BAB I PENDAHULUAN - Penggunaan Poliester Amida Pada Bioplastik Protein Kedelai Dari Limbah Padat Industri Tahu dengan Gliserol sebagai Bahan Pemlastis

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Salah satu masalah lingkungan yang menjadi ancaman serius bagi masa depan namun sering terabaikan adalah masalah sampah plastik. Plastik yang biasa digunakan merupakan polimer sintetis dengan minyak bumi sebagai bahan baku ditambah bahan-bahan tambahan yang umumnya merupakan logam-logam berat (kadnium, timbal, nikel) atau bahan beracun lainnya seperti klor. Racun dari plastik ini dapat terlepas pada saat terurai atau terbakar (Sutasurya, 2006). Minyak bumi sebagai bahan baku plastik sintetis merupakan sumber daya tak terbaharukan. Plastik sintetis juga tidak ramah lingkungan karena tidak mudah diuraikan oleh alam baik oleh curah hujan, panas matahari, maupun mikroba tanah. Selain itu, karena keterbatasan bahan bakar, cadangan produk-produk hasil minyak bumi (seperti plastik dan bahan bakar) juga menjadi terancam (Ullsten et al., 2010).

  Saat ini, industri-industri material di dunia sedang mengarah pada pergantian penggunaan material-material berbahan petrokimia menuju material-material yang ramah lingkungan. Penggunaan plastik berbahan baku sumber daya terbaharukan dan bersifat dapat diuraikan diperlukan untuk mengatasi masalah lingkungan yang timbul dari penggunaan plastik sintetis (Bai et al., 2010). Bioplastik adalah plastik yang dapat digunakan layaknya seperti plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi hasil akhir berupa air dan gas karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan tanpa meninggalkan sisa yang beracun. Karena sifatnya yang dapat kembali ke alam, bioplastik merupakan bahan plastik yang ramah terhadap lingkungan (Pranamuda, 2009). Salah satu bahan bioplastik dapat bersumber dari bahan yang mengandung protein kedelai, seperti limbah industri tahu.

  Limbah industri tahu dapat menimbulkan pencemaran yang cukup berat karena mengandung polutan organik yang cukup tinggi. Dari beberapa hasil penelitian, konsentrasi COD (Chemical Oxygen Demand) di dalam air limbah industri tahu cukup tinggi yakni berkisar antara 7.000 – 10.000 ppm, serta mempunyai keasaman yang rendah yakni pH 4 - 5 (Said, 2006). Jika limbah tahu cair tidak ditangani dengan baik, dapat mengganggu ekosistem air seperti sungai, danau, dan laut. Selain limbah cair, industri tahu juga menghasilkan limbah padat berupa ampas tahu. Ampas tahu merupakan limbah padat dari pengolahan kedelai menjadi tahu yang telah dipisahkan dari bubur kedelai. Selama ini limbah padat industri tahu ini dimanfaatkan masyarakat untuk pakan ternak, bahan baku kerupuk, dan sebagai nata

  de soya . Bila ditinjau dari segi gizinya, sesungguhnya limbah padat ini merupakan

  bahan yang kaya akan nutrisi, seperti protein (23,55%), lemak (5,54%), karbohidrat (26,92%), abu (17,03%), serat kasar (16,53%), dan air (10,43%) (Kaswinarni, 2007).

  Ampas tahu merupakan produk dari kedelai yang sifat proteinnya hampir sama dengan protein kedelai walaupun telah mengalami banyak perubahan karena perlakuan-perlakuan tertentu selama pembuatan tahu seperti pemanasan (Mahmud et al, 1990).

  Protein kedelai terdiri suatu campuran dari albumin dan globulin, dimana 90% protein yang tersimpan adalah dalam bentuk globular (Sebastian, 2012). Protein kedelai dari ampas tahu diperoleh dengan cara melakukan suatu isolasi protein. Menurut Sebastian (2012), isolasi protein pada prinsipnya terdiri dari tahap-tahap seperti ekstraksi protein dalam medium pengekstrak, penghilangan bahan tidak larut dengan sentrifuse, filtrasi, atau kombinasinya, pengendapan, pencucian, dan pengeringan isolat.

  Kinsella (1979) menambahkan kemampuan ekstraksi protein dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran partikel tepung, umur tepung, perlakuan panas sebelumnya, rasio pelarutan, serta suhu, pH, dan kekuatan ion medium pengekstrak. Prinsip yang digunakan untuk mengisolasi protein total adalah pengendapan seluruh protein kacang pada titik isoelektriknya yaitu pH dimana seluruh protein menggumpal. Pada titik isoelektriknya, muatan total masing-masing asam amino dalam protein sama dengan not, artinya jumlah antara gugus bermuatan positif sama dengan gugus bermuatan negatif. Interaksi elektrostatik antar asam amino akan maksimum karena muatan yang tidak sejenis cenderung untuk tarik-menarik, fenomena ini diamati dengan terjadinya penggumpalan protein.

  Saat ini, protein kedelai telah dipertimbangkan sebagai suatu alternatif daripada polimer sintetis turunan minyak bumi dalam pembuatan plastik. Hal ini disebabkan plastik yang terbuat dari protein kedelai memiliki sejumlah sifat yang diinginkan, seperti ketersediaannya dari sumber pertanian yang dapat diperbaharui dan memiliki sifat biodegradasi yang baik. Namun, plastik berbasis protein kedelai murni juga memiliki beberapa sifat yang tidak diinginkan sebagai bahan baku bioplastik, seperti sifat mekanik yang rendah, rapuh, dan sensitivitas plastik terhadap air (Kurose, 2007).

  Pembuatan bioplastik memerlukan campuran bahan aditif untuk mendapatkan sifat mekanik yang lunak, ulet dan kuat. Untuk itu perlu ditambahkan suatu zat cair/padat agar meningkatkan sifat plastisitasnya. Proses ini dikenal sebagai plastisasi, sedang zat yang ditambahkan disebut pemlastis. Selain dapat meningkatkan elastisitas

  tahan beku dan menurunkan suhu alir,

  bahan, zat pemlastis juga membuat plastik menjadi

  sehingga pemlastis kadang-kadang disebut juga dengan ekastikator antibeku atau pelembut. Jelaslah

bahwa pemlastis akan mempengaruhi semua sifat fisik dan mekanik film seperti kekuatan tarik,

elastisitas, kekerasan, sifat listrik, suhu alir, suhu transisi kaca dan sebagainya.

  Adapun bahan pemlastis yang digunakan adalah gliserol, karena gliserol merupakan bahan yang murah, sumbernya mudah diperoleh, dapat diperbaharui dan juga ramah lingkungan karena mudah terdegradasi di alam.

  Juliyarsi et al, (2011) melalui penelitiannya tentang pengaruh penambahan gliserol sebagai pemlastis terhadap kualitas film berbahan whey milk. Hasilnya ada kecenderungan penurunan aktivitas air dari film whey milk yang sebanding dengan penambahan gliserol sebagai pemlastis yang diakibatkan oleh karakteristik hidrofilik dari gliserol sehingga gliserol mampu terikat dengan air (Juliyarsi et al, 2011).

  Poliester amida diperoleh secara industri dari monomer-monomer kopolikondensasi poliamida dan asam adipik. Poliester yang menunjukkan komponen polar tertinggi ini memiliki kekompakan yang baik dengan produk polar lainnya, seperti senyawa karbohidrat dan protein. Selain itu, poliester golongan ini juga menunjukkan permeabilitas air yang paling tinggi. Ikatan rantai ester pada rantai poliester amida menampilkan sifat biodegradasi dan ikatan rantai amida menampilkan sifat termal dan sifat mekanik yang baik pada rantai poliester amida (Zuo, 2011).

  Poliester amida banyak digunakan sebagai bahan dalam dunia biomedis, seperti sebagai bahan pembungkus obat-obatan dan alat-alat bedah.

  Penggunaan poliester amida sebagai pengisi bioplastik memiliki keuntungan tersendiri karena selain sifatnya yang ramah lingkungan, poliester amida juga memiliki sifat proses yang baik, dan aman dimetabolisme oleh tubuh manusia, serta berpotensi memiliki tampilan yang baik.

  Pembuatan bioplastik berbasis protein kedelai dengan poliester amida sebagai bahan pengisi belum pernah dilakukan. Oleh karena itu berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk memanfaatkan limbah padat industri tahu menjadi sumber matriks bioplastik berbasis protein, poliester amida sebagai bahan pengisi, dan gliserol sebagai bahan pemlastis untuk mengurangi pencemaran lingkungan dan meningkatkan nilai tambah bagi limbah padat industri tahu tersebut.

  1.2 Perumusan Masalah

  Poliester amida adalah biodegradable polyester yang sesuai untuk digunakan dalam pembuatan bioplastik dari protein kedelai. Selain karena sifatnya yang ramah lingkungan, biodegradable polyester ini juga memiliki kompatibilitas yang baik antara gugus amida dan plastik protein kedelai. Hal demikian perlu diketahui perbedaan karakter film bioplastik protein kedelai – gliserol dan film bioplastik protein kedelai - gliserol - poliester amida serta perbandingan yang optimum antara protein kedelai - gliserol - poliester amida yang digunakan pada film bioplastik dari limbah padat industri tahu.

  1.3 Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakter film bioplastik protein kedelai – gliserol dan film bioplastik protein kedelai - gliserol - poliester amida, serta perbandingan yang optimum antara protein kedelai - gliserol - poliester amida yang digunakan pada film bioplastik dari limbah padat industri tahu.

  1.4 Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini bagi industri dan masyarakat adalah:

1. Memberikan informasi untuk mengoptimalkan pemanfaatan limbah industri tahu di bidang pengemasan makanan.

  2. Mendorong terciptanya usaha-usaha pengendalian pencemaran dengan cara memanfaatkan produk yang ramah lingkungan.

  3. Menjadi suatu acuan dan perbandingan terhadap penelitian yang sejenis.

1.5 Lingkup Penelitian

  Lingkup dari penelitian ini, iputi: 1.

  Bahan-bahan yang digunakan adalah: a.

  Isolat protein kedelai dari limbah industri tahu sebagai bahan bioplastik b.

  Larutan NaOH sebagai pengekstrak protein c. Larutan HCl untuk mengasamkan filtrat limbah tahu d.

  Gliserol sebagai bahan pemlastis e. Poliester amida sebagai pengisi bioplastik

  2. Penelitian ini dilakukan terlebih dahulu dengan proses ekstraksi protein ampas tahu (limbah padat dari industri tahu), kemudian proses pembentukan bioplastik dengan cara solution casting.

  3. Temperatur yang digunakan pada proses isolasi protein kedelai dari ampas tahu adalah 10 C dan 50 C dengan sentrifusi 4000 rpm sedangkan temperatur untuk proses pembentukan dan pengeringn film bioplastik adalah 80 C dan 50 C.

  4. Variabel penelitian adalah:

  a. Variabel tetap adalah protein kedelai (10 gram atau 100%)

  b. Variabel tidak tetap, antara lain: Gliserol (10%, 15%, dan 30% dari protein kedelai)

  • Poliester amida (10%, 30%, dan 50% dari protein kedelai)

  5. Analisis dan karakterisasi film bioplastik yang dilakukan adalah: a.

  b.

  Pengujian sifat mekanik dengan uji kekuatan tarik c. Pengujian kadar protein Pengujian daya tahan panas dengan Thermogravimetric analysis d.

  (TGA) e. Pengujian biodegradasi (masa urai) f. Analisis permukaan dengan mikroskop pemindai elektron (SEM) Analisis spektroskopi infra merah (FTIR)