Aplikasi model ionosfer dalam penentuan

Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan Teknik

Yogyakarta, 3 Oktober 2013

Aplikasi model ionosfer dalam penentuan posisi presisi dengan GPS
frekuensi tunggal di daerah lintang rendah Indonesia
Buldan Muslim1)
1)

Pusat Sains Antariksa
Jl. Dr. Junjunan 133 Bandung 40173, Telpon 022-6012602
Email: mbuldan@gmail.com
Abstract – Di daerah lintang tengah, penentuan posisi
presisi (PPP) dengan GPS frekuensi tunggal
berpotensi dikembangkan untuk berbagai aplikasi
penentuan posisi dengan akurasi dm sampai sub
meter dengan biaya yang murah. Tetapi di wilayah
Indonesia yang puncak anomali ionisasi bagian
selatan ada di atasnya memerlukan kajian tingkat
akurasi PPP dengan model ionosfer yang tersedia
secara real time. Makalah ini membahas aplikasi

model ionosfer untuk PPP frekuensi tunggal di daerah
puncak anomalii ionisasi ionosfer ekuator. Dua model
ionosfer digunakan dalam kajian ini yaitu model
Klobuchar dan GIM. Data pengamatan GPS pada
frekuensi L1 stasiun BAKO pada bulan Oktober 2003
telah digunakan untuk melihat perbedaan PPP
frekuensi tunggal dengan 3 skenario:
1. tanpa
menggunakan model ionosfer, 2. menggunakan model
Klobuchar, dan 3. menggunakan model GIM. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model
GIM secara signifikan meningkatkan akurasi PPP
antara 38 - 88 % sedangkan model Klobuchar hanya
dapat meningkatkan akurasi posisi sekitar 5 - 70 %.
Akurasi posisi dengan PPP di daerah lintang rendah
Indonesia dapat mencapai akurasi rata -rata sekitar 12 meter dalam satu hari pengamatan.

Kata Kunci: GPS, posisi, akurasi, model, ionosfer.

1. PENDAHULUAN

Penentuan posisi dapat dilakukan dengan dua
metode. Yang pertama menggunakan satu receiver
yang disebut point positioning atau penentuan posisi
titik dan yang kedua menggunakan dua atau lebih
receiver yang dikenal dengan penentuan posisi
differensial. Karena akurasi yang jauh lebih tinggi
dapat diperoleh menggunakan metode differensial,
secara tradisi dalam bidang survei lokasi telah lama
digunakan teknik differensial. Tetapi akhir-akhir ini
teknik point positioning telah banyak diteliti karena
tersedianya data orbit dan jam satelit yang presisinya
tinggi.
Ada dua jenis point positioning yaitu standard
point positioning (SPS) dan precise point positioning
(PPP). Adapun perbedaan PPP dan SPS adalah
digunakannya atau tidak digunakannya data orbit dan
jam satelit yang presisi dan model-model koreksi

lainnya yang ada pada pengamatan sinyal GPS selama
propagasinya seperti model troposfer dan ionosfer

serta model dinamika receiver karena adanya pasut
bumi.
El-Rabbany (2003) telah mendapatkan akurasi
sentimeter sampai desimeter setelah menerapkan PPP
menggunakan kombinasi data kode dan fase dan
koreksi-koreksi lainnya diterapkan dan dengan teknik
filtering. Bagaimanapun juga akurasi PPP ini
bervariasi mulai sentimeter sampai dm bahkan sampai
meter tergantung dari data GPS yang digunakan dan
akurasi model-model yang diterapkan serta jenis
receiver yang digunakan serta teknik yang digunakan
(Choy, 2009).
Salah satu model yang dapat meningkatkan
akurasi PPP adalah model ionosfer yang memberikan
kontribusi terbesar pada kesalahan pengukuran GPS
dengan frekuensi tunggal dan satu receiver setelah SA
dinonaktifkan. Sejauh mana peningkatan akurasi PPP
setelah diterapkan model ionosfer perlu dikaji agar
diketahui tingkat kepercayaan posisi dengan koreksi
model ionosfer yang digunakan khususnya untuk

daerah anomali ionisasi yang terjadi di lintang rendah
seperti di atas pulau Jawa dan sekitarnya.
Makalah ini membahas penerapan model ionosfer
pada penentuan posisi presisi dengan data kode pada
frekuensi L1. Model ionosfer yang dikaji adalah
model Klobuchar dan Global Ionospheric Map (GIM).
Penerapan model ionosfer dilakukan pada waktu
terjadi badai matahari 28 dan 29 Oktober 2003 dan
pada beberapa hari sebelum dan sesudah badai
matahari untuk mengetahui variabilitas akurasi posisi
yang disebabkan oleh cuaca antariksa. Kedua model
diterapkan pada penentuan posisi stasiun BAKO yang
terletak di daerah lintang rendah bagian selatan
ekuator geomagnet di mana puncak anomali ionisasi
sering mencapai maksimum di atas stasiun BAKO.
.
2. DATA DAN METODOLOGI
Data GPS dari stasiun BAKO pada tanggal 23 –
31 Oktober 2003 pada frekeunsi L1 digunakan untuk
penentuan posisi BAKO dengan data jarak kode dan

kooordinat satelit GPS yang presisi dengan format
sp3. Kedua jenis data tersebut dapar didownload dari
http://sopac.ucsd.edu.
Adapun model koreksi propagasi yang digunakan
sebelum penerapan model ionosfer adalah model

Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan Teknik

troposfer Saastamoinen dan model pasut bumi. Untuk
model ionosfer digunakan model Klobuchar dan GIM.
Peningkatan posisi sebelum dan sesudah koreksi
ionosfer dapat diketahui dengan perbandingannya
antara posisi sebelum penerapan koreksi ionosfer dan
setelah aplikasi model ionosfer.
Posisi GPS yang tidak diketahui posisinya dapat
ditentukan dari pengamatan jarak receiver dari empat
satelit GPS yang diketahui posisinya. Pengamatan dari
tiga satelit digunakan untuk penentuan posisi pada
koordinat ECEF dan satu pengamatan satelit GPS
untuk penentuan koreksi waktu yang berbeda antara

jam satelit dan jam receiver.
Persamaan pengamatan GPS untuk satelit GPS
dari data kode dapat ditulis sebagai (Abdel-salam,
2005)

P ( Li )    c.( dt  dT )  d orb 

d trop  d ion  d mult[ P ( Li)]   [ P ( Li )]

(2-1)

Di mana:
P(Li)


c
dt
dT
dorb
dion

Dmult[P(Li)]

[P(Li)]

-pengamatan jarak receiver dari satelit
GPS dari data kode (P) pada frekuensi
Li, di mana i = 1 untuk frekuensi
1.57542 GHz dan i = 2 untuk
frekuensi 1.22760m GHz.
-jarak geometri yang sebenarnya
antara receiver dan satelit
-kecepatan cahaya
-kesalahan jam receiver
-kesalahan jam satelit
-bias troposfer
-bias ionosfer
-efek multipath pada pengamatan
jarak kode P pada frekuensi Li
- derau pengamatan
frekuensi Li


kode

pada

Jika kesalahan orbit dianggap kecil dan dapat
diabaikan setelah digunakannya data orbit presisi (dari
file igs*.sp3) dan bias troposfer juga dianggap telah
direduksi setelah penerapan model troposfer serta
kesalahan jam satelit juga dianggap kecil, serta efek
multipath dianggap tidak ada dengan memilih sudut
elevasi di atas 15 derajat, maka persamaan (2-1)
menjadi

P ( Li )    c.dt  d ion   [ P ( Li )]

x

 


 

Jarak geometri dapat ditulis sebagai



s

 xr  y s  yr  z s  zr

(2-2)



(2-3)

Sehingga persamaan (2-2) dapat diungkapkan menjadi

Yogyakarta, 3 Oktober 2013










P ( Li )  xs  xr  y s  yr  z s  zr 

c.dt  d ion   [ P ( Li )]

(2-4)

Untuk penentuan posisi dari persamaan (2-4)
dibutuhkan pengamatan jarak P minimal dari 4 satelit
secara simultan sehingga 4 koordinat yang tidak
diketahui yaitu xr , yr , zr , dan c.dt dapat diestimasi.
Posisi GNSS stasiun BAKO yang sudah tepat
ditentukan menggunakan dua frekuensi sinyal GNSS

dan dengan jaringan pengamatan GNSS lainnya
dianggap sebagai posisi referensi untuk mengukur
tingkat akurasi posisi GNSS dengan frekuensi tunggal.
Posisi GNSS ditentukan dalam koordinat EarthCentered Earth-Fixed (ECEF) di mana koordinat X
pada arah titik potong garis khatulistiwa dengan garis
meridional nol derajat, arah Y pada arah titik potong
garis khatulistiwa dengan garis meridian 90 derajat,
dan arah Z searah dengan arah kutub, dengan pusat
sumbu koordinat di pusat bumi.
Akurasi posisi GNSS diukur dengan rata-rata
simpangan mutlak (dx, dy dan dz) antara posisi GNSS
frekuensi tunggal dengan posisi referensi stasiun
BAKO yang dapat ditulis sebagai

dx  a bs( xr  x0 ) 

dy  a bs yr  y0 

dz  a bs zr  z0 

(2-5)
(2-6)
(2-7)

Di mana subscript r menunjukkan posisi stasiun
BAKO menggunakan satu frekuensi L1 dan subscript
0 menunjukkan posisi referensi yang presisi.
Penjelasan penentuan posisi GNSS frekuensi
tunggal dengan single receiver atau dikenal dengan
metode absolut dapat dilihat pada makalah Buldan
(2011). Adapun dalam penilitian ini telah digunakan
software RTKLIB dengan pilihan posisiton mode
dipilih single, orbit satelit digunakan data yang presisi
tinggi yaitu data dengan ekstensi sp3 dapat
didownload dari http://sopac.ucsd.edu. Untuk melihat
pengaruh ionosfer telah digunakan 3 jenis penentuan
posisi yaitu 1, tanpa koreksi ionosfer, 2, dengan
koreksi ionosfer model klobuchar dan 3, dengan
koreksi model Global Ionospheric Map (GIM). Model
Klobuchar dapat diperoleh dari http://cddis.nasa.gov,
dan GIM untuk tanggal yang sama dengan data GNSS
stasiun
BAKO
dapat
didownload
dari
ftp://ftp.unibe.ch/aiub/CODE.
Untuk melihat sejauh mana peningkatan akurasi
posisi setelah aplikasi model ionosfer, penentuan
posisi dilakukan pada tiga solusi yang berbeda. Solusi
pertama tanpa menggunakan model ionosfer, yang
kedua menggunakan model ionosfer Klobuchar dan
terakhir menggunakan model GIM.
Peningkatan akurasi setelah penerapan model
diperoleh dengan perbandingan antara posisi
terkoreksi model GIM dan Klobuchar dengan posisi

Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan Teknik

Yogyakarta, 3 Oktober 2013

Mean Absolute Deviation, X, BAKO, Oktober 2003

yang tidak dikoreksi dengan model ionosfer.

10
Tanpa koreksi ionosfer

3. HASIL DAN PEMBAHASAN
MAD (meter)

Koreksi ionosfer GIM

6

4

2

0

23

24

25

26

27

28

29

30

31

tanggal

Mean Absolute Deviation, Y, BAKO, Oktober 2003
15
Tanpa koreksi ionosfer
Koreksi ionosfer Klobuchar
Koreksi ionosfer GIM

MAD (meter)

Simpangan posisi stasiun BAKO dari hasil
perhitungan posisi dari data kode terhadap posisi yang
tepat untuk 3 jenis posisi yang ditentukan tanpa
koreksi ionosfer, dengan koreksi ionosfer model
Klobuchar dan dengan model GIM ditunjukkan pada
Gambar 3-1 untuk koordinat X dan Y. Dan setelah
dihitung nilai rata-rata simpangan mutlak dalam satu
hari diperoleh variasi harian simpangan posisi BAKO
seperti pada Gambar 3-2. Gambar 3-3 dan Gambar 34 masing-masing adalah perbandingan rata-rata harian
simpangan mutlak setelah koreksi dengan model
Klobuchar dan GIM terhadap simpangan posisi yang
belum dikoreksi dengan model ionosfer. Gambar 3-5
menunjukkan rata-rata harian simpangan posisi
sebelum dan sesudah koreksi ionosfer menggunakan
model Klobuchar, dan model GIM.
Gambar 3-6 lebih khusus lagi menunjukkan
variasi jaman simpangan mutlak rata-rata pada tanggal
30 Oktober 2003 pada saat terjadi simpangan terbesar
seperti dapat dilihat pada Gambar 3-1 sampai 3-5.

Koreksi ionosfer Klobuchar

8

10

5

0

23

24

25

26

27
28
tanggal

29

30

31

Mean Absolute Deviation, Z, BAKO, Oktober 2003
10
Tanpa koreksi ionosfer
Koreksi ionosfer Klobuchar
Koreksi ionosfer GIM

MAD (meter)

8

6

4

2

0

23

24

25

26

27
28
tanggal

29

30

31

Gambar 3-2. Mean Absolute Deviation (MAD) posisi
BAKO arah X (atas) arah Y (tengah) dan arah Z
(bawah).

Gambar 3-1. Simpangan posisi stasiun BAKO yang
diestimasi dengan data kode pada frekuensi L1 dalam
arah X (atas), dan arah Y (bawah).
Aplikasi model ionosfer pada penentuan posisi dengan
data GPS pada L1 stasiun BAKO tanggal 23-31
Oktober 2003, dan data orbit presisi dapat
meningkatkan akurasi posisi sekitar 5-70 % dengan
koreksi ionosfer model Klobuchar sebagaimana dilihat
pada Gambar 3-3. Dari Peningkatan akurasi tersebut
bervariasi cukup besar dari hari ke hari yang
disebabkan oleh variasi akurasi model ionosfer yang
digunakan dari hari ke hari yang disebabkan oleh
gangguan ionosfer yang bersumber dari aktivitas
matahari.

Pada tanggal 28 dan 29 Oktober telah terjadi
badai matahari CME yang mengarah ke bumi dan
menimbulkan badai geomagnet yang diikuti badai
ionosfer. Saat badai ionosfer terjadi, aplikasi model
Klobuchar tidak dapat meningkatkan akurasi posisi
disebabkan oleh karena kesalahan model Klobuchar
yang semakin besar pada saat tersebut sehingga
penerapan model Klobuchar pada 30 Oktober justru
menurunkan akurasi posisi. Ini bisa terjadi jika terjadi
badai ionosfer negatif sangar besar sehingga Model
Klobucar memprediksi bias ionosfer lebih besar dari
bias ionosfer yan sebenarnya.
Setelah penerapan model GIM terlihat adanya
peningkatan akurasi yang nyata seperti terlihat pada
Gambar 3-4 yaitu sekitar 38-88 % dibandingkan tanpa
koreksi ionosfer.

Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan Teknik

Yogyakarta, 3 Oktober 2013

Arah X, BAKO, Oktober 2003, GIM

Arah X, BAKO, Oktober 2003, Klobuchar
60

70
60

peningkatan akurai (%)

peningkatan akurai (%)

40

20

0

-20

50
40
30
20
10

-40

23

24

25

26

27
28
29
30
tanggal
Arah Y, BAKO, Oktober 2003, Klobuchar

31

0

23

24

80

25

26

27
28
tanggal

29

30

31

30

31

Arah Y, BAKO, Oktober 2003, GIM
90
80

40

peningkatan akurai (%)

peningkatan akurai (%)

60

20
0
-20
-40
-60

23

24

25

26

27
28
tanggal

29

30

31

70
60
50
40
30
20
10
0

23

24

Arah Z, BAKO, Oktober 2003, Klobuchar

25

26

27
28
tanggal

29

Arah Z, BAKO, Oktober 2003, GIM

60
50

70

40

60

peningkatan akurai (%)

peningkatan akurai (%)

80

30
20
10
0

50
40
30
20
10

23

24

25

26

27
28
tanggal

29

30

31

Gambar 3-3. Peningkatan akurasi posisi setelah
koreksi ionosfer model Klobuchar diterapkan, arah X
(atas), arah Y (tengah) dan arah Z (bawah)
Peningkatan terbesar aplikasi model GIM pada
arah Y mulai 59 sampai 88 %, karena stasiun BAKO
dalam arah Y mendekati vertikal dengan sudut zenith
sekitar 15 derajat. Peningkatan akurasi posisi dengan
GIM bervariasi dan paling kecil saat terjadi badai
geomagnet yang hanya dapat mencapai 59 % lebih
akurat dibandingkan posisi tanpa koreksi model GIM.
Dari Gambar 3-5 diketahui adanya peningkatan
yang nyata setelah penerapan model GIM dalam
penentuan posisi BAKO dengan hanya menggunakan
data kode pada frekuensi L1. Di mana akurasi posisi
GPS BAKO yang terletak di daerah lintang rendah,
besarnya dalam orde sekitar 1 meter dan yang terbesar
simpangannya adalah pada arah Y walupun
peningkatan akurasi posisi dibandingkan tanpa koreksi
ionosfer adalah terbesar yaitu dari sekitar 8.8 meter
menjadi 1.9 meter.

0

23

24

25

26

27
28
tanggal

29

30

31

Gambar 3-4. Peningkatan akurasi posisi BAKO
setalah model TEC GIM diterapkan
Dari rata-rata jaman simpangan mutlak posisi
BAKO pada Gambar 3-6 diketahui bahwa terjadi
peningkatan simpangan posisi pada tanggal 30
Oktober 2003 pada jam 16 :00 UT atau jam 23 LT di
mana simpangannya bisa mencapai 24 meter pada saat
tersebut. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
mengetahui secara rinci pengaruh gangguan ionosfer
yang disebabkan oleh badai geomagnet tanggal 30
Oktober 2003 karena penerapan model GIM pada jam
tersebut tetap tidak dapat meingkatkan akuarsi posisi
secara nyata. Diduga telah terjadi sintilasi ionosfer
yang besar pada saat tersebut. Oleh karena itu kajian
lebih lanjut dampak gangguan ionosfer pada tanggal
30 Oktober 2003 perlu dilakukan lebih rinci
menggunakan data yang tidak hanya terletak di lokasi
lintang rendah tetapi juga yang ada di lintang tengah
dan tinggi agar diketahui perbedaan akurasi PPP saat
terjadi gangguan ionosfer global 30 Oktober 2003.

Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan Teknik

X, 23-31 Oktober 2003

4. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

3

Simpangan (m)

2.5

2

1.5

1

0.5

0

1
2
3
1: tanpa model ionosfer 2: model Klobuchar 3: Model GIM

Y, 23-31 Oktober 2003
9
8

Simpangan (m)

7
6
5
4
3
2
1
0

1

Yogyakarta, 3 Oktober 2013

2

3

1: tanpa model ionosfer 2: model Klobuchar 3: Model GIM

Arah Z, 23-31 Oktober 2003
4

3.5

Telah dilakukan penerapan model ionosfer pada
penentuan posisi presisi di daerah lintang rendah.
Antara dua model ionosfer yang digunakan diketahui
bahwa peningkatan akurasi posisi GPS dapat dicapai
sampai 88 persen menggunakan model GIM. Selama
pengamatan 23 – 31 Oktober model GIM dapat
meningkatkan akurasi sampai 58 - 88 % sedangkan
model Klobuchar antara 5 - 70 %. Walaupun demikian
pada hari terjadinya badai ionosfer tanggal 30 Oktober
2003 aplikasi model GIM hanya dapat dapat
mereduksi kesalahan ionosfer sampai 59 %. Rata-rata
akurasi PPP dengan data kode GPS frekuensi tunggal
antara 1 - 2 meter.
Walaupun pada saat terjadi gangguan ionosfer
yang ekstrim tetapi dengan mengambil rata-rata
simpangan posisi dengan PPP menunjukkan akurasi
tetap sekitar satu sampai dua meter. Oleh karena itu
pengukuran dengan GPS frekuensi tunggal hendaknya
dilakukan minimal dalam satu hari untuk mereduksi
pengaruh gangguan ionosfer saat aktifitas matahari
sedang tinggi.
Penentuan posisi presisi dengan GPS frekuensi
tunggal menggunakan data kode dan menerapkan
model GIM cocok untuk navigasi laut dan darat dan
keperluan lain yang hanya membutuhkan akurasi
sekitar 1-2 meter pada saat aktivitas matahari tinggi.

Rata-rata simpangan (m)

3

5. DAFTAR REFERENSI

2.5

2

1.5

1

0.5

0

1

2

3

1: tanpa model ionosfer 2: model Klobuchar 3: Model GIM

Gambar 3-5. Rata-rata simpangan mutlak selama
pengamatan posisi BAKO 23-31 Oktober 2003, 1=
tanpa koreksi ionosfer, 2=dengan koreksi model
Klobuchar dan 3= dengan koreksi model GIM.
Simpangan posisi BAKO arah Y

rata-rata simpangan (m)

25

20

15

10

5

0
29

29.25

29.5

29.75

30

30.25

30.5

30.75

31

Tanggal (Oktober 2003)

Gambar 3-6. Rata-rata jaman simpangan mutlak
satsiun BAKO setelah penerapan model GIM pada 30
Oktober 2003.

Abdel-salam M. , Precise Point Positioning Using UnDifferenced
Code
and
Carrier
Phase
Observations, PhD thesis, The University of
Calgary, Canada, 2005.
Buldan M., Pengaruh ionosfer pada akurasi
penentuan posisi GPS single frequency pada
saat terjadi badai matahari, Jurnal Sains
Dirgantara, Vol. 9 No. 1, Desember 2011.
Choy, 2009, ACCURACY OF SINGLE FREQUENCY
PRECISE POINT POSITIONING (PPP) , PhD
Thesis, MRIT University, 2009.
El-Rabbany, Introduction to GPS: The Global
Positioning System (2nd edition),
Artech
House, Boston, MA., 2006.