Inisiasi Menyusu Dini Dan Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif Di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat

(1)

INISIASI MENYUSU DINI DAN PEMBERIAN AIR SUSU

IBU EKSKLUSIF DI KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN

KABUPATEN ACEH BARAT

TESIS

Oleh

AFIFAH

077012001/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

INISIASI MENYUSU DINI DAN PEMBERIAN AIR SUSU

IBU EKSKLUSIF DI KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN

KABUPATEN ACEH BARAT

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

AFIFAH

077012001/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : INISIASI MENYUSU DINI DAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DI KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN KABUPATEN ACEH BARAT

Nama Mahasiswa : Afifah

Nomor Induk Mahasiswa : 077012001

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Fikarwin Zuska) (Dra. Jumirah Apt, M.Kes) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (dr. Ria Masniari Lubis, M.Si)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 26 November 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Fikarwin Zuska

Anggota : 1. Dra. Jumirah Apt, M.Kes

2. Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si


(5)

SURAT PERNYATAAN

INISIASI MENYUSU DINI DAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF DI KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN

KABUPATEN ACEH BARAT

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan,

( Afifah )


(6)

ABSTRAK

Sebagian besar bidan di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat, telah dilatih dalam hal Inisiasi Menyusu Dini (IMD) pada tahun 2007, dengan tujuan untuk peningkatan cakupan ASI eksklusif. Namun pelaksanaan IMD dan pemberian ASI eksklusif pada bayi belum maksimal.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor pendukung serta penghambat pelaksanaan IMD dan pemberian ASI eksklusif di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat. Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenominologi. Informan dalam penelitian ini terdiri dari informan kunci yaitu: kepala puskesmas, bidan koordinator, bidan desa dan kader posyandu. Informan pokok yaitu ibu yang mempunyai bayi umur 6 bulan dan anggota keluarganya (suami, ibu, ibu mertua, kakak, kakak ipar, dan nenek). Metode pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam dan observasi. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan metode perbandingan tetap (constant comperative method).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang mendukung pelaksanaan IMD antara lain bidan sudah terlatih, kondisi geografis dan posyandu aktif. Faktor yang menghambat yaitu bidan yang bertugas di puskesmas dan rumah sakit belum semuanya mengikuti pelatihan IMD dan ibu kelelahan. Faktor yang mendukung pemberian ASI eksklusif antara lain pengetahuan suami dan istri terhadap ASI eksklusif, keinginan dan sikap positif ibu terhadap ASI eksklusif dan ketersediaan sarana kesehatan. Faktor yang menghambat pemberian ASI eksklusif yaitu budaya madeueng, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung ASI eksklusif, pengetahuan ibu yang kurang terhadap ASI eksklusif, puting susu yang tenggelam, dan posisi menyusui yang kurang sempurna.

Disarankan kepada Puskesmas Johan Pahlawan supaya meningkatkan penyuluhan tentang IMD dan ASI eksklusif, memberdayakan kader posyandu dan membentuk kelompok pendukung ASI. Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat agar membuat progam pelatihan dan penyegaran IMD, memberlakukan kebijakan tentang sepuluh langkah menyusui di rumah sakit, puskesmas, klinik bersalin dan bidan praktek swasta, serta membuat tindakan tegas bagi petugas yang tidak mengindahkannya.


(7)

ABSTRACT

Majority of midwives in Johan Pahlawan Sub-district ot West Aceh District were trained in Early Initiation in 2007, intended to increase the exclusive proportion of mother’s milk. However, the implementation of early initation is not adequate yet.

This study was intended to analyze the supporting and inhibiting factors in the implementation of early initation and mother’s milk in Johan Pahlawan Sub district, West Aceh District. The study was a qualitative study, using phenomenological approach. The key informants in the study were the heads of health centre. The midwives coordinators, the rural midwives, and the integrated service centre cadres. The main informants were mothers who had six-month babies and her family members (husbands, mothers, mother-in-laws, brothers and sisters, brother/sister-in-laws, and grandmothers). The method of collecting the data were using intensive interviews and observation. The data were analyzed by using constant cooperative method.

The result of study showed that the supporting factors of implementing the early initiation could be seen in the trained midwives, the geographical condition, and the active intergrated public service centre. The inhibiting factors were as follows: some of the midweves who worked at the public health centre and the hospitals did not completely attend the intergrated public service centre training, and some of the mothers were fatigue. Some supporting factors in giving the mother’s milk were, among others, the awareness of the husbands and their spouses of the exclusive mother’s milk, the willingness and the positive attitude of mothers to the exclusive mother’s milk, and the availability of health facilies. Some inhibiting factors of giving the exclusive mother’s milk were the madeueng custom, the inadequate support of the health service and health field service workers in informing the exclusive mother’s milk, the lack of mother’s knowledge on the exclusive mother’s milk, the embedded nipples, and bad position in breastfeeding

It is suggested that the Johan Pahlawan health centre enhance the information of the integrated service centre and the exclusive mother’s milk, empower the integrated publik service cehtre cadres, and establish the supporting group of mother’s milk. It is also suggested that the district heald office in West Aceh District make training and refreshing programs, implement the ten-step breastfeeding at the hospital, health centre, delivery clinics, private delivery clinics, and take a firm action to the officials who neglect it.

Keywords: Early Initiation, Mother’s Milk


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Inisiasi Menyusu Dini dan Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif di Desa Lapang Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat”.

Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan bantuan dari beberapa pihak, dalam kesempatan ini izinkanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, serta seluruh jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan dorongan selama penulis mengikuti pendidikan.

3. Dr. Fikarwin Zuska selaku ketua komisi pembimbing dalam penulisan tesis ini dan Dra. Jumirah, Apt, M.Kes sebagai anggota komisi pembimbing yang telah


(9)

meluangkan waktu dan pikiran dengan penuh perhatian dan kesabaran dalam memberikan bimbingan sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

4. Dr. Ir. Evawani Y. Aritonang, M.Si dan Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat sebagai komisi penguji tesis.

5. Para dosen di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat beserta seluruh jajarannya. 7. Kepala Puskesmas Kecamatan Johan Pahlawan.

8. Bidan koordinator Puskesmas Johan Pahlawan, dan bidan desa yang bertugas di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Johan Pahlawan.

9. Para teman sejawat dan rekan-rekan mahasiswa di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat.

10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis.

Secara khusus penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Ibunda, suami dan ananda tercinta serta seluruh keluaga yang telah memberi dorongan dan dukungan baik moral maupun materil yang tak terbatas kepada penulis selama mengikuti pendidikan di Universitas Sumatera Utara.

Medan, November 2009


(10)

RIWAYAT HIDUP

Afifah, lahir pada tanggal 11 Desember 1965 di Pantai Cermin Kecamatan Seunagan Kabupaten Aceh Barat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, anak ke tiga dari empat bersaudara dari pasangan M. Yusuf Hamid dan Ibunda Hamidah.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Inpres pada tahun 1973 dan diselesaikan pada tahun 1979, Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Jeuram pada tahun 1979 dan diselesaikan pada tahun 1982, Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Meulaboh pada tahun 1982 dan diselesaikan pada tahun 1986, Program Pendidikan Bidan (PPD) pada SPK Departemen Kesehatan di Banda Aceh pada tahun 1990, Strata Satu (S-1) di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammaddyah pada tahun 2000 dan diselesaikan pada tahun 2004, Strata Dua (S-2) di Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan Minat Studi Administrasi Kebijakan dan Kesehatan pada tahun 2007 dan diselesaikan pada tahun 2009.

Pada tahun 1986 sampai pada tahun 1989 menjadi perawat di Puskesmas Kecamatan Samatiga, Bidan di Rumah Sakit Umum (RSU) Cut Nyakdhien Meulaboh pada tahun 1991 sampai tahun 1995, Bidan di Puskesmas Biren bayen Kabupaten Aceh Timur pada tahun 1995 sampai tahun 1998, Bidan di Puskesmas Peukan Bada Kota Madia Banda Aceh pada tahun 1998 sampai tahun 2004, dan Staf Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2004 sampai sekarang.


(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) ... 7

2.2. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif ... 13

2.3. Sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui ... 21

2.4. Faktor yang mendukung pelaksana IMD ... 22

2.5. Faktor yang menghambat pelaksanaan IMD... 27

2.6. Faktor yang mendukung pemberian ASI eksklusif ... 29

2.7. Faktor yang menghambat pemberian ASIeksklusif ... 33

2.8. Landasan teori ... 40

2.9. Kerangka pikir ... 41

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 42

3.1. Jenis Penelitian ... 42

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

3.3. Pemilihan Informan ... 43

3.4. Metode pengumpulan data ... 45

3.5. Metode Analisis Data ... 47

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 48

4.1. Gambaran Umum Kecamatan Johan Pahlawan ... 48

4.1.1. Letak dan Geografis... 48

4.1.2. Gambaran Penduduk Kecamatan Johan Pahlawan ... 48

4.2. Pelaksanaan IMD dan ASI eksklusif ... 51

4.2.1. Pendapat Kepala Puskesmas dan bidan koordinator KIA tentang pelaksanaan IMD dan ASI eksklusif ... 52


(12)

4.2.2. Gambaran pelaksanaan IMD dan pemberian

ASI eksklusif ... 53

BAB 5. PEMBAHASAN ... 84

5.1. Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini... 84

5.1.1. Faktor Pendukung Pelaksanaan IMD ... 84

5.1.2. Faktor Penghambat Pelaksanaan IMD ... 91

5.2. Pemberian ASI Eksklusif ... 96

5.2.1. Faktor Pendukung Pemberian ASI Eksklusif ... 96

5.2.2. Faktor Penghambat Pemberian ASI Eksklusif ... 104

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 122

6.1. Kesimpulan ... 122

6.2. Saran ... 124


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Pedoman Wawancara ... 128 2. Jadwal Penelitian ... 132 3. Foto-Foto Saat Penelitian di Lapangan ... 133 4. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 5. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ...


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan yang alami yang disediakan untuk bayi. Pemberian ASI secara eksklusif serta proses menyusui yang benar merupakan sarana yang dapat diandalkan untuk membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, karena ASI adalah makanan satu-satunya yang paling sempurna untuk menjamin tumbuh kembang bayi pada enam bulan pertama. Selain itu dalam proses menyusui yang benar, bayi akan mendapatkan perkembangan jasmani, emosi maupun spiritual yang baik dalam kehidupannya.

Namun demikian masih banyak ibu-ibu yang mengalami kesulitan untuk menyusui bayinya. Hal ini disebabkan antara lain karena kemampuan bayi untuk menghisap ASI kurang sempurna sehingga secara keseluruhan proses menyusu terganggu. Di samping itu selama ini penolong persalinan selalu memisahkan bayi dari ibunya segera setelah lahir, untuk dibersihkan, ditimbang, ditandai, dan diberi pakaian sehingga proses menyusu dalam satu jam pertama setelah kelahiran tidak terlaksana.

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah proses alami mengembalikan bayi manusia untuk menyusu, yaitu dengan memberi kesempatan kepada bayi untuk mencari dan menghisap ASI sendiri, dalam satu jam pertama pada awal kehidupannya, untuk menjamin berlangsungnya proses menyusui yang benar, dengan


(15)

menyusu secara baik dan benar maka kematian bayi serta gangguan perkembangan bayi dapat dihindari (Roesli, 2008).

Pelaksanaan IMD pada saat setelah bayi lahir yang diterapkan pada setiap ibu yang akan melahirkan sangat bermanfaat bagi ibu dan bayi karena proses alami mengembalikan bayi manusia untuk menyusu, yaitu dengan memberi kesempatan pada bayi untuk mencari dan mengisap ASI sendiri dalam satu jam pertama pada awal kehidupannya. Menurut Karen dan Edmon (2006) dengan pelaksanaan IMD 22% dapat menyelamatkan nyawa bayi umur di bawah 28 hari dan ternyata bayi yang diberi kesempatan untuk menyusu dini delapan kali lebih berhasil diberi ASI eksklusif (Fika dan Syafiq, 2003).

Manfaat dari IMD yaitu apabila terjadi kontak kulit dan hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di puting susu ibu dan sekitarnya, emutan, jilatan bayi pada puting ibu, merangsang pengeluaran hormon oksitosin, hormon oksitosin ini sangat membantu rahim ibu untuk berkontraksi sehingga merangsang pengeluaran plasenta dan mengurangi perdarahan setelah melahirkan.

Pemberian ASI secara eksklusif sampai bayi berumur enam bulan pada setiap ibu yang mempunyai bayi sangat diharapkan, karena mempunyai manfaat baik untuk ibu maupun untuk bayi itu sendiri. Apabila bayi diberikan ASI secara eksklusif maka bayi akan memperoleh nutrisi yang mengandung zat yang sangat sempurna, sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan kecerdasan. Juga dirasakan manfaatnya oleh sang ibu apabila menyusui secara eksklusif, dapat mengurangi terjadinya anemia, menjarangkan kehamilan, mengecilkan rahim, lebih cepat


(16)

langsing, mengurangi kemungkinan menderita kanker payudara, lebih ekonomis, tidak merepotkan dan menghemat waktu, serta memberi kepuasan bagi sang ibu.

Karena kurang pemahaman tentang inisiasi menyusu dini dan pemberian ASI secara eksklusif, sehingga pelaksanaan IMD dan pemberian ASI secara eksklusif tidak dihiraukan: bayi tidak dilakukan IMD, pemberian pisang sebagai makanan utama, memberi susu formula, memberikan makanan siap saji, padahal penyuluhan tentang IMD dan ASI eksklusif semakin gencar, petugas kesehatan sudah banyak dilatih baik itu pelatihan IMD maupun ASI eksklusif, posyandu semakin aktif, promosi bidan delima dan lain-lain.

Pemahaman tentang IMD dan pemberian ASI secara eksklusif merupakan persoalan yang sangat penting. Yang memungkinkan terlaksananya IMD dan pemberian ASI secara eksklusif apabila individu, keluarga, petugas kesehatan serta masyarakat sudah memahami tentang pengertian, manfaat, serta tujuan dari IMD dan pemberian ASI secara eksklusif. Anggapan ini sejalan dengan pendapat Roesli (2008), bahwa ketidak keberhasilan ibu menyusui bayinya sampai usia enam bulan, sebenarnya hanya satu masalah, yaitu ibu belum memahami sepenuhnya cara menyusui yang benar termasuk teknik dan cara memperoleh ASI terutama saat mereka harus bekerja.

Tidak terlaksana IMD sering terjadi pada ibu yang melahirkan secara operasi disebabkan karena ibu dilakukan anestesi yang menyebabkan ibu mengantuk sehingga kurang respon terhadap bayi, petugas di kamar operasi terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga tidak ada waktu untuk melakukan IMD. Padahal menunda


(17)

permulaan menyusu lebih dari satu jam menyebabkan kesukaran menyusui (Lennart, 1999).

Pemberian ASI tidak secara eksklusif sering terjadi karena ibu dan keluarga menganggap bahwa ASI saja tidak mencukupi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi sehingga diperlukan makanan tambahan, hal ini dapat menganggu kehidupan bayi, Karena pada umur 0-6 bulan bayi hanya memerlukan ASI sebagai makanan utama untuk pertumbuhan dan perkembangan otak sehingga tidak menyebabkan “otak kosong”. Otak kosong dapat menimbulkan “lost generatio”, yaitu generasi yang tidak mampu bersaing atau berkompetisi secara sehat di masyarakat (Nency, 2005).

Menurut Nency (2005), bahwa otak merupakan suatu aset yang vital bagi anak untuk dapat menjadi manusia yang berkualitas di kemudian hari. otak kosong adalah rendahnya tingkat kecerdasan anak yang menyebabkan rendahnya kemampuan untuk mengikuti pendidikan dan tidak memiliki daya saing. Tingkat kecerdasan yang rendah diakibatkan rendahnya asupan protein, zat besi, vitamin dan asam lemak omega 3 pada masa pembentukan otak yaitu usia 0-2 tahun (soesilawati dalam Seminar harapan, 25 januari 2002).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Johan Pahlawan, jumlah bayi dari mulai bulan Januari sampai dengan Mei 2009 sebanyak 262 orang, bidan yang melakukan IMD pada bayi yang baru lahir sebanyak 30% dari persalinan yang ditolong oleh bidan. Sedangkan bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif hanya 35% diberikan makanan tambahan sebelum bayi berusia sampai 6 bulan.


(18)

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat. Karena dari 12 Kecamatan yang ada di Kabupaten Aceh Barat, Kecamatan Johan Pahlawan yang banyak penduduknya serta tenaga bidan yang bertugas di Puskesmas Johan Pahlawan juga cukup memadai yaitu sebanyak 25 orang, baik yang bertugas di Puskesmas maupun yang membina Desa. Persalinan pada umumnya ditangani oleh tenaga kesehatan, hanya sebagian kecil yang masih ditangani oleh dukun kampung. Bidan yang bertugas di Puskesmas maupun yang membina desa sebagian besar sudah mengikuti pelatihan baik itu pelatihan asuhan persalinan normal (APN), inisiasi menyusu dini (IMD), dan konselor air susu ibu (ASI). Namun pada kenyataannya masih ada ibu-ibu yang mempunyai bayi pada saat melahirkan tidak dilakukan IMD, dan pemberian ASI secara eksklusif.

Dengan berbagai alasan-alasan yang dikemukanan sebelumnya, maka perlu dilakukan penelitian untuk dapat mengangkat penyebab-penyebab tidak terlaksananya IMD dan pemberian ASI secara eksklusif, serta penyebab-penyebab terlaksananya IMD dan pemberian ASI secara eksklusif di Kecamatan Johan pahlawan.

1.2. Permasalahan

Pengkajian dalam penelitian ini adalah penyebab tidak terlaksananya IMD dan pemberian ASI secara eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan, serta penyebab terlaksana IMD dan pemberian ASI secara eksklusif.


(19)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis alasan/penyebab mengapa sebagian masyarakat kecamatan Johan Pahlawan tidak melaksanakan IMD dan pemberian ASI secara eksklusif, serta alasan/penyebab melakukan IMD dan pemberian ASI secara eksklusif.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat sebagai bahan masukan evaluasi keberhasilan progam pelaksanaan IMD dan pemberian ASI secara eksklusif, sehingga dapat membuat suatu kebijakan untuk menanggulangi permasalahan tersebut.

2. Sebagai bahan masukan kepada Puskesmas Johan pahlawan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya pelaksanaan IMD dan pemberian ASI secara eksklusif, serta bahaya pemberian makanan terlalu dini pada bayi yang baru lahir juga dapat meningkatkan peran kader posyandu dimasyarakat.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Inisiasi menyusu dini (IMD) atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Sebenarnya bayi manusia seperti juga bayi mamalia lain mempunyai kemampuan untuk menyusu sendiri sehingga terjadi kontak kulit antara ibu dan bayi, si bayi dibiarkan di atas dada ibu serta diselimuti dengan kain. Hal ini dilaksanakan pada satu jam pertama bayi lahir, dalam waktu tiga puluh menit bayi akan mencari payudara ibu dan dalam usia 50 menit bayi telah menyusu dengan baik. Hisapan bayi merangsang hormon oksitosin untuk memproduksi ASI, hormon oksitosin juga merangsang rahim untuk berkontraksi sehingga mengurangi perdarahan pada ibu pasca persalinan (Roesli, 2008).

Dari hasil penelitian dalam dan luar Negeri ternyata IMD tidak hanya menyukseskan pemberian ASI eksklusif, tetapi terlihat hasil yang nyata yaitu menyelamatkan satu juta nyawa bayi. Bayi yang berkesempatan melakukan IMD presentase masih menyusunya bayi 6 bulan adalah 59% dan bayi usia 12 bulan adalah 38%. Pada bayi yang tidak diberi kesempatan IMD presentasi yang masih menyusu hanya 19% untuk bayi usia 6 bulan dan 8% untuk bayi usia 12 bulan.

Menurut The World Health Report 2005, angka kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah 20/1000 kelahiran hidup. Ini menunjukkan bahwa setiap hari ada 246 bayi meninggal, setiap satu jam ada 10 bayi Indonesia meninggal. Berdasarkan 7


(21)

penelitian WHO (2000) di enam negara berkembang risiko kematian bayi antar usia 9-12 bulan meningkat 40% jika bayi tersebut tidak disusui. Untuk bayi berusia dibawah 2 bulan angka kematian ini meningkat menjadi 48%. Peran dari pada IMD sekitar 40% kematian balita terjadi pada 1 bulan pertama kehidupan bayi, IMD dapat mengurangi 22% kematian bayi umur 28 hari dengan demikian IMD mengurangi angka kematian BALITA 8,8%. Berikut langkah-langkah melakukan IMD yang dianjurkan:

1. Begitu bayi lahir diletakkan di perut ibu yang sudah dialasi kain kering.

2. Keringkan seluruh tubuh bayi termasuk kepala secepatnya, kecuali kedua tangan. 3. Tali pusat dipotong dan diikat.

4. Vernix (zat lemak putih) yang melekat di tubuh bayi sebaiknya tidak dibersihkan karena zat ini membuat nyaman kulit.

5. Tanpa dibedong, bayi ditengkurapkan di dada atau perut ibu dengan kontak kulit bayi dan kulit ibu. Ibu dan bayi diselimuti bersama, jika perlu diberi topi untuk mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya.

Sering kita khawatir bayi kedinginan, menurut peneliti Niels Bergman dari Afrika Selatan, kulit dada ibu yang melahirkan 1 derajat lebih panas dari ibu yang tidak melahirkan. Jika bayinya kedinginan suhu kulit ibu otomatis naik 2 derajat untuk menghangatkan bayi. Jika bayi kepanasan, suhu kulit ibu otomatis turun 1 derajat untuk mendinginkan bayinya. Kulit ibu bersifat termoregulator atau thermal synchrony bagi suhu bayi.


(22)

Pentingnya kontak kulit dan menyusu sendiri dalam satu jam pertama kehidupan bayi adalah:

1. Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara. Ini akan menurunkan kematian karena kedinginanan (hypothermia). 2. Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernafasan dan detak jantung bayi lebih stabil.

Bayi akan lebih jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian energy.

3. Saat merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya dan bayi akan menjilat-jilat kulit ibu, menelan bakteri “baik “di kulit ibu. Bakteri baik ini akan berkembang biak membentuk koloni di kulit dan usus bayi, menyaingi bakteri “jahat”dari lingkungan.

4. Bonding (ikatan kasih sayang) antara ibu dan bayi akan lebih baik karena pada satu sampai dua jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setelah itu, biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama.

5. Makanan awal non ASI mengandung zat putih telur yang bukan berasal dari susu manusia, misalnya dari susu hewan, hal ini dapat mengganggu pertumbuhan fungsi usus dan mencetuskan elergi lebih awal.

6. Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini lebih berhasil menyusui eksklusif dan akan lebih lama disusui.

7. Hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi diputing susu ibu dan sekitarnya, emutan, dan jilatan bayi pada puting susu ibu merangsang pengeluaran hormon oksitosin.


(23)

8. Bayi akan mendapatkan ASI kolosrum (ASI yang pertama kali keluar), bayi yang di beri kesempatan inisiasi menyusu dini lebih awal mendapat kolostrum dari pada yang tidak diberi kesempatan. Kolostrum, ASI istimewa yang kaya akan daya tahan tubuh penting untuk ketahanan terhadap infeksi, penting untuk pertumbuhan usus, bahkan kelangsungan hidup bayi. Kolostrum akan membuat lapisan yang melindungi dinding usus bayi yang masih belum matang sekaligus mematangkan dinding usus ini.

9. Ibu dan ayah akan merasa sangat bahagia bertemu dengan bayinya untuk pertama kali dalam kondisi seperti ini, bahkan, ayah mendapat kesempatan mengazankan anaknya di dada ibunya. Suatu pengalaman batin bagi ketiganya yang amat indah.

Kolostrum harus diberikan dan jangan dibuang karena cairan emas ini yang encer dan seringkali berwarna kuning atau dapat pula berwarna jernih lebih menyerupai darah dari pada susu, sebab mengandung sel darah putih yang dapat membunuh kuman penyakit. Merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan zat yang tidak terpakai dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran pencernaan makanan, serta lebih banyak mengandung protein dan zat anti-infeksi.

Jika bayi baru lahir segera dikeringkan dan diletakkan di perut ibu dengan kontak kulit ke kulit dan tidak dipisahkan dari ibunya setidaknya satu jam, semua bayi akan melalui lima tahapan perilaku sebelum bayi berhasil menyusui:

1. Dalam tiga puluh menit pertama: stadium istirahat/diam dalam keadaan siaga. Bayi diam tidak bergerak sesekali matanya terbuka lebar melihat ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan dalam


(24)

kandungan ke keadaan di luar kandungan. Bonding merupakan dasar pertumbuhan bayi dalam suasana aman. Hal ini meningkatkan kepercayaan diri ibu terhadap kemampuan menyusui dan mendidik bayinya. Kepercayaan diri ayah pun menjadi bagian keberhasilan menyusui dan mendidik anak bersama ibunya. Langkah awal keluarga sakinah.

2. Antara tiga puluh sampai empat puluh menit, mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti mau minum, mencium dan menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan cairan ketuban yang ada ditangannya. Bau ini sama seperti bau cairan yang dikeluarkan payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan payudara dan puting susu ibu.

3. Mengeluarkan air liur, saat menyadari bahwa ada makanan di sekitarnya.

4. Bayi mulai bergerak ke arah payudara, areola (kalang payudara) sebagai sasaran, dengan kaki menekan perut ibu, bayi menjilat kulit ibu, menghentak-hentak kepala ke dada ibu, menoleh ke kanan dan ke kiri, serta menyentuh dan meremas daerah puting susu dan sekitarnya dengan tangan yang mungil.

5. Menemukan, menjilat, mengulum puting, membuka mulut lebar, dan melekat dengan baik.

Berikut ini langkah-langkah yang perlu diperhatikan untuk menyukseskan terjadinya inisiasi menyusu dini adalah sebagai berikut:

1. Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat persalinan.

2. Disarankan untuk tidak atau mengurangi penggunaan obat kimiawi saat persalinan.


(25)

3. Biarkan ibu menentukan cara melahirkan yang diinginkan.

4. Seluruh badan dan kepala bayi dikeringkan secepatnya kecuali kedua tangannya, lemak putih (vernik) yang menyamankan kulit bayi sebaiknya dibiarkan.

5. Bayi ditengkurapkan di dada atau perut ibu. Biarkan kulit bayi melekat dengan kulit ibu. Posisi kontak kulit dengan kulit ini dipertahankan minimum satu jam atau setelah menyusu awal selesai. Keduanya diselimuti, jika perlu diberi topi. 6. Bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya. Ibu dapat merangsang bayi dengan

sentuhan lembut, tapi tidak memaksakan bayi ke puting susu ibu.

7. Dianjurkan untuk memberi kesempatan kontak kulit dengan kulit pada ibu yang melahirkan dengan tindakan, misalnya operasi Caesar.

Persiapan melakukan inisiasi menyusu dini antara lain yang harus dilakukan: 1. Pertemuan pimpinan Rumah Sakit, dokter kebidanan, dokter anak, dokter

anastesi, bidan, tenaga kesehatan yang bertugas di kamar bersalin, kamar operasi, kamar perawatan ibu melahirkan untuk mensosialisasikan Rumah sakit sayang bayi.

2. Melatih tenaga terkait yang dapat menolong dan mendukung ibu menyusui, termasuk menolong inisiasi menyusu dini yang benar.

3. Setidaknya antenatal, dua kali pertemuan tenaga kesehatan bersama orang tua, membahas keuntungan ASI dan menyusui, tatalaksana menyusui yang benar, inisiasi menyusu dini termasuk inisiasi dini pada kelahiran dengan obat-obatan atau tindakan.


(26)

2.2. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif

Yang dimaksud ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara ekslusif adalah bayi hanya diberi ASI, tanpa ada tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biscuit, bubur nasi dan tim (Roesli, 2000).

Pemberian ASI secara eksklusif dianjurkan untuk jangka waktu sampai umur 6 bulan. Pada tahun 1999 UNICEF memberikan klarifikasi tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI eksklusif. Rekomendasi terbaru UNICEF bersama World Health Assembly (WHA) dan banyak Negara lainnya adalah menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif adalah selama 6 bulan.

ASI eksklusif membantu melindungi bayi dari diare, sindrom kematian tiba-tiba pada bayi, infeksi telinga dan penyakit infeksi lain yang biasa terjadi. Bayi yang diberi susu sapi mungkin tidak mendapat cukup zat besi, dan mereka sering kena anemia. Bayi yang disusu secara eklusif mendapat cukup zat besi dan mereka terlindung dari anemia kekurangan zat besi setidaknya sampai usia 6 bulan , bahkan seringkali lebih lama dari itu. Susu formula adalah zat mati yang tidak mengandung sel-sel darah putih atau anti bodi, dan faktor-faktor anti infeksi lainya. Dengan demikian fungsi perlindungannya terhadap infeksi sangatlah kecil (WHO, 1993).

Meskipun bayi terus menerima imunitas melalui ASI selama mereka terus disusui kekebalan paling besar diterima bayi saat dia diberikan ASI eksklusif. ASI memiliki kandungan lebih 50 faktor imunitas yang sudah dikenal dan mungkin lebih banyak lagi yang masih tidak diketahui. Satu studi memperlihatkan bayi yang


(27)

diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan atau lebih, mengalami infeksi telinga 40% lebih sedikit dari pada bayi yang diberi ASI ditambah makanan tambahan lain. Probabilitas terjadinya penyakit pernapasan selama masa kanak-kanak secara signifikan berkurang bila bayi diberikan ASI eksklusif setidaknya selama 15 minggu dan makanan padat tidak diberikan selama periode ini (Wilson, 1998). Lebih banyak lagi studi yang juga mengaitkan tingkat eksklusivitas ASI dengan meningkatnya kesehatan.

Bayi sehat pada umumnya tidak memerlukan makanan tambahan sampai usia 6 bulan. Pada keadaan-keadaan khusus dibenarkan untuk mulai memberikan makanan padat setelah bayi berumur 6 bulan. Misalnya terjadi peningkatan berat badan yang kurang dari standar atau didapatkan tanda-tanda lain yang menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif tidak berjalan dengan baik. Namun sebelum diberi makanan tambahan sebaiknya coba diperbaiki cara menyusuinya. Selain itu bayi sering disusui, perhatikan posisi menyusui dan tanda-tanda perlekatan yang baik.

Untuk mengetahui posisi menyusui yang benar ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain adalah:

1. Kepala dan badan bayi berada dalam satu garis yang lurus.

2. Wajah bayi harus menghadap payudara dan hidung berhadapan dengan puting. 3. Ibu harus mendekap tubuh bayi dekat dengan tubuhnya.

4. Jika bayi baru lahir, ibu harus menompang bokongnya bukan hanya kepala dan bahunya.


(28)

1. Dagu bayi menyentuh payudara ibu 2. Mulut bayi terbuka lebar

3. Bibir bawah bayi terbuka atau dower 4. Areola bagian atas kelihatan sedikit.

Untuk mencapai keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif ada tujuh langkah yang sangat penting diperhatikan terutama bagi ibu pekerja. Menyusui memang akan mempengaruhi seluruh keluarga terutama suami, nenek, kakak, mertua dan kakek, dilibatkan dalam langka-langkah ini karena dukungan mereka sangat berarti.

1. Mempersiapkan payudara bila diperlukan. 2. Mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui.

3. Menciptakan dukungan keluarga, teman dan sebagainya.

4. Memilih tempat melahirkan yang sayang bayi seperti Rumah Sakit sayang bayi atau Rumah Bersalin sayang bayi.

5. Memilih tenaga Kesehatan yang mendukung pemberian ASI secara eksklusif. 6. Mencari ahli persoalan menyusui seperti Klinik Laktasi dan atau konsultasi

Laktasi untuk persiapan apbila kita menemui kesukaran.

7. Menciptakan suatu sikap yang positif tentang ASI dan menyesui.

Bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI secara eksklusif selama paling sedikit 4 bulan dan bila mungkin sampai 6 bulan, meskipun cuti hamil hanya 3 bulan. Dengan pengetahuan yang benar tentang menyusui, perlengkapan


(29)

memerah ASI, dan dukungan lingkungan kerja, seorang ibu yang bekerja dapat tetap memberikan ASI secara eksklusif.

Memberikan ASI eksklusif tidak saja merupakan hal yang terbaik untuk bayi, tetapi juga hal yang menguntungkan bagi perusahaan. Hal ini didukung oleh bukti secara ilmiah bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif akan lebih sehat. Bayi yang tidak diberi ASI eksklusif akan tiga kali lebih sering dirawat.

ASI adalah cairan yang dihasilkan oleh kelenjar payudara wanita melalui proses laktasi dan merupakan makanan bernutrisi, berenergi tinggi, yang mudah untuk dicerna (Munasir, 2008). ASI memiliki kandungan yang dapat membantu penyerapan nutrisi. Pada bulan-bulan awal saat bayi dalam kondisi yang paling rentan. Komposisi ASI tidak selalu sama, komposisinya bervariasi menurut usia bayi, dan bervariasi dari awal hingga akhir menyusui, komposisinya juga bervariasi di antara waktu-waktu menyusui.

ASI bukan sekedar makanan untuk bayi tapi merupakan cairan hidup yang melindungi bayi dari infeksi, ASI mengandung sel-sel darah putih dan sejumlah faktor anti-infektif yang membantu melindungi bayi dari infeksi. ASI juga mengandung antibodi terhadap berbagai infeksi yang pernah dialami ibu sebelumnya Saat ibu terinfeksi, sel-sel darah putih dalam tubuhnya menjadi aktif dan menciptakan antibodi terhadap infeksi tersebut, sebagian sel-sel darah putih tersebut mengalir ke payudara dan membentuk antibodi yang kemudian dikeluarkan bersama ASI untuk melindungi bayinya. Itulah sebabnya bayi sebaiknya tidak dipisahkan dari ibunya


(30)

pada saat si ibu terserang infeksi, karena ASI akan melindungi bayinya terhadap infeksi tersebut.

Beberapa studi menunjukkan bahwa menyusui bisa membantu anak berkembang secara intelektual. Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) yang diberi ASI pada minggu minggu pertama hidupnya menunjukkan hasil yang lebih baik dalam tes kecerdasan di akhir masa kanak-kanaknya, dibanding anak-anak yang diberi susu formula. Selama 6 bulan pertama kehidupannya, pemberian ASI ekslusif dapat memberikan semua zat gizi dan air yang diperlukan bayi. Sejak usia 6 bulan ASI saja tidak lagi mencukupi. Sejak usia 6 bulan, semua bayi sebaiknya menerima makanan lain, yang disebut makanan pendamping disamping ASI. Beberapa bayi memerlukan makanan pendamping pada usia 6 bulan. Makanan pendamping dapat diberikan dengan cangkir atau sendok dan pemberian dengan botol tak diperlukan. Akan tetapi, ASI tetap menjadi sumber energi dan zat gizi berkualitas tinggi melewati tahun kedua kehidupan anak. Dibandingkan dengan susu lain ASI mempunyai manfaat yang luar biasa di antaranya :

A. Manfaat Bagi Bayi 1. ASI Sebagai Nutrisi

ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan, ASI adalah makanan bayi yang sangat sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya, juga sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan tubuh normal sampai usia 6 bulan.


(31)

2. ASI Meningkatkan Daya Tahan Tubuh

Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat imunoglobin dari ibunya melalui plasenta. Namun kadar zat ini akan cepat sekali menurun segera setelah bayi lahir. Badan bayi sendiri baru membuat zat kekebalan cukup banyak sehingga mencapai kadar protektif pada waktu berusia sekitar 9-12 bulan. Pada saat kadar zat kekebalan bawaan menurun, sedangkan yang dibentuk oleh badan bayi belum mencukupi maka akan terjadi kesenjangan zat kekebalan pada bayi. Kesenjangan akan hilang atau berkurang apabila bayi diberi ASI.

3. ASI Meningkatkan Kecerdasan

ASI juga mengandung nutrient-nutrien khusus yang diperlukan otak bayi agar tumbuh optimal, nutrient-nutrien itu tidak terdapat pada atau hanya sedikit pada susu sapi antara lain taurin, laktosa, dan asam lemak ikatan panjang. Hasil penelitian Lukas (1993) terhadap 300 bayi prematur membuktikan bahwa bayi prematur yang diberikan ASI eksklusif mempunyai IQ yang lebih tinggi (8,3 point lebih tinggi) dibanding bayi prematur yang tidak diberi ASI eksklusif.

4. Menyusui Meningkatkan Jalinan Kasih Sayang

Bayi yang sering berada dalam dekapan ibunya karena menyusu akan merasakan kasih sayang ibunya, ia akan aman dan tentram, terutama masih dapat mendengarkan detak jantung ibunya yang telah ia kenal sejak dalam kandungan. Perasaan terlindung dan disayangi inilah yang akan menjadi dasar perkembangan emosi bayi dan membentuk kepribadian yang percaya diri.


(32)

B. Manfaat Bagi Ibu

1. Mengurangi Perdarahan Setelah Melahirkan

Apabila bayi disusui segara setelah lahir maka kemungkinan terjadinya perdarahan setelah melahirkan akan berkurang, karena menyusui terjadi peningkatan kadar oksitosin yang berguna untuk kontraksi/menutup pembuluh darah sehingga perdarahan akan lebih cepat berhenti.

2. Mengurangi Terjadinya Anemia

Mengurangi kemungkinan terjadinya kekurangan darah karena kekurangan zat besi, menyusui mengurangi perdarahan.

3. Menjarangkan Kehamilan

Selama ibu memberi ASI Eksklusif dan belum haid 98% tidak akan hamil pada 6 bulan pertama setelah melahirkan dan 96% tidak akan hamil sampai bayi berusia 12 bulan (Roesli, 2000). Menyusui merupakan cara kontra sepsi yang aman, murah dan cukup berhasil tetapi selama ibu memberikan ASI eksklusif.

4. Mengecilkan Rahim Setelah Persalinan

Kadar oksitosin ibu menyusui yang meningkat akan sangat membantu rahim kembali ke ukuran sebelum hamil.


(33)

Oleh karena menyusui memerlukan energi maka tubuh akan mengambilnya dari lemak yang ketimbun selama hamil.

6. Mengurangi Kemungkinan Menderita Kanker

Pada ibu yang memberikan ASI eksklusif, kemungkinan menderita kanker payudara dan indung telur berkurang. Pada umumnya bila semua wanita dapat melanjutkan menyusui sampai bayi berumur dua tahun atau lebih, diduga angka kejadian kanker payudara akan berkurang sampai sekitar 25%.

7. Lebih Ekonomis dan Murah

Dengan memberi ASI berarti menghemat pengeluaran untuk susu formula, perlengkapan menyusui dan persiapan pembuatan minum susu formula, menghemat pengeluaran untuk berobat bayi.

8. Tidak Merepotkan dan Hemat Waktu

ASI dapat segera diberikan pada bayi tanpa harus menyiapkan atau memasak air, juga tanpa harus mencuci botol dan tanpa menunggu agar susu tidak terlalu panas.

9. Portebel dan Praktis

Mudah dibawa kemana-mana sehingga saat berpergian tidak perlu membawa berbagai alat untuk minum susu.


(34)

Ibu yang berhasil memberikan ASI eksklusif akan merasakan kepuasan, kebanggaan dan kebahagiaan yang mendalam.

2.3. Sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui

Berdasarkan Kepmenkes RI No 450/MENKES/SK/IV/2004 tentang pemberian ASI pada bayi di Indonsia, bahwa terdapat sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM) yaitu:

1. Sarana pelayanan kesehatan (SPK) mempunyai kebijakan peningkatan pemberian air susu ibu (PP-ASI) tertulis yang secara rutin di komunikasikan kepada semua petugas.

2. Melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal pengetahuan dan ketrampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut.

3. Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan penatalaksanaannya di mulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir sampai umur dua tahun termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui.

4. Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit setelah melahirkan yang dilakukan di ruang bersalin, apabila ibu mendapatkan operasi cesar bayi disusui ibu setelah sadar 30 menit.

5. Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara mempertahankan menyusui meski ibu dipisahkan dari bayi atas indikasi medis.

6. Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada bayi baru lahir.


(35)

7. Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam sehari.

8. Membantu ibu menyusui semau bayi semau ibu tanpa pembatasan terhadap lama dan frekuensi menyusui.

9. Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI.

10. Mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan rujuk ibu kepada kelompok tersebut ketika pulang dari Rumah Sakit/Rumah Bersalin/Sarana Pelayanan Kesehatan (Depkes RI, 2004).

Untuk mendukung sepuluh langkah menuju keberhasilan menyusui, maka diperlukan manajemen laktasi. Pelaksanaan progam ASI eksklusif melalui kegiatan manajemen laktasi bertujuan untuk meningkatkan upaya pemberian ASI secara baik dan benar diantaranya penyuluhan dan konseling kepada ibu melahirkan agar ibu mau dan mampu menyusui dengan benar. Pelaksanaan manajemen laktasi merupakan salah satu progam PP-ASI dimulai pada saat kehamilan (antenatal) yang diteruskan pada menyusui selanjutnya (post natal) (Padmawati, 2007).

2.4. Faktor yang Mendukung Terlaksana IMD

Dalam pelaksanaan IMD yang dilakukan pada saat bayi baru lahir, tidak selalu berjalan sebagaimana yang diharapkan, dalam hal pelaksanaannya yang mendukung untuk terlaksananya IMD adalah sebagai berikut :


(36)

1. Peran petugas kesehatan

Ibu yang mengalami masalah dalam menyusui memerlukan bimbingan agar dapat mengatasi masalahnya dan terus menyusui sehingga bisa tercapainya ASI eksklusif. Petugas kesehatan atau relawan yang membantu ibu dengan latar belakang pengalaman berhasil menyusui sendiri tentunya dapat menjadi nilai tambah dalam melaksanakan tugasnya. Dari pengalaman, petugas kesehatan atau relawan dapat membantu ibu dalam memahami hal-hal berikut :

a. Pemberian ASI dapat meringankan beban ekonomi keluarga karena tidak perlu membeli susu formula.

b. Memahami masalah yang mungkin dihadapi dan mengatasinya karena sudah melihat peragaan tentang cara-cara mengatasi masalah menyusui, seperti putting susu lecet, bingung putting, bayi rewel, dll.

c. Memahami bahwa bayi yang disusui jarang mengalami penyakit diare, infeksi saluran nafas bila dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASi (Sulistriani, 2004).

Permasalahan yang sering ditemukan di lapangan yakni belum semua petugas paramedis diberi pesan dan diberi cukup informasi agar menganjurkan setiap ibu untuk menyusui bayi mereka, serta adanya praktek yang keliru dengan memberi susu botol kepada bayi yang baru lahir. Petugas kesehatan harus mengajarkan ibu tentang perawatan bayi, melatih ibu menyusui dengan baik dan benar, manfaat ASI eksklusif dan pemberian ASI dengan baik dan tepat, sehingga dapat menambah pengetahuan


(37)

ibu dan juga harus mampu menumbuhkan motivasi dan rasa percaya diri bahwa ibu dapat menyusui secara eksklusif (Siregar, 2004).

Berdasarkan hasil penelitian Syarifah (2000) yang meneliti faktor diterminan terhadap pola pemberian ASI oleh ibu di wilayah kerja Puskesmas gandus kecamatan Ilir barat II Palembang dengan jumlah responden 97 orang (ibu-ibu yang mempunyai bayi usia 4-6 bulan), ditemukan empat variabel mempunyai hubungan yang bermakna dengan pola pemberian ASI yaitu : pengetahuan, sikap, dukungan petugas kesehatan dan dorongan keluarga. Dari hasil analisis menunjukkan variabel yang berpengaruh terhadap pola pemberian ASI adalah dukungan petugas kesehatan.

2 Bidan Tinggal di Desa

Tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi disebabkan karena jangkauan pelayanan kesehatan masih terbatas di samping kesadaran dan kemampuan masyarakat termasuk ibu masih rendah. Oleh sebab itu perlu adanya bidan desa. Bidan di Desa adalah bidan yang ditempatkan, diwajibkan tinggal serta bertugas melayani masyarakat di wilayah kerjanya, yang meliputi 1 sampai 2 Desa. Bidan dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab langsung kepada kepala puskesmas setempat dan bekerja sama dengan perangkat Desa.

Tujuan bidan tinggal di Desa untuk meningkatkan mutu dan pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan dalam rangka menurunkan angka kematian ibu, angka kematian bayi, yang didukung oleh meningkatnya kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup sehat. Serta meningkatnya cakupan dan mutu pelayanan kesehatan


(38)

ibu hamil, pertolongan persalinan, perawatan nifas, kesehatan bayi dan anak balita, serta pelayanan dan konseling pemakaian kontrasepsi serta keluarga berencana melalui upaya strategis antara lain posyandu dan polindes.

3 Posyandu

Pos pelayanan terpadu (POSYANDU), merupakan wadah kegiatan berbasis masyarakat (peran serta masyarakat) yaitu dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat. Posyandu menghimpun seluruh kekuatan dan kemampuan masyarakat untuk melaksanakan, memberikan serta memperoleh informasi dan pelayanan sesuai kebutuhan dalam upaya peningkatan status gizi masyarakat.

Posyandu ini dapat diharapkan dapat berfungsi secara optimal sehingga mampu menyelamatkan dan meningkatkan status gizi maupun derajat kesehatan anak serta ibu sebagai upaya mencegah terjadinya hilang generasi penerus bangsa. Posyandu dalam fungsinya sebagai wadah pemantauan tubuh kembang anak, yang mampu secara profeisonal, memberikan pelayanan kesehatan termasuk meningkatkan kesadaran untuk berprilaku gizi seimbang sehingga terwujud KADARZI (keluarga sadar gizi). Seluruh kegiatan berlangsung dengan prinsip partisifasif, efisien, efektif, transparans serta dapat dipertanggungjawabkan dan saling mendukung serta merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam posyandu ada dua kegiatan yaitu kegiatan dasar yang disebut sebagai kegiatan pelayanan minimal posyandu, yang terdiri dari kegiatan perbaikan gizi, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana,


(39)

imunisasi dan penanggulangan diare. Kegiatan di luar paket minimal disebut paket pelayanan pilihan posyandu. Yaitu berdasarkan masalah dan kebutuhan yang dirasakan di wilayah masing-masing, diantaranya kesehatan lingkungan, perkembangan anak, penanggulangan penyakit menetap, dan usaha kegiatan gigi masyarakat daerah (UKGMD).

Apabila kader tidak mampu membantu masyarakat untuk menangani suatu masalah maka kader akan melakukan rujukan ke Puskesmas agar orang tersebut segera ditangani oleh petugas kesehatan. Kader posyandu melakukan rujukan ke Puskesmas pada hari buka posyandu, tetapi apabila kader mendapatkan masalah maka kader akan melakukan rujukan di luar hari buka posyandu kepada tenaga kesehatan.

4 Geografi

Kondisi geografi sangat berkaitan erat dengan proses pembangunan Desa, progam pembangunan desa yang merupakan salah satu usaha pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, dan mengembangkan kekuatan serta kemampuan sendiri dalam melaksanakan pembangunan. Kegiatan yang berhubungan dengan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana desa seperti jalan, pengairan, bangunan fasilitas umum, serta hal-hal yang berhubungan dengan pembentukan kelompok kerja.

Fenomena geografis yang timbul di permukaan bumi muncul akibat interaksi antar manusia dan lingkungannya. Interaksi itu menimbulkan bentang alam dan bentang budaya, peranan manusia dalam interaksi sangat menonjol. Letak desa


(40)

dikaitkan dengan kondisi alam diantaranya daerah dataran rendah, dataran tinggi atau daerah pantai. Pada ketiga letak desa tersebut pola keruangan dan sistem perhubungan yang ada akan sangat berbeda. Pola keruangan desa di dataran rendah dan daerah pantai cenderung sama, pemukiman tertata dengan rapi dan dengan pola yang teratur. Jenis angkutan yang terletak di dataran rendah memiliki sistem perhubungan dan pengakutan yang lebih bervariasi, hampir semua jenis angkutan bisa dengan mudah mencapai lokasi desa.

Motor penggerak pembangunan desa mempunyai peran besar, penggerak pembangunan umumnya berupa lembaga-lembaga yang berada di Desa, yaitu lembaga pemerintah dan bukan pemerintah. Yang termasuk lembaga bukan pemerintah antara lain adalah lembaga kesehatan yaitu BKIA, Poliklinik, puskesmas pembantu, dan posyandu. Terwujudnya masyarakat yang sehat secara jasmani dan rohani tidak lepas dari tingkat kesadaran masyarakat akan kebutuhan kesehatan. Faktor yang lain adalah penataan lingkungan rumah tangga masing-masing untuk mengupayakan keadaan rumah yang memenuhi kesehatan seperti kebersihan rumah, tercukupi kebutuhan udara, sinar matahari, saluran air limbah rumah tangga dan terpenuhi kebutuhan air bersih.

2.5. Faktor yang Menghambat Pelaksanaan IMD

1. Ibu Kelelahan

Proses melahirkan yang letih dan melelahkan, serta ibu masih merasakan kesakitan setelah melahirkan membuat ibu enggan melakukan IMD. Ada beberapa


(41)

intervensi yang dapat mengganggu kemampuan alami bayi untuk mencari dan menemukan sendiri payudara ibunya. Di antaranya, obat kimiawi yang diberikan saat ibu melahirkan bisa sampai ke janin melalui ari-ari dan mungkin bisa menyebabkan bayi sulit menyusu pada payudara ibunya. kelahiran dengan obat-obatan dan tindakan seperti operasi, vakum, forcep, bahkan perasaan sakit di daerah kulit yang digunting saat episiotomi dan kelelahan ibu dapat pula menggangu kemampuan alamiah ini.

2. Bidan Kurang Paham

Pengetahuan tentang inisiasi menyusu dini (IMD) belum banyak diketahui masyarakat, bahkan juga oleh petugas kesehatan. Hal ini wajar karena IMD adalah ilmu pengetahuan yang baru bagi Indonesia. Selama ini, masih banyak ibu-ibu yang mengalami kesulitan untuk melakukan IMD dan menyusui bayinya, hal ini disebabkan kemampuan bayi untuk mengngisap ASI kurang sempurna sehingga secara keseluruhan proses menyusu terganggu. Keadaan ini ternyata disebabkan terganggunya proses alami dari bayi untuk menyusu sejak dilahirkan. Selama ini penolong persalinan selalu memisahkan bayi bayi dari ibunya segera setelah lahir, untuk dibersihkan, ditimbang, dan diberi pakaian. Ternyata proses ini sangat mengganggu prose salami bayi untuk menyusu.

Semua petugas kesehatan yang merawat kaum wanita dan anak-anak setelah periode kehamilan memainkan peranan penting dalam mempertahankan kegiatan IMD dan menyusui. Namun banyak petugas kesehatan yang tidak dapat menjalankan peran ini secara efektif karena petugas kesehatan belum memahami untuk


(42)

melakukannya. Dalam kurikulum pendidikan untuk dokter, perawat atau bidan, hanya sedikit waktu yang tersedia untuk membahas ketrampilan memberi dukungan terhadap IMD dan menyusui. Oleh sebab itu, ada kebutuhan untuk melatih ketrampilan untuk melakukan IMD dan kegiatan menyusui, pada semua tenaga kesehatan yang merawat para ibu dan bayi. (WHO, 1993).

2.6. Faktor yang Mendukung Pemberian ASI

1. Pengetahuan

Pengetahuan yaitu hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Hasil dari tahu tersebut mungkin diperoleh dari pengalaman, perasaan, akal pikiran, dan instuisinya setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan yang didapatkan akan menjadi sikap sebagai reaksi atau respon yang masih tetutup dari seseorang terhadap dustu stimulus atau objek.

Menurut Roesli (2007), bahwa hambatan utama tercapainya ASI eksklusif yang benar adalah karena kurang sampainya pengetahuan yang benar tentang ASI eksklusif pada para ibu. Seorang ibu harus mempunyai pengetahuan baik dalam menyusui. Kehilangan pengetahuan tentang menyusuiberarti kehilangan besar akan kepercayaan diri seorang ibu untuk dapat memberikan perawatan terbaik untuk bayinya dan seorang bayi akan kehilangan sumber makanan yang vital dan cara perawatan yang optimal. Pengetahuan yang kurang mengenai ASI eksklusif terlihat


(43)

dari pemanfaatan susu formula secara dini di perkotaan dan pemberian atau nasi sebagai tambahan ASI di pedesaan.

Pengaruh pengetahuan terhadap pemberian ASI eksklusif yang baik dan benar dapat dibuktikan berdasarkan hasil penelitian Simbolon (2004) yang meneliti hubungan perilaku ibu menyusui terhadap pemberian ASI di Wilayah kerja puskesmas Teluk Nibung Tanjung Balai tahun 2004, ditemukan hanya 13% bayi yang diberi ASI eksklusif dan diikuti pemberian ASI sampai bayi berumur dua tahun. Jumlah responden sebanyak 100 orang ibu yang pernah menyusui, dimana usia balita 2-4 tahun. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hanya 41% yang memiliki katagori pengetahuan baik. 39% katagori pengetahuan sedang dan 20%, katagori kurang. Hasil uji statistic menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan pemberian ASI eksklusif.

2. Sikap

Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tetentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu prilaku (Notoatmodjo, 2003).

Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respons hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Respons evaluative berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi


(44)

kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik buruk, positif-negatif, menyenangkan- tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (Saifuddin Azwar, 2007).

Sikap ibu terhadap lingkungan sosial dan kebudayaan dimana dia dididik, apabila pemikiran tentang menyusui dianggap tidak sopan dan memerlukan, maka let down reflex (reflek keluar) akan terhambat. Sama halnya suatu kebudayaan tidak mencela penyusunan, maka pengisapan akan tidak terbatas dan permintaan akan menolong pengeluaran ASI. Sikap negatif terhadap menyusui antara lain dengan menyusui merupakan beban bagi kebebasan pribadinya atau hanya meperburuk potongan dan ukuran tubuhnya.

3. Sarana Kesehatan

Untuk mewujudkan peningkatan derajat atau status kesehatan penduduk, ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas dan sarana kesehatan merupakan salah satu faktor penentu utama. Puskesmas dan Puskesmas Pembantu (Pustu) merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan karena dapat menjangkau penduduk sampai ke pelosok. Namun ketersediaannya masih dirasakan sangat kurang dibandingkan dengan jumlah penduduk saat ini. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari kepala Puskesmas Johan Pahlawan menyatakan bahwa: Puskesmas yang tersedia di Kecamatan Johan Pahlawan hanya satu Puskesmas, sedangkan Pustu yang ada sebanyak 4 unit, polindes yang ada di Kecamatan Johan Pahlawan hanya 1 unit, dan terdapat 22 pos pelayanan terpadu (Posyandu) sedangkan Rumah Sakit Umum Daerah juga terletak di


(45)

Kecamatan Johan Pahlawan. Pada umumnya masyarakat Kecamatan Johan Pahlawan sudah menggunakan jasa bidan untuk membantu proses kelahiran bayi. Penduduk yang mengalami gangguan kesehatan pada umumnya melakukan upaya pengobatan dengan cara medis, fasilitas kesehatan yang sering digunakan untuk berobat adalah Puskesmas dan Pustu. Apabila tingkat penyakitnya lebih parah maka masyarakat akan menggunakan Rumah Sakit sebagai pusat rujukannya. Jarak tempuh masyarakat dengan pusat pelayanan medis sangat berpariasi, akan tetapi dapat terjangkau oleh masyarakat.

4. Dukungan Keluarga

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan ibu menyusui bayinya secara eksklusif. Keluarga (suami, orang tua, mertua, ipar, dan sebagainya) perlu diinformasikan bahwa seorang ibu perlu dukungan dan bantuan keluarga agar ibu berhasil menyusui secara eksklusif, misalnya untuk menggantikan sementara tugas rumah tangga ibu seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah. Ibu dan bayi memerlukan waktu berkenalan (Sulistriani, 2004).

Bagian keluarga yang mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap keberhasilan dan kegagalan menyusui yaitu suami. Masih banyak suami yang berpendapat salah, yang menganggap menyusui adalah urusan ibu dan bayinya. Mereka menganggap cukup jadi pengamat yang pasif saja. Peranan suami akan turut


(46)

menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI (let down reflek) yang sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan ibu (Roesli, 2007).

Suami dan anggota keluarga lainnya dapat berperan aktif dalam keberhasilan menyusui dengan jalan memberi dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan praktis lainnya, seperti menggantikan popok. Penegrtian suami tentang peranannya sangat penting ini merupakan langkah pertama dalam mendukung ibu agar berhasil menyusui secara eksklusif dan hal ini merupakan investasi yang sangat berharga. Hubungan yang baik antara seorang ayah dengan bayinya merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan seorang anak dikemudian hari (Roesli, 2007).

Berdasarkan hasil penelitian Nuraini (2002), yang meneliti hubungan karakteristik ibu, dukungan keluarga dan pendidikan kesehatan dengan prilaku pemberian ASI di desa Waru jaya Kecamatan Parung Kabupaten Bogor, didapatkan salah satu hubungan bermakna yakni dukungan keluarga. Secara umum dukungan keluarga adalah negatif terhadap pemberian ASI (55,17%) .

2.7. Faktor yang Menghambat Pemberian ASI a. Kebiasaan dan kepercayaan masyarakat.

Menurut Sulastriani (2004), bahwa pemberian ASI tidak lepas dari pengaruh tatanan budaya. Prilaku dibentuk oleh kebiasaan, yang diwarnai oleh adat (budaya), tatanan norma yang berlaku di masyarakat (sosial), dan kepercayaan (agama). perilaku umumnya tidak terjadi tiba-tiba. Perilaku adalah hasil dari proses yang


(47)

berlangsung selama masa perkembangan. Setiap orang selalu terpapar dan tersentuh oleh kebiasaan di lingkungannya serta mendapat pengaruh dari masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Membantu ibu agar bisa menyusui bayinya dengan benar memerlukan pemahaman tentang prilaku ibu, keluarga, dan lingkungan sosial budayanya dalam hal menyusui. Perlu diketahui bagaimana pendapat tetua adat dan masyarakat sekitarnya tentang ASI dan menyusui. Apakah mereka mendukung ASI eksklusif, tidak peduli, atau justru menghalangi pemberian ASI. Pemahaman ini perlu agar bisa lebih mengetahui alasan ibu untuk menyusui atau tidak menyusui.

Kebiasaan dan kepercayaan masyarakat terhadap mitos menjadi sesuatu hal yang turun temurun, hal ini dapat ditemukan pada masyarakat yang berada di Desa Kemantan Kebalai Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi, dimana bayi baru lahir disusui bila air susu ibunya telah berwarna putih, yakni setelah kolostrum dibuang karena dianggap menyebabkan bayi sakit peryt, sehingga bayi diberi makanan pengganti yakni roti yang telah dilumatkan, teh bergula atau madu. Setiap kali ibu hendak menyusui, ibu tidak merasa perlu membersihkan dirinya atau payudaranya dahulu, karena itu dianggap terlalu merepotkan. Kebiasaan-kebiasaan tersebut menjadi penghalang pemberian ASI eksklusif kepada bayi yang sangat membutuhkan.

Kebiasaan masyarakat To Bunggu provinsi Sulawesi Selatan memberi makanan tambahan dianggap sebagai pemenang agar bayi tidak selalu menangis. Masyarakat To Bunggu tidak menentukan umur yang pasti untuk saat bayi harus mulai diberi makanan tambahan. Keadaan seperti itu umumnya mulai ditunjukkan


(48)

oleh bayi pada saat dia berumur dua minggu hingga dua bulan. Masyarakat di Pulau Lombok memberikan makanan tambahan bagi bayi untuk memenuhi kebutuhan biologisnya serta mengandung makna simbolis sebagai lambang kasih sayang ibu.

b. Budaya.

Budaya merupakan keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar (koentjaraningrat, 1996). Di dalam masyarakat terjadi proses interaksi yang berlangsung sejak lama, sehingga dikenal istilah sosial budaya. Dapat diartikan bahwa sosial budaya merupakan keseluruhan system gagasan dan karya manusia yag disebabkan oleh adanya interaksi di dalm masyarakat. Menurut Foster (2005), bahwa kebudayaan dapat mempengaruhi banyak aspek dalam kesehatan seperti halnya masalah gizi tergantung pada kepercayaan yang keliru, pantangan-pantangan dan upacara, yang mencegah masyarakat memanfaatkan sebaik-baiknya makanan untuk kebutuhan hidupnya.

Masyarakat Aceh pada saat setelah melahirkan akan melakukan budaya madeueng, jika seseorang perempuan akan bersalin mulailah diadakan persiapan seperlunya untuk menanti kedatangan bayi. Mula-mula suaminya menyediakan tunggul-tunggul kayu yang baik yang akan dibakar untuk memanaskan batu, yang nantinya akan diletakkan di atas perut ibu setelah melahirkan sejak hari ke sepuluh sampai hari ke 44, batu tersebut dibalut dengan daun pisang dan dibungkus dengan kain yang telah usang. Tindakan ini bertujuan untuk mempercepat pengecilan dan


(49)

pengeringan rahim. Selanjutnya disediakan sebuah balai-balai yang tingginya sampai satu meter, yang di isi dengan tanah dan bara api. Balai-balai ini digunakan untuk tempat tidur ibu pada saat madeueng, setelah selesai madeueng ibu akan pindah ke tempat tidur yang telah disediakan. tindakan ini bertujuan untuk menghangatkan badan dan menguatkan tulang-tulang ibu yang pada saat melahirkan sudah terjadi peregangan. Api dari tunggul kayu tersebut tidak boleh besar atau menyala besar.

Selain dari pada itu disediakan ramuan-ramuan tradisional yang terbuat dari kunyit, yang dianggap dapat menyembuhkan bengkak di dalam rahim setelah melahirkan dan dapat memperlancar keluar darah kotor. Jeruk nipis dianggap dapat menciutkan rahim yang luka setelah melahirkan. gula aren untuk menambah rasa manis. Kencur untuk menambah daya tahan tubuh, menghilangkan masuk angin dan kelelahan. Kunyit dan kencur terlebih dahulu digiling halus kemudian dicampur dengan jeruk nipis dan gula aren, yang diminum setiap pagi sebanyak satu gelas kecil (200 cc) selama madeueng.

Makanannya selama kegiatan madeueng adalah nasi campur air dengan ikan kering yang digongseng. Lain-lain makanan tidak diperbolehkan, bahkan telurpun dilarang sama sekali.. Setelah empat puluh empat hari lamanya barulah perempuan itu dibolehkan turun dan diadakanlah acara mandi dengan istilah manoe peuetploh peuet (mandi hari ke empat puluh empat). Akan tetapi seiring dengan semakin meningkatnya ilmu pengetahuan dan tehnologi, maka budaya madeueng semakin kurang dilaksanakan oleh masyarakat Aceh, namun masyarakat di Kecamatan Johan


(50)

Pahlawan sebahagian besar masih melaksanakan madeueng walaupun kurang sempurna sebagaimana yang dilaksanakan oleh orang-orang zaman dahulu.

Tradisi peucicap adalah upacara untuk memberi rasa makanan kepada bayi. Rasa yang diberikan ini terdiri dari manisan lebah dan air buah-buahan. Bahan-bahan yang harus dipersiapkan dalam upacara ini terdiri dari manisan lebah, beureteh jagung (jagung yang sudah digongseng), buah kelapa muda, telur ayam, gunting rambut, cermin, cincin emas, nasi pulut, hati ayam, surat yasin dan rencong. Bahan-bahan ini dimaknakan sebagai isyarat, bahwa madu itu rasanya manis asli tanpa campuran maka diharapkan bayi setelah dewasa buah dapat bertutur kata yang manis sebagaimana manisnya madu. Beureteh jagung (jagung yang sudah digongseng) yang kembang diibaratkan setelah bayi dewasa apabila dia bekerja maka rezekinya akan bertambah sebagai mana kembangnya beureteh. Buah kelapa muda beserta airnya merupakan air yang bersih dan bisa dijadikan obat. Gunting rambut, dipakai untuk mengunting rambut bayi sebanyak lebih kurang tujuh helai sebagai isarat membuang rambut yang kotor dan dimasukkan ke dalam air kelapa muda. Cermin digunakan untuk melakukan intropeksi terhadap diri sendiri. Kalau bayi perempuan ditambahkan cincin emas sebagai isyarat kelak dia dewasa akan berharga dimata laki-laki. Nasi pulut sebagai lambang kelengketan hubungan antar saudara.

Dalam upacara ini turut sanak keluarga kedua belah pihak (baik keluarga istri maupun keluarga suami), geuchik (kepala Desa), teungku (ustad) dan tetangga yang berdekatan. Acara peucicap dilakukan oleh orang-orang alim (yang dimaksud alim adalah orang yang berilmu dan takut terhadap Allah), terpandang (orang yang


(51)

disegani oleh masyarakat karena memiliki ilmu), dan baik budi pekertinya (orang yang memiliki ahklak yang mulia dan taat kepada Allah).

Ini mempunyai tujuan agar bayi itu kelak akan alim, terpandang dan baik budi pekertinya. Menurut anggapan mereka bayi akan meniru sifat-sifat orang peucicap. Bila bayi yang di peucicap itu laki-laki dilakukan oleh orang lelaki dan bila perempuan maka oleh orang perempuan.

Peucicap dimulai dengan “Bismillahirrahmanirahim” diteruskan dengan ucapan beu mameh lidah (manislah lidah pada saat berbicara), panyang umu (panjang umur), mudah rezeki, di thee lam kawom (terpandang dalam keluarga) dan taat keu agama (taat dalam agama). Setelah ucapan itu selesai lalu diolesi manisan lebah, air (pati) buahan pada mulut bayi. Tujuan pengolesan manisan lebah dan pati buah-buahan, adalah untuk memberi rasa kepada bayi, agar nanti tidak canggung hidupnya dalam masyarakat, dan rajin bekerja.

Sesudah selesai acara pengolesan, lalu diambil hati ayam diletakkan di atas dada bayi, lalu dibalik-balik dengan membaca Bismillahhirahmannirahhim. Tujuan dari membalik balik hati ayam ini, agar dalam bertindak dan berbuat sesuatu kelak ia selalu mendapat petunjuk.

Acara yang terakhir adalah memperlihatkan surat yasin dan rencong pada bayi. Acara ini bertujuan agar kelak ia menjadi anak yang taat kepada agama, menjadi anak yang berani mempertahankan kebenaran dan berani melawan kejahatan.


(52)

c. ASI tidak cukup

Salah satu alasan umum yang paling sering para ibu berikan untuk memulai pemberian susu botol, atau berhenti menyusui, adalah mereka menganggap diri mereka tidak punya cukup ASI. Biasanya sekalipun ibu menganggap dirinya tidak punya cukup ASI, nyatanya bayi mendapatkan semua yang dibutuhkan oleh bayi. Hampir semua ibu dapat menghasilkan ASI yang cukup untuk satu, bahkan untuk dua bayi. Hampir semua ibu dapat menghasilkan lebih dari yang bayi mereka perlukan.

Alasan ini tampaknya merupakan alasan utama para ibu untuk tidak memberikan ASI secara eksklusif. Walaupun banyak para ibu-ibu yang merasa ASI-nya kurang, tetapi haASI-nya sedikit sekali (2-5%) yang secara biologis memang kurang produksi ASI-nya. Selebihnya 95-98% ibu dapat menghasilkan ASI yang cukup untuk bayinya. Harus diakui bahwa Tuhan telah menciptakan tubuh manusia yang cerdas. Tubuh ibu akan membuat ASI sesuai dengan kebutuhan bayinya. ( Roesli Utami, 2000).

Apabila bayi tidak mulai menyusu pada hari pertama, ASI ibu lebih lama keluar, dan menyusui kurang dari 8 kali sehari dalam 4 minggu pertama atau kurang dari 5-6 kali sehari untuk bayi yang lebih tua .membuat bayi belum terpenuhi kebutuhan ASI-nya. Sebab umum bayi tidak mendapatkan cukup ASI karena kadang ibu tidak merespon bayinya kala menangis, atau ibu melewatkan waktu-waktu menyusui, terlalu sibuk di tempat kerja, menyusui terlalu singkat waktu atau buru-buru sehingga bayi tidak cukup mendapatkan hindmilk yang kaya zat lemak., melepaskan bayi dari payudaranya setelah satu atau dua menit, kadang bayi berhenti


(53)

menyusui terlalu cepat jika bayi merasa sangat kegerahan karena di balut dengan pakaian terlalu banyak, perlekatan yang kurang efektif, dan bayi yang diberi botol susu atau menghisap kompeng. Ibu yang kurang percaya diri, stress, tidak senang menyusui dan kelelahan membuat bayi tidak mendapatkan ASI yang cukup.

Tanda-tanda bayi mungkin tidak cukup mendapatkan ASI antara lain pertambahan berat badan kurang (kurang dari 500 gram/bulan, kurang dari berat lahir setelah 2 minggu), dan mengeluarkan air seni pekat dalam jumlah sedikit (kurang dari 6 kali sehari, warnanya kuning dan baunya tajam.

2.8. Landasan Teori

Pelaksanaan IMD pada bayi baru lahir dilanjutkan dengan pemberian ASI eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan tidaklah mudah, hal ini dapat diketahui dari cakupan IMD dan ASI eksklusif yang rendah serta pemberian makanan tambahan yang tinggi. Berdasarkan hasil survei awal yang telah dipaparkan, dapat diasumsikan bahwa pelaksanaan IMD dan pemberian ASI eksklusif serta pemberian makanan tambahan dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor penghambat maupun faktor pendukung. Dengan menganalisis faktor-faktor tersebut akan dapat dilakukan peningkatan pelaksanaan IMD serta pemberian ASI eksklusif sehingga dapat menekan angka kesakitan dan angka kematian bayi.


(54)

2.9. Kerangka Pikir

Berdasarkan landasan teori dapat dirumuskan kerangka pikir penelitian, sebagai berikut:

Faktor ffalalnnnnnnn,ff

IMD Faktor pendukung

Petugas kes sudah dilatih Bidan tinggal di desa Posyandu aktif Geografi

Faktor penghambat

Ibu kelelahan

Bidan kurang paham Keluarga tidak mendukung

Faktor pendukung

Pengetahuan Sikap

Sarana kesehatan

Dukungan keluarga ASI Eksklusif

Faktor penghambat

Pengetahuan rendah Kebiasaan

Budaya

ASI tidak cukup


(55)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pendekatan fenomenologi menaruh minat pada ‘dunia kehidupan (life world)’ pribadi individu dan kelompok, serta bagaimana life world tersebut mempengaruhi motif, tindakan, serta kommonikasi mereka (daymon, 2001:218). Pendekatan fenomenologi akan membantu untuk memasuki sudut pandang orang lain, dan berupaya memahami bagaimana mereka menjalani hidupnya dengan cara tertentu, pemahaman bahwa realitas masing-masing individu itu berbeda. Dalam penelitian ini, fenomena yang ingin digali adalah pelaksanaan inisiasi menyusu dini dan pemberian air susu ibu secara eksklusif.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat, merupakan salah satu kecamatan yang paling parah dihantam gelombang tsunami pada tahun 2004, sehingga banyak masyarakat yang kehilangan anak, istri, suami, keluarga maupun harta benda. Oleh karena itu, orang-orang yang luput dari musibah tsunami yang keluarganya hilang. setelah kehidupannya stabil maka ada diantara mereka ingin membina rumah tangga, dengan harapan mendapatkan keturunan walaupun dilihat dari segi umur dan jumlah anak yang sudah dilahirkan merupakan


(56)

risiko bagi seorang ibu untuk melahirkan, tapi mereka tidak peduli yang penting mereka punya keturunan.

Selain itu Kecamatan Johan Pahlawan ini masih melaksanakan tradisi madeueng, yaitu setiap wanita yang melahirkan dilarang makan makanan tertentu selama 40 hari, dimulai pada hari ke tujuh sampai 44 hari. Dan masih juga ada tradisi setelah anak dilahirkan tidak boleh bawa keluar rumah kalau belum diadakan acara turun tanah yang biasanya dilaksanakan setelah 44 hari melahirkan, kemudian apabila anaknya dibawa bertandang ketempat keluarga, maka pihak keluarga menyulang gula kepada si kecil sebagai isyarat kelak nanti si bayi beranjak dewasa akan bertutur kata yang manis sebagaimana manisnya gula.

Kecamatan Johan Pahlawan ini sangat dipahami oleh peneliti, karena tempat tugas dan tempat tinggal peneliti berada di kecamatan tersebut, sehingga sangat memudahkan untuk melakukan pengamatan (observasi) dan wawancara yang mendalam (indepth interview) mengenai pelaksanaan inisiasi menyusu dini dan pemberian air susu ibu secara eksklusif.

Penelitian dilakukan dari bulan Februari 2009 sampai dengan bulan Oktober 2009. Penelitian dimulai dengan survei pendahuluan, penelusuran pustaka, konsultasi, seminar proposal penelitian, perbaikan proposal, pengumpulan data, pengolahan data, pembahasan, seminar hasil penelitian, perbaikan tesis, dan komprehensif.


(57)

3.3. Pemilihan Informan

Di Kecamatan Johan Pahlawan diketahui bahwa jumlah bayi 1262 orang, tidak semua bayi menjadi subjek penelitian hanya beberapa bayi yang berumur enam bulan yang menjadi subjek penelitian. Karena penelitian kualitatif menuntut suatu penggalian informasi yang mendalam berkaitan dengan objek atau permasalahan penelitian, oleh sebab itu tidak memungkinkan untuk mengambil subjek penelitian dengan jumlah banyak.

Menurut Kanto (2003) dan Moleong (2006) bahwa teknik pengambilan sampel secara acak (seperti yang lazim digunakan dalam penelitian kuantitatif), dengan sendirinya tidak relevan untuk penelitian kualitatif. Untuk memilih sampel lebih tepat dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Selanjutnya, bilamana dalam proses pengumpulan data sudah tidak lagi ditemukan variasi informasi, dengan perkataan lain bahwa data yang dikumpulkan sudah mencukupi (data yang dikumpulkan sudah cukup bervariasi dan sudah terjadi pengulangan informasi) untuk menggambarkan seluruh fenomena yang berkaitan dengan topik penelitian, maka peneliti tidak perlu lagi untuk mencari informan baru, proses pengumpulan informasi dianggap sudah selesai.

Dalam pemilihan informan ada beberapa jenis informan yang digunakan diantaranya: informan kunci (key informan), adalah informan yang pertama kali dijumpai untuk memperoleh data atau informasi tentang keberadaan dan jumlah bayi, serta bagaimana cara pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif dan makanan yang telah diberikan, adapun yang menjadi informan kunci antara lain; kepala


(58)

Puskesmas, bidan koordinator, bidan desa dan kader posyandu. Informan pokok adalah informan yang mengetahui dan melaksanakan pemberian ASI eksklusif serta melakukan inisiasi menyusu dini, adapun yang menjadi informan pokok adalah ibu bayi dan anggota keluarganya (suami, ibu, ibu mertua, kakak, kakak ipar, serta kakek).

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi terhadap informan, baik informan kunci maupun informan pokok. Wawancara yang dilakukan terhadap informan dengan mendatangi informan ketempat tinggal informan. Sedangkan observasi yang dilakukan terhadap subjek penelitian adalah berkaitan dengan tingkah laku dan segala tindakan ataupun perlakuan yang dilakukan yang berhubungan dengan pelaksanaan IMD dan pemberian ASI Eksklusif.

Data primer yang pertama ingin diketahui adalah data tentang pemberian ASI secara eksklusif (walaupun tetap tidak mengesampingkan data-data yang lain). Metoda yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang pemberian ASI secara eksklusif yaitu gabungan antara metoda wawancara dan observasi terhadap posisi menyusui, perlekatan dalam menyusui dan pemberian makanan bagi bayi yang tidak diberi ASI secara eksklusif. Observasi terhadap posisi dan perlekatan bayi pada saat menyusui yang dimaksud di sini adalah, peneliti melihat langsung bagaimana cara ibu


(59)

memberi ASI kepada bayinya baik terhadap posisi maupun perlekatannya, semua perlakuan ibu tersebut saya catat di dalam buku cacatan lapangan.

Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini berupa data mengenai jumlah ibu yang melaksanakan IMD dan ASI Ekslusif, serta data-data yang diperlukan untuk mendukung terlaksananya penelitian. Data-data ini diperoleh dari dokumen laporan yang didapat melalui informan kunci.

Alat bantu yang digunakan dalam proses pengumpulan data yaitu alat tulis, ‘note book’ dan tape recorder. Data hasil observasi dan wawancara umumnya langsung saya tulis di tempat penelitian dalam bentuk tulisan-tulisan singkat. Tulisan-tulisan singkat ini kemudian dikembangkan ke dalam bentuk ‘field note’ yang lebih rinci dan lengkap. Ada juga yang ditulis setelah berlalu sekian lama, sehingga sangat rentan terhadap kemungkinan untuk terlupakan.

Tidak dapat dipungkiri banyak data yang lolos dari pencatatan saya karena tidak semua pembicaraan didukung dengan rekaman. Terkadang informan yang tidak membolehkan saya menggunakan alat perekam sehingga saya tidak berani merekamnya. Atau karena kelemahan saya yang sering kali merasa lebih leluasa menggunakan catatan di tempat (in-situ ) ketimbang alat perekam.

Uji keabsahan dilakukan dengan tehnik triagulasi data (Bugin, 200:252). Peneliti akan memastikan bahwa catatan harian wawancara dengan informan dan catatan harian observasi telah terhimpun. Kemudian dilakukan uji silang terhadap materi catatan-catatan harian, untuk memastikan tidak ada informasi yang bertentangan antara catatan harian wawancara dan catatan harian observasi. Jika ada


(60)

perbedaan informasi atau informasi tidak relevan, peneliti akan menelusuri sumber perbedaan tersebut dan mengonfirmasi perbedaan tersebut pada informan dan sumber-sumber lainnya.

Proses triagulasi dilakukan terus menerus sepanjang proses mengumpulkan data dan analisis data, sampai suatu saat peneliti yakin bahwa sudah tidak ada lagi perbedaan-perbedaan, dan tidak ada lagi yang perlu dikonfirmasikan kepada inforrman.

3.5. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan Metode Perbandingan Tetap (constant comparative method) atau yang sering dikenal dengan Grounded Research. Menurut Moleong (2006) analisis dengan menggunakan metode Grounded Research mencakup : reduksi data, kategorisasi data, sintesisasi, dan diakhiri dengan menyusun hipotesis kerja. Prinsip pokok teknik analisis kualitatif ialah mengolah dan menganalisis data yang terkumpul menjadi data yang sistematik, teratur, terstruktur dan mempunyai makna.

Menurut Moleong (2006) analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja. Analisis data dilakukan dalam suatu proses. Proses berarti pelaksanaanya sudah mulai dilaksanakan sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara intensif sesudah meninggalkan lapangan penelitian. Analisis data kualitatif terletak pada tiga proses yang berkaitan


(61)

yaitu : mendeskripsikan fenomena, mengklasifikasikannya, dan melihat bagaimana konsep-konsep yang muncul itu satu dengan lainnya berkaitan.


(62)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Kecamatan Johan Pahlawan 4.1.1. Letak dan Geografis

Kecamatan Johan Pahlawan luasnya lebih kurang 44,91 km2 terdiri dari 21 Desa serta 84 dusun, 2 Puskesmas induk antara lain Puskesmas Johan Pahlawan dan Puskessmas Suak Ribee , 4 puskesmas pembantu dan 2 polindes.

Kecamatan Johan Pahlawan merupakan derah pantai dengan ketinggian 1-3 meter dari permukaan laut. Adapun batas-batas kecamatan ini yaitu:

Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Meureubo. Sebelah Barat : berbaasan dengan Kecamatan Samatiga. Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Kway XIV. Sebelah Selatan : berbataasan dengan Lautan lepas.

Daerah Kecamatan Johan Pahlawan beriklim sedang yang terdiri dari musim hujan dan musim kemarau, kedua musim ini dipengaruhi oleh kedua arah angin yang terdiri dari angin timur dan angin barat. Hujan merata sepanjang tahun dan curah hujan meningkat pada bulan Maret, April, Juli, Oktober sampai dengan Desember. Musim kemarau hanya pada bulan Januari, Februari dan Maret.

4.1.2. Gambaran Penduduk Kecamatan Johan Pahlawan

Berdasarkan data statistik Kabupaten Aceh Barat maka jumlah penduduk pada Kecamatan Johan Pahlawan adalah 66.350 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki


(63)

sebesar 33.177 jiwa dan perempuan sebesar 33.173 jiwa. Adapun luas desa, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk per Km2 di Kecamatan Johan Pahlawan, seperti terlihat pada table 4.1:

Tabel 4.1. Luas Desa, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di

Kecamatan Johan Pahlawan

No Nama Desa Jumlah

Penduduk

Luas Desa (km2)

Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)

1 Suak Indrapuri 2.995 0,20 14.975 2 Pasar Aceh 337 0,05 7.326 3 Padang Serahat 3.461 0,05 70.633

4 Panggong 1.741 0,08 21.763

5 Kampong Belakang 3.155 0,19 16.473 6 Kampong Pasir 548 0,02 36.533

7 Ujong Kalak 7.592 9,90 767

8 Ujong Baroh 6.714 7,50 895

9 Runding 4.747 0,22 21.577

10 Kuta Padang 6.685 12,00 557

11 Drien Rampak 7.646 1,20 6.372 12 Kampong Darat 676 0,63 1.073

13 Gampa 2.878 0,15 19.848

14 Seunebok 5.546 5,18 1.071

15 Suak Ribe 3.124 1,50 2.083

16 Suak Raya 1.082 5,00 216

17 Suak Nie 156 4,20 37

18 Lapang 3.270 1,27 2.569

19 Leuhan 1.520 3,60 422

20 Blang Berandang 2.097 7,50 280

21 Suak Sigadeng 420 3,00 140

Kecamatan Johan Pahlawan 66.350 63,43 1.046

Sumber : BPS Aceh Barat 2008

Pertumbuhan penduduk Kecamatan Johan Pahlawan sejak tahun 2002 terus menurun, bahkan sempat mengalami penurunan tajam pada tahun 2004 hingga 2005.


(64)

Hal tersebut dapat dimaklumi karena adanya bencana gempa dan gelombang tsunami pada tahun 2004. Bila dibandingkan dengan keadaan sebelum tsunami pertumbuhan penduduk Kecamatan Johan Pahlawan terus menurun bahkan sudah hampir mendekati Zero Growth, yaitu pertumbuhan penduduk sekitar 0 (nol) persen dimana angka kelahiran dan angka kematian seimbang jumlahnya sehingga pertambahan penduduk tiap tahunnya mendekati nol. Karena sebelum tsunani menghantam Aceh, sudah terjadi konflik yaitu pertikaian antara Tentara Nasional Indonesia dengan gerakan Aceh Merdeka yang berkepanjangan sehingga menimbulkan banyak korban jiwa, baik laki-laki maupun perempuan. Bahkan anak- anak juga menjadi korban serta harta benda juga menjadi sasaran, konflik ini terjadi sejak tahun 1998 sampai tahun 2005 Kecamatan Johan Pahlawan juga ikut merasakan akibatnya. Kemudian pada tanggal 15 Agustus 2005 berlangsungnya Memorendum Of Understanding (MOU) yaitu kesepakatan damai antara pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang disambut gembira oleh masyarakat Aceh karena mereka sudah lama merindukan kedamaian itu.

Dari segi tingkat pendidikan, untuk Kecamatan Johan Pahlawan, angka buta huruf penduduk perempuan pada tahun 2008 sebesar 70,16%, lebih tinggi dibandingkan penduduk laki-laki 63,58%. Hal ini dapat dimaklumi mengingat faktor sosial budaya yang agak diskriminasi gender, dimana dalam bidang pendidikan, orang tua akan lebih mengutamakan pendidikan anak laki-lakinya dari pada anak perempuannya.


(65)

Table 4.2. Presentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kecamatan Johan Pahlawan Tahun 2008

Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan

Laki-laki (%) Perempuan (%) Jumlah (%)

Tidak tamat SD 11,64 10,62 22,26 Tamat SD/sederajat 18,53 19,47 38

Tamat SMP/sederajat 19,40 24,78 44,18 Tamat SMA/sederajat 41,81 26,11 67,92

Diploma I,II,III 2,15 13,27 15,42 Diploma IV, S1,S2,S3 6,46 5,75 12,21

1.

Sumber : Data Susenas 2008

Berdasarkan tabel 4.2 terlihat bahwa pada tingkat pendidikan yang rendah jumlah perempuan lebih besar dari pada laki-laki. Sebaliknya pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi jumlah laki-laki justru lebih banyak. Hal itu menggambarkan bahwa pengetahuan laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan pengetahuan perempuan, karena pada tabel terlihat bahwa presentase laki-laki memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi (tamat SMA sederajat sebesar 41,81%, Diploma I/II/II sebesar 2,15%, dan Diploma IV,SI,S2,S3 sebesar 6,46%) dibandingkan perempuan (tamat SMA sederajat sebesar 26,11%, Diploma I/II/III sebesar 13,27%, dan Diploma IV/SI/S2/S3 sebesar 5,75%).

4.2. Pelaksanaan IMD dan ASI Eksklusif

Inisiasi menyusu dini tidak hanya menyukseskan pemberian ASI eksklusi,. akan tetapi dengan melakukan IMD dapat menyelamatkan nyawa bayi. Pemberian ASI eksklusif selama enam bulan juga sudah dibuktikan secara ilmiah yang


(66)

bahwasanya dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bayi. ASI memang sudah disiapkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi manusia. Justru oleh sebab itu masalah terebut harus menjadi tanggung jawab dari semua praktisi kesehatan, terutama tenaga bidan, karena bidan bertugas untuk memberi pelayanan kepada ibu hamil, ibu bersalin dan nifas, serta pelayanan kesehatan bayi dan anak balita (Depkes R.I, 1996).

4.2.1. Pendapat Kepala Puskesmas dan Bidan Koordinator KIA tentang

Pelaksanaan IMD dan ASI Eksklusif

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari kepala Puskesmas Johan Pahlawan menyatakan bahwa, tenaga bidan yang bertugas di wilayah kerja puskesmas berjumlah 25 orang, yang terdiri 1 orang bidan koordinator, 4 orang bidan PTT, sedangkan jumlah Desa yang termasuk binaan puskesmas sebanyak 21 Desa. Untuk setiap Desa memiliki seorang tenga bidan yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan Desa, walaupun bidan tidak tinggal di Desa.

Dari hasil wawancara dengan Bidan Koodinator KIA diketahui bahwa, target yang ditetapkan oleh pemerintah untuk puskesmas Johan pahlawan di tahun 2009, tentang persalinan yang ditolong oleh tenaga bidan sebanyak 80%, hasil yang sudah dicapai sampai dengan bulan Mai 2009 sebanyak 28,7%. Jumlah bayi sampai bulan Mai sudah mencapai sebanyak 1262 orang, sementara bayi yang dilakukan IMD sebanyak 290 orang, sedangkan bayi yang mendapat kesempatan menyusui secara eksklusif hanya 112 orang, akan tetapi sebagian besar bayi sudah mendapatkan makanan di samping pemberian ASI. Makanan yang diberikan bervariasi antara lain


(1)

Bahan-bahan untuk peucicap bayi yang terdiri dari: kembang jagung, beras kuning, nasi pulut, air pesijuk, gunting dan sisir, madu, cermin, dan alquran


(2)

Bayi sedang disulang madu oleh teungku


(3)

Bayi sedang berkaca


(4)

Pada saat bayi dibawa keluar di iringi dengan pembelahan kelapa

Bayi digendong dibawa jalan-jalan dengan dipayungi payung kuning yang bersulam benang emas


(5)

Bayi sudah kembali kerumah.


(6)

Rambut bayi yang sudah terpotong dimasukkan ke dalam air kelapa