BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Audit Delay: Suatu Studi Kasus Pada Perusahaan Jasa Yang Terdaftar di BEI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

  Pengertian teori menurut KBBI adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi. Selain itu, teori juga dapat dihasilkan melalui adanya suatu hasil kritikan terhadap semua pemikiran, pertanyaan, dan permasalahan yang saat ini sudah ada. Sedangkan, pengertian landasan adalah sebagai suatu acuan, patokan, definisi dan perkara yang menjadi pemicu timbulnya suatu pemikiran kritis untuk mengungkapkan kebenaran. Jadi, landasan teori adalah sebagai suatu acuan terhadap temuan- temuan yang terbaru atau terdahulu sebagai pendukung daripada permasalahan

  yang sedang dibahas.

2.1.1 Pelaporan keuangan

  Pelaporan keuangan merupakan suatu kegiatan dalam mencatat dan

menyajikan laporan keuangan serta informasi lainnya. Ketepatan waktu

penyajian laporan keuangan ke publik adalah sinyal dari perusahaan yang

menunjukan adanya informasi yang bermanfaat dalam kebutuhan untuk

pembuatan keputusan investor (Wirakusuma (2006)). Hal ini berarti apabila

penyampaian laporan keuangan terlambat, maka informasi yang didapat akan

kehilangan relevansinya dan secara tidak langsung sebagai sinyal buruk bagi

perusahaan. Sebab, informasi dalam pelaporan keuangan meliputi penyusunan dan analisis atas hasil penyelenggaraan pembukuan yang akan sangat bermanfaat bagi

  

pihak yang berkepentingan. Menurut Purba (1994), pihak-pihak yang

berkepentingan dalam mengetahui informasi keuangan adalah pihak intern dan pihak ekstern. Pihak intern itu meliputi pengelola (manajemen) perusahaan yang bersangkutan untuk menyusun anggaran belanja, sebagai pengawas pelaksanaan belanja, pengawas kegiatan, analisis dan interpretasi. Sedangkan, pihak ekstern

terdiri dari investor, pemerintah, dan pemilik (persero) perusahaan yang

bersangkutan. Perlu adanya informasi untuk meyakinkan kinerja perusahaan yang sejalan dengan visi misi perusahaan ke depannya.

  Selain itu, menurut SFAC ( Statements of Financial Accounting Concepts ) no.1 mengenai objektivitas pelaporan keuangan, menyatakan fokus paling utama terhadap pelaporan keuangan adalah informasi keadaan yang mencerminkan kondisi perusahaan dengan mengukur pendapatan komprehensif dan komponen-

komponennya (Kathleen dan Carpenter (2011)). Data-data tersebut dapat

membantu investor, kreditor dan pemakai lain laporan keuangan yang sekarang maupun yang berpotensi dalam menilai jumlah, waktu, dan ketidakpastian aliran kas di masa yang akan datang mengenai sumber daya ekonomi, klaim terhadap sumber daya tersebut dan perubahannya. pelaporan menentukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang relevan.

  Prinsip utama pelaporan keuangan adalah akuntabilitas publik, signifikansi ekonomik, dan stewardship. Pada praktiknya, masih terdapat berbagai masalah yang berkaitan dengan pelaporan keuangan terutama ketidakterbukaan dan

  

ketidakjujuran penyajian informasi oleh pihak perusahaan yang menyebabkan

ketidakpercayaan masyarakat terhadap kualitas pelaporan keuangan.

2.1.2. Laporan keuangan

  Pelaporan keuangan dan laporan keuangan mempunyai perbedaan yang

dapat diamati. SFAC no.1 memfokuskan pada pelaporan keuangan sementara

  

IASB ( the International Accounting Standards Board) framework berfokus pada

penyajian laporan keuangan. Badan tersebut meliputi objektivitas-objektivitas

yang harus ditetapkan dalam menyediakan laporan keuangan dan informasi

keuangan (Kathleen dan Carpenter (2011)). Pelaporan keuangan menyediakan

berbagai informasi keuangan mengenai masa depan, lalu dan sekarang . Misalnya,

departemen pemasaran tentu akan menetapkan sejumlah anggaran yang efisien

dan efektif dalam mendapatkan pelanggan-pelanggan dengan berbagai strategi.

  Begitu juga dengan anggaran atau kondisi aktual yang dilaporkan. Aspek-aspek

yang lain dapat meliputi lembaga yang terlibat (misalnya penyusunan standar,

badan pengawas dari pemerintah ataun entitas

pelapor), peraturan yang berlaku termasuk PABU (Prinsip Akuntansi Berterima

Umum atau Generally Accepted Accounting Principles/GAAP). Laporan

keuangan hanyalah salah satu medium dalam penyampaian informasi dan

merupakan salah satu medium pelaporan keuangan.

   Menurut PSAK No. 1, tujuan laporan keuangan adalah menyediakan

informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi

keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam

pengambilan keputusan ekonomi. Dalam artian, dapat menjadi suatu patokan bagi pihak luar maupun pihak dalam manajemen dalam mengambil keputusan.

  Laporan keuangan penting untuk disajikan. Karena pihak ekstern

memerlukan informasi laporan keuangan tersebut untuk mengambil keputusan,

yang dapat meliputi kreditor, pemerintah, dan pemilik. Dalam buku Purba (1994)

dijelaskan bahwa kepentingan bagi kreditor adalah laporan keuangan dijadikan

sebagai pedoman untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi

kewajibannya dan membayar hutangnya, juga sebagai pedoman dalam

memberikan kredit berikutnya. Bagi pemerintah, laporan keuangan digunakan

sebagai dasar untuk menentukan besarnya pajak penghasilan dan pajak

pertambahan nilai dan pungutan resmi lainnya menurut perundang-undangan yang

berlaku. Bagi pihak pemilik, laporan keuangan diperlukan untuk mengetahui

jumlah kekayaan yang ditanam di dalam perusahaan serta mengetahui

perkembangan perusahaan, kemudian mengambil kebijakan yang perlu dalam

rangka mengembangkan suatu perusahaan menjadi lebih baik.

1 Ikatan Akuntansi Indonesia. 2007. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.

2.1.3 Teori Keagenan ( Agency Theory )

  Teori keagenan menurut penulis merupakan suatu hasil penelitian yang menunjukkan bahwa adanya suatu perbedaan pemikiran yaitu masalah keagenan terhadap hasil kinerja dari beberapa pihak. Masalah keagenan dapat terjadi pada atasan dan bawahan, pihak internal terhadap pihak eksternal, maupun pihak-pihak yang bersangkutan. Jadi, Agency theory merupakan konflik di antara kelompok dalam (manajemen) dan luar (pemegang saham, kreditor, auditor, masyarakat, dan pemerintah) yang dapat mendorong timbulnya perselisihan yang merugikan bagi pihak-pihak yang bertentangan tersebut. Teori ini sekaligus menjelaskan adanya hubungan keagenan yang terjadi jika satu pihak ingin menjalankan suatu usahanya (pemilik/ principal), mendelegasikan atau menunjuk kepada pihak lain yaitu agen tersebut untuk mengerjakannya. Maka keberhasilan pemilik dipengaruhi oleh pilihan (keputusan) manajemen (agent).

  Wolk et al. (1992) menjelaskan bahwa agency theory perusahaan digambarkan sebagai titik temu hubungan keagenan antara pemilik perusahaan dan manajemen perusahaan yang berusaha menggunakan utility mereka untuk memaksimalkan kepentingan masing-masing peran mereka.

  Menurut Selznick (1949), teori keagenan adalah suatu perspektif baru yang membawa beberapa akun yang terjadi, memberikan peran diantara para principal (pemilik perusahaan atau akun) dan memberikan suatu hasil nyata dimana para petinggi (manajemen perusahaan) di suatu badan dapat dan mungkin jarang berperan sebagai agent daripada beberapa tugas. Konflik yang mungkin akan terjadi di antara para petinggi dari director dan manajemen sebagai petinggi dapat diselesaikan melalui proses co-optation.

  Teori keagenan adalah adanya satu kontrak atau lebih yang melibatkan

  

agent untuk memberikan beberapa layanan bagi atasan dengan melakukan

  pendelegasian wewenang pegambilan keputusan kepada agent (Jensen dan Meckling ( 1976 )). Baik melalui agent yang diasumsikan oleh orang ekonomi secara rasional dan semata – mata termotivasi oleh kepentingan pribadi masing- masing pihak. Dimana manajer tidak selalu bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Jadi, konsep teori ini menjelaskan adanya suatu rentang antara perbedaan masing-masing tujuan dari peran yang mereka pegang. Hal ini disimpulkan bahwa tujuan utama dari teori keagenan ( agency theory ) adalah untuk menjelaskan bagaimana pihak – pihak yang melakukan hubungan kontrak dapat mendesain kontrak, yang tujuannya untuk meminimalisasir biaya sebagai dampak adanya informasi yang tidak simetris dan kondisi ketidakpastian. Oleh karena itu, pemeriksaan laporan dan kinerja memerlukan pihak ketiga untuk memeriksanya. Auditor eksternal untuk laporan keuangan dan jasa assurance lainnya.

  Menurut Yu (2006), teori keagenan adalah adanya pemilik kepentingan atau para manager korporasi yang tidak dapat membiarkan adanya konsekuensi- konsekuensi yang timbul dari hasil keputusan mereka sendiri. Dari perspektif itu, timbul suatu kebutuhan terhadap berbagai jenis pasar dan kontrak mekanisme untuk memotivasi atau memonitor pada agent. Jadi mereka akan terlihat jauh lebih baik di mata shareholder.

  Seiring semakin berkembangnya struktur organisasi, semakin banyak pula timbul masalah keagenan yang terjadi karena pihak – pihak yang saling bekerja sama mempunyai tujuan yang berbeda. Menurut Eisenhardt (1989), masalah pertama adalah masalah keagenan yang menyangkut adanya keinginan – keinginan atau tujuan – tujuan para pemilik dan agent ( pihak manajemen ) yang saling berlawanan. Sehingga timbul suatu keraguan dari pihak pemilik. Oleh karena itu, dilakukan verifikasi apakah agent telah melakukan sesuatu dengan tepat. Masalah kedua adalah masalah pembagian antara pemilik dan agent dalam menanggung resiko. Inti dari hubungan keagenan adalah di dalam hubungan keagenan tersebut terdapat adanya pemisahan antara kepemilikan yaitu pemegang saham dengan pihak pengendalian yaitu manajer yang mengelola perusahaan.

  Untuk mengurangi masalah keagenan yaitu masalah penyimpangan yang akan dilakukan oleh pihak agent dalam perusahaan, maka diperlukan biaya yang disebut dengan biaya keagenan. Terdapat tiga macam biaya keagenan ( agency

  

cost ), diantaranya adalah biaya pengawasan oleh principal, biaya bonding, dan

  kerugian residual. biaya pengawasan oleh principal terjadi ketika dibutuhkan suatu mata pengawas yang tidak dapat dilakukan oleh principal secara langsung kepada para penerima tugas atau disebut dengan monitoring. Biaya bonding adalah biaya yang dikeluarkan semata menjadi sebuah hukuman atau penghargaan kepada pihak agent yang telah mewujudkan kepuasan principal. Sedangkan, kerugian residual lebih mengarah kepada perhitungan untuk mengatasi kemungkinan kerugian yang akan terjadi.

  Adanya kesimpulan yang dapat ditarik daripada beberapa penelitian dan pernyataan dari para peneliti adalah hubungan teori keagenan dengan laporan keuangan yang laporan keuangan disajikan oleh pihak manajemen (agent) dengan pihak principal. Oleh karena itu, dibutuhkan auditor untuk memeriksa laporan keuangan itu dengan berpegang teguh kepada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).

2.1.4 Auditing

  Berbagai jasa ditawarkan untuk mengurangi masalah keagenan terutama di bidang bisnis. Salah satunya adalah auditing. Auditing merupakan kegiatan dalam memberikan jasa pengevaluasi, pengkritik, dan pemberikan masukan, yang dilakukan oleh auditor yang kompeten dan independensi. Sehingga, hasil yang diberikan merupakan hasil yang bebas dari berpihak kepada siapapun. Dalam pengertian disini, auditing juga memberikan sebuah kepastian bagi penggunanya dalam mengambil keputusan. Menurut Tuanakotta ( 2007 ), auditing merupakan sebuah titik tolak dalam audit. Auditing bersifat analitikal, tidak bersifat menyusun atau membangun; auditing bersifat kritikal, investigatif, berurusan dengan dasar-dasar pengukuran dan asersi akuntansi.

  “Auditing is analytical, not constructive; it is critica, investigative,

  

concerned with the basis for accounting measurement and assertion ”, yang

  mempunyai terjemahan sebagai auditing yang bersifat analitikal, tidak bersifat menyusun atau membangun, bersifat kritikal ( mempertanyakan ), investigatif ( menyelidik ), berurusan dengan dasar – dasar pengukuran dan aseri akuntansi.

  Auditing berhubungan dengan verification ( memeriksa keakuratan atau ketelitian ), pemeriksaan data keuangan untuk menilai kejujurannya dalam mencerminkan peristiwa dan kondisi. Data keuangan pada dasarnya asersi mengenai fakta yang intangible ( assertion of intangible ). Verification harus menerapkan teknik dan metode pembuktian. Pembuktian adalah bagian dari field of logic ( bidang logika ) yang oleh sebagian orang diistilahkan sebagai science of proof atau ilmu pembuktian (Maurtz dan Sharaf ( 1961 ) dalam penelitian Salim (2013)).

  Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang ditetapkan (menurut Arens dan Loebbecke ( 2003 )). Auditing akan dilakukan oleh pihak yang memiliki standar profesi akuntan publik, yang dimana tercantum kata kompeten dan independen. Karena dengan adanya suatu kompetensi, dan independensi seorang pengevaluasi, maka hasil dari evaluasi akan bebas dari unsur kolusi, korupsi, dan nepotisme.

  Auditing adalah “suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah

  

  disusun oleh beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut” [Agoes ( 2004 )].

  Pengertian auditing menurut Mulyadi (2002) ialah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi secara objektif mengenai pernyataan – pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi. Tujuan daripada melakukan auditing adalah untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan – pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil

  • – hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Menurut Arens (1995) dalam penelitian Kartika (2009), tujuan audit secara umum atas laporan keuangan oleh auditor adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan hasil usaha dan arus kas yang sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum di Indonesia (PABU). Kewajaran laporan keuangan dinilai berdasarkan asersi yang terkandung dalam setiap unsur yang disajikan dalam laporan keuangan. Asersi adalah pernyataan manajemen yang terkandung dalam komponen laporan keuangan yang dapat bersifat implisit atau eksplisit.

  Menurut Boynton, dkk (2001), auditing didefinisikan sebagai : “A systematic process of objectively obtaining and evaluating evidence

  regarding assertion about economic actions and events to ascertain the degree of

correspondence between the assertions and establish criteria and communicating

the results to interested user” .

  Terjemahannya adalah suatu proses sistematis untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bukti apakah telah sesuai dengan asersi-asersi dan keterjadian peristiwa ekonomi, dengan tujuan untuk menentukan derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta menyampaikan hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

  Dalam buku Tuanakotta (2007), Mautz dan sharaf membahas postulat sementara mengenai auditing dengan menarik delapan kesimpulan postulat, beberapa diantaranya yang berkaitan dengan permasalahan audit delay yaitu: • Laporan dan data keuangan dapat diperiksa.

  • Tidak ada benturan kepentingan antara auditor dan manajemen dari entitas yang laporan keuangannya diaudit.
  • Laporan keuangan dan data informasi yang disampaikan untuk diperiksa, dan tidak mengandung penyimpangan.
  • Adanya sistem pengendalian internal yang memadai sehingga menghilangkan probabilitas terjadinya keganjilan.
  • Status professional yang dimiliki auditor independen yang memaksanya untuk memenuhi kewajiban profesionalnya yang sepadan. Berdasarkan beberapa pengertian dari para peneliti maupun penulis, dapat disimpulkan bahwa auditing merupakan suatu serangkaian kegiatan dalam mengurangi permasalahan keagenan antara pihak principal (pemilik) dengan

  (manager). Selain itu, juga terdapat beberapa kata kunci yang terkait dengan

  agent

  pengertian auditing adalah sebagai berikut:

  • Proses sistematis (Systematic process) merupakan suatu langkah atau prosedur yang dirancang berkerangka dan terorganisasi. Auditing dilakukan dengan suatu urutan langkah yang direncanakan, terorganisasi dan bertujuan.
  • Memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif (Objectively

  obtaining and evaluating evidence ) merupakan upaya untuk memperoleh

  bukti yang mendasari pernyataan yang dibuat oleh individu atau badan usaha serta untuk mengevaluasi tanpa memihak atau berprasangka terhadap bukti-bukti tersebut.

  • Pernyataan asersi mengenai kegiatan dan keterjadian ekonomi ( Assertion ) merupakan pernyataan mengenai

  about economic actions and events eksistensi ekonomi yang merupakan hasil dari kegiatan prose

  • Menetapkan tingkat kesesuaian (Degree of correspondence) merupakan pengumpulan bukti-bukti dan evaluasi terhadap hasil pengumpulan bukti tersebut. Pernyataan terhadap evaluasi akan disesuaikan dengan kriteria- kriteria yang telah ditetapkan dan berlaku umum.
  • Kriteria yang telah ditetapkan (establish criteria) merupakan kriteria atau standar yang dipakai sebagai dasar untuk menilai suatu bukti. Penilaian terhadap penyajian laporan keuangan menggunakan kriteria atau Standar Akuntansi Keuangan (SAK), dan Prinsip Akuntansi Berlaku Umum (PABU) di Indonesia.

2.2 Audit Delay

  “Auditors’ report lag is the open interval of number of days from the year

  end to the date recorded as the opinion signature date in the auditor’s report

  (Dyer & McHugh (2006)). Terjemahannya adalah bahwa keterlambatan pelaporan laporan audit adalah dihitung dari jumlah hari-hari setelah tanggal terakhir dari tahun pelaporan laporan keuangan itu sampai dengan tanggal laporan audit dikeluarkan.

  Sejalan dengan hasil penelitian Dyer & McHugh, Ahmad dan Kamarudin (2003) dalam penelitian Adinugraha (2013) juga mendefinisikan audit delay sebagai selisih waktu antara berakhirnya tahun fiskal dengan tanggal diterbitkannya laporan audit. Selain itu, Bean dan Bernardi (2003) dalam penelitian Bustaman dan Kamal (2010) bahwa audit delay adalah jumlah hari yang dibutuhkan antara penutupan tahun buku keuangan perusahaan hingga tanggal dikeluarkan laporan audit.

  Sherliza dan Siti (2010) menyebutkan bahwa audit delay adalah adanya

perhitungan 101 hari, yang mana masih dibawah maksimum periode enam bulan

untuk tercatat di Bursa Efek Malaysia dari hari dimana laporan keuangan

diselesaikan.

  Menurut Dyer dan Mchugh dalam Sirait (2008) membagi keterlambatan atau lag menjadi: a. Prelimary lag, yaitu interval antara berakhirnya tahun fiskal sampai dengan tanggal diterimanya laporan keuangan pendahulu oleh pasar modal.

  b. Auditor’s signature lag, yaitu interval antara berakhirnya tahun fiscal sampai dengan tanggal yang tercantum dalam laporan auditor.

  c. Total lag, yaitu interval antara berakhirnya tahun fiskal sampai sampai dengan tanggal diterimanya laporan ke tahunan publikasi oleh pasar.

  Adapun manfaat suatu laporan keuangan akan berkurang jika laporan tersebut tidak tersedia tepat pada waktunya. Ketepatan waktu pelaporan keuangan sangat diperlukan oleh para pemakai laporan keuangan karena memberikan informasi yang dibutuhkan pada saat yang tepat sehingga dapat digunakan oleh para pemakai laporan keuangan untuk pengambilan keputusan (Ratnawaty dan Sugiharto (2005) dalam penelitian Bustaman dan Kamal (2010)).

2.3 Kompleksitas Audit

  Kompleksitas audit adalah ukuran rumit tidaknya transaksi atau ukuran data perusahaan yang dimiliki oleh klien Kantor Akuntan Publik ( KAP ) untuk diaudit (Mulyadi (2002)). Kerumitan dalam melakukan audit terhadap kompleksitas perusahaan juga menyebabkan penundaan dalam menyampaikan laporan keuangan. Hal ini diharapkan dapat memberikan hubungan yang positif antara audit delay dan kompleksitas audit. Tingkat kerumitan dalam melakukan audit dapat dilihat dari rasio inventaris dan piutang oleh perusahaan terhadap total asetnya (Karim dan Ahmed (2005) dalam penelitian Bustamam dan Kamal (2010)). Suatu kegiatan audit menjadi semakin kompleks atau rumit dikarenakan tingkat kesulitan dan variabilitas tugas audit yang semakin tinggi. Dengan meningkatnya suatu kompleksitas, maka suatu penetapan akan resiko audit, resiko inheren dan resiko kontrol akan semakin dipengaruhi dan dipertimbangkan dengan matang. Pertimbangan tersebut mungkin akan menimbulkan suatu tenggang waktu yang lama bagi auditor dalam menyelesaikan tugasnya. Dari beberapa para penelitian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat dua pengukuran dalam menilai kompleksitas perusahaan, yaitu: jumlah anak perusahaan dan ukuran perusahaan.

2.3.1 Ukuran Perusahaan

  Ukuran perusahaan klien ( client size ) adalah besar kecilnya perusahaan klien yang sedang diaudit oleh auditor atau KAP. Variabel indikator untuk mewakili faktor ukuran perusahaan adalah total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan klien tersebut ( Craswell et al. (1995) dalam penelitian Salim (2013)).

  Menurut Ahmad dan Kamarudin (2003), perusahaan besar akan menuntut proses auditnya lebih cepat dibandingkan perusahaan kecil. Sebab informasi keuangan perusahaan besar akan lebih diperhatihkan secara luas oleh para stakeholder dan

  

stockholder. Terutama apabila, perusahaan besar tersebut bergabung di dalam

bursa saham.

  Variabel ukuran perusahaan dapat diukur dengan perusahaan yang mendapatkan laba besar. Sebaliknya, perusahaan yang menderita kerugian akan berusaha memperlambat penerbitan laporan keuangan perusahaan (Ashton et. Al (1984) dalam penelitian Kartika (2009)). Menurut Kartika (2009), ukuran perusahaan dapat diukur berdasarkan total assets / total aktiva yang dimiliki oleh setiap perusahaan sampel dan digunakan sebagai tolok ukur skala perusahaan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan total asset sebagai dasar penentuan ukuran perusahaan. Hal ini dirujuk dari penelitian-penelitian seperti Carshlaw dan Kaplan (1991).

2.3.2 Jumlah Anak Perusahaan ( subsidiaries)

  Dalam buku Beams (2000), Variabel indikator untuk mewakili faktor

  

kompleksitas adalah jumlah anak perusahaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan

  ( klien ) karena jika perusahaan memiliki anak perusahaan maka transaksi yang dimiliki klien semakin rumit karena perlu membuat laporan konsolidasi. Ismaya (2006) dalam penelitian Bustamam dan Kamal (2010), mengemukakan pengertian

  

subsidiaries adalah perusahaan yang dikendalikan oleh perusahaan lain, lebih jauh

  lagi Ismaya (2006) menjelaskan pengertian subsidiaries adalah suatu perusahaan yang turut atau sepenuhnya dikendalikan oleh suatu perusahaan lain karena sebagian besar atau seluruh modal sendiri dimiliki oleh perusahaan lain. Penulis menyimpulkan bahwa jumlah anak perusahaan dapat menjadi suatu pengukuran atas kompleksitas perusahaan yang dikerjakan. Jumlah anak perusahaan dapat dilihat di profil perusahaan pada laporan keuangan baik yang telah diaudit maupun belum diaudit.

2.4 Auditor Tenure

  Auditor tenure merupakan suatu pergantian auditor yang terjadi pada

  perusahaan yang diaudit. Meski tidak terjadi pergantian KAP (Kantor Akuntan Publik), pergantian auditor bisa saja terjadi. Pergantian tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal pribadi auditor itu sendiri.

  Namun, pergantian auditor tersebut bisa saja mempunyai pengaruh terhadap pelaksanaan audit. Karena adanya suatu pertukaran informasi antara auditor pendahulu dengan auditor yang akan menangani, yang menyebabkan pelaksanaan audit membutuhkan suatu waktu tambahan dalam menyelesaikan penilaian yang akurasi. Auditor yang akan menggantikan pada penilaian mendatang tentu harus mempelajari secara langsung data-data laporan keuangan yang dahulu dan sekarang diaudit. Sebab peraturan dan kebijakan perusahaan bisa saja berubah maupun tetap pada periode penyelesaian laporan keuangan tersebut. Hal tidak terduga tersebut harus dinilai kembali berdasarkan standar peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu Standar Akuntansi Keuangan, PABUI, maupun IFRS.

  Karakterisitik perusahaan akan dipelajari kembali, sehingga membutuhkan interval waktu bagi auditor yang akan menggantikan untuk memahaminya.

  Penelitian Primadita dan Fitriany (2012) dalam penelitian Wayan (2013), menyatakan bahwa jangka waktu audit berpengaruh terhadap informasi asimetri.

  Informasi asimetri yang bisa menyebabkan masalah keagenan bisa diatasi dengan mencegah terjadinya audit delay.

2.5 Kualitas Audit

  Kualitas audit merupakan timbulnya suatu mutu penilaian karena dilakukan oleh auditor internal maupun eksternal yang berkualitas terhadap laporan keuangan. Penentuan sebuah audit itu berkualitas dapat dilihat dari berbagai sudut. De Angelo (1981) menyatakan bahwa kualitas audit sebagai probabilitas di mana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi dari pihak yang di audit. De angelo

  (1981) dalam penelitian Chairunissa dan Sylvia (2012), mengungkapkan bahwa kualitas audit selain dapat dilihat dari beberapa aspek, salah satunya adalah dari ukuran KAP. Apabila KAP yang mengaudit adalah KAP besar (Big 4 accounting

  

firms ) diyakini dapat memberikan kualitas yang lebih baik dibandingkan KAP

kecil (Non Big 4 accounting firms).

2.6. Penilaian Resiko

  Penilaian resiko merupakan tindakan yang dilakukan manajemen untuk mengindentifikasi dan menganalisis resiko-resiko terkait penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Penilaian resiko menurut Hery (2012), berbeda antara penilaian manajemen dengan penilaian auditor, walaupun ada keterkaitannya. Apabila manajemen menilai resiko sebagai bagian dari perancangan dan pelaksanaan pengendalian internal untuk memperkecil kekeliruan serta kecurangan, sedangkan auditor menilai resiko untuk memutuskan jenis dan cakupan bukti yang dibutuhkan dalam pemeriksaan.

  Pada umumnya menurut menurut Hery (2012), dalam melakukan suatu prosedur analitis auditor sering menggunakan rasio keuangan selama melakukan tahap perencanaan maupun review akhir atas laporan keuangan yang telah diaudit. Melalui penjelasan diatas, dalam penilaian resiko, penulis menggunakan dua rasio, yaitu rasio likuiditas dan rasio solvabilitas.

2.6.1. Rasio cepat ( Quick ratio )

  Rasio cepat merupakan bagian dari rasio likuiditas yang digunakan untuk menilai apakah suatu perusahaan tersebut memiliki sumber dana yang dapat digunakan pada saat itu juga. Selain itu, juga digunakan sebagai pengukur kemampuan suatu perusahaan dalam membayar hutangnya. Menurut pengukuran, perusahaan dengan nilai rasio cepat rendah akan lebih berisiko karena perusahaan tidak liquid dan akan menyebabkan biaya audit menjadi tinggi ( Craswell dan Francis (1996 ) dalam penelitian Salim (2013)). Karena biaya audit yang tinggi, waktu untuk memeriksanya tentu membutuhkan jangka waktu yang lebih lama.

  

Quick ratio adalah rasio yang mengukur likuiditas aktiva lancar perusahaan atas

  pelunasan hutang lancar perusahaan. Rumus:

  • ℎ ( )

  ( ) = ( ) keterangan: Kas : aktiva lancar yang meliputi uang kertas/logam

  dan benda-benda lain yang dapat digunakan sebagai media tukar/alat pembayaran yang sah dan dapat digunakan setiap saat bila diperlukan.

  Piutang usaha klien : suatu kewajiban pihak lain terhadap hutangnya

  kepada perusahaan tersebut, yang dapat terjadi sebagai akibat adanya suatu transaksi. Hutang lancar : kewajiban-kewajiban yang akan diselesaikan

  pembayarannya dalam jangka waktu kurang dari satu tahun.

2.6.2. Proporsi hutang perusahaan

  Solvabilitas (analisis risiko usaha dan keuangan) mempunyai rasio utang

  

atau proporsi hutang perusahaan berupa rumus yang menggunakan data sekunder

yang berasal dari laporan keuangan klien yaitu neraca. Apabila semakin tinggi

nilai suatu rasio, maka kondisi perusahaan menunjukkan lebih banyak modal yang berasal dari hutang dan membenarkan kondisi dimana munculnya suatu keraguan

akan kesanggupan perusahaan dalam melunasi hutangnya. Namun, semakin

rendah rasio maka kondisi perusahaan akan semakin bagus. Rumus rasio utang (

debt ratio ) adalah:

  =

2.7 Penelitian terdahulu

  Regresi berganda Ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap audit delay.

  Regresi berganda Likuiditas signifikan mempengaruhi lamanya penyelesaian audit (audit delay). Sedangkan profitabilitas dan ukuran perusahaan tidak

  BAPEPAM Nomor: KEP-36/PM/2003.

  Data perusahaan pasca keputusan

  Hamza dan Prayudiawan (2007)

  Kualitas audit dan risiko bisnis berpengaruh signifikan.

  Regresi Berganda

  Ahmad dan Kamaruddin (2003) 100 perusahaan yang terdaftar di Kuala Lumpur Stock Exchange periode tahun 1996-2000.

  Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan variabel independen pada penelitian yang dilakukan oleh penulis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi Audit delay antara lain:

Tabel 2.1 Peneliti Terdahulu

  Halim (2000) 287 perusahaan di

  Regresi berganda Anak perusahaan multinasional yang dimiliki memiliki pengaruh secara signifikan terhadap audit delay , dan ukuran perusahaan tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap audit delay.

  103 perusahaan di Pakistan yang memenuhi kriteria pada tahun 1993

  Hossain dan Taylor (1998)

  488 perusahaan yang terdaftar di USA Regresi berganda ukuran perusahaan atau industri, dan kualitas audit mempengaruhi audit delay secara signifikan.

  Ashton,Will ingham, dan Elliott (1987)

  Nama Sampel data Metode penelitian Hasil penelitian variabel independen yang sama dengan penelitian penulis

  BEJ dengan tahun 1995-1997. mempengaruhi secara signifikan.

  perusahaan manufaktur

  Sistya Regresi Faktor Internal yang

  yang terdaftar di Bursa

  Rachmawati berganda mempengaruhi audit delay

  Efek Indonesia untuk

  (2008) adalah size perusahaan dan

  2003-2005

  faktor eksternal ukuran kantor akuntan publik. Sedangkan variabel profitabilitas, solvabilitas, internal auditor tidak mempunyai pengaruh terhadap audit delay

  Dewi 100 sampel Regresi Faktor ukuran perusahaan Lestari perusahaan berganda tidak berpengaruh terhadap

  (2010 ) consumer di audit delay. Namun

  Indonesia tahun mempunyai pengaruh 2004-2008 signifikan apabila dilakukan secara serempak.

  Ani Perusahaan Regresi Ukuran perusahaan, dan Yuliyanti manufaktur yang berganda ukuran kantor akuntan (2011) terdaftar di BEI publik masing-masing tahun 2007-2008 mempunyai pengaruh terhadap audit delay pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia pada tahun 2007- 2008. opini auditor, solvabilitas, dan profitabilitas masing-masing tidak berpengaruh terhadap

  audit delay.

  ukuran perusahaan, opini auditor, ukuran kap, solvabilitas, dan profitabilitas secara bersama-sama berpengaruh terhadap audit delay.

  Sumber: data sekunder yang diolah pada tahun 2014.

  

Penelitian ini akan menguji hubungan antara ukuran kompleksitas audit

(ukuran perusahaan dan jumlah cabang perusahaan), auditor tenure, kualitas audit, rasio cepat, dan proporsi hutang perusahaan dengan audit delay yang dilakukan oleh auditor.

  

Hubungan antara ukuran subsidiaries, ukuran perusahaan, auditor tenure,

kualitas audit, rasio cepat, dan proporsi hutang perusahaan dengan audit delay yang dilakukan oleh auditor dapat dilihat sebagai berikut:

  Adinugraha Prasongkop utra ( 2013)

  perusahaan dalam industri keuangan yang terdaftar di BEI selama tahun 2007 sampai dengan 2011 Regresi berganda Rata-rata audit delay yang dialami perusahaan dalam industri keuangan selama tahun 2007 sampai dengan 2011 adalah 69.05 hari. Berdasarkan hasil uji regresi berganda (multiple regression ) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan dan leverage masing-masing tidak berpengaruh secara signifikan terhadap audit delay . Profitabilitas, dan ukuran KAP masing-masing mempunyai pengaruh terhadap audit delay.

  Ni Wayan Rustiarini Dan Ni Wayan Mita Sugiarti (2013)

  72 Perusahaan industry manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2010-2011

  Regresi berganda pergantian auditor mempengaruhi secara signifikan.

2.8 Kerangka konseptual

  H1a

  Ukuran Perusahaan

  H1b Subsidiaries

  H1c

  Auditor tenure

  Audit H1d

  Kualitas audit

  delay H1e

  Rasio cepat

  H1f

  Proporsi hutang perusahaan

  Gambar 2.1 H2

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penjelasan gambar:

  

Dari kerangka konseptual diatas, peneliti menggunakan ukuran kompleksitas

audit, auditor tenure, kualitas audit, rasio cepat, dan proporsi hutang perusahaan

sebagai variabel independen, audit delay sebagai variabel dependen.

2.8.1 Ukuran perusahaan dan Audit delay

  Dalam penelitian Whittered (1980) dan Owusu-Ansah (2000), yang terdapat dalam penelitian Rachmawati (2008) menemukan bahwa tidak ada pendekatan yang memadai untuk menjelaskan perilaku pelaporan keuangan dari perusahaan. Sementara itu hasil penelitian Rachmawati (2008), menemukan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh signifkan terhadap Audit Delay yang berarti bahwa semakin besar ukuran perusahaan maka semakin rendah tingkat Audit Delay dan sebaliknya semakin kecil Ukuran Perusahaan makan semakin tinggi tingkat Audit Delay. Menurut Givoly & Palmon (1982) menggunakan ukuran perusahaan dan kompleksitas operasi untuk dapat menjelaskan ketepatwaktuan (Timeliness), menemukan bahwa penundaan pelaporan erat kaitannya dengan keterlambatan pengumuman dan ukuran perusahaan menunjukkan hubungan negatif dengan ketepatwaktuan laporan keuangan tahunan. Sementara itu, menurut Dyer dan Mc Hugh (1975) dalam penelitian Halim (2000) perusahaan besar lebih konsisten untuk tepat waktu dibandingkan perusahaan kecil dalam menginformasikan laporan keuangannya.

  Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keterkaitannya dengan audit delay.

  H1a: Ukuran perusahaan yang berpengaruh terhadap audit delay.

2.8.2 Jumlah Anak Perusahaan (subsidiaries) dan Audit Delay

  Dalam penelitian Bustamam dan Kamal (2010), Kerumitan dalam

  melakukan audit juga menyebabkan penundaan dalam menyampaikan laporan keuangan. Hal ini diharapkan dapat memberikan hubungan yang positif antara

  

audit delay dan audit complexity. Kerumitan dalam melakukan audit juga

menyebabkan penundaan dalam menyampaikan laporan keuangan.

  Che-Ahmad dan Abidin (2008) dalam penelitian Bustaman dan Kamal (2010), menjelaskan bahwa adanya anak perusahaan yang tersebar di beberapa wilayah dapat membantu perusahaan tersebut untuk lebih memperkenalkan bisnisnya kepada masyarakat. Namun, semakin banyak anak perusahaan yang tersebar dari perusahaan tersebut juga akan meningkatkan kompleksitas audit. Maka proses pengauditan juga dapat dipertimbangkan seberapa lamanya dilakukan untuk dapat menghasilkan suatu pernyataan yang lebih akurat. oleh karena itu, adanya keterkaitan antara jumlah anak perusahaan (subsidiaries) dengan audit delay.

  H1b : Subsidiaries yang berpengaruh terhadap audit delay.

2.8.3 Auditor Tenur dan Audit Delay

  Dalam penelitian Lee et al. (2011) menguji adanya hubungan audit tenure dengan audit delay pada lingkup penelitian yang lebih besar, dilihat dari penelitian pada perusahaan yang merupakan klien dari berbagai KAP di Amerika Serikat. Penelitian Lee menghasilkan kesimpulan bahwa auditor tenure terkait dengan tingkat efisiensi audit yang lebih tinggi, yakni berupa tingkat audit delay yang rendah. Oleh karena itu, penulis menyimpulkan bahwa adanya keterkaitan

  

auditor tenure dengan audit delay adalah dikarenakan oleh adanya suatu

  pergantian auditor baik dari kantor akuntan publik yang sama ataupun tidak. Tetap akan menyebabkan suatu peralihan bagi auditor yang baru untuk lebih mengenal kondisi perusahaan yang akan di audit.

  H1c: Auditor tenur yang berpengaruh terhadap audit delay.

  2.8.4 Kualitas Audit dan Audit Delay Menurut Ashton, Willingham, dan Elliott (1987) dalam penelitiannya itu.

  mereka menemukan adanya hubungan antara kualitas audit yang dibuktikan dengan adanya suatu hubungan partner dengan KAP Big Eight dan non Big Eight dengan audit delay. Hasil penelitian mereka menyatakan bahwa apabila perusahaan melakukan hubungan partner dengan KAP Big Eight akan menghasilkan audit delay yang rendah dibandingkan dengan non Big Eight. Mereka melihat adanya suatu konsistensi atau kompetensi yang jauh dimiliki oleh KAP Big Eight dibandingkan yang non Big Eight. Penelitian mereka juga sejalan

  Davies dan Whittred [1980], serta Gilling

  dengan beberapa peneliti lainnya seperti [1977] .

   Kualitas audit yang berpengaruh terhadap audit delay.

  H1d:

  2.8.5 Rasio cepat dan audit delay

  Menurut Ramadhan (2012), likuiditas secara parsial tidak berpengaruh terhadap audit delay. hal ini mungkin saja terjadi karena keadaan industri yang terlalu likuid sehingga perusahaan dalam kondisi baik walaupun memiliki rasio lancar yang rendah atau memiliki hutang yang tinggi. Kondisi yang buruk akan likuiditas perusahaan mungkin saja dapat mempengaruhi audit delay secara signifikan. Sebab, likuiditas menentukan kemampuan perusahaan dalam memenuhi hutang yang ada. Sehingga, resiko-resiko dalam mengaudit dapat dikurangi. Penelitian rasio yang digunakan untuk menilai likuiditas adalah dengan menggunakan rasio cepat.

  H1e: rasio cepat yang berpengaruh terhadap audit delay.

2.8.6 Proporsi hutang perusahaan dan audit delay

  Penelitian Ahmad dan Kamarudin (2003) menggunakan proporsi hutang sebagai variabel independen dalam penelitiannya. Proporsi hutang yaitu perbandingan hutang dengan total aset perusahaan menunjukkan tingkat kesehatan keuangan suatu perusahaan. Rasio hutang terhadap aset yang terlalu tinggi menunjukkan resiko bisnis yang terlalu tinggi dan auditor akan menaruh perhatian yang lebih terhadap opini yang akan dikeluarkan. Dalam penelitian ini proporsi hutang diperoleh dengan membagi total hutang dengan total aset perusahaan.

  H1f: Proporsi hutang perusahaan yang berpengaruh terhadap audit delay.

  

2.8.7 Ukuran perusahaan, Subsidiaries, auditor tenur, kualitas audit, rasio

cepat, dan proporsi hutang perusahaan dengan audit delay Beberapa variabel yang digunakan untuk menilai adanya keterkaitan dengan audit delay adalah subsidiaries, ukuran perusahaan, auditor tenure,

kualitas audit, rasio cepat dan proporsi hutang perusahaan. Semua variabel yang

disebutkan akan diuji secara parsial (bersamaan) dengan audit delay. Hal ini

dilakukan untuk menilai apakah adanya keterkaitan antar variabel terhadap

  

variabel dependen yaitu audit delay. Penelitian sebelumnya belum ada yang

meneliti variabel yang disebutkan diatas secara bersamaan. Hanya ada penelitian

yang mempunyai satu atau dua variabel yang telah disebutkan diatas terhadap

audit delay secara parsial. Penelitian Bustamam dan Kamal (2010) yang meneliti

mengenai keterkaitan variabel subsidiaries dan kompleksitas audit terhadap audit

delay secara parsial. Hasil penelitiannya menunjukkan pengaruh negatif. Oleh

karena itu, penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai variabel-variabel yang

telah disebutkan secara kumulatif berpengaruh terhadap audit delay.

  

H2 : ukuran perusahaan, subsidiaries, auditor tenur , kualitas audit, rasio

cepat, dan proporsi hutang perusahaan yang berpengaruh secara kumulatif

terhadap audit delay.

2.9 Hipotesis Penelitian

  Hipotesis adalah “ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya,

disangkal, atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau konstruk yang

menjelaskan atau memprediksi fenomema – fenomena yang dirumuskan dengan

maksud untuk diuji secara empiris” (Menurut Erlina ( 2008 )).

  Menurut Zimund (1997:112), Hipotesis adalah suatu dugaan yang belum terbukti secara tentatif menerangkan fakta-fakta atau fenomena tertentu. Hipotesis

juga merupakan penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena atau keadaan

tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Selain itu, oleh Kerlinger (1973),

  

hipotesis dapat disimpulkan sebagai adanya hubungan antara dua variabel atau

lebih.

  Berdasarkan perumusan masalah dalam kerangka konseptual sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: H1a: Ukuran perusahaan yang berpengaruh terhadap audit delay H1b: Subsidiaries yang berpengaruh terhadap audit delay H1c: Auditor tenur yang berpengaruh terhadap audit delay H1d: Kualitas audit yang berpengaruh terhadap audit delay H1e: Rasio cepat yang berpengaruh terhadap audit delay

H1f: Rasio proporsi hutang perusahaan yang berpengaruh terhadap

audit delay

  

H2: Ukuran perusahaan, subsidiaries, auditor tenur, kualitas audit,

rasio cepat, rasio hutang, dan proporsi hutang perusahaan yang berpengaruh secara kumulatif terhadap audit delay.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Implementasi International Pasient safety Goals (IPSG) terhadap kinerja perawat di ruang rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 21

Pengaruh Peranan Audit Internal Dan Budaya Organisasi Terhadap Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Pada Pt. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Medan

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Audit Internal 2.1.1.1. Definisi Audit Internal - Pengaruh Peranan Audit Internal Dan Budaya Organisasi Terhadap Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Pada Pt. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, M

0 0 41

Pengaruh Peranan Audit Internal Dan Budaya Organisasi Terhadap Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Pada Pt. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Medan

0 1 13

Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Financial Distress Pada Perusahaan Garmen Dan Tekstil Yang Terdaftar Di Bei Dengan Menggunakan Metode Altman’s Z-Score

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Analisis Laporan Keuangan - Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Financial Distress Pada Perusahaan Garmen Dan Tekstil Yang Terdaftar Di Bei Dengan Menggunakan Metode Altman’s Z-Score

0 0 19

B. Industri Keramik, Porselen dan Kaca - Pengaruh Kualitas Audit dan Auditor Tenure terhadap Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 1 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Teori Agensi - Pengaruh Kualitas Audit dan Auditor Tenure terhadap Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 3 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Kualitas Audit dan Auditor Tenure terhadap Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 1 12

Pengaruh Kualitas Audit dan Auditor Tenure terhadap Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 12