Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) dan Inquiry Ditinjau dari Hasil Belajar dalam Pembelajaran IPA Kelas V SD Gugus Maruto Bawen

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1

Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA SD
Manusia dalam kehidupannya senantiasa berkeinginan agar kehidupannya
tidak tertinggal dengan manusia yang lain. Oleh karena itu manusia memerlukan
cara-cara untuk tetap berkembang dan maju ke kehidupan yang lebih baik. Salah
satu usaha manusia agar kehidupannya terus berkembang dan tidak tertinggal
adalah dengan belajar. Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya
(Slameto, 2010:2). Belajar tidak hanya dilakukan di lingkungan formal saja, tetapi
dapat juga dilakukan di lingkungan non formal seperti keluarga, masyarakat,
bahkan juga dari setiap peristiwa yang dialami.
Pembelajaran merupakan kata jamak dari kata belajar, yang menurut
Purwadarminta (dalam Mahfud, 2012:211) sama artinya dengan instruction atau
pengajaran yaitu cara (pembuatan) mengajar atau mengajarkan. Menurut Undangundang nomor 20 tahun 2000 pasal 1 tentang pendidikan nasional menyatakan

bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sedangkan menurut Oemar
Hamalik (dalam Mawardi dan Puspasari, 2011:198) pembelajaran adalah suatu
kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitator,
perlengkapan dan proses yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Jadi berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah suatu proses interaksi yang mengkombinasikan unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitator, perlengkapan yang diwujudkan dalam kegiatan

8

9

belajar (peserta didik) dan mengajar (pendidik) pada suatu lingkungan belajar
untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
Latar belakang dari Pembelajaran IPA menurut KTSP Standar Isi 2006
adalah Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih
lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dari latar

belakang ini pembelajaran IPA mempunyai pengaruh penting dalam kehidupan
manusia pada umumnya. Karena dengan adanya pembelajaran IPA ini, manusia
akan termotivasi untuk melakukan penemuan dan inovasi untuk menunjang
kehidupannya.
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan
manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.
Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk
terhadap lingkungan. Di tingkat SD diharapkan ada penekanan pembelajaran
Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada
pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan
konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
Mata Pelajaran IPA di SD menurut KTSP Standar Isi 2006 bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1.

Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2.


Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3.

Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat.

4.

Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5.

Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam.

10


6.

Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7.

Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Ruang lingkup pembelajaran IPA untuk SD meliputi berbagai aspek yang

berkaitan dengan kehidupannya sehari-hari. Ruang lingkup tersebut yaitu
makhluk hidup dan proses kehidupan, meliputi manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. Benda/materi, sifat-sifat dan
kegunaannya meliputi cair, padat dan gas. Energi dan perubahannya meliputi
gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. Bumi dan alam
semesta meliputi tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
Pembelajaran IPA di SD harus mampu mendorong siswa untuk dapat
memiliki ketrampilan IPA yang berkaitan dengan Sains, Lingkungan, Teknologi

dan Masyarakat (Salingtemas) yang digunakan untuk mencapai tujuan dalam
pembelajaran IPA berdasarkan ruang lingkupnya. Oleh karena itu dalam proses
pembelajaran IPA dibutuhkan strategi/model pembelajaran yang mampu
mengarahkan siswa untuk memiliki ketrampilan salingtemas tersebut. Terdapat
berbagai

model

pembelajaran

yang

potensial

terhadap

perkembangan

pembelajaran IPA di SD. Model-model tersebut diantaranya Discovery Learning,
Problem Based Learning (PBL), Project Based Learning (Pjbl), Group

Investigation, Inquiry, Make a Match, Picture and Picture, dan Jigsaw.
Model yang dianggap memiliki potensial lebih dalam mengembangkan
pembelajaran IPA di SD menurut peneliti adalah model Group Investigation dan
Inquiry. Hal ini dikarenakan model pembelajaran Group Investigation dan Inquiry
memiliki karakteristik yang sama dengan pembelajaran IPA yaitu mengandung
unsur penemuan dan kooperatif. Meskipun model Inquiry bukan merupakan tipe
model kooperatif namun dalam penerapannya dapat dilakukan secara kooperatif
maupun invidual. Sebelum dijelaskan lebih lanjut mengenai model pembelajaran
Group Investigation dan Inquiry, terlebih dahulu akan dipaparkan secara berturutturut mengenai hakikat model pembelajaran, model pembelajaran kooperatif,
hakikat dan substansi model pembelajaran Group Investigation, hakikat dan

11

substansi model pembelajaran Inquiry sebagai model pembanding dan hasil
belajar sebagai tolok ukur keefektifan penerapan model Group Investigation dan
Inquiry dalam pembelajaran IPA.

2.1.2 Model Pembelajaran
Terdapat berbagai istilah dalam pembelajaran yang terkadang membuat
guru bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut meliputi pendekatan,

strategi, model, metode dan teknik pembelajaran. Kesemua hal tersebut
merupakan bagian dari komponen pembelajaran yang saling berkaitan dalam
pelaksanaan proses pembelajaran. Perbedaan dari istilah-istilah tersebut terletak
dari sudut pandang masing-masing pribadi yang memaknai.
Menurut Chatib (2011:128) model pembelajaran adalah sebuah sistem
proses pembelajaran yang utuh mulai dari awal hingga akhir yang melingkupi
pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, dan teknik
pembelajaran. Sedangkan Gerlach dan Ely (dalam B. Uno, 2007:1) lebih
mengarahkan ke definisi strategi pembelajaran yaitu cara-cara yang dipilih untuk
menyampaikan metode pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu
yang meliputi sifat lingkup dan urutan kegiatan pembelajaran yang dapat
memberikan pengalaman belajar peserta didik.
Menurut Joyce (dalam Wigar, 2012:5), model pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk
menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku,
film, komputer, kurikulum dan lain-lain. Selanjutnya Joyce juga menyatakan
bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain
pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga mampu
mencapai tujuan pembelajaran.

Jadi berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran merupakan sebuah sistem pembelajaran yang
mencakup cara-cara penyampaian materi pembelajaran didasarkan pada

12

perencanaan pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga mampu
mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Tujuan dari penggunaan model pembelajaran pada hakikatnya adalah agar
bagaimana siswa mampu meningkatkan kapabilitas mereka untuk dapat belajar
lebih mudah dan lebih efektif pada masa yang akan datang, baik karena skill dan
pengetahuan yang mereka peroleh maupun karena penguasaan mereka tentang
proses belajar yang lebih baik (Joyce, Weil, dan Calhoun, 2009:7)

2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif
Pemilihan model pembelajaran yang tepat dibutuhkan dalam pelaksanaan
suatu proses pembelajaran, agar tujuan dari pembelajaran tersebut dapat tercapai
dengan baik. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
siswa SD yang suka berkelompok adalah model pembelajaran kooperatif. Sesuai
dengan namanya kooperatif yang artinya kerja sama, model ini dapat membantu

meringankan siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Johnson dan Holobec (dalam Soewarso, 2013:11) mengatakan bahwa
Cooperative Learning (pembelajaran kooperatif) adalah pelajaran menggunakan
kelompok kecil supaya para peserta didik bekerja sama memiliki pendapat secara
maksimal dan saling mempelajari. Sedangkan Slavin (dalam Utami, 2012:5)
berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa
lebih bergairah dalam belajar.
Senada dengan pendapat-pendapat tersebut, pembelajaran kooperatif
menurut Mawardi dan Puspasari (2011:206) adalah suatu pembelajaran dengan
sistem kerja kelompok yang menekankan kerja sama antar anggota kelompok
dalam memecahkan masalah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang terdiri dari
kelompok-kelompok kecil yang anggotanya heterogen sehingga terjadi suatu kerja
sama dan saling mempelajari dalam menyelesaikan suatu permasalahan.

13

Ada beberapa asumsi yang mendasari pengembangan pembelajaran

kooperatif menurut Joyce, Weil dan Calhoun (2009:302) yaitu sebagai berikut:
1.

Sinergi yang ditingkatkan dalam bentuk kerja sama akan meningkatkan
motivasi yang jauh lebih besar dari pada dalam bentuk lingkungan kompetitif
individual.

2.

Anggota-anggota kelompok kooperatif dapat saling belajar satu sama lain.

3.

Interaksi anggota, akan menghasilkan aspek kognitif semisal kompleksitas
sosial, menciptakan sebuah aktivitas intelektual yang dapat mengembangkan
pembelajaran ketika dibenturkan pada pembelajaran tunggal.

4.

Kerja sama meningkatkan perasaan positif terhadap satu sama lain,

menghilangkan

pengasingan

dan

penyendirian,

membangun

sebuah

hubungan, dan memberikan sebuah pandangan positif mengenai orang lain.
5.

Kerja

sama

meningkatkan

penghargaan

diri,

tidak

hanya

melalui

pembelajaran yang terus berkembang, namun juga melalui perasaan dihormati
dan dihargai oleh orang lain dalam sebuah lingkungan.
6.

Siswa yang mengalami dan menjalani tugas serta merasa harus bekerja sama
dapat meningkatkan kapasitasnya untuk bekerja sama secara produktif.
Dengan kata lain, semakin banyak siswa mendapat kesempatan untuk bekerja
sama, maka mereka akan semakin mahir bekerja sama, dalam hal ini akan
sangat berguna bagi skill sosial mereka secara umum.

7.

Siswa, termasuk juga anak-anak, bisa belajar dari beberapa latihan untuk
meningkatkan kemampuan mereka dalam bekerja sama.
Terdapat berbagai tipe model pembelajaran kooperatif yang dapat

digunakan dalam proses pembelajaran IPA. Model-model pembelajaran
kooperatif tersebut yaitu Jigsaw, Think Pair Share, Numbered Head Together,
Group Investigation, Two Stay Two Stray, Make a Match, dan Inside-Outside
Circle.
Dari beberapa model kooperatif tersebut, model Group Investigation (GI)
dianggap memiliki potensi lebih dalam meningkatkan kualitas pembelajaran IPA
di SD, karena di dalam model GI terkandung unsur penemuan yang sesuai dengan
karakteristik IPA dan kooperatif/kerja sama yang sesuai dengan karakteristik

14

siswa SD yang suka berkelompok. Sedangkan model pembelajaran Inquiry
meskipun hakikatnya bukan merupakan model pembelajaran kooperatif, namun
pada penerapannya dapat dilakukan secara kooperatif/kelompok maupun individu.
Selain itu model Inquiry juga memilik karakteristik yang sama dengan model
Group Investigation yaitu mengandung unsur penemuan. Dalam kaitannya dengan
materi IPA yang diambil yaitu tentang jenis-jenis tanah, model pembelajaran GI
dan Inquiry diharapkan dapat memberikan kemudahan siswa dalam membangun
pengetahuannya tentang berbagai jenis tanah melalui kegiatan investigasi dan
penemuan langsung yang dilakukannya bersama kelompok.
Keefektifan dari model pembelajaran GI ini juga diperkuat oleh hasil
penelitian yang berhasil membuktikan bahwa model Group Investigation dapat
meningkatkan hasil belajar IPA, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Dina
Maharani Arumsari (2013) yang dilaksanakan di kelas 4 SD Negeri 02 Kupen
Temanggung dan juga penelitian dari Sahidah, Marmi Sudarmi dan Made Rai
Suci Shanti (2013) yang menunjukkan peningkatan hasil belajar IPA dengan
materi lensa cembung. Namun ternyata ada juga yang melakukan penelitian
dengan hasil yang menunjukkan bahwa model NHT (Numbered Head Together)
lebih efektif dibandingkan model Group Investigation dilihat perolehan hasil
belajar yaitu nilai rata-rata kelas 62,076 dengan perlakuan model GI dan nilai ratarata kelas sebesar 68,375 dengan perlakuan model NHT.
Keefektifan dari model pembelajaran Inquiry diperkuat oleh hasil
penelitian yang dilakukan oleh Suyono (2012) yang menunjukkan adanya
pengaruh metode Inquiry dalam pembelajaran IPA terhadap hasil belajar siswa
kelas IV SDN Kajengan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora Semester II Tahun
Ajaran 2011/2012. Penelitian yang dilakukan oleh Prantalo (2012) juga
menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan pada penggunaan model
pembelajaran Inquiry terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SDN Manggisan
Kecamatan Getasan Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012 yang dibuktikan
dengan perolehan nilai rata-rata posttest kelas eksperimen (diberi perlakuan model
Inquiry) 82,13 dan kelas kontrol (tidak diberi perlakuan model Inquiry) 61,23.

15

Penelitian lebih lanjut mengenai kefektifan model Group Investigation dan
Inquiry perlu dilakukan dengan terlebih dahulu memahami hakikat model GI dan
Inquiry, karakteristik, komponen dan kelebihan dari model Group Investigation
dan Inquiry. Berikut secara berurutan akan dipaparkan mengenai hakikat, ciri-ciri,
sintak, kelebihan dan komponen yang di dalamnya menyangkut sistem sosial,
prinsip reaksi, dampak intruksional, dampak pengiring dari model pembelajaran
Group Investigation dan Inquiry.

2.1.4 Model Pembelajaran Group Investigation (GI)
2.1.4.1 Pengertian Model Pembelajaran Group Investigation (GI)
Model

pembelajaran

Group

Investigation

menggunakan

gaya

pembelajaran dengan proses demokrasi. Herbert Thelen merupakan salah satu
pencetus National Training Laboratory yang juga penggagas gaya/model
pembelajaran Group Investigation. Thelen mempunyai pandangan yang sama
dengan Dewey dan Michaelis bahwa proses pembelajaran yang di dalamnya
mengandung unsur demokratis akan lebih efektif dalam mengatasi masalahmasalah dalam pembelajaran. Investigasi kelompok (Group Investigation)
berusaha mencampurkan bentuk pengajaran dengan dinamika proses demokrasi
serta proses akademik yang berupa penelitian (Joyce, Weil dan Calhoun,
2009:315).
Investigasi menurut Krismanto (dalam Utami, 2012:110) merupakan
kegiatan

pembelajaran

yang

memberikan

kemungkinan

siswa

untuk

mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan dan hasil belajar
sesuai dengan pengembangan yang dilalui siswa. Kegiatan belajar siswa diawali
dengan pemecahan soal-soal atau masalah-masalah yang diberikan oleh guru,
sedangkan kegiatan belajar selanjutnya cenderung terbuka, artinya tidak
terstruktur secara ketat oleh guru, yang dalam pelaksanaannya mengacu pada
berbagai teori investigasi.
Eggen dan Kauchak (dalam Karnawati, 2013) berpendapat Group
Investigation adalah suatu pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa ke

16

dalam kelompok untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik. Sedangkan
Slavin (dalam Setyorini, 2014:8) menyatakan Group Investigation adalah sebuah
perencanaan kelas secara umum dimana siswa bekerja dalam kelompok kecil
dengan menggunakan inkuiri kooperatif diskusi kelompok dan perencanaan
kooperatif.
Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation merupakan model kegiatan pembelajaran yang bersifat demokratis
yang diwujudkan dalam bentuk kooperatif diskusi kelompok, yang terdiri dari
beberapa kelompok kecil untuk menginvestigasi pemecahan suatu masalah.

2.1.4.2 Ciri-Ciri Model Pembelajaran Group Investigation (GI)
Slavin (dalam Utami, 2012:8) mengemukakan beberapa hal penting dalam
melakukan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) yaitu
sebagai berikut:
1.

Membutuhkan kemampuan kelompok
Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat
kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa dapat
mencari informasi dari dalam maupun di luar kelas, kemudian siswa
mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk
mengerjakan lembar kerja.

2.

Rencana kooperatif
Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber mana yang
dibutuhkan, siapa yang melakukan, apa dan bagaimana mereka akan
mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.

3.

Peran guru
Guru bertugas sebagai fasilitator dan menyediakan sumber. Guru memutar
diantara kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan
membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok.

17

2.1.4.3 Sintak/Langkah-Langkah Model Pembelajaran Group Investigation
(GI)
Sintak dari model pembelajaran group investigation menurut Joyce, Weil
dan Calhoun (2009:318) yaitu:
1.

Tahap pertama, menyajikan situasi yang rumit (terencana atau tidak
terencana). Guru menyajikan sebuah masalah yang memancing perhatian dan
kehebohan siswa. Penyajian masalah tersebut dapat dilakukan secara verbal
dalam bentuk cerita pengalaman atau dapat juga melalui penayangan
video/gambar.

2.

Tahap kedua, menjelaskan dan menguraikan reaksi terhadap situasi. Jika
siswa bereaksi terhadap masalah yang disajikan, guru menggiring perhatian
mereka terhadap reaksi mereka masing-masing yang berbeda, yakni meliputi
sikap yang mereka tunjukkan, apa yang mereka rasakan, dan bagaimana
mereka mengatur sesuatu.

3.

Tahap ketiga, merumuskan tugas dan mengaturnya dalam pembelajaran.
Ketika siswa mulai tertarik terhadap perbedaan reaksi dari masing-masing
individu, guru menggiring mereka untuk merumuskan dan menyusun
masalah-masalah bagi diri mereka sendiri.

4.

Tahap keempat, studi yang mandiri dan berkelompok. Siswa dalam kelompok
menganalisis beberapa peran yang dibutuhkan, mengatur diri mereka sendiri
berdasarkan peran yang didapatkan, bertindak, dan melaporkan hasil yang
didapatkan.

5.

Tahap kelima, menganalisis perkembangan dan proses. Masing-masing
kelompok mengevaluasi solusi permasalahan yang dicocokkan dengan
maksud dan tujuan utama.

6.

Tahap keenam, mendaur ulang aktivitas. Beberapa tahapan terus berlanjut,
baik dengan penyajian masalah yang sama atau memunculkan masalah baru
yang merangsang adanya investigasi.

18

2.1.4.4 Kelebihan Model Pembelajaran Group Investigation (GI)
Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation
menurut Setiaji (dalam Utami, 2012:13) yaitu siswa menjadi mandiri dalam
mencari informasi tentang materi yang akan dipelajari, siswa mempunyai jiwa
kooperatif yang tinggi, siswa memiliki kemahiran dalam berkomunikasi dengan
intelektual pembelajaran dalam mensintesis dan menganalisis, meningkatkan
kemampuan siswa dalam berdiskusi.

2.1.4.5 Komponen Model Pembelajaran Group Investigation (GI)
Joyce, Weil dan Calhoun (2009:104-106) menyebutkan bahwa sebuah
model pembelajaran terdiri dari komponen sintaks atau struktur suatu model,
komponen prinsip reaksi atau peran guru, komponen sistem sosial atau situasi
kelas pada saat model berlangsung, daya dukung yang terdiri dari bahan dan alat
yang diperlukan untuk melaksanakan model, serta dampak instruksional yaitu
hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan dampak
pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model tertentu.
Komponen-komponen dari model pembelajaran Group Investigation yaitu sebagai
berikut.
1.

Sintagmatik
Sintagmatik atau struktur model pembelajaran GI menurut Joyce, Weil dan

Calhoun (2009:318) yaitu tahap pertama, menyajikan situasi yang rumit
(terencana atau tidak terencana). Guru menyajikan sebuah masalah yang
memancing perhatian dan kehebohan siswa. Penyajian masalah tersebut dapat
dilakukan secara verbal dalam bentuk cerita pengalaman atau dapat juga melalui
penayangan video/gambar. Dalam kaitan dengan materi pembelajaran yaitu jenisjenis tanah, masalah disajikan dalam bentuk percobaan dan menunjukkan gambar
tentang komposisi penyusun tanah. Tahap kedua, menjelaskan dan menguraikan
reaksi terhadap situasi. Jika siswa bereaksi terhadap masalah yang disajikan, guru
menggiring perhatian mereka terhadap reaksi mereka masing-masing yang
berbeda, yakni meliputi sikap yang mereka tunjukkan, apa yang mereka rasakan,

19

dan bagaimana mereka mengatur sesuatu. Misalnya ketika ada siswa yang
bertanya mengenai masalah yang disajikan dalam pertunjukkan percobaan dan
gambar, guru tidak langsung memberikan jawaban yang pasti, tetapi
mengarahkan mereka untuk mencari jawaban sendiri melalui investigasi
kelompok.
Tahap ketiga, merumuskan tugas dan mengaturnya dalam pembelajaran.
Ketika siswa mulai tertarik terhadap perbedaan reaksi dari masing-masing
individu, guru menggiring mereka untuk merumuskan dan menyusun masalahmasalah bagi diri mereka sendiri. Misalnya saat seorang siswa mengetahui reaksi
yang berbeda dari siswa lain, misalnya berupa bentuk pertanyaan yang berbeda,
siswa mulai tertarik dengan keberagaman reaksi tersebut, maka guru segera
mengambil tindakan untuk mengarahkan mereka untuk merumuskan dan
menyusun masalah lain yang timbul dari masing-masing individu dengan
menuliskan daftar masalah di papan tulis.
Tahap keempat, studi yang mandiri dan berkelompok. Siswa dalam
kelompok menganalisis beberapa peran yang dibutuhkan, mengatur diri mereka
sendiri berdasarkan peran yang didapatkan, bertindak, dan melaporkan hasil yang
didapatkan. Setelah siswa mengetahui beberapa masalah yang timbul dari masingmasing individu melalui daftar masalah yang sudah ditulis, kemudian siswa
mengelompokkan diri berdasarkan minat mereka terhadap masalah tersebut dan
bekerja bersama kelompoknya sesuai peran yang didapatkannya, misalnya dia
mendapat peran untuk menyelidiki tentang ciri-ciri jenis tanah liat. Setelah selesai
kemudian kelompok mempresentasikan hasil yang didapatkan dalam kegiatan
investigasi di hadapan kelompok lain.
Tahap kelima, menganalisis perkembangan dan proses. Masing-masing
kelompok mengevaluasi solusi permasalahan yang dicocokkan dengan maksud
dan tujuan utama. Dalam mempresentasikan hasil investigasi, kelompok lain
bertugas sebagai pengontrol apakah hasil investigasinya sudah tepat atau belum
dengan bimbingan dari guru. Hasil investigasi disesuaikan dengan tujuan utama
dari permasalahan yang dimunculkan. Tahap keenam, mendaur ulang aktivitas.
Beberapa tahapan terus berlanjut, baik dengan penyajian masalah yang sama atau

20

memunculkan masalah baru yang merangsang adanya investigasi. Hal ini
dilakukan apabila terdapat masalah yang membutuhkan penyelidikan lebih lanjut.
2.

Prinsip reaksi
Peran guru dalam model Group Investigation ini adalah sebagai seorang

fasilitator yang langsung terlibat dalam proses kelompok (membantu pembelajar
dalam merumuskan rencana, bertindak, dan mengatur kelompok) serta beberapa
kebutuhan dalam sebuah penelitian. Selain itu guru juga berfungsi sebagai
seorang konselor akademik. Saat siswa bereaksi ketika menghadapi keadaan yang
membingungkan, guru akan menguji dan memerhatikan kebiasaan alami mereka
yang tercermin dalam reaksi yang berbeda-beda. Mereka kemudian menentukan
informasi yang mereka butuhkan untuk mendekati masalah dan proses untuk
mengumpulkan data yang relevan. Mereka mengembangkan hipotesis dan
mengumpulkan

informasi

yang

dibutuhkan

untuk

mengujinya.

Mereka

mengevaluasi hasil yang didapatkan dan meneruskan penelitiannya atau memulai
penelitian baru.
Pusat dalam proses pembelajaran kemudian beralih untuk membangun
sebuah

lingkungan

sosial

yang

kooperatif

dan

mengajari

ketrampilan

bernegosiasi, menyelesaikan konflik, serta beberapa penyelesaian masalah
demokrasi. Guru juga harus membimbing siswa dalam metode pengumpulan data
serta analisis, membantu siswa membingkai hipotesis yang dapat diuji. Ketika
proses pembelajaran berlangsung, khususnya pada saat siswa melakukan
percobaan dalam kelompok sebagai bentuk kegiatan investigasi, guru mempunyai
peran untuk membimbing mereka bekerja dalam kelompok misalnya dengan
mendekati dan mengarahkan kelompok yang tidak dapat bekerja sama karena
bingung dengan tugas/permasalahan yang harus mereka selesaikan. Guru juga
bertugas untuk menjelaskan terlebih dahulu langkah kerja dalam mengidentifikasi
ciri-ciri jenis tanah yang harus diikuti dalam pelaksanaan kegiatan investigasi.
3.

Sistem sosial
Sistem sosial dalam model pembelajaran ini menjunjung tinggi nilai-nilai

demokratis dan diatur oleh suatu kesepakatan yang dikembangkan, atau paling
tidak divalidasi oleh pengalaman kelompok dalam batas dan hubungan terhadap

21

fenomena rumit yang kemudian dijelaskan oleh seorang guru sebagai sebuah
objek pembelajaran. Aktivitas kelompok muncul dalam jumlah struktur eksternal
yang minimalis yang diberikan oleh seorang guru. Lebih singkatnya sistem sosial
dalam model ini berlandaskan pada proses demokrasi dan keputusan kelompok,
dengan struktur eksternal yang rendah. Kebingungan yang diciptakan haruslah
alami, tidak bisa dipaksakan. Siswa maupun guru mempunyai status yang sama
namun peran yang berbeda. Atmosfer merupakan salah satu alasan dan negosiasi
(Joyce, Weil dan Calhoun, 2009:323).
Sistem sosial dalam kegiatan investigasi jenis-jenis tanah berupa sikap
saling menghargai pendapat yang dikemukakan oleh setiap anggota kelompok,
dan kerja sama dalam melakukan percobaan mengidentifikasi ciri-ciri jenis tanah.
Sehingga melalui kegiatan investigasi kelompok tersebut, diharapkan akan
muncul sikap demokratis, kooperatif dan bertanggung jawab.
4.

Daya dukung
Sistem pendukung dalam model Group Investigation ini harus ekstensif

dan responsif terhadap semua kebutuhan siswa. Lingkungan harus mampu
merespon berbagai tuntutan pembelajar yang bermacam-macam. Guru dan siswa
harus bisa menghimpun apa saja yang dibutuhkan saat mereka membutuhkannya.
Misalnya dalam pembelajaran IPA tentang jenis-jenis tanah dibutuhkan berbagai
macam alat dan bahan yang akan mendukung terjadinya proses pembelajaran
seperti contoh jenis tanah liat, berkapur, berpasir dan tanah humus. Selain contoh
konkret dari benda asli, guru juga dapat menambahkan media gambar mengenai
komposisi penyusun jenis tanah.
5.

Dampak instruksional dan dampak pengiring
Dampak instruksional adalah dampak atau hasil belajar yang dicapai

langsung dengan cara mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan.
Dampak instruksional dalam model GI secara umum adalah:
a.

Proses dan pengelolaan kelompok efektif
Model

Group

Investigation

diharapkan

dapat

menciptakan

proses

berkelompok dan pengelolaannya secara efektif, artinya proses dalam
membentuk kelompok tidak dilakukan secara sembarangan tetapi berdasarkan

22

minat anggota kelompok. Sehingga proses pembelajaran yang dilakukan
secara berkelompok dapat berjalan sebagaimana mestinya dan mencapai
tujuan yang diharapkan.
b.

Pandangan konstruktivis tentang pengetahuan
Para konstruktivis mempunyai pandangan bahwa pengetahuan tidak sekedar
ditransmisikan oleh guru/pengajar, tetapi mau tidak mau harus dibangun dan
dimunculkan sendiri oleh siswa agar mereka dapat merespon informasi dalam
lingkungan pendidikan. Oleh karena itu dengan penerapan model GI ini
diharapkan dapat membiasakan siswa untuk membangun pengetahuannya
sendiri

melalui

investigasi

dalam

kelompoknya

bukan

berdasarkan

penyampaian informasi oleh guru secara konvensional.
c.

Disiplin dalam penelitian kolaboratif
Melalui proses kerjasama dalam kelompok diharapkan adanya kedisiplinan
dan tanggung jawab dari masing-masing anggota kelompok. Sehingga semua
anggota kelompok ikut berpartisipasi aktif dalam investigasi yang dilakukan.
Secara khusus dampak instruksional yang terdapat dalam pembelajaran

IPA dengan materi jenis-jenis tanah melalui model pembelajaran Group
Investigation adalah kemampuan mengindentifikasi komposisi penyusun tanah,
kemampuan menyebutkan jenis-jenis tanah, kemampuan mencirikan jenis-jenis
tanah, kemampuan membedakan ciri-ciri dari masing-masing jenis tanah, dan
kemampuan memberi contoh kegunaan dari berbagai jenis tanah.
Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu
proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami
langsung oleh para siswa tanpa pengarahan langsung dari pengajar. Dari segi
dampak pengiring melalui model Group Investigation diharapkan dapat terbentuk
kemampuan kemandirian sebagai pembelajar seperti mempunyai rasa ingin tahu
yang tinggi sehingga berusaha untuk mencari tahu sendiri pengetahuannya,
bekerja secara ilmiah dan bertanggung jawab. Selain itu juga diharapkan
timbulnya penghargaan terhadap martabat orang lain melalui kerja sama dalam
kelompok sehingga timbul anggapan bahwa orang lain juga memiliki kemampuan
yang tidak bisa diremehkan, penelitian sosial sebagai pandangan hidup, dan

23

kehangatan dan interpretasi personal yang memunculkan harapan dengan
diterapkannya model GI dalam pembelajaran IPA siswa mendapatkan rasa
nyaman dalam belajar, sehingga penilaian diri yang positif dapat terbentuk dengan
baik.
Dampak pengiring yang secara khusus akan didapatkan siswa dalam
pembelajaran IPA dengan materi jenis-jenis tanah melalui model Group
Investigation adalah demokratis, kerja sama, mandiri, tanggung jawab,
komunikatif dan disiplin. Dampak pengiring hanya mungkin terbentuk jika
kesempatan untuk mencapai/menghayati berbagai kemampuan tersebut memang
benar-benar disediakan secara memadai.
Dampak instruksional dan dampak pengiring dalam model Group
Investigation digambarkan dalam bagan berikut.

Kemampuan
mengidentifikasi komposisi
penyusun tanah

Demokratis

Kemampuan menyebutkan
jenis-jenis tanah

Tanggung
jawab
Mandiri

Model Group
Investigation

Kemampuan mencirikan
jenis-jenis tanah
Kemampuan membedakan
ciri-ciri dari masing-masing
jenis tanah

Kerja sama
Komunikatif

Kemampuan memberi
contoh kegunaan dari
berbagai jenis tanah

Disiplin

Gambar 1
Dampak Pengiring dan Instruksional Model Pembelajaran Group Investigation
Keterangan
Dampak Instruksional
Dampak Pengiring

24

2.1.5 Model Pembelajaran Inquiry
2.1.5.1 Pengertian Model Pembelajaran Inquiry
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian model pembelajaran Inquiry
dalam Soewarso (2013:3) yaitu diantaranya Richard Suchman mengemukakan
bahwa model Inquiry adalah suatu pola yang membantu peserta didik belajar
merumuskan dan menguji pendapatnya sendiri dan memiliki kesadaran akan
kemampuannya. Sedangkan Antony S. Jones berpendapat bahwa model Inquiry
adalah strategi mengajar yang memungkinkan para peserta didik mendapatkan
jawabannya sendiri.
Model Inquiry menurut Sumantri adalah cara penyajian pelajaran yang
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menentukan informasi dengan
atau tanpa bantuan guru. Ciri khusus dari model Inquiry adalah siswa atau peserta
didik mampu merumuskan dan menguji jawabannya sendiri melalui sebuah
penelitian.
Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Inquiry adalah model
pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan menguji
jawabannya sendiri dengan atau tanpa bantuan guru melalui sebuah penelitian.

2.1.5.2 Sintak/Langkah-Langkah Model Pembelajaran Inquiry
Sintak dari model pembelajaran Inquiry menurut Joyce, Weil dan Calhoun
(2009:206-208) yaitu:
1.

tahap pertama, orientasi atau mengenalkan masalah. Pada tahap ini guru
menyajikan situasi permasalahan dan menjelaskan prosedur-prosedur
penelitian.

2.

Tahap kedua, verifikasi pengumpulan data. Siswa mencoba mengumpulkan
data yang berkaitan dengan masalah yang diajukan. Verifikasi data dapat
dilakukan

dengan

cara

mengajukan

serangkaian

pertanyaan

yang

memungkinkan guru dapat menjawab dengan kata ya atau tidak.
3.

Tahap ketiga, eksperimentasi

pengumpulan

data. Siswa melakukan

serangkaian ujicoba terhadap situasi permasalahan berdasarkan pengumpulan

25

data yang sudah diverifikasi. Eksperimentasi memiliki dua fungsi, yaitu
eksplorasi dan pengujian langsung.
4.

Tahap keempat, mengolah dan merumuskan penjelasan. Siswa mengolah
informasi yang mereka dapatkan selama pengumpulan data dan mencoba
menjelaskan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian atau perbedaan-perbedaan.

5.

Tahap kelima, menganalisis proses penelitian. Siswa menganalisis strategistrategi pemecahan masalah yang telah mereka gunakan selama penelitian.

2.1.5.3 Kelebihan Model Pembelajaran Inquiry
Kelebihan dari model pembelajaran Inquiry menurut Prantalo (2012:17)
yaitu antara lain:
1.

Menekankan pada pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik
secara seimbang sehingga pembelajaran melalui model ini dianggap lebih
bermakna.

2.

Memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan belajar mereka.

3.

Merupakan model yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi
belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah
laku akibat adanya pengalaman.

4.

Dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata.
Artinya siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat
oleh siswa yang lemah dalam belajar.

2.1.5.4 Komponen Model Pembelajaran Inquiry
Joyce, Weil dan Calhoun (2009:104-106) menyebutkan bahwa sebuah
model pembelajaran terdiri dari komponen sintaks, komponen prinsip reaksi atau
peran guru, komponen sistem sosial, komponen daya dukung berupa sarana
prasarana pelaksanaan model, serta dampak instruksional yaitu hasil belajar siswa
sesuai tujuan yang hendak dicapai dan dampak pengiring sebagai akibat dari
terciptanya suasana belajar dalam model tertentu. Komponen-komponen dari
model pembelajaran Inquiry yaitu sebagai berikut.

26

1.

Sintagmatik
Sintagmatik atau struktur model pembelajaran Inquiry menurut Joyce,

Weil dan Calhoun (2009:206-208) yaitu: tahap pertama, orientasi atau
mengenalkan masalah. Pada tahap ini guru menyajikan situasi permasalahan dan
menjelaskan prosedur-prosedur penelitian. Situasi permasalahan dapat disajikan
dalam bentuk cerita yang disampaikan secara verbal maupun melalui
pertunjukkan suatu percobaan atau sebuah gambar. Dalam kaitan dengan materi
pembelajaran yaitu jenis-jenis tanah, masalah disajikan dalam bentuk percobaan
dan menunjukkan gambar tentang komposisi penyusun tanah.
Tahap

kedua,

verifikasi

pengumpulan

data.

Siswa

mencoba

mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah yang diajukan. Verifikasi
data dapat dilakukan dengan cara mengajukan serangkaian pertanyaan yang
memungkinkan guru dapat menjawab dengan kata ya atau tidak. Dalam tahap ini
siswa mulai membentuk kelompok, membuat hipotesis mengenai data yang
mereka kumpulkan dan dapat bertanya pada guru mengenai hipotesis yang mereka
buat dengan pertanyaan yang terbatas pada jawaban ya atau tidak. Tahap ketiga,
eksperimentasi pengumpulan data. Siswa melakukan serangkaian uji coba
terhadap situasi permasalahan berdasarkan pengumpulan data yang sudah
diverifikasi. Eksperimentasi memiliki dua fungsi, yaitu eksplorasi dan pengujian
langsung. Dalam tahap ini siswa bekerja dalam kelompok untuk melakukan
percobaan tentang ciri-ciri dari masing-masing jenis tanah dan sekaligus untuk
menguji hipotesis yang telah mereka buat.
Tahap keempat, mengolah dan merumuskan penjelasan. Siswa mengolah
informasi yang mereka dapatkan selama pengumpulan data dan mencoba
menjelaskan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian atau perbedaan-perbedaan. Setelah
berhasil menguji hipotesis melalui percobaan tentang ciri-ciri berbagai jenis tanah
siswa bekerja dalam kelompok untuk mengolah data dan menyusunnya dalam
bentuk laporan sederhana. Tahap kelima, menganalisis proses penelitian. Siswa
menganalisis strategi-strategi pemecahan masalah yang telah mereka gunakan
selama penelitian. Dalam tahap ini terlebih dahulu siswa menyampaikan hasil
laporan masing-masing kemudian melaksanakan diskusi kelas dengan melibatkan

27

guru untuk menganalisis proses penelitian yang sudah dilakukan agar diketahui
bagian/tahapan mana yang masih sulit dilaksanakan siswa.
2.

Prinsip reaksi
Peran guru dalam model Inquiry ini adalah sebagai seorang fasilitator yang

terlibat langsung dalam proses kelompok dan kebutuhan dalam sebuah penelitian.
Selain itu guru juga berfungsi sebagai konselor akademik, yaitu saat siswa
bereaksi ketika menghadapi keadaan yang menbingungkan, guru akan menguji
dan memerhatikan kebiasaan alami mereka yang tercermin dalm reaksi yang
berbeda-beda. Mereka kemudian menentukan informasi yang dibutuhkan dan
mengumpulkan data yang relevan. Kemudian mereka mulai mengembangkan
hipotesis dan mengumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk mengujinya.
Tidak hanya menguji dan memperhatikan, guru juga harus membimbing
siswa dalam metode pengumpulan data dan analisis, membantu siswa
membingkai hipotesis yang dapat diuji. Ketika pembelajaran berlangsung,
khususnya pada saat siswa melakukan percobaan dalam kelompok, guru
mempunyai peran untuk membimbing mereka bekerja dalam kelompok, misalnya
mendekati dan mengarahkan kelompok yang tidak dapat membuat hipotesis
maupun tidak dapat bekerja sama karena mereka bingung dengan tugas yang
harus diselesaikan. Hal terpenting sebelum meminta siswa bekerja dalam
kelompok adalah guru terlebih dahulu harus menjelaskan langkah kerja dalam
kegiatan yang akan dilakukan yaitu mengidentifikasi ciri-ciri berbagai jenis tanah.
Hal tersebut dimaksudkan agar siswa secara keseluruhan memahami prosesproses yang harus dilakukan.
3.

Sistem sosial
Sistem sosial dalam model pembelajaran ini adalah suasana kooperatif

yang penuh dengan tanggung jawab yang dilandasi oleh sikap saling menghargai
perbedaan pendapat antar anggota kelompok. Sehingga tidak ada anggota
kelompok yang bersikap individualistis dan mementingkan kepentingan sendiri.

28

4.

Daya dukung
Sistem pendukung dalam model Inquiry ini harus ekstensif dan responsif

terhadap semua kebutuhan siswa. Lingkungan harus mampu merespon berbagai
tuntutan pembelajar yang bermacam-macam. Guru dan siswa harus bisa
menghimpun apa saja yang dibutuhkan saat pembelajaran berlangsung. Misalnya
dalam pembelajaran IPA tentang jenis-jenis tanah dibutuhkan berbagai alat dan
bahan yang akan mendukung proses pembelajaran seperti berbagai jenis tanah
(tanah liat, berkapur, humus dan berpasir). Selain contoh konkret dari benda asli,
guru juga dapat menambahkan media gambar mengenai komposisi penyusun jenis
tanah.
5.

Dampak instruksional dan dampak pengiring
Dampak instruksional adalah dampak atau hasil belajar yang dicapai

langsung dengan cara mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan.
Secara khusus dampak instruksional yang terdapat dalam pembelajaran IPA
dengan materi jenis-jenis tanah melalui model Inquiry adalah kemampuan
mengidentifikasi komposisi peyusun tanah, kemampuan menyebutkan jenis-jenis
tanah, kemampuan mencirikan jenis-jenis tanah, kemampuan membedakan ciriciri dari masing-masing jenis tanah, dan kemampuan memberi contoh kegunaan
dari berbagai jenis tanah.
Dampak pengiring adalah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu
proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami
langsung oleh para siswa tanpa pengarahan langsung dari pengajar. Secara khusus
dampak pengiring yang didapatkan siswa dalam pembelajaran IPA dengan materi
jenis-jenis tanah melalui model Inquiry adalah tanggung jawab, mandiri,
komunikatif, disiplin, kerja sama dan kritis. Dampak instuksional dan dampak
pengiring dalam model Inquiry digambarkan dalam bagan berikut.

29

Kemampuan
mengidentifikasi komposisi
penyusun tanah

Kritis

Kemampuan menyebutkan
jenis-jenis tanah

Tanggung
jawab
Mandiri

Model
Inquiry

Kemampuan mencirikan
jenis-jenis tanah
Kemampuan membedakan
ciri-ciri dari masing-masing
jenis tanah

Kerja sama
Komunikatif

Kemampuan memberi
contoh kegunaan dari
berbagai jenis tanah

Disiplin

Gambar 2
Dampak Pengiring dan Instruksional Model Pembelajaran Inquiry

Keterangan
Dampak Instruksional
Dampak Pengiring

30

2.1.6 Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Perlakuan Model Group Investigation dan Inquiry
Pembelajaran dengan menggunakan model Group Investigation dan Inquiry adalah serangkaian aktivitas belajar dengan
model Group Investigation dan Inquiry yang sudah direncanakan sebelumnya ke dalam bentuk langkah-langkah pembelajaran di
kelas. Prosedur yang harus ditempuh dalam pelaksanaan pembelajaran IPA dengan model Group Investigation dan Inquiry sebagai
berikut.

Tabel 1 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Model Group Investigation
Kegiatan Guru
1. Guru menyajikan suatu permasalahan
melalui penayangan gambar/percobaan

Tahapan Pelaksanaan
1. Penyajian masalah/situasi rumit

1.

2. Guru memancing siswa untuk bertanya
mengenai masalah yang disajikan
berdasarkan keingintahuan mereka
3. Guru menuliskan daftar pertanyaan dari
siswa di papan tulis
4. Guru tidak menjawab langsung
pertanyaan siswa terkait masalah yang
disajikan, tetapi mengarahkan untuk
mendorong siswa mencari tahu sendiri
jawabannya

2. Eksplorasi reaksi

2.

3. Perumusan tugas

3.

4.

5.

Kegiatan Siswa
Siswa memperhatikan apa yang
dilakukan oleh guru sehingga timbul rasa
ingin tahu mengenai masalah yang
disajikan (timbul rasa ketertarikan)
Siswa menggali pengetahuannya dengan
bertanya tentang masalah yang disajikan
guru berdasarkan rasa keingintahuannya
Siswa mengemukakan pendapatnya
melalui pertanyaan yang bervariasi
dengan arahan guru
Siswa mengamati berbagai pertanyaan
dari teman-temannya yang ditulis guru
dipapan tulis
Siswa menjadi semakin tertarik untuk
mencari tahu lebih lanjut tentang masalah
tersebut

31

Kegiatan Guru
5. Guru memberi kebebasan siswa untuk
membentuk kelompok yang terdiri dari
4-5 orang anggota dan menentukan
masalah mana yang ingin dipecahkan
oleh masing-masing kelompok.
6. Guru bertugas sebagai fasilitator apabila
ada kelompok yang membutuhkan
bimbingan

Tahap Pelaksanaan
4. Kemandirian dan kelompok
belajar

Kegiatan Siswa
6. Siswa membentuk kelompok sesuai
minatnya masing-masing dan membagi
peran berdasarkan tugas yang didapat.
7. Siswa bekerja dalam kelompok masingmasing dan dapat bertanya kepada guru
apabila ada hal-hal yang belum jelas dalam
tugasnya.

7. Guru membimbing siswa dalam
kelompok untuk mempresentasikan
hasil investigasinya terhadap
tugas/masalah yang didapatkan
8. Guru memberikan evaluasi terhadap
hasil investigasi masing-masing
kelompok dan meluruskan jawaban bila
ada yang kurang tepat serta memberikan
apresiasi terhadap hasil kerja mereka
9. Guru memberikan refleksi terhadap
pembelajaran yang sudah dilakukan,
apabila ada masalah baru yang muncul,
dapat dilakukan investigasi pada
pertemuan selanjutnya

5. Analisis perkembangan dan
proses

8. Masing-masing kelompok maju untuk
mempresentasikan hasil investigasinya dan
meminta tanggapan dari kelompok lain.
9. Siswa dengan bimbingan guru
menyimpulkan inti dari investigasi mereka

6. Mendaur ulang aktivitas

10.Siswa menyampaikan hal-hal yang belum
dimengerti kepada guru.

32

Tabel 2 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan Model Inquiry
Kegiatan Guru
1. Guru menyajikan suatu permasalahan dalam
bentuk cerita/percobaan/penayangan video.
2. Guru membentuk kelompok-kelompok kecil
dengan anggota 4-5 orang tiap kelompok
3. Guru memberi kesempatan siswa dalam
kelompok untuk mengajukan pertanyaan
berdasarkan masalah yang disajikan dengan
batasan pertanyaan yang diajukan hanya
dapat dijawab dengan kata ya atau tidak
4. Guru mendorong siswa untuk menguji
cobakan data/informasi yang mereka
peroleh

5. Guru membimbing siswa untuk mengolah
hasil dari pengumpulan data menjadi
laporan hasil penelitian sederhana
6. Guru membimbing siswa untuk
menyampaikan hasil laporan
7. Guru membimbing siswa menganalisis
proses penelitian yang sudah dilakukan agar
dapat diketahui bagian mana dari proses
yang belum terlaksana dengan baik.

1.

Tahapan Pelaksanaan
Orientasi masalah

2.

Verifikasi pengumpulan data

3.

Eksperimentasi pengumpulan data

4.

Pengolahan dan perumusan
penjelasan

5.

Analisis proses penelitian

Kegiatan Siswa
1. Siswa memperhatikan permasalahan yang
disajikan guru
2. Siswa berkelompok dengan anggota 4-5
orang tiap kelompoknya
3. Berdasarkan masalah yang disajikan
diharapkan siswa tertarik dan bertanya
mengenai hal-hal terkait, dengan catatan
bentuk pertanyaan yang diajukan dapat
dijawab dengan kata ya atau tidak
4. Siswa bersama kelompoknya menguji
data/informasi yang diperoleh, dapat
dilakukan dengan cara mencoba langsung
atau studi pustaka
5. Siswa bekerja dalam kelompok mengolah
data yang mereka peroleh dan menuliskannya
dalam bentuk laporan sederhana
6. Perwakilan kelompok menyampaikan hasil
laporannya
7. Siswa melakukan diskusi kelas untuk
menganalisis proses penelitian yang sudah
dilakukan.

33

2.1.7 Hasil Belajar
Indikator untuk mengetahui tercapainya suatu tujuan pembelajaran salah
satunya adalah dengan melakukan pengukuran terhadap hasil belajar. Hasil belajar
menjadi puncak dari suatu proses pembelajaran. Hasil belajar tidak hanya terbatas
pada aspek kognitif tetapi dapat juga dalam aspek afektif dan psikomotorik.
Hasil belajar menurut Nana Sudjana (2005:22) adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Horward Kingsley (dalam Sudjana, 2005:22) mengklasifikasikan hasil belajar
menjadi 3 macam, yaitu ketrampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian,
sikap dan cita-cita. Hal tersebut senada dengan Benyamin Bloom yang membagi
kriteria hasil belajar menjadi 3 ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan
psikomotoris.
Dimyati (dalam Setyorini, 2014:9) berpendapat bahwa hasil belajar adalah
hasil dari suatu interaksi tindakan belajar dan tindakan mengajar. Winkel (dalam
Setyorini, 2014:8) juga berpendapat bahwa hasil belajar merupakan salah satu
bukti yang menunjukkan kemampuan atau keberhasilan seseorang yang
melakukan proses belajar sesuai bobot atau nilai yang berhasil diraihnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah hasil/bukti
keberhasilan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran berupa kemampuankemampuan yang dimiliki dari segi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sebagian
besar guru melakukan penilaian hasil belajar dari segi kognitif, yaitu melalui tes
tertulis maupun lisan, baik tes formatif maupun tes sumatif.
Keefektifan model pembelajaran Group Investigation dalam penelitian ini
dapat dilihat dari ketuntasan perolehan hasil belajar IPA pada materi jenis-jenis
tanah dengan menggunakan model Group Investigation dan Inquiry. Pengukuran
hasil belajar tersebut diperoleh dengan menggunakan teknik tes berupa tes sumatif
dalam bentuk pilihan ganda.
Berdasarkan petunjuk pelaksanaan proses belajar mengajar Depdikbud
(dalam Mawardi dan Puspasari, 2011:203) terdapat kriteria ketuntasan belajar
perorangan dan klasikal yaitu:

34

1.

Seorang siswa dikatakan telah tuntas belajar jika siswa tersebut telah
mencapai skor 65% atau nilai 65.

2.

Suatu kelas dikatakan tuntas belajar jika terdapat 85% siswa yang telah
mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65%.
Jadi acuan untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran dilihat dari

ketuntasan hasil belajar yang ditentukan oleh kriteria ketuntasan perorangan yaitu
65% atau kriteria ketuntasan klasikal yaitu 85%. Dengan kata lain dianggap tuntas
perorangan bila masing-masing siswa mencapai nilai ketuntasan minimal 65 atau
tuntas secara klasikal bila terdapat 85% siswa yang tuntas dengan KKM 65.

2.2

Kajian Penelitian Yang Relevan
Penelitian ini tidak terlepas dari penelitian-penelitian terdahulu yang

relevan dilaksanakan saat ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Karnawati (2013) menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dan GI. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil
posttest siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
STAD diperoleh rata-rata hasil belajar siswa 58,75 yang berada dalam kategori
hampir cukup dengan standar deviasi 11,981. Sedangkan hasil posttest siswa yang
diajar dengan menggunakan model GI diperoleh rata-rata hasil belajar siswa 68,85
yang berada dalam kategori lebih dari cukup dengan standar deviasi 7,659.
Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu Setyorini (2014) menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan penerapan pembelajaran kooperatif tipe
Group Investigation terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas VII SMP
Negeri 2 Kledung Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013 yang dibuktikan
dengan adanya perbedaan hasil belajar antara kedua kelas. Hasil posttest siswa
kelas VIIA (kelas kontrol) yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran
konvensional diperoleh rata-rata hasil belajar matematika kelas 76,30. Sedangkan
hasil posttest siswa kelas VIIB (kelas eksperimen) yang diajar menggunakan
model pembelajaran Group Investigation diperoleh rata-rata hasil belajar
matematika kelas 89,60.

35

Penelitian yang dilakukan oleh Prih Utami (2012) menunjukkan hasil
analisis data yang diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,001

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24