Karakterisasi Film Pelapis Khelat Kalsium Alginat – Kitosan Dengan Bahan Pemlastis Gliserol

(1)

KARAKTERISASI FILM PELAPIS KHELAT KALSIUM

ALGINAT – KITOSAN DENGAN BAHAN PEMLASTIS

GLISEROL

TESIS

Oleh

ABDI SURANTA SEBAYANG

077006001/KIM

PROGRAM MAGISTER ILMU KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(2)

KARAKTERISASI FILM PELAPIS KHELAT KALSIUM

ALGINAT – KITOSAN DENGAN BAHAN PEMLASTIS

GLISEROL

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Kimia pada Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ABDI SURANTA SEBAYANG

077006001/KIM

PROGRAM MAGISTER ILMU KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(3)

Judul Penelitian : KARAKTERISASI FILM PELAPIS KHELAT

KALSIUM ALGINAT – KITOSAN DENGAN BAHAN PEMLASTIS GLISEROL.

Nama Mahasiswa : ABDI SURANTA SEBAYANG Nomor Pokok : 077006001

Program Studi : Kimia

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr.Jamaran Kaban,M.Sc.) (Drs.Mimpin Ginting,MS.) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan FMIPA USU.

(Prof. Basuki Wirjosentono, M.S. Ph.D.) (Prof.Dr.Eddy Marlianto, M.Sc.)

Tanggal Lulus : 10 September 2009


(4)

PERNYATAAN

KARAKTERISASI FILM PELAPIS KHELAT KALSIUM ALGINAT – KITOSAN DENGAN BAHAN PEMLASTIS GLISEROL

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan sumbernya dalam daftar pustaka.

Medan, September 2009

Penulis,

Abdi Suranta S


(5)

ABSTRAK

Telah dilakukan pembuatan edible film Kalsium Alginat – Kitosan dengan jalan melakukan interaksi antara polianionik Alginat dengan polikationik kitosan pada pH 5-6 yang kemudian didispersikan dalam ion Ca 2+.

Untuk melihat pengaruh pemlastis gliserol maka pada saat pembuatan edinle film tersebut dilakukan variasi tanpa gliserol dan pemberian pemlastis gliserol sebanyak 3mL dan 5 mL .

Karakteristik edible film tanpa pemlastis gliserol adalah sebagai berikut : Hasil SEM menunjukkan permukaan tampak kasar, Aw 0.263, permeabilitas terhadap uap air 556,476 g m-2, uji swelling menunjukkan pertambahan berat semakin besar berbanding lurus dengan pertambahan waktu perendaman, kuat tarik 1,34 Mpa, kemuluran 2,79, ketebalan film 0.187 mm.

Karakteristik edible film dengan menggunakan pemlastis gliserol 3 mL adalah sebagai berikut : Hasil SEM menunjukkan permukaan lebih halus, Aw 0.290, permeabilitas uap air 498,018 g m-2, uji swelling menunjukkan pertambahan berat pada awal perendaman tetapi semakin lama berat film pelapis semakin rendah, kuat tarik 2.88 Mpa, kemuluran 3.51, ketebalan film 0.133 mm.

Karakteristik edible film dengan menggunakan pemlastis gliserol 5 mL adalah sebagai berikut : Hasil SEM menunjukkan permukaan bertambah halus , Aw 0.390 , permeabilitas uap air 480,004 g m-2, uji swelling menunjukkan pertambahan berat pada awal perendaman tetapi semakin lama berat film pelapis semakin lebih rendah, kuat tarik 0.63 Mpa, kemuluran 5.03, ketebalan film 0.213 mm.

Kata Kunci : Edible Film, Pemlastis , SEM, Aw, Permeabilitas uap air, Swelling, Kekuatan tarik dan kemuluran, ketebalan.


(6)

ABSTRACT

The making of edible film of Calcium alginate – chitosan has been made by doing interaction between polyanionic alginate and polycationic chitosan with pH 5 – 6 which then dispersion in ion Ca2+.

In looking for the influence of glycerol as plasticizer, therefore when making the edible film, it is done variously without glycerol and 3 – 5 mL of glycerol is given as plasticizer

The characteristics of edible film without glycerol are : The result of using SEM shows the surface of edible film looks rough , Aw 0.263, water vapour permeability 556,476 g m-2, swelling test shows the addition of weight is higher

balance with the addition of soaking time, tensile strength 1,34 Mpa, elongation 5.03, thickness of film 0.187 mm.

The characteristics of edible film using 3 mL glycerol plasticizer are : The result of using SEM shows the surface of film looks smoother, Aw 0.290, water vapour permeability 498,018 g m-2, swelling test shows the addition of weight in

the beginning of soaking, but more time the weight of edible film is lower, tensile strength 2.88 Mpa, elongation 3.51, thickness of film 0.133 mm.

The characteristics of edible film using 5 mL glycerol plasticizer are : The result The result of using SEM shows the surface of film looks smoothest than others, Aw 0.390, water vapour permeability 480,004 g m-2, swelling test shows the addition of weight in the beginning of soaking, but more time the weight of edible film is the lowest, tensile strength 0.63 Mpa, elongation 5.03, thickness of film 0.213 mm.

Key Word : Edible film, Plasticizer, SEM , Aw, Water Vapour Permeability, Swelling Test, Tensile Strength and elongation, thickness.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga keberkahan senantiasa dilimpahkan oleh Allah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Adapun maksud dari pembuatan penelitian ini adalah untuk menyusun tesis S-2 dalam program magister Ilmu Kimia, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam , Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya penelitian ini, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Jamaran Kaban, M.Sc dan Bapak Drs. Mimpin Ginting , MS. selaku dosen pembimbing yang telah mengorbankan waktu dan tenaga untuk memberikan pengetahuan dan bimbingannya yang sangat bermanfaat bagi penyusunan tesis dari penelitian ini.

2. Bapak/ Ibu staf pengajar pada Program i Magister Ilmu Kimia yang telah memberikan pengetahuannya kepada kami selama di perkulihan.

3. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), Direktur Sekolah Pascasarjana USU, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M. Sc., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU, Prof. Dr. Eddy Marlianto,M. Sc., dan Ketua Program Studi Ilmu Kimia SPs USU, Prof. Basuki Wirjosentono, M.S., Ph.D. atas kesempatan dan fasilitas


(8)

yang diberikan kepada kami untuk mengikuti program magister ilmu kimia.

4. Kepada semua teman, sahabat, dan semua pihak yang membantu terlaksana dan selesainya penelitian ini.

Semoga Allah SWT melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya atas kebaikan Bapak/ Ibu dan Saudara-saudara sekalian.

Dengan menyadari keterbatasan pengalaman kemampuan yang dimiliki penulis, sudah tentu terdapat banyak kekurangan dalam tulisan ini. Untuk itu kami mengharapkan adanya saran serta kritik dari berbagai pihak yang sifatnya membangun dan menyempurnakan tesis ini. Akhir kata semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang bersangkutan khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca.

Medan, September 2009


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang... 1

1.2Perumusan Masalah... 4

1.3Pembatasan Masalah... 4

1.4Tujuan Penelitian... 4

1.5Manfaat Penelitian... 4

1.6Lokasi Penelitian ... 5

1.7Metodologi Penelitian... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alginat... 6

2.1.1 Pembuatan Alginat ... 8

2.1.2 Sifat Dan Kegunaan Alginat ... 9


(10)

2.2 Kitin ... 13

2.2.1 Sumber Kitin ... 14

2.2.2 Sifat Dan Kegunaan Kitin ... 15

2.3 Kitosan ... 17

2.3.1 Sumber Kitosan... 18

2.3.2 Sifat Dan Kegunaan Kitosan... 19

2.4 Bahan Pemlastis (Plastisizer) ... 21

2.4.1 Gliserol... 23

2.5 Edible Film... 24

2.5.1 Hidrokoloid ... 26

2.5.2 Lipida ... 27

2.5.3 Komposit ... 27

2.6 Aktivitas Air... 28

2.6.1 Metode Pengukuran Aktivitas air... 32

2.7 Scanning Electron Microscope (SEM)... 33

2.8 Uji Tarik dan Kemuluran ... 34

2.9 Permeabilitas Uap Air ... 35

BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Bahan Dan Alat ... 37

3.2 Metode Penelitian ... 37

3.2.1 Pembuatan Film Pelapis Ca – Alginat Kitosan ... 37

3.2.2 Pembuatan Film Pelapis Ca – Alginat Kitosan Dengan Pemlastis Gliserol ... 38


(11)

3.2.3 Uji Scanning Elektron Microscope (SEM) ... 39

3.2.4 Uji Kekuatan Tarik dan Kemuluran... 39

3.2.5 Uji Aktivitas Air (Aw) ... 40

3.2.6 Uji Permeabilitas Uap Air... 40

3.2.7 Uji Swelling ... 41

3.2.8 Uji Ketebalan ... 41

3.3 Bagan Penelitian ... 42

3.3.1 Pembuatan Film Pelapis Khelat Kalsium Alginat – Kitosan ... 42

3.3.2 Pembuatan Film Pelapis Khelat Kalsium Alginat – Dengan Penambahan Pemlastis Gliserol... 44

3.3.3 Uji Permeabilitas Uap Air... 46

3.3.4 Uji Aktivitas Air (Aw) ... 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dan Pembahasan... 48

4.1.1 Film Pelapis Kalsium Alginat – Kitosan... 48

4.1.2 Film Pelapis Kalsium Alginat – Kitosan Dengan Penambahan Gliserol 3 mL... 49

4.1.3 Film Pelapis Kalsium Alginat – Kitosan Dengan Penambahan Gliserol 5 mL... 51

4.1.4 Uji Aktivitas Air... 52

4.1.5 Uji Permeabilitas Uap Air... 53

4.1.6 Uji Swelling ... 54


(12)

4.1.7 Uji Tarik dan Kemuluran ... 55

4.1.8 Uji Ketebalan ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 58

5.2 Saran... 59

DAFTAR PUSTAKA... 60


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Struktur Alginat... 7

2.2. Egg box dalam gel alginat... 11

3.3. Struktur Kitin ... 14

2.4. Konversi Kitin Menjadi Kitosan ... 19

2.5. Interaksi Ionik Antara Natrium Alginat Dan Kitosan ... 21

2.6 . Kurva Tegangan – Regangan Bahan Polimer ... 35

2.7. Penentuan Permeabilitas Uap Air ... 36

4.1. Interaksi Film Pelapis Ca Alginat – Kitosan ... 49

4.2. Foto Permukaan Film Pelapis Ca – Alginat – Kitosan dengan Pencucian lebih lama (a) , Foto Permukaan film pelapis Ca Alginat- Kitosan dengan pencucian lebih singkat (b) ... 49

4.3. Foto Permukaan Film Pelapis Ca – Alginat – Kitosan – gliserol 3 mL dengan Pencucian lebih lama (a) , Foto Permukaan film pelapis Ca Alginat- Kitosan – gliserol 3mL dengan pencucian lebih singkat (b)... 50

4.4. Foto Permukaan Film Pelapis Ca – Alginat – Kitosan – gliserol 5 mL dengan Pencucian lebih lama (a) , Foto Permukaan film pelapis Ca Alginat- Kitosan – gliserol 5 mL dengan pencucian lebih singkat (b)... 51


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Beberapa Aplikasi Alginat Dalam Produk Makanan ... 13

2.2. Kandungan Kitin Pada Berbagai Jenis Hewan Dan Jamur ... 15

2.3. Nilai – Nilai Batas Aw Bagi Beberapa Jenis Mikroorganisme... 31

4.1. Hasil Aktivitas Air (Aw) Film Pelapis... 52

4.2. Harga Permeabilitas Uap Air Film Pelapis ... 53

4.3. Hasil Pertambahan Berat Film Pelapis... 54

4.4. Harga Kekuatan Tarik Dan Kemuluran ... 56


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Perhitungan Aw Ca Alginat – Kitosan ...64

2. Perhitungan Aw Ca Alginat – Kitosan – 3 mL Gliserol ...66

3. Perhitungan Aw Ca Alginat – Kitosan – 5 mL Gliserol ...68

4. Hasil Uji Tarik Ca Alginat – Kitosan...70

5. Hasil Uji Tarik Ca Alginat – Kitosan – 3 mL Gliserol ...71

6. Hasil Uji Tarik Ca Alginat – Kitosan – 5 mL Gliserol ...72


(16)

ABSTRAK

Telah dilakukan pembuatan edible film Kalsium Alginat – Kitosan dengan jalan melakukan interaksi antara polianionik Alginat dengan polikationik kitosan pada pH 5-6 yang kemudian didispersikan dalam ion Ca 2+.

Untuk melihat pengaruh pemlastis gliserol maka pada saat pembuatan edinle film tersebut dilakukan variasi tanpa gliserol dan pemberian pemlastis gliserol sebanyak 3mL dan 5 mL .

Karakteristik edible film tanpa pemlastis gliserol adalah sebagai berikut : Hasil SEM menunjukkan permukaan tampak kasar, Aw 0.263, permeabilitas terhadap uap air 556,476 g m-2, uji swelling menunjukkan pertambahan berat semakin besar berbanding lurus dengan pertambahan waktu perendaman, kuat tarik 1,34 Mpa, kemuluran 2,79, ketebalan film 0.187 mm.

Karakteristik edible film dengan menggunakan pemlastis gliserol 3 mL adalah sebagai berikut : Hasil SEM menunjukkan permukaan lebih halus, Aw 0.290, permeabilitas uap air 498,018 g m-2, uji swelling menunjukkan pertambahan berat pada awal perendaman tetapi semakin lama berat film pelapis semakin rendah, kuat tarik 2.88 Mpa, kemuluran 3.51, ketebalan film 0.133 mm.

Karakteristik edible film dengan menggunakan pemlastis gliserol 5 mL adalah sebagai berikut : Hasil SEM menunjukkan permukaan bertambah halus , Aw 0.390 , permeabilitas uap air 480,004 g m-2, uji swelling menunjukkan pertambahan berat pada awal perendaman tetapi semakin lama berat film pelapis semakin lebih rendah, kuat tarik 0.63 Mpa, kemuluran 5.03, ketebalan film 0.213 mm.

Kata Kunci : Edible Film, Pemlastis , SEM, Aw, Permeabilitas uap air, Swelling, Kekuatan tarik dan kemuluran, ketebalan.


(17)

ABSTRACT

The making of edible film of Calcium alginate – chitosan has been made by doing interaction between polyanionic alginate and polycationic chitosan with pH 5 – 6 which then dispersion in ion Ca2+.

In looking for the influence of glycerol as plasticizer, therefore when making the edible film, it is done variously without glycerol and 3 – 5 mL of glycerol is given as plasticizer

The characteristics of edible film without glycerol are : The result of using SEM shows the surface of edible film looks rough , Aw 0.263, water vapour permeability 556,476 g m-2, swelling test shows the addition of weight is higher

balance with the addition of soaking time, tensile strength 1,34 Mpa, elongation 5.03, thickness of film 0.187 mm.

The characteristics of edible film using 3 mL glycerol plasticizer are : The result of using SEM shows the surface of film looks smoother, Aw 0.290, water vapour permeability 498,018 g m-2, swelling test shows the addition of weight in

the beginning of soaking, but more time the weight of edible film is lower, tensile strength 2.88 Mpa, elongation 3.51, thickness of film 0.133 mm.

The characteristics of edible film using 5 mL glycerol plasticizer are : The result The result of using SEM shows the surface of film looks smoothest than others, Aw 0.390, water vapour permeability 480,004 g m-2, swelling test shows the addition of weight in the beginning of soaking, but more time the weight of edible film is the lowest, tensile strength 0.63 Mpa, elongation 5.03, thickness of film 0.213 mm.

Key Word : Edible film, Plasticizer, SEM , Aw, Water Vapour Permeability, Swelling Test, Tensile Strength and elongation, thickness.


(18)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Alginat merupakan golongan polisakarida yang dihasilkan dari ganggang coklat (Phaeophyceae) dan bakteri. Secara kimia alginat adalah kopolimer linier dari ikatan 1-4 β-D-asam mannuronat (M) dan α-L-asam guluronat (G) yang disusun dengan pola blok sepanjang rantai dengan daerah homopolimer M (blok M) dan residu G (blok G) dengan daerah struktur acak (blok MG) (Donati et.al., 2004).

Alginat dapat membentuk gel dengan adanya kation-kation divalent seperti Ca2+ , Mn2+ , Cu2+ dan Zn2+, dimana ikatan silang terjadi karena adanya kompleks khelat antara ion-ion divalent dengan anion karboksilat dari blok G-G (Inukai et al., 1999). Disamping interaksi ion logam dengan gugus COO- dari alginat, gugus OH dari polimer juga ikut berperan (Zhanjiang, 1990).

Kitosan dibuat dengan proses deasetilasi dari kitin yang dapat diperoleh dari kepiting dan udang halus. Kitosan mempunyai sifat racun yang sangat rendah. Mempunyai muatan yang tinggi dimana terdapat satu kationik per satu unit glukosamin. Kitosan dapat dimodifikasi secara kimia yang dapat digunakan secara luas.

Keistimewaan sifat kitosan dapat digunakan dalam industri meliputi : 1. Berasal dari alam dan dapat diproduksi kembali .


(19)

3. Biokompatibel

4. Struktur molekulnya dapat / mudah dimodifikasi.

Sifat – sifat istimewa ini yang menjadi pendorong untuk melengkapi metode untuk mengadopsi biopolimer yang bernilai sebagai bahan yang multi guna (Tharanathan & Kittur,2003 ).

Salah satu alkil trihidrat yang penting adalah gliserol (propa-1,2,3-triol) CH2OHCHOHCH2OH. Senyawa ini kebanyakan ditemui hampir pada semua

lemak hewani dan minyak nabati sebagai ester gliserin dari asam palmitat dan oleat (Austin, 1985). Sehubungan dengan struktur gliserol yang mempunyai gugus alkohol sekunder dan dua gugus alkohol primer, maka akan memberikan banyak kemungkinan terjadinya banyak reaksi untuk mengembangkan senyawa turunan alkohol ini (Finar, 1980).

Cutter, dkk. (2001), menggunakan gliserol dan propilena glikol sebagai bahan pemlastis matriks polietilena dan polietilena oksida pada penyediaan film layak makan. Prosedur penyediaan kemasan layak makan berbasis matriks hidroksipropil metilselulosa, untuk bahan makanan, telah dipatenkan di Amerika (US Patent 6616958, 2003) dengan menggunakan pemlastis polipropilena glikol. Liu, dkk. (2005), menggunakan gliserol sebagai pemlastis (kandungan antara 20– 70%) untuk film layak makan berbasis campuran pati (starch), gelatin, dan natrium alginat.


(20)

Berdasarkan sifatnya, gliserol banyak digunakan sebagai zat pemlastis dan minyak pelumas dalam mesin pengolahan makanan dan minuman. Hal ini disebabkan karena gliserol tidak beracun. Gliserol juga dapat digunakan dalam industri resin untuk menjaga sifat kelenturan ( Bommardeaux,J , 2006)

Beberapa peneliti dahulu telah berhasil dalam pembuatan membran kitin dan pengujian sifat permeabilitasnya (Kaban,dkk,2006). Demikian juga studi karakteristik dan aplikasi film pelapis kelat logam alkali tanah alginat – kitosan diperoleh morfologi permukaan film pelapis yang masih kasar, kekuatan tarik yang rendah dan film yang dihasilkan masih rapuh serta mudah robek (Kaban,J 2007) .

Dari uraian diatas, peneliti ingin membuat film pelapis kalsium alginat – kitosan dengan penambahan pemlastis gliserol sehingga diharapkan adanya interaksi dari gliserol dengan film pelapis kalsium alginat – kitosan sehingga dapat menghasilkan film pelapis yang mempunyai sifat yang lebih kokoh dan juga mempunyai sifat elastis yang lebih baik.


(21)

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimana perbandingan karakteristik dari film pelapis Ca Alginat – Kitosan tanpa pemlastis dan menggunakan pemlastis.

1.3. Pembatasan Masalah

1. Bahan pemlastis yang digunakan untuk film pelapis Ca Alginat – Kitosan adalah Gliserol dengan variasi 0 mL , 3 mL dan 5 mL.

2. Untuk mengkarakterisasi film pelapis digunakan Scanning Electron Microscope (SEM) , Aktivitas Air (Aw ) , Uji Tarik dan Kemuluran , Uji Permeabilitas Uap Air , Uji Swelling dan Uji Ketebalan .

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk menghasilkan film pelapis yang dapat dimakan dan mempunyai sifat elastis yang lebih baik. .

2. Untuk mengetahui kompatibilitas dan kelayakan pemlastis gliserol pada film pelapis

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pengembangan ilmu bahan film pelapis dimana film pelapis yang dihasilkan dapat langsung dimakan dan mempunyai sifat elastis yang lebih baik.


(22)

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pascasarjana dan Laboratorium Penelitian – USU, Laboratorium Kimia Organik, Pusat Survei Geologi – Bandung dan Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian – USU.

1.7. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium, dimana obyek dari penelitian adalah karakteristik film pelapis Ca Alginat – Kitosan tanpa pemlastis dan menggunakan pemlastis gliserol.

Ca Alginat – Kitosan diperoleh dengan menginteraksikan larutan alginat dengan larutan kitosan pada kondisi pH 5 – 6 dengan penambahan NaOH selanjutnya dicetak diatas plat kaca , dikeringkan dan lapisan yang terbentuk dicelupkan dalam larutan CaCl2 selanjutnya dibiarkan 1 malam dan dikeringkan

dan selanjutnya dicuci dengan aquadest dan kemudian dikeringkan kembali .

Ca Alginat – Kitosan dengan pemlastis gliserol diperoleh dengan menginteraksikan larutan alginat dengan larutan kitosan pada kondisi pH 5 – 6 dengan penambahan NaOH dan ditambahkan gliserol dengan variasi 3 mL dan 5 mL selanjutnya dicetak diatas plat kaca , dikeringkan dan lapisan yang terbentuk dicelupkan dalam larutan CaCl2 selanjutnya dibiarkan 1 malam dan dikeringkan

dan selanjutnya dicuci dengan aquadest dan kemudian dikeringkan kembali.

Film pelapis diperoleh dilakukan pengujian Scanning Electron Microscope (SEM) , Uji Tarik dan Kemuluran , Aktivitas Air (Aw ) ,Uji permeabilitas Uap air, Uji Swelling dan Uji Ketebalan.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alginat

Alginat adalah polisakarida alam yang umumnya terdapat pada dinding sel dari spesi ganggang coklat (Phaeophyceae). Istilah alginat biasa digunakan untuk garam dari asam alginat, tapi bisa juga berarti turunan asam alginat dan asam alginat itu sendiri. Asam alginat tidak larut dalam air, sehingga yang sering digunakan pada industri adalah natrium alginat yang larut dalam air (Donati et al., 2004).

Alginat merupakan kopolimer linear yang mengandung lebih kurang 700-1000 residu asam uronat yaitu ß-D asam mannuronat dan -L asam guluronat. Ikatan 1,4 rantai alginat yang hanya mengandung residu asam mannuronat disebut blok M, rantai alginat yang hanya mengandung residu asam guluronat disebut blok G dan rantai alginat yang mengandung residu asam mannuronat serta asam guluronat disebut blok G-M.Asam D- manuronat memiliki ikatan diekuatorial 4C1

sedangkan asam guluronat memiliki ikatan diaksial 1C4 . (Inukai et al., 1999).

Struktur asam guluronat berbeda dengan asam mannuronat. Residu asam mannuronat mempunyai ikatan C 1,4 di-axial sehingga struktur pita dari polimer ini melengkung, berlawanan dengan bentuk merata dari asam mannuronat. Struktur ini stabil dengan adanya ikatan H antara gugus OH pada atom C2 dari

residu yang satu dengan gugus COO- dari residu tetangganya (Anonim, 2005).

6


(24)

COO O OH OH OH OH O OH OH OH OH COO

β-D-mannuronat (M) α – L – guluronat (G)

O OH OH O OOC O O OH OH OOC O O HO OOC OH O O OOC OH HO O O OOC OH OH O

G G M M G

Gambar 2.1. Struktur Alginat

Dalam bidang makanan, sifat kekentalan alginat dapat digunakan dalam pembuatan saus serta sirup, sebagai penstabil dalam pembuatan es krim (McHugh, 2003). Film kalsium alginat juga digunakan sebagai pembungkus ikan, buah, daging dan makanan lain untuk pengawetan (McCormick, 2001) dan merupakan pengepak alternatif karena mudah terurai oleh mikroorganisme sehingga bersifat ramah lingkungan (Stading, 2003).

Film pelapis kalsium alginat dapat digunakan untuk membantu mengawetkan ikan beku. Jika ikan dibekukan dengan jelli kalsium alginat maka ikan dilindungi dari udara sehingga proses oksidasi dihambat Dalam bidang farmasi, alginat dapat digunakan sebagai pembalut luka yang dapat


(25)

menyembuhkan luka karena dapat mengabsorpsi cairan dari luka, dimana kalsium alginat dalam serat diubah oleh cairan tubuh menjadi natrium alginat yang larut (McHugh, 2003).

2.1.1 Pembuatan Alginat

Asam alginat tidak larut dalam air dan karenanya yang biasa digunakan dalam industri adalah garam natrium. Ada dua prosedur penting dalam pembuatan natrium alginat. Keduanya diawali dengan proses ekstraksi yang sama, tapi berbeda dalam metode pengendapan yang dilakukan untuk memisahkan natrium alginat pada tahap akhir.

Pada tahap ekstraksi , rumput laut yang kering dicuci dengan asam untuk menghilangkan ion yang menyebabkan alginat tidak larut .Selanjutnya , rumput laut yang asam dilarutkan dalam NaOH , sehingga dihasilkan larutan alginat yang kental tapi masih banyak mengandung dinding sel .Untuk menghilangkan dinding sel ini dan menjernihkan warna , larutan disaring , sehingga diperoleh larutan alginat yang murni dan tidak berwarna. Ada dua metode pengendapan yang dilakukan untuk memisahkan natrium alginat dari larutan , yaitu pengendapan dengan kalsium dan pengendapan dengan asam.

Metode pengendapan dengan kalsium adalah metode yang paling sering digunakan . Dalam metode ini , kedalam larutan alginat ditambahkan garam kalsium untuk menghasilkan endapan berupa serat. Serat dibiarkan hingga mengeras dan membentuk jalinan, lalu diapungkan pada permukaan . Jalinan serat kemudian ditambahkan dengan


(26)

asam untuk menghilangkan ion kalsium, sehingga yang tersisa hanya serat asam alginat . Serat dapat dicampurkan dengan sejumlah alkali, misalnya natrium karbonat untuk menghasilkan natrium alginat.

Dalam metode pengendapan dengan asam , kedalam larutan alginat langsung ditambahkan asam. Proses ini lebih sederhana dan menguntungkan , namun kurang fleksibel karena hanya bisa dilakukan pada jenis rumput laut yang mempunyai sifat gel kuat(Anonim, 2005).

2.1.2 Sifat Dan Kegunaan Alginat

Kegunaan alginat dan kemampuannya mengikat air bergantung pada jumlah ion karboksilat, berat molekul dan pH. Kemampuan mengikat air meningkat bila jumlah ion karboksilat semakin banyak dan jumlah residu kalsium alginat kurang dari 500, sedangkan pada pH dibawah 3 terjadi pengendapan .Secara umum , alginat dapat mengabsorpsi air dan dapat digunakan sebagai pengemulsi dengan viskositas yang rendah.

Alginat tidak stabil terhadap panas , oksigen , ion logam dan sebagainya. Dalam keadaan demikian , alginat akan mengalami degradasi. Selama penyimpanan alginat cepat mengalami degradasi dengan adanya oksigen terutama dengan naiknya kelembaban udara .Alginat komersial mudah terdegradasi oleh mikroorganisme yang terdapat diudara , karena bahan tersebut mengandung partikel alga dan zat bernitrogen.Semua larutan alginat akan mengalami depolimerisasi dengan kenaikan suhu (Zhanjiang,1990)


(27)

Natrium alginat adalah bubuk berwarna krem, larut dalam air dengan membentuk larutan koloid, kental, tidak larut dalam alkohol, kloroform, eter dan larutan asam jika pH dibawah 3 (Anonimous, 1976).

Propilen glikol alginat menunjukkan stabilitas yang sangat baik dalam larutan asam dan khususnya efektif pada batasan pH 2,5 – 4. Kondisi alkali harus dihindari karena efek pelindung dari gugus ester akan hilang secara cepat disebabkan terjadinya saponifikasi (ISP, 2001).

Garam basa organik dari alginat dapat mempengaruhi kelarutan asam alginat dalam pelarut organik. Sebagai contoh, tributiamin, feniltrimetilamonium dan benziltrimetilamonium alginat larut dalam etanol absolut sedangkan trietanolamin alginat larut dalam etanol 75 %. Senyawa amonium kuartener dengan hidrokarbon seperti asetil trimetil amonium bromida bereaksi dengan asam alginat membentuk endapan asetil trimetil amonium alginat (Muzzarelli, 1973).

Kegunaan alginat didasarkan pada tiga sifat utamanya :

a. Kemampuan untuk larut dalam air serta meningkatkan viskositas larutan. b. Kemampuan untuk membentuk gel.

c. Kemampuan membentuk film dan serat.

Fungsi utama alginat adalah sebagai gelling agent dengan adanya ion kation khususnya kalsium ( Wandrey, 2005). Ketika 2 blok G tersusun paralel, terbentuknya pola rantai seperti dengan lubang yang sangat ideal sebagai tempat pengikatan kalsium.Bentuk ini menyerupai telur dalam kotaknya (egg in an egg box ) seperti terlihat pada gambar berikut :

Larutan


(28)

Gambar 2.2. Egg box dalam gel alginat

Sifat pengental alginat berguna dalam pembuatan saus, sirup serta es krim. Melalui penambahan alginat , produk es menjadi tidak lengket sehingga dapat dibungkus dengan plastik. Alginat meningkatkan tekstur dan kemilau dari yoghurt sekaligus menstabilkan protein susu pada kondisi asam. Minuman buah yang ditambahkan natrium alginat atau PGA untuk mencegah sedimentasi. Alginat juga bertindak sebagai stabilisator dalam es krim dimana penambahan alginat mengurangi pembentukan kristal es selama freezing sehingga produk menjadi lembut.Selain itu alginat mengurangi laju pelelehan es krim (McHugh,2003).

Dalam indutri tekstil , alginat digunakan sebagai pengental pasta yang mengandung zat pewarna. Alginat tidak bereaksi dengan zat pewarna dan dengan mudah dicuci dari tekstil sehingga alginat menjadi pengental yang terbaik untuk zat pewarna.


(29)

Sebagai pembungkus yang dapat dimakan, alginat berperan sebagai komponen diet seperti serat karena hanya meningkatkan volume usus, tidak diabsorbsi dalam saluran pencernaan, berkalori rendah dan tidak berpotensi untuk merusak (Cancela, 2003). Film pelapis kalsium alginat dapat digunakan untuk membantu mengawetkan ikan beku. Jika ikan dibekukan dengan jelli kalsium alginat maka ikan dilindungi dari udara sehingga proses oksidasi dihambat. Jika jelli mencair bersama ikan, dengan mudah dapat dipisahkan. Potongan daging yang dibungkus dengan film kalsium alginat sebelum dibekukan menyebabkan juice daging akan diabsorbsi kembali kedalam daging selama proses pencairan, sehingga pembungkusan dapat melindungi daging dari kontaminasi bakteri (McHugh, 2003).

Gel alginat juga digunakan dalam restrukturisasi dan reformasi produk makanan , misalnya nuggets, daging panggang dan bahkan steak. Kalsium alginat yang dicampur dengan daging mentah membentuk gel kalsium alginat yang mampu mengikat potongan daging seperti yang terjadi dalam nuggets.

Dalam bidang farmasi, alginat dapat digunakan sebagai pembalut luka yang dapat menyembuhkan luka karena dapat mengabsorpsi cairan dari luka, dimana kalsium alginat dalam serat diubah oleh cairan tubuh menjadi natrium alginat yang larut (McHugh,2003). Alginat dalam bentuk garam dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan polimer pembentuk gel lainnya untuk mengontrol pelepasan obat dari matriks tablet. Dalam cairan lambung, natrium alginat terhidrasi dan dikonversi menjadi bentuk asam alginat yang tidak dapat larut, sehingga menekan pelepasan obat dalam perut ( ISP,2001; McHugh, 2003).


(30)

Tabel 2.1. Beberapa aplikasi alginat dalam produk makanan (Sumber : Wandrey ,2005)

Sifat Produk Makanan

Mengikat air Makanan Beku Mempertahankan tekstur

Pengisi Pastry

Menghasilkan produk dan tekstur yang lembut

Sirup Mencegah Pengendapan

Pelapis Kue Meniadakan rasa lengket

Membentuk Gel Puding Mempertahankan bentuk tekstur Penngisi Pie Meningkatkan rasa makanan

Dessert Gel Menghasilkan produk yang transparan dan cepat membentuk gel

Mengemulsikan Salad dreesing Mengemulsi dan menstabilkan

Saus Mengemulsi minyak dan

Mencegah pengendapan

Menstabilkan Bir Mempertahankan busa bir

Jus Menstabilkan larutan

Sirup Menghasilkan sirup yang homogen Saus Mengentalkan dan menstabilkan

2.2 Kitin

Dari semua polisakarida yang terdapat melimpah di alam, hanya kitin yang telah digunakan secara meluas dalam kuantitas yang besar. Kitin menempati urutan kedua terbanyak sebagai biopolymer alami yang dipeeroleh dari eksoskeleton

crustaceans dan juga dinding sel dari fungi dan serangga. Setiap tahun, sekitar 4 hingga 100 miliar ton kitin dihasilkan dari crustaceans, mollusca, serangga dan fungi. Kitin merupakan sumber daya biologis yang paling dieksploitasi di bumi,


(31)

meskipun setelah USDFA mengumumkan kitin sebagai zat aditif makanan pada tahun 1983 (Warrand,J.,2006).

Kitin atau poly (N-asetil-D-glukosamin) mempunyai struktur kimia yang analog dengan struktur selulosa.Perbedaan dengan struktur selulosa terdapat pada atom C ke 2 yaitu pada gugus OH digantikan dengan gugus asetamida (NH-COCH3) (Rudal,1963).

O

O H O

N H

H2C

O

O H

C O

H3C

O H2C

N H H O

O H

C O

H3C

* *

n

Gambar 2.3 Struktur Kitin 2.2.1 Sumber Kitin

Kitin banyak terdapat dalam kulit luar hewan seperti crustacean,serangga dan mollusca . Selain dalam kulit luar hewan tersebut, kitin juga terdapat dalam sel tumbuhan kelas rendah seperti dalam sel jamur. Pada tahun 1992, Alimuniar dan rekannya melakukan pemeriksaan kandungan kitin yang terdapat dalam hewan dan tumbuhan. Beberapa kandungan kitin yang diperoleh dari tumbuhan dan hewan ditunjukkan dalam tabel 2 ( Carroad and Tom,1987).


(32)

Tabel 2.2 Kandungan Kitin pada berbagai jenis Hewan dan Jamur

No Sumber Jenis Kandungan kitin

(%)

Kepiting 72,1a

Lobster : '- Nephrops 69,8a 1 Crustaceae

'- Homurus (60,8 - 77,0)a

Kecoa 18,4a

Lebah (27 - 35)a

2 Serangga

Ulat Sutra 44,2a

Kulit remis/kijing 6.1 3 Mollusca

Kulit Tiram 3.6

Aspergillus niger 42,0b Penicillum

chrysogenium 20,1b

Saccharomyces

cereviceae 2.9 4 Jamur

Lactarius vellereus 19 Keterangan :

a = berat organik dari kutikula b = berat kering dari dinding sel

2.2.2 Sifat dan Kegunaan Kitin

Kedua α-kitin dan β-kitin dapat dilarutkan dengan pemberian larutan pekat dan panas dari garam netral dengan keefektifan LiCNS > Ca(CNS)2 > CaI2 >

CaBr2 > CaCl2. Penambahan Etanol menyebabkan pembentukan massa gelatin

yang tembus cahaya. Kecepatan kelarutan β-kitin lebih besar dibandingkan α-kitin. Kitin juga dapat dilarutkan menggunakan larutan LiCNS jenuh pada 95º C. Kitin juga larut dalam pelarut asam seperti HCl pekat, H2SO4 pekat dan H3PO4 pekat,

akan tetapi tidak larut dalam HNO3 pekat. Chitin larut dalam sejumlah asam

karboksilat seperti asam formiat, asam dikhloroasetat (DCA) dan asam trikhloroasetat (TCA). β-kitin larut dalam asam formiat 88-90 % berat, akan tetapi


(33)

kelarutan lambat, membutuhkan waktu lebih dari tiga minggu (Gagnaire et al., 1982) menunjukkan bahwa terjadi esterifikasi pada kondisi ini sehingga yang terlarut adalah O-formilkitin daripada kitin itu sendiri. Austin (1975) adalah yang mula-mula melaporkan penggunaan DCA dan TCA sebagai pelarut kitin. Dari kedua asam ini, DCA adalah yang lebih baik untuk digunakan karena merupakan cairan pada temperatur kamar akan tetapi pelarut yang kurang dan memberikan larutan kental pada konsentrasi kitin yang relatif rendah. Meskipun TCA adalah pelarut yang lebih baik untuk kitin, pelarut ini adalah zat padat pada temperatur kamar sehingga dibutuhkan kosolven dan larutan yang mengandung 20 – 50 % berat TCA dalam asam formiat. Pelarut ini sangat berguna karena menghasilkan larutan kitin yang mempunyai viskositas yang relatif rendah. Hidrólisis dalam pelarut DCA dsn TCA-HCOOH adalah rendah dimana larutan kitin dalam sistim pelarut ini mempunyai viskositas yang tetap walaupun dibiarkan selama 1 bulan pada temperatur kamar (Muzzarelli, 1986; Robert, 1992).

Kitin sangat menarik secara komersial disebabkan persentase nitrogennya yang tinggi (6,89 %) dibandingkan dengan selulosa yang tersubstitusi secara sintetik (1,25 %). Kitin merupakan polisakarida yang bersifat basa dan hidrofobik dan tidak larut dalam air dan hampir semua pelarut organik. Produk kitin dapat berupa butiran, serat, film, serbuk dan gel yang banyak dimanfaatkan dalam bidang kesehatan dan kosmetik (Kumar, 2000).

Kitin adalah polisakarida nontoksik dan biodegradable yang banyak digunakan dalam bidang pengobatan dan kedokteran hewan. Dalam banyak kasus


(34)

pemakaian derivat kitin dalam tubuh manusia atau hewan dapat menyembuhkan dan mencegah berbagai macam penyakit. (Synowiecki, 2003)

Kitin dan turunannya banyak digunakan sebagai coating material untuk serat selulosa, nilon, kapas dan wool. Penggunaannya sebagai serat termodsifikasi antara lain bahan pembalut luka, tekstil medikal, absorben yang sehat dan tidak alergenik, menghilangkan bau dan anti mikroba pada pakaian olah raga serta kaus kaki. Penambahan kitin sebagai coating pada tekstil tahan air meningkatkan permeabilitas terhadap uap air. Serat wool yang mengandung kitin dan turunannya meningkatkan daya celup dan tidak luntur. (Synowiecki, 2003)

Kitin dan turunannya juga dapat digunakan untuk pembuatan membran hemodialisis. (Kaban dkk., 2006).

2.3 Kitosan

Kitosan merupakan senyawa turunan dari kitin yang memiliki struktur (1,4)-2-akino-2-deoksi-β-D-glukosa.Sumber kitosan yang sangat potensial adalah kerangka Crustaceae (Muzzarelli,R.A.A.,1997).

Kitosan merupakan molekul polimer yang mempunyai berat molekul tinggi.Kitosan merupakan poliamina linear yang mudah bereaksi dengan ion logam dan membentuk garam dan asam ( Sandford & Hutchings,1987).

Kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang baik karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil (OH) dan gugus amin (NH2) pada rantainya. Kebanyakan

polisakarida yang terdapat dialam bersifat netral dan asam seperti selulosa, dekstran, peptin, asam alginat , agar, agarose. Sedangkan kitosan adalah contoh


(35)

polisakarida yang bersifat basa.Selulosa adalah sebuah homopolimer sedangakan kitosan adalah heteropolimer (Kumar,M.V.N.,2000).

Kitosan adalah polimer polisakarida amina yang tersusun oleh unit glukosamin dan N-Asetil glukosamin yang merupakan polimer hidrofilik tidak beracun, cocok secara biologis ( biokompatibel) dan dapat terbiodegradasi secara biologis (Hosokawa,J.,dkk.,1990)

Adapun struktur kitosan seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut ini :

O

O O

NH2

HOH2C

HO

HOH2C

NH C 0 CH3 HO O * x y

2.3.1 Sumber Kitosan

Modifikasi kimia kitin yang paling sering dilakukan adalah deasetilasi dengan penambahan basa pada kitin, dimana gugus asetamida akan terhidrolisis menghasilkan gugus amino bebas dan terbentuklah kitosan. Hidrolisis dapat dilakukan dengan penambahan NaOH 40%, dimana apabila derajat deasetalisasi 45-55% bersifat dapat larut dalam air sedangkan untuk derajat deasetalisasi > 60% atau <40% bersifat tidak larut dalam air (Muzzarelli,R.A.A.,1986)

O

O H O

N H

H2C

O

O H

C O

H3C

O H C2

N H H O O H * * C O

H3C

n


(36)

Deasetilisasi Asetilisasi

O

O O

NH2

HOH2C

HO

HOH2C

NH C 0

CH3

HO O *

x y

Gambar 2.4. Konversi kitin menjadi kitosan

2.3.2 Sifat Dan Kegunaan Kitosan

Kitosan mempunyai sifat menyerap dan menggumpal yang sangat baik .Sifat menyerap dan menggumpal ini dapat meninggikan kereaktifannya dalam berbagai kegunaan dan menghasilkan turunan kitosan.

Kitosan merupakan suatu contoh membaran polikationik .Karena adanya gugus amino, kitosan merupakan polielektrolit kationik , hal yang sangat jarang terjadi secara alami (Krajewska,B., 2001).


(37)

Satu sifat fisik kitosan adalah bersifat polikation apabila kitosan dapat terurai dalam pelarut yang sesuai .Sifat ini berlainan dengan polimer lainnya, yang hanya bersifat netral atau anion ( Robert, 1992).

Dalam banyak kasus pemakaian derivat kitin dalam tubuh manusia atau hewan dapat menyembuhkan dan mencegah bermacam penyakit.

Kitosan dan turunannya dapat digunakan sebagai bahan kosmetik, pasta gigi, krim badan dan tangan serta produk perawatan rambut. Biopolimer ini juga telah diteliti sebagai bahan formulasi kosmetik khususnya untuk kulit yang sensitif. Kitosan dapat mempengaruhi kelembaban kulit serta memberi perlindungan terhadap kerusakan mekanik serta efek anti elektrostatik pada rambut.Kitosan yang dimasukkan kedalam produk tertentu membentuk hidrogel yang dapat memperkuat gigi dan melindunginya dari infeksi mikroba sambil tetap mempertahankan difusi dari ion-ion dan air (Synowiecki,2003).

Kitosan dapat menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri yang bersifat patogen dan menyebabkan resistensi tumbuhan terhadap infeksi jamur dan virus.Resistensi terhadap jamur berkaitan dengan destruksi hidrolitik dinding selnya oleh kitinase tanaman.Aktivitas antimikroba kitosan dan turunannya tergantung pada berat molekul rata – rata, kerentanannya terhadap degradasi enzimatik serta pelepasan oligomer larut air.

Kitosan dan alginat dapat membentuk membran polielektrolit .Dimana kompleks elektrolit dibentuk melalui reaksi suatu polielektrolit dengan polielektrolit yang lain yang berbeda muatanya dalam suatu larutan. Dikarenakan keragaman struktur dan sifatnya kompleks ini memberikan aplikasi yang cukup


(38)

luas sebagai membran, pelapis antistatik, sensor lingkungan, detektor kimia ( Kumar,M.N.V.,2000). Adapun interaksi ionik antara natrium alginat dengan

kitosan adalah sebagai berikut :

Gambar 2.5. Interaksi ionik antara rantai alginat dengan rantai kitosan

2.4 Bahan Pemlastis ( Plastisizer)

Bahan pemlastis (plastisizer) adalah bahan organik dengan berat molekul rendah yang ditambahkan dengan maksud memperlemah kekakuan dari polimer, meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas polimer. Bahan pemlastis larut dalam tiap-tiap rantai polimer sehingga akan mempermudah gerakan molekul polimer dan bekerja menurunkan suhu transisi gelas, suhu kristalisasi atau suhu pelelehan dari polimer.

Mekanisme kerja plastisizer pada resin adalah memisahkan rantai melalui pemutusan ikatan yaitu ikatan hidrogen dan ikatan van der Waals atau ikatan ion, yang menyebabkan rantai polimer bersatu dan melapisi tenaga di tengahnya melalui pembentukan ikatan polimer-plastisizer.

Rantai Alginat

Rantai Kitosan Interaksi ionik

-OOC

NH3+ COOH

AcNH

NH3Cl

-COO-Na+

-OOC


(39)

Kemudian kelompok polymer-phylic akan memperbaiki kelarutannya, sedangkan kelompok polymerphobic memperbaiki pengaruhnya.

Beberapa jenis plastisizer yang dapat digunakan adalah gliserol ,lebah, polivinilalkohol dan sorbitol, asam laurat , asam oktanoat , asam laktat , Trietilen glikol.

Kompatibilitas yang baik menunjukkan campuran pemlastis dan polimer yang stabil dan homogen, yang mana ditentukan oleh interaksi molekul polimer– pemlastis, bahan aditif, tekanan, suhu, kelembaban, dan cahaya. Kompatibilitas campuran dapat ditentukan melalui panas reaksi campuran, transisi gelas, morfologi, sifat mekanikal dinamis secara viskometrik (Chattopadhyay, 2000). Pemlastis bisa saja kompatibel pada suhu proses namun dapat keluar kembali dari polimer (blooming) pada suhu kamar. Polimer pemlastis berada dalam kesetimbangan dinamis pada suhu tertentu, begitu suhu berubah efektifitas gaya-gaya juga berubah. Pada kondisi normal, difusi selalu terjadi yaitu sejumlah tertentu pemlastis berada di permukaan polimer karena kesetimbangan adsorpsi/ desorpsi antara polimer dan pemlastis terganggu (Zhong, dkk., 1998).

Proses pemlastis, prinsipnya adalah terjadinya dispersi molekul pemlastis ke dalam fase polimer. Bilamana pemlastis mempunyai gaya interaksi dengan polimer, proses dispersi akan berlangsung dalam skala molekul dan terbentuk larutan polimer pemlastis sehingga keadaan ini disebut kompatibel. Interaksi antara pemlastis–polimer ini sangat dipengaruhi oleh sifat afinitas kedua komponen. Kalau afinitas polimer–pemlastis tinggi, maka molekul pemlastis akan terdifusi ke


(40)

dalam bundel, di sini molekul pemlastis akan berada di antara rantai polimer dan mempengaruhi mobilitas rantai (Efendi, 2001).

2.4.1 Gliserol

Gliserol memiliki rumus kimia C3H5(OH)3.Gliserol merupakan trihidrat

alkohol, dimana mempunyai dua gugus hidroksil primer dan satu gugus hidroksil sekunder.Gliserol alami merupakan hasil samping konversi lemak dan minyak dari splitting lemah yang dapat diperoleh 15 – 20 % larutan gliserol dalam air.Proses transesterifikasi menghasilkan 75 – 90 % larutan gliserol dalam alkohol. Proses ini bergantung pada perbandinngan jumlah alkohol dan lemak ataupun minyak dan konsentrasi katalis (Nouredini H & Medikonduru , 1997)

Fungsi utama gliserol adalah sebagai humuctant ( suatu zat yang berfungsi untuk menjaga kelembutan dan kelembaban ).Gliserol juga dapat digunakan sebagai pelarut , pemanis , pengawet dalam makanan serta sebagai zat emollient dalam kosmetik. Berdasarkan sifatnya , gliserol banyak digunakan sebagai zat pemlastis dan minyak pelumas dalam mesin pengolahan makanan dan minuman. Hal ini disebabakan karena gliserol tidak beracun .Gliserol juga dapat digunakan dalam industri resin untuk menjaga sifat kelenturan ( Bommardeaux,J , 2006)


(41)

2.5 Edible Film

Edible packaging adalah kemasan yang dapat langsung dimakan dan aman bagi lingkungan. Edible packaging dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian yaitu kemasan yang berfungsi sebagai penyalut (edible coating) dan kemasan yang berfungsi sebagai pelapis dalam bentuk lembaran tipis (edible film).

Terdapat lima syarat kemasan untuk bahan pangan yaitu :penampilan, perlindungan, fungsi, biaya, dan limbah kemasan tersebut bersifat ramah lingkungan. Dengan adanya persyaratan ramah lingkungan, maka penggunaan edible packaging adalah sangat menjanjikan.

Edible coating telah banyak digunakan untuk penyalut bahan pangan sepeti daging beku, makanan semi basah, produk konfeksionari, ayam beku, produk hasil laut, sosis, buah-buahan dan sebagai penyalut kapsul obat-obatan (Krochta, et al, 1994).

Edible film adalah lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan yang berfungsi sebagai penghambat transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen, lemak dan zat terlarut) dan atau sebagai

carrier bahan makanan atau aditif dan atau untuk meningkatkan penanganan

makanan (Krochta, 1992).

Edible film harus mempunyai sifat-sifat yang sama dengan film kemasan seperti plastik, yaitu harus memiliki sifat menahan air sehingga dapat mencegah kehilangan kelembaban produk, memiliki permeabilitas selektif terhadap gas tertentu, mengendalikan perpindahan padatan terlarut, untuk mempertahankan warna, pigmen alami dan gizi, serta menjadi pembawa bahan aditif seperti


(42)

pewarna, pengawet dan penambah aroma yang memperbaiki mutu bahan pangan. Penggunaan edible film untuk pengemasan produk-produk pangan seperti sosis, buah-buahan dan sayuran segar dapat memperlambat penurunan mutu, karena edible film dapat berfungsi sebagai penahan difusi gas oksigen, karbondioksida dan uap air serta komponen flavor, sehingga mampu menciptakan kondisi atmosfir internal yang sesuai dengan kebutuhan produk yang dikemas. Keuntungan penggunaan edible film untuk kemasan bahan pangan adalah untuk memperpanjang umur simpan produk serta tidak mencemari lingkungan karena edibel film ini dapat dimakan bersama produk yang dikemasnya. Selain edible film istilah lain untuk kemasan yang berasal dari bahan hasil pertanian adalah biopolimer, yaitu polimer dari hasil pertanian yang digunakan sebagai bahan baku film kemasan tanpa dicampur dengan polimer sintetis (plastik). Bahan polimer diperoleh secara murni dari hasil pertanian dalam bentuk tepung, pati atau isolat. Komponen polimer hasil pertanian adalah polipeptida (protein), polisakarida (karbohidrat) dan lipida. Ketiganya mempunyai sifat termoplastik, sehingga mempunyai potensi untuk dibentuk atau dicetak sebagai film kemasan. Keunggulan polimer hasil pertanian adalah bahannya yang berasal dari sumber yang terbarukan (renewable) dan dapat dihancurkan secara alami (biodegradable).

Komponen penyusun edible film mempengaruhi secara langsung bentuk morfologi maupun karakteristik pengemas yang dihasilkan. Komponen utama penyusun edible film dikelompokkanmenjadi tiga, yaitu hidrokoloid, lipida dan komposit. Bahan-bahan tambahan yang sering dijumpai dalam pembuatan edible film adalah antimikroba, antioksidan, flavor dan pewarna (Julianti,E,2006).


(43)

Komponen yang cukup besar dalam pembuatan edible film adalah

plastisizer, yang berfungsi untuk :

- meningkatkan fleksibilitas dan ekstensibilitas film - menghindari film dari keretakan

- meningkatkan permeabilitas terhadap gas, uap air dan zat terlarut - meningkatkan elastisitas film

2.5.1. Hidrokoloid

Hidrokoloid yang digunakan dalam pembuatan edible film berupa protein atau polisakarida. Bahan dasar protein dapat berasal dari jagung, kedele, wheat gluten, kasein, kolagen , gelatin, corn zein, protein susu dan protein ikan.

Polisakarida yang digunakan dalam pembuatan edible film adalah selulosa dan turunannya,pati dan turunannya, pektin, ekstrak ganggang laut (alginat, karagenan, agar), gum (gum arab dan gun karaya), xanthan, kitosan dan lain-lain. Beberapa polimer polisakarida yang banyak diteliti akhir akhir ini adalah pati gandum (wheat), jagung (corn starch) dan kentang.

Umumnya film hidrokoloid mempunyai sifat resisten yang kecil terhadap uap air karena sifatnya hidrofilik. Film hidrokoloid yang digunakan dapat diklasifikasikan berdasarkan komposisi, muatan molekul dan kelautan dalam air. Berdasarkan komposisi , hidrokoloid dapat dijumpai seperti karbohidrat dan protein. Muatan dari sebuah hidrokoloid dapat digunakan dalam pembentukan film.Alginat dan pektin membutuhkan tambahan dalam pembentukan ion polivalen dan biasanya digunakan kalsium.


(44)

2.5.2. Lipida

Lemak yang umum digunakan dalam pembuatan edible film adalah lilin alami (beeswax,carnauba wax, parrafin wax), asil gliserol, asam lemak (asam oleat dan asam laurat) serta emulsifier.

Umumnya asam lemak dan fatty alkohol merupakan yang efektif dalam membawa uap air Lilin umumnya juga digunakan sebagai coating buah – buahan dan sayuran untuk memperlambat perpindahan udara dan memperkecil kelembaban.

2.5.3. Komposit

Komposit adalah bahan yang didasarkan pada campuran hidrokoloid dan lipida. (Julianti,E,2006). Pada dasarnya komposit dapat didefenisikan sebagai campuran makroskopik dari serat dan matriks. Serat umumnya jauh lebih kuat dari matriks dan berfungsi memberikan kekuatan tarik. Sedangkan matriks berfungsi untuk melindungi serat dari efek lingkungan dan kerusakan akibat benturan.

Manfaat utama dari penggunaan komposit adalah untuk mendapatkan kombinasi sifat kekuatan serta kekakuan yang tinggi dan berat jenis yang ringan. Dengan memilih kombinasi material serat dan matrik yang tepat dan hampir sama dengan kebutuhan sifat untuk suatu struktur tertentu dan tujuan tertentu pula.

Salah satu sifat unik dari komposit dengan zat pengikat anorganik bahwa pembuatannya dapat diadaptasi sesuai dengan biaya akhir dan spektrum tekhnologi. Hal ini terfasilitasi melalui fakta bahwa tidak dibutuhkan panas untuk mematangkan material anorganik tersebut. (Anonimous, I., 2007)


(45)

2.6 Aktivitas Air (Aw)

Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa kompenen disamping ikut sebagai bahan pereaksi, sedang bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan atau pengeringan, sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan cara tersebut. Kandungan air dalam bahan pangan akan berubah – ubah sesuai dengan lingkungan, hal ini sangat erat hubungan dengan daya awet bahan pangan tersebut. Hal ini merupakan pertimbangan utama dalam pengolahan dan pengelolaan pasca olah bahan pangan (Purnomo,H,1995)

Menurut derajat keterikatan air, air terikat dapat dibagi atas empat tipe : Tipe I, adalah molekul air yang terikat pada molekul – molekul lain melalui sesuatu ikatan hidrogen yang berenergi besar. Molekul air membentuk hidrat dengan molekul – molekul lain yang mengandung atom – atom O dan N seperti karbohidrat, protein, atau garam.Air tipe ini tidak dapat membeku pada proses pembekuan, tetapi sebagian air ini dapat dihilangkan dengan cara pengeringan biasa. Air tipe ini terikat kuat dan sering kali disebut air terikat.

Tipe II, yaitu molekul – molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air murni. Air jenis ini lebih sukar dihilangkan dan penghilangan air tipe II akan mengakibatkan penurunan aw ( water activity ).

Tipe III, adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, serat, dan lain – lain. Air tipe III inilah yang sering kali


(46)

disebut dengan air bebas. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi – reaksi kimiawi.

Tipe IV, adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni, dengan sifat – sifat air biasa dan keaktifan penuh (Winarno,F.G.,1984)

Pengawetan makanan dengan menurunkan kadar air yang dikenal dengan aktivitas air (aw) telah dilakukan sejak beribu – ribu tahun yang lalu . Secara

tradisional , makanan dikeringkan dengan sinar matahari tetapi sekarang beberapa makanan didehidrasi dibawah kondisi pengeringan yang terkendali dengan menggunakan aneka ragam metoda pengeringan.Walaupun demikian , pengeringan dengan sinar matahari tetap sebagai suatu cara pengolahan yang sangat penting dinegara – negara yang sedang berkembang (Buckle, K.A., 1987).

Aktivitas air atau “water activity” (Aw) merupakan salah satu parameter hidratasi yang sering diartikan sebagai air dalam bahan yang dapat digunakan untuk pertumbuhan jasad renik. Menurut hukum Roult ( Secara kimia ) Aw berbanding lurus dengan jumlah molekul didalam pelarut (solvent) dan berbanding terbalik dengan jumlah molekul didalam larutan ( solution) (Syarief,R, 1988).

2 1

2

n n

n Aw

 

Dimana n1 = Jumlah molekul dari zat yang dilarutkan (solute)

n2 = Jumlah molekul pelarut , yang dimaksud disini adalah air

Semua organisme membutuhkan air untuk kehidupannya Air berperan dalam reaksi metabolik dalam sel dan merupakan alat pengangkut zat – zat gizi atau bahan limbah kedalam dan keluar sel. Semua kegiatan ini membutukan air


(47)

tersebutmengalami kristalisasi dan membentuk es atau terikat secara kimiawi dalam larutan gula atau garam, maka air tersebut tidak dapat digunakan oleh mikroorganisme. Air murni mempunyai aw = 1,0 . Jenis mikroorganisme yang

berbeda membutuhkan jumlah air yang berbeda pula untuk pertumbuhannya. Bakteri umumnya tumbuh dan berkembang biak hanya dalam media dengan aw

tinggi (0,91) , khamir membutuhkan nilai aw lebih rendah (0,87 – 0,91 ) , kapang

lebih rendah lagi (0,80 – 0,87).

Tabel 2.3 Nilai – nilai batas aw bagi beberapa jenis mikroorganisme Kisaran aw bagi beberapa makanan aw aw minimum untuk beberapa

jenis


(48)

mikroorganisme Sayuran, buah – buahan , daging

1,0 C.botulinum

Ayam , ikan , susu segar

Salmonella

Daging yang direndam dalam Larutan garam

Salami, sirup, gula , keju kering 0,9 Kebanyakan bakteri Kebanyakan ragi Beras ,kacang polong , tepung , 0,8

Serelia , kue – kue

Kebanyakan jamur Makanan setengah basah ,

0,7 Bakteri halofilik

Makanan yang diawetkan Dengan garam

Mikroorganisme yang sangat osmofilik 0,6

Buah – buahan kering Makanan kering

2.6.1 Metode Pengukuran Aktivitas Air

Pengukuran aktivitas air (Aw) terhadap suatu bahan pangan sampai saat ini masih berdasarkan pada pengukuran kelembaban relatif berimbang dari bahan


(49)

tersebut terhadap lingkungannya. Oleh karena itu ekstrapolasi menjadi cara pengukuran yang lebih penting dari pada tekhniknya.

Akhir – akhir ini perkembangan metode pengukuran Aw menjadi perhatian pakar teknologi pangan. Karena , peranan Aw dalam berbagai aspek bahan pangan seperti pengendalian Aw selama pengolahan , pengemasan dan penyimpanan semakin diketahui.Beberapa Peralatan pengukuran Aw telah tersedia secara komersial (Purnomo,H , 1995)

Pengukuran kelembapan relatif berimbang dapat dilakukan antara lain dengan:

1. Kurva Interpolasi 2. Teknik manometrik 3. Keseimbangan bitermal. 4. Higrometer Rambut. 5. Keseimbangan isopeistik. 6. Higrometer Listrik.

7. Metode Kimia seperti pengunaan kobaltus bromida, klorida dan biosianat.

2.7 Scanning Electron Microcsope (SEM)


(50)

Struktur permukaan suatu benda diuji dapat dipelajari dengan menggunakan scanning elektron mikroskop karena jauh lebih mudah untuk mempelajari struktur permukaan ini secara langsung.

Dengan berkas sinar elektron difokuskan kesuatu titik dengan diameter sekitar 100 À dan digunakan untuk melihat permukaan dalam suatu layar. Elektron – elektron dari benda diuji difokuskan dengan suatu elektroda elektrostatik pada suatu alat pemantul yang dimiringkan.Sinar yang dihasilkan diteruskan melalui suatu pipa sinar pantulan kesuatu alat pembesar foto dan sinyal yang dapat digunakan untuk memodulasikan terangnya suatu titik osikoskop yang melalui suatu layar dengan adanya persesuaian dengan berkas sinar elektron pada permukaan benda uji.

Sebagai pengertian awal, mikroskop elektron payaran menggunakan hamburan elektron – elektron (dengan E = 30 kV) yang merupakan energi datang ) dan elektron – elektron sekunder (dengan E = 100 eV) yang dpantulkan dari benda uji.

Karena elektron – elektron sekunder mempunyai energi yang rendah, maka elektron – elektron tersebut dapat dibelokkan membentuk sudut dan menimbulkan bayangan topografi. Intensitas dari hamburan balik elektron – elektron yang cenderung tertimbun karena dengan energinya yang lebih tinggi maka tidak mudah dikumpulkan oleh sistem kolektor normal seeperti yang digunakan pada elektron payaran.Jika elektron – elektron sekunder akan terkumpul, maka kisi didepan detektor akan mengalami kemiringan sekitar 200 V (Smallman,1991)


(51)

2.8 Uji Tarik dan Kemuluran

Kekuatan tarik dan kemuluran merupakan suatu sifat mekanis yang sangat penting dari logam terutama untuk perhitungan – perhitungan konstruksi. Untuk memperoleh informasi tentang kekuatan tarik dilakukan pengujian tarik. Didalam pengujian tarik, batang percobaan atau batang uji dikenai beban aksial yang ditambah secara berangsur – angsur dan kontinu.

Kekuatan tarik merupakan sifat mekanik yang banyak ditonjolkan dan dianggap sebagai kekuatan bahan ( Sumanto,1994)

Dalam pengujiannya, bahan uji ditarik sampai putus.Secara sederhana, kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (F maks ) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan., dibagi dengan luas penampang bahan. Karena selama dibawah pengaruh tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik dinyatakan sebagai besarnya beban maksimum yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan , dibagi dengan luas penampang semula (Ao).

Ao maks F t  

Jika didefinisikan besaran kemuluran ( ) sebagai nisbah pertambahan panjang terhadap panjang specimen semula adalah :

Hasil pengamatan sifat kekuatan tarik dinyatakan dalam bentuk kurva tegangan, yakni nisbah beban dengan luas penampang (F/A) terhadap

% 100 x lo ) ( Kemuluran lo l   


(52)

perpanjangan bahan (regangan) yang disebut dengan kurva tegangan – regangan (Wirjosentono,dkk,1995)

Kekuatan tarik akhir Tegangan pada yield

Kemuluran

pada yield kemuluran tegangan

regangan

Gambar 2.6 Kurva Tegangan – Regangan Bahan Polimer

2.9 Permeabilitas Uap Air

Permeabilitas suatu film kemasan adalah kemampuan melewatkan partikel gas dan uap air pada suatu unit luas bahan pada suatu kondisi tertentu.. Nilai permeabilitas sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sifat kimia polimer, struktur dasar polimer,. Umumnya nilai permeabilitas film kemasan berguna untuk memperkirakan daya simpan produk yang dikemas. Komponen kimia alamiah berperan penting dalam permeabilitas. Polimer dengan polaritas tinggi (polisakarida dan protein) umumnya menghasilkan nilai permeabilitas uap air yang tinggi dan permeabilitas terhadap oksigen rendah. Hal ini disebabkan polimer mempunyai ikatan hidrogen yang besar. Sebaliknya, polimer kimia yang bersifat


(53)

non polar (lipida) yang banyak mengandung gugus hidroksil mempunyai nilai permeabilitas uap air rendah dan permeabilitas oksigen yang tinggi, sehingga menjadi penahan air yang baik tetapi tidak efektif menahan gas. Permeabilitas uap air merupakan suatu ukuran kerentanan suatu bahan untuk terjadinya proses penetrasi air. Permeabilitas uap air dari suatu film kemasan adalah laju kecepatan atau transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan yang permukaannya rata dengan ketebalan tertentu, sebagai akibat dari suatu perbedaan unit tekanan uap antara dua permukaan pada kondisi suhu dan kelembaban tertentu (Yamada,K ,et al , 1995).

Gambar 2.7 Penentuan Permeabilitas Uap air Keterangan : = Film Pelapis

= CaCl2 anhidrat

= Air


(54)

BAB III

BAHAN DAN METODE 3.1 Bahan dan Alat

Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan, natrium alginat, asam asetat, natrium hidroksida, kalsium klorida, gliserol, aquadest. Demikian juga bahan – bahan untuk pengujian aktivitas air (aw) seperti kalium

dikromat, kalium sulfat dan silika gel yang semuanya berasal dari bahan p.a.

Peralatan yang digunakan adalah alat – alat gelas seperti desikator, plat kaca, gelas Erlenmeyer, Beaker glass, dan instrumen seperti magnetik stirerr, Scanning Electron Microscope (SEM), Universal Tensile Machine. Dan juga seperti alat pH indikator, mikrometer, hot plate dan mixer.

3.2. Metode Penelitian

3.2.1. Pembuatan Film Pelapis Ca – Alginat Kitosan.

Ditimbang sebanyak 2 g kitosan, kemudian didispersikan kedalam 50 ml air suling dan ditambahkan 3 ml asam asetat glasial sambil diaduk dengan magnetik stirrer untuk menghasilkan campuran homogen. Selanjutnya ditimbang sebanyak 2 g natrium alginat dan dilarutkan dalam 50 ml air suling. Larutan kitosan dan larutan natrium alginat dibiarkan secara terpisah selama satu malam. Kemudian kedua larutan polimer tersebut dicampurkan dan ditambah larutan NaOH 2M sampai diperoleh pH 5-6 sambil diaduk . Gel yang terbentuk dicetak diatas plat kaca dan disimpan di desikator. Lapisan tipis yang diperoleh dicelupkan dalam kalsium klorida 0,1 M dan dibiarkan selama satu malam. Dihasilkan lapisan


(55)

tipis transparan, kemudian dicuci dengan air suling dan disimpan di desikator. Film pelapis kelat kalsium alginat-kitosan yang diperoleh dilakukan pengujian Scanning Electron Microscope (SEM) , Uji Tarik dan Kemuluran , Aktivitas Air (Aw ) ,Uji permeabilitas Uap air, Uji Swelling dan Uji Ketebalan.

3.2.2. Pembuatan Film Pelapis Ca – Alginat Kitosan Dengan Pemlastis Gliserol.

Ditimbang sebanyak 2 g kitosan, kemudian didispersikan kedalam 50 ml air suling dan ditambahkan 3 ml asam asetat glasial sambil diaduk dengan magnetik stirrer untuk menghasilkan campuran homogen. Selanjutnya ditimbang 2 g natrium alginat dan dilarutkan dalam 50 ml air suling. Larutan kitosan dan larutan natrium alginat dibiarkan secara terpisah selama satu malam. Kemudian kedua larutan polimer tersebut dicampurkan dan campuran tersebut ditambahkan gliserol dengan variasi 3 mL dan 5 mL kemudian ditambah larutan NaOH 2M sampai diperoleh pH 5-6 sambil diaduk . Gel yang terbentuk dicetak diatas plat kaca dan disimpan di desikator. Lapisan tipis yang diperoleh dicelupkan dalam kalsium klorida 0,1 M dan dibiarkan selama satu malam. Dihasilkan lapisan tipis transparan, kemudian dicuci dengan air suling dan disimpan di desikator. Film pelapis kelat kalsium alginat-kitosan dengan pemelastis gliserol yang diperoleh dilakukan pengujian Scanning Electron Microscope (SEM) , Uji Tarik dan Kemuluran , Aktivitas Air (Aw ) ,Uji permeabilitas Uap air, Uji Swelling dan Uji Ketebalan.

3.2.3 Uji Scanning Electron Microscope (SEM)


(56)

Film pelapis Ca alginat-kitosan dan Ca – Alginat - Kitosan dengan penambahan pmlastis gliserol ditentukan morfologi permukaannya dengan Scanning Electron Microscope (SEM) .

3.2.4 Uji Kekuatan Tarik dan Kemuluran.

Pengujian kekuatan dilakukan dengan alat uji tarik dan kemuluran terhadap tiap spesimen dengan ketebalan dan ukuran yang sesuai dengan spesimen uji kekuatan tarik. Film pelapis dibentuk lebar 6 mm dan panjang 115 mm (ASTM D-638-72 tipe IV)

Alat uji tarik terlebih dahulu dikondisikan pada beban 100 Kgf dengan kecepatan penarikan 50 mm/menit, kemudian spesimen dijepit kuat dengan penjepit dari alat. Lalu mesin dihidupkan dan spesimen akan tertarik keatas dan diamati sampai putus. Dicatat tegangan maksimum (Fmaks) dan regangannya. Data

pengukuran diubah menjadi kuat tarik ( t ) dan kemuluran ( ).

Harga kemuluran (%) bahan dihitung dengan rumus dibawah ini :

% 100 )

(

Kemuluran x

lo lo l  

l-lo = Harga Stroke

lo = Panjang awal (115 mm)

Nilai kekuatan tarik bahan dihitung dengan persamaan:

) mm ( A (kgf) k beban tari nilai ) (kgf/mm arik Kekuatan t 2 2 


(57)

Pengujian aktivitas air ditentukan dengan kurva interpolasi ( lampiran 1,2,3) , disiapkan beberapa larutan garam dengan pelarut aquadest , dimana aktivitas bahan yang akan diuji berada diantara aktivitas larutan – larutan garam tersebut. Dimasukkan larutan – larutan tersebut kedalam desikator, selanjutnya ditimbang film pelapis dengan berat yang sama , dan diletakkan dalam desikator selama 24 jam .Kemudian ditimbang kembali film pelapis selanjutnya hasil penimbangan diplot dengan aktivitas larutan garam .

3.2.6 Uji Permeabilitas Uap Air

Film Ca Alginat – Kitosan ditempatkan pada permukaan rata dan bersih dari suatu wadah logam dengan diameter 3 inci kemudian ditimbang 10 g kalsium klorida dan pemukaan wadah logam ditutup dengan film pelapis. Alat ditempatkan pada wadah yang mengandung air dimana jaraknya terhadap permukaan air adalah 2.5 inci dan dibiarkan dalam inkubator pada suhu kamar.setelah 24 jam, alat dipindahkan dan film pelapis dipotong .Cawan yang berisi kalsium klorida dipindahkan dan ditimbang . Pertambahan berat dalam (g x 316) mengambarkan jumlah air yang lewat dalam 1 m2 dari film pelapis selama 24 jam. Hasil merupakan harga transfer uap air atau permeabilitas uap air . Bahan dengan permeabilitas sangat rendah dapat diuji selama lebih dari 24 jam sehingga menghasilkan ketelitian yang lebih besar tapi hasil dihitung pada basis 24 jam. Dalam penentuan permeabilitas uap air ini dibandingkan film pelapis kalsium alginat – kitosan dengan menggunakan pemlastis gliserol (0,3 dan 5 mL) Permeabilitas uap air dapat dihitung dengan persamaan tersebut :


(58)

2

1m berat n Pertambaha

WVPCaCl2 (g) x316

3.2.7 Uji Swelling

Film pelapis yang dihasilkan direndam pada air pada + 350C. Kemudian berat film ditimbang kembali setelah perendaman 1, 5, 10, 20, 30, 60, 90, 120 dan 180 Menit

3.2.8 Uji Ketebalan

Ketebalan film pelapis diuji dengan alat mikrometer pada 5 sisi yang berbeda. Rata – rata dari keempat sisi merupakan ketebalan film yang di hasilkan.


(59)

3.3. Bagan Penelitian 3.3.1 Pembuatan Film Pelapis Khelat Kalsium Alginat - Kitosan

Dibiarkan + 1 malam Diaduk hingga homogen

Ditambahkan 50 mL Aquadest

2 g Kitosan

Ditambahkan 50 mL Aquadest

Ditambahkan 3 mL asam asetat glasial

Diaduk hingga homogen Dibiarkan + 1 malam

Larutan Kitosan Larutan Na - Alginat

Dicampurkan sambil diaduk

Ditambah larutan NaOH 2 M sampai dipeloleh pH 5 – 6 sambil diaduk

Dicetak diatas plat Kaca Dikeringkan + 1 malam

Lapisan Tipis Alginat - Kitosan

2 g Na - Alginat


(60)

Dicelupkan dalam CaCl2 0.1 M

Dibiarkan satu malam Dikeringkan

Lapisan Tipis Ca Alginat- Kitosan

Dibilas dengan aquadest

Uji SEM Uji Aktivitas Water

Uji Kekuatan Tarik dan Kemuluran

Uji Permeabilitas Uap air

Uji Swelling Lapisan Tipis


(61)

3.3.2 Pembuatan Film Pelapis Khelat Kalsium Alginat – Kitosan Dengan Penambahan Pemlastis Gliserol

Diaduk hingga homogen

Dicampurkan sambil diaduk

Ditambah larutan NaOH 2 M sampai dipeloleh pH 5 – 6 sambil diaduk

Dicetak diatas plat Kaca Dikeringkan + 1 malam Lapisan Tipis

Alginat – Kitosan - Gliserol

Dibiarkan + 1 malam Ditambahkan 50 m Aquadest

L 2 gr Kitosan

Ditambahkan 50 m Aquadest

L

Ditambahkan 3 mL asam asetat glasial

Diaduk hingga homogen Dibiarkan + 1 malam

Larutan Kitosan Larutan Na - Alginat

Ditambah gliserol 99% masing – masing 3 mL dan 5 mL 2 gr Na - Alginat


(62)

Dicelupkan dalam CaCl2 0.1 M

Dibiarkan satu malam Dikeringkan

Dibilas dengan aquadest

Lapisan Tipis

Ca Alginat- Kitosan - Gliserol Lapisan Tipis

Alginat – Kitosan - Gliserol

Uji SEM Uji

Aktivitas Water

Uji Kekuatan Tarik dan Kemuluran

Uji Permeabilitas Uap air

Uji Swelling


(63)

3.3.3. Uji Permeabilitas Uap Air

Hasil 10 g CaCl2

Dimasukkan dalam wadah logam yang telah disediakan

Ditutup permukaan wadah dengan film pelapis

Diletakkan wadah kedalam bak yang berisi air dengan ketinggian 2.5 inci dari permukaan air

Dibiarkan + 24 jam

Dipindahkan cawan yang berisi CaCl2

Ditimbang cawan yang berisi CaCl2


(64)

3.3.4 Uji Aktivitas Air (Aw)

Film Pelapis

Ditempatkan dalam desikator yang telah berisi larutan garam jenuh

Hasil

Dibiarkan selama + 24 jam

Dikeluarkan film pelapis dari desikator Ditimbang film pelapis


(65)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan

Dari penelitian yang dilakukan dihasilkan film pelapis Ca alginat–kitosan dengan pemalstis gliserol sebanyak 3 , 5 mL dan sebagai pembanding juga dibuat film pelapis Ca Alginat – Kitosan.

Ion Ca2+ mempunyai orbital d yang kosong sehingga alginat sebagai ligan dapat menyumbangkan elektronnya kepada orbital d dari Ca2+ . Dalam hal ini ion Ca2+ yang merupakan jembatan penghubung inter molekul alginat hanya dapat menerima 5 ligan oksigen, sementara alginat berpotensi menyumbangkan 10 ligan oksigen dari kedua rantai yang paralel masing-masing dari OH atom C2 dan C3,

ikatan O yang menghubungkan 1-4 dan sebuah gugus karboksil serta cincin O dari residu tetangganya (Chaplin, 2005)

4.1.1 Film Pelapis Kalsium Alginat – Kitosan

Film pelapis kalsium alginat – kitosan yang diperoleh diuji morfologi permukaan dengan menggunakan alat SEM. Foto SEM film pelapis Ca Alginat – Kitosan dapat ditunjukkan dalam gambar berikut :

48


(66)

(a) (b)

Gambar 4.2. a. Foto Permukaan Film pelapis Ca Alginat – Kitosan dengan pencucian lebih lama.

b.Foto Permukaan Film pelapis Ca Alginat – Kitosan dengan pencucian lebih singkat

Dari gambar 4.2.(b) terlihat permukaan film pelapis masih terdapat kalsium klorida ini disebabkan oleh pencucian film pelapis yang kurang sempurna, sedangkan gambar 4.2.(a) dengan pencucian kalsium klorida lebih lama permukaannya tidak terlihat lagi ada kalsium klorida tetapi morfologi permukaan permukaan tampak lebih kasar ini dapat disebabkan karena belum adanya pemlastis.

4.1.2. Film Pelapis Kalsium Alginat – Kitosan dengan penambahan gliserol 3 mL.

Film pelapis kalsium alginat – kitosan dengan penambahan gliserol 3 mL yang diperoleh diuji morfologi permukaan dengan menggunakan alat SEM. Foto


(67)

SEM film pelapis Ca Alginat – Kitosan – Gliserol 3 mL dapat ditunjukkan dalam gambar berikut :

(a) (b)

Gambar 4.3. a. Foto Permukaan Film pelapis Ca Alginat – Kitosan – gliserol 3 mL dengan pencucian lebih lama .

b.Foto Permukaan Film pelapis Ca Alginat – Kitosoan – gliserol 3 mL dengan pencucian lebih singkat

Dari gambar 4.3. (b) masih terlihat pada permukaan film pelapis adanya kalsium klorida sedangkan pada gambar 4.3. (a) tidak terlihat lagi adanya kalsium klorida tetapi masih terlihat adanya gumpalan – gumpalan ini dapat disebabkan proses pengadukan yang kurang homogen tetapi terlihat permukaan lebih halus hal ini disebabkan adanya interaksi pemlastis gliserol dengan film pelapis Ca alginat – kitosan dan juga gliserol membantu kelarutan Ca Alginat – kitosan .


(68)

4.1.3 Film Pelapis Ca Alginat – Kitosan dengan penambahan gliserol 5 mL Film pelapis kalsium alginat – kitosan dengan penambahan gliserol 5 mL yang diperoleh diuji morfologi permukaan dengan menggunakan alat SEM. Foto SEM film pelapis Ca Alginat – Kitosan dapat ditunjukkan dalam gambar berikut :

(a) (b)

Gambar 4.4. a. Foto Permukaan Film pelapis Ca Alginat – Kitosan – gliserol 5 mL dengan pencucian lebih lama .

b. Foto Permukaan Film pelapis Ca Alginat – Kitosoan – gliserol 5 mL dengan pencucian lebih singkat .

Gambar 4.4.(b) terlihat adanya kalsium klorida pada permukaan film pelapis sedangkan gambar 4.4. (a) tidak terlihat lagi adanya kalsium klorida pada permukaan film pelapis dan gumpalan – gumpalan yang terlihat hanya sedikit hal ini disebabkan karena gliserol yang ditambahkan lebih banyak sehingga meningkatkan kehomogenan film pelapis.

Pada prinsipnya apabila terjadi perubahan pada bahan misalnnya patahan , lekukan dan perubahan struktur dari permukaan bahan tersebut maka bahan


(69)

4.1.4. Uji Aktivitas Air

Film pelapis kalsium alginat – kitosan yang diperoleh diuji aktivitas airnya dengan menggunakan kurva interpolasi. Hasil pengukuran aktivitas air dari film pelapis Ca Alginat-Kitosan tanpa gliserol, Ca Alginat – Kitosan – 3 mL gliserol , Ca Alginat – Kitosan – 5 mL Gliserol adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1. Hasil aktivitas air film pelapis

No Sampel Aktivitas Air (Aw)

1 Ca alginat Kitosan tanpa gliserol 0.263 2 Ca Alginat – Kitosan + Gliserol 3 mL 0.290 3 Ca Alginat – Kitosan + Gliserol 5 mL 0.390

Aktivitas air atau “water activity” (Aw) merupakan salah satu parameter hidratasi yang sering diartikan sebagai air dalam bahan yang dapat digunakan untuk pertumbuhan jasad renik

Aktivitas air film pelapis yang diperoleh < 0,5 supaya tidak terjadi pertumbuhan jasad renik seperti yang terlihat pada table 2.3. Peningkatan aktivitas air film pelapis disebabkan oleh pemlastis gliserol yang memiliki aktivitas air yang tinggi.


(70)

4.1.5 Uji Permeabilitas Uap Air

Film pelapis yang diperoleh diuji permebalitas uap airnya untuk mengetahui sejauh mana uap air dapat melewati film pelapis yang. Harga permeabilitas uap air (WVP) dapat dihitung dengan persamaan berikut :

2

1m berat n Pertambaha

WVPCaCl2 (g) x316

Film Pelapis Ca Alginat – Kitosan Tanpa Gliserol Berat awal CaCl2 : 19.491 g

Berat akhir CaCl2 : 21.852 g

Pertambahan Berat CaCl2 : 1.761 g

2 2 556.476 / 1 316 761 . 1 m g m x g

WVP  

Perhitungan yang sama juga dilakukan untuk setiap film pelapis dengan penambahan pemlastis gliserol sebanyak 3 mL dan 5 mL. Hasil selengkapnya dapat dilihat dalam tabel 4.2.

Tabel 4.2. Harga Permeabilitas Uap Air Film Pelapis

No Sampel Permeabilitas Uap Air

(g / m2)

1 Ca alginat Kitosan 556,476

2 Ca Alginat – Kitosan + Gliserol 3 mL 498,018 3 Ca Alginat – Kitosan + Gliserol 5 mL 480,004

Dari percobaan diperoleh permeabilitas uap air film pelapis kalsium alginat – kitosan 556,476 g/m2 , kalsium alginat – kitosan – 3 mL gliserol sebesar 498,018 g/m2 sedangkan kalsium alginat – kitosan – 5 mL gliserol sebesar 480,004 g/m2 .


(71)

Dari data tersebut ditunjukkan pemeabilitas uap air dari film semakin kecil ini dapat diakibatkan adanya interaksi gliserol pada film pelapis yang bersifat hidrofil dengan uap air yang juga bersifat hidrofil oleh karena itu semakin banyak gliserol yang ditambahkan maka uap air yang terikat pada film pelapis semakin besar tetapi uap air yang melewati film pelapis semakin kecil .

4.1.6 Uji Swelling

Film pelapis yang diperoleh diuji swelling untuk mengetahui sejauh mana film pelapis yang dihasilkan mengalami pengembangan.Hasil pertambahan berat film pelapis dapat dilihat dalam tabel 4.3

Tabel 4.3. Hasil Pertambahan Berat Film Pelapis

Waktu Pertambahan Berat (%)

(Menit) A B C A B C

0 1.233 1.141 0.395 0 0 0

1 1.431 1.600 0.741 16.058 40.228 87.595

5 1.738 1.575 0.730 40.957 38.037 84.810

10 1.820 1.539 0.722 47.607 34.882 82.785

20 1.867 1.536 0.721 51.419 34.619 82.532

30 1.935 1.530 0.711 56.934 34.093 80.000

60 1.987 1.515 0.694 61.152 32.778 75.696

90 2.044 1.511 0.643 65.775 32.428 62.785

120 2.096 1.408 0.613 69.992 23.401 55.190

180 2.118 1.399 0.605 71.776 22.612 53.165

Berat ( gr)

Swelling (pengembangan) adalah peningkatan volume suatu material pada saat kontak dengan cairan , gas dan uap. Pengujian ini dilakukan antara lain untuk memprediksi ukuran zat yang bisa terdifusi memlalui material – material tertentu. Pengembangan film pelapis kemungkinan disebabkan masih adanya ion COO -yang bersifat hidrofilik dalam film .


(72)

Setelah film pelapis direndam dalam air suhu 370C dalam selang waktu tertentu dan kemudian ditimbang kembali terjadi pertambahan berat film pelapis yang sangat nyata. Pada film pelapis Ca alginat – kitosan pertambahan berat semakin besar berbanding lurus dengan pertambahan waktu perendaman , sedangkan film pelapis Ca alginat – kitosan – 3mL glserol juga terjadi pertambahan berat pada awal perendaman pertama kali tetapi semakin lama film pelapis direndam ternyata berat film pelapis yang dihasilkan semakin rendah ini dapat diakibatkan karena film tidak berinteraksi lagi dengan molekul air , sedangkan film pelapis alginat – kitosan – 5 mL gliserol pada perendaman pertama terjadi pertambahan berat yang sangat berarti tetapi semakin lama perendaman maka berat yang dihasilkan semakin rendah pula. Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan penambahan pemlastis gliserol pada film pelapis akan membuat film pelapis bersifat jenuh sehingga menyebabkan tidak ada lagi gugus yang terionisasi sehingga tidak dapat lagi menyerap molekul air.

4.1.7 Uji Tarik dan Kemuluran.

Film pelapis yang diperoleh diuji diuji kekuatan tarik dan kemuluran untuk mengetahui sifat mekanik dari film pelapis yang dihasilkan.. Harga kekuatan tarik (load) dan kekuatan regang dari film pelapis Ca Alginat-Kitosan, Ca Alginat – Kitosan – 3 mL gliserol , Ca Alginat – Kitosan – 5 mL Gliserol adalah sebagai berikut :


(73)

Tabel 4.4. Harga Kekuatan Tarik dan Kemuluran

No Sampel Kekuatan Tarik

(MPa)

Kemuluran (%) 1 Ca Alginat – Kitosan tanpa gliserol 1.34 2.79 2 Ca Alginat – Kitosan + Gliserol 3mL 2.88 3.51 3 Ca Alginat – Kitosan + Gliserol 5mL 0.63 5.03

Film pelapis Ca alginat – kitosan – 3 mL kitosan mempunyai kekuatan tarik paling besar dibandingkan dengan film pelapis Ca alginat – kitosan tanpa gliserol dan film pelapis Ca alginat – kitosan – 5 mL gliserol .Ini dapat diakibatkan oleh terdapat beberapa jenis ikatan yaitu ikatan ionik , kelat dan interaksi. Pada film pelapis Ca alginat – kitosan – 3mL gliserol terjadi peningkatan kekuatan tarik yang signifikan tetapi dengan penambahan 5 mL gliserol kekuatan tarik yang dihasilkan turun secara signifikan pula ini dapat diakibatkan karena terlampauinya titik jenuh , sehingga molekul – molekul pemlastis yang berlebih berada dalam fase tersendiri diluar fase polimer dan akan menurunkan gaya intermolekular antara rantai . Sedangkan harga kemuluran dapat disimpulkan semakin banyak pemlastis gliserol yang ditambahkan maka kemulurannya meningkat pula. Sehingga dalam penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kekuatan tarik dan kemuluran yang paling baik adalah film pelapis Ca Alginat – Kitosan dengan penambahan pemlastis gliserol sebanyak 3 mL ( Kekuatan tarik 2.88 MPa dan kemuluran 3.51 %)


(74)

4.1.6 Uji Ketebalan

Hasil pengukuran ketebalan film pelapis Ca Alginat-Kitosan, Ca Alginat – Kitosan- 3 mL gliserol , Ca Alginat – Kitosan – 5 mL Gliserol yang diukur dengan menggunakan alat mikrometer pada posisi secara acak untuk setiap film pelapis adalah sebagai berikut :

Tabel 4.5. Ketebalan Pelapis

No Sampel Ketebalan

(mm)

1 Ca Alginat - Kitosan 0.187

2 Ca Alginat – Kitosan + Gliserol 3mL 0.133 3 Ca Alginat – Kitosan + Gliserol 5mL 0.213


(75)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Edible film kalsium alginat - kitosan dengan pemlastis gliserol dapat

dihasilkan melalui interaksi antara polianionik Alginat dengan polikationik kitosan pada pH 5-6 yang kemudian ditambahkan gliserol selanjutnya didispersikan dalam ion Ca 2+.

2. Analisis scanning elekton (SEM) film pelapis menunjukkan morfologi permukaan yang berbeda antara Ca Alginat – Kitosan tanpa gliserol , Ca Alginat – Kitosan – 3 mL Gliserol , Ca Alginat – Kitosan – 5 mL gliserol ini diakibatkan adanya pengaruh pemlastis gliserol yang ditambahkan. 3. Pengujian aktivitas air menghasilkan aktivitas air Ca Alginat – Kitosan <

Ca Alginat – Kitosan – 3 mL Gliserol < Ca Alginat – Kitosan – 5 mL gliserol , pertambahan aktivitas air ini diakibatkan oleh adanya penambahan pemlastis gliserol yang mempunyai aktivitas air yang tinggi. 4. Pengujian permeabilitas uap air menghasilkan permeabilitas uap Ca Alginat

– Kitosan > Ca Alginat – Kitosan – 3 mL Gliserol > Ca Alginat – Kitosan – 5 mL gliserol , ternyata semakin banyak gliserol yang ditambahkan maka permeabilitas uap airnya semakin kecil ini disebabkan karena air yang bersifat hidrofil berinteraksi dengan gliserol yang terdapat dalam film pelapis yang juga mempunyai sifat hidrofil.

58


(76)

5. Pengujian swelling diperoleh Ca Alginat – Kitosan dapat mengembang dalam air yang berbanding lurus dengan pertambahan waktu perendaman sedangkan Ca Alginat – Kitosan – 3 mL dan Ca Alginat – Kitosan – 5 mL pada awalnya dapat mengembang tetapi selanjutnya mengalami penurunan ini dapat diakibatkan karena film pelapis mengalami penjenuhan sehingga tidak dapat lagi berinteraksi dengan molekul air.

6. Pengujian kekuatan tarik dari penelitian ini menghasilkan film pelapis yang mempunyi kekuatan tarik yang paling baik adalah Ca Alginat – Kitosan – 3 mL gliserol karena mempunyai kekuatan tarik yang paling dari pada Ca Alginat Kitosan tanpa gliserol dan Ca Alginat – Kitosan dengan penambahan 5 mL Gliserol. Sedangkan uji kemuluran menunjukkan bahwa dengan penambahan pemlastis gliserol akan meningkatkan nilai kemuluran film pelapis.

6.2Saran

Perlu dilakukan pengujian karakteristik yang lain terhadap film pelapis yang dihasilkan seperti permeabilitas terhadap CO2 , O2 , sifat biodegradabilitas,

pemeriksaan masa simpan bahan pangan yang dilapisi dengan edible film serta uji organoleptiknya sehingga mendukung penggunaanya sebagai film pelapis layak makan.


(1)

Grafik Hubungan Pertambahan Berat Vs Aw 0.06 0.32 0.49 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Aw P e rt a m b a h a n Ber a t (g )

K2Cr2O7

K2SO4 Silika gel 29 . 0 3 49 . 0 32 . 0 06 . 0     Aw


(2)

Lampiran 3.

Perhitungan Aw Ca Alginat – Kitosan – 5 mL Gliserol a.Pertambahan Berat Film Pelapis Kalium Dikromat

Berat awal : 0.38 g Berat akhir : 0.51 g Pertambahan Berat : 0.13 g

b. Pertambahan Berat Film Pelapis Dalam Dalam Kalium Sulfat Berat awal : 0.44 g

Berat akhir : 0.56 g Pertambahan Berat : 0.12 g

c. Pertambahan Berat Film Pelapis Dalam Silika Gel Berat awal : 0.35 g

Berat akhir : 0.44 g Pertambahan Berat : 0.09 g


(3)

39 . 0 3 45 . 0 41 . 0 31 . 0     Aw 0.31 0.41 0.45

0.1 0.2 0.3 0.4 0.5

Aw 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0 P e rt a m b a ha n B e ra t ( g) K2Cr2O7 K2SO4

Silika gel


(4)

Lampiran 4.

Hasil Uji Tarik Ca Alginat – Kitosan

Te

g

an

g

an

(

K

g

F

)

0.15

Regangan (mm/mnt


(5)

Hasil Uji Tarik Ca Alginat – Kitosan – 3 mL Gliserol

Te

g

an

g

an

(

K

g

F

)

0.23

Regangan (mm/mnt


(6)

Lampiran 6.

Hasil Uji Tarik Ca Alginat – Kitosan – 5 mL Gliserol

Te

g

an

g

an

(

K

g

F

)

0.08

Regangan (mm/mnt