BAB II PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR DI KOTA MEDAN A. Konsep Pengelolaan - Tinjauan Yuridis Tentang Pengelolaan Perparkiran Kota Medan Perda Nomor 10 Tahun 2011 (Studi Pemko Medan)

PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR DI KOTA MEDAN

A. Konsep Pengelolaan

  26 BAB II

  Secara umum pengelolaan merupakan kegiatan merubah sesuatu hingga menjadi baik berat memiliki nilai-nilai yang tinggi dari semula. Pengelolaan dapat juga diartikan sebagai untuk melakukan sesuatu agar lebih sesuai serta cocok dengan kebutuhan sehingga lebih bermanfaat.

  Nugroho mendefinisikan bahwa : 29 Pengelolaan merupakan istilah yang dipakai dalam ilmu manajemen.

  Secara etomologi istilah pengelolaan berasal dari kata ―kelolah‖ (to

  manage) dan biasanya merujuk pada proses mengurus atau menangani sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu.

  Ahmad Yani mendefinisikan bahwa Pengelolaan dalam administrasi adalah merupakan suatu proses yang dimulai dari proses perencanaan, pengawasan, penggerakan sampai dengan proses pencapaian tujuan. 30 Jadi Sukanto menitiberatkan pengelolaan sebagai fungsi manajemen yang meliputi perencanaan, pengawasan, penggerakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Jadi pengelolaan merupakan ilmu manajemen yang berhubungan dengan proses mengurus dan menangani sesuatu untuk mewujudkan tujuan tertentu yang ingin dicapai. 29 Nugroho. Good Governance. Bandung : Mandar Maju.2003 Hal 119 30 Yani, Ahmad. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di

  Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers.2009 hal 89

  Sulaiman mengemukakan : 31 Perkataan pengelolaan berasal dari kata kelola yang berarti sama dengan mengurus. Jadi pengelolaan diartikan sebagai pengurusan yaitu merubah nilai-nilai yang lebih tinggi, dengan demikian pengelolaan juga mengandung makna sebagai pembaharuan, yaitu melakukan usaha-usaha untuk membuat sesuatu lebih sesuai atau cocok dengan kebutuhan menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat Dari beberapa pendapat diatas bahwa pengelolaan sama dengan prinsip- prinsip manajemen yang berkaitan dengan aspek perencanaan, penggerakan, pengorganisasian, dan pengawasan serta pemanfaatan sumber daya termasuk sumber daya manusia untuk mencapai tujuan suatu organisasi.

  Berdasarkan dari pengertian pengelolaan tersebut, terlihat jelas bahwa untuk mencapai peningkatan efektivitas kegiatan pengelolaan dalam penelitian ini adalah pengelolaan retribusi parkir di Kota Medan memegang peranan penting karena dengan pengelolaan yang baik akan diperoleh hasil yang baik dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Medan di sektor Retribusi Parkir.

  Pengelola parkir bukan perusahaan asuransi, melainkan perusahaan jasa yang mengelola lahan perparkiran di suatu area property, dengan cara bekerjasama dengan pemilik lahan area tersebut, sebagian besar kami (vendor) mengelola parkir di suatu pusat perbelanjaan, perkantoran ataupun gedung atau pelataran parkir. Perusahaan ini dibayar atas dasar jumlah transaksi yang 31 Sulaiman, Anwar. Pengantar Keuangan Negara dan Daerah. Jakarta : STIA-LAN

  Press, 2000, hal 8 dilakukan ataupun berdasarkan persentase pendapatan yang diperoleh yang berkisar antara 2 sampai 5 %. Pada awalnya pengelolaan parkir di pinggir jalan dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui Perusahaan daerah, kemudian mulai berkembang pelataran dan gedung parkir yang juga dikelola oleh pemerintah

  daerah . Karena pengelola biasanya tidak efisien akhirnya pengelolaan mulai

  dikerjasamakan dengan perusahaan swasta, seperti yang banyak ditemukan saat ini diberbagai lokasi parkir umum. Perusahaan biasanya menggunakan alat bantu pencatatan dan perhitungan biaya yang dikelola dengan bantuan komputer basis data, sehingga kekeliruan pecatatan dapat dihilangkan serta mempersulit pencurian kendaraan, dan bila memungkinkan menerapkan asuransi bagi kendaraan yang diparkir. Walaupun demikian kritik masih saja berdatangan 32 berkaitan dengan profesionalisme pengelolaan parkir

  Terkait dengan pengelolaan pajak daerah dan retribusi daerah Indonesia, sudah beberapa kali mengalami proses perubahan yang semula diberlakukan dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 dan terakhir dengan Undang-Undang No. 34 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mulai berlaku 1 Januari 2010 maka Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebelumnya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku 33 lagi.

  Dengan berlakunya Undang-Undang Pajak Daerah dan Retibusi Daerah tersebut menjadi hal yang penting untuk dilaksanakan mengingat berdasarkan 32 33 http://id.wikipedia.org/wiki/Pengelola_parkir, diakses tanggal 1 Oktober 2013 Undang-Undang No. 34 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 95 dan Pasal 156 UU PDRD ditegaskan bahwa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Undang-Undang Pajak Daerah dan Retibusi Daerah merupakan undang- undang sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 23A dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Dengan demikian setiap pungutan pajak harus berdasarkan pada undang-undang sebagaimana telah diamanatkan oleh UUD 1945.

  Berdasarkan Pasal 62 ayat (1) UU PDRD diatur bahwa objek pajak parker adalah penyelenggaraan tempat parker di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kenderaan bermotor. Pengertian parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kenderaan yang tidak bersifat sementara. 34 Selanjutnya yang tidak termasuk objek pajak parkir adalah :

  1. Penyelenggaraan tempat parkir oleh pemerintah dan pemerintah daerah

  2. Penyelenggaraan tempat parkir oleh perkantoran yang hanya digunakan untuk karyawannya sendiri.

  3. Penyelenggaraan tempat parkir oleh kedutaan, konsulat dan perwakilan Negara asing dengan timbal balik.

  4. Penyelenggaraan tempat parkir lain yang diatur dengan peraturan daerah Subjek pajak parkir adalah orang pribadi atau badan yang melakukan parkir kenderaan bermotor dan wajib pajak parkir adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir. 34 Ida Zuraidah, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Jakarta : Sinar Grafika, 2012, hal

  21

  Dasar penggenaan pajak parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat parkir. Dasar pengenaan pajak parkir ditetapkan dengan peraturan daerah. Jumlah yang seharusnya dibayar di dalamnya ternasuk potongan harga parkir dan parkir cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa parkir. Tarif pajak parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh persen) dan tarif tersebut ditetapkan dengan peraturan daerah.

  Besaran pokok pajak parkir yang tertuang dihitung dengan cara mengalihkan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Pajak parkir yang tertuang dipungut di wilayah daerah tempat parkir berlokasi.

  Pengelolaan Perparkiran di Provinsi Sumatera Utara ditangani oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perparkiran di bawah Dinas Perhubungan, yang merupakan salah satu institusi pelayanan publik yang memiliki potensi cukup strategis, dimana UPT Perpakiran melaksanakan 3 (tiga) fungsi sekaligus yaitu : pendukung system transportasi/traffic management, sebagai pelayanan umum/public service dan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sesuai Peraturan Gubernur Nomor 110 Tahun 2010 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pengelola Perparkiran, memiliki visi “Mewujudkan Pelayanan Perparkiran Yang Tertib, Aman, Nyaman dan Terkendali”, sedangkan misi yang diemban adalah :

  1. Meningkatkan efisiensi perparkiran dengan fasilitas pendukung

  2. Membentuk system perparkiran untuk menunjang kelancaran lalu lintas dan mengoptimalkan fungsi jalan

  3. Meningkatkan dan mengembangkan fungsi satuan ruang parkir (SRP) tepi jalan sepanjang tidak mengganggu kelancaran lalu lintas.

  4. Membentuk SDM perparkiran yang berkualitas dan professional 5. Mengoptimalkan PAD yang bersumber dari retribusi parkir.

  Secara umum parkir terbagi menjadi 2 jenis yaitu parkir di badan jalan (on

  street parking) dan parkir di luar badan jalan (off street parking). Di kota besar

  seperti Jakarta dengan tingkat mobilitas yang tinggi, dimana Jakarta merupakan kota yang memiliki fungsi yang beragam, yaitu selain sebagai pusat pemerintahan juga memiliki fungsi lainnya seperti pusat perdagangan dan bisnis, pusat pelayanan dan jasa, pusat pendidikan dan kebudayaan serta masih banyak lagi lainnya.

B. Konsep Keuangan Daerah

  Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak-hak dan 35 kewajiban daerah tersebut.

  Pengertian keuangan daerah tersebut lebih luas dari pada pengertian keuangan daerah menurut PP No. 105 Tahun 2000 yang hanya beruang lingkup APBD. Sedangkan pengertian Keuangan Daerah menurut PP No. 58 tahun 2005 mempunyai ruang lingkup yang lebih laus yaitu yang meliputi :

  35 Pasal 1 butir 5 PP No. 58 Tahun 2005

  1. Hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman.

  2. Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan membayar tagihan pihak ketiga.

  3. Penerimaan daerah

  4. Pengeluaran daerah

  5. Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah.

  6. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dan/atau kepentingan umum.

  Dalam pengelolahan keuangan daerah terdapat empat asas pengelolahan keuangan daerah yakni :

  1. Asas umum Pengelolahan Keuangan Daerah

  2. Asas umum APBD

  3. Asas umum Pelaksanaan APBD 4. Asas Umum pentausahaan Keuangan Daerah.

  Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Medan salah satunya berasal dari retribusi yang berasal dari retribusi parkir. Besarnya retribusi tergantung pada pengelolaan Retribusi Parkir yang efektif, efisien dan maksimal. Tujuan pemerintah mengelolah retribusi parkir adalah selain merupakan Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), juga merupakan salah satu upaya agar penarikan atau pemungutan retribusi parkir dapat terorganisir dengan baik. Atau dengan kata lain, pengelolaan dan pelaksanaan retribusi parkir diharapkan berjalan melalui manajemen yang baik. Manajemen yang baik harus disertai dengan perencanaan yang matang, pengorganisasian yang matang dan pelaksanaan di lapangan yang terkoordinasi serta pengawasan dan pengendalian yang akuntebel dan transparansi.

  Untuk mengetahui apakah reribusi parkir sudah mencapai sasaran dan tujuan pemerintah, maka perlu dilakukan pengawasan atau pengendalian terhadap pelaksanaan penarikan retribusi parkir tersebut. Pengawasan ini penting untuk diketahui, agar pelaksanaan atau pengelolaannya senantiasa berjalan sesuai denagn harapan pemerintah dan masyarakat.

  Dalam mengelola retribusi parkir selalu dikaitkan dengan sasaran dan tujuan yang ingin dicapai. Maka dari itu, tidak terlepas dari faktor penunjang dan faktor penghambat yaitu siapa yang mengelolanya (SDM), sistemnya (cara pelaksanaannya), dan teknologi (alat atau media yang digunakan). Jika faktor penunjang lebih besar atau dominan maka sasaran yang dicapai akan mudah terwujud. Sebaliknya jika faktor penghambat lebih dominan, maka sasaran yang dicapai akan jauh dari harapan.

C. Konsep Retribusi Daerah Sumber pendapatan daerah yang penting lainnya adalah retribusi daerah.

  Pengertian retribusi secara umum adalah pembayaran-pembayaran kepada negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa negara. Atau merupakan iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dan dapat ditunjuk. Paksaan disini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari pemerintah, dia tidak dikenakkan iuran itu.

  Berdasarkan keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 870 – 893 tahun 1992, tentang Manual Administrasi Pendapatan Daerah disebutkan :

  Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan , usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau karena jasa yang diberikan oleh daerah.

  Retribusi daerah sesuai dengan peraturan pemerintah R.I nomor 66 tahun 2001, Pasal 1 point 1 bahwa yang dimaksud dengan retribusi daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pemungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian jasa atau pemberian izin tertenru yang khusus disediakan dan / atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

  Dalam Pasal 37 UU Nomor 22 Tahun 1948 ditegaskan bahwa : Retribusi Daerah adalah pungutan pendapatan oleh pemerintah sebagai pengganti (kerugian) diensten yang diberikan oleh Daerah kepada siapa saja yang membutuhkan diensten itu.

  Retribusi daerah yang selanjutnya di sebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan Panitia nastrun retribusi daerah sebagai berikut : Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah untuk kepentingan umum, atau karena jasa yang diberikan oleh daerah baik langsung maupun tidak langsung.

  Undang-undang No. 28 Tahun 2009 membatasi objek pajak dan retribusi daerah yang boleh dipungut oleh pemerintah daerah. Pemerintah provinsi hanya dapat mengenakan 5 (lima) objek pajak sedangkan pemerintah kabupaten /kota 36 hanya boleh mengenakan 11 objek pajak. Pembatasan juga dikenakan pada retribusi daerah di mana pemerintah daerah hanya boleh memungut 14 jenis retribusi jasa umum, 11 jenis retribusi jasa usaha dan 5 (lima) jenis retribusi perizinan tertentu.

  Pembatasan pengenaan pajak dan retribusi daerah oleh undang-undang demikian penting karena selain untuk memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha juga karena telah diatur secara limitatif dalam UUD NRI Tahun 1945. Pasal

  23A UUD NRI tahun 1945 menentukan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan undang-undang.

  Perda yang mengatur teknis dari perintah undang-undang adalah Perda tentang pajak dan retribusi daerah yang merupakan perintah dari UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Pasal 158 UU No. 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa pajak darerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan undang- undang yang pelaksanaanya diatur lebih lanjut dengan perda. Pemerintah daerah tidak dapat melakukan pungutan atau dengan sebutan lain diluar yang telah ditentukan undang-undang. Hal ini demkian ditegaskan kembali dalam Pasal 2 ayat (3), Pasak 95 ayat (1) dan Pasal 156 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2009. 36 UU tentang Pajak dan Retribusi Daerah sebelumnya hanya mengatur empat objek pajak

  yang dapat dipungut pemerintah provinsi dan 7 objek pajak yang dapat dipungut pemerintah kabupaten/kota Indonesia, Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

  Dari pendapat para ahli di atas kita dapat menarik kesimpulan retribusi daerah merupakan pungutan atas pemakaian atau manfaat yang diperoleh secara langsung oleh seseorang atau badan karena jasa yang nyata pemerintah daerah. Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapatkan jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau karena jasa yang diberikan oleh daerah.

  Seperti halnya pajak daerah, retribusi daerah dilaksanakan berdasarkan undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Peraturan Umum Retribusi Daerah dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pokok- Pokok Pemerintahan di Daerah, selanjutnya untuk pelaksanaannya di masing- masing daerah, pungutan retribusi daerah dijabarkan dalam bentuk peraturan daerah yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  Beberapa pengertian istilah yang terkait dengan Retribusi Daerah menurut UU No. 28 Tahun 2009 antara lain :

  1. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintaha daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan;

  2. Jasa, adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

  3. Jasa Umum, adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

  4. Jasa Usaha, adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip kemersial karena pada dasarnay dapat pula disediakn oleh sektor swasta.

  5. Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengemndalian dan pengawasan atas kegiatan dan pemanfaatan ruang, pengguanaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasiliatas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

  Demikian pula, dari pendapat-pendapat di atas dapat diikhtisarkan ciri-ciri pokok Retribusi Daerah sebagai berikut : a. Retribusi di pungut oleh Daerah;

  b. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan Daerah yang langsung dapat ditunjuk; c. Retribusi dikenakkan kepada siapa saja yang memanfaatkan, atau mengenyam jasa yang disediakan Daerah.

  Sesuai dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, retribusi jasa umum ditentukan berdasarkan kriteria berikut ini :

  1. Retribusi Jasa Umum Retribusi Jasa Umum ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan kriteria-kriteria sebagai berikut : a. Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi

  Jasa Umum atau Retribusi Perizinan Tertentu;

  b. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan disentralisasi; c. Jasa tersebut memberi manfaat khusus baiorang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum;

  d. Jasa tersebut layak untuk dikenakan retrubusi;

  e. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya; f. Retribusi dapat dipanggul secara efektif dan efesien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial; dan g. Pemungutan Retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

D. Pengawasan Terhadap Pemungutan Pajak Parkir

  Tugas pengawasan pelaksanaan di lapangan dilakukan oleh UPTD perparkiran, pengawasan dilakukan guna memantau perkembangan parker di Kota Medan dan untuk melakukan pengawasan terhadap penyimpangan-penyimpangan terhadap ketentuan yang berlaku. Hal-hal yang diawasi UPTD Perparkiran adalah sebagai berikut :

  1. Mengawasi penyelenggaraan / pelaksanaan pekerjaan yang diadakan oleh pengelola parkir dengan pengarahan untuk menunjang dan mensukseskan Program Bestari Kota Medan.

  2. Mengawasi penyelenggaraan / pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh Pengelola Parkir agar tidak menyimpang dari ketentuan administrasi dan operasional

  3. Membuat laporan bulanan tentang kemajuan pelaksanaan pekerjaan Pengelola Perparkiran juga berkewajiban mengawasi anak buahnya dalam melakukan pekerjaan, apakah mereka sudah melakukan aturan yang harus dilaksanaan atau belum. Selain itu pengawasan juga dilakukan terhadap keuangan. Dengan pengawasan tersebut diharapkan/ untuk mengukur potensi yang dimiliki, target pendapatan sehingga dapat diketahui berapa besar pendapatan di tempat parkir tersebut.

Dokumen yang terkait

Pengawasan Izin Usaha Pariwisata Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Kepariwisataan(Studi Pemko Medan)

13 122 81

Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame (Studi Tentang Penerbitan Izin Reklame di Kota Medan)

7 150 212

Efektivitas Sanksi Bagi Pengelolaan Zakat Ilegal Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat (Studi Kasus Kelurahan Jatijajar Depok)

0 9 0

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik - Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame (Studi Tentang Penerbitan Izin Reklame di Kota Medan)

0 3 36

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengawasan Izin Usaha Pariwisata Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Kepariwisataan(Studi Pemko Medan)

0 1 21

BAB II HAMBATAN PELAKSANAAN PERPANJANGAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH HAK PENGELOLAAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU A. Hak Pengelolaan 1. Pengertian Hak Pengelolaan - Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan atas Perpanjangan Sertipikat Hak Guna Bangun

0 0 35

BAB II TINJAUAN TEHADAP PERENCANAAN PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN A. Sejarah Transformasi PT. Askes menjadi BPJS Kesehatan - Analisis Yuridis Terhadap Pengelolaan Aset Bpjs Kesehatan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 Tentang

0 0 32

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Terhadap Pengelolaan Aset Bpjs Kesehatan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan

0 0 15

BAB II PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA A. Pengertian Pengelolaan Lingkungan Hidup - Aspek Hukum Penerapan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Sebagai Upaya Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

0 0 24

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARADAERAH A. Pengertian Pengelolaan Barang Milik NegaraDaerah - Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Alih Fungsi Tanah Negara Menurut Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan B

0 0 31