BAB II TINJAUAN TEHADAP PERENCANAAN PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN A. Sejarah Transformasi PT. Askes menjadi BPJS Kesehatan - Analisis Yuridis Terhadap Pengelolaan Aset Bpjs Kesehatan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 Tentang

BAB II TINJAUAN TEHADAP PERENCANAAN PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN A. Sejarah Transformasi PT. Askes menjadi BPJS Kesehatan Sebelum berubahnya atau bertransformasi PT. Askes menjadi BPJS Kesehatan pada tahun 2014, terdapat sejarah beberapa kali perubahan terhadap

  penyelenggara jaminan kesehatan ini yaitu : 1.

  Tahun 1968 Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang secara jelas mengatur pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun (PNS dan

  ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk Badan Khusus di lingkungan Departemen Kesehatan Republik Indonesia yaitu Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK), dimana saat itu Menteri Kesehatan adalah G.A. Siwabessy yang juga menyatakan BPDPK tersebut merupakan cikal bakal Asuransi Kesehatan Nasional.

2. Tahun 1984

  Lebih meningkatkan lagi program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi peserta dan agar dapat dikelola secara profesional, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1984 tentang Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat Negara) beserta anggota keluarganya. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun

  1984, status badan penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti.

  3. Tahun 1991 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991, kepesertaan program jaminan pemeliharaan kesehatan yang dikelola Perum Husada Bhakti bertambah lagi dengan masuknya veteran dan para perintis kemerdekaan beserta anggota keluarganya menjadi peserta. Disamping itu, perusahaan diizinkan memperluas jangkauan kepesertaannya ke badan usaha dan badan lainnya sebagai peserta sukarela.

  4. Tahun 1992 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status Perum diubah menjadi Perusahaan Perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan fleksibelitas pengelolaan keuangan, kontribusi kepada Pemerintah dapat dinegosiasi untuk kepentingan pelayanan kepada peserta serta manajemen lebih mandiri dari sebelumnya.

  5. Tahun 2005 PT. Askes (Persero) diberi tugas oleh Pemertintah melalui Departemen

  Kesehatan Republik Indonesia sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor 56/MENKES/SK/I/2005 yaitu sebagai Penyelenggara Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (PJKMM/ASKESKIN). Dasar penyelenggaraanya adalah UUD 1945, UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Naional (SJSN), Keputusan Menteri

  Kesehatan Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor 56/MENKES/SK/I/2005. Prinsip penyelenggaraan mengacu kepada prinsip asuransi kesehatan sosial, penyelenggaraan harus dilakukan secara serentak seluruh Indonesia dengan azas gotong royong sehingga terjadi subsidi silang, pelayanan kesehatan dengan prinsip managed care dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, harus diselenggarakan dengan prinsip nirlaba, menjamin adanya protabilitas dan ekuitas dalam memberikan pelayan kepada peserta dan adanya akuntabilitas dan transparansi yang terjamin dengan mengutamakan prinsip kehati-hatian, efisiensi dan efektifitas.

6. Tahun 2014

  Tanggal 1 Januari 2014, PT Askes Indonesia (Persero) berubah nama menjadi BPJS Kesehatan sesuai dengan Undang-Undang no.24 Tahun 2011

  12

  tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Perubahan nama serta aturan terjadi karena kurangnya perkembangan dan belum mendapati fungsi atau manfaat yang sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.

  Perubahan peraturan dan undang-undang yang mengatur tentang asuransi kesehatan dan jaminan kesehatan tersebut harus memiliki pertimbangan- pertimbangan karena perubahan itu terjadi karena kurangnya manfaat dari peraturan tersebut. Oleh karena itu, pertimbangan-pertimbangan yang harus dilaksanakan adalah: 1.

  Pembentukan undang-undang atau peraturan baru harus bertitik tolak pada kebutuhan-kebutuhan sosial, ekonomi dan moneter yang nyata ada atau akan 12 BPJS Kesehatan(diakses tanggal 26 timbul. Karena itu pembentukan undang-undang atau peraturan baru hendaknya menggunakan hasil-hasil penelitian ekonomi dan sosiologis mengenai keadaan yang berlaku sekarang ini sebagai titik tolak dan memusatkan perhatiannya kepada masalah-masalah yang akan timbul di waktu yang akan datang serta mencoba menemukan bagaimana kita dapat mengatasi atau mengurangi akibat masalah-masalah yang akan datang itu.

  Dalam hal ini metode perbandingan hukum dan perbandingan sejarah hukum akan banyak memudahkan tugas membentuk undang-undang.

  2. Pembentukan undang-undang dan peraturan baru harus dilandasi pada kenyataan bahwa sistem ekonomi Indonesia mengarah kepada suatu sistem ekonomi terbuka dan sistem ekonomi internasional ataupun peristiwa- peristiwa ekonomi yang terjadi di lain-lain negara akan baik secara langsung ataupun tidak langsung mempunyai pengaruh kepada perekonomian nasional Indonesia. Dengan demikian dalam melaksanakan pembaharuan, kita perlu memperhatikan peraturan perundang-undangan dinegara lain, baik yang terpengaruh oleh common law ataupun continental-system khususnya negara Asean.

  3. Berkaitan dengan pasar modal, yang dapat dipergunakan sebagai salah satu media bagi badan usaha untuk memperoleh dana dari masyarakat, pembaharuan tersebut hendaknya dilakukan agar ketentuan-ketentuan

  Perseroan Terbatas dapat lebih sesuai dan selaras mengikuti peraturan-

  13 peraturan pasar modal yang kompleks dan sophisticated.

  Saat BPJS Kesehatan telah menggantikan peranan PT Askes dan mulai beroperasi pada 1 Januari 2014, PT Askes (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi. Semua aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT Askes (Persero) menjadi aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Kesehatan, dan semua pegawai PT Askes (Persero) menjadi pegawai BPJS Kesehatan. Pada saat yang sama, Menteri BUMN selaku RUPS mengesahkan laporan posisi keuangan penutup PT Askes (Persero) setelah dilakukan audit kantor akuntan publik. Menteri Keuangan mengesahkan laporan posisi keuangan pembuka BPJS Kesehatan dan laporan keuangan pembuka dana jaminan kesehatan. Untuk pertama kali, Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes (Persero) diangkat menjadi Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Kesehatan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun sejak BPJS Kesehatan mulai beroperasi.

  Mulai 1 Januari 2014, program-program jaminan kesehatan sosial yang telah diselenggarakan oleh pemerintah dialihkan kepada BPJS Kesehatan.

  Kementerian Kesehatan tidak lagi menyelenggarakan program Jamkesmas. Kementerian Pertahanan, TNI dan POLRI tidak lagi menyelenggarakan program pelayanan kesehatan bagi pesertanya, kecuali untuk pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasionalnya yang ditentukan dengan PP. PT Jamsostek (Persero) tidak lagi menyelenggarakan program jaminan kesehatan pekerja. 13 Sumantoro, Hukum Ekonomi (Jakarta: UniversitasIndonesia (UI press),1986), hlm.

  Peran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan sebagai pengelola Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan dengan pendekatan asuransi sosial, menuntut seluruh duta BPJS Kesehatan untuk mempelajari dan memahami sistem pembiayaan kesehatan Social Health Insurance (SHI) sebagai model baru yang ditetapkan dinegara ini. Hal ini juga menuntut BPJS Kesehatan untuk membuat strategi baru yang diikuti dengan tuntutan perubahan organisasi, terkait dengan tiga sub fungsi Asurasi Kesehatan Sosial yaitu pengumpulan iuran/kontribusi, rekrutmen peserta dan pemberian manfaat. Inilah merupakan makna dari perubahan. Inilah merupakan makna transformasi yang sesungguhnya di tubuh BPJS Kesehatan.

  Tugas BPJS Kesehatan tidak lagi untuk mencari keuntungan, namun wajib memberikan pelayanan yang maksimum kepada peserta dengan tetap memperhatikan kendali biaya dan kendali mutu. Makna perubahan yang mendorong BPJS Kesehatan menjadi lebih kepada pengelola usaha yang lebih profesional, mampu memuaskan peserta yang berlipat ganda jumlahnya dan mempertahankan kualitas pelayanan daripada hanya sekedar berorientasi pada laba saja. Untung tidak dicari namun seyogyanya harus ada keseimbangan pengelolaan dana. Dana berimbang inilah yang kemudian menjadi bukti bahwa meskipun memberikan layanan yang terbaik dan seoptimal mungkin namun penyelenggaraan program dapat terus ditingkatkan dan sustaintabilitas program dapat dipertahankan dan tetap berkelanjutan.

B. Pengertian BPJS Kesehatan

  Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) adalah badan hukum publik yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia

  14 termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia.

  Pengertian badan hukum publik tersebut adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik atau orang banyak atau menyangkut kepentingan negara. Badan hukum publik memiliki dua macam bagian yaitu badan hukum yang mempunyai teritorial dan badan hukum yang tidak mempunyai teritorial.

  Dalam penjelasannya, badan hukum yang mempunyai teritorial adalah suatu badan hukum yang memperhatikan atau menyelenggarakan kepentingan mereka yang tinggal didalam daerah atau wilayah. Sedangkan badan hukum yang tidak mempunyai teritorial adalah suatu badan hukum yang dibentuk oleh yang

  

15

berwajib dan hanya untuk tujuan tertentu.

  Di sisi lain, menurut PP No. 87 Tahun 2013, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disebut BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan.

  BPJS Kesehatan dikatakan sebagai badan hukum karena BPJS Kesehatan merupakan suatu organisasi atau perkumpulan yang didirikan dengan akta yang otentik. Jaminan kesehatan yang dimaksud adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan 14 Definisi BPJS Kesehatan

  (diakses tanggal25 Februari 2015) 15 Penggolongan Badan Hukum,

  perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayarkan iuran atau iurannya telah dibayar oleh pemerintah. Pembayarannya di berikan atau dibayar melalui bank umum yang sebagaimana telah disebutkan dalam Undang-undang mengenai perbankan yaitu Bank Mandiri, BRI dan BNI. Pembayaran dapat dilakukan melalui teller atau ATM. Pembayaran iuran dilakukan secara bulanan, 3 bulanan, 6 bulanan atau bisa

  16 juga pertahun.

  Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan merupakan asuransi atau pertanggungan yang menjamin kesehatan seluruh masyarakat Indonesia. Dimana didalamnya terdapat pihak penanggung dan tertanggung. Pada pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, Asuransi atau pertanggungan merupakan perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung, karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita si tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seorang yang dipertanggungkan.makna dari kata peristiwa yang tidak pasti atau bisa dikatakan sebagai belum tentu akan terjadi itu misalnya dalam hal asuransi kecelakaan.

  Kecelakaan merupakan peristiwa yang mendapat ketidak tentuan. Tetapi dalam asuransi kesehatan misalnya, sakitnya seseorang. Memang diketahui bersama 16 Brosur pemberitahuan BPJS Kesehatan kantor cabang Kabanjahe tanggal 1 Juni 2014 seseorang sudah pasti akan mengalami sakit. Dalam hal ini sebenarnya yang tidak tentu bukan terjadinya peristiwa sakit manusia melainkan kapan manusia itu akan sakit. Dan ini memang sangat tidak dapat ditentukan.

  Asuransi atau pertanggungan selaku gejala hukum di Indonesia baik dalam pengertian maupun dalam bentuknya yang terlihat sekarang ini adalah berasal dari hukum barat. Penguasa negeri Belandalah yang mengimpor asuransi selaku bentuk hukum (rechtsfiguur) di Indonesia dengan cara mengundangkan Burgerlijk Wetboek dan Wetboek van Koophandel, dengan satu pengumuman pada tanggal

  17

  30 april 1847 dan termuat dalam Staatsblaad 1847 No.23. Semua asuransi berupa suatu persetujuan tertentu (byzondere overeenkomst) yaitu semua pemufakatan antara dua belah pihak atau lebih dengan maksud akan mencapai suatu tujuan, dalam mana seseorang atau lebih berjanji terhadap orang lain atau lebih. Persetujuan asuransi atau pertanggungan ini merupakan suatu persetujuan timbal balik (wederkerige overeenkomst) yang berarti bahwa masing-masing pihak berjanji akan melakukan sesuatu bagi pihak lain. Pihak terjamin berjanji akan membayar uang premi, pihak penjamin berjanji akan membayar sejumlah uang (uang asuransi) kepada pihak terjamin apabila suatu peristiwa tertentu akan terjadi. Persetujuan asuransi merupakan sutau persetujuan yang bersifat konsensuil yang artinya sudah dianggap terbentuk dengan adanya kata sepakat

  18 belaka antara kedua belah pihak.

  Menurut Mr. H.J Scheltema, zaman dahulu persetujuan asuransi pernah dianggap sebagai persetujuan riil seperti persetujuan penitipan barang. 17 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia (Jakarta: PT Intermasa, 1996), hlm. 10. 18 Persetujuan ini baru dianggap terbentuk apabila ada terjadi suatu perbuatan

  19

  tertentu. Konsep asuransi kesehatan ini pertama sekali dicetuskan di negara Inggris pada tahun 1911 yang didasari pada mekanisme asuransi kesehatan sosial yang pertama sekali di selenggarakan di negara Jerman pada tahun 1883. Setelah diselenggarakan di negara Jerman tersebut, mulailah negara lain ikut menyelenggarakan asuransi kesehatan sosial ini seperti negara Kanada pada tahun 1961, negara Taiwan pada tahun 1995, negara Filipina pada tahun 1997, negara Korea Selatan pada tahun 2000 dan negara Republik Indonesia. Diaplikasikan dalam BPJS Kesehatan, penanggung merupakan pihak BPJS Kesehatan sedangkan yang tertanggung merupakan masyarakat Indonesia yang menjadi peserta dari jaminan kesehatan.

  Objek dari asuransi tersebut dapat berupa benda dan jasa, jiwa, raga, kesehatan manusia tanggung jawab hukum serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak dan atau berkurang nilainya. Dalam sifat pelaksanaannya, asuransi digolongkan menjadi tiga bagian yaitu asuransi Sukarela dimana penanggungan dilakukan secara sukarela yang semata-mata dilakukan atas suatu keadaan ketidak pastian atau kemungkinan terjadinya resiko kerugian atas suatu yang dipertanggungjawabkan seperti asuransi pendidikan, kendaraan bermotor,

  20

  asuransi kematian dan sebagainya. Lalu asuransi wajib, asuransi ini bersifat wajib yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait dimana pelaksanaannya dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah misalnya jamsostek yang sekarang sudah bertransformasi menjadi 19 20 Ibid ., hlm. 11.

  BPJS Ketenagakerjaan dan askes yang juga sudah bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan dan yang terakhir adalah asuransi kredit.

  Asuransi kredit merupakan asuransi yang menitikberatkan jaminan kredit berupa benda bergerak maupun tidak bergerak yang sewaktu-waktu dapat tertimpa resiko dan kerugian bagi pemilik atau pemberi kredit khusunya bank. Contoh dari asuransi kredit tersebut adalah asuransi pengangkatan laut.

  Selain penggolongan asuransi berdasarkan sifat pelaksanaannya, asuransi juga dapat digolongkan berdasarkan perjanjian asuransi. Penggolongan tersebut antara lain: 1.

  Asuransi kerugian (schade verzekering). Asuransi ini merupakan asuransi yang memberikan penggantian kerugian yang mungkin timbul pada harta kekayaan pihak tertanggung.

  2. Asuransi jumlah (sommen verzekering). Asuransi ini merupakan pembayaran sejumlah uang tertentu, tidak tergantung kepada persoalan apakah evenement

  21 menimbulkan kerugian atau tidak.

  Praktik yang telah terjadi dalam perkembangan penggolongan asuransi disebut juga dengan asuransi varia. Dimana asuransi yang mengandung unsur- unsur asuransi kerugian maupun asuransi jumlah seperti asuransi kecelakaan dan asuransi kesehatan. Setiap asuransi dalam pelaksanaannya memiliki prinsip dasar agar asuransi tersebut dapat berjalan dengan baik. Prinsip-prinsip dasar itu antara lain adalah: 21 Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, Hukum Dalam Ekonomi (Jakarta: PT.Gramedia widiasarana indonesia, 2005), hlm. 88-89.

  1. Insurable interest yang merupakan hak untuk mengasuransikan, yang timbul dari suatu hubungan keuangan, antara tertanggung dengan yang diasuransikan dan diakui secara hukum.

  2. Utmost good faith yang merupakan suatu tindakan untuk mengungkapkan secara akurat dan lengkap semua fakta yang material mengenai sesuatu yang akan diasuransikan baik diminta maupun tidak. Artinya si penanggung harus jujur menerangkan dengan jelas segala sesuatu tentang luasnya syarat atau kondisi dari asuransi dan si tertanggung juga harus memberikan keterangan yang jelas dan benar atas objek atau kepentingan yang dipertanggungkan.

  3. Proximate cause yang merupakan suatu penyebab aktif, efisien yang menimbulkan rantaian kejadian yang menimbulkan suatu akibat tanpa adanya intervensi suatu yang mulai dan secara aktif dari sumber yang baru dan independen.

  4. Idemnity yang merupakan suatu mekanisme di mana penanggung menyediakan kompensasi finansial dalam upayanya menempatkan tertanggung dalam posisi keuangan yang ia miliki sesaat sebelum terjadinya kerugian

  5. Subrogation merupakan pengalihan hak tuntut dari tertanggung kepada penanggung setelah klaim dibayar

  6. Contribution yaitu hak si penanggung untuk mengajak penanggung lainnya yang sama-sama menanggung tetapi tidak harus sama kewajibannya terhadap

  22 tertanggung untuk ikut memberikan idemnity.

  Manfaat mengikuti atau menjadi peserta dari asuransi ataupun BPJS Kesehatan adalah untuk mendapatkan rasa aman dan perlindungan, sebagai alat penyebaran resiko apabila peristiwa atau penyakit tidak tertentu terjadi dan sebagai pendistribusian biaya dan manfaat yang adil. BPJS Kesehatan ini mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014 dan BPJS Kesehatan berpusatkan di Jakarta Pusat di Jalan Let.Jend. Suprapto Cempaka Putih. Dalam BPJS baik itu BPJS Ketenagakerjaan maupun BPJS Kesehatan terdapat organ-organ yang mengisi struktur didalamnya antara lain dewan pengawas dan direksi. Kedua organ tersebut mempunyai fungsi, tugas dan wewenang yang berbeda. Meskipun demikian, kedua organ tersebut sangat berperan dalam menegakan corporate

  

governance BPJS. Ditangan dewan pengawas dan direksi baik buruknya kinerja

  BPJS ditentukan. Dewan pengawas itu terdiri dari tujuh orang profesional yang mencerminkan unsur-unsur pemangku kepentingan dalam jaminan sosial. Ketujuh orang tersebut terdiri dari 2 (dua) orang pemerintah, 2 (dua) orang unsur pekerja, 2 (dua) orang unsur pemberi kerja dan 1 (satu) orang unsur tokoh masyarakat.

  Anggota dewan pengawas diangkat serta diberhentikan oleh presiden. Salah satu dari anggota tersebut ditetapkan sebagai ketua dewan pengawas oleh presiden.

  Dewan pengawas berfungsi sebagai pengawas atas pelaksanaan tugas BPJS baik itu BPJS Ketenagakerjaan maupun BPJS Kesehatan. Pengawasan yang dimaksud 22 Kun Wahyu Wardana, Hukum Asuransi proteksi kecelakaan transportasi (Bandung : adalah pengawasan atas kebijakan pengelolaan BPJS dan kinerja direksi, pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan dan pengembangan dana jaminan sosial oleh direksi dan yang terakhir menyampaikan laporan pengawasan tersebut sebagai laporan kepada presiden dengan tembusan DJSN.

  Dewan pengawas memiliki kewenangan diantaranya menetapkan rencana kerja anggaran tahunan BPJS, mendapatkan dan atau meminta laporan dari direksi, mengakses data dan informasi mengenai penyelenggaraan BPJS dan memberikan saran dan rekomendasi kepada presiden mengenai kinerja direksi.

  Direksi terdiri dari paling sedikit 5 (lima) orang anggota yang berasal dari unsur profesional juga sama halnya dengan dewan pengawas juga harus dituntut profesional. Anggota direksi diangkat dan diberhentikan oleh presiden juga. Presiden menetapkan salah seorang dari anggota itu untuk menjadi direktur

  23 utama.

  Direksi berfungsi untuk melaksanakan penyelenggaraan kegiatan operasional BPJS yang menjamin peserta untuk mendapatkan manfaat sesuai dengan haknya. Kewenangan dari direksi ini adalah melaksanakan wewenang BPJS, menetapkan struktur organisasi beserta tugas pokok dan fungsi, tata kerja organisasi dan sistem kepegawaian, menyelenggarakan manajemen kepegawaian BPJS, termasuk mengangkat, memindahkan dan memberhentikan pegawai BPJS serta menetapkan penghasilan pegawai BPJS, mengusulkan kepada presiden penghasilan bagi dewan pengawas dan direksi, menetapkan ketentuan dan tata cara pengadaan barang dan jasa dalam rangka penyelenggaraan tugas BPJS 23 Pasal 20 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan dengan memperhatikan prinsip transparansi, akuntabilitas, efisiensi dan efektifitas, melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS paling banyak seratus milyar rupiah dengan persetujuan dewan pengawas, melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dari seratus milyar rupiah sampai dengan lima ratus milyar rupiah dengan persetujuan presiden dan yang terakhir melakukan pemindahtanganan aset tetap BPJS lebih dari lima ratus milyar dengan persetujuan DPR-RI.

C. Peserta dan Kepesertaan Anggota BPJS Kesehatan

  Menjadi peserta atau mengikuti kepesertaan BPJS Kesehatan bersifat wajib dan dilakukan secara bertahap sehingga mencakup seluruh penduduk di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peserta merupakan orang atau sekelompok orang yang ikut serta atau bahkan mengambil bagian. Sedangkan peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia yang meliputi para Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan yang terdiri dari fakir miskin dan orang yang tidak mampu dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan para bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI) yang terdiri dari pekerja penerima upah dan anggota keluarganya seperti Pegawai Negeri Sipil, TNI, POLRI, Pejabat Negara, Pegawai Pemerintahan non Pegawai Negeri, Pegawai Swasta dan pekerja lain yang menerima upah termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. Selanjutnya para pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya yaitu pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri dan pekerja lain yang bukan penerima upah termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. Terakhir para bukan pekerja dan anggota keluarganya yaitu investor, pemberi kerja, penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan, janda atau duda atau anak yatim piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan serta bukan pekerja

  24

  lain yang membayar iuran. Seluruh peserta yang telah disebutkan tadi mempunyai kewajiban seperti :

  1. Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku

  2. Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I

  3. Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak

4. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.

  Setelah melaksanakan kewajibannya, para peserta berhak mendapatkan haknya sebagai peserta jaminan kesehatan seperti:

  1. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan kesehatan

  2. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

  3. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

  24

4. Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke kantor BPJS Kesehatan.

  Pasal 5 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, anggota keluarga para peserta yang ditanggung oleh jaminan kesehatan adalah : 1.

  Pekerja penerima upah yang terdiri dari : a.

  Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat) yang jumlahnya maksimal 5 orang. Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah dan anak angkat yang sah ditanggung dengan kriteria anak tersebut tidak atau belum pernah menikah atau memiliki penghasilan sendiri, belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.

  b.

  Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan yang meliputi anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua c.

  Peserta dapat mengikutsertakan kerabat lain seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga dan lain-lain.

  2. Pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja, peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang diinginkan secara tidak terbatas Penanggungan yang dilakukan oleh penjamin kesehatan merupakan hak peserta sedangkan kewajiban para peserta adalah salah satunya membayarkan iurannya. Iuran yang dimaksud terdiri dari berbagai jenis, yaitu : 1.

  Bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan iurannya dibayarkan oleh pihak pemerintah.

  2. Iuran bagi peserta pekerja penerima upah yang bekerja pada lembaga pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota POLRI, pejabat negara dan pegawai pemerintahan non pegawai negeri sebesar 5% dari gaji atau upah yang diterimanya perbulan dengan ketentuan 3% dibayar oleh pemberi kerja dan 2% dibayar oleh peserta.

3. Iuran bagi peserta pekerja penerima upah yang bekerja di Badan Usaha Milik

  Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan swasta sebesar 4,5% dari gaji atau upah yang diterima perbulan dengan ketentuan 4% dibayarkan oleh pihak pemberi kerja dan 0,5% dibayarkan oleh peserta.

  4. Iuran untuk keluarga tambahan pekerja penerima upah yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua, besar iuran sebesar 1% dari gaji atau upah per orang dalam sebulan yang dibayar oleh pekerja penerima upah.

  5. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga dan lain-lain) peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar: a.

  Rp. 25.500,- per orang setiap bulan dengan manfaat pelayanan diruang perawatan kelas III b.

  Rp.42.500,- per orang setiap bulan dengan manfaat pelayanan diruang perawatan kelas II c.

  Rp.59.500,- per orang setiap bulan dengan manfaat pelayanan diruang perawatan kelas I

  6. Iuran Jaminan Kesehatan bagi pra veteran, perintis kemerdekaan dan janda, duda atau anak yatim piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan, iuran yang ditetapkan sebesar 5% dari 45% gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 tahun perbulan, dibayarkan oleh pemerintah.

7. Sistem pembayaran iuran dibayarkan paling lambat pada tanggal 10 setiap bulannya.

  Pembayaran iuran apabila terdapat keterlambatan dari tanggal yang sudah ditetapkan diawal yaitu tanggal 10 setiap bulannya, sesuai Pasal 35 Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan para peserta tersebut dikenakan denda keterlambatan pembayaran iuran. Jenis-jenis denda pun masih memiliki perbedaan juga sesuai dengan golongan. Perbedaan pembayaran denda tersebut terdiri dari :

  1. Keterlambatan pembayaran iuran untuk pekerja penerima upah dikenakan denda administratif sebesar 2% perbulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk 3 bulan, yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh pemberi kerja.

  2. Keterlambatan pembayaran iuran untuk peserta bukan penerima upah dan bukan pekerja dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% perbulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 6 bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak.

  Pekerja penerima upah, apabila terjadi keterlambatan pembayaran iuran lebih dari 3 bulan sesuai Pasal 35 ayat 5 Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan, maka pelayanan kesehatan diberhentikan dalam waktu sementara. Begitu juga dengan pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja, jika terjadi keterlambatan pembayaran iuran lebih daari 6 bulan, maka pelayanan kesehatan diberhentikan dalam waktu sementara.

  Pasal 23 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, fasilitas yang didapatkan para peserta jaminan kesehatan ini terdiri dari : 1.

  Fasilitas kesehatan tingkat pertama yaitu Puskesmas, fasilitas kesehatan yang dimiliki TNI/POLRI, praktek Dokter umum/klinik umum.

2. Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan meliputi: a.

  RSU, RSUP, RSUD, RSU TNI, RSU POLRI, RS Swasta, RS Khusus, RS Khusus Jantung (Kardiovaskular), RS Khusus Kanker (Onkologi), RS Khusus Paru, RS Khusus Mata, RS Khusus Bersalin, RS Khusus Kusta, RS Khusus Jiwa, RS Khusus Lain yang telah terakreditasi, RS Bergerak dan RS Lapangan.

  b.

  Balai Kesehatan Paru Masyaratkat, Balai Kesehatan Mata Masyarakat, Balai Kesehatan Ibu dan Anak dan Balai Kesehatan Jiwa.

  Para peserta juga mendapatkan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang didapatkan juga terdiri dari berbagai jenis mulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama sampai pelayanan kesehatan tingkat lanjutan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, pelayanan yang didapatkan bersifat non spesialistik yang mencakup: 1.

  Administrasi pelayanan

  2. Pelayanan promotif dan preventif 3.

  Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis 4. Tindakan medis non spesialistik baik operatif maupun non operatif 5. Pelayanan obat da bahan medis habis pakai 6. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan medis 7. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboraturium tingkat pertama dan 8. Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis

  Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, pelayanan yang didapatkan meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap yang mencakup:

  1. Adminsitrasi pelayanan 2.

  Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan sub spesialis

  3. Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi medis

  4. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai 5.

  Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis 6. Rehabilitasi medis 7. Pelayanan darah 8. Pelayanan kedokteran forensik klinik 9. Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal setelah dirawat inap di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan berupa pemulasaran jenazah tidak termasuk peti mati dan mobil jenazah 10. Perawatan inap non intensif

11. Perawatan inap diruang intensif

  Peserta yang menginginkan kelas perawatan dan pelayanan yang lebih lagi dari haknya, peserta tersebut dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan serta fasilitas perawatan namun hal ini tidak dilayakan bagi peserta yang menerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan.

  Masing-masing dalam setiap hal terdapat plus minusnya. Sama halnya dengan pelayanan kesehatan yang diterima peserta ini. Ada yang dijamin yang merupakan plusnya buat para peserta dan ada juga yang tidak dijamin yaitu minusnya. Pelayanan yang tidak dijamin itu terdiri dari berbagai jenis, seperti :

  1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana yang telah diatur sebelumnya dalam peraturan yang berlaku

  2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan kecuali dalam keadaan darurat

  3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cidera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan kerja 4. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas 5. Pelayanan kesehatan yang dilakukan diluar negeri 6. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik

  7. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas 8.

  Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi) 9. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol 10.

  Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri\

  11. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional termasuk akupuntur, shin she, chiropractic yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology assement) 12. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan/eksperimen

  13. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi dan susu 14.

  Perbekalan kesehatan rumah tangga 15. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah

  16. Klaim perorangan 17.

  Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan mafaat jaminan

  25 kesehatan yang diberikan.

  Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan pada pasal 20 menyatakan apabila penduduk yang belum memiliki jaminan kesehatan pada suatu daerah dapat didaftarkan oleh pemerintah daerah tempat penduduk yang bersangkutan berdomisili. Ini tujuannya agar terdapat pemerataan jaminan 25 kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia disetiap kota maupun daerah. Setelah itu apabila sudah melaksanakan pendaftaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah tersebut namun dalam suatu daerah itu belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medisnya, BPJS Kesehatan harus memberikan kompensasi. Penentuan daerah yang belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah peserta ditetapkan oleh dinas kesehatan setempat atas adanya pertimbangan BPJS Kesehatan dan Asosiasi Fasilitas Kesehatan. Kompensasi yang dimaksud diberikan dalam bentuk penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan atau penyediaan fasilitas kesehatan tertentu. Penggantian uang tunai yang dimaksud adalah berupa penggatian atas biaya pelayanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

  Cara mendapatkan kompensasi uang tunai tersebut pesertanya harus mengikuti prosedur pelayanan rujukan berjenjang sesuai ketentuan yang berlaku.

  Rujukan berjenjang maksudnya adalah rujukan yang sesuai dengan kebutuhan medis. Pada pelayanan kesehatan tingkat pertama peserta BPJS Kesehatan dapat berobat ke fasilitas primer seperti puskesmas, klinik atau dokter keluarga yang tercantum pada kartu peserta. Sedangkan penyediaan fasilitas kesehatan tertentu maksudnya adalah penyediaan fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, maka pembayaran atas pelayanan kesehatan sudah termasuk dalam komponen kapitasi tidak ditagihkan tersendiri. Fasilitas tersebut tidak diperkenankan memungut tambahan biaya kepada peserta. Dalam Pasal 81

  Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 menyatakan pelayanan kesehatan kepada para peserta jaminan kesehatan harus memperhatikan pelayanan, berorientasi pada aspek keamanan pasien, efektifitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien dan efisiensi biaya.

  Penerapan sistem kendali mutu pelayanan jaminan kesehatan dilakukan secara menyeluruh meliputi pemenuhan standard mutu fasilitas kesehatan, memastikan proses pelayanan kesehatan berjalan sesuai standard yang telah ditetapkan serta pemantauan terhadap iuran kesehatan peserta. Penerapan kendali mutu oleh fasilitas kesehatan dilakukan melalui pengaturan kewenangan tenaga kerja kesehatan dalam menjalankan praktik profesi sesuai kompetensi, utilization

  

review dan audit medis, pembinaan etika dan disiplin profesi kepada tenaga

  kesehatan dan/atau pemantauan dan evaluasi penggunaan obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dalam pelayanan kesehatan secara berkala yang dilaksakan melalui pemanfaatan sistem informasi kesehatan. Sedangkan penyelenggaraan kendali mutu yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan adalah dengan memenuhi standard mutu fasilitas kesehatan, standard proses pelayanan kesehatan dan pemantauan terhadap iuran kesehatan peserta.

D. Inventarisasi Data dan Informasi Aset Jaminan Sosial Kesehatan

  Badan Penyelenggara Jaminan Soial mengelola aset BPJS dan aset dana jaminan sosial. Pengelolaan aset BPJS dan aset dana jaminan sosial dilakukan pembedaan karena aset dana jaminan sosial bukan merupakan aset BPJS. Dalam penyimpanan dan mengadministrasikan dana jaminan sosial, BPJS menggunakan jasa bank kustodian. Bank kustodian adalah suatu lembaga yang bertanggung jawab untuk mengamankan aset keuangan dari suatu perusahaan ataupun perorangan. Bank kustodian di Indonesia adalah bank umum yang telah mendapatkan persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan sebagai kustodian. Persetujuan ini mulai disahkan sejak keluarnya Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor KEP-34/PM/1996 tentang Persetujuan Bank Umum Sebagai

26 Kustodian. Daftar bank kustodian di Indonesia berdasarkan data Badan

  27 Pengawas Pasar Modal Indonesia yang dimaksud adalah: 1.

  Bank Central Asia 2. Standard chartered Bank 3. Bank Internasional Indonesia 4. Bank CIMB Niaga 5. HSBC 6. Citibank N.A 7. Bank Permata 8. Lippo Bank 9. Bank Negara Indonesia 10.

  Bank Sumitomo Matsui Indonesia 11. Bank Artha Graha 12. Bank UOB Indonesia 13. Deutsche Bank 26 Keputusan Ketua Badan Pengawas pasar modal tentang Persetujuan Bank Umum

  

sebagai kustodian, (diakses tanggal 27 Februari 2015) 27 DaftarBankKustodian,

diakses tanggal

14. Bank Rakyat Indonesia 15.

  Bank Mandiri 16. Bank Mega 17. Bank Panin 18. Bank Danamon 19. Bank Bukopin 20. Bank DBS Indonesia

  Persetujuan ini dibentuk pada masa masi berperannya Bapepam. Namun sekarang nama Bapepam digantikan oleh Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disebut OJK pada ketukan palu oleh Pimpinan DPR yang mengesahkan persetujuan Rancangan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan menjadi Undang-undang Otoritas Jasa Keuangan pada tahun 2011 dan peleburan Bapepam menjadi OJK berlangsung pada tahun 2013 silam.

  Aset Badan Penyelenggara Jaminan Sosial pada Pasal 41 ayat (1) UU BPJS bersumber dari modal awal dari pemerintah yang merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham, hasil pengalihan aset Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan program jaminan sosial, hasil pengembangan aset BPJS, dana operasional yang diambil dari dana jaminan sosial dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Modal awal yang dimaksud baik untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan ditetapkan masing-masing paling banyak Rp 2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) yang sumbernya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara. Pada ayat (2) aset BPJS digunakan untuk biaya operasional penyelenggara program jaminan sosial, biaya pengadaan barang dan jasa yang digunakan untuk mendukung operasional penyelenggaraan jaminan sosial, biaya untuk peningkatan kapasitas pelayanan serta Investasi dalam instrumen investasi dengan peraturan perundang-undangan.

  Aset dana jaminan sosial sumber dananya yang telah diatur dalam Pasal 43 UU BPJS bersumber dari : 1.

  Iuran Jaminan Sosial termasuk bantuan iuran 2. Hasil pengembangan dana jaminan social 3. Hasil pengalihan aset program jaminan sosial yang menjadi hak peserta dari

  Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan program jaminan social 4. Sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  Dana yang didapatkan dari sumbernya ini digunakan untuk: a.

  Pembayaran manfaat atau pembiayaan jaminan sosial b.

  Dana operasional penyelenggaraan program jaminan sosial c. Sebagai investasi dalam instrumen investasi sesuai dengan perundang- undangan.

  Penggunaan dana operasional ini difungsikan untuk pembayaran biaya personel dan biaya non personel. pembayaran biaya personel maksudnya adalah pembayaran gaji atau upah dan manfaat tambahan lainnya. Personel yang dimaksud adalah dewan pengawas, direksi dan karyawan. Penggunaan dana ini ditentukan berdasarkan persentase dari iuran yang diterima dan/atau dari dana

  28

  hasil pengembangan. Persentase yang dimaksud adalah seluruh perhitungan terhadap besaran iuran yang diterima dan/atau dari dana hasil pengembangan.

  Setelah dihitung kemudian total perhitungan tersebut disebar menjadi beberapa bagian yang dikatakan sebagai alokasi dana.

  Sumber aset BPJS Kesehatan pada Pasal 12 PP No. 87 Tahun 2013 hampir serupa dengan sumber asetnya BPJS. BPJS Kesehatan sumber asetnya berasal dari : 1.

  Modal awal dari pemerintah yang merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham

  2. Hasil pengalihan aset Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan program jaminan kesehatan yang maksudnya pengalihan aset lembaga dari PT Askes (Persero).

3. Hasil pengembangan aset BPJS Kesehatan yang merupakan hasil penempatan investasi maupun bukan investasi.

  4. Dana operasional yang yang diambil dari dana jaminan sosial kesehatan yang merupakan dana yang disediakan untuk membiayai kegiatan operasional penyelenggara program jaminan kesehatan. Jumlah pengambilan itu paling tinggi 10% dari total iuran yang telah diterima oleh BPJS Kesehatan.

  5. Sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan seperti surplus dari kegiatan BPJS Kesehatan dan hibah dan/atau bantuan yang tidak

  28 Pasal 44 dan Pasal 45 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan seperti

  29 uang, barang dan/atau jasa.

  Pembahasan sumber aset BPJS sebelumnya membahas aset secara umum baik aset BPJS Kesehatan dan aset BPJS Ketenagakerjaan. Sedangkan pembahasan sumber aset BPJS Kesehatan dikhususkan hanya untuk BPJS Kesehatan itu sendiri. Sehingga mengetahui dan menginventaris aset-aset dari BPJS Kesehatan tersebut. Inventarisasi merupakan pencatatan atau pendaftaran barang-barang atau aset-aset milik kantor atau perusahaan yang dipakai dalam melaksanakan tugas.

  Tujuan inventarisasi yang dilakukan pada aset BPJS Kesehatan adalah untuk mengumpulkan data dan informasi aset liabilitas jaminan sosial kesehatan.

  Liabilitas merupakan hutang yang harus dilunasi atau pelayanan yang harus dilakukan pada masa datang pada pihak lain. Misalkan uang yang dipinjam BPJS Kesehatan pada pihak lain atau pajak yang belum dibayarkan BPJS Kesehatan dan sebagainya. Format pengumpulan data dan informasi meliputi sumber aset, liabilitas, penggunaan dan pengembangan.

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Terhadap Pengelolaan Aset Bpjs Kesehatan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan

2 61 116

Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Alih Fungsi Tanah Negara Menurut Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

1 86 101

Tinjauan Yuridis Terhadap Pemberian Remisi Kepada Narapidana Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Dikaitkan Dengan Undang–Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

4 85 110

Analisis Hukum Pengelolaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus

2 75 140

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARALABA A. Sejarah dan Perkembangan Waralaba - Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Waralaba Apabila Terjadi Sengketa Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007

0 0 21

BAB II GAMBARAN LOKASI PRAKTIK KERJALAPANGAN MANDIRI A. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia 1. Sejarah Umum Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia - Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Paja

0 0 10

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK A. Pengertian dan Asas Hukum Kontrak - Analisis Hukum Terhadap Kontrak Pengadaan Alat-alat Kesehatan Pada Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat - Analisis Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan Ibu Dan Anak (Kia) Berdasarkan Kepmenpan Nomor 25 Tahun 2004 Di Puskesmas Banda Baro Kabupaten Aceh Utara

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit - Pendapat Pasien Rawat Jalan Peserta Bpjs Kesehatan Terhadap Pelayanan Kefarmasian Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014

0 0 10

BAB II TINJAUAN MENGENAI PENGANGKUTAN UDARA A. Asas dan Tujuan Diselenggarakannya Pengangkutan Udara - Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Atas Keterlambatan Dan Pem

0 0 32