Tanaman yang Berkhasiat sebagai Antitumo

TANAMAN YANG BERKHASIAT SEBAGAI ANTITUMOR
Oleh: Nur Hayati Dwi Handayani (2014)
Pada makalah ini akan dibahas beberapa tanaman yang memiliki khasiat sebagai
antitumor. Pada bagian pertama, akan dijelaskan tentang Tapak Dara (Catharanthus roseus).
Kemudian pada bagian kedua akan dijelaskan tentang Delima (Punica granatum). Yang ketiga
akan dijelaskan tentang antitumor yang berasal dari bahan alam laut, yaitu Spirulina
(Arthospira sp). Dan yang terakhir, akan dipaparkan secara singkat tentang Ceplukan (Physalis
minima L), Keladi Tikus (Typhonium flagelliforme Lodd.), Temu Mangga (Curcuma Mangga
Val.), Pegagan (Centella asiatica L. Urban), Kunyit Putih (Kaempferiae rotunda L.),
Sambiloto (Andrographis paniculata Burm. F. Nees), dan Manggis (Garcinia mangostana L.).
1. Tapak Dara (Catharanthus roseus).
A. Klasifikasi

Sumber: International Taxonomy Integrated System
(http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&search_value=30168)
Catharanthus roseus, umumnya dikenal dengan tapakdara Madagaskar, merupakan spesies asli
dan endemik Madagaskar. Namun sudah banyak tersebar diseluruh dunia. Tanaman ini juga
dikenal dengan nama Ammocallis rosea, Vinca rosea, Lochnera rosea, Cape periwinkle, rose
periwinkle. Di Indonesia dikenal dengan nama tapak dara. Simplisia yang dipakai adalah
Catharanthii Folium.
Deskripsi Tanaman.

Tapak dara merupakan tanaman herba yang tingginya sekitar 1 meter. Daun oval
sampai lanset, panjang 2,5-9 cm dan 1-3,5 cm luas, hijau mengkilap, berbulu, dengan pelepah
pucat dan tangkai daun pendek panjang 1-1,8 cm, berpasangan. Bunganya berwarna putih,
pink, dan pink tua dengan pusat merah gelap, dengan tabung basal panjang 2,5-3 cm dan
B.

diameter 2-5 cm dengan lima lobus petal. Buah berupa sepasang folikel panjang 2-4 cm dan 3
mm luas.

Gambar 1.1. Tapak Dara: bentuk pohon; bunga dan daun; buah (dari kiri ke kanan)
C. Kandungan Kimia

Rosinidin is an anthocyanidin pigment found in the flowers of C. Roseus. Zat aktif
dalam daun tapak dara yang berfungsi sebagai antitumor/kanker adalah vincristin (Foye, 1995).
Pada akar, batang, daun, dan biji bunga tapak darah ditemukan lebih dari 70 macam alkaloid.
Komponen antitumor/kanker yang dikandungnya yaitu alkaloid seperti vinblastine (VLB),
vincristine (VCR), leurosine (LR), vincadioline, leurodisine, dan catharanthine.
Tapak Dara sebagai Antitumor.
Aslam, et al (2010) memaparkan bahwa Ekstrak ethanol (70%) dari daun tapak dara
yang diperikan intraperitoneal pada tikus betina dapat bekerja aktif pada CA-Ehrlich ascites.

D.

Ekstrak etanol 70% daun tapak dara menginduksi berhentinya fase metafase proses mitosis pada sel
acites. Ekstrak diberikan selama 4 hari setelah sel mengalami inokulasi. Ini menunjukkan aktifitas
sitotoksik dari ekstrak ethanol 70% daun tapak dara.

Fraksi alkaloid dari daun kering juga memiliki aktifitas tersebut. Ekstrak kloroform
daun tapak dara juga memiliki akifitas pada cell-line Leuk-P388. Tapak dara mengandung 130
alkaloid yang berasal dari grup indol. Alkaloid pada tapak dara yang diberikan intraperitoneal
pada tikus dengan dosis 10 mg/ kg BB dan 75 mg/ kg BB per oral juga aktif pada cell-line
Leuk-P1534. Pada uji klinik ekstrak daun dosis 6 mg/m2 luas permukaan tubuh secara
intravena efektif sebagai antineoplastik.
Bagian tanaman tapak dara yang dapat dijadikan sebagai antitumor adalah herba. Hasil
uji praklinik tapak dara diketahui bahwa fraksi alkaloid herba dosis 10mg/kg dan 75 mg/kg
oral efektif untuk leukimia pada tikus. Ekstrak metanol dapat menghambat proliferasi sel
kanker mammae MCF-7) dengan dosis 82 µq/100 ml menginhibis MCF-7 setara 10 µq
tamoxifen yang digunakan sebagai antiestrogen pada kanker mammae. Asam asiatik 10 µq
menginduksi 95% kematian sel dalam 48 jam.
Efek antimutagenik juga ditunjukkan pada ekstrak air daun tapak dara pada sel darah
merah. Ekstrak air daun tapak dara mereduksi jumlah micro-nucleated polycromatic sel darah

merah yang disebabkan oleh mutagen.
Kandungan senyawa kimia tapak dara yang memiliki aktifitas sebagai antitumor adalah
vincristine dan vinblastine. Berikut ini dipaparkan lebih jauh tentang kedua senyawa aktif
tersebut.

Gambar 1.2. Struktur kimia vincristine, vinblastine, dan vindoline.
VINCRISTINE
Indikasi.
 Vincristine digunakan sebagai terapi pada Leukemia Limfositik Akut (LLA), Limfoma
Hodkin, Limfoma non-hodkin, tumor wilms’, neuroblastoma, rhabdomyosarcoma.
Farmakodinamik.
 Vincristine merupakan alkaloid yang berfungsi sebagai agen antineoplastik dari vinca.
Alkaloid vinca memiliki struktur yang menyerupai 2 komponen unit multiring,
vindoline dan catharanthine. Alkaloid vinca menjadi sangat berguna pada penggunaan
klinis sejak ditemukan khasiatnya sebagai antitumor pada tahun 1959. Awalnya ekstrak
tanaman tapak dara (Catharanthus roseus) diteliti karena aktifitasnya sebagai agen
hipoglikemik untuk pengobatan Diabetes Mellitus. Tetapi ternyata memiliki efek mensupresi sumsum tulang pada tikus dan memiliki efek antileukemik secara in vitro.
Vincristine berikatan dengan protein mikrotubular pada spindel mitosis, menyebabkan
kristalisasi pada mikrotubulus dan mitosis berhenti sehingga sel mati. Vincristine
memiliki efek immunosuppressan. Alkaloid vinca diperkirakan berperan pada fase

pembelahan sel yang spesifik.
Mekanisme Kerja.
 Aktifitas antitumor pada vincritine melalui penghambatan fase metafase mitosis,
melalui interaksinya dengan tubulin.
 Vincristine juga berperan pada 1) asam amino, cyclic AMP, dan metabolisme
glutathione, 2) aktifitas calmodulin-dependent Ca2+-transport ATPase, 3) respirasi
selular , dan 4) biosintesis asam nukleat dan lipid.
Dosis.
 Injeksi, bubuk, lipofil, untuk suspensi diberikan secara intravena: 5 mg/ 31 ml
 Injeksi, solution diberikan secara intravena: 1 mg/ ml
Efek samping.
 Mula, muntah, penurunan berat badan, diare, sakit kepala, konstipasi.
 Penurunan daya tahan tubuh untuk melawan infeksi (demam, radang tenggorokan
persisten, batuk)
 Gannguan pada otot dan persyarafan (dapat terjadi pada waktu yang lama): nyeri/
kesulitan saat berkemih, perubahan jumlah urin, nyeri muskuloskeletal (pada sendi,
tulang belakang, dan otot), rasa seperti terbakar pada tangan dan kaki, kesulitas








berjalan, gangguan keseimbangan/ koordinasi, kelemahan otot (termasuk otot wajah
dan bagian tubuh yang lain), kesulitan berbicara.
Gangguan penglihatan dan pendengaran, perubahan status mental/ mood (seperti
depresi, halusinasi, konfusi), mudah mengalami perdarahan/ bruising, kelelahan.
Kejang, nyeri dada/ lengan kiri, manifestasi gangguan hati (seperti urin yang pekat,
muntah, mual, nyeri perut, kulit tampak kuning)
Gangguan pernafasan: pasien dengan masalah pernafasan akan lebih mudah mengalami
efek samping ini. Tidak dianjurkan pengobatan vincristine dalam jangka waktu yang
panjang. Efeknya dapat timbul pada hitungan menit sampai beberapa jam setelah
pemberian vincristine dan setelah pemberian selama 2 minggu.
Reaksi alergi: rash, itching, bengkak (terutama pada wajah, lidah, atau tenggorokan),
sakit kepala hebat, dan gangguan pernafasan.

Over dosis vincristin.
 Muntah, diare, ileus paralitik
Efek toksik

 Terjadi pada hari ke-5 setelah penggunaan selama 2 minggu
 Dapat timbul trombositopenia, leukopenia, stomatitis, gastrointestinal disorder (mual,
muntah, konstipasi
Perhatian.
 Hindari pemberian vincristin pada pasien dengan riwayat alergi, gangguan persarafan
dan otot, gangguan hati, penurunan fungi sumsum tulang, gangguan pada darah, infeksi.
 Selama penggunaan vincristine, hindari terjadinya luka/ trauma dan olahraga, menyetir
kendaraaan, hindari alcohol.
 Anak-anak lebih sensitif mengalami efek pengobatan,terutama muntah dan konstipasi
karena kerja usus yang melambat.
 Pada lansia dapat timbul kesulitan berkemih, sebagai efek dari pengobatan terhadap
ginjal (retensi urin).
 Penggunaan vincristine dapat mengganggu kesuburan, baik pada pria maupun pada
wanita.
 Tidak direkomendasikan pada ibu hamil karena dapat menyebabkan keguguran.
 Belum diketahui efeknya terhadap ASI. Untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan, disarankan untuk menghindari pemberian ASI ketika mendapatkan
treatmen ini.
Interaksi obat.
Beberapa produk menimbulkan interaksi dengan vincristine, yaitu:

 Digoksin (urunkan efek digoksin), fenitoin, obat yang dapat menimbulkan keusakan
syaraf pendengaran (misalnya kemoterapi dengan obat yang mengandung platinum).
 Obat yang mempengaruhi enzim hati dapat mengeluarkan vincristine dari tubuh (
aprepitant, cimetidine, St. John's wort, antijamur golongan azole sepeti itraconazole,
antibiotik mikrolid seperti erythromycin, rifamycins termasuk rifabutin, anti kejang
seperti carbamazepine);
 Obat yang menyebabkan kesulitan berkemih (belladonna, anticholinergic seperti
atropine, antispasmodik seperti dicyclomine, obat yang menyebabkan overaktif bladder
seperti oxybutinin)

Keamanan (Kevin, et al, 2012).
 oral LD50 ekatrak metanol daun tapak dara pada mencit lebih dari 1 g/kg.
 penggunaan tapak dara berkepanjangan menyebabkan toksik pada mencit. Dosis
0,5 gr/ kg BB dan 1 gr/kg menimbulkan diare dan kematian.
 Subkronik dan kronik: pemberian per oral 0,5an pengaruh signifikan pada marker
serum biokimia berat badan, intake nutrisi dan cairan pada pemberia lebih dari 14
hari.
 Pemberian per oral 0,1 g/ kg BB ekstrak metanol daun tapak dara lebih dari 14 hari
aman pada mencit betina galur SD tanpa menyebabkan kerusakan signifikan pada
hati dan ginjal.

VINBLASTINE
Indikasi.
 Vinblastine digunakan sebagai terapi pada Leukemia Limfositik Akut (LLA), Limfoma
Hodkin, Limfoma non-hodkin, tumor wilms’, neuroblastoma, rhabdomyosarcoma.
Farmakodinamik.
 Vinblastine merupakan alkaloid yang berfungsi sebagai agen antineoplastik dari vinca.
Alkaloid vinca memiliki struktur yang menyerupai 2 komponen unit multiring,
vindoline dan catharanthine. Alkaloid vinca menjadi sangat berguna pada penggunaan
klinis sejak ditemukan khasiatnya sebagai antitumor pada tahun 1959. Awalnya ekstrak
tanaman tapak dara (Catharanthus roseus) diteliti karena aktifitasnya sebagai agen
hipoglikemik untuk pengobatan Diabetes Mellitus. Tetapi ternyata memiliki efek mensupresi sumsum tulang pada tikus dan memiliki efek antileukemik secara in vitro.
Vinblastine berikatan dengan protein mikrotubular pada spindel mitosis, menyebabkan
kristalisasi pada mikrotubulus dan mitosis berhenti sehingga sel mati. Vinblastine
memiliki efek immunosuppressan. Alkaloid vinca diperkirakan berperan pada fase
pembelahan sel yang spesifik.
Mekanisme Kerja.
 Aktifitas antitumor pada vincritine melalui penghambatan fase metafase mitosis,
melalui interaksinya dengan tubulin.
 Vincristine juga berperan pada 1) asam amino, cyclic AMP, dan metabolisme
glutathione, 2) aktifitas calmodulin-dependent Ca2+-transport ATPase, 3) respirasi

selular , dan 4) biosintesis asam nukleat dan lipid.
Efek samping.
 Mula, muntah, penurunan berat badan, diare, sakit kepala, konstipasi.
 Rambut rontok.
 Penurunan daya tahan tubuh untuk melawan infeksi (demam, radang tenggorokan
persisten, batuk)
 Gannguan pada otot dan persyarafan (dapat terjadi pada waktu yang lama): nyeri/
kesulitan saat berkemih, perubahan jumlah urin, nyeri muskuloskeletal (pada sendi,
tulang belakang, dan otot), rasa seperti terbakar pada tangan dan kaki, kesulitas
berjalan, gangguan keseimbangan/ koordinasi, kelemahan otot (termasuk otot wajah
dan bagian tubuh yang lain), kesulitan berbicara.
 Gangguan penglihatan dan pendengaran, perubahan status mental/ mood (seperti
depresi, halusinasi, konfusi), mudah mengalami perdarahan/ bruising, kelelahan.






Kejang, nyeri dada/ lengan kiri, manifestasi gangguan hati (seperti urin yang pekat,

muntah, mual, nyeri perut, kulit tampak kuning)
Gangguan pernafasan: pasien dengan masalah pernafasan akan lebih mudah mengalami
efek samping ini. Tidak dianjurkan pengobatan vincristine dalam jangka waktu yang
panjang. Efeknya dapat timbul pada hitungan menit sampai beberapa jam setelah
pemberian vincristine dan setelah pemberian selama 2 minggu.
Reaksi alergi: rash, itching, bengkak (terutama pada wajah, lidah, atau tenggorokan),
sakit kepala hebat, dan gangguan pernafasan.

Keamanan.
 LD50 pada tikus, per oral: 423 mg/ kg BB, pada mencit per oral: 305 mg/ kg BB.
 Efek toksik terjadi pada hari ke-5 setelah penggunaan selama 2 minggu, berupa
leukopeni, paralisis, konstipasi, nyeri abdomen.

Interaksi Obat.
 Obat analgesik antipiretik (aspirin dan agen AINS seperti ibuprofen, naproxen, aspirin
karena dapat menimbulkan perdarahan), hidantoin (fenitoin), tolterodin, obat yang
berefek pada pendengaran (cisplatin, carboplatin, aminoglikosida seperti gentamisin).
 Obat yang menimbulkan efek pada enzim hati, sehingga menyebabkan vinblastin
dikeluarkan dari tubuh (aprepitant, cimetidine, St. John's wort, antijamur golongan
azole sepeti itraconazole, antibiotik mikrolid seperti erythromycin, rifamycins termasuk

rifabutin, anti kejang seperti carbamazepine);
 Aspirin dosis rendah dapat dilanjutkan untuk pencegahan serangan jantung dan stroke
(dosis yang dianjurkan of 81-325 mg/ hari).
E. Penggunaan secara Konvensional.

Pemakaian vincristine dan vinblastine secara konvensional harus mempertimbangkan
ada atau tidaknya gannguan pada hati. Vincristine dibeikan secara iv, dosis dewasa 1,4 mg/ m2
dengan dosis total tidak boleh lebih dari 2 mg. Pemberian vincristine disertai monitoring
terhadap keadaan klinis pasien. Jika pasien menunjukkan manifestasi klinis yang baik dan
toksisitas regimen yang minimal, maka pemberian vincristine dapat ditngkatkan. Sedangkan
dosis untuk vinblastine 3,7 mg/m2 pada dewasa, dengan penambahan dosis dapat dilakukan
hingga 5,5-7,4 mg/ m2, diberikan secara mingguan.
Aktifitas farmakologi yang lain.
Berikut ini akan dijelaskan mengenai efek farmakologi lain tanaman tapak dara
(Catharanthus roseus). Aslam, et.al (2010) mengemukakan beberapa aktifitas farmokologi
yang terdapat pada taaman tapak dara ebagai berikut:
 Antispermatogenik.
Ekstrak air daun tapak dara pada tikus jantan yang diberikan secara intraperitoneal pada
dosis 0,2 ml/ hewan menunujukkan efek antispermatogenik yang lemah. Pada dosis 10
mg/ hewan terjadi perubahan regresif pada tubulus seminiferus dan sel leydig,
peningkatan kolesterol pada testis, dan degeneratif pada seluruh elemen germinal.
 Antifertilitas.
Ektrak metanol/air (1:1) daun dan stem yang diberikan secara per oral pada mencit
jantan menunjukkan efek antifertilitas.
F.

















Antihipertensi.
Alkaloid total pada akar yang diberikan iv pada anjing dengan dosis 4 mg/ kg BB
menunjukkan efek antihipertensi.
Antifungi.
Ekstrak aceton dan air dengan konsentrasi 50% pada plat agar menimbulkan
Neurospora crossa inaktif. Ektrak air daun menunjukkan efek yang baik pada
penghambatan pertumbuhan Trichophyton mentagrophytes. Ekstrak air dari stem aktif
pada penghambatan kultur T. Mentagrophytes dan T. Rubrum. Daundan akar pada plat
agar aktif menghambat Phytum aphanidermatum.
Antihiperkolsterolemia.
Ekstrak air daun yang diperikan pada kelinci per oral menunjukkan efek sebagai
antihiperkolesterolemia.
Antidiuretik.
Fraksi alkaloid pada tanaman yang diinjeksikan subkutan pada mencit jantan dengan
dosis 50 mg/ kg BB menunjukkan efek antidiuretik.
Antimlaria.
Ekstrak kloroform akar tapak dara dengan dosis 400 mg/kg BB dan ekstrak air 4,42
mg/ kg BB per oral yang diberikan pada ayam menunjukkan aktifitas antimalaria pada
Plasmodium gallinaceum.
Antihiperglikemi.
Ekstrak daun dengan konsentrasi 6,25% pada diet tikus yang diinduksi streptozotosin
menunjukkan aktifitas sebagai antihiperglikemi. Ekstrak air herba tapak dara yang
diberikan intragastrik pada anjing dengan dosis 50 mg/ kg BB tidak aktif, sedangkan
pada dosis 10 mg/ kg BB pada kelinci yang diinduki aloksan aktif sebagai
antihiperglikemia.
Antibakteri.
Ekstrak benzena bunga kering tapak dara dengan konsentrasi 50% dan ekstrak benzena
daun pada plat agar aktif menghambat Proteus, pseudomonas, shigella, dan
Staphylococcus. Ekstrak etanol 70% daun kering aktif menghambat Bacillus
megaterium, Staphylococcus. Ekstrak air herba pada plat agar dengan konsentrasi 1:4
inaktif pada Salmonella paratyphi.
Antivirus.
Ekstrak air jaringan calus pada kultur sel menunjukkan aktifitas pada virus Tobacco
mosaic.
Aktifitas kardiotonik.
Ekatrak etanol 70% daun dan stem diberikan iv pada tikus dengan dosis 120 mg/ kg BB
menunjukkan aktifitas kardiotonik.
Aktifitas depresi SSP
Aktifitas total akar yang diberikan intraperitoneal pada tikus dengan dosis 120 mg/ kg
BB dapat mendepresi sistem syaraf pusat.

Penggunaan Tradisional
Dalam Ayurveda ( pengobatan tradisional India ) ekstrak akar dan tunas , meskipun
beracun , digunakan terhadap beberapa penyakit. Dalam pengobatan tradisional Cina , ekstrak
dari itu telah digunakan untuk melawan berbagai penyakit , termasuk diabetes , malaria , dan
Hodgkin limfoma. Vinblastine dan vincristine diekstrak dari tanaman yang digunakan dalam
pengobatan leukemia dan limfoma Hodgkin.
Pengolahan tapak dara menjadi resep pengobatan tradisional dilakukan dengan cara
bagian tanaman (daun/ herba) dikeringkan di bawah sinar matahari. Kemudian simplisia kering
G.

direbus, disaring dan diperas. Beberapa dosis penggunaan tapak dara secara tradisional adalah
sebagai berikut:
 Obat Diabetes
Lima lembar daun tapak dara diseduh dengan satu gelas air mendidih. Diamkan hingga
dingin. Kemudian minum.
 Obat Hipertensi
Daun tapak dara kering sebanyak 6-15 gram direbus. Setelah dingin, minum.
 Obat Leukemia
Rebus lima gelas air dengan 15 gram tanaman tapak dara yang telah dicuci bersih di api
kecil hingga tersisa 1-2 gelas. Setelah dingin, saring ramuan dan minum beberapa kali
hingga habis dalam satu hari.
 Obat Luka baru
Lima lembar daun tapak dara ditumbuk hingga halus. Tempelkan pada luka baru.
 Obat Bisul atau Bengkak
Tumbuk hingga halus satu genggam daun tapak dara. Tempelkan pada bagian yang
bengkak atau bisul.

Gambar 1.3. Contoh produk

2. Delima (Punica granatum L.)
A. Klasifikasi
Berdasarkan International Taxonomy Integrated System (ITIS), klasifikasi tanaman
delima adalah sebagai berikut:
Kerajaan
Subkingdom
Divisi
Subdivisi
Infradivisi
Kelas
Superordo
Ordo
Famili
Marga
Spesies

: Plantae
: Viridaeplantae
: Tracheophyta
: Spermatophyta
: Angiospermae
: Magnoliopsida
: Rosanae
: Myrtales
: Lythraceae
: Punica
: Punica granatum L.

Delima (Punica granatum L) adalah tanaman buah-buahan yang diperkirakan berasal
dari Iran, namun telah lama dikembangbiakkan di daerah Mediterania. Bangsa Moor memberi
nama salah satu kota kuno di Spanyol, yaitu Granada, berdasarkan nama buah ini. Tanaman ini
juga banyak ditanam di daerah Cina Selatan dan Asia Tenggara.
Tanaman delima memiliki nama daerah. Di daerah Sumatera, tanaman ini dikenal
dengan glima (Aceh), glimeu mekah (Gayo), dalimo (Batak). Di wilayah pulau Jawa, delima
disebut gangsalan, delimo (Jawa), dalima (Sunda), dhalima (Madura). Di Nusa Tenggara,
disebut jeliman (Sasak), talima (Bima), dila dae lok (Roti), lelo kase, rumau (Timor). Di
Maluku, dikenal dengan dilimene (Kisar). Sedangkan di negara lain, delima dikenal dengan
Shi liu (Cina), granaatappel (Burma), grenadier (Filipina), granatbaum (Jerman), luru
(Vietnam), thap thim (Thailand), granada (Spanyol), pomegranate (Inggris) (BPPT, 2005).
B. Deskripsi tanaman
Bentuk pohon perdu atau pohon kecil dengan tinggi 2–5 m. Batang berkayu, ranting
bersegi, percabangan banyak, lemah, berduri pada ketiak daunnya, cokelat ketika masih muda,
dan hijau kotor setelah tua. Daun tunggal, bertangkai pendek, letaknya berkelompok. Helaian

daun bentuknya lonjong sampai lanset, pangkal lancip, ujung tumpul, tepi rata, pertulangan
menyirip, permukaan mengkilap, panjang 1–9 cm, lebar 0,5–2,5 cm, warnanya hijau.
Bunga tunggal bertangkai pendek, keluar di ujung ranting atau di ketiak daun yang
paling atas. Biasanya, terdapat satu sampai lima bunga, warnanya merah, putih, atau ungu.
Berbunga sepanjang tahun. Buahnya buah buni, bentuknya bulat dengan diameter 5–12 cm,
warna kulitnya beragam, seperti hijau keunguan, putih, cokelat kemerahan, atau ungu
kehitaman. Kadang, terdapat bercak-bercak yang agak menonjol berwarna tebih tua. Bijinya
banyak, kecil-kecil, bentuknya bulat panjang yang bersegi-segi agak pipih, keras, tersusun
tidak beraturan, warnanya merah, merah jambu, atau putih.

Gambar 2.1. Pohon delima

Gambar 2.2. Bunga delima mekar
Sebelum kelopak bunga jatuh

Gambar 2.3. Kelopak bunga
delima dan pengeringan
benang sari setelah
pembuahan dan kelopak
bunga jatuh

Gambar 2.4. Delima

C. Pertumbuhan dan perkembangbiakan
Tumbuhan ini menyukai tanah gembur yang tidak terendam air, dengan air tanah yang
tidak dalam. Delima sering ditanam di kebun-kebun sebagai tanaman hias, tanaman obat, atau
karena buahnya yang dapat dimakan.
D. Habitat dan Penyebaran
Delima berasal dari Timur Tengah, tersebar di daerah subtropik sampai tropik, dari
dataran rendah sampai di bawah 1.000 m dpl.

E. Kandungan kimia
Kulit akar dan kulit kayu pohon delima mengandung sekitar 20% ellagitanin dan 0,51% senyawa alkaloid, antara lain alkaloid pelletoerine (C8H14NO), pseudopelletierine
(C9H15NO), metilpellettierine (C9HNO). Daun delima mengandung alkaloid, tanin, kalsium
oksalat, lemak, sulfur, peroksidase. Jus buah mengandung asam sitrat, asam malat, glukosa,
fruktosa, maltosa, vitamin A dan C, mineral (kalsium, fosfor, zat besi, magnesium, natrium,
dan kalium), serta tanin. Kulit buah delima mengandung alkaloid pelletierene, granatin, betulic
acid, ursolic acid, isoquercetine, ellagitanin, resin, triterpenoid, kalsium oksalat, dan pati
(BPPT, 2005). Kulit buah delima juga mengandung asam gallat (Zeweil, elNagar, Zahran,
Ahmed, & El-Gindy, 2013), pedunculadin, punicalagin, granatin A, casuarinin,
gallagyldilakton, dan asam ellagat (Satomi, Umemura, Ueno, Hatano, Okuda, & Noro, 1993).

Gambar 2.5. Struktur asam ellagat (Trease & Evans, 1996).
F. Delima sebagai Antitumor.
Pada penelitian invitro menggunakan cell-lines kanker prostat (DU-145, LnaP, dan PC3) menunjukkan efek ekstrak delima (juus, minyak bji, dan kulit buah) berpotensi menghambat
pertumbuhan proliferasi dan invasi sel kanker prostat, menyebabkan kerusakan sel,
menginduksi apoptosis, dan menhambat pertumbuhan sel tumor. Penelitian ini juga
menunjukkan kombinasi ekstrak dari beberapa bagian buah lebih efektif daripada 1 bagian saja.
Beberapa penelitian invivo juga menunjukkan mekanisme antikanker dari delima. 2 penelitian
pada tikus yang ditanam sel kanker prostat PC-3 menunjukkan ekstrak buah delima (bagian
buah, tidak termasuk kulit) menghambat pertumbuhan dan menginduksi apoptosis melalui
protein regulator apoptosis (Lansky, et al, 2007).

Figure 2.6:
Effects of Punica granatum spinosa extract on cell viable of PC3 cells.
Cells were incubated with the Punica granatum spinosa extract in
culture medium at concentrations derived from IC50, 50, 100, 200, and
300 μg/mL for 24 h. The induced apoptosis (internucleosomal DNA
fragmentation) was then assessed by cell death detection ELISA.

Figure 2.7:
Nuclei morphological changes during Punica granatum
spinosa induced apoptosis in PC3 cells detected by TUNEL assay.
Tumor cells treated with extract (250 μg/mL) were assayed by TUNEL
and observed under light microscopy. For PC3 cells group, (a) treated
with extract (250 μg) for 24 h and (b) show negative control (without
treatment).

G. Keamanan
 Data Toksisitas

LD50 pada tikus (oral) : 12.579,4 mg/ kg BB
 Efek toksisitas akut: tidak ada
 Efek Toksisitas Kronik
 Efek karsinogenik: Tidak ada
 Efek mutagenik: Tidak ada
 Efek teratogenik: Tidak ada



Prostate Cancer Cell-line (Sepehr, et al., 2012)
o IC50 ekstrak kulit delima 250.21 μg/mL (invitro)
Human lung cancer cell –line A549 (Lansky, et al., 2007)
o IC50-80 μg/ml (invitro)
o LD50 ekstrak metanol kulit buah delima > 100 mg (invivo)
o LD50 fraksi etil asetat diperoleh dari ekstrak metanol kulit buah delima 25μg,
sedangkan fraksi alkohol 50μg

H. Aktifitas Farmakologi Lain.
Beberapa aktifitas farmakologi yang terkandung dalam delima selain sebagai anttumor
adalah sebagai berikut:
 Antiinflamasi
Cold pressed Punica granatum seed oil (CPSO) menunjukkan aktifitas menghambat
enzim cyclooxigenase dan lipooxigenase secara invitro. Cyclooxigenase, enzim kunci
pada konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin (mediator inflamasi) dihambat
oleh 37% ekstrak CPSO. Lypooxigenase, yang mengkatalisis konversi asam arakidonat
menjadi leukotrien yang juga merupakan mediator inflamasi, dihambat dengan 75%
ekstrak CPSO. Sehingga disimpulkan bahwa ekstrak jus delima menghambat
lipooxigenase secara invitro pada konsentrasi 23,8%.
 Neuroprotektif.
Delima mengandung properti neuroprotekstif yang cukup tinggi pada stress yang
menginduksi neurodegeneratif, seperti penyakit Alzheimer. Delima mentriger inhibisi
AchE yang menyebabkan perpanjangan waktu paruh acetylcholine, dimana diketahui
bahwa acetylcholine bermanfaat pada teratmen penurunan kognitif, meningkatkan
memory atau meningkatkan aktifitas SSP.
 Antiatherogenik.
Delima menunjukkan kandungan agen antiatherogenik dengan menyimpan kembali
keseimbangan prooksidan dan antioksidan. Efek antiatherogenik ini berkaitan dengan
efeknya sebagai antioksidan, hipolipidemik, antiagregasi platelet, dan agen pelepasan
lipoprotein lipase.
 Antiglikemik.
Pada studi terhadap 2 pasien DM dengan hiperlipiemia menunjukkan bahwa kensentrat
jus bush delima menurunkan absorpsi kolesterol, meningkatkan ekskresi kolesterol
lewat feses. Punica granatum flower extract (PFLE) meningkatkan sensitifitas insulin
dan menurunkan kadar gula darah pada tikus setelah 30 menit pemberian glukosa.
Ekstrak buah-daun delima juga menghambat alfa-glukosidase invitro, menurunkan
konversi sukrosa menjadi glukosa. Ekstrak tanaman menunjukkan aktifitas
hipoglikemik yang signifikan pada tikus diabetes, dengan meningkatkan level insulin
dan regenerasi sel beta pankreas.

I. Penggunaan secara Tradisional.
Punica granatum (L) merupakan salah satu tanaman yang mengandung beberapa
fitoestrogen alami. Bertahun-tahun jus Punica dikenal dan digunakan sebagai obat tradisional,
seperti kulit buah kering dan jus buah yang digunakan sebagai obat oral dalam pengobatan
kolik, kolitis, keputihan, menorrhagia, oxyuriasis, kelumpuhan, dan aplikasi eksternal untuk
payudara dan pangkal leher pada gondok dan sakit kepala. Jus delima kaya akan antioksidan
yang secara umum memiliki aktifitas biologis yang penting terhadap oksidasi kolesterol,
perlindungan terhadap aterosklerosis, anti-inflamasi, anti- penuaan , dan perlindungan terhadap
penyakit Alzheimer, dan diabetes (Sreekumar, Thankayyan, Santhosh, Baddireddi, &
Sreeharshan, 2011).
Badan Pengkajian dan Penerapan Tehnologi atau BPPT (2005) juga menyebutkan
bahwa kulit buah delima secara empiris telah digunakan oleh masyarakat untuk mengobati
sakit perut karena cacing, buang air besar mengandung darah dan lendir (disentri amuba), diare
kronis, perdarahan akibat wasir, muntah darah, batuk darah, perdarahan rahim, perdarahan
rektum, prolaps rektum, radang tenggorok, radang telinga, keputihan (leukorea), dan nyeri
lambung.

Gambar 2. 8. Contoh produk

3. Spirulina (Arthospira sp).
A. Klasifikasi
Kingdom
Phylum
Class
Order
Family
Genus
Spesies

: Bacteria
: Cyanobacteria
: Cyanophyceae
: Oscillatoriales
: Phormidiaceae
: Arthospira
: Arthospira maxima
Arthospira plantesis

Spirulina adalah cyanobacterium yang dapat dikonsumsi oleh manusia dan hewan
lainnya dan dibuat terutama dari dua spesies cyanobacteria: Arthrospira platensis dan
Arthrospira maxima. Spirulina merupakan sumber makanan bagi suku Aztec dan
Mesoamericans lain sampai abad ke-16, Suku Aztec menyebutnya "tecuitlatl“

Arthrospira dibudidayakan di seluruh dunia, digunakan sebagai suplemen makanan
serta makanan utuh, dan tersedia dalam tablet, serpihan dan bubuk. Hal ini juga digunakan
sebagai suplemen pakan dalam akuakultur, akuarium dan unggas industri.
B. Morfologi.
Spirulina memiliki bentuk berserabut mengambang bebas ditandai dengan silinder,
trikoma multiseluler dalam helix kiri terbuka.

Gambar 9. Arthospira maxima

Gambar 10. Arthospira plantesis

Gambar 11. Makroskopis spirulina

Gambar 12. Simplisia bubuk spirulina

C. Kandungan Kimia
1. Protein
 Spirulina kering mengandung sekitar 60 % ( 51-71 % ) protein . Ini adalah
protein lengkap yang mengandung semua asam amino esensial , meskipun
dengan jumlah yang berkurang dari metionin , sistein dan lisin jika
dibandingkan dengan protein daging , telur dan susu . Hal ini , bagaimanapun ,
unggul protein tanaman khas , seperti yang dari kacang-kacangan .
 The US National Library of Medicine mengatakan bahwa spirulina tidak lebih
baik dari susu atau daging sebagai sumber protein , dan sekitar 30 kali lebih
mahal per gram
2. Nutrisi lain
 Kadar lemak Spirulina adalah sekitar 7 % berat, dan kaya akan asam gamma linolenat (GLA), dan juga menyediakan alpha - linolenic acid (ALA), asam
linoleat (LA), asam stearidonic (SDA), asam eicosapentaenoic (EPA), asam
docosahexaenoic (DHA) dan asam arakhidonat (AA). Spirulina mengandung
vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin) , B3 (nicotinamide), B6 (pyridoxine), B9
(asam folat) , vitamin C, vitamin D, vitamin A dan vitamin E. Spirulina juga
merupakan sumber kalium, kalsium, kromium, tembaga, besi, magnesium,
mangan, fosfor, selenium, natrium dan seng .
 Spirulina mengandung banyak pigmen yang mungkin bermanfaat dan
bioavailable, termasuk beta -karoten, zeaxanthin, klorofil -a, xantofil,

echinenone, myxoxanthophyll, canthaxanthin, diatoxanthin, 3' hydroxyechinenone, beta - cryptoxanthin dan oscillaxanthin, ditambah
phycobiliproteins c - phycocyanin dan allophycocyanin .
D. Keamanan.
Studi toksikologi dari efek konsumsi spirulina pada manusia dan hewan, dengan
mengkonsumsi makan sebanyak 800mg/kg, dan mengganti hingga 60% dari asupan protein
dengan spirulina, telah menunjukkan tidak ada efek toksik. Kesuburan , teratogenik, studi peridan pasca-natal, dan multi-generasi pada hewan juga menemukan tidak ada efek samping dari
konsumsi spirulina.
Dalam sebuah penelitian 2009, 550 anak kurang gizi diberi makan hingga 10 g / hari
bubuk spirulina, tanpa efek samping. Puluhan studi klinis pada manusia telah sama
menunjukkan tidak ada efek berbahaya bagi suplemen spirulina.
Spirulina adalah bentuk cyanobacterium , beberapa di antaranya dikenal untuk
menghasilkan racun seperti microcystins , BMAA , dan lain-lain . Beberapa suplemen spirulina
telah ditemukan terkontaminasi dengan microcystins , meskipun pada tingkat di bawah batas
yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Oregon . microcystins dapat menyebabkan
gangguan pencernaan dan , dalam jangka panjang , kanker hati . Efek dari paparan kronis
tingkat bahkan sangat rendah microcystins menjadi perhatian , karena risiko potensi kanker .
Senyawa beracun ini tidak diproduksi oleh spirulina itu sendiri, tetapi dapat terjadi sebagai
akibat dari kontaminasi batch spirulina dengan ganggang biru-hijau yang menghasilkan racun
lainnya. Kontaminasi logam berat (timbal , merkuri , dan arsen)dalam suplemen spirulina
banyak terjadi pada produk yang dipasarkan di Cina.
E. Spirulina sebagai Antitumor.
Studi antitumor pada polisakarida Spirulina platensis (Xianjun, et al., 2009)
menunjukkan efek antitumor in vivo dan vitro. Pada In vitro, inhibisi paling besar pada B_(37)
mamma carcinoma cells dan K_(562) leukemic cells sebesar 68.0% dan 46.0% pada
konsentrasi 0.3-1.5g·L~(-1). Pada In vivo, dosis 300, 150, and 75mg·kg~(-1) p.o, menghambat
rata-rata sebesar 55.2%, 44.6% dan 33.8%; 47.1%, 36.4% dan 31.0% dan 56.9%, 44.7% dan
22.8% pada tikut yang ditransplantasi sel tumor Sarcinoma 180, H_(22) Hepatic tumor, dan
EAC tumor.

F. Aktifitas Farmakologi Lainnya.
Berdasarkan beberapa penelitian, baik uji preklinik maupun uji klinik, diperoleh
beberapa khasiat spirulina yang dipaparkan pada tabel 3.1.

Tabel 3.1. Aktifitas Farmakologi Spirulina
Khasiat
Antioksidan

Senyawa
Phycocyanin

Referensi
Krustian et al (2013)

Anti-inflamasi

Pak et al (2012)

Neuroprotektor

Pabon et al (2012)

Hepatoprotektor

Bhattacharyya (2012)

Anti kanker

Konickova (2014)

Atheroprotektif

Strasky (2013)

Antihiperlipidemia

Park, et al (2008

Antihipertensi

Durran, et. al (2007)

Suplemen

Zeaxanthine

Menurunkan resiko
katarak

Keratinoid

Mencegah kerusakan
yang disebabkan oleh
racun yang
mempengaruhi jantung,
hati, ginjal, neuron,
mata, ovarium, DNA,
dan testis

Protein

Hassan, et al (2012)

Digunakan sebagai
treatmen pada keracunan
arsenik yang terkandung
dalam kosmetik

Tidak ada penjelasan

Bizzi, et al (1980)

Gambar 13. Spirulina tablet

Yu, et al (2012)

Gambar 14. Sirup Spirulina

Tabel 1. Tanaman yang Memiliki Khasiat sebagai Antitumor
No

Tanaman

Metabolit Sekunder

1

Temu Mangga
(Curcuma Mangga Val.)
Pegagan
(Centella asiatica (L) Urban)
Kunyit Putih
(Kaempferiae rotunda (L))
Kencur
(Kaempferia galanga L)
Sambiloto
(Andrographis
paniculata (Burm.) F, Nees)

Curcumin, zerumin A, (E)labda-8(17),12-dien-15,16-dial
Fenol, Flavonoid

2
3
4
5

6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Manggis
(Garcinia mangostana (L)
Taxus brevifolia
Kunyit
(Curcuma longa L)
Japanesse plum
(Cephalotaxus harringtonia)
Qingdai
(Indigofera tinctoria L.)
lavender
(Lavandula x intermedia
peppermint
(Mentha xpiperita L.)
Spearmint
(Mentha spicata L)
celery seeds
(Apium graveolens)
Kedelai
[Glycine max (L.) Merr)
Ginseng
[Panax ginseng C.A. Mey)

Bagian tanaman
yang digunakan
Rimpang
Herba, daun

Lektin

Rimpang

ethyl p-methoxycinnamate

Rimpang

andrografolid, 14deoksiandrografolid (DA), 14deoksi-11,12didehidroandrografolid (DDA)
Xanthone

Herba, daun

Taxol
Curcumin

Kulit kayu
Rimpang

Homoharringtonine

Daun

Bis-indol alkaloid

Daun

Perillyl alcohol

Herba

Perillyl alcohol

Daun

Perillyl alcohol

Daun

Perillyl alcohol

Biji

Kulit buah

Phenoxodiol derived from
Biji
genistein, a natural isoflavone
Protopanaxadiol; merupakan Rimpang
triterpene aglycone yang
diproleh dg hidrolisis
saponin

Daftar Pustaka
1.
2.
3.

4.

5.
6.

7.

8.

9.
10.

11.

12.
13.

14.
15.

16.

17.

Aslam, et al. 2010. Catharanthus roseus (L.) G. Don. AN IMPORTANT DRUG: IT’S
APPLICATIONS AND PRODUCTION. Pharmacie Globale (IJCP) 2010, 4 (12)
International Taxonomy Integrated System (ITIS) Report. Catharanthus roseus.
http://www.itis.gov.
Arjmandi BH, Alekel L, Hollis BW, Amin D, Stacewicz-Sapuntzakis M, Guo P, Kukreja
SC. Dietary soybean protein prevents bone loss in an ovariectomized rat model of
osteoporosis. J Nutr 1996;126:161–167.
Alper, N., & Acar, J. Removal of phenolic compounds in pomegranate juices using
ultrafiltration and laccase-ultrafiltration combinations. Die Nahrung, 2004, 48(3), 184–
187.
Anderson JJB, Garner SC. The effects of phytoestrogens on bone. Nutr Res 1997;20:220–
224.
Arlot, M.E., et al. Apparent pre- and postmenopausal bone loss evaluated by DXA at
different skeletal sites in women: The OFELY cohort. Journal of Bone and Mineral
Research, 1997. 12(4): p. 683-690.
Aviram, M., Dornfeld, L., Kaplan, M., Coleman, R., Gaitini, D., Nitecki, S., et al.
Pomegranate juice flavonoids inhibit low-density lipoprotein oxidation and
cardiovascular diseases: Studies in atherosclerotic mice and in humans. Drugs under
Experimental and Clinical Research, 2002, 28(2–3), 49–62.
Aviram, M., Rosenblat, M., Gaitini, D., Nitecki, S., Hoffman, A., Dornfeld, L., et al.
Pomegranate juice consumption for 3 years by patients with carotid artery stenosis
reduces common carotid intima-media thickness, blood pressure and LDL oxidation.
Clinical Nutrition,2004, 23(3), 423–433.
Badan Pengkajian dan Penerapan Tehnologi. (2005). Tanaman Obat Indonesia.
http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=216, 02/03/2014, 12:43
Brown, J.P., R.G. Josse, and C. Scientific Advisory Council of the Osteoporosis Society.
Clinical practice guidelines for the diagnosis and management of osteoporosis in Canada.
CMAJ, 2002. 167(10 Suppl): p. S1-34.
Fanti P, Monier-Faugere MC, Geng Z, Schmidt J, Morris PE, Cohen D, Malluche HH. The
phytoestrogen genistein reduces bone loss in shortterm ovariectomized rats. Osteoporos
Int 1998;8:274–281
Feng, X. And McDonald, JM. Disorders of bone remodeling. Annu Rev Pathol, 2011. 6:
p. 121-145
Glazier MG and Bowman MA. A review of the evidence for use of phytoestrogens as a
replacement for traditional estrogen replacement therapy. Arch Internal Med 2001; 161:
1161–1172
Hutchinson TA, Polansky SM, Feinstein AP. Postmenopausal oestrogens protect against
fractures of hip and distal radius. Lancet 1979;2:706–709.
Hertrampf T, Gruca M.J, Seibel J, Laudenbach U, Fritzemeier KH, Diel P. The boneprotective effect of the phytoestrogen genistein is mediated via ERα-dependent
mechanisms and strongly enhanced by physical activity. Bone, 2007, 40:1529–1535
International Osteoporosis, F. Fact and statistics about osteoporosis and its impact. 2011.
http://www.iofbonehealth.org/facts-and-statistic.html#factsheet-category-23, 03032014,
00:18
Ishida H, Uesugi T, Hirai K, Toda T, Nukaya H, Yokotsuka K, Tsuji K. Preventive effects
of the plant isoflavones, daidzin and genistin, on bone loss in ovariectomized rats fed a
calcium-deficient diet. Biol Pharm Bull 1998;21, 62–66.

18.

19.
20.

21.

22.

23.

24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.

32.

33.

34.

35.

36.

International Taxonomy Integrated System (ITIS) Report. Punica granatum L,
Taxonomic
Serial
No.:
27278.
http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/
SingleRpt?search_topic=TSN&search_value=27278, 14/04/2014, 18.10
Johnell, O. and J. Kanis. Epidemiology of osteoporotic fractures. Osteoporos Int, 2005.
16 Suppl 2: p. 3-7
Khan, N., Afaq, F., Kweon, M. H., Kim, K., & Mukhtar, H. Oral consumption of
pomegranate fruit extract inhibits growth and progression of primary lung tumors in
mice. Cancer Research, 2007, 67(7), 3475–3482.
Kaur, G., Jabbar, Z., Athar, M., & Alam, M. S. Punica granatum (pomegranate) flower
extract possesses potent antioxidant activity and abrogates Fe-NTA induced
hepatotoxicity in mice. Food and Chemical Toxicology, 2006, 44(7), 984–993.
Lacey JV Jr, Mink PJ, Lubin JH, Sherman ME, Troisi R, Hartge P, Schatzkin A, Schairer
C. Menopausal hormone replacement therapy and the risk of ovarian cancer. JAMA
2002;288:334–341.
Lansky, E. P., & Newman, R. A. Punica granatum (pomegranate) and its potential for
prevention and treatment of inflammation and cancer. Journal of Ethnopharmacology,
2007, 109(2), 177–206.
Lau EMC, Cooper C. The epidemiology of osteoporosis: the oriental perspective in a
world context. Clin Orthop 1996; 323:65–74.
Lerner, UH. Bone remodeling in postmenopausal osteoporosis. J Dent Res, 2006. 85 (7):
p. 584-595
Lin, J.T., and Lane, J.M. Oseoporosis. Clinical Orthopaedics and Related Research,
2004. 425: p. 126-134
Lindsay R, Hart DM, Aitken JM, MacDonald ED, Anderson JB, Clarke AC. Long-term
prevention of postmenopausal osteoporosis by oestrogen. Lancet 1976;1:1038–1041
Lindsay R, Hart DM, Clark DM. The minimum effective dose of estrogen for prevention
of postmenopausal bone loss. Obstet Gynecol 1984;63:759–763.
Maggi S, Kelsey JL, Litvak J, Heyse SP. Incidence of hip fractures in the elderly: a crossnational analysis. Osteoporos Int 1991;1:232–41
Menezes, S. M., Cordeiro, L. N., & Viana, G. S. Punica granatum (pomegranate) extract
is active against dental plaque. Journal of Herbal Pharmacotherapy, 2006, 6(2), 79–92.
Michaëlsson K, Baron JA, Farahmand BY, Johnell O, Magnusson C, Persson PG,
Persson I, Ljunghall S. Hormone replacement therapy and risk of hip fracture:
population based case-control study. The Swedish Hip Fracture Study Group. BMJ
1998;316:1858–1863.
Mori-Okamoto J, Otawara-Hama moto Y, Yamato H, Yoshimura H. Pomegranate
extract improves a depressive state and bone properties in menopausal syndrome model
ovariectomized mice. Journal of Ethnopharmacology, 2004, 92: 93–101
Razalifha, A., Qomariah, N., Sunarmi, Wuyung, P.E., Arsianti, A., & Bahtiar, A.
Functional analysis of Polar Fraction of Punica granatum L. peel extract on
ovariectomized rat. ..........
Reddy, M. K., Gupta, S. K., Jacob, M. R., Khan, S. I., & Ferreira, D. Antioxidant,
antimalarial and antimicrobial activities of tannin-rich fractions, ellagitannins and
phenolic acids from Punica granatum L. Planta Medica, 2007, 73(5), 461–467.
Satomi, H.; Umemura, K.; Ueno, A.; Hatano, T.; Okuda, T.; Noro, T. "Carbonic
anhydrase inhibitors from the pericarps of Punica granatum L". Biological &
Pharmaceutical Bulletin, 1993, 16 (8): 787- 790.
Sendur, O.F., et al. Antioxidant status in patiens with osteoporosis: A controlled study.
Joint Bone, 2009. 76 (5): p. 514-518

37.
38.

39.
40.
41.
42.

43.

44.
45.
46.

47.

48.

49.

50.

51.

52.

Sudoyo, Setiyohardi, Alwi,Simadibrata, Setiati. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : FKUI
Sreekumar S, Thankayyan R. Santhosh K, Baddireddi S. L, Sreeharshan S. Pomegranate
extract demonstrate a selective estrogen receptor modulator profile in human tumor cell
lines and in vivo models of estrogen deprivation. Journal of Nutritional Biochemistry,
2012, 23:725–732
Trease and Evans, W.C. (1996). Trease and Evans’ Pharmacognosy, 14th edition.WB
Sounders
Williams & Wilkins. (2003). Professional guide to Pathophysiology: disease process,
signs & symptoms, Management treatment effects. Philadelphia: Lippincott.
Winsloe, C., et al. Early life factors in the pathogenesis of osteoporosis. Curr Osteoporos
Rep, 2009. 7(4): p. 140-4.
Zeweil, HS., elNagar, S., Zahran, SM., Ahmed, MH., El-Gindy, Y. (2003). Pomegranate
peel as a natural antioxidant Boosts Bucks’ Fertility under Egyptian summer conditions.
World Rabbit Sci (21), p. 33-39
Christaki, E.; Florou-Paneri, P.; Bonos, E. (2011). "Microalgae: A novel ingredient in
nutrition". International Journal of Food Sciences and Nutrition 62 (8): 794–
799.doi:10.3109/09637486.2011.582460. PMID 21574818.
Ciferri, O. (1983). "Spirulina, the edible microorganism". Microbiological
reviews 47 (4): 551–578. PMC 283708. PMID 6420655.
Vonshak, A. (ed.). Spirulina platensis (Arthrospira): Physiology, Cell-biology and
Biotechnology. London: Taylor & Francis, 1997.
Krustian, C., dkk. (2013). Penapisan aktifitas antioksidan dari pigmen karotenoid
mikroalga Dunaliella salina, Isochrysis galbana, dan Spirulina platensis dengan
perlakuan
intensitas
cahaya
dan
salinitas.
http://perpusffup.univpancasila.ac.id/index.php?p=show_detail&id=7483
Ku, C. S.; Pham, T. X.; Park, Y.; Kim, B.; Shin, M.; Kang, I.; Lee, J. (2013). "Edible
blue-green algae reduce the production of pro-inflammatory cytokines by inhibiting NFκB pathway in macrophages and splenocytes". Biochimica et Biophysica Acta (BBA) General Subjects.doi:10.1016/j.bbagen.2013.01.018.PMID 23357040. edit
Yu, B.; Wang, J.; Suter, P. M.; Russell, R. M.; Grusak, M. A.; Wang, Y.; Wang, Z.; Yin,
S.; Tang, G. (2012). "Spirulina is an effective dietary source of zeaxanthin to
humans".
British
Journal
of
Nutrition
108
(4):
611–
619.doi:10.1017/S0007114511005885.PMID 22313576. edit
Pak, W.; Takayama, F.; Mine, M.; Nakamoto, K.; Kodo, Y.; Mankura, M.; Egashira, T.;
Kawasaki, H.; Mori, A. (2012)."Anti-oxidative and anti-inflammatory effects of spirulina
on rat model of non-alcoholic steatohepatitis". Journal of Clinical Biochemistry and
Nutrition 51 (3): 227–234.doi:10.3164/jcbn.12-18. PMC 3491249.PMID 23170052. edit
Pabon, M. M.; Jernberg, J. N.; Morganti, J.; Contreras, J.; Hudson, C. E.; Klein, R. L.;
Bickford, P. C. (2012). "A Spirulina-Enhanced Diet Provides Neuroprotection in an αSynuclein Model of Parkinson's Disease". In Block, Michelle L. PLoS ONE 7 (9):
e45256. doi:10.1371/journal.pone.0045256. PMC 3445455.PMID 23028885. edit
Krishnakumari, M.K.; Ramesh, H.P., Venkataraman, L.V. (1981). "Food Safety
Evaluation: acute oral and dermal effects of the algae Scenedesmus acutus and Spirulina
platensis on albino rats". J. Food Protect. 44 (934).
Bizzi, A.; et al (1980). "Trattamenti prolungati nel ratto con diete conntenenti proteine di
Spirulina. Aspetti biochimici, morfologici e tossicologici" [Extended Treatment of Rats
with Diets Containing Spirulina. Biochemical, morphological, and toxicological
aspects.]. In Materassi, R.Prospettive della coltura di Spirulina in Italia (Accademia dei
Geo rgofili, Firence) 205.

53.
54.

55.
56.

57.

58.

59.

60.

61.

62.

63.

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0378874198000804
Chamorro-Cevallos, G.; B.L. Barron, J. Vasquez-Sanchez (2008). "Toxicologic Studies
and Antitoxic Properties of Spirulina". In Gershwin, M.E. Spirulina in Human Nutrition
and Health(CRC Press).
http://www.accessdata.fda.gov/scripts/fcn/gras_notices/GRN000394.pdf
Marcel, A. K.; Ekali, L. G.; Eugene, S.; Arnold, O. E.; Sandrine, E. D.; Von Der Weid,
D.; Gbaguidi, E.; Ngogang, J.; Mbanya, J. C. (2011). "The Effect of Spirulina platensis
versus Soybean on Insulin Resistance in HIV-Infected Patients: A Randomized Pilot
Study".
Nutrients
3
(12):
712–
724. doi:10.3390/nu3070712. PMC 3257696.PMID 22254118. edit
Hassan, A. M.; Abdel-Aziem, S. H.; Abdel-Wahhab, M. A. (2012). "Modulation of DNA
damage and alteration of gene expression during aflatoxicosis via dietary
supplementation of Spirulina (Arthrospira) and whey protein concentrate".Ecotoxicology
and
Environmental
Safety
79:
294–
300.doi:10.1016/j.ecoenv.2012.01.017. PMID 22325339. edit
Bhattacharyya, S.; Mehta, P. (2012). "The hepatoprotective potential of Spirulina and
vitamin C supplemention in cisplatin toxicity". Food & Function 3 (2): 164–
169.doi:10.1039/c1fo10172b. PMID 22119940. edit
Han, B. P.; Lin, X.; Lei, L.; Gu, J. (2012). "Survivals of D. Galeata in sub-tropical
reservoirs: Harmful effects of toxic cyanobacteria in food source". Ecotoxicology 21 (6):
1692–1705. doi:10.1007/s10646-012-0940-1.PMID 22678553.
Koníčková R1, Vaňková K1, Vaníková J1, Váňová K1, Muchová L1, Subhanová
I1, Zadinová M2, Zelenka J3, Dvořák A1, Kolář M4, Strnad H4, Rimpelová S5, Ruml T5, J
Wong R6, Vítek L7. Anti-cancer effects of blue-green alga Spirulina platensis, a natural
source of bilirubin-like tetrapyrrolic compounds. Ann Hepatol. 2014 MarApr;13(2):273-83.
Strasky Z1, Zemankova L, Nemeckova I, Rathouska J, Wong RJ, Muchova L, Subhanova
I, Vanikova J, Vanova K, Vitek L, Nachtigal P. Spirulina platensis and phycocyanobilin
activate atheroprotective heme oxygenase-1: a possible implication for atherogenesis.
Food Funct. 2013 Nov;4(11):1586-94. doi: 10.1039/c3fo60230c.
Park, H.; Lee, Y.; Ryu, H.; Kim, M.; Chung, H.; Kim, W. (2008). "A randomized doubleblind, placebo-controlled study to establish the effects of spirulina in elderly
Koreans".
Annals
of
nutrition
&
metabolism
52
(4):
322–
328. doi:10.1159/000151486. PMID 18714150.
Torres-Duran PV, Ferreira-Hermosillo A, Juarez-Oropeza MA
(2007). "Antihyperlipemic and antihypertensive effects of Spirulina maxima in an open
sample of Mexican population: a preliminary report". Lipids Health Dis 6: 33. doi:
10.1186/1476-511X-6-33. PMC 2211748.PMID 18039384.

64.

Costa M1, Costa-Rodrigues J, Fernandes MH, Barros P, Vasconcelos V, Martins R..
Review Marine Cyanobacteria Compounds with Anticancer Properties: A Review on
the Implication of Apoptosis. Mararine Drugs 2012, 10, 2181-2207; doi:
10.3390/md10102181 . www.mdpi.com/journal/marinedrugs .

65.

http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/artikel/4442, 2012

66.

Li Pan, Heebyung Chai, and A. Douglas Kinghorn. The continuing search for antitumor
agents from higher plants. Phytochem Lett. Mar 12, 2010; 3(1): 1–8.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

IbM Pemanfaatan Biopestisida untuk Mengendalikan Hama Uret (Lepidiota stigma) Pada Tanaman Tebu

8 129 1

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan manajemen mutu terpadu pada Galih Bakery,Ciledug,Tangerang,Banten

6 163 90

Efek ekstrak biji jintan hitam (nigella sativa) terhadap jumlah spermatozoa mencit yang diinduksi gentamisin

2 59 75

Pengaruh Rasio Kecukupan Modal dan Dana Pihak Ketiga Terhadap Penyaluran Kredit (Studi Kasus pada BUSN Non Devisa Konvensional yang Terdaftar di OJK 2011-2014)

9 104 46

Perancangan media katalog sebagai sarana meningkatkan penjualan Bananpaper : laporan kerja praktek

8 71 19

Pengaruh Etika Profesi dan Pengalaman Auditor Terhadap Audit Judgment (Penelitian pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Bandung yang Terdaftar di BPK RI)

24 152 62