BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Media Video Interaktif Berdasarkan Pendekatan Saintifik untuk Pembelajaran Tematik Integratif pada Siswa SD Kelas 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

  Dalam bagian kajian teori ini berisi tentang pustaka tentang media pembelajaran yang dikembangkan secara tematik integratif berdasarkan pendekatan saintifik.

2.1.1 Pengertian Media

  Kata media berasal dari bentuk jamak kata medium yang secara harfiah artinya perantara atau pengantar. Gagne mengemukakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Istilah media dalam bidang pembelajaran disebut juga media pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, alat bantu atau media tidak hanya dapat memperlancar proses komunikasi akan tetapi dapat merangsang siswa untuk merespon dengan baik segala pesan yang disampaikan. (Arif S. Sadiman , 2009:6)

  Menurut Gerlach & Ely (dalam Arsyad, 2002:4), mengatakan bahwa media jika dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi, yang menyebabkan siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Jadi menurut pengertian ini, guru, teman sebaya, buku teks, lingkungan sekolah dan luar sekolah, bagi seorang siswa merupakan media. Sedangkan menurut Harjanto (2006:31), bahwa media pembelajaran adalah sarana pendidikan yang dapat digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran untuk mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pengajaran

  Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.

2.1.1.1 Media Pembelajaran

  Menurut Zaenal Aqib (2013:49), pada awal sejarah pendidikan, guru merupakan satu-satunya sumber untuk memperoleh pelajaran. Dalam perkembangan selanjutnya, sumber belajar itu kemudian bertambah dengan adanya buku. Pada masa itu dikenal tokoh bernama Johan Amos Camenius yang tercatat sebagai orang pertama yang menulis buku bergambar yang ditujukan untuk anak sekolah.

  Pada mulanya media pembelajaran hanya dianggap sebagai alat untuk membantu guru dalam kegiatan mengajar (teaching aids). Alat bantu mengajar grafts atau benda nyata lain. Alat-alat bantu itu dimaksudkan untuk memberikan pengakaman lebih konkret, memotivasi serta mempertinggi daya serap dan daya ingat siswa dalam belajar.

  Sekitar pertengahan abad-20 usaha pemanfaatan alat visual mulai dilengkapi dengan peralatan audio. Dari hal ini, maka lahirlah peralatan audio visual pembelajaran. Usaha-usaha untuk membuat pelajaran abstrak menjadi lebih konkret terus dilakukan. Dalam usaha itu, Edgar Dale membuat klasifikasi 11 tingkat pengalaman belajar dari yang paling konkret sampai paling abstrak. Klasifikasi tersebut kemudian dikenal dengan nama “Kerucut Pengalaman” (Cone Experience) dari Edgar Dale. Abstrak Konkret

  Gambar 1 Kerucut Pengalaman Edgar Dale

2.1.1.2 Pengertian Media Pembelajaran Menurut Zaenal Aqib (2013:50), media yaitu perantara atau pengantar.

  Sedangkan media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan merangsang terjadinya proses belajar pada si pembelajar (siswa). Makna dari media pembelajaran itu sendiri lebih luas dari alat peraga, alat bantu mengajar, dan media audio visual.

  Media belajar merupakan bagian dari sumber belajar. Sumber belajar dapat berupa pesan, orang, bahan, alat teknik, dan lingkungan. Media belajar merupakan kombinasi antara alat (hardware) dan bahan (software). Disini guru hanya merupakan salah satu jenis sumber belajar yang berupa “orang”.

  Ada dua jenis sumber belajar, yaitu: 1)

  By Design Learning Resources Sumber belajar yang sengaja dirancang khusus untuk tujuan pembelajaran.

  Misalnya: buku pelajaran, modul, program audio, program video, LCD, dan lain-lain. 2)

  Learning Resources by Utilization Sumber belajar yang bukan dirancang untuk tujuan pembelajaran, namun sudah tersedia dan dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.

  Misalnya: sawah, pasar, surat kabar, siaran televisi, pabrik, terminal, dan lain-lain.

2.1.1.3 Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran

  Menurut Daryanto (2012:8) menyatakan, dalam proses pembelajaran, media memiliki fungsi sebagai pembawa informasi dari sumber (guru) menuju penerima (siswa). Adapun metode adalah prosedur untuk membantu siswa dalam menerima dan mengolah informasi guna mencapai tujuan pembelajaran.

  Dalam kegiatan interaksi antara siswa dan lingkungan, fungsi mediadapat diketahui berdasarkan adanya kelebihan media dan hambatan yang mungkin timbul dalam proses pembelajaran. Tiga kelebihan kemampuan media (Gerlach & Ely dalam Ibrahim et.al., 2001) adalah sebagai berikut.

  Pertama, kemampuan fiksatif, artinya dapat menangkap, menyimpan dan menampilkan kembali suatu obyek atau kejadian. Dengan kemampuan ini, obyek atau kejadian dapat digambar, dipotret, direkam, difilmkan, kemudian dapat disimpan dan pada saat diperlukan dapat ditunjukkan dan diamati kembali seperti kejadian aslinya.

  Kedua, kemampuan manipulatif, artinya media dapat menampilkan kembali obyek atau kejadian dengan berbagai macam perubahan (manipulasi) sesuai keperluan. Misalnya diubah ukurannya, kecepatannya, warnanya, dan dapat pula diulang-ulang penyajiannya.

  Ketiga, kemampuan distributif, artinya media mampu menjangkau audiens yang besar jumlahnya dalam satu kali penyajian secara serempak, misalnya siaran TV atau radio.

  Menurut Zainal Aqib (2013:51) menyatakan bahwa ada beberapa manfaat umum dari media pembelajaran, yaitu: 1) Menyeragamkan penyampaian materi. 2) Pembelajaran lebih jelas dan menarik. 3) Proses pembelajaran lebih interaksi. 4) Efesiansi waktu dan tenaga. 5) Meningkatkan kualitas hasil belajar. 6) Belajar dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. 7) Menumbuhkan sikap positif belajar terhadap proses dan materi belajar. 8) Meningkatkan peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif.

  Manfaat dari masing-masing media: 1) Memperjelas penyajian pesan (tidak verbalis). 2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indra. 3) Objek bisa besar/kecil. 4) Gerak bisa cepat/lambat. 5) Kejadian masa lalu, objek yang kompleks. 6) Konsep bisa luas/sempit. 7) Mengatasi sikap pasif peserta. 8) Menciptakan persamaan pengalaman, dan persepsi peserta yang heterogen.

2.1.1.4 Klasifikasi Media Pembelajaran Menurut Para Ahli

  Menurut Daryanto (2012:17) menyatakan bahwa media pembelajaran diklasifikasi berdasarkan tujuan pemakaian dan karakteristik jenis media. Terdapat lima model klasifikasi, yaitu menurut: (1) Wilbur Schramm, (2) Gagne, (3) Ibrahim.

  Menurut Schramm, media digolongkan menjadi media rumit, mahal, dan sederhana. Schramm juga mengelompokkan media menurut kemampuan daya liputan, yaitu (1) liputan luas dan serentak seperti TV, radio, dan faksimile; (2) liputan terbatas pada ruangan, seperti film, video, slide, poster audio tape; (3) media untuk belajar individual, seperti buku, modul, program belajar dengan komputer dan telepon.

  Menurut Gagne, media diklasifikasi menjadi tujuh kelompok, yaitu benda untuk didemonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar bergerak, film bersuara, dan mesin belajar. Ketujuh kelompok media pembelajaran tersebut dikaitkan dengan kemampuannya memenuhi fungsi menurut hirarki belajar yang dikembangkan, yaitu pelontar stimulus belajar, penarik minat belajar, contoh perilaku belajar, memberi kondisi eksternal, menuntun cara berpikir, memasukkan alih ilmu, dan pemberi umpan balik.

  Menurut Ibrahim, media dikelompokkan berdasarkan ukuran dan kompleks tidaknya alat dan perlengkapannya atau lima kelompok, yaitu media tanpa proyeksi dua dimensi, media tanpa proyeksi tiga dimensi, audio, proyeksi, televisi, video, dan komputer.

  Berdasarkan pemahaman atas klasifikasi media pembelajaran tersebut, akan mempermudah para guru atau praktisi lainnya dalam melakukan pemilihan media yang tepat pada waktu merencanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Pemilihan media yang disesuaikan dengan tujuan, materi, serta kemampuan dan karakteristik pebelajar, akan sangat menunjang efisiensi serta efektivitas proses dan hasil pembelajaran.

2.1.1.5 Peran Media dalam Pembelajaran

  Hamalik, (2006: 43) mengemukakan bahwa pemakaian media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan stimulan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pengajaran pada tahap orientasi pengajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu (Azhar Arsyad, 2003: 15-16).

  Media pembelajaran, menurut Kemp & Dayton dalam Hamalik (2005:28), dapat memenuhi tiga fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan, kelompok, atau kelompok pendengar yang besar jumlahnya, yaitu : 1)

  Memotivasi minat atau tindakan 2)

  Menyajikan informasi 3)

  Memberi instruksi Berbagai manfaat media pembelajaran telah dibahas oleh banyak ahli. Menurut Kemp & Dayton meskipun telah lama disadari bahwa banyak keuntungan penggunaan media pembelajaran,menerimanya serta pengintegrasiannya ke dalam program-program pengajaran berjalan amat lambat. Mereka mngemukakan beberapa hasil penelitian yang menunjukan dampak positif dari penggunaan media sebagai bagian integral pembelajaran dikelas atau sebagai cara utama pembelajaran langsung sebagai berikut:

1) Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku.

  2) Pembelajaran bisa lebih menarik

  3) Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan dengan diterapkannya teori belajar dengan prinsip

  • – prinsip psikologis yang diterima dalam hal partisipasi siswa, umpan balik, dan penguatan

  4) Lama waktu pembelajaran yang diperlukan dapat dipersingkat karena kebanyakan media hanya memerlukan waktu singkat untuk mengantarkan pesan

  • – pesan dan isi pelajaran dalam jumlah dalam jumlah yang cukup banyak dan kemungkinannya
Hubungan guru-siswa tetap merupakan elemen paling penting dalam sistem pendidikan modern saat ini. Guru harus selalu hadir untuk menyajikan materi pelajaran dengan bantuan media apa saja agar manfaat berikut ini dapat terealisasi : 1)

  Meningkatkan rasa saling pengertian dan simpati dalam kelas 2)

  Membuahkan perubahan signifikan tingkah laku siswa 3)

  Menunjukan hubungan antara mata pelajaran dan kebutuhan dan minat siswa dengan meningkatnya motivasi belajar siswa 4)

  Membawa kesegaran dan variasi bagi pengalaman belajar siswa 5)

  Membuat hasil belajar lebih bermakna bagi berbagai kemampuan siswa 6)

  Mendorong pemanfaatan yang bermakna dari mata pelajaran dengan jalan melibatkan imajinasi dan partisipasi aktif yang mengakibatkan meningkatkan hasil belajar

  7) Memberikan umpan balik yang diperlukan yang dapat membantu siswa menemukan seberapa banyak telah mereka pelajari

  8) Melengkapi pengalaman yang kaya dengan pengalaman itu konsep-konsep yang bermakna dapat dikembangkan

  9) Memperluas wawasan dan pengalaman siswa yang mencerminkan pembelajaran nonverbalistik dan membuat generalisasi yang tepat

  10) Meyakinkan diri bahwa urutan dan kejelasan pikiran yang siswa butuhkan jika mereka membangun struktur konsep dan system gagasan yang bermakna.

2.1.2 Pemilihan Media dalam Pembelajaran

  Menurut Rudi Susilana (2009:61) kriteria pemilihan media dalam pembelajaran yaitu: 1)

  Kesesuaian dengan tujuan (instrusional goals) Untuk pemakaian media Perlu di kaji tujuan pembelajaran apa yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan pembelajaran. Dari kajian tujuan tersebut bisa di analisis media apa saja yang cocok untuk mencapai tujuan tersebut. Selain itu analisis pemilihan media didasarkan atas kesesuaiannya.Kriteria pemilihan media didasarkan atas kesesuainnya dengan standar kompetisi, kompetesi dasar dan terutama indikator 2)

  Kesesuaian dengan materi pembelajaran Bahan atau kajian apa yang diajarkan pada program pembelajaran tersebut. Pertimbangan lainnya, dari bahan tersebut sudah sampai sejauh mana kedalaman yang harus dicapai, dengan demikian kita bisa mempertimbangkan media apa yang sesuai dengan penyampaian bahan tersebut. 3)

  Kesesuaian dengan karakteristik pengajar atau siswa Dalam hal ini media haruslah familiar dengan karakteristik siswa atau guru. Yaitu mengkaji sifat-sifat dan media yang akan digunakan. Bagaimana karakteristik mereka, berapa jumlahnya, bagaimana latar belakang sosialnya, apakah ada yang berkelainan, bagaimana motivasi dan minat belajarnya dan seterusnya. Karena pada akhirnya sasaran inilah yang akan mengambil manfaat dari media yang dipilih. 4)

  Kesesuaian dengan teori Pemilihan media didasarkan atas kesesuaian dengan teori. Media dipilih bukan karena fanatisme guru terhadap media yang paling disukai, namun didasarkan atas teori yang diangkat dari penelitian dan riset sehingga telah teruji validitasnya. 5)

  Kesesuaian dengan gaya belajar siswa Kriteria ini didasarkan atas kondisi psikologis siswa, bahwa siswa belajar dipengaruhi pula oleh gaya belajar siswa. Media disesuaikan dengan tipe gaya belajar siswa.

6) Kesesuaian dengan kondisi lingkungan, fasilitas pendukung yang tersedia.

  Bagaimanapun bagusnya sebuah media apabila tidak didukung oleh fasilitas dan waktu maka kurang efektif. 7)

  Karateristik media yang bersangkutan Kita tidak akan dapat memilih media dengan baik jika kita tidak mengenal dengan baik karakteristik masing-masing media. Karena kegiatan memilih pada dasarnya adalah kegiatan membandingkan satu sama lain, mana yang lebih baik dan lebih sesuai dibanding yang lain. Oleh karena itu, sebelum menentukan jenis media tertentu, pahami dengan baik bagaimana karaktristik media tersebut. 8)

  Waktu Yang dimaksud waktu di sini adalah berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengadakan atau membuat media yang akan dipilih, serta berapa lama waktu yang tersedia / yang dimiliki, cukup atau tidak. Jangan sampai terjadi, media yang telah dibuat dengan menyita banyak waktu, tetapi pada saat digunakan dalam pembelajaran ternyata kekurangan waktu.

  2.1.3 Penerapan Video sebagai Media Pembelajaran

  Menurut Canning Wilson, video merupakan sarana yang paling tepat dan sangat akurat dalam menyampaikan pesan dalam bentuk audio-visual (Asnawir, 2002:67). Dalam mengajarkan materi pelajaran praktek (aspek psikomotor), video akan sangat membantu pemahaman peserta didik. Peserta didik lebih suka menggunakan video untuk mempelajari bahasa melalui penayangan film atau hiburan di dalam kelas (Mujiono, 2006:36). Video pembelajaran akan sangat membantu siswa dalam meniru, mengikuti, mencontoh dan memahami urutan tindakan yang harus di kuasai suatu mata pelajaran.

  Video pembelajaran yang ditujukan guna mempermudah siswa dalam memahami materi pelajaran tidak selalu sesuai dengan kebutuhan dan keinginan siswa. Menuurut Daryanto (2008: 32) dalam beberapa sistem, video pembelajaran hanya digunakan sebagai bahan pelengkap materi hand-out, tidak dipersiapkan secara profesional untuk mempresentasikan materi secara menyeluruh.

  2.1.4 Media Pembelajaran Video (Audio-Visual) dalam Pengembangan Bahan Ajar Tematik

  Menurut Andi Prastowo (2013:325), untuk meninjau kembali keputusan dalam memilih jenis “video atau film” sebagai media pembelajaran yang tepat, ada pembelajaran video merupakan bahan ajar terbaik dimulai dengan menganalisis tujuan pembelajaran, materi yang akan disajikan, dan pertimbangan pendistribusian. Semua jawaban harus “ya”.

  Media pembelajaran audio visual dalam pengembangan bahan ajar tematik terdiri dari dua jenis, yaitu video atau film dan orang, Kedua jenis ini memiliki struktur yang berbeda.

  1. Media Pembelajaran Berbentuk Video atau Film Media pembelajaran berbentuk video atau film mempunyai struktur yang meliputi empat komponen, yaitu judul, petunjuk belajar, kompetensi dasar atau materi pokok, informasi pendukung, latihan, dan penilaian.

  2. Media Pembelajaran Berbentuk Orang Media pembelajaran orang mempunyai struktur yang hanya meliputi lima komponen. Itu pun, tidak semuanya terdapat pada bahan ajar. Sebab, tiga komponen terdapat pada bahan ajar, yaitu judul, kompetensi dasar atau materi pokok, dan informasi pendukung, sementara komponen latihan dan penilaian terdapat pada kertas lain.

2.1.5 Pendekatan Saintifik

  Pembelajaran tematik terpadu menggunakan salah satu model pembelajaran terpadu menurut Robin Fogarty (1991), yaitu model jaring laba-laba (webbed model). Model ini berangkat dari pendekatan tematis sebagai acuan dasar bahan dan kegiatan pembelajaran. Tema yang dibuat dapat mengikat kegiatan pembelajaran, baik dalam mata pelajaran tertentu maupun antarmata pelajaran.

  Proses pembelajaran menggunakan Pendekatan Saintifik. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber observasi, bukan diberi tahu (modul Diklat Kurikulum 2013).

  Kondisi pembelajaran pada saat ini diharapkan diarahkan agar peserta didik mampu merumuskan masalah (dengan banyak menanya), bukan hanya menyelesaikan masalah dengan menjawab saja. Proses pembelajaran diharapkan diarahkan untuk melatih berpikir analitis (peserta didik diajarkan bagaimana mengambil keputusan) bukan berpikir mekanitis (rutin dengan hanya mendengarkan dan menghapal semata). Dan perlu didukung oleh pembelajaran yang kondusif bagi terciptanya suasana yang aman, nyaman dan tertib, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang dan menyenangkan (Mulyasa, 2008:33).

2.1.5.1 Pengertian Pendekatan Saintifik

  Menurut Daryanto (2014:51) dalam bukunya, menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupaagar peserta didik secara aktif mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru.

  Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan tetapi bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa.

  Metode saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar yaitu teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky. Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada empat hal pokok berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam Carin & Sund, 1975). Pertama, individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses-proses kognitif dalam proses penemuan, siswa akan memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatu penghargaan intrinsic. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam melakukan penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat retensi ingatan. Empat hal tersebut adalah bersesuaian dengan proses kognitif yang diperlukan dalam pembelajaran mengguanakan metode saintifik.

  Teori Piaget, menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan pembentukan dan perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin, 1967). Skema tidak pernah berhenti berubah, skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata orang dewasa. Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan skemata disebut dengan adaptasi. Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan stimulus yang dapat berupa persepsi, konsep, hukum, prinsip ataupun pengalaman baru ke dalam skema yang sudah ada di dalam pikirannya. Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang dapat cocok dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran diperlukan adanya penyeimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi dan akomodasi.

  Vygotsky, dalam teorinya menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.

  Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Berpusat pada siswa. 2)

  Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip. 3)

  Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa. 4) Dapat mengembangkan karakter siswa.

2.1.5.2 Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

  Daryanto (2014:54) menyatakan tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada keunggulan pendekatan tersebut. Beberapa tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah: 1)

  Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. 2)

  Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik. 3)

  Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan. 4) Diperolehnya hasil belajar yang tinggi. 5)

  Untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah. 6) Untuk mengembangkan karakter siswa.

2.1.5.3 Esensi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran

  Daryanto (2014:55) menyatakan bahwa pendekatan saintifik disebut juga sebagai pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan penalaran induktif daripada penalaran deduktif. Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik. Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi ide yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum.

  Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.

  Pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah itu lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Hasil penelitian membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional. Hasil penelitian membuktikan bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi informasi dari guru sebesar 10 persen setelah 15 menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25 persen. Pada pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari guru sebesar lebih dari 90 persen setelah dua hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50-70 persen.

2.1.5.4 Prinsip-prinsip Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

  Daryanto (2014:58) menyatakan beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut: 1) Pembelajaran berpusat pada siswa. 2) Pembelajaran membentuk students self concept. 3) Pembelajaran terhindar dari velbalisme. 4)

  Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip. 5) Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa. 6) Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru. 7)

  Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi. 8)

  Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.

2.1.5.5 Langkah-langkah Umum Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

  Menurut Daryanto (2014:59), proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik). Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat non ilmiah. Berikut adalah gambar dari langkah-langkah dalam pendekatan saintifik. Observing Questioning Associating Experimentil Networking (mengamati) (menanya) (menalar) (mencoba) (membentuk jejaring)

  

Gambar 2 Langkah-langkah Pendekatan Saintifik

  Sedangkan enurut Abdul Majid (2014: 211-234), terdapat 7 langkah dalam pendekatan saintifik. Langkah-langkah dalam pendekatan tersebut adalah sebagai berikut: 1.

  Mengamati Kegiatan mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfuli learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media objek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaanya.

  2. Menanya Istilah pertanyaan tidak selalu dalam bentuk kalimat tanya, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal.

  3. Menalar Menurut Andi Prasetyo (2014: 223) menalar adalah salah satu istilah dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Menurut Daryanto (2014:75) aplikasi pengembangan aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar siswa dapat dilakukan dengan kurikulum, tidak banyak ceramah, bahan pembelajaran disusun secara hierarkis, berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati, setiap kesalahan harus segera diperbaiki, perlu pengulangan, penilaian otentik, dan guru harus mencatat semua kemajuan siswa untuk kemungkinan memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.

  4. Mengolah Pada tahapan mengolah ini, peserta didik sedapat mungkin dikondisikan belajar secara kolaboratif. Pengolahan informasi dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut.

  5. Mencoba Aplikasi metode mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

  6. Menyimpulkan Kegiatan menyimpulkan merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah, bisa dilakukan bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau bisa juga dengan dikerjakan sendiri setelah mendengarkan hasil kegiatan mengolah informasi.

  7. Menyajikan Hasil tugas yang telah dikerjakan bersama-sama secara kolaboratif dapat disajikan dalam bentuk laporan tertulis dan dapat dijadikan sebagai salah satu bahan untuk portofolio.

2.1.6 Tematik Integratif

2.1.6.1 Pengertian Tematik Integratif

  Model pembelajaran tematik integratif dianggap sebagai salah satu model pembelajaran yang efektif. Pernyataan tersebut sesuai dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2014:15) yang mengatakan bahwa tematik integratif diyakini sebagai salah satu model pembelajaran yang efektif karena mampu mewadahi dan menyentuh secara terpadu dimensi emosi, fisik, dan akademik siswa di dalam kelas atau di lingkungan sekolah.

  Sedangkan pengertian mengenai tematik integratif dikemukakan oleh Yani (2014:114) “pembelajaran tematik integratif adalah pembelajaran yang tidak mengguna kan ‘nama-nama disiplin ilmu’ sebagai nama mata pelajaran tetapi menggunakan tema-tema tertentu. Hal ini juga dijelaskan oleh Prastowo (2013: 223) yang menjelaskan bahwa pembelajaran tematik integratif merupakan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema.

  Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik integratif adalah adanya penggabungan dari beberapa mata pelajaran ke dalam satu tema. Sehingga pembelajaran tematik integratif dapat diartikan sebagai pembelajaran yang menggunakan tema sebagai pengait beberapa mata pelajaran.

2.1.6.2 Ciri dan Prinsip Tematik Integratif

  Sesuai dengan pengertian tematik integratif yang merupakan penggabungan dari mata pelajaran, maka dapat dikatakan bahwa salah satu ciri dari tematik integratif adalah adanya keterpaduan antara mata pelajaran dalam satu tema. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2014:16) menyebutkan enam ciri dari pembelajaran tematik integrattif, yaitu: (a) berpusat pada anak, (b) memberikan pengalaman langsung pada anak, (c) pemisahan antar muatan pelajaran tidak begitu jelas, (d) menyajikan konsep dari berbagai pelajaran dalam satu proses pembelajaran, (e) bersifat luwes (keterpaduan berbagai muatan pelajaran), dan (f) hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.

  Kemudian Majid (2014:89) mengemukakan beberapa prinsip yang berkenaan dengan pembelajaran tematik integratif. Prinsip tersebut adalah sebagai berikut.

  a.

  Pembelajaran tematik integratif memiliki satu tema yang aktual, dekat dengan dunia siswa dan ada dalam kehidupan sehari-hari. Tema ini menjadi alat b.

  Pembelajaran tematik integratif perlu memilih materi beberapa mata pelajaran yang mungkin saling terkait. Dengan demikian, materi-materi yang dipilih dapat mengungkapkan tema secara bermakna.

  c.

  Pembelajaran tematik integratif tidak boleh bertentangan dengan tujuan kurikulum yang berlaku.

  d.

  Materi pembelajaran yang dapat dipadukan dalam satu tema selalu mempertimbangkan karakteristik siswa seperti minat, kemampuan, kebutuhan, dan pengetahuan awal.

  e.

  Materi pelajaran yang dipadukan tidak terlalu dipaksakan. Artinya materi yang tidak mungkin dipadukan tidak usah dipadukan.

  Dari keterangan-keterangan yang telah diutarakan, dapat dikatakan bahwa prinsip-prinsip dari pembelajaran tematik integratif harus senantiasa mengiringi karakteristik dari pembelajaran tersebut. Sebagai contoh meskipun pembelajaran tematik integratif merupakan perpaduan dari beberapa materi pelajaran namun jika materi yang terpakasa tidak bisa dipadukan, tidak perlu dipadukan.

2.1.6.3 Kelebihan dan Kelemahan Tematik Integratif

  Terdapat beberapa kelebihan yang dapat diperoleh dalam penerapan pembelajaran tematik integratif. Namun, sebelum dikemukakan pendapat tentang kelebihan pembelajaran tematik integratif, berikut ini terdapat pendapat tentang kelebihan pembelajaran tematik dan pembelajaran terpadu. Menurut Majid (2014:92) kelebihan dari pembelajaran terpadu adalah sebagai berikut: (a) pengalaman dan kegiatan belajar siswa akan selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak; (b) kegiatan yang dipilih dapat disesuaikan dengan minat dan kebutuhan siswa; (c) seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi siswa; (d) menumbuhkembangkan keterampilan berpikir dan sosial siswa; (e) menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis; dan (f) dapat meningkatkan kerja sama.

  Daryanto (2014:92) juga menyatakan bahwa kelebihan dari pembelajaran sehingga siswa dengan mudah memahami sekaligus melakukannya; (b) siswa juga dengan mudah dapat mengaitkan hubungan materi pelajaran di mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran lainnya; dan (c) guru dapat dengan mudah menggunakan belajar siswa aktif sebagai metode pembelajaran.

  Selain adanya kelebihan dalam pembelajaran tematik integratif, terdapat pula kelemahannya. Majid (2014:93) menyatakan bahwa pembelajaran terpadu memiliki kelemahan terutama dalam pelaksanaannya, yaitu pada perancangan dan pelaksanaan evaluasi yang lebih banyak menuntut guru untuk melakukan evaluasi proses, dan tidak hanya evaluasi dampak pembelajaran langsung saja. Puskur, Balitbang Diknas dalam Majid (2014:93) mengidentifikasi beberapa aspek keterbatasan pembelajaran tematik integratif, yaitu sebagai berikut.

  a) Aspek Guru

  Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologis handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani mengemas dan mengembangkan materi.

  b) Aspek Siswa

  Siswa dituntut untuk memiliki kemampuan belajar yang baik, baik dalam kemampuan akademik maupun kreativitas.

  c) Aspek Sarana dan Sumber Pembelajaran

  Memerlukan bahan bacaan dan sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi.

  d) Aspek Kurikulum

  Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman siswa (bukan pada pencapaian target penyampaian materi).

  e) Aspek Penilaian

  Membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh, yaitu menetapkan keberhasilan belajar siswa dari bebarapa bidang kajian terkait yang dipadukan.

  Sesuai pendapat para ahli tersebut, dapat diketahui bahwa pembelajaran merfleksikan dunia nyata anak, selaras dengan cara anak berpikir dimana anak dengan mudah dapat mengaitkan hubungan materi pelajaran di mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran lainnya, dan kegiatan yang dipilih dapat disesuaikan dengan kebituhan anak. Selain terdapat kelebihan, ada juga kelemahannya. Kelemahan tersebut antara lain membutuhkan kreativitas yang tinggi dari guru, menuntut siswa untuk aktif, membutuhkan banyak sarana dan prasarana, serta membutuhkan penilaian yang menyeluruh.

2.1.7 Desain Pengembangan ADDIE

  Dalam buku Branch yang berjudul Instructional Design: The Addie Approach, istilah ADDIE merupakan singkatan dari Analyze, Design, Develop, Implement dan

  

Evaluation . ADDIE telah banyak diterapkan dalam lingkungan belajar yang telah

  dirancang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Berdasarkan landasan filosofi pendidikan penerapan ADDIE harus bersifat student center, inovatif, otentik dan inspriratif. Konsep pengembangannya sudah diterapkan sejak terbentuknya komunitas sosial. Pembuatan sebuah produk pembelajaran dengan menggunakan ADDIE merupakan sebuah kegiatan yang menggunakan perangkat yang efektif. ADDIE yang membantu menyelesaikan permasalah pembelajaran yang komplek dan juga mengembagkan produk-produk pendidikan dan pembelajaran.

  Berikut ini adalah beberapa langkah-langkah pelaksanaan pengembangan model ADDIE yakni :

1) Analysis (analisa)

  Analisis merupakan tahap pertama yang harus dilakukan oleh seorang pengembang pembelajaran. Shelton dan Saltsman menyatakan ada tiga segmen yang harus dianalisis yaitu siswa, pembelajaran, serta media untuk menyampaikan bahan ajarnya. Langkah-langkah dalam tahapan analisis ini setidaknya adalah: menganalisis siswa; menentukan materi ajar; menentukan standar kompetensi (goal) yang akan dicapai; dan menentukan media yang akan digunakan. Langkah analisis melalui dua a. Analisis Kinerja Analisis Kinerja dilakukan untuk mengetahui dan mengklarifikasi apakah masalah kinerja yang dihadapi memerlukan solusi berupa penyelenggaraan program pembelajaran atau perbaikan manajemen.

  b.

  Analisis Kebutuhan Analisis kebutuhan merupakan langkah yang diperlukan untuk menentukan kemampuan-kemampuan atau kompetensi yang perlu dipelajari oleh siswa untuk meningkatkan kinerja atau prestasi belajar.

  2) Design (desain/perancangan)

  Yang dilakukan dalam tahap desain ini, pertama, merumuskan tujuan pembelajaran yang SMAR (spesifik, measurable, applicable, dan realistic). Selanjutnya menyusun tes, dimana tes tersebut harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yag telah dirumuskan tadi. Kemudian tentukanlah strategi pembelajaran media danyang tepat harusnya seperti apa untuk mencapai tujuan tersebut. Selain itu, dipertimbangkan pula sumber-sumber pendukung lain, semisal sumber belajar yang relevan, lingkungan belajar yang seperti apa seharusnya, dan lain-lain. Semua itu tertuang dalam sautu dokumen bernama blue-print yang jelas dan rinci.

  3) Development (pengembangan)

  Pengembangan adalah proses mewujudkan blue-print atau desain tadi menjadi kenyataan. Artinya, jika dalam desain diperlukan suatu software berupa multimedia pembelajaran, maka multimedia tersebut harus dikembangkan. Satu langkah penting dalam tahap pengembangan adalah uji coba sebelum diimplementasikan. Tahap uji coba ini memang merupakan bagian dari salah satu langkah ADDIE, yaitu evaluasi. Pengembangan merupakan langkah ketiga dalam mengimplementasikan model desain sistem pembelajaran ADDIE. Langkah pengembangan meliputi kegiatan membuat, membeli, dan memodifikasi bahan ajar. Dengan kata lain mencakup kegiatan memilih, menentukan metode, media serta strategi pembelajaran yang sesuai untuk

  4) Implementation (implementasi/eksekusi)

  Implementasi adalah langkah nyata untuk menerapkan sistem pembelajaran yang sedang dibuat. Artinya, pada tahap ini semua yang telah dikembangkan dan dirancang sedemikian rupa dijadwal dengan peran atau fungsinya agar bisa diimplementasikan. Implementasi atau penyampaian materi pembelajaran merupakan langkah keempat dari model desain sistem pembelajaran ADDIE.

  5) Evaluation (evaluasi/ umpan balik)

  Evaluasi yaitu proses untuk melihat apakah sistem pembelajaran yang sedang dibangun berhasil, sesuai dengan harapan awal atau tidak. Sebenarnya tahap evaluasi bisa terjadi pada setiap empat tahap di atas. Evaluasi yang terjadi pada setiap empat tahap di atas itu dinamakan evaluasi formatif, karena tujuannya untuk kebutuhan revisi. Evaluasi merupakan langkah terakhir dari model desain sistem pembelajaran ADDIE. Evaluasi adalah sebuah proses yang dilakukan untuk memberikan nilai terhadap program pembelajaran.

2.1.8 Efektivitas Pembelajaran

  Pelaksanaan suatu pembelajaran, tentu menginginkan suatu pencapaian dari tujuan. Tercapainya tujuan pembelajaran yang diinginkan menunjukkan bahwa pembelajaran tersebut adalah efektif. Hal ini sesuai dengan pendapat menurut Ma’mur (2011:60) pembelajaran yang efektif berarti proses pembelajaran tersebut bermakna bagi siswa. Warsita (2008:287) juga mengatakan bahwa suatu kegiatan dikatakan efektif bila kegiatan itu dapat diselesaikan pada waktu yang tepat dan mencapai tujuan yang diinginkan. Jika suatu kegiatan tersebut adalah kegiatan pembelajaran berarti kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan dapat diselesaikan tepat waktu dan tercapai tujuan yang diinginkan.

  Sesuai dengan pengertian yang telah dijelaskan, pembelajaran yang efektif berarti pembelajaran tersebut dapat tercapai tujuannya. Oleh karena itu efektivitas pembelajaran menurut Warsita (2008:287) sering kali diukur dengan tercapainya tujuan pembelajaran. Tercapainya tujuan pembelajaran tersebut dapat diukur dari skor nilai yang diperoleh dalam mengerjakan soal evaluasi yang diberikan.

  Berdasarkan penjelasan tersebut, efektivitas pembelajaran dapat dikatakan sebagai ukuran keberhasilan dari proses pembelajaran yang telah dilakukan, apakah tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai atau tidak. Dalam penelitian ini, ukuran keberhasilan tersebut dilihat dari skor hasil belajar siswa dari tes formatif dalam satu subtema. Efektivitas pembelajaran yang dilihat dari skor hasil belajar tersebut didasarkan dari KKM yang telah ditentukan oleh sekolah. KKM yang ditetapkan di sekolah adalah KKM yang ditetapkan secara nasional dalam Kurikulum 2013, yakni 66. Jika rata-rata skor seluruh siswa dari tes formatif mencapai batas KKM maka pembelajaran dikatakan efektif, sebaliknya jika tidak mencapai batas KKM maka pembelajaran dikatakan tidak efektif.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

  

Tabel 1

Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

  No.

  Nama Peneliti

  Variabel X Variabel Y Kelas Hasil Belajar

  1. Anisa Mukhoyyar oh

  Media audio visual tentang peristiwa proklamasi

  Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang dikembangkan terdapat dalam tabel 1 berikut ini.

  5 Motivasi belajar siswa yang semakin meningkat dari siklus

  I 47,62% dan siklus

  II 80,95%

  2. Siti Marfu’ah

  Media pembelajara n

  Motivasi belajar

  11 Dengan adanya media di kelas maupun di luar kelas, siswa tidak merasakan bosan dan jenuh dalam

  Motivasi belajar melakukan belajar.

  3. Nyoman Multimedia Ketuntasan

  5 Berdampak baik Mardika dalam belajar terhadap pembelajara ketuntasan belajar. n kosakata Dapat dilihat dari bahasa 20 siswa, terdapat Inggris 19 siswa (95%) yang tuntas.

  Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terbukti bahwa media pembelajaran merupakan suplemen tambahan yang efektif untuk meningkatkan efektivitas belajar siswa. Dengan adanya media pembelajaran, siswa juga lebih tertarik dan termotivasi mengikuti pembelajaran. Oleh karena itu dilakukan penelitian pengembangan media video interaktif berdasarkankan pendekatan saintifik untuk pembelajaran tematik integratif pada siswa SD kelas 4 , khususnya tema 7 Cita-citaku subtema 2 Hebatnya Cita-citaku.

2.3 Kerangka Pikir

  Media pembelajaran merupakan bagian dari sumber belajar yang digunakan sebagai perantara untuk menyampaikan informasi dalam proses pembelajaran pada siswa. Dalam media pembelajaran tematik ada tiga yaitu media visual, audio, dan audio visual. Media audio visual atau video adalah yang paling sempurna, karena dalam proses pembelajaran dibutuhkan media pembelajaran yang menarik, variatif, dan tidak monoton. Terutama media video yang dapat memancing respon dan interaksi dengan siswa. Sebab dengan adanya media pembelajaran yang berbetuk video interaktif yang dirancang dengan menarik, maka pelaksanaan pembelajaran tematik dapat berhasil serta siswa lebih termotivasi mengikuti pembelajaran.

  Dengan media video interaktif, siswa menjadi lebih termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Siswa juga menjadi lebih fokus pada pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Sehingga dalam melaksanakan proses pembelajaran siswa menjadi tertarik dan bersemangat mengikuti pembelajaran. Dan dengan adanya media video siswa dapat mengkonkretkan konsep-konsep yang abstrak.

Dokumen yang terkait

2.1.1.2. Jenis-jenis Perangkat Pembelajaran - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Materi Energi Panas dan Bunyi dengan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning pad

0 1 29

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Materi Energi Panas dan Bunyi dengan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning pada Kelas 4 SDN 1 Me

0 0 19

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Materi Energi Panas dan Bunyi dengan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning pada Kel

0 0 30

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Materi Energi Panas dan Bunyi dengan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning pada Kelas 4 SDN 1 Medayu Kabupaten Banjarnegara

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA Materi Energi Panas dan Bunyi dengan Pendekatan Saintifik Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning pada Kelas 4 SDN 1 Medayu Kabupaten Banjarnegara

0 0 112

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Problem Based Learning Siswa Kelas 5 SD Negeri Butuh 1 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Semester II Tahun

0 2 17

BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Problem Based Learning Siswa Kelas 5 SD Negeri Butuh 1 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Semester II Ta

0 0 18

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Problem Based Learning Siswa Kelas 5 SD Negeri Butuh 1 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang S

0 0 24

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING SISWA KELAS 5 SD NEGERI BUTUH 1 KECAMATAN TENGARAN KABUPATEN SEMARANG SEMESTER II TAHUN AJARAN 20142015 SKRIPSI

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Problem Based Learning Siswa Kelas 5 SD Negeri Butuh 1 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Semester II Tahun Ajaran 2014/2015

0 3 91