PENGARUH VARIABEL OPERASI TERHADAP EKSTRAKSI MINYAK DARI BIJI KARET DENGAN PELARUT HEKSANA DAN ETHANOL Tuty Emilia A, Diah Zulfika, Pratiwi Hanurani

PENGARUH VARIABEL OPERASI TERHADAP EKSTRAKSI
MINYAK DARI BIJI KARET DENGAN PELARUT
HEKSANA DAN ETHANOL

Tuty Emilia A, Diah Zulfika, Pratiwi Hanurani

Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

Abstract
Ekstraksi minyak biji karet adalah suatu metode pemisahan minyak dari biji karet dengan
menggunakan suatu larutan zat kimia. Pemisahan minyak ini berdasarkan perbedaan kelarutan minyak
dari bahan- bahan lainnya yang terkandung dalam biji karet terhadap pelarutnya. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah jenis pelarut (heksana dan ethanol), konsentrasi heksana (5090%)dan berat biji karet (20-40 gram). Ekstraksi dilakukan selama 4 jam. Untuk menentukan kualitas
minyak dilakukan analisa berat jenis, angka asam, angka penyabunan dan indeks bias terhadap minyak
yang dihasilkan. Hasil yang didapat dari penelitian ini yaitu jenis pelarut yang baik untuk
mengekstraksi minyak biji karet adalah heksana dibandingkan dengan ethanol, serta semakin tinggi
konsentrasi pelarut serta semakin berat biji karet maka akan semakin banyak minyak yang diperoleh.
Volume minyak serta persentase rendemen tertinggi dari ekstraksi minyak biji karet didapat dengan
menggunakan 40 gram biji karet dan konsentrasi heksana 90%.
Kata kunci : Minyak Biji Karet, ekstraksi, pelarut.

Rubber seed oil extraction is a method of oil separation from rubber seed by using chemical
solvent. This oil separation is based on the solubility difference between oil and other material in the
rubber seed to the solvent. Solvent type (hexane and ethanol), hexane concentration (50-90%) and
weight of rubber seed (20-40 gram) were used as variables in this research. The extraction was done
for 4 hours. To determine the quality of the rubber seed oil, specific gravity, acid value, saponification
value, and refraction index were analyzed. It was found that hexane was superrior than ethanol in the
rubber seed oil extraction. The volume of rubber seed oil extracted increase with increasing the
concentration of solvent and weight of rubber seed. The highest volume of rubber seed oil extracted
and the highest percentage of rendement was found by using 40 gram of rubber seed and 90% 0f
hexane concentration.
Keyword : rubber seed oil, extraction, solvent.
I. PENDAHULUAN
Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis L.)
merupakan jenis tanaman dikotil yang mampu
tumbuh hingga mencapai tinggi puluhan meter.
Tanaman karet dapat bertahan dalam kondisi
apapun, ini karena kemampuannya untuk
beradaptasi pada pergantian musim. Pada musim

panas, biji karet banyak berjatuhan akibat adanya

panas.
Biji karet berpotensi menjadi produk
samping dari perkebunan karet yang tersebar
luas di Indonesia. Selama ini biji karet hampir
tidak mempunyai nilai ekonomis sama sekali dan
hanya dimanfaatkan sebagai benih generatif
pohon
karet. Kenyataannya
biji
karet

mengandung minyak nabati yang dapat
dimanfaatkan menjadi input yang berharga pada
berbagai industri.
Minyak biji karet (Rubber Seed Oil) dapat
digolongkan sebagai semidrying oil yang dapat
digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan
dalam industri. Minyak biji karet dapat
digunakan dalam industri cat, faktis, alkid resin,
biodiesel dan bahan bantu dalam pembuatan

genteng, industri baja, cor beton, keramik dan
lain-lain. Selain itu pengolahan biji karet juga
memungkinkan untuk menghasilkan produk
samping yaitu bungkil biji karet sebagai pakan
ternak dan tempurung biji untuk bahan baku
arang aktif.
Minyak biji karet diperoleh dari biji karet
dengan cara pengempaan (pressing) atau
ekstraksi pelarut. Metoda yang lebih umum
digunakan adalah pengempaan secara mekanik.
Namun metoda ini membutuhkan energi yang
relatif besar dibandingkan dengan ekstraksi.
Sehingga, metoda ekstraksi dengan pelarut
menjadi alternatif yang diharapkan memberikan
hasil yang lebih baik.
Sehingga, penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan minyak dari biji karet dengan
metoda ekstraksi, menentukan kondisi operasi
yang paling baik pada ekstraksi minyak biji karet,
serta dapat mengetahui kualitas minyak biji karet

yang dihasilkan, berdasarkan analisa berat jenis,
angka penyabunan, indeks bias, dan angka asam.
II. TEORI
2.1. Minyak Biji Karet
Minyak biji karet dapat diperoleh dengan
dengan berbagai cara diantaranya ekstraksi
secara sokletasi. Jaksen (1992) telah melakukan
penelitian tentang ekstraksi minyak biji karet
secara sokletasi dan menentukan sifat fisiko
kimianya. Pemisahan minyak ini berdasarkan
perbedaan antara kelarutan minyak dan bahanbahan lainnya yang terkandung di dalam biji
karet terhadap pelarutnya. Kemudian dengan
cara menguapkan pelarutnya maka didapat
minyak murni.Minyak biji karet termasuk semi
drying oil (minyak nabati mengering) dan mudah
teroksidasi. Minyak biji karet tidak ekonomis
bila dijadikan sebagai minyak makan dan sangat
baik bila dijadikan sebagai bahan industri resin,
vernis, linoleum, tinta cetak, minyak pelumas
dan minyak gemuk (Swern dalam Ma’ali, 1982).


2.2. Metode Pengambilan Minyak Biji Karet
Ada tiga metode yang dapat dilakukan
dalam pengambilan minyak dari biji karet, yaitu:
1. Metode Rendering (Krengsengan)
Merupakan metode tradisional yang
dilakukan dengan cara memanaskan biji
karet sampai minyaknya keluar. Metode ini
terdiri dari dua cara, yaitu krengsengan
kering dan krengsengan basah. Metode ini
tidak efektif karena hasil minyak
mengandung impurities.
2. Metode Press (Penekanan)
Merupakan metode dengan penekanan atau
pengempaan biji karet hingga hancur dan
mengeluarkan minyak. Sebelum biji karet
dipres, terlebih dahulu dibuang kulitnya.
Ada dua cara pengepresan, yaitu
pengepresan pada suhu rendah atau cold
pressing

dan
pengepresan
dengan
pemanasan atau hot pressing. Pemanasan ini
berfungsi
untuk
mengurangi
mikroorganisme dan enzim pengotor.
3. Metode Ekstraksi
Metode ini dilakukan dengan cara
memasukkan biji karet ke dalam suatu
larutan zat kimia. Sehingga minyak yang
terkandung dalam biji karet akan
terpisahkan dari ampasnya. Pemisahan
minyak ini berdasarkan perbedaan antara
kelarutan minyak dan bahan-bahan lainnya
yang terkandung di dalam biji karet terhadap
pelarutnya.
Kemudian
dengan

cara
menguapkan pelarutnya maka didapat
minyak murni. Sehingga metode ini paling
efektif daripada metode-metode sebelumnya.
2.3. Ekstraksi
Suatu proses ekstraksi biasanya melibatkan
tahap-tahap berikut:
a. Pencampuran bahan ekstraksi dengan
pelarut dan membiarkannya saling kontak.
Dalam hal ini terjadi perpindahan massa
secara difusi pada bidang antar muka bahan
ekstraksi dengan pelarutnya. Dengan
demikian terjadi pelarutan ekstrak.
b. Memisahkan larutan ekstrak dari raffinate
yang sering dilakukan dengan cara
penjernihan atau filtrasi.
c. Mengisolasi ekstrak dari larutan ekstrak dan
mendapatkan kembali pelarut, umumnya
dilakukan dengan menguapkan pelarut.


Dalam hal-hal tertentu larutan ekstrak dapat
langsung diolah lebih lanjut atau diolah
setelah dipekatkan.
Dalam proses ekstraksi, pemilihan pelarut
memegang peraan yang penting untuk
menentukan berhasil tidaknya proses ekstraksi
tersebut.
Pemilihan
pelarut
umumnya
dipengaruhi faktor-faktor berikut:
1. Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak
yang diinginkan. Pada ekstraksi bahan-bahan
alami, sering juga bahan lain (missal minyak
dan resin) ikut dibebaskan bersama-sama
dengan ekstrak yang diinginkan. Oleh karena
itu larutan ekstrak harus dibersihkan, yaitu
misalnya
dengan

diekstraksi
lagi
menggunakan pelarut kedua.
2. Kelarutan
Pelarut sedapat mungkin memiliki
kemampuan melarutkan ekstrak yang besar,
sehingga jumlah pelarut dapat lebih sedikit.
3. Kemampuan tidak saling bercampur
Pada ekstraksi cair-cair pelarut tidak
boleh atau hanya terbatas larut dalam bahan
ekstraksi.
4. Kerapatan
Pada proses ekstraksi, terutama pada
ekstraksi cair0cair, sedapat mungkin terdapat
perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut
dan bahan ekstraksi. Hal ini bertujuan agar
kedua fasa dapat dengan mudah dipisahkan
kembali setelah terjadinya pencampuran.
Apabila perbedaan kerapatan kecil, seringkali
pemisahan

harus
dilakukan
dengan
menggunakan gaya sentrifugal (misalnya
dengan ekstraktor sentrifugal).
5. Reaktivitas
Pada umumnya pelarut tidak boleh
sampai menyebabkan perubahan secara
kimia pada komponen-komponen bahan
ekstraksi. Sebaliknya dalam hal-hal tertentu
diperlukan adanya reaksi kimia (misalnya
pembentukan garam) untuk mendapatkan
selektivitas yang tinggi.
6. Titik Didih
Pemisahan hasil ekstrak dan pelarut
biasanya dilakukan dengan penguapan,
destilasi atau rektifikasi, maka oleh karena
itu titik didih kedua bahan tidak boleh
terlalu dekat atau membentuk aseotrop.
7. Kriteria lain-lain


Selain kriteria di atas pelarut sedapat
mungkin harus:
Murah
Tersedia dalam jumlah yang besar
Tidak beracun
Tidak dapat terbakar
Tidak korosif
Memiliki viskositas yang rendah
Stabil secara kimia dan termis.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan
a. Bahan yang digunakan dalam ekstraksi
1. Biji Karet
2. Heksana dan Etanol 96%
3. Aquadest
4. Es Batu (pendingin)
b. Bahan yang digunakan dalam analisa minyak
1. KOH 0,1 N dan 0,5 N
2. Indikator PP
3. HCl 0,5 N
4. air
5. Methanol 98%
Alat yang digunakan
a. Alat yang digunakan dalam ekstraksi
1. Oven
2. Labu destilasi
3. Sokhlet ekstraktor
4. Kondensor
5. Termometer
6. Pemanas air (water bath)
7. Erlenmeyer
8. Beker gelas
9. Gelas Ukur
10. Kertas Ekstraktor
11. Pipet tetes
12. Statif dan Klem
13. Neraca analitis
14. Alat penumbuk
15. Saringan
16. Pompa air
17. Selang dan ember
18. Botol Sampel
b. Alat yang digunakan dalam analisa minyak
1. Erlenmeyer
2. Penangas air
3. Peralatan Titrasi
4. Piknometer
5. Refraktometer

Alat Ekstraksi
3.2. Prosedur Penelitian
Tahap prosedur penelitian yang
dilakukan pada ekstraksi minyak dari biji karet
dengan pelarut heksana dan etanol adalah
sebagai berikut:
a. Tahap persiapan bahan baku
1. Biji karet yang telah dipilih dipecahkan
dari cangkangnya, kemudian inti atau
daging biji karet dipisahkan dari
cangkangnya.
2. Daging biji karet kemudian diris-iris dan
ditumbuk hingga halus.
3. Daging biji karet yang telah halus
dipanaskan di dalam oven hingga kering.
b. Tahap persiapan pelarut
1. Ambil heksana 96% kemudian dilakukan
pengenceran
dengan
menggunakan
aquadest hingga mendapat heksana 50%,
70%, 90%.
2. Lakukan langkah di atas untuk pelarut
etanol 90 % sebagai perbandingan pada
percobaan pendahuluan.
c. Tahap percobaan
1. Persiapkan bahan-bahan dan peralatan
yang digunakan untuk ekstraksi.
2. Bubuk daging biji karet ditimbang,
dengan berat sampel dari 20, 30, dan 40
gram. Kemudian diletakkan ke dalam
kertas ekstraktor.
3. Variasi volume pelarut yang digunakan
yaitu 150 ml, 175 ml, 200 ml, sedangkan
konsentrasi pelarut yang digunakan adalah
50%, 70 %, serta 90 % untuk pelarut
Heksana, sedangkan untuk pelarut ethanol
digunakan konsentrasi 90%.
4. Kertas ekstraktor yang berisi bubuk biji
karet tadi dimasukkan ke dalam ekstraktor
sochlet, selanjutnya pelarut dimasukkan
ke dalam labu destilasi.

5. Lakukan proses ekstraksi dengan waktu
ekstraksi 4 jam, pada temperatur antara 8085ºC.
6. Setelah dilakukan proses ekstrak, ekstrak
yang bercampur dengan pelarut dipisahkan
dengan cara mendestilasi minyak tersebut.
Dan kemudian ditempatkan ke dalam botol
sampel.
7. Bubuk biji karet yang telah diekstrak
dipanaskan
di
dalam
oven
untuk
menghilangkan pelarutnya.
8. Timbang berat bubuk biji karet setelah
diekstrak. Kemudian hitung % rendemen
untuk masing-masing pelarut dengan
konsentrasi yang berbeda.
% Rendemen = berat awal – berat akhir X100 %
berat awal
3.3. Prosedur Analisa Minyak
1. Penentuan Angka Penyabunan
Langkah:
a. Minyak ditimbang 5 gram di dalam
erlenmeyer
b. Tambahkan 50 ml KOH 0,5 N,
kemudian dididihkan sampai minyak
tersabunkan secara sempurna ditandai
dengan tidak terlihatnya butir-butir
minyak dalam larutan. Dinginkan.
c. Titrasi
dengan
HCL
0,5
N
menggunakan indikator phenplphthalein.
Titik titrasi ditamdai dengan tepat
hilangnya warna merah. Misalnya ts ml.
d. Dibuat perlakuan blanko, KOH mulamula yang digunakan dalam reaksi
penyabunan. Misalnya tb ml.
Rumus yang digunakan:
AngkaPenyabunan= (tb - ts) × N HCl × BM KOH
berat contoh (g)
2. Penentuan Berat jenis
Langkah:
a. Minyak
dimasukkan
ke
dalam
piknometer kemudian ditutup dan
dierdam dam air dengan suhu 25 ± 0,2
ºC selama 30 menit.
b. Keringkan bagian luar piknometer dan
timbang.
c. Dengan cara yang sama, piknometer
diisi air dan akhirnya ditimbang.

Rumusan:
Bobot jenis =

bobot pikno + minyak - bobot pikno kosong
bobot pikno + air - bobot pikno kosong

3. Penentuan Indeks Bias
Langkah:
Pengujian sampel dilakukan pada suhu
25ºC. Nilai indeks bias dipengaruhi oleh
suhu dan dapat dihitung sebagai berikut:

R = R' - K ( T' - T )

Keterangan:
R = indeks bias pada suhu TºC
R’ = indeks bias pada suhu T’ºC
K = faktor koreksi untuk minyak:
0,000385
4. Penentuan Angka Asam
Langkah:
Minyak sebanyak 5 gram ditambahkan
25 ml alkohol netral 95% kemudian
dipanaskan selama 10 menit sambil diaduk
di penangas air. Dinginkan, kemudian titrasi
dengan KOH 0,1 N dengan menggunakan
indikator phenolphthalein sampai tepat
warna merah jambu.
Rumusan:
ml KOH × NKOH × BM KOH
Angka Asam =
bobot contoh (gram)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengaruh Jenis Pelarut
VolumeMinyak Biji Karet

terhadap

mengekstrak minyak dari biji karet tersebut.
Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa
pelarut heksana lebih baik digunakan dalam
mengekstraksi biji karet bila dibandingkan
dengan pelarut ethanol. Karena pelarut ethanol
menghasilkan volume minyak biji karet yang
yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan
pelarut heksana. Selain itu kualitas minyak biji
karet dengan menggunakan pelarut ethanol
agak kurang baik karena memiliki warna
minyak yang berwarna gelap dan mempunyai
bau yang mirip dengan bau tetes tebu. Hal
tersebut disebabkan oleh karena ethanol
biasanya
hanya
digunakan
untuk
mengekstraksi bahan kering, daun-daunan,
batang, akar
dan lebih baik untuk
menghasilkan oleoresin dan resinoid.
Berbeda dengan ethanol, kualitas
minyak yang dihasilkan jauh lebih baik
dengan warna yang lebih kuning namun
memiliki lapisan putih yang menyerupai lilin
karena dengan menggunakan pelarut heksana
yang diencerkan dengan konsentrasi 90 %. Hal
tersebut disebabkan karenazat ini mempunyai
sifat stabil namun mudah menguap, maka
pelarut ini sangat baik digunakan dalam proses
ekstraksi. Pada penggunaan heksana dengan
konsentrasi yang diencerkan tentunya akan
menghasilkan sejumlah kecil lilin namun dapat
mengekstraksi minyak dari biji karet dengan
volume minyak yang lebih banyak walaupun
dengan titik didih yang lebih rendah dari pada
ethanol yaitu antara 65-70o C. (Ernest, 1987).

20
15

Heksana 90%

10

Ethanol 90%

5
0

20 gram 30 gram 40 gram
Berat Biji Karet

Grafik 1. Pengaruh Perbandingan Jenis Pelarut dan Berat Biji
Karet terhadap Volume Minyak Biji Karet dengan
Volume Pelarut 175 ml

Dari data hasil penelitian yang
diperoleh pada gambar diatas dapat
disimpulkan bahwa pada ekstraksi minyak biji
karet ini digunakan pelarut ethanol dan
heksana dengan konsentrasi 90 % dengan
variasi berat biji karet yang digunakan untuk

4.2. Pengaruh Konsentrasi Pelarut Heksana
terhadap Volume Minyak Biji Karet
a) Volume Pelarut Heksana 150 ml
Minyak Biji Karet

Minyak Biji Karet

25

20
16
12
8
4
0

50%
70%
90%

20
gram

30
gram

40
gram

Berat Biji Karet

Grafik 2. Perbandingan Berat Biji Karet terhadap Volume
Minyak Biji Karet dengan Volume Pelarut 150 ml

seperti

Dari hasil penelitian yang dilakukan,
pada grafik di atas yang

25
20

50%

15

70%

10

90%

5
0
20
gram

30
gram

40
gram

Berat Biji Karet

Grafik 3. Perbandingan Berat Biji Karet terhadap Volume
Minyak Biji Karet dengan Volume Pelarut 175 ml.

Dari hasil penelitian yang dilakukan,
seperti pada grafik di atas pada penggunaan
volume pelarut yang lebih banyak, yaitu 175
ml memperlihatkan adanya peningkatan
volume minyak yang dihasilkan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
volume pelarut yang digunakan terhadap berat
sampel biji karet serta konsentrasi pelarut
heksana. Dimana volume minyak yang
dihasilkan akan meningkat dengan semakin
berat sampel biji karet yang digunakan serta
semakin tinggi volume serta konsentrasi
pelarut yang digunakan. Volume minyak biji
karet tebesar adalah pada berat sampel biji
karet 40 gram dengan konsentrasi 90%, yaitu
21 ml.

Volume Pelarut Heksana 200 ml

20
16
12
8
4
0

50%
70%
90%
20
gram

30
gram

40
gram

Berat Biji Karet

Grafik 4. Pengaruh Berat Biji Karet terhadap Volume
Minyak Biji Karet dengan Menggunakan Pelarut
200 ml

Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, terjadi penurunan volume minyak
biji karet pada volume pelarut heksana 200 ml.
Penurunan ini dimungkinkan terjadi bila
volume pelarut tidak sebanding dengan berat
sampel biji karet, sehingga pelarut mengalami
kejenuhan dan tidak dapat mengekstrak
minyak dari biji karet tersebut. Namun, grafik
di atas juga menunjukkan bahwa volume
minyak yang dihasilkan akan meningkat
dengan semakin berat sampel biji karet yang
digunakan serta semakin tinggi konsentrasi
pelarut yang digunakan. Volume minyak biji
karet tebesar adalah pada berat sampel biji
karet 40 gram dengan konsentrasi 90%, yaitu1
18,27 ml.
4.3. Pengaruh Pelarut terhadap Persentase
Rendemen Biji Karet
a) Pengaruh Jenis Pelarut terhadap
Persentase Rendemen Biji Karet
55
50
% Rendemen

Volume Minyak Biji Karet

b) Volume Pelarut Heksana 175 ml

c)
Minyak Biji Karet

memperlihatkan adanya pengaruh berat
sampel biji karet serta konsentrasi pelarut
heksana terhadap volume minyak yang
dihasilkan yaitu semakin berat sampel biji
karet yang digunakan serta semakin tinggi
konsentrasi heksana yang digunakan, maka
volume minyak biji karet yang dihasilkan.
Volume minyak biji karet tebesar adalah pada
berat sampel biji karet 40 gram dengan
konsentrasi 90%, yaitu 15,25 ml. Peningkatan
volume minyak ini disebabkan semakin
banyak zat yang diekstrak, maka permukaan
kontak solid pada biji karet serta liquid pada
pelarut akan semakin tinggi, sehingga volume
minyak yang didapatkan juga semakin besar.

Heksana
90%
Etanol
90%

45
40
35
30
20 gram

30 gram

40 gram

Berat Biji Karet

Grafik 5. Pengaruh Perbandingan Jenis Pelarut dan Berat
Biji Karet terhadap Persentase Rendemen pada Volume
Pelarut 175 ml

Berdasarkan grafik perbandingan
persentase rendemen di atas bahwa dapat
disimpulkan bahwa pada ekstraksi minyak biji
karet ini digunakan pelarut ethanol dan

% Rendemen

50
48

50%

46

70%

44

90%

42
40
20
gram

30
gram

40
gram

Berat Biji Karet

c)

50
50%

45

70%

40

90%

35
30
20
30
40
gram gram gram
Berat Biji Karet

Grafik 7. Perbandingan Berat Biji Karet terhadap Persentase
Rendemen dengan Volume Pelarut Hekasana 175 ml

Berdasarkan grafik di atas yang juga
menunjukkan pengaruh konsentrasi heksana
serta berat biji karet yang digunakan, yaitu
semakin tinggi konsentrasi pelarut yang
digunakan maka akan semakin besar
persentase rendemen yang dihasilkan.
Sehingga, nilai persentase rendemen yang
terbesar pada volume pelarut heksana 175 ml,
dengan berat sampel biji karet 40 gram serta
konsentrasi 90% heksana yaitu 50,207.
d) Pengaruh Konsentrasi Pelarut Heksana
terhadap Persentase Rendemen Biji
Karet dengan Volume Pelarut 200 ml

Grafik 6. Perbandingan Berat Biji Karet terhadap Persentase
Rendemen dengan Volume Pelarut Heksana 150 ml

50
% Rendemen

Setelah mengetahui jenis pelarut yang
lebih baik digunakan untuk mengekstraksi
minyak biji karet, maka berdasarkan grafik
menunjukkan pengaruh konsentrasi heksana
serta berat biji karet yang digunakan, yaitu
semakin tinggi konsentrasi pelarut yang
digunakan maka akan semakin besar
persentase rendemen yang dihasilkan. Hal
tersebut disebabkan semakin berat sampel biji
karet, maka akan semakin banyak kontak yang
terjadi akibat penetrasi pelarut ke dalam biji
karet sehingga aktifitas pengikatan pelarut
terhadap biji karet akan semakin banyak
jumlahnya dan juga menghasilkan minyak
yang lebih banyak. Nilai persentase rendemen
yang terbesar pada volume pelarut heksana
150 ml, dengan berat sampel biji karet 40
gram serta konsentrasi 90% heksana yaitu
48,729.

Pengaruh Konsentrasi Pelarut Heksana
terhadap Persentase Rendemen Biji
Karet dengan Volume Pelarut 175 ml
55

% Rendemen

heksana dengan konsentrasi 90 % dengan
variasi berat biji karet untuk mengekstrak
minyak dari biji karet tersebut. Berdasarkan
grafik diatas menunjukkan bahwa pelarut
heksana lebih baik digunakan dalam
mengekstraksi biji karet bila dibandingkan
dengan pelarut ethanol. Karena pelarut ethanol
menghasilkan persen rendemen yang lebih
rendah.
Berbeda dengan ethanol, ekstraksi
dengan
menggunakan
pelarut
heksan
menghasilkan persentase rendemen yang lebih
tinggi. Hal tersebut disebabkan karena pelarut
heksana dapat melarutkan lebih banyak
minyak biji karet, sehingga persentase
rendemennya lebih tinggi.
b) Pengaruh Konsentrasi Pelarut Heksana
terhadap Persentase Rendemen Biji
Karet dengan Volume Pelarut 150 ml

48

50%

46

70%
90%

44
42
40
20
30
gram gram

40
gram

Berat Biji Karet

Grafik 8. Perbandingan Berat Biji Karet terhadap Persentase
Rendemen dengan Volume Pelarut Heksana 200 ml

Seperti halnya pada penggunaan
volume pelarut 175 ml dan 150 ml, volume
pelarut 200 ml juga menunjukkan pengaruh
konsentrasi heksana serta berat biji karet yang
digunakan, yaitu semakin tinggi konsentrasi
pelarut yang digunakan maka akan semakin
besar persentase rendemen yang dihasilkan.

Sehingga, nilai persentase rendemen yang
terbesar pada volume pelarut heksana 200 ml,
dengan berat sampel biji karet 40 gram serta
konsentrasi 90% heksana yaitu 49,201. Namun,
pada volume pelarut 200 ml terjadi penurunan
persentase rendemen, hal ini dimungkinkan
terjadi karena berkurangnya kemampuan
pelarut untuk mengekstrak biji karet akibat
ketidakmampuan biji karet menerima penetrasi
yang berlebihan dari pelarut yang digunakan.
4.4. Analisa Minyak Biji Karet
Jenis Analisa
Berat Jenis (gr/ml)
Angka Asam (mg
KOH/gr sampel)

Konsentrasi Pelarut Heksana
50%

70%

90%

0,931

0,937

0,939

22,7990

37,7778

25,6601

166,2804

153,6579

144,8502

1,464

1,465

1,467

Angka Penyabunan
(mg KOH/gr
sampel)
Indeks Bias

Tabel 1. Hasil Analisa Minyak Biji Karet
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Pada percobaan ini didapatkan minyak dari
biji karet melalui metode ekstraksi dengan
menggunakan pelarut heksana dan ethanol.
Jenis pelarut yang baik untuk mengekstraksi
minyak biji karet, antara ethanol dan
heksana adalah heksana. Hal tersebut
ditunjukkan pada volume dan kualitas
minyak biji karet yang lebih baik.
2. Volume minyak biji karet dan persentase
rendemen biji karet dipengaruhi oleh
konsentrasi pelarut heksana dan berat
sampel biji karet. Semakin tinggi
konsentrasi pelarut yang digunakan dan
semakin berat sampel biji karet maka akan
meningkatkan volume minyak biji karet.
Volume minyak biji karet dan persentase
rendemen biji karet yang terbanyak
dihasilkan pada kondisi berat sampel biji
karet 40 gram dan konsentrasi heksana 90%.
3. Pada penelitian ini, diperoleh berat jienis,
angka penyabunan, dan indeks bias dari
minyak yang dihasilkan masih memenuhi
standar minyak biji karet. Sedangkan angka
asam yang diperolah melebihi standar

minyak biji karet yaitu > 20 mgram
KOH/gram minyak yang kemungkinan
karena proses pengolahan minyak yang
kurang baik.
5.2.
Saran
1. Ukuran partikel biji karet dapat divariasikan,
karena ukuran partikel juga mempengaruhi
volume minyak biji karet yang dihasilkan.
2. Proses pengolahan biji karet untuk
memperoleh minyak biji karet agar dapat
diperbaiki, sehingga dapat menurunkan
angka asam yang diperoleh.
3. Meneliti kegunaan lain dari minyak biji
karet, misalnya dimanfaatkan sebagai
biodiesel.
DAFTAR PUSTAKA
Edison, et al, , Hawley’s Condensed Chemical
Dictionary, 8th edition, Van Nostrand
New York, 1982.
Guenther, Ernest, Mniyak Atsiri
Jilid I.
Universitas Indonesia, Jakarta, 1987.
Jaksen, Yerizom, Pemanfaatan Biji Karet Bagi
Industri, Pusat Penelitian UNSRI, 1992.
Ketaren,S,Pengantar Teknologi Minyak Atsiri
Jilid I, Balai Pustaka, Jakarta, 1985.
Ma’ali, A.R, Abul, dkk, Pengaruh Ukuran
Partikel dan Lama Pemanasan Terhadap
Rendemen Minyak, Dinamika Penelitian
BIPA, Palembang, 1982.
Riswana, E, MS, Minyak Dari Biji Mengkudu,
Badan
Pengkajian
dan Penerapan
Teknologi, Jakarta, 2000.
Sudarmadji, Slamet.dkk.. Analisa Bahan
Makanan
dan
Pertanian,
Liberty
Yogyakarta Bekerja Sama dengan Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
1989.
Swern, D., Bailey’s, Industrial Oil and Fat
Product. Interscience Publ, New York,
1964
Tim Penulis PS, Karet Budi Daya dan
Pengolahan, Strategi Pemasaran. PT
Penebar Swadaya, Jakarta, 2007.
Treyball, R.E, Mass Transfer Operations, Mc
Graw Hill Book Company, New York,
1980.

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

EFEKTIFITAS BERBAGAI KONSENTRASI DEKOK DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum L) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Colletotrichum capsici SECARA IN-VITRO

4 157 1

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

ANALISIS ISI LIRIK LAGU-LAGU BIP DALAM ALBUM TURUN DARI LANGIT

22 212 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26