keterampilan berpikir kreatif melalui pe (1)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan

mempunyai

peran

yang

sangat

menentukan

bagi

perkembangan dan perwujudan individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan
negara. Kemajuan suatu kebudayaan tergantung pada cara kebudayaan tersebut
mengenali, menghargai, dan memanfaatkan sumber daya manusia dan hal ini

berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang diberikan kepada anggota
masyarakatnya, kepada peserta didik (Munandar,

1999: 4). Pembangunan di

bidang pendidikan sebagai salah satu bagian dari pembangunan nasional, perlu
diwujudkan guna peningkatan dan kemajuan sektor pendidikan. Kualitas dan
kuantitas pendidikan sampai saat ini masih merupakan suatu masalah yang paling
menonjol dalam setiap usaha pembaharuan sistem pendidikan nasional. Kedua
masalah tersebut sulit ditangani secara simultan karena dalam upaya
meningkatkan kualitas, masalah kuantitas terabaikan demikian pula sebaliknya.
Merosotnya kualitas pendidikan banyak mendapat sorotan dari
masyarakat, peserta lulusan kependidikan, para pendidik dan pemerintah. Oleh
karena itu pemerintah berupaya semaksimal mungkin mengadakan perbaikan dan
penyempurnaan di bidang pendidikan karena itu tidak mengherankan bila masalah
pendidikan tidak pernah tuntas di manapun, termasuk di negara yang maju
sekalipun. Sebagai langkah antisipasi, maka pendidikan banyak diarahkan pada
penataan proses belajar, penggunaan dan pemilihan metode belajar secara tepat.

58


Kesemuanya dimaksudkan untuk pencapaian hasil belajar semaksimal mungkin.
Biologi merupakan wahana untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap
dan nilai serta tanggung jawab kepada lingkungan, masyarakat, bangsa dan negara
yang beriman dan bertaqwa.
Pada kenyataannya di lapangan, proses berpikir kreatif siswa di sekolah
justru jarang diperhatikan. Sistem pendidikan di sekolah cenderung menuntut
peserta didik untuk mencari suatu jawaban yang benar terhadap soal-soal yang
diberikan guru, hal ini telah mengisolasi kemampuan peserta didik untuk dapat
berpikir tingkat tinggi termasuk berpikir kreatif (Munandar, 1999).
Berpikir kreatif bukanlah sebuah hadiah, tetapi merupakan sebuah proses
yang harus ditempuh oleh seluruh peserta didik agar dapat lebih mandiri dalam
memecahkan suatu permasalahan yang dihadapainya. Misalnya di dalam
pembelajaran biologi, dibutuhkan kemampuan berpikir secara luwes dan fleksibel
guna memunculkan ide-ide dalam pemecahan suatu permasalahan pada pelajaran
tersebut. Artinya, siswa harus mampu berpikir kreatif dari segala upaya sebagai
pemecahan masalah pembelajaran biologi di sekolah.
Kita menyadari bahwa pelajaran biologi berkaitan dengan cara mencari
tahu dan memahami


tentang alam secara sistematis sehingga pembelajaran

biologi bukan hanya untuk penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa faktafakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan, sehingga siswa dituntut untuk dapat berpikir kritis dan kreatif.
Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif pada diri peserta didik diperlukan
perubahan dalam metode, model, pendekatan maupun media pembelajaran di

58

sekolah guna mencapai tujuan dan keberhasilan dalam pembelajaran. Model
pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar (Suprijono, 2011: 46). Adanya perubahan kurikulum, guru harus
mampu merancang pembelajaran yang mampu memotivasi peserta didik untuk
lebih aktif, kreatif dan berpikir kritis. Dengan adanya perubahan kurikulum
sekarang ini, dalam proses pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator
sedangkan yang lebih aktif adalah peserta didik. Pengelolaan pembelajaran dapat
optimal apabila guru mampu menempatkan dirinya dalam keseluruhan proses.
Artinya, guru harus mampu menempatkan diri sebagai fasilitator dan mediator
dalam proses pembelajaran. Menurut Prabowo (dalam Trianto, 2007:10) bahwa

dalam pengelolaan pembelajaran guru hendaknya jangan menjadi single actor
yang mendominasi pembicaraan dalam proses belajar mengajar. Hal yang harus
dilakukan seorang guru antara lain dengan menerapkan model pembelajaran yang
sesuai dan berusaha menambah pengetahuan tentang materi biologi itu sendiri.
Dalam pengajaran biologi, suatu model atau metode pengajaran tertentu
belum tentu cocok untuk setiap pokok bahasan, sehingga guru harus memilih
model pembelajaran yang sesuai dengan pokok bahasan yang diajarkan. Untuk
memilih model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat dan materi yang akan
diajarkan, juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran
tersebut dan tingkat kemampuan peserta didik. Menurut Johnson (dalam Trianto,
2010:55) untuk mengetahui kualitas model pembelajaran harus dilihat dari dua
aspek, yaitu proses dan produk. Aspek Proses mengacu apakah pembelajaran

58

mampu menciptakan situasi belajar yang menyenangkan (joyful learning) serta
mendorong siswa untuk aktif belajar dan berpikir kreatif. Aspek produk mengacu
apakah pembelajaran mampu mencapai tujuan, yaitu meningkatkan kemampuan
siswa sesuai dengan standar kemampuan atau kompetensi yang ditentukan.
Agar terjadi proses interaksi antara guru dan siswa sebagaimana yang

dikehendaki, diperlukan suatu model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan
pendidikan, situasi, fasilitas, pribadi guru dan profesionalnya. Sebagai guru yang
baik harus dapat menguasai bermacam-macam model dan pendekatan
pembelajaran, sehingga dapat memilih model dan pendekatan tepat yang harus
diterapkan pada kelas tertentu dan pokok bahasan tertentu pula. Model
pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model
pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran.
(Rusman, 2010). Pemilihan pendekatan pembelajaran pada pembelajaran biologi
adalah hal yang paling penting dalam proses belajar mengajar guna tercapainya
tujuan pengajaran serta mampu mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran di
kelas.
Pendekatan terpadu (Integrated Approach) merupakan pendekatan
pembelajaran yang menggunakan pendekatan antar bidang studi (Trianto,2007).
Unsur pembelajaran yang dipadukan dapat berupa konsep dengan proses, konsep
dari satu mata pelajaran dengan konsep mata pelajaran lain, atau juga dapat
berupa penggabungan suatu metode dengan metode lain (Sriyati, 2008).
Pendekatan terpadu (Integrated Approach) dirancang untuk membantu peserta
didik memahami suatu teori atau masalah sosial secara mendalam melalui

58


pengalaman belajar yang lebih mendorong siswa untuk aktif, kritis dan kreatif
dalam proses pembelajaran sehingga mempunyai kompetensi, tanggung jawab,
berpartisipasi aktif, belajar untuk mengkaji suatu masalah, belajar untuk menilai.
Pendekatan berangkat dari teori pembelajaran yang menolak drill-system sebagai
dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak (Depdiknas, 2007).
Pada uraian sebelumnya, telah dipaparkan bahwa salah satu pendekatan
yang dapat membelajarkan siswa berpikir kreatif dan aktif adalah dengan
pendekatan terpadu (Integrated Approach). Pembelajaran dengan pendekatan
terpadu dapat memancing berpikir kreatif siswa, karena siswa dihadapkan dengan
permasalahan pada kehidupan sehari-hari, dekat dengan dunianya, mempermudah
dan memotivasi peserta didik untuk mengenal, menerima, menyerap, dan
memahami keterkaitan atau hubungan antar konsep, pengetahuan, nilai atau
tindakan yang terdapat dalam beberapa Kompetensi Dasar dan Indikator. Dengan
demikian, pembelajaran dengan pendekatan terpadu (Integrated Approach)
menuntun kemampuan belajar peserta didik lebih baik, baik dalam aspek
intelegensi maupun kreativitas (Depdiknas, 2007:28).
SMP Negeri 4 Kota Sukabumi yang dijadikan sebagai tempat penelitian
merupakan sekolah berstandar nasional dan dalam kegiatan belajar mengajar
biologi masih menggunakan metode konvensional yaitu pembelajaran terpusat

pada guru, guru menggunakan metode ceramah untuk menyampaikan materi
biologi kepada peserta didik. Dalam pelaksanaan pembelajarannya muncul
beberapa kendala yang dapat menghambat proses kegiatan belajar mengajar di
kelas diantaranya peserta didik pasif, pembelajaran lebih terpusat pada guru dan

58

peserta didik tidak terbiasa untuk berpikir kritis dan kreatif. Pengembangan
kreativitas sejak usia dini perlu dilakukan, tinjauan penelitian tentang proses
kreativitas, kondisi-kondisinya serta cara-cara yang dapat memupuk, merangsang,
dan mengembangkanya menjadi sangat penting (Munandar,1999).
Dari permasalahan di atas peneliti akan mengangkatnya melalui sebuah
penelitian dengan judul ”Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMP Negeri 4
Kota Sukabumi Kelas VIII Melalui Pendekatan Terpadu (Integrated Approach)
pada Materi Bahan Kimia Dalam Makanan “

B.

Rumusan Masalah


1.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

rumusan masalahnya sebagai berikut :
a.

Bagaimanakah keterampilan berpikir kreatif
siswa melalui pendekatan terpadu (Integrated Approach) pada konsep bahan
kimia dalam makanan ?

b.

Bagaimana

tanggapan

siswa


terhadap

pendekatan terpadu (Integrated Approach) yang digunakan dalam proses
pembelajaran ?
2.

Batasan Masalah
Untuk memudahkan dalam penelitian supaya efektif dan efisien serta

mengingat keterbatasan kemampuan penulis dalam penelitian, maka penulis akan
membatasi masalah-masalah tersebut, yaitu :

58

a.

Pendekatan pembelajaran yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan terpadu (Integrated approach)

b.


Keterampilan berpikir kreatif pada penelitian
ini meliputi empat indikator keterampilan berpikir kreatif antara lain : berpikir
lancar (Fluency), berpikir luwes (Flexibelity), berpikir kebaruan (Originality)
dan berpikir merinci (Ellaboration).

c.

Konsep bahan kimia dalam makanan yang
akan disampaikan pada siswa dengan menggunakan pendekatan terpadu
(Integrated Approach) dalam penelitian ini dilakukan pada Kompetensi Dasar
sebagai berikut :
Materi dan perubahannya

: Mendeskripsikan bahan kimia alami dan
buatan dalam kemasan yang terdapat dalam
bahan makanan.

Makhluk hidup dan proses kehidupan


: mendeskripsikan sistem pencernaan

pada manusia dan hubungannya dengan
kesehatan.
C. Tujuan Penelitan
Berdasarkan permasalahan yang ada tujuan dilaksanakannya penelitian ini
adalah

untuk

mengetahui

keterampilan

berpikir

kreatif

siswa

melalui

pembelajaran dengan menggunakan pendekatan terpadu (Integrated Approach).

D. Manfaat Penelitian

58

Manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah berguna bagi
kemajuan pendidikan, adapun manfaat yang diharapkan penulis sebagai berikut :
1.

Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
terpadu (Integrated Approach) dapat mendorong siswa untuk dapat lebih
berperan aktif dalam pembelajaran, masing-masing anggota kelompok
memiliki banyak kesempatan untuk berkontribusi, interaksi lebih mudah,
banyak ide yang muncul dan lebih banyak tugas yang bisa dikerjakan.

2.

Dapat

memberikan

informasi

dan

menambah

wawasan ilmu pengetahuan kepada siswa dan guru serta semua pihak yang
terkait dengan dunia pendidikan terutama bidang pendidikan biologi.
3.

Guru

menjadi

terampil

dalam

menggunakan

pendekatan dalam proses pembelajaran.

E. Kerangka Pemikiran
Keterampilan merupakan suatu kemampuan melakukan sesuatu dengan
baik. Keterampilan berpikir kreatif dapat dikelompokan menjadi keterampilan
berpikir dasar dan keterampilan berpikir kompleks (Munandar, 1999). Berpikir
kreatif dan cara pengukurannya manurut Munandar yaitu: (1) berpikir lancar
didefinisikan: (a) mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah,
atau pertanyaan, (b) memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan
berbagai hal, (c) selalu memikirkan lebih dari satu jawaban. (2) Berpikir luwes
didefinisikan; (a) menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang
bervariasi, (b) dapat melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, (c)

58

mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda, (d) mampu mengubah
cara pendekatan atau pemikiran. (3) Berpikir orisinil, didefinisikan: (a) mampu
melahirkan ungkapan baru yang unik, (b) memikirkan cara yang tidak lazim untuk
mengungkapkan diri, (c) mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim
dari bagian-bagian atau unsur-unsur. (4) Keterampilan mengelaborasi atau
merincikan didefinisikan: (a) mampu memperkaya dan mengembangkan suatu
gagasan-gagasan atau produk, (b) menambah atau terperinci detil-detil dari suatu
objek, gagasan, atau situasi sehingga lebih menarik.
Menurut Joni, T. R (dalam Trianto, 2010), Pembelajaran terpadu
merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara
individual maupun kelompok, aktif mencari, menggali dan menemukan konsep
serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna dan otentik. Senada dengan
pendapat di atas menurut Hadisubroto (dalam Trianto, 2007), pembelajaran
terpadu adalah pembelajaran yang diawali dengan suatu pokok bahasan atau tema
tertentu yang dikaitkan dengan pokok bahasan lain, konsep tertentu dikaitkan
dengan konsep lain, yang dilakukan secara spontan atau direncanakan, baik satu
bidang studi atau lebih, dan dengan beragam pengalaman belajar anak, maka
pembelajaran akan lebih bermakna.
Apabila dikaitkan dengan tingkat perkembangan anak, pembelajaran
terpadu

merupakan

pendekatan

pembelajaran

yang

memperhatikan

dan

menyesuaikan pemberian konsep sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Pendekatan berangkat dari teori pembelajaran yang menolak drill-system sebagai
dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak Depdikbud (dalam

58

Trianto, 2007). Menurut Ujang Sukandi, Dkk (dalam Trianto, 2010), pembelajaran
terpadu memiliki satu tema aktual, dekat dengan dunia siswa, dan ada kaitannya
dengan kehidupan sehari-hari. Tema ini menjadi alat pemersatu materi yang
beragam dari beberapa materi pelajaran. Secara umum prinsip-prinsip
pembelajaran terpadu dapat diklasifikasikan menjadi : (1) prinsip penggalian
tema; (2) prinsip pengelolaan pembelajaran; (3) prinsip evaluasi; dan (4) prinsip
reaksi.
Menurut Depdiknas (2007), pembelajaran terpadu memiliki kelebihan
sebagai berikut : (1) pengalaman dan kegiatan belajar anak relevan dengan tingkat
perkembangannya. (2) kegiatan yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan
anak. (3) kegiatan belajar bermakna bagi anak, sehingga hasilnya dapat bertahan
lama. (4) keterampilan berpikir anak berkembang dalam proses pembelajaran
terpadu. (5) kegiatan belajar mengajar bersifat pragmatis sesuai lingkungan anak.
(6) keterampilan sosial anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu.

58

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Keterampilan Berpikir Kreatif
Menurut Munandar (1999) berpikir kreatif merupakan kemampuan yang
didasarkan pada informasi atau data yang diperoleh, data atau informasi yang ada
atau yang telah diperoleh tersebut dapat menemukan banyak kemungkinan
jawaban pada suatu masalah. Sementara itu (Boulden, 2002) mendefinisikan
berpikir kreatif merupakan sebagai suatu jawaban pada suatu masalah lebih
ditekankan pada kuantitas, ketepatgunaan dan keragaman jawaban.
Ditinjau dari aspek kehidupan manapun, kebutuhan akan kreativitas
sangatlah penting. Kita menghadapi macam-macam tantangan, baik dalam bidang
ekonomi, poilitik, lingkungan, kesehatan, maupun dalam bidang sosial dan
budaya. Meningkatnya otomatisasi dalam perusahaan modern membawa dampak
bahwa pengambilan keputusan perorangan dan pemikiran konstruktif dalam
bekerja tidak diperlukan lagi. Semakin panjangnya waktu-waktu luang
menyebabkan kita membutuhkan penyaluran energi ke usaha atau kegiatan
kreatif, namun yang biasanya kita lihat adalah bahwa sesudah bekerja orang
cenderung mengikuti hiburan (entertainment) secara pasif atau melakukan
kegiatan kelomok yang semuanya sudah ditentukan aturan mainnya. Bahkan

58

dalam kehidupan pribadi dan keluarga tampak ada kecenderungan kuat ke arah
penstereotipan (perilaku klise), seakan-akan perilaku asli (Originality) dipandang
sebagai sesuatu hal yang aneh bahkan dapat berbahaya.
Sepanjang sejarah umat manusia, kreativitas menjadi topik perhatian,
tetapi baru sejak beberapa dasawarsa kreativitas menjadi subjek penelitian ilmiah
dan empiris. Salah satu kendala konseptual utama terhadap studi kreativitas adalah
pengertian tentang kreativitas sebagai sifat yang diwarisi oleh orang yang
berbakat luar biasa atau genius. Kreativitas diasumsikan sebagai proses
menantang ide-ide dan cara-cara melakukan hal-hal yang sudah diterima untuk
menemukan solusi-solusi atau konsep-konsep baru (Boulden, 2002).
Berpikir kreatif sebagai ciri-ciri bakat dari berpikir kreatif yang meliputi
kelancaran, kelenturan atau keluwesan (fleksibilitas), keaslian (orisinalitas), dan
keterperincian (elaboration) (Munandar, 1999). Dari definisi-definisi di atas dapat
penulis simpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan atau
menemukan sesuatu yang baru, dan atau memodifikasi sesuatu yang sudah ada
sehingga manfaatnya bernilai lebih dibanding sebelumnnya.
1. Ciri-ciri dan Indikator Berpikir kreatif
Biasanya anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas
dan menyukai kegemaran dan aktivitas yang kreatif. Anak dan remaja kreatif
biasanya cukup mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Mereka lebih berani
mengambil resiko (tetapi dengan perhitungan) dari pada anak-anak pada
umumnya. Artinya dalam melakukan sesuatu yang bagi mereka amat penting dan
disukai mereka tidak terlalu menghiraukan kritik atau ejekan orang lain. Mereka

58

pun tidak takut untuk membuat kesalahan dan mengemukakan pendapat mereka
walaupun mungkin tidak disetujui orang lain. Orang yang inovatif berani untuk
berbeda, menonjol, membuat kejutan atau menyimpang dari tradisi. Rasa percaya
diri, keuletan dan ketekunan membuat mereka tidak putus asa dalam mencapai
tujuan mereka. Adapun Indikator Berpikir kreatif siswa menurut (Munandar,
1999) sebagai berikut:
a. Kemampuan Berpikir Lancar (fluency)
Kemampuan berpikir lancar meliputi kemampuan peserta didik di dalam
memunculkan banyak pertanyaan, gagasan dan jawaban. Di dalam berpikir lancar,
peserta didik harus mampu memunculkan banyak cara atau saran untuk
melakukan berbagai hal. Peserta didik juga harus selalu memikirkan lebih dari
satu jawaban dalam memecahkan suatu permasalahan. Adapun perilaku peserta
didik yang diharapkan muncul adalah mengajukan banyak pertanyaan dan
menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan serta selalu memikirkan
lebih dari satu jawaban.
b. Kemampuan Berpikir luwes (flexibility)
Kemampuan berpikir luwes meliputi kemampuan peserta didik dalam
memunculkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi dan beragam.
Pada indikator berpikir luwes ini, siswa harus dapat melihat suatu masalah dari
sudut pandang yang berbeda-beda. peserta didik mencari banyak alternatif atau
arah yang berbeda-beda serta mampu mengubah cara pendekatan atau cara
pemikiran. Ciri-ciri yang muncul dari peserta didik meliputi kemunculan aneka
ragam penggunaan yang tidak lazim terhadap suatu objek.

58

Perilaku pada peserta didik lainnya yang diharapkan muncul yaitu dapat
memberikan macam-macam penafsiran terhadap suatu gambar, cerita atau
masalah. Kemudian peserta didik mampu menerapkan suatu konsep dengan cara
yang berbeda-beda pula. Peserta didik mampu memberi pertimbangan terhadap
situasi yang berbeda dari yang diberikan orang lain kemudian dalam membahas
suatu situasi, siswa selalu mempunyai posisi yang berbeda atau bertentangan
dengan mayoritas kelompok. Jika diberikan suatu masalah, biasanya memikirkan
macam-macam cara yang berbeda-beda untuk menyelesaikannya dan mampu
mengubah arah berpikir secara spontan.
c. Kemampuan Berpikir orsinil atau kebaruan (Orginality)
Kemampuan berpikir orsinil atau kebaruan meliputi kemampuan
memunculkan atau melahirkan ungkapan baru dan unik, memikirkan cara yang
tidak lazim untuk mengungkapkan diri dan mampu membuat kombinasikombinasi dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Ciri-ciri yang muncul dari
perilaku peserta didik yaitu memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak
terpikirkan oleh orang lain dan mempertanyakan cara-cara yang lama serta
berusaha memikirkan cara-cara yang baru. Selain itu peserta didik cenderung
memilih asimetri dalam memilih dalam membuat gambar atau desain. Peserta
didik memiliki cara berpikir yang lain dari yang lain. Setelah membaca atau
mendengar gagasan-gagasan, berusaha untuk menemukan hal yang baru.
d. Kemampuan Berpikir Merinci (Ellaboration)
Keterampilan mengelaborasi atau merincikan didefinisikan: (a) mampu
memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan-gagasan atau produk, (b)
menambah atau memerinci detil-detil dari suatu objek, gagasan, atau situasi

58

sehingga lebih menarik. Individu yang terampil mengelaborasi akan berperilaku:
mencari arti lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan
melakukan langkah-langkah terperinci, mengembangkan atau memperkaya
gagasan orang lain, mencoba atau menguji detil-detil untuk melihat arah yang
akan ditempuh, mempunyai rasa keindahan yang kuat sehingga tidak puas dengan
penampilan yang kosong atau sederhana, menambahkan garis-garis, warna-warna,
dan detil-detil terhadap gambarnya sendiri atau gambar orang lain.

B. Pendekatan Terpadu
Pendekatan ini merupakan yang intinya memadukan dua unsur atau lebih
dalam suatu kegiatan pembelajaran. (Sriyati, 2008). Pendekatan ini merupakan
pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan antar bidang studi.
Pendekatan ini diusahakan dengan cara menggabungkan bidang studi dengan cara
menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep, dan sikap
yang saling tumpang tindih di dalam beberapa bidang studi. (Trianto, 2007).
Unsur pembelajaran yang dipadukan dapat berupa konsep dengan proses, konsep
dari satu mata pelajaran dengan konsep mata pelajaran lain, atau dapat juga
berupa penggabungan suatu metode dengan metode lain.
1. Keunggulan “Integrated Approach”
Pendekatan terpadu memiliki beberapa keunggulan atau kekuatan
dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional, diantaranya Saud (dalam
Sriyati, 2008) :
a. Mendorong guru untuk mengembangkan kreativitas

58

b. Memberikan

peluang

bagi

guru

untuk

mengembangkan

situasi

pembelajaran yang utuh, menyeluruh, dinamis, dan bermakna sesuai
dengan keinginan dan kemampuan guru maupun kebutuhan dan kemauan
siswa
c. Mempermudah dan memotivasi siswa untuk mengenal, menerima,
menyerap, dan memahami keterkaitan atau hubungan antar konsep
d. Menghemat waktu, tenaga dan sarana serta biaya pembelajaran, disamping
menyederhanakan langkah-langkah pembelajaran.
2. Model Pembelajaran Terpadu
Model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implementasi
kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jejang pendidikan,
mulai dari tingkat dasar (SD/MI) sampai tingkat menengah (SMA/MA). Model
pembelajaran ini pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran
yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif
mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan
otentik (Depdiknas, 2007).
Pembelajaran terpadu diawali dengan penentuan tema atau topik tentang
suiatu wacana yang dibahas dari berbagai sudut pandang atau disiplin keilmuan
yang mudah dipahami dan dikenal peserta didik. Dalam pembelajaran IPA
terpadu, suatu konsep atau tema dibahas dari berbagai aspek bidang kajian dalam
bidang kajian IPA. Misalnya tema lingkungan dapat dibahas dari sudut dan proses
kehidupan, energi dan perubahannya, dan materi dan sifatnya. Dengan demikian
melalui pembelajaran terpadu ini beberapa konsep yang relevan untuk dijadikan

58

tema tidak perlu dibahas berulang kali dalam bidang kajian yang berbeda,
sehingga penggunaan waktu untuk pembahasannya lebih efisien dan pencapaian
tujuan pembelajaran juga diharapkan akan lebih efektif.
Pembelajaran terpadu sebagai suatu konsep dapat dikatakan sebagai suatu
pendekatan belajar mengajar yang melibatkan beberapa bidang studi untuk
memberikan pengalaman bermakna kepada anak didik. Dikatakan bermakna
karena dalam pengajaran terpadu, anak akan memahami konsep-konsep yang akan
mereka pelajari itu melalui pengamatan langsung dan menghubungkannya dengan
konsep lain yang mereka pahami.
Pembelajaran terpadu akan terjadi jika kejadian yang wajar atau eksplorasi
suatu topik merupakan inti dalam pengembangan kurikulum. Dengan berperan
secara aktif di dalam eksplorasi tersebut, siswa akan mempelajari materi ajar dan
proses belajar beberapa bidang studi dalam waktu yang bersamaan. Dalam
pernyataan tersebut jelas bahwa sebagai pemacu dalam pelaksanaan pembelajaran
terpadu adalah melalui eksplorasi topik (Trianto, 2007).
Pendidikan

Nasional

berdasarkan

Undang–Undang

Dasar

Negara

Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengembangkan fungsi tersebut
pemerintah menyelenggarakan suatu penyempurnaan sistem pendidikan nasional

58

melalui pembaharuan kurikulum sebagaimana tercantum dalam Undang–Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (Depdiknas, 2007).
Kerangka dasar dan struktur KTSP meliputi 4 komponen, yaitu ditunjukan
seperti pada gambar
Standar Kompetensi
(SK)
Kompetensi Dasar (KD)

Penilaian
Berbasis Kelas
(PBK)
Kerangka Dasar dan
Struktur Kurikulum
Kegiatan Belajar
Mangajar (KBM)

Pengelolaan Kurikulum
Berbasis Sekolah
(PKBS)

Gambar 2.1 Kerangka Dasar KTSP
Sumber : Trianto 2010; 25
Menurut Ujang Sukandi (dalam Trianto, 2010), pembelajaran terpadu
memiliki satu tema aktual, dekat deangan dunia siswa, dan ada kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari. Tema ini menjadi alat pemersatu materi yang beragam dari
beberapa materi pembelajaran. Pengajaran terpadu perlu memilih materi beberapa
mata pelajaranyang mungkin dan saling terkait. Dengan demikian, materi-materi
yang dipilih dapat mengungkapkan tema secara bermakna. Pengajaran terpadu
tidak boleh bertentangan dengan tujuan kurikulum yang berlaku, tetapi sebaliknya
pembelajaran terpadu harus mendukung pencapaian tujuan pembelajaran yang
termuat dalam kurikulum. (Trianto, 2010). Keberhasilan pembelajaran terpadu
akan lebih optimal jika perencanaan mempertimbangkan kondisi dan potensi
peserta didik (minat, bakat, kebutuhan dan kemampuan ) dalam mengembangkan

58

pembelajaran terpadu dapat dilihat pada alur penyusunan perencanaan
pembelajaran terpadu.
Membuat matriks atau
bagan hubungan KD dan
tema topik pemersatu.

Menetapkan bidang kajian
yang akan dipadukan.

Mempelajari SK dan KD
bidang kajian.

Merumuskan indikator
pembelajaran terpadu.

Menentukan Tema atau
topik pemersatu.

Menyusun silabus
pembelajaran terpadu.

Memetakan KD dan tema
pemersatu.

Menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran
terpadu.

Gambar 2.2 Alur Penyusunan Perencanaan Pembelajaran Terpadu
Sumber : Sriyati, 2008
a. Prinsip Dasar Pembelajaran Terpadu
Materi pembelajaran yang dapat dipadukan dalam satu tema perlu
mempertimbangkan karakteristik siswa, seperti minat, kemampuan, kebutuhan
dan pengetahuan awal. Materi pelajaran yang dipadukan tidak perlu terlalu
dipaksakan. Artinya, materi yang tidak mungkin dipadukan tidak perlu dipadukan
(Trianto, 2007). Menurut Trianto (2007: 9), secara umum prinsip-prinsip
pembelajaran terpadu dapat diklasifikasikan menjadi: (1) prinsip penggalian tema;
(2) prinsip pengelolaan pembelajaran; (3) prinsip evaluasi; dan (4) prinsip reaksi.

58

b. Karakteristik Pembelajaran Terpadu
Karakteristik pembelajara terpadu

menurut Depdiknas (1996: 1),

pembelajaran terpadu sebagai suatu proses mempunyai beberapa karakteristik atau
ciri-ciri, yaitu: holistik, bermakna, otentik, dan aktif. (1) Holistik, suatu gejala
atau fenomena yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu diamati
dan dikaji dari beberapa bidang kajian serkaligus, tidak dari sudut pandang yang
terkotak-kotak. Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa untuk memahami
suatu fenomena dari segala sisi. Pada gilirannya nanti, hal ini akan membuat siswa
menjadi lebih arif dan bijak di dalam menyikapi atau menghadapi kejadian yang
ada di depan mereka, (2) Bermakna, pengkajian suatu fenomena dari berbagai
macam aspek seperti yang dijelaskan di atas, memungkinkan terbentuknya suatu
jalinan antar konsep-konsep yang berhubungan yang disebut skemata. Hal ini
akan berdampak pada kebermaknaan dari meteri yang dipelajari. (3) Otentik,
pembelajaran terpadu memungkinkan siswa memahami secara langsung prinsip
dan konsep yang ingin dipelajarinya melalui kegiatan belajar secara langsung.
Mereka memahami dari hasil belajarnya sendiri, bukan sekedar pemberitahuan
guru. (4) Aktif, pembelajaran terpadu menekankan keaktifan siswa dalam
pembelajaran, baik secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional guna
tercapainya hasil belajar yang optimal dengan mempertimbangkan hasrat, minat
dan kamampuan siswa sehingga mereka termotivasi untuk terus menerus belajar.
c. Kelebihan Pembelajaran Terpadu
Pembelajaran terpadu dalam kenyatannya memiliki beberapa kelebihan
menurut Depdikbud (dalam Trianto, 2010), pembelajaran terpadu memiliki

58

kelebihan sebagai berikut : (1) pengalaman dan kegiatan belajar anak relevan
dengan tingkat perkembangannya. (2) kegiatan yang dipilih sesuai dengan minat
dan kebutuhan anak. (3) kegiatan belajar bermakna bagi anak, sehingga hasilnya
dapat bertahan lama. (4) keterampilan berfikir anak berkembang dalam proses
pembelajaran terpadu. (5) kegiatan belajar mengajar bersifat pragmatis sesuai
lingkungan anak. (6) keterampilan sosial anak berkembang dalam proses
pembelajaran terpadu. Keterampilan sosial ini antara lain adalah : kerja sama,
komunikasi, dan mau mendengarkan pendapat orang lain.
c.

Sintaks Pembelajaran Terpadu
Secara konkret sintaks pembelajaran terpadu dapat dilihat pada tabel 2.1.

Sintaks ini dikembangkan dengan mengadopsi model pembelajaran langsung yang
diintegrasikan dengan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran
langsung terlihat dari fase-fase yang digunakan maupun langkah-langkah yang
ditempuh guru, sedangkan sintaks pembelajaran kooperatif ditunjukan pada
kegiatan guru di fase 3 dan 4 (Trianto, 2007).
Tabel 2.1 Tabel Sintaks Pembelajaran Terpadu
Sumber: Trianto, 2010
Tahap

Fase-1
Pendahuluan

Fase-2

Tingkah Laku Guru
1. Mengaitkan pelajaran sekarang dengan
pelajaran sebelumnya
2. Memotivasi siswa
3. Memberikan pertanyaan kepada siswa untuk
mengetahui konsep-konsep prasarat yang
sudah dikuasai oleh siswa
4. Menjelaskan tujuan pembelajaran ( KD dan
Indikator)
1. Presentasi konsep-konsep yang harus
dikuasai oleh siswa melalui demonstrasi dan
bahan bacaan
2. Presentasi keterampilan proses yang

58

Presensi Materi

Fase-3
Membimbing
Pelatihan

Fase-4
Menelaah
pemahaman dan
memberikan umpan
balik
Fase-5
Mengembangkan
dengan memberikan
kesempatan untuk
pelatihan lanjutan
dan penerapan
Fase-6
Menganalisis dan
mengevaluasi

dikembangkan
3. Presentasi alat dan bahan yang dibutuhkan
melalui charta
4. Memodelkan penggunaan peralatan melalui
charta
1. Menempatkan siswa ke dalam kelompokkelompok belajar
2. Mengingatkan cara siswa bekerja dan
berdiskusi secara kelompok sesuai komposisi
kelompok
3. Membagi buku siswa dan LKS
4. Mengingatkan cara menyusun laporan hasil
kegiatan
5. Memberikan bimbingan seperlunya
6. Mengumpulkan hasil kerja kelompok setelah
batas waktu yang telah ditentukan
1. Mempersiapkan kelompok belajar untuk
diskusi kelas
2. Meminta salah satu anggota kelompok untuk
mempresentasikan hasil kegiatan sesuai
dengan LKS yang telah dikerjakan
3. Meminta anggota kelompok lain menanggapi
hasil presentasi
4. Membimbing siswa menyimpulkan hasil
diskusi
1. Mengecek dan memberikan umpan balik
terhadap tugas yang dilakukan
2. Membimbing siswa menyimpulkan seluruh
materi pembelajaran yang baru saja dipelajari
3. Memberikan tugas rumah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi
atau evaluasi terhadap kinerja mereka

Salah satu kunci pembelajaran terpadu yang terdiri dari beberapa bidang
kajian adalah penyediaan lingkungan belajar yang menempatkan peserta didik
mendapat pengalaman belajar yang dapat menghubungkaitkan konsep-konsep dari
bidang kajian. Berikut ini contoh materi sistem pernapasan pada manusia dengan

58

menggunakan model pendekatan terpadu dengan tema yang bernuansa IPALingkungan-Teknologi-Masyarakat.
Pengaruh bahan kimia dalam
kehidupan sehari - hari

Pengaruh asap rokok terhadap
lingkungan (pencemaran udara)

Materi dan sifatnya

ROKOK

Lingkunga
n
Pengaruh rokok terhadap kesehatan

Gangguan pada sistem
pernapasan

Kesehatan

Makhluk hidap dan proses kehidupan

Gambar 2.3. Jaringan Tema Rokok
Sumber: Trianto, 2007
C. Materi Pembelajaran
1. Bahan Kimia dalam Makanan
Selain melihat dan mengetahui ciri ciri makanan yang menggunakan zat
kimia berbahaya. alangkah baiknya juga kita mengetahui jenis jenis zat kimia
berbahaya yang terdapat di dalam makanan atau jajanan. Berikut adalah 9 zat
kimia berbahaya yang umumnya terdapat dalam makanan dan jajanan (Ahmad,
2011).
Sakarin

fungsinya sebagai pemanis buatan. Akibatnya sakarin akan

mengendap dalam ginjal dan memicu pertumbuhan kanker mukosa kandung
kemih. Siklamat fungsinya sebagai pemanis buatan. Akibatnya siklamat dapat
menyebabkan penyakit leukemia. Nitrosamin fungsinya sebagai aroma khas sosis,
keju, kornet, ham, dan dendeng. Akibatnya nitrosamin memicu kanker karena
bersifat karsinogenik. MSG fungsinya sebagai penyedap rasa. Akibatnya MSG
dapat meningkatkan risiko kanker, ginjal, dan merusak jaringan lemak. Rhodamin

58

B fungsinya pewarna pada tekstil dan kertas. Akibatnya rhodamin b meningkatkan
risiko kanker hati dan gangguan pencernaan. Metanil Yellow fungsinya pewarna
pada tekstil dan cat. Akibatnya metanil yellow dapat meningkatkan risiko kanker.
Formalin fungsinya pengawet nonmakanan dan disinfektan. Akibatnya formalin
merusak hati, jantung, otak, limpa, dan sistem saraf pusat. Boraks fungsinya
pengawet nonmakanan dan pestisida. Akibatnya boraks dapat merusak fungsi
otak, hati, lemak, dan ginjal Bisphenol A fungsinya zat kimia pada plastik
penyimpan makanan. Akibatnya bisphenol A dapat mengakibatkan kanker
payudara (Putranto, 2010).
2. Sistem Pencernaan pada Manusia
Sistem pencernaan makanan pada manusia terdiri dari beberapa organ,
berturut-turut dimulai dari 1. Rongga Mulut, 2. Esofagus, 3. Lambung, 4. Usus
Halus, 5. Usus Besar, 6. Rektum, 7. Anus.

Gambar 2.4 Sistem Pencernaan Pada Manusia
Sumber: Sudihhartati (2010)
a. Rongga Mulut
Mulut merupakan saluran pertama yang dilalui makanan. Pada rongga
mulut, dilengkapi alat pencernaan dan kelenjar pencernaan untuk membantu
pencernaan makanan. Pada Mulut terdapat :

58

1) Gigi, memiliki fungsi memotong, mengoyak dan menggiling makanan
menjadi partikel yang kecil-kecil. Perhatikan gambar disamping.

Gambar 2.5 Gigi pada Manusia
Sumber: Sudihhartati (2010)
2) Lidah, memiliki peran mengatur letak makanan di dalam mulut serta
mengecap rasa makanan.
3) Kelenjar Ludah
Ada 3 kelenjar ludah pada rongga mulut. Ketiga kelenjar ludah tersebut
menghasilkan ludah setiap harinya sekitar 1 sampai 2,5 liter ludah. Kandungan

Gambar 2.6 Kelenjar Ludah pada Rongga Mulut
Sumber: Sudihhartati (2010)
b. Esofagus (Kerongkongan)
Esofagus merupakan saluran yang menghubungkan antara rongga mulut
dengan lambung. Pada ujung saluran esophagus setelah mulut terdapat daerah
yang disebut faring. Pada faring terdapat klep, yaitu epiglotis yang mengatur
makanan agar tidak masuk ke trakea (tenggorokan). Fungsi esophagus adalah

58

menyalurkan makanan ke lambung. Agar makanan dapat berjalan sepanjang
esophagus, terdapat gerakan peristaltik sehingga makanan dapat berjalan menuju
lambung.
c. Lambung
Lambung adalah kelanjutan dari esophagus, berbentuk seperti kantung.
Lambung dapat menampung makanan 1 liter hingga mencapai 2 liter. Dinding
lambung disusun oleh otot-otot polos yang berfungsi menggerus makanan secara
mekanik melalui kontraksi otot-otot tersebut. Ada 3 jenis otot polos yang
menyusun lambung, yaitu otot memanjang, otot melingkar, dan otot menyerong.
Selain pencernaan mekanik, pada lambung terjadi pencernaan kimiawi dengan
bantuan senyawa kimia yang dihasilkan lambung. Senyawa kimiawi yang
dihasilkan lambung adalah :
d. Usus Halus

Gambar 2.7 Usus Pada Manusia
Sumber: Sudihhartati (2010)
Usus halus merupakan kelanjutan dari lambung. Usus halus memiliki
panjang sekitar 6-8 meter. Usus halus terbagi menjadi 3 bagian yaitu duodenum (±
25 cm), jejunum (± 2,5 m), serta ileum (± 3,6 m). Pada usus halus hanya terjadi

58

pencernaan secara kimiawi saja, dengan bantuan senyawa kimia yang dihasilkan
oleh usus halus serta senyawa kimia dari kelenjar pankreas yang dilepaskan ke
usus halus.
3. Gangguan pada Sistem Pencernaan Manusia
Gangguan pada sistem pencernaan makanan dapat disebabkan oleh pola
makan yang salah, infeksi bakteri, dan kelainan alat pencernaan. Di antara
gangguan-gangguan ini adalah diare, sembelit, tukak lambung, peritonitis, kolik,
sampai pada infeksi usus buntu (apendisitis) (Mardiningsih, 2009).
a. Diare
Apabila kim dari perut mengalir ke usus terlalu cepat maka defekasi
menjadi lebih sering dengan feses yang mengandung banyak air. Keadaan seperti
ini disebut diare. Penyebab diare antara lain ansietas (stres), makanan tertentu,
atau organisme perusak yang melukai dinding usus. Diare dalam waktu lama
menyebabkan hilangnya air dan garam-garam mineral, sehingga terjadi dehidrasi.
b. Konstipasi (Sembelit)
Sembelit terjadi jika kim masuk ke usus dengan sangat lambat. Akibatnya,
air terlalu banyak diserap usus, maka feses menjadi keras dan kering. Sembelit ini
disebabkan karena kurang mengkonsumsi makanan yang berupa tumbuhan
berserat dan banyak mengkonsumsi daging
c. Tukak Lambung (Ulkus).
Dinding lambung diselubungi mukus yang di dalamnya juga terkandung
enzim. Jika pertahanan mukus rusak, enzim pencernaan akan memakan bagianbagian kecil dari lapisan permukaan lambung. Hasil dari kegiatan ini adalah

58

terjadinya tukak lambung. Tukak lambung menyebabkan berlubangnya dinding
lambung sehingga isi lambung jatuh di rongga perut. Sebagian besar tukak
lambung ini disebabkan oleh infeksi bakteri jenis tertentu.
Beberapa gangguan lain pada sistem pencernaan antara lain sebagai
berikut: Peritonitis; merupakan peradangan pada selaput perut (peritonium).
Gangguan lain adalah salah cerna akibat makan makanan yang merangsang
lambung, seperti alkohol dan cabe yang mengakibatkan rasa nyeri yang disebut
kolik. Sedangkan produksi HCl yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
gesekan pada dinding lambung dan usus halus, sehingga timbul rasa nyeri yang
disebut tukak lambung. Gesekan akan lebih parah kalau lambung dalam keadaan
kosong akibat makan tidak teratur yang pada akhirnya akan mengakibatkan
pendarahan pada lambung. Gangguan lain pada lambung adalah gastritis atau
peradangan pada lambung. Dapat pula apendiks terinfeksi sehingga terjadi
peradangan yang disebut apendisitis

58

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahan dalam menafsirkan istilah yang digunakan
dalam penelitian ini, maka diperlukan penjelasan tentang istilah yang digunakan
yaitu ;
a. Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan berpikir yang dimiliki oleh
siswa yang di dalamnya mencakup berpikir lancar (fluency), berpikir luwes
(flexibility), berpikir asli (originality), dan berpikir elaborasi (ellaboration).
Masing-masing indikator diukur kemunculannya melalui tes kemampuan
berpikir kreatif.
b. Pendekatan

terpadu

(Integrated

Approach)

merupakan

suatu

sistem

pembelajaran yang memungkinkan siswa, baik secara individual maupun
kelompok, aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip
keilmuan secara holistik, bermakna dan otentik.

B. Metode penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, berupa studi tindak
lanjut yaitu mempelajari perkembangan dan perubahan subyek sampel diberikan
perlakuan khusus atau kondisi tertentu dalam kurun waktu tertentu sampai selesai
(Sudjana dan Ibrahim, 2009). Penelitian ini bertujuaan untuk mengungkapkan

58

atau menggambarkan kondisi keterampilan berfikir kreatif siswa dengan
dilakukannya pembelajaran pendekatan terpadu (integrated approach).

C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII semester 2 tahun
Ajaran 2010/2011 di SMP Negeri 4 Kota Sukabumi sebanyak satu kelas yaitu
kelas VIII A.

D. Instrumen penelitian
Untuk memperoleh data tentang keterampilan berfikir kreatif dalam
penelitian, digunakan beberapa instrumen diantaranya sebagai berikut :
1. Tes Tertulis Keterampilan Berpikir Kreatif
Tes ini digunakan untuk memperoleh data tentang keterampilan berpikir
kreatif siswa dalam bentuk soal esay yang berjumlah 8 soal. Soal disusun
berdasarkan indikator pencapaian keterampilan berpikir kreatif yang diberikan
setelah pembelajaran dengan pendekatan terpadu (Integrated Approach) pada
materi bahan kimia dalam makanan.
2. Angket Untuk Siswa
Angket berupa sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari siswa untuk mengetahui tanggapan mengenai
penggunaan pendekatan dalam pembelajaran dengan pendekatan terpadu
(Integrated Approach) selama proses pembelajaran.

58

E. Langkah-langkah Penelitian
1. Tahap Persiapan
a. Studi kepustakaan
b. Penyusunan proposal penelitian
c. Penyusunan instrumen penelitian berdasarkan indikator kemampuan
berpikir kreatif dan kesesuaian dengan materi bahan kimia dalam makanan
d. Judgement instrumen penelitian dilakukan oleh dosen yang berkompeten
tentang kreativitas. Hal ini dilakukan untuk melihat kecocokan antara
setiap indikator kemampuan berpikir kreatif dengan instrumen yang dibuat
2. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian di SMP 4 Kota Sukabumi, sebagai berikut
a.

Siswa diberikan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan terpadu
(Integrated Approach)

b.

Memberikan

pengarahan

kepada

siswa

mengenai

pembelajaran

pendekatan terpadu (Integrated Approach)
c.

Siswa diberikan pengantar mengenai materi yang akan disampaikan

d.

Siswa diberikan tes untuk mengukur keterampilan berpikir kreatif

e.

Siswa diberikan angket yang berisi pernyataan tentang pendekatan
terpadu (Integrated Approach)

3. Tahap Akhir
a. Mengolah data hasil penelitian
b. Menganalisis data hasil penelitian
c. Menarik kesimpulan

58

F. Analisis Uji Instrumen
Dalam menganalisis butir soal yang diujicobakan digunakan rumus-rumus
sebagai berikut :
1. Validitas Tes
Suatu alat evaluasi disebut valid (absah atau sahih) apabila alat tersebut
mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Oleh karena itu
keabsahannya tergantung pada sejauh mana ketepatan alat evaluasi itu dalam
melaksanakan fungsinya. Dengan demikian suatu alat evaluasi disebut valid jika
ia dapat mengevaluasi dengan tepat sesuatu yang dievaluasinya. Rumus yang
digunakan untuk menguji validitas item adalah rumus korelasi product moment
dengan angka kasar yang dikemukakan oleh (Suherman dan Yaya, 1990)
N(ΣXY) – (ΣX)(ΣY)
Rxy

=
√ (NΣX² - (ΣX)²(NΣY² - (ΣY)²)

Keterangan :
Rxy
= validitas butir soal
N
= jumlah peserta Tes
X
= skor suatu butir soal
Y
= skor total tiap soal uji coba
ΣXY
= jumlah perkalian XY
Interpretasi yang lebih rinci mengenai nilai rxy tersebut dibagi kedalam
kategori sepereti berikut ini
Tabel 3.1 Klasifikasi Validitas Butir Soal

Rentang
0,80 - 1,00
0,60 - 0,79
0,40 - 0,59
0,20 - 0,39
0,00 - 0,19

Keterangan
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah
(Suherman dan Sukjaya: 1990)

58

2. Uji Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas suatu tes adalah berhubungan dengan tingkat kepercayaan,
reliabilitas tes berhubungan dengan masalah ketepatan hasil tes. Untuk
pengukuran suatu reliabilitas digunakan rumus sebagai berikut: (Arikunto, 2009:
88)
nr
rnn

=
1 + (n-1)r

Keterangan:
rnn = besarnya koefisien reliabilitas sesudah tes ditambah butir soal
baru
n

= berapa kali butir soal ditambah

r

= besar koefisien reliabilitas sebelum ditambah butir soal
Tabel 3.2 Klasifikasi Reliabilitas Tes
Rentang
0,80 - 1,00
0,60 - 0,79
0,40 - 0,59
0,20 - 0,39
0,00 - 0,19

Keterangan
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah
(Suherman dan Sukjaya: 1990)

Dari perhitungan reliabilitas instrumen yang diuji cobakan diperoleh nilai
sebesar 0,74. ini menunjukan bahwa tingkat reliabilitas instrumen termasuk
kategori tinggi.
3. Daya pembeda
Daya pembeda adalah suatu butir soal seberapa jauh kemampuan butir soal
tersebut mampu membedakan antrara testi yang mengetahui jawabannya dengan
benar dengan desti yang tidak dapat menjawab soal tersebut. Daya pembeda suatu

58

soal tes dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Suherman
dan Sukjaya, 1990):
BA BB
D=―-―
JA JB
Keterangan:
D = daya pembeda
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan
benar
BB = banyak peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan
benar
JA = banyak peserta kelompok atas (27% dari seluruh peserta)
JB = banyak peserta kelompok bawah (27% dari seluruh peserta)
Kalisifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang banayak digunakan
adalah :
Tabel 3.3 Klasifikasi Daya Pembeda
Rentang
50% ke atas
30% - 49%
20% - 29%
10% - 19%
-9%
4.

Keterangan
Sangat baik
Baik
Agak baik, kemungkinan harus direvisi
Buruk, sebaiknya dibuang
Sangat buruk, harus dibuang
(Suherman dan Sukjaya: 1990)

Indeks kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu

sukar. Bilangan yang menunjukan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks
kesukaran (Difficulty Index). Taraf kesukaran dihitung dengan menggunakan
rumus menurut (Arikunto, 2009:208):

58

B
P=―
JS
Keterangan:
P= indeks kesukaran
B= banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar
J= jumlah seluruh siswa peserta tes
Klasifikasi indek kesukaran yang paling banyak digunakan dapat dilihat
pada tabel :
Tabel 3.4 Klasifikasi Indeks Kesukaran
Rentang
86% - 100%
71% - 85%
31% - 70%
16% - 30%
0% - 15%

Keterangan
Sangat mudah, sebaiknya dibuang
Mudah
Sedang
Sukar
Sangat sukar, sebaiknya dibuang
(Suherman dan Sukjaya: 1990)

Dari perhitungan tingkat kesukaran 8 butir soal yang diujicobakan, soal
tersebut semuanya memiliki tingkat kesukaran sedang, terlihat pada tabel 3.7
Tabel 3.5 Rekafituilasi Hasil Uji Coba Instrumen
No

Validitas

1
2
3
4
5
6
7
8

Tinggi
Tinggi
Cukup
Cukup
Tinggi
Tinggi
Cukup
Tinggi

Reliabelitas

Tinggi

Daya
Pembeda
Buruk
Agak baik
Agak baik
Agak baik
Baik
Agak baik
Sangat buruk
Agak baik

Tingkat
Kesukaran
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang

keterangan
Direvisi
Dipakai
Dipakai
Dipakai
Dipakai
Dipakai
Diganti
Dipakai

G. Analisis Data Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan alat analisis statistik
deskritif dalam menganalisis data yang diperoleh. Dalam menganalisis data yang

58

diperoleh baik dari rubrik penilaian dan angket siswa masing-masing sebagai
berikut:
1. Tes tertulis
Data yang diperoleh dalam penelitian ini diambil dari jawaban-jawaban
siswa pada soal esay yang diberikan pada saat tes, kemudian dianalisis untuk
mengetahui

persentase

kemunculan

indikator

berpikir

kreatif.

Teknik

pengumpulan dan pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a.

Menentukan skor mentah dengan rentang nilai 0-3

b.

Mengubah skor mentah menjadi bentuk nilai dengan
menggunakan rumus di bawah ini:
R
NP

=

x 100 %
SM

Keterangan :
NP
= Nilai persen yang dicari tau diharapkan
R
= Skor mentah yang diperoleh siswa
SM
= Skor maksimum dari tes yang bersangkutan
c.

Nilai yang didapatkan diubah dalam bentuk skala 1-

100, kemudian dikelompokan ke dalam ketegori tingkat kesukaran menurut
Arikunto (2009) dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.6 Kriteria Tingkat Kesukaran
Rentang
80% - 100%
66% - 79
56% - 65%
40% - 55%
< 0%

Keterangan
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah

58

2. Angket Siswa
Data yang diperoleh dari angket atau ceklis, dijumlahkan atau
dikelompokan sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan. Maka akan
diperoleh informasi mengenai respon siswa terhadap model pembelajaran yang
digunakan dan berpikir kreatifnya serta hambatan dalam mengembangkan berpikir
kreatifnya. Langkah yang dilakukan untuk mengolah data angket siswa yaitu
dalam bentuk persentase dengan rumus sebagai berikut:
f
% = ― x 100 %
N
(Sudjana, 2010: 131)
Keterangan:
% = persentase jawaban
f = jumlah siswa yang memberi jawaban
N = jumlah seluruh siswa

58

H. Alur Penelitian
Penyusunan Proposal

Persiapan


Penyusunan Instrument



Judgment atau evaluasi
instrument



Pengkajian dan revisi
instrument



Menyusun Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)

Pelaksanaan Pembelajaran di Kelas

Pengumpulan Data

Analisis Data

Pembahasan

Menarik Kesimpulan

Gambar 3.1 Alur Penelitian

58

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi uraian yang berkenaan dengan hasil penelitian tentang
keterampilan berpikir kreatif siswa dengan penekanan penelitian melaui postes
dan angket untuk mengtahui tanggapan siswa mengenai pendekatan yang
digunakan dalam proses belajar mengajar. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui keterampilan berpikir kreatif siswa serta tanggapan mengenai
pendekatan yang digunakan selama pembelajaran pada materi bahan kimia dalam
makanan. Data yang disajikan pada bab ini dalam bentuk tabel presentase
keterampilan berpikir kreatif siswa pada tiap indikator keterampilan berpikir
kreatif. Selain dalam bentuk tabel juga disajikan dalam bentuk grapik pencapaian
skor rata-rata tiap indikator ketarmpilan berpikir kreatif, serta penyajian tabel
presentasi tapsiran mengenai tanggapan siswa terhadap pendekatan yang
digunakan selama proses pembelajaran.
A. Hasil Penelitian
1. Kemampuan Berpikir Kreatif
Setelah data diambil dan diolah maka didapatkan persentase kemapuan
berpikir kreatif siswa, untuk melihat kemampuan berpikir kreatif masing-masing
siswa dapat dilihat pada tabel 4.1

58

Tabel 4.1 Persentase Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Nomor

Nam