BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Laporan Keuangan - Analisin Pengaruh Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Metode Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA) terhadap Harga Saham Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 200
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Laporan Keuangan
Salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui gambaran kondisi dan posisi keuangan perusahaan ialah melalui laporan keuangan. Menurut Kasmir (2008:66), “laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu”. Kondisi perusahaan terkini ialah keadaan keuangan perusahaan pada tanggal tertentu (untuk neraca) dan periode tertentu (untuk laporan laba rugi). Terdapat beberapa macam laporan keuangan yang biasa digunakan seperti neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, laporan catatan atas laporan keuangan, dan laporan arus kas (Kasmir, 2008:67).
Laporan keuangan menyajikan informasi mengenai kondisi keuangan perusahaan yang dijadikan acuan oleh para stakeholder dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk menyajikan laporan keuangan perusahaan serta melakukan analisis laporan keuangan untuk mengetahui kinerja perusahaan dalam suatu periode. Perusahaan yang melakukan analisis laporan keuangan akan mengetahui kelemahan dan kekuatan perusahaan.
Sehingga dapat menjadi penentu dalam memutuskan kebijakan apa yang akan diambil oleh perusahaan kedepannya.
2.2 Analisis Laporan Keuangan
Data-data yang ada pada laporan keuangan akan dikonversi menjadi sebuah informasi yang lebih mendalam, akurat, dan berguna bagi pihak-pihak yang pengambil keputusan. Untuk menjadi informasi yang berguna bagi pengambil keputusan, dilakukanlah analisis terhadap laporan keuangan untuk dapat menginterpretasikan posisi keuangan perusahaan. Dari sudut pandang investor, peramalan masa depan adalah inti dari analisis laporan keuangan yang sebenarnya, sedangkan dari sudut pandang manajemen, analisis laporan keuangan berguna untuk membantu mengantisipasi kondisi di masa depan, yang lebih penting lagi adalah sebagai titik awal untuk merencanakan tindakan-tindakan yang akan memperbaiki kinerja di masa depan (Brigham dan Houston, 2010:133).
Analisis laporan keuangan yang digunakan oleh para pengambil keputusan akan memberikan informasi yang diharapkan dapat secara akurat menggambarkan kondisi keuangan perusahaan secara lebih mendalam. Menurut Ross et al. (2007:67), “financial statements analysis is essentially an application of
management by exception”. Para pengambil keputusan melakukan analisis
terhadap laporan keuangan dengan menggunakan data-data yang disajikan dalam laporan keuangan kemudian berusaha untuk menginterpretasikan data-data tersebut. Menurut Harahap (2008:190) pengertian analisis laporan keuangan adalah, “menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara data kuantitatif maupun data non kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat”.
2.3 Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan perusahaan pada umumnya diukur berdasarkan penghasilan bersih (laba) atau sebagai dasar ukuran yang lain. Kinerja merupakan suatu hal penting yang ingin dicapai oleh setiap perusahaan serta merupakan suatu ukuran yang dapat menggambarkan kondisi hasil yang dapat dicapai oleh perusahaan. Untuk mengetahui seberapa efektif hasil yang dapat dicapai oleh perusahaan, sering dilihat dari kinerja keuangan yang dapat dicapai perusahaan.
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2007:332), “istilah kinerja seringkali dikaitkan dengan kondisi keuangan perusahaan”. Secara umum, kinerja keuangan perusahaan biasanya digambarkan dari pendapatan dan laba yang diperoleh perusahaan pada sutau periode tertentu. Analisis rasio keuangan akan mengukur rasio-rasio keuangan yang mencerminkan kinerja keuangan perusahaan berdasarkan aspek-aspek tertentu. Oleh karena terdapat beberapa kelemahan rasio keuangan diperlukan suatu cara pengukuran kinerja keuangan yang baru yang lebih menekankan pada nilai (value) atau yang populer disebut Value Based
Management (VBM) (Young dan O’Byrne, 2001:14). Pengukuran value added
telah banyak dikemukakan dalam beberapa tulisan maupun penelitian adalah menggunakan Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA) untuk bisa menggambarkan kinerja keuangan perusahaan sesungguhnya. Tujuan perusahaan melakukan pernilaian kinerja keuangan untuk mengetahui berapa besar hasil yang diperoleh dan untuk melakukan evaluasi perubahan atas sumber daya yang belum dimaksimalkan.
2.4 Saham
Saham (stock atau share) adalah tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas (Darmadji dan Fakhrudin, 2006:1). Dengan berwujud selembar kertas saham akan menjadi bukti kepemilikian seseorang terhadap kepemilikan perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut sesuai dengan porsi penyertaan modal yang ditanamkan dalam perusahaan. Menurut Husnan, (2000:85), “ saham merupakan bukti
kepemilikan atas suatu perusahaan yang bebentuk Perseroan terbatas (PT)” .
Saham adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan, dan pemegang saham memiliki hak klaim atas penghasilan dan aktiva perusahaan
.
Saham merupakan suatu jenis surat berharga dengan karakterisitik imbal hasil tinggi dan juga risiko tinggi yang artinya saham merupakan surat berharga yang memberikan peluang keuntungan dan potensi risiko yang tinggi. Saham memungkinkan investor untuk mendapatkan imbal hasil berupa yield dan capital
gain (loss) . Yield merupakan komponen return yang mencerminkan aliran kas
atau pendapatan yang diperoleh secara periodik dari suatu investasi, sedangkan
capital gain (loss) merupakan kenaikan (penurunan) harga suatu surat berharga
(saham), yang bisa memberikan keuntungan (kerugian) bagi investor (Tandelilin,
2010: 102). Capital gain dapat diperoleh investor apabila harga saham pada saat penjualan lebih tinggi dibandingkan harga saham pada saat pembelian.
2.4.1 Jenis-jenis Saham
Terdapat tiga sudut pandang untuk membedakan saham (Darmadji dan Fakhrudin, 2006:3), yaitu: 1.
Dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim, maka saham terbagi atas: a.
Saham Biasa (Common Stocks) Saham biasa memiliki beberapa karakteristik, antara lain dividen diberikan ketika perusahaan memperoleh laba, memiliki hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), memiliki hak dalam hal pembagian kekayaan perusahaan, jika perusahaan tersebut dilikuidasi (dibubarkan) setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi, memiliki tanggung jawab terbatas sesuai dengan besar proporsi sahamnya, dan memiliki hak untuk mengalihkan kepemilikan sahamnya.
b.
Saham Preferen (Preferred Stocks) Saham preferen memiliki beberapa karakteristik yaitu memiliki hak lebih dulu dalam memperoleh dividen, dapat mempengaruhi manajemen perusahaan terutama dalam pencalonan pengurus perusahaan, memiliki hak pembayaran maksimum sebesar nilai nominal saham lebih dahulu setelah kreditor, dan apabila perusahaan dilikuidasi, memiliki hak memperoleh pembagian kekayaan perusahaan di atas pemegang saham biasa setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi.
2. Dari cara peralihannya saham dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : a.
Saham Atas Unjuk (Bearer Stocks) Pada saham tersebut tidak tertulis nama pemiliknya, agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke investor lain. Secara hukum, siapa yang memegang saham tersebut, maka dialah yang diakui sebagai pemiliknya dan berhak untuk ikut hadir dalam RUPS.
b.
Saham Atas Nama (Registered Stocks) Merupakan saham dengan nama pemilik yang ditulis secara jelas dan cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu, yaitu dengan dokumen peralihan dan kemudian nama pemiliknya dicatat dalam buku perusahaan yang khusus memuat nama pemegang saham. Apabila sertifikat ini hilang, maka pemilik dapat meminta penggantian.
3. Dari kinerja perdagangan maka saham dapat dikategorikan sebagai berikut: a.
Saham Unggulan (Blue-Chip Stocks) Merupakan saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi, sebagai pemimpin (leader) di industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabil, dan konsisten dalam membayar dividen.
b.
Saham Pendapatan (Income Stocks) Merupakan saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan pada tahun sebelumnya. Emiten seperti ini biasanya mampu menciptakan pendapatan yang lebih tinggi dan secara teratur membagikan dividen tunai. Emiten ini tidak suka menekan laba dan tidak mementingkan potensi pertumbuhan harga saham.
c.
Saham Pertumbuhan (Growth Stock - Well-Known) Merupakan saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi, sebagai pemimpin di industri sejenis yang mempunyai reputasi tinggi. Selain itu terdapat juga growth stock (lesser-known), yaitu saham dari emiten yang tidak berperan sebagai leader dalam industri, namun memiliki ciri growth stock. Umumnya, saham ini berasal dari daerah dan kurang populer di kalangan emiten.
d.
Saham Spekulatif (Speculative Stocks) Merupakan saham perusahaan yang tidak bisa secara konsisten memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun, akan tetapi mempunyai kemungkinan penghasilan yang tinggi di masa mendatang meskipun belum pasti.
e.
Saham Siklikal (Counter Cyclical Stocks) Merupakan saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum. Pada saat resesi ekonomi, harga saham ini tetap tinggi, dimana emitennya mampu memberikan dividen yang tinggi sebagai akibat dari kemampuan emiten dalam memperoleh penghasilan yang tinggi pada masa resesi. Emiten seperti ini biasanya bergerak dalam produk yang sangat dibutuhkan masyarakat seperti rokok dan barang-barang kebutuhan sehari-hari (consumer goods).
2.4.2 Jenis-Jenis Harga Saham
Harga pasar saham adalah harga suatu saham yang sedang berlangsung dalam suatu pasar modal. Jika bursa tutup maka harga pasarnya adalah pada saat penutupan atau closing price Menurut Halim (2005:135), “harga pasar saham adalah harga yang terbentuk di pasar jual beli saham”. Harga sebuah saham sangat dipengaruhi oleh hukum permintaan dan hukum penawaran.
Menurut Martono dan Harjito (2007:89), “harga saham merupakan refleksi dari keputusan-keputusan investasi, pendanaan (termasuk kebijakan dividen), dan pengelolaan aset”. Harga saham adalah faktor yang membuat para investor menginvestasikan dananya di pasar modal dikarenakan dapat mencerminkan tingkat pengembalian modal (Darmadji dan Fakhrudin, 2006:3).
Besar kecilnya harga saham tergantung pada fraksi harga masing-masing saham. Fraksi dan jenjang maksimum perubahan harga berlaku untuk satu hari bursa penuh dan disesuaikan pada hari bursa berikutnya jika harga penutupan berada pada rentang harga yang berbeda (Sudana, 2011:96). Menurut Anoraga dan Pakarti (2006:58), “harga pasar merupakan harga dari suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung atau jika pasar sudah ditutup, maka harga pasar adalah harga penutupannya (closing price)”. Harga pasar inilah yang menyatakan naik turunnya suatu saham.
Selembar saham mempunyai nilai atau harga dimana suatu harga saham dapat dibedakan menjadi tiga (Widoatmodjo, 2008:55), yaitu:
1. Harga Nominal Harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan. Besarnya harga nominal mempunyai arti penting bagi saham karena dividen minimal biasanya ditetapkan berdasarkan nilai nominal.
2. Harga Perdana Harga perdana merupakan harga pada waktu harga saham tersebut dicatat di bursa efek. Harga saham pada pasar perdana biasanya ditetapkan oleh penjamin emisi (underwriter) dan emiten. Jadi, akan diketahui berapa harga saham emiten itu akan dijual kepada masyarakat biasanya untuk menentukan harga perdana.
3. Harga Pasar Jika harga perdana merupakan harga jual dari perjanjian emisi kepada investor, maka harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan investor yang lain. Harga pasar terjadi setelah saham tersebut dicatatkan di bursa dan transaksi tidak lagi melibatkan emiten dari penjamin emisi harga ini yang disebut sebagai harga di pasar sekunder dan harga inilah yang benar - benar mewakili harga perusahaan penerbitnya karena pada transaksi di pasar sekunder jarang terjadi negosiasi harga investor dengan perusahaan penerbit. Harga yang setiap hari diumumkan di surat kabar atau media lain merupakan harga pasar.
2.4.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Saham
Perusahaan dapat menawarkan saham kepada masyarakat melalui pasar modal untuk memenuhi kebutuhan dana jangka panjangnya. Sehingga dengan diterbitkannya saham di pasar modal, kebutuhan dana jangka panjang perusahaan dapat terpenuhi. Selain itu para pemilik saham dapat menikmati keuntungan berupa capital gain, dividen, maupun laba perlembar saham yang akan dibagikan sesuai dengan besarnya penyertaan saham di dalam perusahaan. Tanggung jawab pemegang saham ditentukan oleh seberapa besar penyertaan saham yang ditanamkan di perusahaan tersebut. Dengan demikian pemegang saham mempunyai hak memilih untuk setiap keputusan-keputusan yang memerlukan pemungutan suara di dalam Rapat Umum Pemegang Saham.
Menurut Harjito (2009:27) faktor yang mempengaruhi harga saham dibedakan atas faktor internal dan faktor eksternal, yaitu sebagai berikut:
1. Faktor Internal Faktor internal adalah faktor yang berkaitan langsung dengan kinerja atau kondisi suatu perusahaan. Dimana kinerja atau kondisi suatu perusahaan dilihat dari data - data laporan keuangan selama perusahaan melakukan kegiatan operasi perusahaan. Laporan keuangan perusahaan akan menjadi tolak ukur investor untuk mengetahui seberapa besar risiko yang akan ditanggungnya dan keuntungan yang didapat. Karena dengan melihat laporan keuangan dapat mengetahui perusahaan itu dalam kinerja yang baik atau buruk. Oleh karena itu, dengan semakin besarnya kinerja dalam suatu perusahaan maka berpengaruh terhadap kenaikan harga saham dan sebaliknya.
2. Faktor Eksternal Faktor ekstenal adalah faktor yang tidak berkaitan langsung dengan kondisi perusahaan tetapi dari faktor - faktor dari luar perusahaan, yaitu sebagai berikut: a.
Tingkat Suku Bunga Faktor suku bunga sangat penting, karena rata - rata semua orang selalu mengharapkan hasil investasi yang lebih besar termasuk investor saham. Dengan adanya perubahan suku bunga maka tingkat pengembalian hasil berbagai sarana investasi akan mengalami perubahan. Suku bunga ini adalah suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI) selaku Bank Sentral dengan mengeluarkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan langkah Bank Indonesia untuk menaikkan dan menurunkan suku bunga SBI merupakan bagian dari kebijakan moneter untuk mengawasi perekonomian nasional. Hal tersebut yang akan menyebabkan harga suatu saham dapat naik atau turun yang pada akhirnya menyebabkan harga saham secara keseluruhan terpengaruh.
b.
Hukum Permintaan dan Penawaran Merupakan pergerakan harga saham yang sangat berpengaruh apabila permintaan terhadap saham meningkat dan penawaran yang terbatas akan menyebabkan suatu harga saham menjadi naik atau sebaliknya. c. News dan Rumors Merupakan akibat dari berbagai berita dan informasi yang beredar di masyarakat yang menyangkut berbagai masalah ekonomi, sosial, politik, dan keamanan suatu negara sehingga menyebabkan investor kemungkinan melakukan tindakan menjual atau membeli saham yang akan berdampak pada harga saham secara keseluruhan.
d. Indeks Harga Saham Kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang waktu tentunya menandakan kondisi investasi dan perekonomian negara dalam keadaan baik. Sebaliknya, jika turun berarti iklim investasi sedang buruk. Sehingga kondisi demikian akan mempengaruhi naik atau turunnya harga saham di pasar bursa.
e. Valuta Asing Dengan adanya kenaikan suku bunga dalam valuta asing, maka mata uang khususnya dollar AS akan berpengaruh. Hal ini mengakibatkan banyak investor cenderung menjual saham yang dimilikinya dan investor beralih memilih investasi ke valuta asing (valas). Dengan tindakan yang dilakukan oleh para investor ini akan mengakibatkan implikasi yang negatif terhadap harga saham di pasar.
2.5 Economic Value Added (EVA)
Economic Value Added (EVA) adalah ukuran kinerja keuangan yang mampu menangkap laba ekonomis perusahaan daripada ukuran-ukuran lain. Menurut Stewart III dalam websitenya (www.sternstewart.com) yang merupakan pencetus Economic Value Added (EVA) pertama kali menyatakan bahwa:
Economic Value Added (EVA) is a residual income measure that substract the cost of capital from the operating profits generate in the business. It’s measure to account properly for all of the ways in which corporate value may be added or lost. EVA will increase if operating profit can be made to grow without trying up any more capital, if new capital diverted or liquidated from business activities that do not cover their cost of capital.
Menurut Brigham dan Houston (2006:68), “Economic Value Added (EVA) merupakan nilai yang ditambahkan oleh manajemen kepada pemegang saham selama suatu tahun tertentu”. Konsep Economic Value Added (EVA) merupakan alternatif yang dapat digunakan dalam mengukur kinerja perusahaan di mana fokus penilaian kinerja adalah pada penciptaan nilai perusahaan. Dengan
Economic Value Added (EVA), para manajer akan berpikir dan bertindak seperti
halnya pemegang saham yaitu memilih investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian serta dengan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimumkan.
2.5.1 Metode Perhitungan Economic Value Added (EVA)
Secara matematis, pengukuran Economic Value Added (EVA) dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut (Young dan O’ Byrne, 2001:39): EVA = NOPAT t – (WACC x Modal yang diinvestasikan)
Keterangan: EVA = Economic Value Added NOPAT t = Net Operating Profit After Taxes in period t WACC = Weighted Average Cost of Capital
Interprestasi dari hasil pengukuran EVA dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan (Rudianto, 2006:348) dapat dijelaskan sebagai berikut: a.
Jika EVA > 0, hal ini menunjukkan bahwa pada posisi ini berarti manajemen perusahaan telah berhasil menciptakan nilai tambah ekonomis bagi perusahaan.
b.
Jika EVA = 0, hal ini menunjukkan bahwa pada posisi ini berarti manajemen perusahaan berada dalam titik impas. Perusahaan tidak mengalami kemunduran tetapi sekaligus tidak mengalami kemajuan secara ekonomi.
c.
Jika EVA < 0, hal ini menunjukkan bahwa pada posisi ini berarti tidak terjadi proses penambahan nilai ekonomis bagi perusahaan, dalam arti laba yang dihasilkan tidak dapat memenuhi harapan para kreditor dan pemegang saham.
2.5.2 Net Operating Profit After Tax (NOPAT)
Net Operating Profit After Tax (NOPAT) atau laba bersih setelah pajak
merupakan sejumlah laba perusahaan yang akan dihasilkan jika perusahaan tersebut tidak memiliki utang dan tidak memiliki aset finansial. Net Operating
Profit After Tax ( NOPAT) dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Brigham
dan Houston, 2010:108): NOPAT t = EBIT (1 – Tarif Pajak)
Keterangan: NOPAT t = Net Operating Profit After Tax in period t EBIT = Earning Before Interest and Tax
Faktor yang non-operasional dan laba/rugi luar biasa, seperti laba/rugi dari penghentian unit usaha serta beberapa akun rugi lain-lain yang sama sekali tidak berhubungan dengan kegiatan operasional rutin perusahaan dan tidak ada keterangan yang jelas dalam catatan laporan keuangan perusahaan, tidak diikutsertakan dalam perhitungan NOPAT.
2.5.3 Weighted Average Cost of Capital (WACC)
Weighted Average Cost of Capital (WACC) atau biaya modal rata-rata
tertimbang adalah biaya ekuitas dan biaya hutang masing-masing dikalikan dengan presentasi ekuitas dan hutang dalam struktur modal perusahaan. Weighted
Average Cost of Capital (WACC) dapat dihitung dengan menggunakan rumus
(Brealey et al, 2008:11):
D E
WACC = x ( u tan g C ekuitas 1 − + ) x r T rV V
Keterangan: D = Debt E = Equity V = Debt + Equity r Biaya Utang
utang =
r ekuitas = Biaya Ekuitas T c = Tingkat Pajak Perusahaan Perusahaan dapat menghitung WACC dengan mengetahui hal-hal sebagai berikut: 1.
Jumlah utang dalam struktur modal, pada nilai pasar.
2. Jumlah ekuitas dalam struktur modal, pada nilai pasar.
3. Biaya utang.
4. Tingkat pajak.
5. Biaya ekuitas.
6. Total investasi
Cost of Capital atau biaya modal mempunyai dua makna, tergantung dari
(Prihadi, 2013:456)
sisi investor atau perusahaan . Dari sudut pandang investor, Cost
of Capital adalah opportunity cost dari dana yang ditanamkan investor pada suatu
perusahaan. Sedangkan, dari sudut pandang perusahaan, Cost of Capital adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh sumber dana yang dibutuhkan.
Komponen dari Cost of Capital terdiri dari Cost Of Debt (biaya utang) dan
Cost Of Equity (biaya ekuitas) (Asnawi dan Wijaya, 2010:105). Utang adalah
pinjaman perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi. Utang terdiri dari hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang. Sedangkan ekuitas adalah suatu hak yang tersisa atas aktiva suatu lembaga (entity) setelah dikurangi kewajibannya dalam perusahaan. Ekuitas terdiri dari modal saham dan saldo laba. Modal saham meliputi saham preferen dan saham biasa.
Cost of Debt atau biaya utang adalah tingkat pengembalian yang
dikehendaki, terjadi karena adanya resiko kredit (credit risk), yaitu resiko perusahaan dalam memenuhi kewajiban pembayaran bunga hutang yang harus dibayarkan kepada kreditur (Prihadi, 2013:459). Semakin lama utang jatuh tempo maka resiko kreditnya akan semakin besar. Dengan kata lain Cost Of Debt adalah tarif yang dibayarkan perusahaan untuk memperoleh utang baru jangka panjang di pasar sekarang.
Biaya utang berasal dari pinjaman adalah merupakan bunga yang harus dibayar perusahaan. Mengingat biaya utang (bunga) dibayar sebelum perusahaan memperhitungkan pajak penghasilan (tax deductible), maka biaya riil yang ditanggung perusahaan adalah biaya utang setelah pajak (cost of debt after tax).
Biaya utang setelah pajak dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Asnawi dan Wijaya, 2010:106) berikut: Kd* = Kd (1 - T)
Keterangan : Kd* = Biaya utang setelah pajak Kd = Biaya utang sebelum pajak T = Tarif pajak
Cost of equity adalah tingkat pengembalian yang dikehendaki investor
karena adanya ketidakpastian tingkat laba. Kewajiban membayar bunga dan pokok utang membuat laba bersih perusahaan lebih bervariasi (naik turun).
Menurut Asnawi dan Wijaya (2010:109), “biaya ekuitas (Cost of Equity) merupakan tingkat pengembalian yang diharapkan investor. Biaya ekuitas secara teoritis lebih mahal jika dibandingkan dengan biaya utang. Hal ini disebabkan karena saham memiliki hak residu (sisa) terhadap perusahaan”. Artinya, jika perusahaan dalam keadaan buruk atau mengalami likuidasi, maka aset-aset perusahaan harus terlebih dahulu dibayarkan kepada pemegang obligasi (surat utang). Jika ada sisanya, barulah dibayarkan kepada pemegang saham. Biaya ekuitas yang merupakan tingkat pengembalian investor dapat dinyatakan dalam rumus berikut (Sudana, 2011:134) :
- k R R R i
= Σ − e f β { ( ) } mt f Keterangan: k e = Biaya ekuitas (Cost of Equity) R = Pendapatan investasi bebas risiko
f
R mt = Pendapatan pasar periode t
i = Koefisien risiko sistematis surat berharga i
Β
2.5.4 Modal yang Diinvestasikan
Modal yang diinvestasikan merupakan keseluruhan jumlah ekuitas dengan jumlah total kewajiban perusahaan. Menurut Young dan O’Byrne (2001:39), “modal yang diinvestasikan adalah jumlah seluruh keuangan perusahaan, terlepas dari kewajiban jangka pendek, pasiva tidak menanggung bunga (non interest
bearing liabilities ) seperti utang, upah yang akan jatuh tempo (accured wages),
dan pajak yang akan jatuh tempo (accured taxes)”. Modal yang diinvestasikan sama dengan jumlah ekuitas pemegang saham, seluruh utang jangka pendek dan jangka panjang yang menanggung bunga, utang, dan kewajiban jangka panjang lainnya. Rumus Modal yang diinvestasikan menurut Young dan O’Byrne (2001:50) adalah:
Modal yang diinvestasikan = utang jangka pendek + utang jangka panjang + kewajiban jangka panjang lain + ekuitas pemegang saham
Atau, Modal yang diinvestasikan = total kewajiban + ekuitas pemegang saham
2.5.5 Keunggulan dan Kelemahan EVA Economic Value Added (EVA) yang merupakan sebagai alat penilai kinerja perusahaan mempunyai keunggulan dibanding dengan ukuran kinerja konvensional lainnya. Keunggulan yang dimiliki Economic Value Added (EVA) antara lain (Rudianto, 2006:352): a.
Economic Value Added (EVA) dapat menyelaraskan tujuan manajemen dan
kepentingan pemegang saham dimana Economic Value Added (EVA) digunakan sebagai ukuran operasional dari manajemen yang mencerminkan keberhasilan perusahaan di dalam menciptakan nilai tambah bagi pemegang saham atau investor.b.
Economic Value Added (EVA) memberikan pedoman bagi manajemen untuk
meningkatkan laba operasi tanpa tambahan dana atau modal, mengeksposur pemberian pinjaman (piutang) dan menginvestasikan dana yang memberikan imbalan tinggi.c.
Economic Value Added (EVA) merupakan sistem manajemen keuangan yang
dapat memecahkan semua masalah bisnis mulai dari strategi dan pergerakannya sampai keputusan operasional sehari-hari.Sedangkan kelemahan yang dimiliki oleh Economic Value Added (EVA) adalah sebagai berikut (Rudianto, 2006:353): a.
Sulitnya menentukan biaya modal yang benar-benar akurat, khususnya biaya
modal sendiri. Terutama dalam perusahaan go public biasanya mengalami kesulitan dalam perhitungan sahamnya.b.
Analisis Economic Value Added (EVA) hanya mengukur faktor kuantitatif
saja sedangkan untuk mengukur kinerja secara optimal, perusahaan harus diukur berdasarkan faktor kuantitatif dan kualitatif.2.6 Market Value Added (MVA)
Market Value Added (MVA) merupakan perbedaan antara nilai pasar
perusahaan (termasuk ekuitas dan utang) dan modal keseluruhan yang diinvestasikan dalam perusahaan (Young dan O’Byrne, 2001:26). Menurut Brigham dan Houston (2010:110), ”Market Value Added (MVA) adalah perbedaan antara nilai pasar ekuitas suatu perusahaan dengan nilai buku yang disajikan dalam neraca, nilai pasar dihitung dengan mengalikan harga saham dengan jumlah saham yang beredar”.
Adanya Market Value Added (MVA) yang positif akan membuat para investor merasa mendapatkan keuntungan karena nilai pasar saham mengalami pertumbuhan kapitalisasi atas saham yang diterbitkan oleh perusahaan sehingga saham mampu dijual di pasar dengan harga premium. Market Value Added (MVA) menurut Stern Stewart & Co. yang merupakan pencetus Market Value
Added (MVA) dalam websitenya adalah, “the difference between the market value
of a company (both equity and debt) and the capital lenders and shareholders
have entrusted to it over the years in the form of loans, retained earnings, and
paid-in capital. As such, MVA is a measure of the difference between “cash
in”(what investors have contributed) and “cash out”(what they could get by
selling at today’s prices)”.2.6.1 Metode Perhitungan Market Value Added (MVA)
Secara matematis, pengukuran Market Value Added (MVA) dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut (Brigham dan Houston, 2006:71): MVA = Nilai Pasar Ekuitas – Nilai Buku Ekuitas Atau (Sartono, 2010:103), MVA = Nilai Pasar Ekuitas – Modal yang disetor Pemegang Saham
MVA = (Jumlah Saham yang Beredar)(Harga Saham) – Total Nilai Ekuitas Interprestasi dari hasil pengukuran Market Value Added (MVA) menurut Rudianto (2006:349) dapat dijelaskan sebagai berikut: a.
Jika MVA > 0, hal ini menunjukkan terjadi nilai tambah finansial bagi perusahaan.
b.
Jika MVA = 0, hal ini menunjukkan posisi impas bagi perusahaan.
c.
Jika MVA < 0, hal ini menunjukkan tidak terjadi nilai tambah finansial bagi perusahaan.
2.1.6.2 Nilai Pasar Ekuitas (Market Value of Equity)
Menurut Young dan O’ Byrne (2001:26), “nilai pasar merupakan nilai perusahaan, yakni, jumlah nilai pasar dari semua tuntutan modal terhadap perusahaan oleh pasar modal pada tanggal tertentu”. Lebih sederhana, itu adalah jumlah nilai pasar dari utang dan ekuitas. Nilai pasar yang dimaksud mencerminkan keputusan pasar mengenai bagaimana manajer yang sukses telah menginvestasikan modal yang sudah dipercayakan kepadanya, dalam mengubahnya menjadi lebih besar. Rumus nilai pasar dapat digambarkan sebagai berikut (Sartono, 2010:103) :
Nilai Pasar Ekuitas = Jumlah Saham Beredar x Harga Saham
2.6.3 Nilai Buku Ekuitas (Book Value of Equity)
Menurut Helfert (2003:392), “book value is the started value as reflected
on the balance sheet, which has been recorded and at times modified according to
generally accepted accounting principles ”. Nilai buku ekuitas perusahaan sama
dengan jumlah total yang dikumpulkan perusahaan dari para pemegang sahamnya atau dari jumlah yang ditahan dan diinvestasikan kembali untuk kepentingan mereka (Brealey et al, 2008:91).
2.6.4 Keunggulan dan Kelemahan MVA
Kelebihan Market Value Added (MVA) adalah merupakan ukuran tunggal
dan dapat berdiri sendiri yang tidak membutuhkan analisis trend sehingga bagi
pihak menajemen dan penyedia dana akan lebih mudah dalam menilai kinerja
perusahaan (Baridwan dan Legowo, 2002: 139). Sedangkan kelemahan Market Value Added (MVA) menurut Brealey et al (2008:91) adalah: a.
Nilai pasar saham perusahaan mencerminkan ekspektasi investor dan investor
menempatkan nilai tinggi pada saham.b.
Nilai pasar tidak dapat digunakan untuk menilai kinerja perusahaan yang
dimiliki secara pribadi atau kinerja divisi atau pabrik yang menjadi bagian perusahaan yang lebih besar serta hanya dapat diaplikasikan pada perusahaan yang sudah go public.2.7 Penelitian Terdahulu
Haryuningputri dan Widyarti (2012) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Rasio Profitabilias dan EVA Terhadap Harga Saham pada Sektor Industri Manufaktur di BEI Tahun 2007-2010”. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Return On Asset (ROA) (X1), Return On Equity (ROE) (X2),
Return On Sales (ROS) (X3), Earning Per Share (EPS) (X4), dan Economic
Value Added (EVA) (X5). Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah Harga Saham (Y). Metode penelitian yang digunakan adalah analisis statistik dengan regresi linier berganda. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa koefisien determinasi (Adjusted R Square) diperoleh nilai sebesar 0,153 atau kemampuan ROA, ROE, ROS, EPS dan EVA dalam menjelaskan harga saham hanya sebesar 15,3%. Sedangkan 84,7% dipengaruhi faktor-faktor eksternal antara lain : inflasi, suku bunga, kebijakan moneter dan kebijakan politik. Dari hasil analisis regresi dapat dilihat bahwa kelima variabel independen hanya 3 (tiga) variabel yang tidak berpengaruh signifikan yaitu return on asset, return on sales, dan economic value added dengan tingkat signifikasi sebesar 0,118, 0,188 ,dan 0,392 sedangkan dua variabel lainnya yaitu return on equity dan earning per share sebesar 0,006 dan 0,001.
Kartawinata (2008) melakukan penelitian berjudul “Analisis Pengaruh
Economic Value Added (EVA), Cash Value Added (CVA), dan Market Value
Added (MVA) terhadap Harga Saham pada Perusahaan-Perusahaan Sektor
Pertambangan di Bursa Efek Indonesia Periode 2003-2006”. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Economic Value Added (EVA) (X1), Cash Value
Added (CVA) (X2), dan Market Value Added (MVA) (X3). Sedangkan variabel
dependen dalam penelitian ini adalah Harga Saham (Y). Metode analisis data yang digunakan adalah model regresi data panel. Hasil Penelitiannya adalah seluruh variabel bebas (EVA, CVA, dan MVA) secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap variabel terikat (harga saham) sebesar 38,6089%, dan sisanya sebesar 61,3911% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Sedangkan pengujian statistik untuk mengetahui pengaruh (EVA, CVA, dan MVA) secara parsial terhadap harga saham, diperoleh hasil EVA dan CVA berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham sedangkan MVA walaupun bersama EVA dan CVA berpengaruh secara bersama-sama, akan tetapi pengaruhnya terhadap harga saham tidak signifikan.
Ahmad dan Oetomo (2007) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kinerja Keuangan dengan Menggunakan Metode Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA) pada Perusahaan Rokok”. Variabel dalam penelitian ini adalah Harga saham sebagai variabel dependen serta Economic
Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA) sebagai variabel
independen. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi sederhana dan analisis korelasi melalui pearson product moment correlation. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hasil perhitungan Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA)yang positif. Hasil analisa regresi untuk ketiga perusahaan menunjukkan sumbangan Economic Value Added (EVA) terhadap perubahan harga saham tidak signifikan. Hasil perhitungan koefisien korelasi dan signifikansi antara Market Value Added (MVA) dengan harga saham dari ketiga perusahaan terlihat variasi arah hubungan negatif dan signifikansi yang lemah.
Panggabean (2005) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Perbandingan Korelasi EVA dan ROE terhadap Harga Saham LQ45 di Bursa Efek Jakarta 2001-2003. Variabel independen yang digunakan dalam penelitiannya ialah EVA dan ROE sedangkan variabel dependennya adalah harga saham.
Teknik analisis yang digunakan ialah menggunakan metode analisis korelasi pearson. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa EVA perusahaan dalam LQ45 mempunyai korelasi yang signifikan terhadap harga sahamnya, sedangkan ROE perusahaan dalam LQ45 tidak mempunyai korelasi yang signifikan dengan harga saham.
Thenmozhi (2000) melakukan penelitian berjudul “Market Value Added
and Share Price Behaviour (An Empirical Study of BSE Sensex Companies 1997-
1999)”. Variabel dalam penelitiannya ialah variabel independen yang merupakan
Market Value Added (MVA), Earning per Share (EPS), ROCE, RONW,
sedangkan variabel dependen adalah harga saham. Teknik analisis data yang digunakan analisis koefisien korelasi rank spearman dan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa korelasi MVA dengan alat ukur kinerja tradisional berhubungan positif tapi lemah dengan nilai masing- masing MVA dan EPS sebesar 0,306, terhadap RONW sebesar 0,4823, terhadap ROCE sebesar 0,4335. Sedangkan MVA terhadap harga saham menunjukkan korelasi sebesar 0,4991. Dengan analisis regresi hanya terdapat tiga variabel yang terdiri dari EPS, MVA, dan ROCE yang berpengaruh terhadap harga saham dengan menjelaskan sebesar 71,9%. Secara parsial, ROCE (b=0,555), EPS (b=0,372) dan MVA (b=0,213).
Lebih jelasnya, penelitian-penelitian terdahulu tersebut disajikan dalam
Tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1.
Penelitian Terdahulu
Peneliti/ Judul MetodeNo. Variabel Hasil Penelitian Tahun Penelitian Analisis
1. Haryu- “Pengaruh Rasio Variabel Analisis
1.Koefisien ningputri Profitabilias dan independen statistik determinasi dan EVA terhadap = regresi (Adjusted R Widyarti Harga Saham
1.Return On linier Square )
(2012) pada Sektor Asset berganda. diperoleh nilai Industri (ROA) sebesar 0,153 Manufaktur di (X1) atau BEI Tahun
2. Return kemampuan
2007-2010)”. On Equity ROA, ROE, (ROE) ROS, EPS dan (X2) EVA dalam
3. Return menjelaskan On Sales harga saham
(ROS) hanya sebesar (X3) 15,3%.
4. Earning
2. Kelima
Per Share variabel
(EPS) independen (X4) hanya 3 (tiga)
5. Economic variabel yang Value tidak Added berpengaruh
(EVA) signifikan yaitu (X5). return on asset ,
return on sales
Variabel dan economic dependen = value added Harga dengan tingkat Saham (Y). signifikasi sebesar 0,118,
0,188 dan 0,392 sedangkan dua variabel lainnya yaitu return on
equity dan earning per share sebesar
0,006 dan 0,001.
2. Kartawi- nata (2008)
Teknik analisis regresi data panel.
2. Hasil analisa regresi untuk ketiga perusahaan
1. Hasil perhitungan EVA dan MVA yang positif.
Pearson
Analisis regresi sederhana dan analisis korelasi melalui
(EVA)
1.Economic
Value
Added
Dan Market Variabel independen =
Economic Value Added (EVA)
Analisis Kinerja Keuangan dengan Menggunakan Metode
3 Ahmad dan Oetomo (2007)
2. Pengaruh (EVA, CVA, dan MVA) secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham sedangkan MVA walaupun bersama EVA dan CVA berpengaruh secara bersama- sama, akan tetapi pengaruhnya terhadap harga saham tidak signifikan.
1. Seluruh variabel bebas (EVA, CVA, dan MVA) secara bersama- sama memiliki pengaruh terhadap variabel terikat (harga saham) sebesar 38,6089%, dan sisanya sebesar 61,3911% dipengaruhi oleh faktor- faktor lain.
(MVA) (X3). Variabel Dependen = Harga Saham (Y).
“Analisis Pengaruh
Value
Added
3. Market
(CVA) (X2)
2. Cash
Value
Added
(EVA) (X1)
Value
Added
1. Economic
Variabel independen =
(MVA) terhadap Harga Saham pada Perusahaan- Perusahaan Sektor Pertambangan di Bursa Efek Indonesia Periode 2003- 2006”.
Value Added
dan Market
Economic Value Added (EVA), Cash Value Added (CVA),
2.Market
Value Added Value product menunjukkan
(MVA) Pada Added moment sumbangan Perusahaan (MVA). corre- EVA terhadap rokok lation perubahan
Variabel harga saham dependen = tidak Harga signifikan. saham (Y)
3. Hasil perhitungan koefisien korelasi dan signifikansi antara MVA dengan harga saham dari ketiga perusahaan terlihat variasi arah hubungan negatif dan signifikansi yang lemah.
4 Pangga- “Analisis Variabel Analisis
1. EVA bean Perbandingan independen korelasi perusahaan (2005) Korelasi EVA = pearson. dalam LQ45 dan ROE
1. EVA mempunyai terhadap Harga
2. ROE korelasi yang Saham LQ45 di signifikan Bursa Efek variabel terhadap harga Jakarta 2001- dependen= sahamnya 2003”. harga
2.ROE saham. perusahaan dalam LQ45 tidak mempunyai korelasi yang signifikan dengan harga saham.
5 Thenmo- “Market Value Variabel Analisis
1. Korelasi MVA zhi Added and independen koefisien dengan alat (2000). Share Price = korelasi ukur kinerja
Behaviour (An
1.Market Rank tradisional
Empirical Study Value Spearman berhubungan Of BSE Sensex Added dan positif tapi Companies (MVA) analisis lemah.
1997-1999)”.
2.Earning regresi
2.MVA terhadap
per Share linier harga saham ( EPS) berganda. menunjukkan
3.ROCE korelasi sebesar 4.RONW 0,4991.
3. Dengan Variabel analisis regresi dependen hanya terdapat = tiga variabel Harga yang terdiri dari Saham (Y) EPS, MVA, dan ROCE yang berpengaruh terhadap harga saham
2.8 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual menurut Sugiyono (2010:60) adalah, “sintesa tentang hubungan variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan untuk selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antar variabel yang diteliti”. Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat disusun suatu kerangka konseptual tentang bagaimana hubungan antara variabel bebas, yaitu Economic
Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA) dengan variabel terikat
berupa harga saham, sebagaimana dijelaskan berikut ini.Tujuan investor dalam berinvestasi adalah memaksimalkan return atas investasi, tanpa melupakan faktor risiko investasi yang harus dihadapinya. Oleh karena itu, sebelum memilih keputusan investasi, para investor cenderung memilih saham perusahaan yang mampu memberikan nilai tambah (value added) bagi perusahaan, sehingga dapat meningkatkan capital gain di masa mendatang melalui adanya peningkatan harga saham perusahaan.
Pengukuran kinerja dalam Value Based Management yang dikembangkan oleh Stern Stewart & Co. berdasarkan pada Economic Value Added (EVA) dan
Market Value Added (MVA). Economic Value Added (EVA) yang merupakan
pengukuran kinerja didasarkan pada gagasan keuntungan ekonomis, yang menyatakan, bahwa kekayaan hanya dapat diciptakan ketika sebuah perusahaan meliputi biaya operasi dan biaya modal (Young dan O’Byrne, 2001:17). Dengan adanya metode Economic Value Added (EVA) diharapkan manajer perusahaan dapat menyusun strategi yang dapat memaksimalkan aliran Economic Value
Added (EVA) perusahaan untuk masa yang akan datang. Economic Value Added
(EVA) yang positif (EVA > 0) menunjukkan bahwa manajemen perusahaan telah berhasil menciptakan nilai tambah ekonomis sehingga mampu memberikan dividen yang tinggi dan harga saham perusahaan pun meningkat. Jika Economic
Value Added (EVA = 0), hal ini menunjukkan bahwa pada posisi ini berarti
manajemen perusahaan berada dalam titik impas. Perusahaan tidak mengalami kemunduran tetapi sekaligus tidak mengalami kemajuan secara ekonomi.
Sedangkan jika Economic Value Added (EVA) negatif (EVA < 0), hal ini menunjukkan bahwa pada posisi ini berarti tidak terjadi proses penambahan nilai ekonomis bagi perusahaan, dalam arti laba yang dihasilkan tidak dapat memenuhi harapan para kreditor dan pemegang saham, sehingga harga saham perusahaan bisa menurun.
Market Value Added (MVA) merupakan perbedaan antara nilai pasar
perusahaan (termasuk ekuitas dan utang) dan modal keseluruhan yang diinvestasikan dalam perusahaan (Young dan O’Byrne, 2001: 26). Nilai pasar merupakan fungsi dari harapan pasar modal terhadap arus kas bebas masa mendatang, didiskontokan pada biaya modal, melebihi modal yang diinvestasikan.