Buku Fiqih Muamalah MPS 2013 D

FIQH MUAMALAH

1

Prakata
Segala puji Bagi Allah SWT, Pemilik,
Pencipta, Pemelihara seluruh Makhluk, alam
semesta

beserta

isinya.

Salam

sejahtera

semoga Allah SWT selalu limpahkan kepada
hamba yang mulia, Nabi Muhammad SAW.
Juga kepada sahabat dan seluruh ummat Islam
hingga akhir zaman. Semoga Allah senantiasa

melimpahkan keberkahan dan ampunanNya
kepada seluruh hamba-Nya tanpa terkecuali.
Merupakan

sebuah

kebanggaan

bagi

Saya sebagai Penulis dapat menyelesaikan
Buku dari kumpulan makalah ini dengan baik.
Buku ini berjudul “Fiqh Muamalah”

yang

secara khusus akan membahas Pandangan
Islam mengenai hukum, kedudukan dan status
seorang anak yang dihasilkan dari perbuatan
terlarang.


2

Tujuan dibuatnya Laporan ini adalah
untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh
dosen

Kami,

Muamalah.
makalah

dalam

mata

kuliah

Selain


itu,

tujuan

tidak

lain

untuk

ini

FIqh

dibuatnya
menambah

wawasan mengenai submateri mata kuliah
terkait.
Penulis

kasih

kepada

mengucapkan
pihak

banyak

terkait

atas

terima
segala

dukungan yang diberikan sehingga Laporan ini
dapat selesai tepat waktu. Semoga laporan ini
bermanfaat sebagaimana mestinya.
Penulis menyadari segala kekurangan

dalam penulisan Laporan ini, karena penulisan
laporan ini disusun ketika kegiatan Praktek
Kerja

Lapangan

masih

berlangsung.

Kesempurnaan hanya milikNya, maka segala
saran dan kritik yang membangun senantiasa
Penulis harapkan demi perbaikan penulisan
kedepannya.
3

Penulis

Kata Pengantar
Manusia merupakan makhluk sosial yang

tidak

lepas

berinteraksi
rangka

dalam

hal

dengan

memenuhi

merupakan

agama

berhubungan


manusia

dan

lain

dalam

kebutuhannya.

Islam

yang

sempurna,yang

memberikan tuntunan pada seluruh aspek
kehidupan, tidak hanya mengatur hubungan
antara manusia dengan Tuhan saja (ibadah)

melainkan juga mengatur hubungan antar
manusia dengan manusia (muamalah) inilah
yang sering

disebut

dengan implementasi

Islam secara kafah.
Salah satu bagian dari ilmu fqh yang
mengatur hubungan manusia dengan manusia
serta

urusan

keduniawian

adalah

fqh


muamalah. Sebagai makhluk social, manusia
4

pasti memerlukan manusia lain, oleh karena
itu islam memperhatikan hal tersebut dan
menganggapnya sebagai sesuatu yang urgen
dan vital. Salah satu contoh yaitu tidak semua
orang memiliki barang yang ia butuhkan,
sedangkan

orang

lain

memiliki

barang

tersebut, dengan adanya kesepakatan antara

kedua belah pihak, maka akan terjadi suatu
transaksi. Kesepakatan tersebut timbul apabila
kedua belah pihak telah terikat satu sama lain
dalam suatu ijab dan qabul. Inilah yang disebut
dengan akad dalam islam. Akad tersebut
digunakan dalam melakukan suatu transaksi
maupun kerjasama dengan orang lain. Dari
paparan
menyusun

di

atas,

penulis

sebuah

yang


tertarik

untuk

membicarakan

tentang konsep akad dalam akad dari segi
fungsinya. Akad merupakan cara yang diridhai
Allah dan harus ditegakkan isinya. Al-Qur’an
surah Al-Maidah ayat 1 menyebutkan:

5

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah
aqad-aqad itu”.
Dalam

ayat

penjelasan

ini

ahli

bahwa

tafsir
Aqad

memberikan
(perjanjian)

mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah
dan Perjanjian yang dibuat oleh manusia
dalam pergaulan sesamanya.

6

Daftar Isi

7

Pembahasan I
Harta Dalam Islam

Oleh :
Astri Ayu Nurmala
Mahda Kurnia Rahmah
Vella Sufah Taufk

8

Harta Dalam Islam
A. Defnisi harta secaara umum
dan pengertian secaara Islam
Defnisi secaara umum
Makna maal (harta) secara umum ialah
segala sesuatu yang disukai manusia, seperti
hasil pertanian, perak atau emas, ternak, atau
barang-barang lain yang termasuk perhiasan
dunia. Adapun tujuan pokok dari harta itu ialah
membantu untuk memakmurkan bumi dan
mengabdi pada Allah.

Pengertian secaara Islam
Harta dalam bahasa Arab disebut alamaal yang berasal dari kata َ‫ َم ْيل‬- ‫ يَ ِم ْي ُل‬- ‫ َما َل‬yang
berarti condong, cenderung, dan miring.Harta
menurut syariat: segala sesuatu yang bernilai,
bisa dimiliki, dikuasai, dimanfaatkan yang
menurut syariat yang berupa (benda dan
manfaatnya). Harta menurut ulama: sesuatu
yang berwujud dan dapat dipegang dalam
penggunaan dan manfaat pada waktu yang
diperlukan. Al-Qur’an menyebut kata al-mal
(harta) tidak kurang dari 86 kali. Penyebutan
berulang-ulang terhadap sesuatu di dalam alQur’an menunjukkan adanya perhatian khusus
9

dan penting terhadap sesuatu itu. Harta
merupakan bagian penting dari kehidupan
yang tidak dipisahkan dan selalu diupayakan
oleh manusia dalam kehidupannya terutama di
dalam Islam.
Defnisi lain menyebutkan harta adalah
segala sesuatu yang mempunyai nilai, dan
diwajibkan ganti rugi atas orang yang merusak
dan melenyapkannya (Jumhur ulama selain
Hanafyah). Dari pengertian diatas tadi,
terdapat perbedaan menegenai esensi harta.
Jumhur ulama mengatakan bahwa harta tidak
hanya bersifat materi tetapi juga termasuk
manfaat dari suatu benda, karena yang
dimaksud manfaat suatu benda bukan zatnya.
Sedangkan ulama Hanaf berpendapat lain
tentang harta yaitu hanya bersifat materi saja,
sebab manfaat termasuk hak milik dan hak
milik berbeda dengan harta.
Dengan demikian kiranya dapat kita
pahami bahwa para ulama masih berselisih
pendapat dalam menentukan defnisi harta
juga terjadi perselisihan dalam pembagian
harta karena berbeda dalam pendefnisian
harta tersebut.
Dari beberapa defnisi diatas dapat kita
ambil kesimpulan bahwa harta adalah segala
sesuatu yang dimanfaatkan kepada sesuatu
10

yang legal menurut hokum syara’ (hukum
Islam) seperti jual beli, pinjaman, konsumsi,
dan hibbah atau pemberian. Jadi, apapun yang
digunakan manusia dalam kehidupan dunia
merupakan harta .

B. Pandangan dan
dalam Islam

Konsep

harta

Pandangan Islam mengenai harta
dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertama, Pemiliki Mutlak terhadap
segala sesuatu yang ada di muka bumi
ini adalah ALLAH SWT. Kepemilikan oleh
manusia bersifat relatif, sebatas untuk
melaksanakan amanah mengelola dan
memanfaatkan
sesuai
dengan
ketentuanNya (QS al_Hadiid: 7).
Artinya :
“Berimanlah kamu kepada Allah dan
rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian
dari
hartamu
yang
Allah
Telah
menjadikan kamu menguasainya[1456].
Maka orang-orang yang beriman di
11

antara
kamu
dan
menafkahkan
(sebagian) dari hartanya memperoleh
pahala yang besar”. (QS Al_Hadiid: 7).
yang dimaksud dengan menguasai di
sini ialah penguasaan yang bukan
secara
mutlak.
Hak
milik
pada
hakikatnya adalah pada Allah. Manusia
menafkahkan hartanya itu haruslah
menurut
urge-hukum
yang
Telah
disyariatkan Allah. Karena itu tidaklah
boleh kikir dan boros.
Dalam sebuah Hadits riwayat Abu
Daud, Rasulullah bersabda:
Seseorang pada Hari Akhir nanti pasti
akan ditanya tentang empat hal:
usianya
untuk
apa
dihabiskan,
jasmaninya untuk apa dipergunakan,
hartanya darimana didapatkan dan
untuk apa dipergunakan, serta ilmunya
untuk apa dipergunakan.
Kedua, status harta yang dimiliki
manusia adlah sebagai berikut :
12

1. harta sebagai amanah (titipan) dari
Allah SWT. Manusia hanyalah
pemegang
amanah
karena
memang
tidak mampu
mengadakan benda dari tiada.
2. Harta sebagai perhiasan hidup
yang memungkinkan manusia bisa
menikmatinya dengan baik dan
tidak berlebih-lebihan ( Ali Imran:
14). Sebagai perhiasan hidup harta
sering menyebabkan keangkuhan,
kesombongan serta kebanggaan
diri.(Al-Alaq: 6-7).
3. Harta sebgai ujian keimanan. Hal
ini
menyangkut
soal
cara
mendapatkan
dan
memanfaatkannya, apakah sesuai
dengan ajaran Islam atau tidak (alAnfal: 28)
harta sebagai bekal ibadah, yakni
untuk
melaksankan
perintahNyadan
melaksanakan
muamalah
si
antara
sesama
manusia, melalui zakat, infak, dan

13

sedekah.(at-Taubah
:41,60;
Ali
Imran:133-134).
4. Pemilikan harta dapat dilakukan
melalui usaha (amal) ataua mata
pencaharian (Maisyah) yang halal
dan sesuai dengan aturanNya. (alBaqarah:267)
Sesungguhnya
Allah
mencintai
hambaNya
yang
bekerja.
Barangsiapa yang bekerja keras
mencari nafkah yang halal untk
keluarganya maka sama dengan
mujahid di jalan Allah (HR Ahmad).
Mencari rezki yang halal adalah
wajib setelah kewajiban yang
lain(HR Thabrani)
jika telah melakukan sholat subuh
janganlah kalian tidur, maka kalian
tidak akan sempat mencari rezki
(HR Thabrani).
5. Dilarang mencari harta , berusaha
atau bekerja yang melupakan mati
(at-Takatsur:1-2),
melupakan
Zikrullah/mengingat ALLAH (alMunafqun:9), melupakan sholat
14

dan zakat (an-Nuur: 37), dan
memusatkan
kekayaan
hanya
pada sekelompok orang kaya saja
(al-Hasyr: 7)
6. Dilarang menempuh usaha yang
haram, seperti melalui kegiatan
riba
(al-Baqarah:
273-281),
perjudian, jual beli barang yang
haram (al-maidah :90-91), mencuri
merampok (al-Maidah :38), curang
dalam takaran dan timbangan (alMuthaffn: 1-6), melalui cara-cara
yang batil dan merugikan (alBaqarah:188), dan melalui suap
menyuap (HR Imam Ahmad).
Kepemilikan Harta
Di atas telah disinggung bahwa Pemilik
Mutlak
adalah
Allah
SWT.
Penisbatan
kepemilikan kepada Allah mengandung tujuan
sebagai jaminan emosional agar harta
diarahkan untuk kepentingan manusia yang
selaras dengan tujuan penciptaan harta itu
sendiri.

15

Namun
demikian,
Islam
mengakui
kepemilikan individu, dengan satu konsep
khusus, yakni konsep khilafah. Bahwa manusia
adalah khalifah di muka bumi yang diberi
kekuasaan
dalam
mengelola
dan
memanfaatkan segala isi bumi dengan syarat
sesuai dengan segala aturan dari Pencipta
harta itu sendiri.
Harta dinyatakan sebagai milik manusia,
sebagai
hasil
usahanya.
Al-Quran
menggunakan istilah al-milku dan al-kasbu (QS
111:2)
untuk
menunjukkan
kepemilikan
individu ini. Dengan pengakuan hak milik
perseorangan ini,
Islam juga menjamin keselamatan harta
dan perlindungan harta secara hukum.Islam
juga mengakui kepemilikan bersama (syrkah)
dan kepemilikan negara. Kepemilikan bersama
diakui pada bentuk-bentuk kerjasama antar
manusia yang bermanfaat bagi kedua belah
pihak dan atas kerelaan bersama. Kepemilikan
Negara diakui pada asset-asset penting
(terutama
Sumber
Daya
Alam)
yang
pengelolaannya atau pemanfaatannya dapat
mempengaruhi kehidupan bangsa secara
keseluruhan.

16

C. Kedudukan Harta Dalam Islam
dan Fungsinya
Sikap Islam terhadap harta merupakan
bagian dari sikapnya terhadap kehidupan
dunia. Sikap Islam terhadap dunia adalah sikap
pertengahan yang seimbang. Materi atau harta
dalam pandangan Islam adalah sebagai jalan,
bukan satu-satunya tujuan, dan bukan sebagai
sebab yang dapat menjelaskan semua
kejadian-kejadian. Maka disan kewajiban itu
lebih dipentingkan daripada materi. Tetapi
materi menjadi jalan untuk merealisir sebagai
kebutuhan-kebutuhan dan manfaat-manfaat
yang tidak cukup bagi manusia, yaitu dalam
pelayanan seseorang kepada hal yang bersifat
materi, yang tidak bertentangan dengan
kemaslahatan umum, tanpa berbuat dhalim
dan berlebihan.
Harta yang baik adalah harta jika
diperoleh dari yang halal dan digunakan pada
tempatnya. Harta menurut pandangan Islam
adalah kebaikan bukan suatu keburukan. Oleh
karena itu harta tersebut tidaklah tercela
menurut pandangan Islam dan Karen itu pula
Allah rela memberikan harta itu kepada
17

hamba-Nya. Dan kekayaan adalah suatu
nikmat dari Allah sehingga Allah SWT. Telah
memberikan
pula
beberapa
kenikmatan
kepada Rasul-Nya berupa kekayaan.
Pandangan Islam terhadap harta adalah
pandangan yang tegas dan bijaksana, karena
Allah SWT. Menjadikan harta sebagai hak milikNya, kemudian harta ini diberikan kepada
orang yang dikehendakinya untuk dibelanjakan
pada jalan Allah.
Adapun pemeliharaan manusia terhadap
harta yang telah banyak dijelaskan dalam alQur’an adalah sebagai pemeliharaan nisbi,
yaitu hanya sebagai wakil dan pemegang saja,
yang mana pada dahirnya sebagai pemilik,
tetapi pada hakikatnya adalah sebagai
penerima yang bertanggung jawab dalam
perhitungnnya. Sedangkan sebagai pemilik
yang hakiki adalah terbebas dari hitungan.
Pada al-Qur’an surat al-Kahf: 46 dan anNisa: 14 dijelaskan bahwa kebutuhan manusia
atau kesenangan manusia terhadap harta
sama dengan kebutuhan manusia terhadap
harta sama dengan kebutuhan manusia
terhadap anak dan keturunan. Jadi, kebutuhan
manusia terhadap harta adalah kebutuhan
yang mendasar.
Berkenaan dengan harta didalam alQur’an dijelaskan juga larangan-larangan yang
berkaitan dengan aktivitas ekonomi, dalam hal
18

ini meliputi: produksi, distribusi dan konsumsi
harta:
a. Perkara-perkara
yang
merendahkan
martabat dan akhlak manusia
b. Perkara-perkara yang merugikan hak
perorangan dan kepentingan sebagian
atau keseluruhan masyarakat, berupa
perdagangan yang memakai bunga.
c. Penimbunan harta dengan jalan kikir
d. Aktivitas yang merupakan pemborosan
e. Memproduksi, memeperdagangkan, dan
mengkonsumsi barang-barang terlarang
seperti narkotika dan minuman keras.
Kaidah ushul fqh menyatakan bahwa
“Asal atau pokok dalam masalah transaksi
mu’amalah adalah sah, sampai ada dalil
yang
membatalakan
dan
yang
mengharamkannya”.
Fungsi Harta
Kaidah ushul fqh menyatakan
‫الصأل فى العقود والمعاملة الصأّحة ح ّتى يقوم الدليل على ال ّتحريم‬
“Asal atau pokok dalam masalah transaksi
mu’amalah adalah sah, sampai ada dalil yang
membatalakan dan yang mengharamkannya”.
Harta dipelihara manusia karena manusia
membutuhkan manfaat harta tersebut. Fungsi
19

harta sangat banyak, baik kegunaan dalam hal
yang baik, maupun kegunaan dalam hal jelek :
a. Berfungsi menyempurnakan pelaksanaan
ibadah yang mahdah, sebab untuk ibadah
diperlukan alat-alat yang harus dimiliki demi
terjadinya kelancaran ibadah.
b. Untuk meningkatkan keimanan dan
ketakwaan kepada Allah
c. Meneruskan (melangsungkan) kehidupan
dari satu periode ke periode berikutnya.
d. Untuk menyelaraskan/menyeimbangkan
kehidupan dunia dan akhirat.
e. Untuk mengembangkan dan menegakan
ilmu-ilmu.
f. Untuk memutarkan peranan-peranan
kehidupan yakni adanya pembantu dan tuan.
g. Untuk menumbuhkan silaturrahim.

D.Pembagian Harta dalam Islam
Para ulama fqh membagi harta dari
beberapa segi. Harta terdiri dari beberapa
bagian, tiap-tiap bagian memiliki ciri khusus
20

dan hukumnya tersendiri. Pembagiannya
sebagai berikut:

1. Mal Mutaqawwimin dan Ghoiru
Mutaqawwimin
a. Harta Mutaqawwimin ialah sesuatu yang
boleh diambil manfaatnya menurut
syara’. Harta ini ialah semua harta yang
baik jenisnya maupun cara memperoleh
dan penggunaanya. Misalnya kerbau
halal dimakan umat Islam, tetapi
disembelih dengan cara dipukul maka
daging kerbau tersebut tidak dapat
dimanfaatkan.
b. Harta ghoiru mutaqawwimin ialah
sesuatu yang tidak boleh diambil
manfaatnya menurut syara’. Harta ini
kebalikan dari hartamutaqawwimin yakni
tidak boleh diambil manfaatnya.
2. Mal Mitsli dan Mal Qimi
a. Harta Mitsli ialah benda-benda yang ada
persamaannya dalam kesatuankesatuannya, dalam artian dapat berdiri
sebagiannya ditempat yang lain tanpa
ada perbedaan yang perlu dinilai.
21

b. Harta Qimi ialah benda-benda yang
kurang dalam kesatuan-kesatuanya
karena tidak dapat berdiri sebagian
tempat sebagian yang lainnya tanpa
perbedaan.
c. Dengan pekara lain, harta mitsli adalah
harat yang jenisnya diperoleh dipasar
(secara persis), dan Qimi ialah harta
yang jenisnya sulit didapatkan dipasar,
bias diperoleh tetapi jenisnya berbeda,
kecuali dalam nilai harganya. Jadi harta
yang ada imbangannya disebut mitsli
dan yang tidak ada imbangannya
disebut qimi.
3. Harta Istihlak dan Harata Isti’mal
a. Harta Istihlak ialah sesuatu yang tidak
dapat diambil kegunaan dan manfaatnya
secara biasa, kecuali dengan
menghabiskannya. Harta Istihlak terbagi
dua yaitu istihlak haqiqi ialah suatu
benda yang menjadi harta yang secara
jelas (nyata) zatnya habis sekali
digunakan. Misalnya, korek api bila
dibakar maka habislah. Selanjutnya
istihlak huquqi ialah harta yang sudah
habis nilainya bila telah digunakan,
tetapi zatnya tetap ada. Misalnya, uang
yang dipake membayar utang.
22

b. Harta Isti’mal ialah sesuatu yang dapat
digunakan berulang kali dan materinnya
tetap terpelihara. Harta isti’mal dihabis
sekali digunakan melainkan dapat
digunakan lagi. Seperti kebun, tempat
tidur, pakaian sepatu, laptop, hanphone
dan lain sebagainya.

4. Harta Manqun dan Harata Ghoiru
Manqul
a. Harta manqul yaitu segala harta yang
dapat dipindahkan (bergerak) dari suatu
tempat ke tempat lain. Seperti emas,
perak, perunggu, pakaian, kendaraan
dan lain sebagainya, termasuk harta
yang dapat dipindahkan.
b. Harta Ghoiru Manqul yaitu sesuatu yang
tidak dapat dipindahkan dan dibawa dari
tempat satu ketempat yang lain. Seperti
kebun, pabrik, sawah, dan lain
sebagainya. Karena tidak dapat
dipindahkan. Dalam Hukum Perdata
Positif digunakanlah istilah benda
bergerak dan benda tetap.
5. Harta ‘Ain dan Harta Dayn

23

a. Harta ‘ain adalah harta yang berbentuk
benda, seperti rumah, pakaian, jambu,
kendaraan dan lain sebagainya. Harta
‘ain terbagi menjadi dua.
1. Harta ‘ain dzati qimah, yaitu benda
yang memiliki bentuk dipandang
sebagai harta karena memiliki
nilai. Herta ini meliputi; benda
yang dianggap harta boleh diambil
manfaatnya, benda dianggap harta
tidak boleh diambil manfaatnya,
benda yang dianggap harta yang
ada sebagnsanya, benda yang
dianggap harta yang tidak ada
atau sulit dicari seumpamanya,
benda yang dianggap harta yang
berharga dan dapat dipindahkan
dan benda yang dianggap harta
yang berharga dan tidak dapat
dipindahkan.
2. Harta ‘ain ghoiru dzati qimah, yaitu
benda yang tidak dapat dipandang
sebagai harta karena tidak
memiliki harga, misalnya sebiji
beras.
b. Harta dayn (hutang) adalah sesuatu
yang berada dalam tanggung jawab.
Seperti uang yang berda dalam
tanggung jawab seseorang. Ulama
hanafyah berpendapat bahwa harta
24

tidak dapat dibagi menjadi harta ‘ain dan
dayn karena harta menurutnya ialah
sesuatu yang berwujud, maka sesuatu
yang tidak berwujud tidaklah sebagai
harta, misalnya utang tidak dipandang
sebagai harta tetapi utang menurutnya
adalah washf f al-dhimmah .

6. Mal al-‘ain dan mal an-naf manfaatt
a. Harta ‘ain yaitu benda yang memiliki
nilai dan berwujud, misalnya rumah,
ternak, dll.
b. Harta Naf ialah a’radd yang berangsurangsur tumbuh menurut perkembangan
masa, leh karena itu mal al-naf’ tidak
berwujud dan tidak mungkin disimpan.
7. Harta Mamluk, Mubah dan Manjur
a. Harta Mamluk ialah sesuatu yang masuk
ke bawah milik, milik perorangan
maupun milik badan hokum, seperti
pemerintah dan yayasan. Harta mamluk
terbagi menjadi dua macam, yaitu harta
perorangan yang bukan berpautan
dengan hak bukan pemilik, sperti rumah
25

yang dikontrakan, selanjutnya harta
pengkongsian atara dua pemilik yang
berkaitan dengan hak yang bukan
pemiliknya, seperti dua orang berkongsi
memiliki sebuah pabrik.
b. Harta Mubah ialah sesuatu yang asalnya
bukan milik seseorang, seperti air pada
mata air, binatang buruan darat, laut,
pohon-poohon dihutan dan buahbuahannya.
c. HartaMahjur ialah sesuatu yang tidak
boleh dimiliki sendiri dan memberikan
kepada orang lain menurut syariat,
adakalanya benda itu benda wakaf
ataupun benda yang dikhususkan untuk
masyarakat umum, seperti jalan raya,
masjid- masjid, kuburan dan lain-lain.
8. Harta yang dapat dibagi dan tidak
dapat dibagi
Harta yang dapat dibagi ialah harta yang
tidak menimbulkan suatu kerugian atau
kerusakan apabila harta itu dibagi-bagi,
misalnya beras tepung dan lainnya.
Harta yang tidak dapat dibagi ialah harta yang
menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan
apabila harta tersebut dibagi-bagi, misalnya
gelas, kursi, meja, mesin, dan lainnya.
9. Harta Pokok dan Harta Hasil
26

a. Harta pokok adalah harta yang mungkin
darinya terjadi harta yang lain.
b. Harta hasil ialah harta yang terjadi dari
harta yang lain. Pokok harta itu disebut
modal, misalnya uang, emas dan
lainnya.
Contoh harta pokok dan harta hasil ialah
bulu domba yang dihasilkan dari domba.

10. Harta Khos dan ‘am
a. Harta khsa ialah harta pribadi, tidak
bersekutu dengan yang lain, tidak boleh
diambil manfaatnya tanpa disetujui
pemiliknya.
b. Harta ‘am ialah harta milik umum
(bersama) yang boleh diambil
manfaantnya.

Pengolahan Harta dalam Islam
Ada 3 poin penting dalam pengelolaan
harta kekayaan dalam Islam (sesuai Al-Qur’an
dan Hadits); yaitu:
27

a. Larangan mencampur-adukkan yang
halal dan batil. Hal ini sesuai dengan
Q.S. Al-Fajr (89): 19; ”Dan kamu
memakan harta pusaka dengan cara
mencampur baurkan (yang halal dan
yang bathil)”
b. Larangan mencintai harta secara
berlebihan Hal ini sesuai dengan Q.S. AlFajr (89): 20; ”Dan kamu mencintai harta
benda dengan kecintaan yang
berlebihan”
c. ”Setiap muslim terhadap muslim lainnya
haram darahnya, hartanya dan
kehormatannya” (hadits Muslim)

E. Pengalihan pemberiant Harta
Kepada Pihak Lain

1. Hibah
Hibah artinya pemberiah atau hadiah,
yaitu suatu pemberian yang dilakukan secara
suakarela dalam mendekatkan diri kepada
Allah tanpa mengharapkan balasan apapun.
28

Jumhur ulama mendefnisikan sebagai akad
yang mengakibatkan harta seseorang tanpa
ganti rugi dilakukan selama keadaan masih
hidup kepada orang lain secara sukarela.
Sedangkan menurut ulama Hanaf
mendefnisikan sebagai pemilikan harta dari
seseorang kepada orang lain yang
mengakibatkan orang yang menerima hibah
dapat melakukan tindakan hukum terhadap
harta tersebut.

Hibah dianggap syah apabila memenuhi
syarat dan rukunnya. Adapun menurut ulama
mazhab Hanaf bahwa rukun hibah adalah ijab,
qobul dan qabdl (harta itu dapat dikuasai
langsung). Sedangkan menurut jumhur ulama;
- Orang yang menghibahkan
- Harta yang dihibahkan
- Lafadz Hibah
- Orang yang menerima hibah
Syarat orang menghibahkan hartanya;
- Baligh
- Berakal
29

- Cerdas

2. Sedekah
Sedekah ialah pemberian dari seorang
muslim secara sukarela tanpa tanpa dibatasi
waktu dan jumlah tertentu atau suatu
pemberian yang dilakukan seseorang sebagai
kebijaksanaan unuk mengharap ridho Allah
semata.

a. Bentuk Sedekah
 Memberikan sesuatu dalam bentuk
materi/harta kepada fakir miskin
 Berbuat baik dan menahan diri dari
kejahatan
 Berlaku adil dan mendamaikan orang
yang sedang bersengketa
 Memberi senyum dan bermuka manis
Dapat kita lihat bentuk sedekah lain dalam
kehidupan sehari-hari kita.
b. Perbedaan sedekah dan zakat
 Dilihat dari segi subjeknya bersedekah
dianjurkan (disunatkan kepada setiap
30

orang yang beriman dari semua lapisan,
baik yang kaya maupun yang miskin.
Sedangkan zakat diwajibkan kepada
yang punya dan memenuhi persyaratan
sebagaimana telah diatur dalam bab
zakat.
 Dari segi yang disedekahkan, sedekah
yang diberikan tidak terbatas pada harta
semata tetapi dapat berupa bentuk
kebaikan. Sedangkan zakat terbatas
pada harta saja.
 Dari segi penerima atau objeknya
sedekah diberikan kepada kelompok
asnaf yang disebutkan dalam al-Qur’an
dan pihak lain. Sedangkan zakat
diberikan kepada oranga-orang yang
ditentukan oleh Allah dalam al-Qur’an
surat at-Taubah:60.

c. Benda yang disedekahkan
Pada dasarnya sedekah sedekah itu
hanya dibolehkan apanila benda tersebut itu
milik sendiri. Tidak sah menyedekahkan milik
bersama atau milik orang lain. Dengan
demikian, seorang isteri tidak boleh
menyedekahkan harta suaminya, tanpa
mendapatkan izin terlebih dahulu. Namun
apanila berlaku kebiasaan dalam satu rumah
31

tangga, bahwa isteri dapat menyedekahkan
harta tertentu berupa makanan, boleh
dilakukan tanpa meminta izin dari seorang
suami.

3. Wasiat
Wasiat adalah memberikan hak untuk
memiliki sesuatu secara sukarela yang
pelaksanaanya ditangguhkan setelah yang
berwwasiat meninggal dunnia, baik yang
diwasiatkan itu berupa benda atau manfaat
(jasa).
Mengenai hukum wasiat para ulama
berbeda pendapat; Ibnu Hazm berpendapat
bahwa wasiat hukumnya Fardhu ‘Ain
berdasaran surat an-Nisa: 11 bahwa warisan
baru dapat dibagikan setelah dilaksanakan
wasiat dan bayar hutang orang yang
meninggal itu. Menurut Abu Daud dan ulamaulama salaf berpendapat bahwa wasiat
hukumnya wajib diaksanakan kepada orang
tua dan kerabat-kerabat yang karena satu atau
beberapa sebab tidak mendapatkan warisan,
mereka berpegang kepada QS. alBaqarah:180. Sedangkan merut jumhur fukaha
dan fukaha syi’ah zaidiyah bahwa wasiat orang
tua atau karib kerabat tidak termasuk fardhu
‘ain ataupun wajib, dengan alasan Nabi
32

Muhammad tidak pernah menjelaskan hal itu
beliau tidak pernah berwasiat harta
peninggalan beliau, kebanyakan dari sahabat
Nabi tidak menjalankan wasiat ternyata tidak
ada yang mengingkarinya (ijma’ sukuti).
Apabila seorang berwasiat kepada
seseorang, kemudian penerima wasiat
membunuh orang yang memberi wasiat
fukaha syaf’iyah dan syi’ah imamiyah
berpendapat bahwa wasiat itu sah, walaupun
pembunuhan itu dilakukan dengan sengaja
atau motif lain. Tindakan tersebut
menyebabkan dia tidak mendapatkan warisan
dari orang yang dibunuhnya, tetapi tidak
menafkan untuk menerima harta yang
diwasiatkan kepadanya. Abu Yusuf
berpendapat bahwa wasiat tersebut tidak sah
walaupun ahli waris mengizinkan. Beliau
berpegang pada hadits nabi.
‫لَ َوصأِ َي َة لِ َقات ٍِل‬
“Tidak ada (hak menerima) wasiat bagi si
pembunuh”.
Menurut Abu Yusuf, hadits ini harus dipahami
secara umum, dan tidak boleh diberikan
pengecualian apapun. Oleh ad-Daru-Qutny dan
Baihaqi hadits ini dipandang dhoif.

33

Pelaksanaan wasiat bagi selain ahli waris tidak
harus menunggu izin ahli waris, asal saja yang
diwaisiatkan itu tidak melebihi 1/3 dari harta
warisan. Apabila melebihi dari 1/3 perlu
mendapat persetujuan ahli waris. Sedangkan
apabila wasiat diberikan kepada ahli waris,
maka wasiat itu belum dapat dilaksanakan
sebelum ada persetujuan dari ahli waris
lainnya.

F. Sistem Pembagian harta Waris
dalam Islam
Adapun besar kecilnya bagian yang diterima
bagi masing-masing ahli waris dapat
dijabarkan sebagai berikut:
Pembagian harta waris dalam islam telah
ditetukan dalam al qur an surat an nisa secara
gamblang dan dapat kita simpulkan bahwa
ada 6 tipe persentase pembagian harta waris,
ada pihak yang mendapatkan setengah (1/2),
seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua per
tiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam
(1/6), mari kita bahas satu per satu
Pembagian harta waris bagi orang-orang
yang berhak mendapatkan waris separoh
1/2t:
34

1.Seorang suami yang ditinggalkan oleh istri
dengan syarat ia tidak memiliki keturunan
anak laki-laki maupun perempuan, walaupun
keturunan tersebut tidak berasal dari
suaminya kini
(anak tiri).
2. Seorang anak kandung perempuan dengan
2 syarat: pewaris tidak memiliki anak laki-laki,
dan anak tersebut merupakan anak tunggal.
3. Cucu perempuan dari keturunan anak lakilaki dengan 3 syarat: apabila cucu tersebut
tidak memiliki anak laki-laki, dia merupakan
cucu tunggal, dan Apabila pewaris tidak lagi
mempunyai anak perempuan ataupun anak
laki-laki.
24. Saudara kandung perempuan dengan
syarat: ia hanya seorang diri (tidak memiliki
saudara lain) baik perempuan maupun lakilaki, dan pewaris tidak memiliki ayah atau
kakek ataupun keturunan baik laki-laki
maupun perempuan.
5. Saudara perempuan se-ayah dengan syarat:
Apabila ia tidak mempunyai saudara (hanya
seorang diri), pewaris tidak memiliki saudara
kandung baik perempuan maupun laki-laki dan
pewaris tidak memiliki ayah atau kakek dan
katurunan.
Pembagian harta waris dalam Islam bagi
35

orang-orang yang berhak mendapatkan
waris seperempat 1/4t:
yaitu seorang suami yang ditinggal oleh
istrinya dan begitu pula sebaliknya
1. Seorang suami yang ditinggalkan dengan
syarat, istri memilki anak atau cucu dari
keturunan laki-lakinya, tidak peduli apakah
cucu tersebut dari darah dagingnya atau
bukan.
2. Seorang istri yang ditinggalkan dengan
syarat, suami tidak memiliki anak atau cucu,
tidak peduli apakah anak tersebut merupakan
anak kandung dari istri tersebut atau bukan.
Pembagian harta waris bagi orang-orang
yang berhak mendapatkan waris
seperdelapan 1/8):
yaitu istri yang ditinggalkan oleh suaminya
yang memiliki anak atau cucu, baik anak
tersebut berasal dari rahimnya atau bukan.

Pembagian harta waris dalam Islam bagi
orang-orang yang berhak mendapatkan
waris duapertiga 2/3t:
36

1. Dua orang anak kandung perempuan atau
lebih, dimana dia tidak memiliki saudara lakilaki (anak laki-laki dari pewaris)
2. Dua orang cucu perempuan dari keturunan
anak laki-laki dengan syarat pewaris tidak
memiliki anak kandung, dan dua cucu tersebut
tidak mempunyai saudara laki-laki
3. Dua saudara kandung perempuan (atau
lebih) dengan syarat pewaris tidak memiliki
anak, baik laki-laki maupun perempuan,
pewaris juga tidak memiliki ayah atau kakek,
dan dua saudara perempuan tersebut tidak
memiliki saudara laki-laki.
4. Dua saudara perempuan seayah (atau lebih)
dengan syarat pewaris tidak mempunyai anak,
ayah, atau kakek. ahli waris yang dimaksud
tidak memiliki saudara laki-laki se-ayah. Dan
pewaris tidak memiliki saudara kandung.

Pembagian harta waris dalam Islam bagi
orang-orang yang berhak mendapatkan
waris sepertiga 1/3t:
1. Seorang ibu dengan syarat, Pewaris tidak
mempunyai anak atau cucu laki-laki dari
keturunan anak laki-laki. Pewaris tidak
37

memiliki dua atau lebih saudara (kandung atau
bukan)
2. Saudara laki-laki dan saudara perempuan
seibu, dua orang atau lebih dengan syarat
pewaris tidak memiliki anak, ayah atau kakek
dan jumlah saudara seibu tersebut dua orang
atau lebih.

Sistem Harta Gono Gini
Berkenaan dengan masalah harta, masih
terdapat istilah lain yang perlu kita ketahui
yaitu harta gono-gini. Dalam Ensiklopedi
Hukum Islam dijelaskan bahwa harta gono-gini
adalah harta milik bersama milik suami-isteri
yang mereka peroleh selama perkawinan.
Dalam masyarakat kita di Indonesia hampir
semua daerah mempuyai pengertian, bahwa
harta bersama antara suami istri memang ada
dengan istilah berbeda untuk masing-masing
daerah.
Di Indonesia harta bersama dala perkawinan
diatur dalam UU no. 1 tahun 1974, Bab VII
pada pasal 35, 36, dan 37. Pada pasal 35 (1)
dijelaskan, harta benda yang diperoleh selama
perkawinan menjadi harta bersama. Pasal 36
mengatur status harta yang diperoleh masingmasing suami isteri. Pada pasal 37 dijelaskan
38

apabila perkawinan putus karena perceraian,
maka harta bersama diatur menurut
hukumnya masing-masing . Harta dapat
terpisah apabila diantara mereka ada
perjanjian perkawinan mengenai pisan harta.
Dalam Hukum Islam, harta bersama suami
isteri pada dasarnya tidak dikenal, karena hal
ini tidak dibicarakan secara khusus dalam
kitab fqh. Hal ini sejalan dengan asas
kepemilikan harta individual (pribadi). Atas
dasar ini suami wajib memberi nafkah dalam
bentuk biaya hidup dengan segala
kelengkapannya untuk anak dan isterinya dari
harta suami sendiri. Selanjutnya apabila salah
seorang dari suami isteri meningga dunia
maka harta peninggalannya itu adalah harta
pribadinya secara penuh yang dibagikan
kepada ahli warisnya, termasuk isterinya

39

Kesimpulan :
Harta adalah segala sesuatu yang
dimanfaatkan kepada sesuatu yang legal
menurut hokum syara’ (hukum Islam) seperti
jual beli, pinjaman, konsumsi, dan hibbah atau
pemberian. Jadi, apapun yang digunakan
manusia dalam kehidupan dunia merupakan
harta.
Pandangan Islam terhadap harta adalah
pandangan yang tegas dan bijaksana, karena
Allah SWT. menjadikan harta sebagai hak
milik-Nya, kemudian harta ini diberikan kepada
orang yang dikehendakinya untuk dibelanjakan
pada jalan Allah. Harta yang baik adalah harta
jika diperoleh dari yang halal dan digunakan
pada tempatnya. Harta menurut pandangan
Islam adalah kebaikan bukan suatu keburukan.
Oleh karena itu harta tersebut tidaklah tercela
menurut pandangan Islam dan Karen itu pula
Allah rela memberikan harta itu kepada
hamba-Nya. Dan kekayaan adalah suatu
nikmat dari Allah sehingga Allah SWT. telah
memberikan pula beberapa kenikmatan
kepada Rasul-Nya berupa kekayaan.
Dalam Islam Pengalihan (pemberian)
harta kepada pihak lain dapat dilakuan dengan
cara hibah, sedekah dan wasiat. Berkenaan
40

dengan masalah harta juaga, masih terdapat
istilah lain yang perlu kita ketahui yaitu harta
gono-gini. Dalam Ensiklopedi Hukum Islam
dijelaskan bahwa harta gono-gini adalah harta
milik bersama milik suami-isteri yang mereka
peroleh selama perkawinan. Permasalahn
harta gono gini ini merupakan suatu
permasalahan yang sering terjadi
dimasyarakat.

41

Pembahasan II
Kepemilikan Dalam Islam

Oleh:
Boyke Dicako Andrea
Rizal Al Aziz
Zikri Akbar

42

Kepemilikan Dalam Islam
A. Pengertian kepemilikan
Menurut bahasa kepemilikan berasal dari
bahasa arab yaitu “malaka” yang artinya
memiliki atau mempunyai, dalam bahasa
Arab “milk” mempunyai makna menguasai
suatu barang (harta) yang berada
digenggamannya secara ril atau secara
hukum dan bebas digunakan oleh pemilik
tanpa ada hak dari orang lain selama barang
(tidak ada penghalang), rasullulah juga
menyerukan agar kita mememiliki suatu
barang (harta) dengan cara yang benar atau
halal.
Sesuai sabda Nabi;
“Sesunguhnya allah senang melihat
hambanya yang berusaha di jalan yang
halal.”
Hadist tersebut diriwayatkan oleh
Tabani. Rasullulah juga menjelaskan bahwa
usaha yang baik adalah usaha yang dilakukan
secara individu, kejujuran dan degan cara
yang halal, karna sudah jelas diantara
pertanyaan malaikat disaat kita di alam kubur
43

adalah dari mana kamu mendapatkan hal-hal
yang kamu miliki? dan kemana kamu
keluarkan hal-hal yang kamu miliki?, oleh
karna itu kita harus selalu waspada &
memanfaatkan barang (harta) yang kita miliki
dengan cara yang halal, karna sudah jelas
kedudukan yang halal, subhat dan haram.
Konsep dasar kepemilikan dalam Islam
adalah frman Allah swt ;
284 / ‫ض البقرة‬
ِ ‫ل َما فِي ال َس َم َاوا‬
َِِ
ِ ْ‫ت َو َما فِي ْالَر‬
Milik Allah-lah segala sesuatu yang ada di
langit dan bumi. QS 2: 284
Para fuqoha (ahli fqih) mendefnisan “milik”
sebagai hubungan khusus seseorang dengan
sesuatu (barang) di mana orang lain
terhalang untuk memasuki hubungan ini dan
yang mempunyai berkuasa untuk
memanfaatkannya selama tidak ada
hambatan legal yang menghalanginya.

B. Macaam-macaam kepemilikan
 Dalam pengertian umum.
Dalam pengertian umum, hak dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
44

1. Hak Mal, yaitu sesuatu yang
berpautan dengan harta, seperti
pemilikan benda atau uang.
2. Hak ghairu mal, yaitu penguasaan
terhadap sesuatu yang tidak berkaitan
dengan harta. Hak ghairu mal terbagi
atas dua, yaitu:
 Hak syakhshi yaitu sesuatu
tuntutan yang ditetapkan syara’
bagi seseorang yang wajib
dipenuhi oleh orang lain.
 Hak ‘aini yaitu hak orang dewasa
dengan bendanya tanpa
dibutuhkan orang kedua.
Hak ‘aini ashli
Hak ‘aini thabi’i
wujud
benda jaminan
yang
tertentu

dan ditetapkan

untuk

adanya

shabub seseorang

yang

al-haq

seperti mengutangkan

hak milkiah dan uangnya atas yang
hak irtifa

berutang.

Hak ‘aini terbagi menjadi dua
macam, yaitu :

45

 Dalam sudut cara memperolehnya.
Dilihat dari sudut cara memperolehnya
atau sebab memilikinya, kepemilikan
dalam islam terbagi ke dalam dua
macam, yaitu sebagai berikut :
1. Al milkut tammu atau kepemilikan
sempurna. Maksudnya, kepemilikan
seseorang atas sesuatu secara penuh.
Tidak ada pihak lain yang turut serta
memiliki barang tersebut secara
hukum. Misalnya kepemilikan atas
barang yang sudah dibeli, atas benda
dari hibah seseorang atau dari
sedekah atau sebagainya. Dan
pemiliknya boleh melakukan tindakan
apapun pada barang tersebut.
2. Al milku gairut tammi atau
kepemilikan tidak sempurna.
Maksudnya, kepemilikan seseorang
tidak secara penuh atas sesuatu
46

karena pada saat yang sama sesuatu
itu juga dimiliki oleh oranng lain.
Misalnya, memiliki barang gadaian,
sewaan, saham bersama dan
sebagainya. Jadi pemiliknya tidak
boleh melakukan tindakan apapun
sebelum meminta izin kepada pemilik
yang lain.

 Dalam segi tempatnya.
Dilihat dari segi tempatnya , milik dapat
dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Milk al-‘ain atau milk al-raqabah,
yaitu memiliki semua benda, baik
benda tak bergerak maupun benda
yang bisa dipindahkan
2. Milk al-manfa’ah, yaitu seseorang
yang hanya memiliki manfaat saja
dari suatu benda, seperti meminjam,
wakaf dan lain lain.
3. Milk al-dayn, yaitu p9emilikan
karena adanya utang.
 Dari segi shurah (cara berpautan milik
dengan yang dimilik).
Dari segi shurah (cara berpautan milik
dengan yang dimiliki) dibagi menjadi
dua:
47

1. Milk al-mutamayyiz, yaitu sesuatu
yang berpautan dengan yang lain,
yang memiliki batasan-batasan, yang
dapat memisahkannya dari yang lain.
2. Milk al-sya’i yaitu milik yang
berpautan dengan sesuatu yang
relative dari kumpulan sesuatu ,
Bagaimana pun besar atau kecilnya
kumpulan itu.

C. Jenis-jenis kepeilikan dalam
Islam.

Seseorang dapat memiliki sesuatu benda atau
barang. Jika melakukan halal yang menjadi
penyebabnya, sehingga kepemilikan dapat
beralih dari satu pihak kepada pihak lain, atau
dari satu pihak menjadi milik bersama.
Diantara hal tersebut di atas yang
menyebabkan kepemilikan adalah sebagai
berikut.

48

 Kepemilikan yang sempurna, disebabkan
oleh:
1. Jual beli
2. Sadaqah
3. Hibah
4. Hadiah
5. Infaq
6. Waqaf
7. Waris yang telah dibagikan
8. Luqarah (penemuan)
9. Gasbu (harta rampasan)
10.

Ihyaulmawat

(tanah

membuka hutan)
 Kepemilikan yang tidak sempurna
1. Hutang Piutang
2. Syirkah
3. Qirad
4. Hiwalah
5. Rihanah
6. Ariyah
7. Wad’ah
49

hasil

8. Muzara’ah
9. Musaqah
10.

Mukhabarah

Tetapi

hal

tersebut

di

atas

telah

dihapuskan oleh islam karena hal tersebut
berlaku pada masa jahiliyah, akan tetapi telah
ditetapkan

oleh

syara’

dan

empat

sebab

diantaranya:

1. Ihrazul mubahat, yaitu memiliki sesuatu
yang boleh dimiliki atau menempatkan
sesuatu

yang boleh dimiliki di suatu

tempat untuk dimiliki
2. Al u’qud (aqad)
3. Al khalafyah (perwarisan)
4. Attawalludul

minal

mamluk

(berkembangbiak)
Jadi sebab-sebab kepemilikan yang diakui
oleh syara’ adalah sebab-sebab yang tersebut
di atas.

50

D.Hikmah kepemilikan dalam islam

1. Manusia tidak boleh sembarangan untuk
memiliki sesuatu tanpa melihat aturan
yang berlaku.
2. Manusia akan berusaha dengan benar
untuk dapat memiliki sesuatu .
3. Membentengimanusiauntukdapatmemili
kisesuatudenganjalan yang tidak benar.
4. Terpeliharanya keamanan dan
kenyamanan dalam kehidupan.
5. Terciptanya situasi masyarakat yang
saling mengisi dan saling membutuhkan.
6. Terbentuknya sikap saling menghormati
dan menghargai antara sesame
mansuia.

Akan tetapi ada juga hikma-hikmah yang
didapatkan oleh manusia pada masa jahiliyah ,
diantaranya adalah:
1. Membuat manusia saling berlomba
dalam mencari rezeki dari Allah swt.
51

2. Terpenuhinya rasa keadilan dan
keberadaan umat manusia.
3. Meningkatkan motivasi untuk senantiasa
rajin bekerja dan berusaha dalam
memiliki sesuatu.

Islam adalah agama yang paling benar di
sisi Allah swt., agama islam sangat
menghargai hak asasi manusia tidak seperti
agama lainnya, setiap hukum-hukum islam
memiliki hikmah-hikmah yang indah diantara
hokum-hukumnya tersebut. Jadi bersyukurlah
kita umat islam yang akan selalu terpenuhi
dengan hikmah-hikmah dalam ketentuan
ketentuan syara’ dan hukum-hukum islam.

E. Ihrazul Mubahat
1. Pengertian ihrazul mubahat
Ihrazul mubahat artinya menjaga dan mubahat
artinya hal-hal yang di bolehkan. secara istilah
ikhrazul mubahat adalah memelihara diri agar
senantiasa melakukan hal-hal yang di
bolehkan oleh Allah S.W.T,terutama dalam hal
muamalah. Contoh ihrazul mubahat adalah
ketika berdagang tidak mengurangi timbangn,
takaran dan penipuan.
52

2. Syarat Ihrazul Mubahat
Syarat untuk terpenuhinya ihrazul mubahat
adalah sebagai berikut :
a. Sesuatu itu bukan milik sah dari orang
lain. Oleh karena itu, tidak termasuk
ihrazul mubahat contohnya, jika
mengambil burung dara jantan milik
orang lain dengan cara memikatnya
dengan burung dara betina miliknya.
b. Ada kesengajaan upaya yang dibenarkan
untuk memilikinya seperti contoh di atas.
Jika ada layang-layang menyangkut di
atas pohon miliknya, maka tidak secara
otomatis layang-layang tersebut menjadi
miliknya.

F. Khalafyah

Khalafyah adalah pewaris atau kata lain
khalafyah adalah “Bertempatnya seseorang
atau sesuatu yang baru di tempat yang lama
yang telah hilang dalam bebagi macam hakhak”. Khalafyah ada dua macam yaitu :
1. Khalafyah Syakhsyun ’an syakhsyin( ٌ‫َش ْخش‬
‫ش‬
َ (seseorang terhadap seseorang)
ٍ ‫)عنْ َش ْخ‬
53

Adalah kepemilikan suatu harta dari harta
yang ditinggalkan oleh pewarisnya, sebatas
memiliki harta bukan mewarisi hutang si
pewaris. Misalnya Ali menggantikan
kedudukan ayahnya, sehingga seluruh hak-hak
ayahnya berpindah kepada Ali, termasuk hak
kepemilikan. Khalafyah seperti ini juga disebut
khalafyah irs (waris), karena umumnya, terjadi
pada waris, yaitu hak kepemilikan harta yang
semula atas pewaris lalu di gantikan oleh ahli
waris.

2. Khalafyah syai’un ‘an syai’in (ٍ‫) َشيْ ٌء َعنْ َشيْ ء‬
(sesuatu terhadap sesuatu)
Adalah kewajiban seseorang untuk
mengganti harta / barang milik orang lain yang
dipinjam karena rusak atau hilang sesuai harga
dari barang tersebut. Misalnya, seseorang
meminjamkan suatu barang setelah
dikembalikan kedapanya, ternyata ada bagian
dari barang itu tidak ada. Maka dibenarkan
untuk meminta bagian yang tidak ada itu,
karena memang menjadi hak miliknya.
Khalafyah seperti ini juga disebut khalafyah
ta’wid (menjamin kerugian).

54

G. Ihya’u Mawat Al-Ardh
1. Ihya’u Mawat Al-Ardh
Ihya’u Mawat Al-Ardh menurut
bahasa adalah menghidupkan tanah
yang mati. Sedangkan menurut istilah,
Ihya’u Mawat Al-Ardh adalah membuka
lahan baru yang belum dikerjakan atau
belum dimiliki orang lain, agar tanah
yang baru dibuka itu berstatus hukum
miliknya. Yang dimaksud lahan baru di
sini adalah tanah yang masih dalam
bentuk hutan, lahan gambut, dan
sebagainya, yang belum ada pemiliknya
dan belum dimanfaatkan untuk
keperluan pertanian, perkebunan, atau
tempat tinggal.
2. Membuka lahan baru
Hukum membuka lahan baru
adalah jaiz(boleh), dan sebagai jerih
payahnya maka ia diberi hak untuk
memilikinya. Jika usaha membuka lahan
baru itu disertai dengan niat baik, untuk
kesejahteraan diri dan umat manusia,
maka mendapat pahala. Landasan
hokum membuka lahan baru
sebagaimana hadits Nabi saw. yang
55

artinya “Dari said bin Zaid dari nabi saw.
bersabda: ‘Barang siapa yang
menghidupkan tanah yang mati, maka
tanah itu menjadi miliknya. Orang yang
menggarap tanah milik orang lain maka
tidak mempunyai hak (untuk
memilikinya)’.”(HR.Abu Dawud, Nasa’I
dan Tirmidzi)
3. Ihya’ul Mawat dan transmigrasi
Transmigrasi adalah perpindahan
penduduk dari daerah (pulau) yang
sudah padat penduduknya ke daerah
(pulau) yang masih kosong
penduduknya. Misalnya perpindahan
penduduk dari pulau jawa ke Kalimantan,
perpindahan semacam ini dimaksudkan
untuk meratakan penduduk, juga untuk
menciptakan kesejahteraan para
transmigran.
Biasanya, dalam pelaksanaan
transmigrasi dibarengi dengan upaya
membuka lahan baru dengan ukuran
luas tanah yang berbeda-beda. Tindakan
ini sangat positif asal diimbangi dengan
fasilitas yang memadai.

56

Para transmigrasi yang membuka
lahan baru akan mendapatkan pahala,
karena telah menghidupkan bumi Allah.
Sebaliknya, membuka lahan yang sudah
dimiliki oleh orang lain dan diklaimnya
sebagai tanah miliknya, itu termasuk
zalim.
Rasulullah saw. bersabda yang
artinya “Barang siapa yang mengambil
tanah sejengkal dengan zalim, maka
tanah itu akan dikalungkannya kelak di
hari kiamat tujuh bumi”(HR. Bukhari dan
Muslim)
Ada beberpa hal yang perlu
diperhatikan oleh pihak yang membuka
lahan baru:
a. Tanah yang digarap itu hanya terbatas
untuk mencukupi keperluan. Jika lebih
dari itu, harus diberikan kepada orang
lain yang lebih membutuhkan
b. Penggarap bersungguh-sungguh dan
sanggup mengelola tanah baru tersebut
c. Pembukaan tanah haru dengan izin
pemerintah (imam)
Demikian pendapat Imam Malik dan Abu
Hanifah. Tetapi sebagian fuqaha

57

berpandangan bahwa izin pemerintah
tidak diperlukan.

H. Kepemilikan menurut paham komunis
dan kapitalis
Dunia pada masa silam dan masa depan
kembali dibuat bingung oleh masalah
kepemilikan atau hak milik.289 Kekeliruan fatal
ini berkembang di berbagai macam aliran dan
pemikiran. Terdapat pemikiran Komunisme
dan kapitalisme yang telah mengubur nilai hak
individu dan kebebasan.

Pandangan paham komunisme dan
kapitalisme terhadap kepemilikan sebagai
berikut:
1. Pandangan paham komunisme.
Menurut paham Komunis, tak seorang
pun mempunyai hak kepemilikan tanah atau
pabrik serta rumah dan sebagainya dari
sarana-sarana produksi. Bahkan, wajib bagi
mereka untuk bekerja sebagai buruh bagi
negara yang menguasai setiap sumber
produksi dan mengaturnya. Mereka dilarang
mengumpulkan harta meskipun itu halal.
58

2. Pandangan paham kapitalisme.
Kapitalisme yang mempunyai kebebasan
hak kepemilikan bagi setiap individu; bebas
menguasai untuk digunakan menurut
kehendaknya, menginvestasikan apa yang
dimilikinya sesuai kemauan, membelanjakan
menurut keinginan, tanpa batas yang
disebutkan atas sarana-sarana kepemilikan
dan pertumbuhan serta pengeluarannya,
tanpa campur tangan siapa pun dalam suatu
masyarakat pada masalah tersebut.
Paham komunis hanya digunakan secara
idnividu, sedangkan paham Komunis
menghapus hak kepemilikan pribadi. Kedua
aturan ini sama-sama membawa kerusakan.
Maka, datanglah Islam dengan membawa jalan
yang moderat, mengabungkan antara
maslahat bagi individu dan masyarakat. Islam
mengakui hak kepemilikan individu, tapi juga
meletakkan kendali aturan main demi
memelihara hak orang lain. Islam juga
mengharamkan hak kepemilikan dalam
masalah tertentu, sebagai penjagaan bagi hakhak manusia, dan menjadikannya milik
bersama. Islam mengakui kebebasan
kepemilikan individu, tapi disamping itu, Islam

59

juga mengakui kepemilikan bersama secara
selaras dan seimbang.

60

Kesimpulan :
Islam memberikan hak kepemilikan
kepada individu untuk memperoleh
sesuatu dan memanfaatkannya secara
khusus dan tertentu. Sebab, hal itu
merupakan tuntutan yang sesuai ftrah
manusia dan karakteristik dari
kebebasan dan kemanusiaan. Islam
menjadikan hak ini sebagai aturan dasar
sistem ekonomi Islam, lalu mengaturnya
dengan aturan-aturan yang alami, aturan
menjaga kepemilikian harta orang,
menjaganya dari perampokan,
pencurian, penipuan dan sebagainya.
Islam juga membuat undang-undang
sebagai hukuman bagi yang memusuhi
hak-hak individu ini, sebagai
pemeliharaan atas hak-hak dirinya, juga
menolak segala bentuk intimidasi yang
menjadi haknya sebagai individu yang
memiliki kebebasan dan dilindungi
syariat. Sebagaimana pula, Islam
mengatur hak individu sebagai
pemenuhan nilai lain berbagai macam
hubungan duniawi yang dibenarkan,
seperti: kebebasan berdagang dan

61

berbisnis, menjual, sewa menyewa,
gadai, hibah, wasiat, dan sebagainya.

Pembahasan III
Teori Akad

Oleh:
Fitri
Rina Kholilatun Nisa
Yulia Afandi

62

Teori Akad
A. Asal-usul Aqad
Aqad adalah bagian dari macam-macam
tasharruf, yang dimaksud dengan tasharruf
ialah:

“segala

manusia

yang

dengan

keluar

dari

kehendaknya

seorang

dan

syara’

menetapkan beberapa haknya.“
Tasharruf
tasharruf

f’li

terbagi
ialah

menjadi

usaha

yang

dua

yaitu

dilakukan

manusia dengan tenaga dan badannya, selain
lidah, misalnya memanfaatkan tanah yang
tandus, menerima barang dalam jual beli,
merusak benda orang lain. Dan tasharruf qauli
ialah tasharruf yang keluar dari lidah manusia,
tasharruf qauli terbagi menjadi dua yaitu aqdi
dan bukan aqdi. Yang dimaksud tasharruf qauli
aqdi ialah: “sesuatu yang dibentuk dari dua
ucapan

kedua

belah

pihak

yang

saling

bertalian.” Contoh: jual beli, sewa menyewa.
63

Tasharruf qauli bukan aqdi ada dua macam
yaitu:
1. Merupakan pernyataan pengadaan suatu
hak atau mencabut suatu hak, seperti
wakaf, talak, dan memerdekakan.
2. Tidak

menyatakan

sesuatu

kehendak,

tetapi dia mewujudkan tuntutan-tuntutan
hak,

misalnya

gugatan,

iqrar,

sumpah

untuk menolak gugatan, jenis yang kedua
ini tak ada aqad, tetapi semata perkataan.

B. Pengertian Akad
Akad

dalam

bahasa

Arab

berarti

pengikatan antara ujung-ujung sesuatu. Ikatan
di sini tidak dibedakan apakah ia berbentuk
fsik

atau

kiasan.

Sedangkan

menurut

pengertian istilah, akad berarti ikatan antara
ijab dan qobul yang diselenggarakan menurut
ketentuan syariah di mana terjadi konsekuensi
hukum atas sesuatu yang karenanya akad
diselenggarakan.
64

C. Rukun Akad
Menurut Jumhur ulama rukun akad ada
tiga;
1. yaitu aaqid (orang yang menyelenggarakan
akad seperti penjual dan pembeli),
2. harga

dan barang yang ditransaksikan

(ma'qud alaih)
3. shighotul aqd.
Ijab

adalah ungkapan atau ucapan yang

datang dari orang yang memiliki barang.
Qobul adalah ungkapan atau uacapan yang
datang dari orang yang akan dipindahkan
kepemilikan

barang

tersebut

kepadanya.

Sebagai contoh apabila di dalam jual beli,
maka

ucapan

si

penjual

kepada

pembeli

adalah “saya jual barang ini kepada anda”
disebut ijab. Sedangkan yang di sebut qobul
adalah ucapan si pembeli kepada si penjual
yaitu “saya beli barang ini”. jika ijab dan qobul
ini sudah diikat satu sama lain dan keduanya
65

diucapkan oleh orang yang sehat akalnya
maka akan terjadi perubahan satatus hukum
atas barang yang menjadi objek akad.
Ijab dan qobul ini sangat penting karena
menjadi indicator kerelaan kedua belah pihak
yang melakukan akad untuk memindahkan
kepemilikan

dan

menerima

kepemilikan.

Dalam fkih muamalah ijab dan qobul adalah
komponen dari shighotul aqd yaitu ekspresi
dari dua pihak yang menyelenggarakan akad.
Jadi dalam setiap akad, shighot akad harus
selalu

diekspresikan

karena

merupakan

indicator kerelaan.
Lalu bagaimana kedudukan hukum jual
beli saat ini yang tidak melibatkan shighot
akad dari kedua belah pihak. Dimana pembeli
hanya

membayar

harga

dan

penjual

memberikan barang tanpa mengucapkan lafat
atau ungkapan apa-apa. Pada umumnya para
ulama memperbolehkan jual beli atau akad
semacam ini dan mereka menyebutnya aqd bit
66

ta’athi karena tradisi dan kebiasaan hidup
manusia

(‘urf)

manginginkan

hal-hal

yang

praktis dan tidak bertele-tele dalam berbisnis.
Bahkan sebagian fukoha (madzhab Hanaf)
membolehkan tidak saja dalam jual beli yang
remeh seperti telur, roti, dan lain-lain tetapi
juga

membolehkannya

pada

saat

semua

transaksi besar seperti rumah dan mobil.
Sementara

itu

madzhab