Potensi Cadangan Biji di Dalam Tanah pad (1)

Seminar Nasional HUT Kebun Raya Cibodas Ke-159

ISBN 978-979-99448-6-3

Potensi Cadangan Biji di dalam Tanah pada Hutan Sekunder Wornojiwo
Potency of Soil Seed Bank in Wornojiwo Secondary Forest
Musyarofah Zuhri, Zaenal Mutaqien

UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas - LIPI
PO Box 19 Sdl Cipanas Cianjur 43253
E-mail: [email protected]
Abstract
We studied the soil seed bank in Wornojiwo tropical secondary forest, Cibodas. The forest vegetation has
been influenced by both natural forest of Mount Gede Pangrango National Park and intensive management
of Cibodas Botanic Garden. The seed bank consisted of 37 germinable plant seed species where only 10
species of which were represented in the aboveground vegetation. There were 688 individual seeds per m2 on
average with the highest seed number located in the 5-10 cm soil layer. There was no significant correlation
between soil depth with seed density and species richness. The highest seed density (45.8%) and seed plant
species (43.6%) belonged to trees and herbs respectively. Maoutia diversifolia, Villebrunea rubescens, and
Trema orientalis were the most abundant species in the soil seed bank and all were represented in the
existing vegetation. A poor correspondence occurred between aboveground vegetation and soil seed bank.

Our results suggested the need for enrichment planting in order to accelerate Wornojiwo forest succession.
Keywords: aboveground vegetation, seed density, soil depth, soil seed bank, tropical secondary forest.
PENDAHULUAN
Hutan Wornojiwo merupakan salah satu
hutan sisa (remnant forest) dengan komposisi
vegetasi hutan tropika sekunder. Lokasi hutan
yang terletak di dalam kawasan Kebun Raya
Cibodas (KRC) menyebabkan vegetasi hutan
Wornojiwo banyak dipengaruhi oleh ekosistem
kebun raya dimana berbagai jenis tanaman asli
(native) maupun pendatang (exotic) dikoleksi.
Kondisi tersebut secara tidak langsung
mengakibatkan hadirnya berbagai jenis tumbuhan
yang berpotensi invasif seperti Cestrum
aurantiacum,
Callathea
litzei,
dan
Chimonobambusa quadrangularis di dalam
kawasan hutan ini (Mutaqien & Zuhri, in press).

Tumbuhan tersebut pada awalnya merupakan
tanaman koleksi KRC yang kemudian menyebar
ke dalam kawasan hutan.
Meskipun belum diketahui penyebarannya
di dalam hutan Wornojiwo tetapi kehadiran jenis
tumbuhan yang berpotensi invasif merupakan
indikasi telah terjadinya gangguan di kawasan
tersebut. Berdasarkan Loh et al., (2008),
kehadiran jenis tumbuhan asing menyebabkan
suatu komunitas menjadi rentan terhadap invasi
dari tumbuhan invasif yang dapat menyebabkan
munculnya gangguan. Oleh karena itu pihak
pengelola KRC berinisiatif untuk merestorasi
kawasan tersebut.
Metode restorasi yang tepat perlu dirancang
untuk membantu memulihkan kondisi alami

ekosistem hutan Wornojiwo. Studi mengenai
potensi cadangan biji di dalam tanah (soil seed
bank) dapat menjadi salah satu upaya untuk

mengetahui ketersediaan biji di dalam tanah
dalam rangka regenerasi vegetasi di atasnya
(Zobel et al., 2007).
Informasi tentang cadangan biji di dalam
tanah penting dalam studi ekologi komunitas
karena dapat menggambarkan vegetasi yang ada
di atasnya dan juga untuk mengetahui potensi
jenis tanaman lain yang akan tumbuh di habitat
tersebut (Wang et al., 2009; Zobel et al., 2007).
Lebih lanjut Swaine & Hall (1983) menyatakan
bahwa cadangan biji pada hutan sekunder
berperan penting sebagai sumber biji untuk proses
kolonisasi tanaman dalam proses suksesi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui jumlah dan komposisi cadangan biji
di dalam tanah pada hutan sekunder Wornojiwo,
Cibodas. Lebih lanjut penelitian ini juga bertujuan
untuk menentukan metode restorasi yang
diperlukan dalam rangka mempercepat pemulihan
vegetasi di hutan Wornojiwo.

METODOLOGI
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di hutan Wornojiwo
yang berlokasi di dalam kawasan Kebun Raya
Cibodas, Cianjur. Lokasi penelitian merupakan
hutan pegunungan bawah (lower montane forest)
berada pada ketinggian 1400 m dpl, dengan suhu
259

Seminar Nasional HUT Kebun Raya Cibodas Ke-159

udara tahunan rata-rata 20o C dan curah hujan ratarata 2950 mm per tahun. Hutan Wornojiwo
memiliki luas 3,9 ha dan merupakan hutan
sekunder yang didominasi oleh Villebrunea
rubescens,
Strobilanthes
laevigatus,
dan
Cyrtandra picta. Hutan alami terdekat adalah
kawasan hutan Taman Nasional Gunung Gede

Pangrango yang berjarak 1 km dari lokasi
penelitian (Gambar 1).
Sampling Tanah, Vegetasi dan Uji
Perkecambahan
Sepuluh buah kuadran berukuran 10x10 m2
dibuat secara acak di dalam kawasan penelitian.
Di tiap kuadran dibuat sebuah plot berukuran 5x5
m2 dan di dalamnya dibuat subplot 1x1 m2 untuk
mengambil contoh tanah dengan menggunakan
bor tanah berdiameter 10 cm pada kedalaman 0-5
cm, 5-10 cm, 10-15 cm, dan 15-20 cm. Contoh
tanah kemudian disimpan di dalam plastik dan
dibawa ke rumah kaca untuk selanjutnya
dilakukan uji perkecambahan (Foreella et al.,
2000).
Vegetasi yang berada di dalam kuadran
diidentifikasi sampai tingkat jenis. Plot berukuran
10x10 m2 digunakan untuk identifikasi jenis
pohon, 5x5 m2 untuk jenis perdu, dan 1x1 m2
untuk jenis herba.


ISBN 978-979-99448-6-3

Uji perkecambahan dilakukan dengan
meletakkan contoh tanah ke dalam seed tray dan
kemudian
disungkup
untuk
menghindari
kontaminasi biji dari sumber lain. Selama dua
bulan biji dibiarkan berkecambah. Biji yang
berkecambah kemudian diidentifikasi dan dicabut
tiap satu minggu sekali sampai hampir semua biji
yang berkecambah berhasil teridentifikasi.
Analisis Data
Jumlah biji yang tumbuh dihitung untuk
menentukan kepadatan biji (jumlah biji yang ada
per jenis per m2). Pengaruh kedalaman tanah
terhadap ketersediaan biji dianalisis dengan
menggunakan uji statistik Pearson. Kesamaan

komposisi jenis yang terdapat pada vegetasi dan
cadangan biji di dalam tanah dianalisis dengan
menggunakan indeks kesamaan Sorensen (Wolda,
1981).
QS = 2c
a+b
QS = indeks kesamaan Sorensen
a = jumlah seluruh jenis cadangan biji di
dalam tanah
b = jumlah seluruh jenis vegetasi di atas
permukaan tanah
c = jumlah jenis yang ada di kedua lokasi (di
cadangan biji dan vegetasi atas tanah)

Kebun Raya Cibodas

Taman Nasional
Gunung Gede
Pangrango


Hutan Wornojiwo

Gambar 1. Lokasi penelitian di hutan Wornojiwo, Cibodas (sumber: Google Earth, 2011)
260

Seminar Nasional HUT Kebun Raya Cibodas Ke-159

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kepadatan Biji
Secara total terdapat 542 individu biji yang
berhasil berkecambah dengan rata-rata kepadatan
biji mencapai 688 biji/m2 (Tabel 1). Kepadatan
biji tertinggi terdapat pada plot 2 di mana vegetasi
yang terdapat di atasnya sangat rapat dan
didominasi
oleh
Villebrunea
rubescens.
Kepadatan biji tertinggi ditemui pada kedalaman
tanah 5-10 cm, kemudian berturut-turut 0-5 cm,

10-15 cm, dan terakhir 15-20 cm. Pada umumnya
kepadatan biji tertinggi terdapat pada permukaan
tanah dan akan menurun seiring dengan
meningkatnya kedalaman tanah (Espinar et al.,
2005; Foreella et al., 2000). Thompson (1978)
dalam Baskin & Baskin (2001) menyatakan
bahwa kepadatan biji yang terkubur di dalam
tanah akan menurun seiring dengan meningkatnya
ketinggian, garis lintang, dan umur suksesi.
Pengaruh Kedalaman Tanah Terhadap
Ketersediaan Biji
Jumlah jenis dan jumlah individu biji
cenderung menurun seiring dengan meningkatnya
kedalaman tanah meskipun pada kedalaman 5-10
cm terjadi peningkatan jumlah individu biji yang
cukup signifikan (Gambar 2). Namun demikian
hasil analisis statistik Pearson pada taraf
kepercayaan 95% tidak menunjukkan adanya
korelasi antara kedalaman tanah dengan
kepadatan biji (-0,108) dan kekayaan jenis biji

(0,034).
Komposisi Jenis Cadangan Biji dalam Tanah
Terdapat 37 jenis biji yang berkecambah (5
jenis tidak teridentifikasi dan 4 jenis

ISBN 978-979-99448-6-3

teridentifikasi sampai tingkat suku) yang termasuk
dalam 17 suku (Tabel 2). Jumlah individu
terbanyak terdapat pada jenis paku-pakuan
(20,85%),
yang
kemudian
berturut-turut
didominasi oleh Maoutia diversifolia (18,27%),
Villebrunea rubescens (15,68%), dan Trema
orientalis (9,41%). Jenis-jenis tersebut merupakan
pioneer yang banyak ditemui pada hutan
sekunder. Berdasarkan bentuk hidupnya, pohon
memiliki jumlah individu paling tinggi yaitu

45,8% (Gambar 2), sementara herba memiliki
jumlah jenis yang paling tinggi mencakup 43,6%
dari seluruh jenis yang ditemui.
Banyak jenis tumbuhan di lokasi penelitian
yang tidak terwakili cadangan bijinya. Hanya 10
jenis yang hadir dalam bentuk cadangan biji dari
vegetasi yang tumbuh di atas tanah, yaitu Cestrum
aurantiacum,
Curculigo recurvata, Ficus
variegata, Glochidion cyrtostylum, Impatiens
platypetala, Maoutia diversifolia, Saurauia
pendula,
Solanum verbascifolium, Trema
orientalis, dan Villebrunea rubescens. Sebagain
besar dari jenis-jenis ini mempunyai bentuk hidup
pohon. Hal tersebut sesuai dengan Schmidt et al.
(2009) yang menyatakan bahwa keanekaragaman
pohon pada vegetasi di atas tanah memiliki
pengaruh yang lebih besar terhadap komposisi
jenis cadangan biji di dalam tanah dibandingkan
dengan jenis herba. Ketiadaan sebagian besar
jenis tumbuhan dalam bentuk cadangan biji
kemungkinan disebabkan (1) kegagalan biji untuk
tumbuh menjadi tanaman baru pada saat uji
perkecambahan; (2) merupakan jenis biji yang
tidak bisa bertahan lama di dalam tanah; dan (3)
merupakan jenis biji yang pemencarannya melalui
angin.

Tabel 1. Jumlah biji yang berkecambah di tiap lokasi per kedalaman tanah
Plot
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Total

0-5 cm
21
34
7
9
14
8
11
16
13
9
142

Biji yang berkecambah
5-10 cm
10-15 cm 15-20 cm
35
13
2
37
36
13
27
13
5
24
1
3
8
11
4
9
6
2
21
17
7
18
7
13
7
8
3
19
20
11
205
132
63

Total
71
120
52
37
37
25
56
54
31
59
542
261

Seminar Nasional HUT Kebun Raya Cibodas Ke-159

ISBN 978-979-99448-6-3

Gambar 2. Pengaruh kedalaman tanah terhadap jumlah jenis biji dan jumlah individu
Tabel 2. Komposisi jenis dan presentase jumlah individu biji yang berkecambah
Jenis
Ageratum conyzoides L.
Ageratum sp.
Araceae
Begonia sp.
Capsicum grossum L.
Centella sp.
Cestrum aurantiacum Lindl.*
Clidemia hirta D.Don
Crassocephalum crepidioides (Benth.)
S.Moore
Curculigo recurvata W.T.Aiton*
Cyperus sp.
Elatostema strigosum Hassk.
Ficus variegata Blume*
Glochidion cyrtostylum Miq.*
Impatiens platypetala Lindl.*
Maoutia diversifolia Wedd.*
Mussaenda frondosa L.
Mussaenda sp.
Oxalis sp.
Paku-pakuan
Physalis angulata L.
Rubus fraxinifolius Poir.
Saurauia pendula Blume*
Selaginella sp.
Solanaceae
Solanum nigrum L.
Solanum verbascifolium L.*
Sonchus sp.
Trema orientalis (L.) Blume*

Persentase jumlah individu (%)
0-5 cm
5-10 cm
10-15 cm
15-20 cm
2.82
3.41
1.54
4.62
0.70
0
0
0
0
0
0
1.54
0.70
0
0
0
0
0
0
1.54
0.70
0
0
0
0.70
1.46
2.31
0
7.04
0.98
4.62
6.15
4.93

2.93

2.31

3.08

0.70
2.11
6.34
18.31
1.41
0.70
0
19.01
0.70
0
0
0
4.93
0.70
1.41
0
0.70
5.63
0.70
1.41

0.49
0.98
1.46
24.88
0
0
0.49
22.93
0
0.49
0.49
0
6.34
0.49
1.46
0
0
6.83
0
5.37

0
2.31
0.77
21.54
0
0
0
14.62
0
0
0
0.77
6.15
0
1.54
0.77
0
6.92
0
18.46

1.54
0
0
12.31
0
0
0
9.23
0
0
1.54
0
10.77
1.54
1.54
0
0
4.62
0
21.54
262

Seminar Nasional HUT Kebun Raya Cibodas Ke-159

Urticaceae
Villebrunea rubescens Blume*
Zingiber sp.
Sp.1
Sp.2
Sp.3
Sp.4
Sp.5

ISBN 978-979-99448-6-3

0
15.49
0.70
0
0
1.41
0
0

0.49
17.56
0
0.49
0
0
0
0

0
14.62
0
0
0.77
0
0
0

3.08
12.31
0
0
0
0
1.54
1.54

* Menunjukkan jenis tersebut hadir pada vegetasi di atasnya

Gambar 2. Biji yang berkecambah pada tiap bentuk hidup

Tabel 3. Kesamaan jumlah jenis pada cadangan biji dan vegetasi
Jumlah jenis
cadangan biji
37

Keragaman jenis
tumbuhan di atas tanah
99

Kesamaan komposisi jenis antara cadangan
biji dalam tanah dan vegetasi yang terdapat di atas
tanah ditunjukkan oleh indeks kesamaan Sorensen
yang menunjukkan angka yang rendah, yaitu
0,147 (Tabel 3). Hal tersebut menunjukkan
rendahnya keterwakilan cadangan biji dari
vegetasi di atas tanah. Hasil yang berbeda
ditunjukkan oleh Schmidt et al. (2009) melalui
cluster analisis yang menunjukkan tingkat
kesamaan yang cukup tinggi antara cadangan biji
dengan vegetasi yang ada di atas tanah.
Rendahnya kesamaan komposisi jenis pada
cadangan biji dan vegetasi dapat disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu (1) kondisi hutan sudah dalam
keadaan terganggu dan dipengaruhi oleh
penyebaran tumbuhan pendatang (exotic species)
yang terdapat di Kebun Raya Cibodas dan
aktivitas manusia di dalam hutan; (2) sejarah
penggunaan kawasan yang pada awalnya berupa
kebun koleksi tanaman obat Kebun Raya Cibodas

Jenis yang sama pada
cadangan biji dan vegetasi
10

Indeks Kesamaan
Sorensen
0,147

yang kemudian dikonversi menjadi hutan alami;
dan (3) hadirnya rumpang di dalam hutan yang
menyebabkan hadirnya jenis tanaman yang
adaptif terhadap sinar matahari dan memiliki
masa hidup yang singkat.
Rendahnya keterwakilan jenis pada
cadangan biji terhadap keragaman vegatasi di
atasnya mengindikasikan lemahnya ekosistem
tersebut untuk memulihkan kondisinya setelah
terjadi gangguan. Oleh karena itu diperlukan
intervensi untuk membantu memulihkan vegetasi
di hutan Wornojiwo melalui restorasi hutan.
Restorasi secara umum bertujuan untuk
mempercepat pemulihan keanekaragaman hayati,
selain itu untuk menyediakan habitat bagi jenisjenis yang dilindungi, mengendalikan gulma, serta
mengurangi efek tepi (Lamb & Gilmour, 2003;
ITTO, 2002).
Restorasi dilakukan dengan pengayaan
jenis asli (native species) dan jenis tumbuhan
263

Seminar Nasional HUT Kebun Raya Cibodas Ke-159

cepat tumbuh (fast growing species). Pengayaan
jenis asli bertujuan untuk memperkaya
keanekaragaman hayati hutan Wornojiwo,
sementara pengayaan jenis tumbuhan cepat
tumbuh bertujuan untuk menekan kehadiran jenis
gulma yang terdapat di Wornojiwo.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah
total terdapat 542 individu biji yang berhasil
berkecambah dengan rata-rata kepadatan biji 688
biji/m2. Dari 37 jenis biji yang berkecambah
hanya 10 jenis yang mewakili vegetasi di atas
tanah. Jumlah individu biji terbanyak terdapat
pada jenis paku-pakuan (20,85%), Maotia
diversivolia (18,27%), dan Villebrunea rubescens
(15,68%). Kurangnya keterwakilan cadangan biji
terhadap vegetasi di atas tanah menunjukkan
kurangnya kemampuan ekosistem hutan untuk
memulihkan kondisi alaminya sehingga perlu
pengayaan jenis melalui penanaman untuk
membantu mempercepat proses suksesi.

ISBN 978-979-99448-6-3

Mutaqien, Z. & M. Zuhri. In press. Establishing
long-term permanent plots in remnant forest
of Cibodas Botanic Garden. Biodiversitas.
Schmidt, I., C. Leuschner, A. Molder & W.
Schmidt. 2009. Structure and composition
of the seed bank in monospecific and tree
species-rich temperate broad-leaved forests.
Forest Ecology and Management 257: 695–
702
Swaine, M.D. & J.B. Hall. 1983. Early succession
on cleared forest land in Ghana. Journal of
Ecology 71: 601-627
Wang, J., C. Zou, H. Ren & W.J. Duan. 2009.
Absence of tree seeds impedes shrubland
succession in Southern China. Journal of
Tropical Forest Science 21 (3): 210-217.
Wolda, H. 1981. Similarity indices, sample size
and diversity. Oecologia 50:296-302
Zobel, M., R. Kalamees, K. Pussa, E. Roosaluste
& M. Moora. 2007. Soil seed bank and
vegetation in mixed coniferous forest stands
with different disturbance regimes. Forest
Ecology and Management 250: 71-76.

DAFTAR PUSTAKA
Baskin, C.C. & J.M.Baskin. 2001. Seeds:
Ecology, Biogeography and Evolution of
Dormancy and Germination. Academic
Press, California USA.
Espinar, J.L., K. Thompson, L.V. Garcia. 2005.
Timing of Seed Dispersal Generates a
Bimodal Seed Bank Depth Distribution.
American Journal of Botany 92 (10): 17591763
Foreella, F., T. Webster & J. Cardina. 2000.
Protocols for weed seed bank determination
in agro-ecosystem. Weed Management for
Developing Countries Addendum 1. Eds. R.
Labrada. FAO, Rome.
ITTO. 2002. ITTO Guidelines for the Restoration,
Management and Rehabilitation of
Degraded and Secondary Tropical Forests.
ITTO Policy Development Series No 13.
International Tropical Timber Organization,
Yokohama, Japan.
Lamb, D. & D. Gilmour. 2003. Rehabilitation and
Restoration of Degraded Forests. IUCN,
Gland, Switzerland and Cambridge, UK
and WWF, Gland, Switzerland.
Loh, R.K., C. Curtis & Daehler. 2008. Influence
of woody invader control methods and seed
availability on native and invasive species
establishment in a Hawaiian forest. Biol
Invasions 10:805–819
264