BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Media Visual pada Siswa Kelas 3 SD Negeri Lemahireng 01 Kecama

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran Kooperatif

2.1.1.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

  Pembelajaran kooperatif atau dengan istilah pembelajaran gotong-royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Anita Lie dalam Isjoni (2013:16) mengatakan pembelajaran kooperatif hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang didalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri dan 4-6 orang saja. Slavin dalam Isjoni (2013:17) menyebutkan pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, di mana pada saat itu guru mendorong para siswa untuk melakukan kerjasama dalam kegiatan-kegiata tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya. Dalam melakukan proses belajar-mengajar guru tidak lagi mendemokrasikan seperti lazimnya pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa lainnya dan saling belajar-mengajar sesama mereka. Pada hakikatnya cooperative

  

learning /pembelajaran kooperatif sama dengan kerja sama. Oleh karena itu,

  seperti dijelaskan Abdulhak dalam Rusman (2013:203) bahwa “pembelajaran kooperatif dilaksanakan melalui sharing proses antara perserta didik, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama di antara perseta belajar itu sendiri.

  Nurulhayati dalam Rusman (2013:203) mengatakan pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil yang saling berinteraksi. Dalam model ini siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk diri sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar. Siswa belajar bersama dalam sebuah kelompok kecil dan mereka dapat melakukannya seorang diri.

  Tom V. Savage dalam Rusman (2013:203) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam kelompok.

  Berkenaan dengan pengkelompokan siswa dapat ditentukan berdasarkan atas: (1) minat dan bakat siswa, (2) latar belakang kemampuan siswa, (3) perpauduan antara minat dan bakat siswa dan latar kemampuan siswa.

  Nurulhayati dalam Rusman (2013:204) mengemukakan lima unsur dasar model pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) ketergantungan yang positif, (2) pertanggungjawaban individual, (3) kemampuan bersosialisasi, (4) tatap muka, dan (5) evaluasi proses kelompok.

  Agar terlaksanakan dengan baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan guru dan saling membantu di antara teman sekelompok untuk mencapai ketuntasan materi. Belajar belum selesai jika salaah satu anggota ada yang belum menguasai materi pembelajaran.

2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

  Menurut Slavin dalam Trianto (2009:57) ide utama dari belajar kooperatif adalah siswa bekerja sama untuk belajar dan bertanggung jawab pada kemajuan belajar temannya. Sebagai tambahan, belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semuaa anggota kelompok mencapai tujuan atau penguasaan materi. Sejalan dengan pendapat Johnson & Johnson dalam Trianto (2009:57) yang menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Karena siswa belajar dalam satu team, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah.

  Zamroni dalam Trianto (2009:57-58) mengemukakan bahwa menfaat penerapan belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual. Di samping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas sosial di kalangan siswa. Dengan belajar kooperatif, diharapkan kelak akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki solidaritas sosial yang kuat.

  Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama Eggan & Kauchak dalam Trianto (2009:58). Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan prestasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupum sebagai guru. Dengan bekerja sama secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.

2.1.1.3 Prosedur Pembelajaran Kooperatif

  Menurut Rusman (2013: 212) prosedur atau langkah-langkah pembalajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu sebagai berikut. (1 )Penjelasan materi, tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok- pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama tahapan ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran. (2) Belajar kelompok, tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi, siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk sebelumnya. (3) Penilaian, penilaian dalam pembelajaran koopeatif bisa dilakukan melalui tes atau kuis, yang dilakukan secara individu atau kelompok. Tes individu akan memberikan penilaian kemampuan individu, sedangkan kelompok akan adalah penetapa tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi kemudian diberikan penghargaan atau hadiah, dengan harapan dapar memotivasi tim untuk terus berprestasi lebih baik lagi.

  2.1.1.4 Mafaat Pembelajaran Kooperatif

  Sadker dan Sadker dalam Miftahul Huda (2011:66) menjabarkan beberapa manfaat pembelajaran kooperatif. Menurut mereka, selain meningkatkan keterampilan kognitif dan afektif siswa, pembelajaran kooperatif juga memberikan manfaat lain seperti berikut ini: a) Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur kooperatif akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi, hal ini khususnya berlaku bagi siswa-siswa SD untuk mata pelajaran matematika. b) Siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki sikap harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk belajar. c) Dengan pembelajaran kooperatif, siswa menjadi lebih peduli pada teman-temannya, dan di antara mereka akan terbangun rasa ketergantungan yang positif untuk proses belajar mereka nanti. d) Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap teman-temannya yan berasal dari latar belakang ras dan etnik yang berbeda-beda.

  Jadi secara garis besar manfaat dari pembelajaran kooperatif adalah siswa akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi, memiliki sikap harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar, akan terbangun rasa ketergantungan yang positif , meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap perbedaan yang ada.

  2.1.1.5 Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

  Slavin dalam Miftahul Huda (2011:68) mengidentifikasikan tiga kendala utama atau apa yang di sebut pitfalls (lubang-lubang perangkap) terkait dengan pembelajaran kooperatif: a) Free Rider: jika tidak dirancang dengan baik, pembelajaran kooperatif justru berdampak pada munculnya free rider atau “pengendara bebas”. Yang dimaksud free rider disini adalah beberapa siswa yang

  “mengekor” saja apa yang dilakukan oleh teman-teman satu kelompoknya yang lain. b) Diffusion of Responsibility: yang dimaksud Diffusion of Responsibility (penyebaran tanggung jawab) ini adalah suatu kondisi dimana beberapa anggota yang dianggap tidak mampucenderung diabaikan oleh anggota-anggota lain yang “lebih mampu”. c) Learning a Part of Task Specialization: dalam beberapa metode tertentu, seperti Jigsaw, Group Investigation, dan metode-metode lain yang terkait, setiap kelompok ditugaskan untuk mempelajari atau mengerjakan bagian materi yang berbeda antar satu sama lain. Pembagian semacam ini seringkali membuat siswa hanya fokus pada bagian materi yang menjadi tanggungjawabnya, sementara bagian materi lain yang dikerjakan oleh kelompok lain hampir tidak digubris sama sekali, padahal semua materi tersebut saling berkaitan satu sama lain.

2.1.2 Pembelajaran Kooperatif tipe STAD

2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif tipe STAD

  Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, penghargaan kelompok.

  Slavin dalam Trianto (2009:68) menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Kemudian, seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak diperbolehkan saling membantu.

  Menurut Slavin dalam Tukiran dkk (2011: 64) pembelajaran STAD merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Kelebihan dari pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Trianto (2007) yaitu: aktivitas siswa dan guru selama belajar mengajar terjadi interaksi atau kerjasama, siswa cenderung aktif dalam pembelajaran, dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap kosep, kemampuan kerjasama siswa terbangun, meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik dan membantu siswa menumbuhkan berpikir kritis.

  Lebih jauh Slavin dalam Rusman (2013: 214) memaparkan bahwa: “Gagasan utama di belakang STAD adalah memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru:. Jika siswa menginginkan kelompok memperoleh hadiah, mereka harus membantu teman sekelompok mereka dalam memperlajari pelajaran.. mereka harus mendorong teman sekelompok untuk melakukan yang terbaik, memperlihatkan bahwa norma-norma itu penting, berharga dan menyenangkan.

  Para siswa diberi waktu untuk bekerja sama setelah pelajaran diberikan oleh guru, tetapi tidak saling membantu ketika menjalani kuis, sehingga setiap siswa harus menguasai materi itu (tanggung jawab perseorangan). Mereka mengajari teman sekelompok dan menaksirkan kelebihan dan kekurangan mereka untuk membantu agar bisa berhasil menjalani tes.

2.1.2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif tipe STAD

  Menurut Rusman (2013: 215-216) langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD ini terdiri atas enam langkah atau fase. Langkah- langkahnya, yaitu sebagai berikut:

  a. Penyampaian Tujuan dan Motivasi Menyampaian tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.

  b. Pembagian Kelompok Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok, di mana setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 siswa yang mempreoritaskan heterogenitas (keragaman) kelas dalam presentasi akademik, gender/jenis kelamin, ras atau etnik.

  Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu menjelaskan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok bahasan tersebut dipelajari. Guru memberi motivasi siswa agar dapat belajar dengan aktif dan kreatif. Di dalam pembelajaran guru dibantu oleh media, demonstrasi, pertanyaan atau masalah nyata yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Dijelaskan juga tentang keterampilan dan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa, tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan serta cara-cara mengajarnya.

  d. Kegatan Belajar dalam Tim Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk, guru menyampaikan lembar kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, seingga senua anggota menguasai dan masing-masing memberikan kontribusi. Selama tim bekerja, guru melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan bila diperlukan. Kerja tim ini merupakan ciri terpenting dari STAD.

  e. Kuis (Evaluasi) Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Siswa diberikan kursi secara individu dan tidak dibenarkan bekerja sama. Ini dilakukan untuk menjamin agar siswa secara individu bertanggung jawab kepada diri sendiri dalam memahami bahan ajar tersebut. Guru menetapkan skor batas penguasaan untuk setiap soal.

  f. Penghargaan Prestasi Tim Setiap pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan diberikan angka dengan rentang 0-100. Selanjutnya pemberian penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan menghitung skor individu, menghitung skor kelompok, dan pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: 1)

  Menghitung Skor Individu

  Menurut Slavin (Trianto, 2007:55), untuk menghitung perkembangan skor individu dihitung sebagimana dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:

  Tabel 1 Penghitungan Perkembangan Skor Individu

  No. Nilai Tes Skor Perkembangan

  1. Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar 0 poin 2. 10 sampai 1 poin di bawah skor dasar 10 poin

  3. Skor 0 samapai 10 di atas skor dasar 20 poin

  4. Lebih dari 10 poin di atas skor dasar 30 poin

  5. Perkerjaan sempurna (tanpa 30 poin memperhatikan skor dasar) 2)

  Menghitung Skor Kelompok Skor kelompok dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan anggota kelompok, yaitu dengan menjumlahkan semua skor perkembangan individu anggota kelompok dan membagi sejumlah anggota kelompok tersebut, sesuai dengan rata-rata skor perkembangan kelompok sebagaimana dalam Tabel 2 sebagai berikut:

  Tabel 2 Penghitumgan Perkembangan Skor Kelompok

  No. Rata-rata skor Kualifikasi 1.

  0 ≤ N ≤ 5

  • 2. Tim yang Baik ( Good Team) 6 ≤ N ≤ 15

  3. Tim yang Baik Sekali (Great Team) 16 ≤ N ≤ 20

  4. Tim yang Istimewa (Super Team) 21 ≤ N ≤ 30 3)

  Pemberian Hadiah dan pengakuan skor kelompok Setalah masing-masing kelompok atau tim memperoleh predikat, guru memberikan hadiah atau pnghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai dengan presentasinya.

2.1.2.3 Keuntungan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD

  Terdapat keuntungan yang didapat dalam menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Soewarso dalam Kartika Mayasari (2011:25-26) yaitu diantaranya: a) Pembelajaran kooperatif mempermudah siswa untuk mempelajari isi materi pelajaran yang sedang dibahas, b) Adanya anggota kelompok lain yang menghadirkan kemungkinan siswa mendapat nilai rendah, karena dalam pengetesan lisan siswa dibantu oleh anggoota kelompoknya, c) Pembelajaran kooperatif menjadikan siswa mampu belajar berdebat, belajar mendengarkan pendapat orang lain, dan mencatat hal-hal yang bermanfaat untuk kepentingan bersama-sama, d) Pembelajaran kooperatif menghasilkan pencapaian belajar siswa yang tinggi menambah harga diri siswa dan memperbaiki hubungan dengan teman sebaya, e) Hadiah aatau penghargaan yang diberikan akan memberikan dorongan bagi siswa untuk mencapai hasil lebih tinggi, f) Siswa yang lambat berpikir dapat dibantu untuk menambah ilmu pengetahuannya, g) Pembentukan kelompok-kelompok kecil memudahkan guru untuk membimbing siswa dalam belajar bekerjasama.

  2.1.2..4 Kelemahan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD

  Menurut Soewarso dalam Kartika Mayasari (2011:25) kelemahan- kelemahan yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut: a) Adanya ketergantungan sehingga siswa yang lambat berpikir tidak dapat berlatih belajar sendiri, b) Pembelajaran kooperatif memerlukan waktu yang lama sehingga terget pencapaian kurikulum tidak dapat dipenuhi, c) Penilaian terhadap indivdu, kelompok dan pemberian hadiah menyulitkan bagi guru untuk melaksanakan.

2.1.3 Matematika

2.1.3.1 Pengertian Matematika

  Depdiknas dalam Ahmad Susanto (2013:184) Menjelaskan bahwa, Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau manthema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut merupakan salah satu pengetahuan tertua, terbentuk dari penelitian bilangan dan ruang. Matematika adalah suatu dispilim ilmu yang berdiri sendiri dan tidak merupakan cabang dari ilmu pengetahuan alam. Heruman (2007:4)

  “Pada pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Setiap konsep berkaitan dengan konsep lain, oleh karena itu siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melakukan keterkaitan tersebut ”.

2.1.3.2 Tujuan Matematika SD

  Menurut Ahmad Susanto (2013: 189) mata pelajaran perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak basti dan kompetitif.

  Secara umum, tujuan pemebelajaran matematika di sekolah dasar adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Selain itu juga, dengan pembelajaran matematika dapat memberikan tekanan nalar dalam penerapan matematika. Menurut Depdiknas dalam Ahmad Susanto (2013:189), kompetensi atau kemampuan umum pembelajaran matematika di sekolah dasar, sebagai berikut:

  1. Melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian beserta operasi campurannya, termsuk yang melibatkan pecahan.

  2. Menentukan sifat dan unsur berbagai bangun datar dan bangun ruang sederhana, termasuk penggunaan sudut, keliling, luas, dan volume.

  3. Menentukan sifat simetri, kesenambungan, dan sistem koordinat.

  4. Menggunakan pengukuran: satuan, kesetaraan antar satuan, dan penaksiran pengukuran.

  5. Menentukan dan menafsirkan data sederhana, sperti: ukuran tertinggi,

  6. Memecahkan masalah, melakukan penalaran, dan mengkomunikasikan gagasan secara matematika.

2.1.3.3 Manfaat Matematika

  Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan teknologi. Kebutuhan aplukasi matematika saat ini dan masa depan tidak hanya untuk keperluan sehari-hari, tetap dalam dunia kerja, dan mendukung perkembangan ilmu pengetahuan (Ahmad Susanto, 2013:185). Oleh karena itu, matematika sebangai ilmu dasar perlu dikuasai dengan baik oleh siswa, terutama sejak usia dekolaah dasar.

2.1.4 Media Visual

2.1.4.1 Pengertian Media Visual

  Sumber belajar yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran adalah media dan salah satu media yang digunakan pada saat pembelajaran adalah media visual. Media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. Agar menjadi efektif, visual sebaiknya ditempatkan pada konteks yang bermakna dan siswa harus berinteraksi dengan visual itu untuk meyakinkan terjadinya proses informasi.

  Menurut Sri Anitah (2012: 7), “media visual juga disebut media pandang, karena seseorang dapat menghayati media tersebut melalui penglihatannya.

  Menurut Sanjaya (2008: 244), “media pembelajaran dapat dikatakan sebagai alat yang bisa merangsang peserta didik untuk terjadinya proses belajar. Media tidak hanya berupa alat atau bahan, tetapi juga hal-hal lain yang memungkinkan peserta didik memperoleh pengetahuan”.

  . Menurut Hujair AH. Sanaky (2009: 97 ), “media visual dapat dikatakan sebagai model yang merupakan gambaran nyata dari obyek dalam bentuk tiga dimensi tidak dapat dikatakan realistik, namun dapat memberi makna terhadap isi pesan dari keadaan yang sebenarnya.

  Berdasarkan pembahasan tersebut dapat disimpulkan media visual merupakan media pembelajaran yang memberikan pandangan secara nyata dari proses belajarang dapat dirasakan dengan panca indera.

2.1.4.2 Fungsi Media Pembelajaran

  Hamalik dalam Azhar Arsyad (2011:16) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam prose belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psokologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu efektifitas proses pembelajaran dan penyampaian pesan atau isi pelajaran pada saat itu. Selain membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi.

  Media pembelajaran menurut Levie & Lentz dalam Azhar Arsyad (2011:16) mengemukakan ada emapt fungsi, khususnya media visual, yaitu: a) Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visualyang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran. b) Fungsi afektif media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar (atau membaca) teks yang bergambar. c) Fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan meningkat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar. d) Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatkan

  Manfaat media pembelajaran menurut Sudjana & Rivai dalam Azhar Arsyad (2011:24) adalah sebagai berikut: (a) pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa, sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar, (b) bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran, (c) metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran, (d) siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemontrasikan, memerankan, dan lain-lain.

2.1.4.4 Klasifikasi Media Pembelajaran

   Media pembelajaran merupakan komponen intrusksional yang meliputi

  pesan, orang, dan peralatan. Dalam perkembangannya media pembelajaran mengikuti perkembangan teknologi. Teknologi paling tua adalah percetakan kemudian lahirlah teknologi audio visual dan teknologi yang muncul terakhir adalah teknologi micro-prosesor yang melahirkan komputer dan kegiatan interaktif, Seels &Richey dalam Azhar Arsyad (2011:29). Berdasarkan perkembangan teknologi tersebut, media pembelajaran menurut Azhar Arsyad (2011:29-32) dapat dikelompokkan di dalam empat kelompok, yaitu sebangai berikut: (1) media hasil teknologi cetak, adalah cara menghasilkan atau menyampaikan materi, seperti buku dan materi visual statis terutama melalui proses pencetakan mekanis atau fotografis. (2) media hasil teknologi audio- visual, cara menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronik untuk penyajian pesan-pesan audio dan visual. (3) media hasil teknologi yang bedasarkan komputer, merupakan cara menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan sumber-sumber yang berbasis micro-prosesor. Perbedaan antara media yang dihasilka oleh teknologi berbasis komputer dengan yang dihasilkan dari dua teknologi lainnya bentuk cetakan atau visual. (4) media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer, adalah cara untuk menghasilkan dan menyampaikan materi yang menggabungkan pemakaian beberapa bentuk media yang dikendalikan oleh komputer.

2.1.5 Hasil Belajar

2.1.5.1 Pengertian Hasil Belajar

  Nawawi dalam Ahmad Susanto (2013:5) menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi tertentu.

  Secara sederhana, yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan prilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan intruksional, biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Anak yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan intruksional.

  Untuk mengetahui apakah hasil belajar yang dicapai telah sesuai dengan tujuan yang dikehendaki dapat diketahui melalui evaluasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Sunal dalam Ahmad Susanto (2013:5-6) bahwa evaluasi merupakan proses penggunaan informasi untuk membuat pertimbangan seberapa efektif suatu program telah memenuhi kebutuhan siswa. Selain itu, dengan dilakukannya evaluasi atau penilaian ini dapat dijadikan tindak lanjut, atau cara mengukur tingkat penugasan siswa. Kemajuan prestasi belajar siswa tidak saja diukur dari tingkat penguasan ilmu pengetahuan, tetapi juga sikap dan keterampilan. Dengan demikian, penilaian hasil belajar siswa mencakup segala hal yang dipelajari di sekolah , baik itu menyangkut pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diberikan kepada siswa.

2.1.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

  Slameto (2003) mengungkapkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar dan dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu: faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut faktor individu (intern), yang meliputi: faktor biologis, yang terdiri dari kesehatan, gizi, pendengaran dan penglihatan. Faktor biologis menjadi satu kesatuan, jika salah satu terganggu maka akan mempengaruhi faktor yang lain dan hasil belajar siswa juga akan terpengaruh. Faktor psikologis, meliputi: intelegensi, minat, dan motivasi serta perhatian ingatan berpikir. Faktor kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani nampak dengan adanya lemah tubuh, lapar dan haus serta mengantuk. Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu akan menghilang; faktor yang ada pada luar individu (ekstern), yang meliputi: faktor keluarga, keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan terutama. Keluarga merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi bersifat menentukan pendidikan dalam ukuran besar: faktor sekolah, meliputi: metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan berdisiplin di sekolah; faktor masyarakat, meliputi: bentuk kehidupan masyarakat sekitar yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

  Pada dasarnya suatu penelitian yang akan dilakukan dapat memperhatikan penelitian lain yang dapat dijadikan rujukan dalam mengadakan penelitian. Adapun penelitian terdahulu yang hampir sama diantaranya :

  Penelitian yang dilaksanakan oleh Tugiyo dengan skripsinya berjudul “Upaya Meningkatkan Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Siswa Kelas 4 SDN Gunung Wonomerto 03 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Tahun Ajaran 2013/2014

  ”. Dalam penelitian ini menghasilkan kemampuan siswa rendah dengan nilai yang kurang dari Kriteria sudah mencapai ketuntasan minmal sebanyak 5 siswa dengan presentase 25%.dari 20 siswa. Tindakan pada sikulus I dan II dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan dari setiap siklus I adalah 71,0 dan siklus II mencapai 75,0. Dari presentasi belajar yang dicapai siswa pada siklus I yang memenuhi ketuntasan individu terdapat 19 siswa (90%) yang tuntas dan memenuhi ketuntasan individu, 1 siswa belum memenuhi kriteria ketuntasan individu. Pada siklus II 12 siswa mencapai ketuntasan (75,0%) menurut ketuntasan sudah dinyatakan tuntas dan dapat memotivasi siswa belajar. Dari penelitian yang dilakukan Tugiyo tersebut telah terbukti menguatkan teori bahwa dalam pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan presentasi belajar.

  Penelitian lain yang menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD adalah Sukardi. Dalam penelitian ini memiliki judul

  “Upaya Meningkatkan Hasil belajar Matematika Dengan Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Siswa Kelas 6 SDN Ketupon 02 Semester 2013/2014 “. Dalam penelitian ini menghasilkan kemampuan siswa memiliki presentasi ketuntasan hanya mencapai rata-rata 36,36% (4 dari 11 siswa) dengan nilai tertinggi 80 dan nilai terendah Rata-rata Klasikal belum mencapai KKM yaitu 6,5. Tindakan pada siklusi I dan II dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan dari siklus I adalah ketuntasan siswa mencapai 54,54% (6 dari 11 siswa) dengan nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 50 dan siklus II mencapai 75,45% ( 10 dari 11 siswa) pada umumnya aktivitas siswa sampai pada siklus II ini sudah aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar, karena hasil penelitian pada siklus II sudah sesuai dengan harapan, maka tidak dilanjutkan siklus selanjutnya. Dari penelitian Sukardi tersebut telah terbukti menguatkan teori bahwa dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan presentasi belajar.

  Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, hasil belajar yang di raih siswa dalam pelajaran Matematika dapat meningkat.

  2.3 Kerangka Pikir

  Dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa dituntut utuk saling bekerjasama dalam kelompok yang dibentuk secara heterogen, dimana dalam kelompok tersebut siswa saling membantu sama lain agar dalam kelompok paham semua materi yang diberikan . Selain itu proses belajar mengajar sangat membutuhkan sebuah media pembelajaran yang menarik agar siswa dapat dengan mudah menerima materi yang disampaikan oleh guru. Oleh karena itu, penggunaan media pembelajaran sebagai alat bantu ajar guru sangat diperlakukan guru dalam proses belajar mengajar di kelas. Media pembelajaran visual merupakan pembelajaran yang lebih digemari oleh siswa

  2.4 Hipotesis Penelitian

  Hipotesis dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD berbantuan media visual pada mata pelajaran Matematika diduga dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 3 SD N Lemahireng 01 Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang Tahun 2014/2015.

Dokumen yang terkait

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Media Video Interaktif Berdasarkan Pendekatan Saintifik untuk Pembelajaran Tematik Integratif pada Siswa SD Kelas 4

0 0 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Media Video Interaktif Berdasarkan Pendekatan Saintifik untuk Pembelajaran Tematik Integratif pada Siswa SD Kelas 4

0 0 21

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Media Video Interaktif Berdasarkan Pendekatan Saintifik untuk Pembelajaran Tematik Integratif pada Siswa SD Kelas 4

0 1 18

PENGEMBANGAN MEDIA VIDEO INTERAKTIF BERDASARKAN PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF PADA SISWA SD KELAS 4

0 1 14

PENGEMBANGAN MEDIA VIDEO INTERAKTIF BERDASARKAN PENDEKATAN SAINTIFIK UNTUK PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF PADA SISWA SD KELAS 4 MONICA NIRMALASARI ELIDA 292011174

0 2 82

BAB 1 PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Media Audio-Visual dengan Pendekatan Saintifik Subtema Komponen Ekosistem Kelas 5 SD

0 0 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Media Audio-Visual dengan Pendekatan Saintifik Subtema Komponen Ekosistem Kelas 5 SD

0 0 15

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Media Audio-Visual dengan Pendekatan Saintifik Subtema Komponen Ekosistem Kelas 5 SD

0 0 18

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Media Audio-Visual dengan Pendekatan Saintifik Subtema Komponen Ekosistem Kelas 5 SD

0 0 31

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Media Audio-Visual dengan Pendekatan Saintifik Subtema Komponen Ekosistem Kelas 5 SD

0 0 15