilan pengobatan pasien tuberkulosis
tahun 2008-2015 (Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2016)

9|Buku Anti-tuberkulosis

Provinsi

Persen (%)
Gambar 6. Angka keberhasilan pengobatan pasien tuberkulosis menurut provinsi
tahun 2015 (Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2016)

Berdasarkan gambar 6, provinsi Lampung adalah
provinsi dengan angka keberhasilan tertinggi (95,2). Sementara
itu, Kalimantan Tengah menjadi provinsi dengan angka
keberhasilan terendah (39,2).
B.6 Kasus resistensi

Indonesia berada pada peringkat 8 dari 27 negara dengan
MDR-TB terbanyak di dunia. Perkiraan jumlah pasien MDR-TB
di Indonesia adalah sebesar 6.900 jiwa atau 1% dari kasus baru
dan 12% dari kasus pengobatan ulang (WHO global repost 2013).
Hasil DRS (Drug Resistance Survey) di Jawa Tengah pada 2006
menunjukkan bahwa 1,8% MDR-TB ditemukan pada TB kasus
baru dan 17,1% ditemukan pada kasus TB yang pernah mendapat
pengobatan. Sementara itu, hasil DSR di Jawa Timur pada tahun
10 | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

2009 menunjukkan bahwa 2% MDR-TB ditemukan pada TB
kasus baru dan 9,7% pada kasus TB yang pernah mendapatkan
pengobatan. Pengobatan tidak terstandar terhadap pasien diduga
TB resisten obat atau MDR-TB yang dilakukan di rumah sakit,
klinik swasta, praktisi swasta dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya memperparah situasi resistensi kuman TB (Kemenkes RI,
2016).
C. Bakteri
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri penyebab
penyakit tuberkulosis. M. tuberculosis dan tujuh spesies lain yang sangat
dekat dengan mikobakteria (M. bovis, M. africanum, M. microti, M.
caprae, M. pinnipedii, M. canetti and M. mungi) bersama-sama
membentuk kompleks M. tuberculosis. Tidak semua spesies tersebut
menyebabkan penyakit pada manusia. Mayoritas kasus TB di Amerika
Serikat disebabkan oleh M. tuberculosis. M. tuberculosis juga disebut
sebagai tubercle bacili (CDC, 2016). Mycobacterium bovis (M. bovis)
adalah jenis mikobakteria lain sebagai penyebab penyakit TB pada
manusia. M.bovis paling umum ditemukan di sapi, bison, dan rusa (CDC,
2011).
C.1 Mikobakteria
Mikobakteria mewakili suatu genus bakteri yang sangat tua
karena telah berada di bumi selama berjuta-juta tahun dan telah
beradaptasi terhadap hampir semua lingkungan di bumi seperti air,
tanah, debu dan udara. Berbagai bukti dari hasil penelitian pada makam
mumi di Mesir telah tersedia untuk mendukung pernyataan tersebut
(Konomi dkk., 2002; Daniel, 2006). Mikobakteria masuk ke dalam
keluarga Mycobacteriaceae dan ordo Actinomycetales. Genus
mikobakteria

memiliki

hubungan

dekat

dengan

anggota

11 | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

Actinomycetales lain seperti Corynebacterium, Nocardia dan
Rhodococcus. Berikut ini adalah klasifikasi dari mikobakteria
(Stackebrand dkk., 1997):
Kingdom : Bacteria
Phylum: Actinobacteria
Ordo: Actinomycetales
Subordo: Corynebacterineae
Keluarga: Mycobacteriaceae
Genus: Mycobacterium
Secara umum, warna dan morfologi mikobakteria yang tumbuh
di media kultur padat menjadi penanda utama mikroorganisme ini.
Kebanyakan spesies berwarna keputihan atau koloni berwarna putih
(gambar 7.a), namun khususnya pada spesies yang memiliki
pertumbuhan cepat mereka berwarna kuning terang (gambar 7.b) atau
spesies oranye karena kandungan pigmen karotenoid (gambar 7.c).
Jenis warna dan kemampuan strain dalam memproduksi warna
tersebut di kegelapan (spesies scotochromogenic) atau sebagai respon
terhadap cahaya (spesies photochromogenic) digunakan sebagai
metode untuk klasifikasi mikobakteria yang berpotensi patogenik
(Juhlin, 1967).
Morfologi koloni mikobakteria pada media kultur padat
merupakan karakter stabil dari strain, walaupun variasi sering muncul
akibat adanya mutasi spontan (Fregnan dan Smith, 1962; Vestal dan
Kubica, 1966). Tipe dasar dari koloni ada 8, yaitu “kasar” dan “rata”
(gambar 8.a dan 8.b).

12 | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

c.

b.

a.

Gambar 7. Berbagai warna spesies mikobakteria pada media kultur padat
.
))
a). Koloni kasar Mycobacterium tuberculosis
setelah inokulasi 2 hingga 3
minggu pada media Lowenstein-Jensen medium akan memiliki warna krem, b).
Koloni strain photochromogenic ketika kontak dengan cahaya menjadi kuning
terang, c). Koloni strain scotochromogenic akan berwarna kuning gelap hingga
oranye terang ketika tumbuh dalam media padat dengan atau tanpa cahaya
(Velayati dan Parissa, 2016).

a.

b.

Gambar 8. a). Koloni “smooth” yang tumbuh pada media Lowenstein-Jensen,
))
b). Koloni kasar yang tumbuh pada media Lowenstein-Jensen
(Velayati dan Parissa, 2016).

Mikobakteria bersifat non motile, berbentuk batang dan sedikit
melengkung, tahan terhadap asam dan alkohol setelah pewarnaan
dengan phenicated fuchsin (Ziehl-Neelsen) (Velayati dan Parissa,
2016). Acid-fastness menjadi karakteristik terpenting mikobakteri.
Acid fast adalah kemampuan sel mikobakteri untuk tidak mengalami
dekolorisasi (perusakan warna secara buatan) pada penggunaan asam.
13 | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

Sifat ini disebabkan karena kandungan lipid dalam kadar tinggi di
dinding sel sehingga mikobakteri bersifat waxy, hidrofobik dan sulit
terwarnai (Todar, 2012).
Dinding sel mikobakteri terdiri dari kerangka dinding sel,
molekul penyusun dinding sel, lipid dan polipeptida. Kerangka dinding
sel memiliki komponen kimia berupa peptidoglikan, arabinogalaktan
dan asam mikolat. Asam mikolat adalah suatu asam lemak α-alkil, β
hidroksi dengan rantai yang sangat panjang (C30-C90). Kurang lebih
40% berat kering mikobakteri adalah asam mikolat. Selain
bertanggung jawab terhadap acid fastness, asam mikolat juga
berperang penting dalam impermeabilitas dinding sel termasuk
impermeabilitas terhadap anti-TB. Komposisi dan jumlah asam
mikolat

mempengaruhi

virulensi

(keganasan),

kecepatan

pertumbuhan, morfologi koloni dan permeabilitas M. tuberculosis.
Mikobakteria lebih mirip dengan Gram negatif daripada Gram positif
dimana sitoplasmanya dikelilingi oleh membrane plasma dan
peptidoglikan tebal. Gambar 9 menunjukkan struktur dinding sel
mikobakteri (Velayati dan Parissa, 2016).

14 | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

porin

protein permukaan

lipid asil

asam mikolat

arabinogalaktan
lipoarabinomannan
peptidoglikan
PIM
membran
sitoplasma
Gambar 9. Diagram skematik dinding sel mikobakteri. Seperti membrane
luar dari dinding sel bakteri gram negatif, porin diperlukan untuk transport molekul
hidrofilik kecil melalui membrane luar. PIM (phospatidilinositol mannoside)
(Velayati dan Parissa, 2016)

Mikobakteria memiliki struktur dinding sel dengan kandungan
asam mikolat rapat. Akibat struktur tersebut, M. tuberculosis memiliki
perlindungan efisien dan kapasitas luar biasa untuk menahan berbagai
tekanan dari luar. Selain itu, dinding sel mikobakteri menunjukkan
struktur dinamis. Struktur tersebut dapat diperbaharui sepanjang
pertumbuhan bakteria pada lingkungan berbeda. Namun, pada kondisi
lingkungan yang tidak disukai oleh mikobakteria, misalnya ketika
terpapar

mekanisme

pertahanan

hospes,

mikobakteri

akan

memproduksi bentuk defisiensi dinding sel atau disebut sebagai Lform (Markova dkk., 2012). Kemampuan mikobakteri dalam
membentuk L-form berhasil didemonstrasikan oleh Markova (2012).
Perubahan morfologi M. tuberculosis dari acid fast menjadi non-acidfast dan bentuk coccoid pada berbagai ukuran berhasil diobservasi
15 | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

(gambar 10). M. tuberculosis biasanya berbentuk batang lurus atau
sedikit melengkung berwarna merah pada Ziehl-Neelsen. Namun, Lform menunjukan polimorfisme dan variabilitas hasil pewarnaan. Lform kehilangan karankteristik L-form dan menyerupai morfologi
beberapa bakteri lain (Gambar 10 b.c). Bakteri dalam bentuk L-form
dapat bertahan hidup dalam jangka waktu lama dalam kondisi dormant
di dalam makroorganisme (hiospes). L-form dapat menginduksi
manifestasi penyakit setelah diaktivasi oleh berbagai faktor tekanan
(Domingue dan Woody, 1997).

Gambar 10. Apusan Ziehl-Neelsen stained: (a) M.tuberculosis kontrol;
(b,c) non-acid fast polymorphic cells M.tuberculosis L-form (Markova, 2012)

Saat ini terdapat lebih dari 150 spesies yang memenuhi standar
untuk menjadi bagian dari genus Mycobacterium. Spesies ini biasanya
dikelompokkan ke dalam 2 divisi utama, yaitu pertumbuhan lambat
dan pertumbuhan cepat. Dasar yang digunakan adalah waktu yang
diperlukan agar koloni visibel muncul pada media padat setelah
penanaman suspensi bakteri. Penanaman suspensi tersebut dilakukan
dengan benar sehingga koloni terpisah dengan baik (asumsi koloni
yang muncul berupa sel tunggal). Kemunculan koloni membutuhkan
waktu kurang dari 7 hari untuk pertumbuhan cepat dan lebih dari 7 hari
16 | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

untuk pertumbuhan lambat. Jenis mikobakteri berdasarkan kecepatan
pertumbuhannya dapat dilihat pada tabel 1. Ziehl-Neelsen stain atau
acid fast stain adalah metode deteksi acid-fast bacilli (AFB) yang
paling jelas untuk identifikasi mikobakteria dengan cepat (Velayati
dan Parissa, 2016).
Tabel.1 Daftar mikobakteria berdasarkan kecepatan
pertumbuhan
Kecepatan
pertumbuhan
Cepat

Lambat

Takson
M. africanum, M. aurum, M. chelonae, M. chitae, M. cluvalii,
M. farcinogenes, M. flavescens, M. fortuitum, M. gadium, M.
gilvum, M. komossense, M. vaccae, M. thermoresistibile, M.
smegmatis, M. senegalense, M. phlei, M. parafortium, M.
neoaurum,
M. asiaticum, M. avium, M. bovis, M. gastri, M. gordonase,
M. haemophilum, M. intracellulare, M. kansasii, M. leprae,
M. lepraemurium, M. malmoense, M. marinum, M. microti,
M. nonchromogenicum, M. paratuberculosis, M.
scrofulaceum, M. simiae, M. szulgai, M. terrae, M. triviale,
M. tuberculosis, M. ulcerans, M. xenopi

C.2 Mycobacterium tuberculosis complex
Mycobacterium tuberculosis complex (MTC) adalah suatu
kelompok bakteri yang memiliki keseragaman genetik. Kesamaan
tingkat nukleotida MTC adalah sebesar 99,9%, sedangkan sekuen
16S rRNA kelompok bakteri ini identik atau sama (Boddinghaus
dkk., 1990; Sreevastan dkk., 1997). Namun, bakteri dalam MTC
memiliki perbedaan dalam hal tropisme hospes, fenotip (karakteristik
struktural, biokimiawi, fisiologi dan perilaku) dan patogenisitas
(Rastogi dan Sola, 2007; Wirth dkk., 2008). Mycobacterium
tuberculosis complex terdiri dari Mycobacterium tuberculosis,
Mycobacterium africanum, Mycobacterium bovis, Mycobacterium
17 | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

microtii,

Mycobacterium

Mycobacterium

canetii,

pinnipedii,

Mycobacterium

Mycobacterium

caprae,
suricattae,

Mycobacterium mungi, Mycobacterium dassie dan Mycobacterium
oryx. Mycobacterium tuberculosis adalah patogen pada sistem
pernapasan mamalia yang paling dikenal karena menginfeksi lebih
dari

sepertiga

populasi

manusia

di

dunia.

Mycobacterium

tuberculosis juga dapat menginfeksi hewan yang telah kontak dengan
manusia (Velayati dan Parissa, 2016).
M. bovis menunjukkan infeksi inang yang paling luas karena
dapat menginfeksi manusia, sapi ternak atau sapi liar dan kambing.
M. bovis biasanya menginfeksi manusia melalui susu yang terinfeksi
walaupun bakteri ini juga dapat menyebar melalui droplet aerosol.
Berdasarkan sejarah, BCG M. bovis dikenal sebagai “Calmette
Guѐrin” dan berasal dari strain tuberkulosis bacillus sapi M. bovis
hidup yang telah dilemahkan. BCG (Baccilus Calmette Guѐrin) M.
bovis menjadi satu-satunya vaksin yang digunakan untuk pencegahan
tuberkulosis selama awal masa anak-anak. Spesies lain yang dapat
menyebabkan tuberkulosis pada manusia adalah M. canettii dan M.
africanum. Kedua spesies ini menjadi penyebab tuberkulosis pada
orang Afrika. M. canettii dan M. africanum memiliki hubungan dekat
dengan M. tuberculosis. Namun, bakteri tersebut memiliki waktu
pertumbuhan lebih pendek dari M. tuberculosis dan menampilkan
karakter glikolipid fenolik dan lipooligosakarida yang khas (Velayati
dan Parissa, 2016).
Anggota MTC lain yang dapat menyebabkan tuberkulosis pada
hewan adalah M. microti. M. microti menyebabkan tuberkulosis pada
binatang pengerat seperti tikus. Bakteri ini juga bisa menyebabkan
penyakit pada manusia dengan imunitas lemah. M. caprae banyak
18 | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

ditemukan sebagai penyebab kasus tuberkulosis pada lembu, babi
dan rusa serta celeng di Eropa. Penemuan bakteri ini pada manusia
juga pernah dilaporkan oleh Garcia-Rodriguez dkk. (2011). M.
pinnipedii, M. suricattae, M. mungi, M. dassie dan M. oryx dapat
menginfeksi anjing laut dan famili Bovidae (Velayati dan Parissa,
2016).
C.3 Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis h37Rv (MTB) adalah mikobakteri
penyebab utama tuberkulosis pada manusia. MTB terkadang disebut
sebagai tubercle bacillus. Bakteri berbentuk batang ini bersifat nonmotil (tidak dapat bergerak sendiri) dan memiliki panjang 1-4 µm dan
lebar 0,3-0,56 µm (gambar 11). M. tuberculosis merupakan
organisme obligate aerobe yang berarti membutuhkan oksigen untuk
tumbuh. Oleh karena itu, kompleks MTB banyak ditemukan di lobus
paru-paru bagian atas yang dialiri udara dengan baik. Selain itu,
bakteri ini merupakan parasit intraseluler fakultatif, yaitu patogen
yang dapat hidup dan memperbanyak diri di dalam sel hospen
maupun diluar sel hospes (sel fagositik), khususnya makrofag dan
monosit. Kemampuan MTB dalam bertahan di makrofag hospes
dikendalikan oleh proses kompleks dan terkoordinir. Sistem ini
dikontrol dengan baik ESX-1 sebagai sistem sekresi protein bakteri
(Raghavan dkk., 2008; Sorensen dkk., 1995; Stanley dkk., 2003; Wel
dkk., 2007; MacGurn dkk., 2005; Porcelli, 2008).

19 | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

Gambar 11. Transmission electron microscopy (TEM) dari M. tuberculosis.
Spesies ini pertama kali dilihat oleh Koch pada tahun 1882. M. tuberculosis
berbentuk batang dengan panjang 1-4 µm dan lebar 0,3-0,56 µm (Velayati dan
Parissa, 2016)

Sistem sekresi protein adalah faktor keganasan yang utama dari
bakteri patogen. Terdapat 5 jenis sistem sekresi pada MTB, yaitu
ESX1 hingga ESX5 seperti yang terlihat pada gambar 12 (Abdallah
dkk., 2007). ESX1 diperlukan untuk virulensi penuh dari MTB
karena ESX1 sangat penting MTB untuk translokasi dari fagosom
kedalam sitosol makrofag terinfeksi sehingga bakteri mungkin akan
tinggal pada lingkungan terlindung (Simeone dkk., 2012; Romagnoli
dkk., 2012). ESX1 mengeluarkan ESAT-6 dan CFP-10 yang
merupakan protein kecil sangat imunogenik sebagai dasar diagnosis
imunologi infeksi MTB pada metode interferon-gamma release
assay (IGRAs). IGRAs dapat digunakan untuk deteksi infeksi MTB
termasuk pada subjek yang sebelumnya telah menerima vaksin BCG
karena BCG kekurangan ESX1 dan tidak mengekspresikan ESAT-6
dan CFP-10 (Diel dkk., 2011). ESX1 telah dihilangkan pada vaksin
M. bovis strain Bacille Calmette and Guerin, (Pym dkk., 2002; Hsu
dkk., 2003).
20 | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

Ekstrusi dari fagosom
ke dalam sitoplasma

Imunomodulasi
Uptake zink dan besi

Gambar 12. Sistem sekresi protein. Terdapat 5 sistem sekresi protein pada MTB
dikode oleh kelompok gen yang disebut ESX1 sampai ESX5. ESX1 dan ESX5
mengeluarkan protein berbeda yang terlibat pada keganasan MTB. ESX1
mengeluarkan antigen penganggu integritas membrane fagosom, pemicu pecahnya
fagosom dan pengeluaran bakteri ke dalam sitosol. ESX5 hanya ada pada
mikobakteri yang tumbuh lambat (contohnya MTB dan M. marinum) dan dianggap
terlibat pada sekresi protein dengan sifat imunomodulator. ESX3 terlibat pada
uptake seng (Zn) dan besi serta homeostasis. Fungsi ESX2 dan ESX4 belum
diketahui (Delogu dkk., 2013)

M. tuberculosis tidak diklasifikasikan sebagai Gram positif
maupun Gram negatif karena dinding sel bakteri ini tidak memiliki
karakteristik membrane luar bakteri Gram negatif. Namun, M.
tuberculosis memiliki struktur peptidoglikan-arabinogalaktan-asam
mikolat sebagai barier permeabilitas eksternal (Todar, 2012). M.
tuberculosis

diklasifikasikan

sebagai

bakteri

acid-fast.

Jika

pewarnaan Gram dilakukan pada M. tuberculosis, warna gram positif
yang muncul sangatlah lemah atau tidak berwarna sama sekali.
Namun ketika terwarnai, sebagai bakteri acid fast maka M.
tuberculosis akan mempertahankan pewarna saat dipanaskan dan
diberi komponen asam organik. Pada penggunaan metode ZiehlNeelsen stain terhadap M. tuberculosis, bakteri ini akan
21 | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

menunjukkan warna merah muda seperti pada gambar 13 (Todar,
2008).

Gambar 13. Penampakkan Mycobacterium tuberculosis menggunakan
Ziehl-Nelson stain (Velayati dan Parissa, 2016)

M. tuberculosis tumbuh lambat dengan kecepatan pembelahan
12 hingga 24 jam dan waktu kultur hingga 21 hari pada media
pertumbuhan (gambar 14). Isolasi pada medium Lowenstein-Jensen
atau Middlebrook culture medium membutuhkan waktu 3 hingga 6
minggu (Todar, 2008). Penyebab lambatnya pertumbuhan M.
tuberculosis belum diketahui. Namun, terbatasnya penyerapan
nutrien akibat dinding sel yang impermeable dan lambatnya sintesis
RNA diajukan sebagai penyebab lambatnya pertumbuhan MTB
(Harshey dan Ramakrishnan, 1977).

22 | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

Gambar 14. Koloni M. tuberculosis pada media Lowenstein-Jensen
(Velayati dan Parissa, 2016)

Struktur dinding sel M. tuberculosis bersifat unik dibandingkan
organisme prokariot lainnya karena memberikan barier berupa
kekedapan yang sangat kuat terhadap komponen berbahaya dan obat
serta memainkan peran dasar dalam keganasan bakteri ini. Kelebihan
tersebut diakibatkan kandungan lipid komples yang tinggi. Lebih dari
60% dinding sel mikobakteri adalah lipid (Todar, 2008).
M. tuberculosis tidak mengandung fosfolipid pada membran
luar. Dinding sel M. tuberculosis mengandung glikolipid dalam
jumlah besar, khususnya asam mikolat, peptidoglikan, LAM
(lipoarabinomannan),

fosfatidil

inositol

mannosida

(PIM),

phthiocerol dimycocerate, cord factor, sulfolipids dan wax-D
(Alderwick dkk., 2007; Brennan, 2003; Asano dkk., 1993; Belisle
dkk., 1997; Fratti dkk., 2003; Meena dan Rajni, 2010). Komponen
unik ini mengganggu jalur pertahanan hospes dan menentukan
pertahanan bakteri di dalam fagosom (Alderwick dkk.,2007;
Brennan, 2003; Asano dkk., 1993; Belisle dkk.,1997; Fratti dkk.,
2003; Meena dan Rajni, 2010; Rajni dan Meena, 2010; Kartmann
dkk., 1999). Asam mikolat, cord factor dan wax-D adalah 3 fraksi
komponen utama lipid MTB (Alderwick dkk., 2007; Brennan, 2003).
23 | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

a. Asam mikolat
Asam mikolat adalah penentu utama permeabilitas dinding
sel mikobakteria karena sifat hidrofobiknya yang kuat. Asam
mikolat membentuk lapisan lipid di sekeliling organisme. Lapisan
ini mempengaruhi sifat permeabilitas permukaan sel. Asam
mikolat dianggap sebagai faktor penting yang bertanggungjawab
terhadap keganasan M. tuberculosis karena komponen ini
melindungi bakteri dari serangan protein kationik, lisozim dan
radikal oksigen di dalam granul fagositik. Komponen ini juga
melindungi mikobakteria ekstraseluler dari serangan di serum
(Alderwick dkk., 2007).
b. Cord factor
Cord factor (trehalose 6-6’-dimikolat, TDM) adalah suatu
glikolipid yang memiliki 2 aktivitas. Pada bakter, TDM bersifat
non toksik dan berfungsi sebagai pelindung dari makrofag. Pada
permukaan lipid, TDM menjadi antigenik dan sangat toksik
terhadap sel mamalia. Cord factor menjadi komponen paling
berlimpah pada strain M. tuberculosis yang ganas (Hunter dkk.,
2006).
c. Wax-D
Wax-D merupakan suatu glikolipid dan peptidoglikolipid
yang diekstraksi dari fraksi wax M. tuberculosis. Wax D memiliki
karakteristik adjuvant, yaitu suatu substansi yang memperkuat
respon imun tubuh. Oleh karena itu, Wax-D dapat digunakan
untuk menggantikan mikobakteria dalam persiapan adjuvant
dalam rangka peningkatan respon imun seluler dan humoral
terhadap antigen. Wax-D menjadi komponen utama Freund’s
complete adjuvant (CFA), suatu emulsi air dalam minyak. CFA
24 | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

tersusun atas minyak mineral berbobot ringan dan mikobakteri
yang telah mati dan dikeringkan. Emulsi ini digunakan sebagai
immunogen (Julius dkk., 2010).
Kadar lipid yang tinggi pada dinding sel M. tuberculosis
berhubungan dengan sifat bakteri MTB, yaitu (Todar, 2008):
a1. Impermeabilitas terhadap stain dan dye
a2. Resistensi terhadap berbagai antibiotik
a3. Resistensi terhadap pembunuhan oleh campuran asam dan basa
a4. Resistensi terhadap lisis osmotik melalui complement deposition
a5. Resistensi terhadap oksidasi dan daya tahan di dalam makrofag
Menghambat mgrasi
PMN dan toksik terhadap
sel mamalia

Cord

factor
Konsentrasi lipid
- Impermeabilitas
terhadap pewarna
- Resistensi terhadap
banyak antibiotic
- Resistensi lisis
osmotic

Asam mikolat
M.
tuberculosis

Asam mikolat
Esprr
factor
transkripsi gen

Esx-1
sistem sekresi
protein bakteri

-

-

Pencegahan serangan oleh
protein kationik, lisozim
dan radikal oksigen
tempat penyimpanan kaya
nutrient untuk persistensi
M. tuberculosis

Mendahulukan persistensi
bakteri untuk peningkatan
transmisi
Gambar 15. Karakteristik unik M. tuberculosis pada sistem imun hospes manusia (Rajni dan
Laxman, 2011)

25 | B u k u A n t i - t u b e r k u l o s i s

BAB II
INFEKSI DAN PENYEBARAN TUBERKULOSIS
A. Penyebaran Mycobacterium Tuberculosis
M. tuberculosis ditularkan melalui udara, bukan melalui kontak
permukaan. Ketika penderita TB paru aktif (BTA positif dan foto rontgen
positif) batuk, bersin, berteriak atau bernyanyi, bakteri akan terbawa keluar
dari paru-paru menuju udara. Bakteri ini akan berada di dalam gelembung
cairan bernama droplet nuclei. Partikel kecil ini dapat bertahan di udara
selama beberapa jam dan tidak dapat dilihat oleh mata karena memiliki
diameter sebesar 1-