BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Susu Ibu (ASI) - Determinan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Susu Ibu (ASI)

  ASI merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam- garam organik yang diproduksi oleh kedua belah payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi (Soetjiningsih, 2007).

  Menurut Arief (2009) ASI bukan minuman, namun ASI merupakan satu- satunya makanan tunggal paling sempurna dan cukup mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan bayi hingga berusia 6 bulan . Secara alamiah, ASI dibekali enzim pencerna susu sehingga organ pencernaan bayi mudah mencerna dan menyerap gizi ASI. Memberikan hanya ASI saja untuk bayi usia 0-6 bulan merupakan pilihan yang sangat tepat karena secara fisiologi dan anatomi, sistim pencernaan bayi usia dini belum memiliki cukup enzim pencerna makanan, oleh karena itu berikan pada bayi ASI saja hingga usia 6 bulan, tanpa tambahan minuman atau makanan apapun.

  Masih menurut Arief (2009) bahwa seorang ibu tidak perlu meragukan keunggulan ASI dan tidak perlu khawatir bayinya akan kekurangan gizi karena di dalam ASI mengandung zat gizi ASI yang sempurna sehingga membuat bayi tidak akan kekurangan zat gizi yang dibutuhkan selama tumbuh kembangnya. Akan tetapi hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah makanan ibu harus bergizi guna mempertahankan kuantitas dan kualitas ASI. Memberikan susu formula sebelum bayi berusia 6 bulan bukanlah pilihan yang tepat, malah akan meningkatkan risiko diare, dan sudah pasti memboroskan dana rumah tangga karena harga susu formula yang mahal. Jadi memberikan hanya ASI saja pada bayi usia 0-6 bulan dapat memberikan banyak manfaat bagi bayi, ibu dan secara ekonomi dapat membantu menghemat pengeluaran rumah tangga yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan lain.

2.1.1 Pembentukan Air Susu

  Proses pembentukan ASI pada seorang ibu yang menyusui dipengaruhi oleh reflek prolaktin dan refleks let down yang masing-masing berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu. Refleks prolaktin berperan untuk membuat kolostrum menjelang akhir kehamilan, namun jumlah kolostrum terbatas karena prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesteron yang kadarnya tinggi. Setelah partus estrogen dan progesteron berkurang, ditambah dengan adanya isapan bayi yang merangsang hipotalamus menekan pengeluaran faktor-faktor yang menghambat sekresi prolaktin dan merangsang pengeluaran faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin akan merangsang adenohipofise (hipofise anterior) sehingga keluar prolaktin. Hormon prolaktin ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu. Pada ibu menyusui, prolaktin akan meningkat dalam keadaan stres atau pengaruh psikis, anastesi, operasi dan rangsangan puting susu, hubungan kelamin, obat-obatan tranqulizer hipotalamus seperti reserpin, klorpromazin dan fenotiazid. Sedangkan keadaan–keadaan yang menghambat pengeluaran prolaktin adalah gizi ibu yang jelek dan obat-obatan seperti ergot, I-dopa.

  Refleks let down merupakan reflek yang berasal dari rangsangan isapan bayi dilanjutkan ke neurohipofise (hipofise posterior) yang mengeluarkan oksitosin. Hormon oksitoksin diangkut ke uterus melalui aliran darah yang menimbulkan kontraksi pada uterus sehingga terjadi involusi dari organ tersebut. Oksitosi sampai kealveoli dan memengaruhi sel mioepitelium. Kontraksi dari sel akan memeras air susu keluar dari alveoli dan masuk ke duktulus yang akan mengalir melalui duktus laktiferus masuk ke mulut bayi. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan refleks let

  

down adalah melihat bayi, mendengarkan suara bayi, mencium bayi dan memikirkan

  bayi, sedangkan yang menghambat adalah keadaan bingung/pikiran kacau, takut, merasa sakit atau malu ketika menyusui, dan cemas (Soetjiningsih, 2007).

2.1.2 Komposisi ASI

  Air Susu Ibu diproduksi secara alami oleh payudara ibu dan sebagai makanan dasar lengkap bagi bayi selama beberapa bulan pertama kehidupan sang bayi.

  Berdasarkan stadium laktasi komposisi ASI dibagi menjadi 3 bagian yaitu kolostrum, ASI transisi/peralihan, dan ASI matur. Kolostrum adalah cairan emas, cairan pelindung yang kaya zat anti infeksi dan berprotein tinggi yaitu 10-17 kali lebih banyak dibanding ASI matur, serta kadar karbohidrat dan lemak yang rendah. Volume kolostrum antara 150-300 ml/24 jam, volume tersebut mendekati kapasitas lambung bayi yang baru berusia 1-2 hari dan kolostrum harus diberikan pada bayi.

  ASI transisi/peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sebelum menjadi ASI yang matang, kadar protein semakin rendah sedangkan karbohidrat dan lemak semakin tinggi dengan volume yang makin meningkat. ASI matur merupakan ASI yang keluar sekitar hari ke -14 sampai seterusnya, dengan komposisi yang relatif konstan. Pada ibu yang sehat dengan produksi ASI yang cukup, ASI merupakan satu- satunya makanan yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan (Roesli, 2000).

  Menurut Siregar (2004), Air Susu Mature, yang disekresi pada hari ke 10 dan seterusnya, dikatakan komposisinya relatif konstan, tetapi ada juga yang mengatakan bahwa dari minggu ke 3 sampai ke 5 komposisi ASI baru konstan.ASI merupakan makanan yang dianggap aman bagi bayi dan merupakan satu-satunya makanan yang harus diberikan selama 6 bulan pertama bagi bayi. ASI merupakan makanan yang mudah di dapat, selalu tersedia, siap diberikan pada bayi tanpa persiapan yang khusus dengan temperatur yang sesuai untuk bayi (Kusumawati, 2010).

  Dari penelitian Kusumawati (2010), dinyatakan air susu matur merupakan cairan putih kekuning-kuningan, karena mengandung casienat, riboflavin dan karotin.

  Air susu matur tidak menggumpal bila dipanaskan dan volume yang disekresi adalah sekitar 300 – 850 ml/24 jam dan terdapat anti mikrobakterial factor meliputi antibodi terhadap bakteri dan virus. Cell (phagocyle, granuloyle, macrophag, lymhocycle type T),enzim (lysozime, lactoperoxidese),protein (lactoferrin, B12 Ginding Protein), faktor resisten terhadap staphylococcus dan complement ( C3 dan C4).

2.1.3 Aspek Gizi ASI ASI mengandung banyak zat-zat gizi yang sangat dibutuhkan oleh bayi.

  Adapun aspek gizi ASI ditinjau dari tahap produksi ASI yang pertama sekali adalah kolostrum. Kolostrum adalah ASI yang pertama kali keluar mengandung zat kekebalan terutama IgA (Immunoglobulin A) untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare. Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari isapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit, namun cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Oleh karena itu, kolostrum harus diberikan pada bayi. Selain itu kolostrum juga mengandung protein, vitamin A yang tinggi dan mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahirannya. Manfaat kolostrum lainnya adalah membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang pertama berwarna hitam kehijauan.

  Setelah 2-4 hari setelah melahirkan, payudara ibu mulai mensekresi ASI transisi selanjutnya memasuki tahap ASI matur. Baik kolostrum maupun ASI mempunyai kelebihan dan keunggulan masing-masing yang tidak tergantikan di waktu yang lain. Adapun keunggulan ASI dari aspek gizi adalah ASI mudah dicerna karena ASI mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI tersebut. ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi/anak. Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki perbandingan antara Whei dan Caesin yang sesuai untuk bayi. Rasio Whei dengan Caesin merupakan salah satu keunggulan ASI dibanding dengan susu sapi. ASI mengandung Whei lebih banyak yaitu 65:35.

  Komposisi ini menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap, sedangkan pada susu sapi mempunyai perbandingan Whei:Casein adalah 20:80, sehingga tidak mudah diserap.

  Komposisi lain yang terkandung di dalam ASI yang juga sangat bermanfaat untuk gizi bayi adalah komposisi taurin, DHA dan AA pada ASI. Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI yang berfungsi sebagai neuro- transmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak. Percobaan pada binatang menunjukkan bahwa defisiensi taurin akan berakibat terjadinya gangguan pada retina mata. Kandungan AA dan DHA dalam ASI juga sangat menakjubkan.

  

Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam lemak tak

  jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acids) yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak. Disamping itu DHA dan AA dalam tubuh dapat dibentuk/disintesa dari substansi pembentuknya (precursor), yaitu masing-masing dari Omega 3 (asam linolenat) dan Omega 6 atau asam linoleat (Arif, 2009).

2.1.4 Manfaat ASI

  Berdasarkan tinjauan dari aspek kandungan zat gizi yang terkandung di dalam ASI yang sangat bermanfaat terutama bagi bayi maka seharusnya tidak ada tawar menawar untuk pemberian ASI eksklusif selama 0-6 bulan dan diteruskan sampai anak berusia 2 tahun, kecuali terdapat keadaan-keadaan khusus pada bayi dan ibu yang tidak memungkinkan atau tidak diperbolehkan secara medis. Dari aspek manfaat maka dapat diuraikan diantaranya adalah ASI dapat memberi perlindungan terhadap infeksi dan diare, ASI mengandung berbagai zat antibodi yang mampu melindungi tubuh terhadap infeksi serta zat-zat lain yang dapat menghancurkan dinding sel bakteri. Fungsi yang lain adalah perlindungan terhadap alergi, salah satu zat yang terkandung dalam ASI adalah immunoglobulin yang mampu melindungi tubuh terhadap alergi. Sedangkan immunoglobulin pada tubuh manusia baru terbentuk setelah bayi berusia beberapa minggu. Oleh sebab itu apabila bayi lahir langsung diberi ASI, kemungkinan terserang alergi relatif kecil.

  Pemberian ASI juga dapat mempererat hubungan dengan ibu, ASI bagi seorang bayi selain untuk memenuhi kebutuhan gizinya, juga untuk lebih mengenal ibunya dan mendapatkan rasa nyaman. Belaian ibu pada saat menyusui anak akan membuatnya merasa aman dan terlindung. Manfaat lain terhadap bayi adalah dapat memperbagus gigi dan bentuk rahang, pemberian ASI dapat mengurangi kerusakan pada gigi dan bentuk rahang serta dapat mengurangi kegemukan/obesitas. Hal ini terjadi karena zat mineral yang terdapat dalam ASI hanya sedikit, jika dibandingkan dengan mineral yang terdapat pada susu sapi, sehingga bayi cenderung cepat haus dan orang tua cenderung memberikan kembali susu botol/sapi. Akibatnya bayi akan kelebihan kalori sehingga bayi tersebut menjadi gemuk (obesitas).

  Kelebihan lain yang dimiliki oleh ASI dibandingkan produk susu formula terbaik manapun adalah mampu memberi perlindungan dalam penyempurnaan otak, ASI mampu memproduksi hormon tixoid yang dapat melindungi otak bayi. Walaupun bayi mampu memproduksi hormon tersebut namun kemampuannya terbatas. Selain hal tersebut asam lemak yang terkandung pada ASI sangat berperan dalam proses pertumbuhan dan penyempurnaan sel-sel otak. Selain itu dengan ASI bayi selalu mendapat susu yang segar, ASI yang masih tersimpan dalam payudara ibu, selalu bersih, aman, segar, dan tidak pernah basi. Bagi ibu pekerja, sekembali dari bekerja, ASI dapat diberikan langsung kepada bayi, ibu tidak perlu membuang ASI terlebih dahulu. Semakin sering menyusukan semakin banyak produksi ASI, beda dengan susu bubuk apabila semakin sering diberikan kepada bayi semakin cepat habis (mahal). ASI justru sebaliknya, semakin sering dihisap semakin banyak ASI diproduksi, khususnya pada tahun pertama menyusui.

  Selain manfaat bagi bayi, ternyata proses menyusui juga memberi manfaat yang sangat berarti bagi sang ibu. Dengan menyusui mampu memberi member kepuasan batin, ibu-ibu yang berhasil menyusui anaknya akan merasa senang dan puas karena dapat memenuhi kebutuhan bayi dan melaksanakan tugas mulianya sebagai seorang ibu. Manfaat lain adalah lebih praktis dan ekonomis, pemberian ASI lebih praktis dan murah, karena tidak merepotkan, yakni ibu tidak perlu mensterilkan botol, menyiapkan air hangat dan sebagainya. Disamping itu tidak perlu mengeluarkan biaya yang cukup mahal untuk membeli susu kaleng.

  Ibu-ibu yang menyusui tidak perlu khawatir akan bentuk tubuh yang cenderung gemuk pada masa kehamilan. Dengan menyusui akan mengembalikan bentuk tubuh, apabila ibu-ibu menyusui bayinya dengan baik dan teratur maka tubuh yang bertambah besar selama kehamilan akan kembali seperti semula dengan cepat.

  Hari-hari pertama saat menyusui maka rahim akan berkontraksi saat bayi menghisap puting susu. Kontraksi tersebut akan mempercepat pengembalian bentuk rahim dan mengeluarkan darah serta jaringan yang tidak diperlukan dalam rahim. Manfaat lain dari menyusui bagi ibu dapat menunda masa subur (efek KB) karena pemberian ASI dapat membantu menjarangkan kelahiran dengan cara menunda terjadinya evolusi dan haid, namun itu tidak berarti bahwa dengan menyusui tidak akan terjadi kehamilan, bila tanda-tanda haid muncul ibu tetap dianjurkan menggunakan alat kontrasepsi. Keuntungan lain bila ibu terus menyusui bayinya akan mencegah pembengkakan payudara yang akan menimbulkan perasaan nyaman dan si ibu terhindar dari rasa nyeri akibat bendungan ASI di payudara ibu. Untuk ibu yang sibuk selama bekerja, ASI dapat dipompa dan disimpan ditempat yang aman (pada gelas dan disimpan di lemari es atau termos), dan segera diberikan kepada bayi dengan sendok bila bayi haus. Pemberian ASI yang telah di simpan ini dapat dilakukan oleh siapa saja yang ada di rumah tanpa harus menunggu si ibu yang masih bekerja.

  (UNICEF, 2001).

2.2 ASI Eksklusif dan Manfaat ASI Eksklusif

  ASI Eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja pada bayi umur 0-6 bulan, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim (Roesli, 2004, dalam Arini, 2012).

  Menurut Azrul Azwar (2004) dalam Arini (2012), ASI eksklusif sangat penting untuk peningkatan SDM kita di masa yang akan datang, terutama dari segi kecukupan gizi sejak dini. Memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi barusia 6 bulan akan menjamin tercapainya pengembangan potesial kecerdasan anak secara optimal. Hal ini karena selain sebagai nutrient yang ideal dengan komposisi yang tepat serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi, ASI juga mengandung nutrien-nutrien khusus yang diperlukan otak bayi agar tumbuh optimal.

  Manfaat pemberian ASI eksklusif sangat luas dan beragam, tidak hanya bagi ibu dan bayi, namun juga berimbas pada keluarga, lingkungan tempat tinggal, tempat kerja orangtua. Bagi ibu dan bayi, pemberian ASI eksklusif menyebabkan mudahnya terjalin ikatan kasih sayang yang mesra antara ibu dan bayi baru lahir. Hal ini merupakan awal dari keuntungan menyusui secara eksklusif. Bagi bayi tidak ada pemberian yang lebih berharga dari ASI yang hanya dapat diberikan oleh seorang ibu sebagai makanan terbaik bagi bayinya. Selain dapat meningkatkan kesehatan dan kepandaian secara optimal, ASI juga membuat anak potensial memiliki perkembangan sosial yang baik (Roesli, 2004 dalam Arini, 2012).

  Menurut Arini (2012) adapun manfaat ASI eksklusif bagi keluarga dapat dilihat dari aspek ekonomi,psikologis dan kemudahan. Ditinjau dari segi ekonomi pemberian eksklusif dapat menghemat pengeluaran belanja keluarga. ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya digunakan untuk susu formula dapat digunakan untuk keperluan lain. Selain itu, penghematan juga disebabkan karena bayi yang diberikan ASI lebih jarang sakit sehingga mengurangi biaya berobat.

  Dari aspek psikologis,kebahagiaan keluarga bertambah karena kelahiran lebih jarang sehingga suasana kejiwaan ibu lebih baik dan dapat membina hubungan kasih sayang dengan bayi. Sementara bila ditinjau dari aspek kemudahan menyusui sangat praktis karena dapat diberikan di mana saja dan kapan saja. Keluarga tidak perlu repot menyiapkan air masak, botol, dan dot yang harus dibersihkan. Tidak perlu meminta pertolongan orang lain.

  Masih menurut Arini (2012) bahwa secara tidak langsung pemberian ASI eksklusif juga memberi manfaat bagi negara diantaranya yaitu merupakan tindakan yang dapat berefek pada penghematan devisa untuk pembelian susu formula, perlengkapan menyusui, serta biaya menyiapkan susu. oleh karena bayi jarang sakit maka dapat menghemat biaya sakit terutama sakit muntah, mencret, dan sakit saluran napas, penghematan obat-obatan, tenaga dan sarana kesehatan. Pemberian ASI eksklusif juga dapat menciptakan generasi penerus bangsa yang tangguh dan berkualitas untuk membangun negara karena anak yang mendapat ASI dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Di samping itu manfaat yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai langkah awal untuk mengurangi bahkan menghindari kemungkinan terjadinya “generasi yang hilang” khususnya bagi Indonesia.

2.3. Optimalisasi dalam Pemberian ASI Eksklusif

  WHO mempunyai alasan yang kuat untuk merekomendasikan waktu selama 0- 6 bulan untuk memberikan ASI eksklusif . Para ahli menyatakan bahwa manfaat ASI akan meningkat jika bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya. Peningkatan itu sesuai dengan pemberian ASI eksklusif, serta lamanya pemberian ASI bersama-sama dengan makanan padat setelah bayi berumur 6 bulan. Pedoman internasional yang menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup, pertumbuhan, dan perkembangan bayi (Yuliarti, 2010).

  Adapun alasan ASI eksklusif diberikan sampai bayi berusia 6 bulan adalah

  1. ASI adalah satu-satunya makanan dan minuman yang dibutuhkan bayi hingga umur 6 bulan.

  ASI adalah makanan bernutrisi dan berenergi tinggi yang mudah dicerna. ASI dirancang untuk system pencernaan bayi yang sensitif. Protein dan lemak pada ASI lebih mudah dicerna oleh bayi. ASI mengandung paling tidak 100 bahan yang tidak ditemukan dalam susu sapid an tidak dapat dibuat di laboratorium.

  Pada bulan-bulan pertama, saat bayi dalam kondisi yang paling rentan, ASI ekslusif membantu melindungi bayi dari diare, sindrom SID (sudden infant death) atau kematian mendadak, infeksi telinga dan penyakit infeksi lainnya.

  2. Memberikan perlindungan yang lebih baik pada bayi terhadap berabgai penyakit Bayi mendapatkan imunitas melalui ASI selama mereka terus disusui, namun kekebalan terbesar diperoleh saat bayi mendapat ASI ekslusif. ASI diperoleh saat bayi mendapat ASI ekslusif. ASI mengandung lebih dari 50 faktor imunitas yang sudah dikenal dan mungkin lebih banyak lagi yang masih tidak diketahui. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa bayi yang diberi ASI ekslusif selama 4 bulan akan mengalami infeksi telinga 40% lebih sedikit ketimbang bayi yang diberi ASI ditambah makanan tambahan lain. Kemungkinan terjadinya penyakit pernapasan selama masa kanak-kanak secara signifikan berkurang bila bayi mendapat ASI ekslusif sedikitnya selama 15 minggu dengan catatan makanan padat tidak diberikan selama periode ini. Pemberian MPASI terlalu dini bak membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman, apalagi jika tidak disajikan secara higienis.

  3. Memberikan kesempatan pada sistem pencernaan bayi agar berkembang menjadi lebih matang Pada umur 6-9 bulan, baik secara pertumbuhan maupun secara psikologis, biasanya bayi siap menerima makanan padat. Makanan padat yang diberikan sebelum sistem pencernaan bayi siap untuk menerimanya mengakibatkan makanan tersebut tidak dapat dicerna dengan baik dan dapat menyebabkan reaksi yang tidak menyenangkan (misalnya, gangguan pencernaan, timbulnya gas, konstipasi/sembelit dan sebagainya).

  Tubuh bayi belum memiliki protein pencernaan yang lengkap. Asam lambung dan pepsin dibuang pada saat kelahiran. Jumlah asam lambung dan pepsin baru meningkat mendekati jumlah untuk orang dewasa pada saat bayi berumur 3-4 bulan. Sampai umur sekitar 6 bulan, jumlah enzim amylase yang diproduksi oleh pancreas belum cukup untuk mencerna makanan kasar. Enzim pencerna karbohidrat, seperti maltase, isomaltase dan sukrase belum mencapai tingkat orang dewasa sebelum bayi umur 7 bulan. Sebelum umur 6-9 bulan, jumlah lipase dan bile salts juga sedikit sehingga pencernaan lemak belum mencapai level orang dewasa.

4. Mengurangi risiko alergi makanan

  Berbagai catatan menunjukkan bahwa memperpanjang pemberian ASI ekslusif dapat memperendah angka terjadinya alergi makanan. Sejak lahir sampai umur antara 4-6 bulan, bayi memiliki apa yang disebut “usus yang terbuka”. Ini berarti jarak yang ada di antara sel-sel pada usus kecil akan membuat makromolekul yang utuh termasuk protein dan bakteri patogen dapat masuk ke dalam aliran darah. Hal ini menguntungkan bagi bayi yang mendapatkan ASI karena zat antibody yang ada pada ASI dapat masuk langsung melalui aliran darah. Hal ini juga berarti protein-protein lain yang makanan selain ASI (yang mungkin dapat menyebabkan bayi menderita alergi) dan bakteri patogen yang dapat menyebabkan berbagai penyakit dapat masuk. Selama 4-6 bulan pertama umur bayi, saat usus masih terbuka, organ pencernaan bayi dilapisi oleh antibody (slgA) dari ASI. Antibody ini menyediakan kekebalan pasif yang mengurangi terjadinya penyakit dan reaksi alergi sebelum penutupan usus terjadi. Pada umur sekitar 6 bulan, bayi mulai memproduksi antibody sendiri dan penutupan usus biasanya terjadi pada saat yang sama.

  5. Membantu melindungi bayi dari anemia karena kekurangan zat besi.

  Pengenalan suplmen zat besi dan makanan yang mengandung zat besi terutama pada umur 6 bulan pertama dapat mengurangi efisiensi penyerapan zat besi pada bayi. Bayi yang sehat dan lahir cukup bulan yang diberi ASI ekslusif selama 6-9 bulan menunjukkan kecukupan kandungan hemoglobin dan zat besi yang normal.

  6. Menunda pemberian makanan padat membantu para ibu menjaga suplai ASI Berbagai studi menunjukkan bahwa makanan padat dapat menggantikan porsi susu dalam menu makan bayi. Semakin banyak makanan padat yang dimakan oleh bayi, semakin sedikit susu yang dia serap dari ibunya. Jika susu yang diserap dari ibu semakin sedikit, berarti produksi ASI juga makin sedikit. Bayi yang makan banyak makanan padat atau makan makanan padat pada umur lebih muda cenderung lebih cepat disapih.

  7. Pemberian makanan padat terlalu dini dapat menyebabkan obesitas di kemudian hari Pemberian makanan padat padat terlalu dini sering dihubungkan dengan meningkatnya kandungan lemak dan berat badan pada anak-anak.

8. Bayi belum dapat mengontrol dengan baik otot-otot tenggorokan dan lidah Karena itulah proses menelan jadi sulit dan dapat menyebabkan bayi tersedak.

  Reflex lidah masih sangat kuat dan dapat menyebabkan pemberian makanan padat menjadi sulit.

  Satu hal yang penting, rekomendasi agar menunda memberikan MPASI pada bayi kurang dari 6 bulan bukan hanya berlaku untuk bayi yang mendapat ASI ekslusif.

  Bayi yang tidak mendapatkan ASI (susu formula atau mixed) sebaiknya juga diberi MPASI setelah umur 6 bulan.

  ASI memberi semua energi dan gizi (nutrisi) yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan pertama hidupnya. Pemberian ASI eksklusif mengurangi tingkat kematian bayi yang disebabkan berbagai penyakit yang umum menimpa anak-anak, seperti diare dan radang paru-paru serta mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran.

  Perlu diketahui bahwa semakin lama bayi mendapatkan ASI saja maka semakin menguntungkan bayi. Bayi akan terhindar dari pengaruh pemberian makanan di luar ASI, apalagi jika setelah eksklusif selama 6 bulan, status gizi anak menurun drastis. Ada banyak faktor yang mempengaruhi penurunan tersebut, salah satunya adalah higienitas makanan. Setelah lebih dari 6 bulan, bayi dapat diberikan makanan pendamping ASI (MP ASI), selain pemberian ASI (Yuliarti, 2010).

2.4. Pemberian ASI Eksklusif oleh Wanita Karier

  Salah satu kendala tidak tercapainya pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan menurut sebagian wanita adalah karena pekerjaan. Namun banyak juga ibu bekerja yang memutuskan untuk tetap menyusui. Masalahnya pemberian ASI eksklusif merupakan satu-satunya makanan terbaik untuk bayi dan harus diberikan selama 6 bulan pertama, tetapi perusahaan biasanya hanya memberikan kebijakan cuti selama 3 bulan, bahkan ada yang kurang. Tentu saja hal tersebut masih jauh dari ketentuan pemberian ASI eksklusif. Jika diambil 1 bulan di awal maka ibu hanya memiliki kesempatan 2 bulan untuk fokus pada bayinya (Yuliarti, 2010).

  Yuliarti (2010) menambahkan bahwa pada dasarnya terdapat 3 (tiga) aspek penting bagi ibu menyusui yang ingin tetap berkarir meliputi persiapan secara fisik, psikologis dan sosiologis. Persiapan secara fisik bahwa seorang ibu yang bekerja dan memutuskan untuk tetap memberikan ASI tentu harus di dukung oleh kondisi fisik yang benar-benar sehat. Secara medis, terdapat pengecualian untuk kondisi-kondisi yang memang tidak memungkinkan ibu memberikan ASI eksklusif pada bayinya.

  Adapun kondisi ibu yang dapat menghambat proses menyusui adalah adanya infeksi dada atau abses payudara, kanker payudara atau kanker lainnya,ibu yang sedang menjalani proses terapi radiasi serta produksi ASI yang sedikit sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi. Di samping itu juga terdapat masalah-masalah kesehatan yang dialami oleh ibu sehingga disarankan untuk tidak menyusui yaitu ibu yang mengalami penyakit serius; misalnya penyakit jantung atau kanker, galaktosemia, eklampsia, nefritis radang buah pinggang, TBC aktif, HIV, luka herpes pada payudara dan kekurangan gizi parah.

  Persiapan psikologis juga tidak dapat diabaikan untuk keberhasilan pemberian ASI eksklusif ini. Ada berbagai alasan yang digunakan oleh para ibu untuk menolak memberikan ASI eksklusif, misalnya takut kariernya akan terganggu dan khawatir badannya tak bagus lagi. Pada kenyataannya, hal tersebut tidaklah benar. Jika ditinjau dari sisi psikologis, ASI justru menciptakan hubungan keterikatan emosional antara ibu dan anak.

  Persiapan sosiologis pun tidak kalah pentingnya. Agar pemberian ASI eksklusif dapat berjalan lancar, harus ada upaya khusus dan tidak boleh malas. Ibu harus menyisihkan waktu untuk memeras ASI atau menyusui anaknya. Di rumah, perlu adanya dukungan dari suami, orang tua, saudara, dan anak yang lebih besar dalam hal melancarkan kelangsungan pemberian ASI. Suami turut berperan dalam mendukung atau membantu pekerjaan istri di rumah, misalnya ketika pagi hari istrinya harus menyusui, suami dapat memandikan anak pertama mereka. Selama ibu menyusui, suami harus mengambil alih tugas-tugas domestik lainnya (yuliarti, 2010).

2.5 Perilaku

  Perilaku adalah segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan (Sarwono, 2003). Perilaku juga dapat mempengaruhi lingkungan, pelayanan kesehatan dan bahkan berpengaruh kepada keturunan (Notoatmodjo, 2007). Menurut Skinner (1938) perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (ransangan dari luar) yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak (Rantonius, 2000). Perilaku merupakan aksi dari individu terhadap reaksi dari hubungan dengan lingkungannya (Suryani, 2003).

  Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan sebagai suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut (Notoatmodjo, 2007). Respons ini berbentuk 2 macam yaitu bentuk pasif dan bentuk aktif. Bentuk pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain (covert behaviour), misalnya berfikir, tanggapan atau sikap bathin dan pengetahuan sedangkan bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu dapat jelas diobservasi secara langsung. Misalnya ibu yang memberi ASI kepada anaknya. Oleh karena perilaku ini sudah tampak dalam bentuk tindakan yang nyata maka disebut overt behavior.

2.6 Teori yang Berhubungan dengan Determinan Perilaku 1.

  Teori Behavior Intention Teori ini dikembangkan oleh Snehendu Kar (1980) berdasarkan analisisnya bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari : a.

  Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya (behavior intention).

  b.

  Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social-support).

  Dukungan sosial menurut Sarafino (2006) adalah perasaan kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diterima dari orang atau kelompok lain. Sarafino menambahkan bahwa orang-orang yang menerima dukungan sosial memiliki keyakinan bahwa mereka dicintai, bernilai dan merupakan bagian dari kelompok yang dapat menolong mereka ketika membutuhkan bantuan. Taylor (2003) juga menambahkan bahwa dukungan sosial sebagai informasi yang dapat diterima dari orang lain bahwa individu tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai dan bernilai dan juga merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan saling dibutuhkan yang didapatkan dari orang tua, suami atau orang yang dicintai. Dalam pemberian ASI eksklusif, dukungan sosial sangat dibutuhkan oleh seorang ibu terutama dari suami, orang tua/mertua. Menurut Harymawan (2007), dukungan sosial dari suami antara lain, suami memperhatikan kesehatan istrinya, membantu kegiatan istrinya, dan mengharapkan kesehatan anaknya sedangkan dukungan orangtua/mertua terhadap ibu yang menyusui dapat berupa tempat bertanya bagi ibu, berbagi cerita, meminta pengalaman, dan mencontoh dalam berbagai hal. Penelitian Mery Ramadani (2010) menunjukkan hasil bahwa dukungan suami memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif, dimana ibu yang mendapat dukungan suami berpeluang 2 kali lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif dibandingkan dengan ibu yang tidak mendapat dukungan suami.

  c.

  Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (accessebility of information).

  Menurut Liliweri (2007) fungsi utama dan pertama dari informasi adalah menyampaikan pesan (informasi) atau menyebarkan luaskan informasi kepada orang lain. Informasi adalah pesan yang disampaikan melalui suatu proses komunikasi dari penyampai pesan (komunikator) kepada penerima pesan (komunikan).

  Menurut Notoatmodjo (2011) informasi merupakan fungsi penting untuk membantu mengurangi rasa cemas seseorang. Semakin banyak informasi dapat memengaruhi atau menambah pengetahuan seseorang dan dengan pengetahuan menimbulkan kesadaran yang akhirnya seseorang akan berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Jadi berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keputusan yang diambil ibu menyusui dalam memberikan ASI secara eksklusif juga sangat tergantung dari informasi yang diterima.

  Hal ini sesuai dengan penelitian Sarah Saputri (2011) yang menyatakan bahwa media informasi terutama yang berkaitan dengan iklan susu formula berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku ibu dalam pemberian ASI eksklusif. Hal senada juga diungkapkan dalam penelitian Sandra Fikawati dkk (2009) yang menyatakan bahwa iklan susu formula dari media ternyata juga mempengaruhi kegagalan ASI eksklusif terutama pada ibu yang berpendidikan rendah. Namun bertolak belakang dengan penelitian Josefa (2011) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara keterpaparan informasi terhadap pemberian ASI eksklusif. Ibu-ibu yang selama hamil mendapatkan informasi berupa penyuluhan dari petugas kesehatan tentang pentingnya ASI eksklusif ternyata juga sulit menerapkan pemberian ASI eksklusif tersebut.

  d.

  Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy).

  Pengambilan keputusan adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Setiap waktu individu melakukan proses memilih untuk mengambil keputusan, mulai dari memilih hal-hal yang sederhana hingga pilihan hidup yang memiliki dampak besar bagi kehidupan.

  Penggunaan istilah pengambilan keputusan (Decision Making) biasanya identik dengan sebuah kepemimpinan atau kegiatan manajerial dalam suatu kelompok atau organisasi, namun bila dipikirkan secara lebih mendalam sebenarnya setiap orang adalah pemimpin yang harus mengambil keputusan bagi dirinya sendiri dan kehidupannya. Akhmad Sudrajad (2010) memaparkan pengertian pengambilan keputusan menurut beberapa ahli : 1). George F Terry, pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku (kelakuan) dari dua atau lebih alternatif yang ada.

  2). Sondang P. Siagian, pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.

  3). James A.F stoner, pengambilan keputusan adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah. Dari definisi beberapa ahli tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengambilan keputusan merupakan suatu proses penentuan akhir yang terbaik dari dua atau lebih alternatif untuk mencapai sebuah sasaran. Oleh sebab itu pengambilan keputusan dapat mempengaruhi perilaku dan kehidupan individu terutama bagi ibu menyusui untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.

  e.

  Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation ).

  Faktor situasional adalah kondisi sesaat yang muncul pada tempat dan waktu tertentu. Kemunculannya terpisah antara pelayanan maupun konsumen (Asseal, 2008). Sedangkan menurut Belik (2005) , mendefinisikan situasi sebagai semua faktor yang utama terhadap tempat dan situasi yang tidak menurut pengetahuan seseorang (intra individu) dan stimulasi ( alternatif pilihan ) dan memiliki bukti dan pengaruh sistimatis pada prilaku saat itu .

  Lain halnya dengan wilkie ( 2010 ), pengaruh situasional adalah kekuatan sesaat yg tidak berasal dari dalam diri seseorang atau berasal dari produk atau merek yang di pasarkan, penelitian telah menemukan bahwa faktor situasional mempengaruhi pilihan konsumen dengan mengubah kemungkinan pemilihan berbagai alternatif (Ernett, 2006) .

2. Teori Thought and Feeling

  Tim kerja dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (1990) menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya empat (4) alasan pokok. Pemikiran dan perasaan (Thought and

  

Feeling ) yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-

  kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan).

  a.

  Pengetahuan Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Seorang anak memperoleh pengetahuan bahwa api itu panas setelah memperoleh pengalaman, tangan atau kakinya kena api. Seorang ibu akan mengimunisasikan anaknya setelah melihat anak tetangganya menderita penyakit polio karena tidak mendapatkan imunisasi polio. Dalam pemberian ASI eksklusif, pengetahuan ibu memegang peranan penting terlaksananya pemberian ASI eksklusif tersebut. Penelitian Novi (2007) di Kabupaten Kudus, membuktikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan perilaku pemberian ASI eksklusif. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Sandra Fikawati dkk (2009) yang menyatakan bahwa pendidikan, pengetahuan dan pengalaman ibu adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan pemberian ASI eksklusif. b.

  Kepercayaan Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek.

  Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Misalnya wanita hamil tidak boleh makan telur agar tidak kesulitan waktu melahirkan.

  c.

  Sikap Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek.

  Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang : Komponen kognitif, merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Komponen afektif, merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin mengubah sikap seseorang. Komponen konatif, merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak terhadap sesuatu dengan cara tertentu (Wawan, 2010).

  d.

  Orang penting sebagai referensi Perilaku orang lebih-lebih perilaku anak kecil, lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh. Untuk anak-anak sekolah misalnya, maka gurulah yang menjadi penutan perilaku mereka. Orang-orang yang dianggap penting ini sering disebut kelompok referensi (reference group), antara lain guru, alim ulama, kepala adat (suku), kepala desa, dan sebagainya. Dalam pemberian ASI eksklusif, orang yang menjadi panutan bagi ibu dapat berasal dari keluarga, tenaga kesehatan, maupun teman. Disamping itu bagi ibu-ibu juga ada kecenderungan mencontoh iklan-iklan yang susu formula. Sehingga muncul kebanggaan bila mampu memberikan susu formula bagi bayinya. Hasil penelitian Josefa (2011) juga menunjukkan bahwa hampir semua ibu yang jadi responden sudah memberikan MP-ASI berupa susu formula pada bayi yang berusia kurang dari 6 bulan.

  e.

  Sumber-sumber daya (resources) Sumber daya disini mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau kelompok masyarakat. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif. Misalnya pelayanan puskesmas, dapat berpengaruh positif terhadap perilaku penggunaan puskesmas tetapi juga dapat berpengaruh sebaliknya.

  Salah satu sumber daya yang sangat berpengaruh terhadap pemberian ASI ekskusif adalah tempat pelayanan persalinan. Semestinya ibu-ibu yang bersalin di fasilitas kesehatan lebih mampu menerapkan ASI ekskklusif dibandingkan dengan yang bukan di fasilitas kesehatan. Namun hasil penelitian Solihah (2010) di Kabupaten Garut, menyebutkan bahwa tempat persalinan tidak mempengaruhi berhasil tidaknya ibu menyusui dalam memberikan ASI eksklusif pada bayinya maupun pada pemberian ASI pada satu jam pertama setelah lahir.

  f.

  Budaya Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat bersama. Kebudayaan selalu berubah, baik lambat maupun cepat, sesuai dengan peradaban umat manusia. Kebudayaan atau pola hidup masyarakat di sini merupakan kombinasi dari semua yang telah disebutkan di atas. (Notoatmodjo, 2010).

  Demikian pula halnya dengan pemberian ASI eksklusif. Kebudayaan yang berlaku di suatu masyarakat akan mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Adanya budaya memberikan makanan atau minuman tertentu kepada bayi akan menggagalkan pemberian ASI eksklusif. Menurut hasil penelitian Josefa (2011) budaya memiliki hubungan yang signifikan dengan pemberian ASI eksklusif, terutama di daerah pedesaan yang masih kental dengan adat-istiadat tertentu.

2.7 Landasan Teori

  Teori Thought and Feeling yang dikemukakan oleh WHO (1984) dalam Notoatmodjo (2010) menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena ada alasan (1) pemikiran dan perasaan (thought

  

and feeling ) yang terdiri pengetahuan, persepsi, sikap, (2) orang penting sebagai

  referensi/panutan (personal reference), (3) Sumber-sumber daya (resources), kebudayaan (culture). Secara skematis dapat di ilustrasikan sebagai berikut : Pemikiran dan perasaan Orang penting sebagai referensi/panutan

  Perilaku Sumber-sumber daya Kebudayaan

Gambar 2.1 WHO ”Thought and Feeling Teori” (1984)

  Sementara itu Snehendu B. Kar (1980) dalam teori Behavior Intention menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari (a) niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatan (behavior intenttion), (b) dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social-support), (c) ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (accessebility of information), (d) otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy),

  (e) situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action

  situation ). Secara matematis dan skematis model ini dirumuskan sebagai berikut :

Gambar 2.2 Snehandu B. Kar Model (1980)

  Kerangka konsep penelitian ini didasarkan pada teori Thought and Feeling yang dikemukakan oleh WHO (1984) dan teori Behavior Intention yang dikemukakan oleh Snehandu B. Kar (1980) . Skema kerangka konsep dapat dilihat pada gambar berikut :

  Niat Perilaku

  Dukungan sosial (dukungan suami, ibu/ibu mertua ) Keterpaparan informasi Situasi untuk bertindak Kewenangan mengambil keputusan

2.8 Kerangka Konsep

  Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

  Sumber : WHO ”Thought and Feeling Teori” (1984), dan Snehendu B. Kar ” Behavior Intention ”, 1980.

  Kerangka konsep merupakan hubungan atau keterkaitan antara variabel penyebab (independen) dengan variabel efek/akibat (dependen) (Notoatmodjo, 2010).

  Dari kerangka konsep yang dikemukakan terlihat bahwa yang menjadi variabel independen adalah dukungan sosial yaitu dukungan suami, ibu/ibu mertua, keterpaparan informasi, kewenangan mengambil keputusan, situasi untuk bertindak, pengetahuan, sikap, budaya dan orang yang menjadi panutan. Variabel-variabel ini diadopsi dari teori Thought and Feeling yang dikemukakan oleh WHO (1984) dan teori Behavior Intention yang dikemukakan oleh Snehandu B. Kar (1980) sedangkan yang menjadi variabel dependen adalah pemberian ASI eksklusif.

  Pemberian ASI Eksklusif

  Panutan Pengetahuan Sikap Budaya Situasi untuk bertindak Dukungan suami, ibu/ibu mertua Kewenangan mengambil keputusan Keterpaparan Informasi

Dokumen yang terkait

Determinan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat

13 77 118

Inisiasi Menyusu Dini Dan Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif Di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat

0 39 156

Pengalaman Ibu Primipara dalam Memberikan ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Kembangan Utara Jakarta Barat

0 3 141

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Susu Ibu (ASI) 2.1.1 Pengertian ASI - Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian ASI Eksklusif di Desa Pangirkiran Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2015

0 0 15

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ASI Eksklusif 2.1.1. Pengertian ASI Eksklusif - Karakteristik Keluarga dan Pemberian ASI Eksklusif di Kampung Kemili Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah

1 2 26

8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Susu Ibu (ASI) 2.1.1 Pengertian ASI

0 2 17

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif 2.1.1. Defenisi 2.1.1.1. Defenisi ASI - Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 12-24 Bulan Di Puskesmas TerjunKecamatan Medan Marelan Tahun 2014

0 0 27

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ASI Eksklusif 2.1.1 Pengertian ASI Eksklusif - Analisis Determinan Perilaku Ibu Menyusui Dalam Pemberian ASI Eksklusif di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013

2 2 39

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan (Knowledge) - Pengaruh Karekteristik Pengetahuan dan Sikap Ibu Menyusui terhadap Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Munte Kabupaten Karo Tahun 2013

0 0 29

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Susu Ibu (ASI) - Determinan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat

0 1 29