BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana 2.1.1 Defenisi Keluarga Berencana - Hubungan Faktor Kependudukan, Fasilitas Kesehatan, Dan Tenaga Kesehatan Dengan Jumlah Akseptor Aktif Metode Kontrasepsi Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keluarga Berencana

  2.1.1 Defenisi Keluarga Berencana

  Menurut Wolrd Health Organisation (WHO), keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga.

  2.1.2 Tujuan Keluarga Berencana

  Menurut Suratun et al (2008), gerakan KB dan pelayanan kontrasepsi memiliki tujuan : a.

  Tujuan demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan menekan laju pertumbuhan penduduk yang akan diikuti dengan menurunkan angka kelahiran total atau TFR (Total Fertility Rate).

  b.

  Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan, menunda kehamilan anak pertama dan menjarangkan kehamilan setelah kelahiran anak pertama serta menghentikan kehamilan bila dirasakan anak telah cukup.

  c.

  Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang telah menikah lebih dari satu tahun tetapi belum juga mempunyai keturunan, hal ini memungkinkan untuk tercapainya keluarga bahagia.

  10 d.

  Married Conseling atau nasehat perkawinan bagi remaja atau pasangan yang akan menikah dengan harapan bahwa pasangan akan mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup tinggi dalam membentuk keluarga yang bahagia dan berkualitas.

  e.

  Tujuan akhir KB adalah tercapainya NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera) dan membentuk keluarga berkualitas, keluarga berkualitas artinya suatu keluarga yang harmonis, sehat, tercukupi sandang, pangan, papan, pendidikan dan produktif dari segi ekonomi.

2.1.3 Akseptor Keluarga Berencana

  Akseptor KB adalah pasangan usia subur dimana salah seorang dari padanya menggunakan salah satu cara/ alat kontrasepsi untuk tujuan pencegahan kehamilan, baik melalui program maupun nonprogram (Lembaga Demografi FE UI, 1981).

  Jenis-jenis akseptor KB adalah sebagai berikut : 1. Akseptor aktif adalah akseptor yang ada pada saat ini menggunakan salah satu cara/alat kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan.

  2. Akseptor aktif kembali adalah pasangan usia subur yang telah menggunakan kontrasepsi selama 3 (tiga) bulan atau lebih yang tidak diselingi suatu kehamilan, dan kembali menggunakan cara alat kontrasepsi baik dengan cara yang sama maupun berganti cara setelah berhenti/ istirahat kurang lebih 3 (tiga) bulan berturut-turut dan bukan karena hamil.

  11 3. Akseptor KB baru adalah akseptor yang baru pertama kali menggunakan alat/ obat kontrasepsi atau pasangan usia subur yang kembali menggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan atau abortus.

  4. Akseptor KB dini adalah para ibu yang menerima salah satu cara kontrasepsi dalam waktu 2 minggu setelah melahirkan atau abortus.

  5. Akseptor langsung adalah para istri yang memakai salah satu cara kontrasepsi dalam waktu 40 hari setelah melahirkan atau abortus.

  6. Akseptor drop out adalah akseptor yang menghentikan pemakaian kontrasepsi lebih dari 3 bulan (BKKBN, 2007).

2.2 Metode Kontrasepsi

  Metode kontrasepsi digunakan oleh pasangan usia subur secara rasional berdasarkan fase-fase kebutuhan yang berbeda-beda. Pemilihan metode kontrasepsi dibagi menjadi masa menunda kehamilan, masa mengatur/ menjarangkan kelahiran, dan masa mengakhiri kesuburan/ tidak hamil lagi (Manuaba, 1998).

Tabel 2.1 Pemilihan Metode Kontrasepsi Rasional

  

Masa Menunda Masa Menjarangkan Masa Mengakhiri

Kehamilan Kehamilan Kesuburan

  Masa mencegah Masa terbaik untuk Masa tidak hamil lagi kehamilan melahirkan dengan jarak kehamilan antara 2-4 tahun

  20 tahun 30 tahun  Pil KB  AKDR  KONTAP  AKDR  Suntik KB  AKDR  Kondom  Pil KB  Suntik KB

   Implan  Pil KB

  12 Masa menunda kehamilan pertama, sebaiknya dilakukan oleh pasangan yang istrinya belum mencapai usia 20 tahun. Kriteria konsepsi yang diperlukan yaitu kontrasepsi dengan pulihnya kesuburan yang tinggi, artinya kembalinya kesuburan dapat terjamin 100%. Hal ini penting karena pada masa ini pasangan belum mempunyai anak serta efektifitas yang tinggi. Kontrasepsi yang cocok dan disarankan adalah pil KB, AKDR, dan cara sederhana.

  Umur terbaik bagi ibu untuk melahirkan adalah usia 20-30 tahun. Pada masa menjarangkan kehamilan, kriteria kontrasepsi yang diperlukan yaitu efektifitas tinggi, reversibilitas tinggi karena pasangan masih mengharapkan mempunyai anak lagi, dapat dipakai 3-4 tahun sesuai jarak kelahiran yang direncanakan, serta tidak menghambat produksi air susu ibu (ASI). Kontrasepsi yang cocok dan disarankan menurut kondisi ibu yaitu AKDR, suntik KB, pil KB, atau implan.

  Sebaiknya keluarga setelah mempunyai 2 anak dan umur istri lebih 30 tahun tidak hamil lagi. Kondisi keluarga seperti ini dapat menggunakan kontrasepsi yang mempunyai efektifitas tinggi karena jika terjadi kegagalan akan menyebabkan terjadinya kehamilan dengan resiko tinggi bagi ibu dan anak.

  Kontrasepsi yang cocok dan disarankan adalah metode KONTAP, AKDR, implan, suntik KB, dan pil KB.

  Menurut Suratun et al (2008), pengelompokan metode kontrasepsi ada tiga yaitu metode kontrasepsi sederhana, metode kontrasepsi efektif, metode kontrasepsi mantap.

  13

2.2.1 Metode Kontrasepsi Sederhana Metode kontrasepsi sederhana antara lain : kondom, KB alami, intravag.

  Kondom merupakan sarung/ selubung karet yang berbentuk silinder, dapat terbuat dari lateks (karet), plastik (vinil) atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis saat bersenggama. Muaranya berbentuk tebal dan jika digulung berbentuk rata atau mempunyai bentuk seperti puting susu.

  Kondom memiliki manfaat baik dari segi kontrasepsi maupun nonkontrasepsi. Manfaat kondom dari segi kontrasepsi antara lain : a.

  Efektif bila digunakan dengan benar.

  b.

  Tidak menggangu produksi ASI.

  c.

  Tidak mengganggu kesehatan klien.

  d.

  Tidak mempunyai pengaruh sistemik.

  e.

  Murah dan dapat dibeli secara umum.

  f.

  Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan khusus.

  g.

  Metode kontrasepsi sementara bila metode kontrasepsi lainnya harus ditunda.

  Sedangkan manfaat kondom dari segi nonkontrasepsi antara lain : a. Memberi dorongan ke suami untuk ikut ber-KB.

  b.

  Dapat mencegah penularan IMS.

  c.

  Mencegah ejakulasi dini.

  d.

  Membantu mencegah terjadinya kanker serviks (mengurangi iritasi bahan karsinogenik eksogen pada serviks).

  e.

  Saling berinteraksi sesama pasangan.

  f.

  Mencegah imuno infertilitas.

  14 Namun, kondom juga memiliki keterbatasan antara lain : a.

  Efektivitas tidak terlalu tinggi.

  b.

  Cara penggunaan sangat mempengaruhi keberhasilan kontrasepsi.

  c.

  Agak mengganggu hubungan sesksual dan mengurangi sentuhan langsung.

  d.

  Pada beberapa klien menyebabkan kesulitan untuk mempertahankan ereksi.

  e.

  Harus selalu tersedia setiap kali berhubungan seksual.

  f.

  Beberapa klien malu untuk membeli kondom di tempat umum.

  g.

  Pembuangan kondom bekas menimbulkan masalah dalam hal limbah.

2.2.2 Metode Kontrasepsi Efektif

  Metode kontrasepsi efektif adalah metode yang dalam penggunaannya mempunyai efektifitas atau tingkat kelangsungan pemakaian tinggi serta angka kegagalan rendah bila dibandingkan dengan metode kontrasepsi sederhana. Metode kontrasepsi efetktif ini terdiri dari pil KB, suntik KB, AKBK, dan AKDR.

1. Pil KB

  Pil KB adalah suatu cara kontrasepsi untuk wanita yang berbentuk pil atau tablet di dalam strip yang berisi gabungan hormon estrogen dan progesteron atau yang hanya terdiri dari hormon progesteron saja (Suratun et al, 2008).

  Keuntungan penggunaan pil KB antara lain : a. Reversibilitasnya atau kembalinya kesuburan tinggi.

  b.

  Mudah menggunakannya.

  c.

  Mengurangi rasa sakit pada waktu menstruasi.

  d.

  Mencegah anemia defisiensi zat besi.

  15 e.

  Mengurangi kemungkinan infeksi panggul dan kehamilan ektopik.

  f.

  Mengurangi resiko kanker ovarium.

  g.

  Cocok sekali digunakan untuk menunda kehamilan pertama dari PUS muda.

  h.

  Tidak mempengaruhi produksi ASI pada pil yang mengandung antara lain exluton/ mini pil. i.

  Tidak mengganggu hubungan seksual.

  Sedangkan kerugian penggunaan pil KB antara lain : a. Memerlukan disiplin pemakai.

  b.

  Dapat mengurangi ASI pada pil yang mengandung estrogen.

  c.

  Dapat meningkatkan resiko infeksi klamidia.

  d.

  Nyeri payudara.

  e.

  Berhenti haid, tetapi pada penggunaan pil kombinasi jarang terjadi.

  f.

  Mual, terutama pada 3 bulan pertama pemakaian.

  g.

  Dapat meningkatkan tekanan darah.

  h.

  Tidak dianjurkan pada wanita yang berumur di atas 30 tahun karena akan mempengaruhi keseimbangan metabolisme tubuh.

2. Suntik KB Penggunanaan alat kontrasepsi suntik merupakan suatu tindakan invasif.

  Karena menembus pelindung kulit, penyuntikan harus dilakukan hati-hati untuk mencegah infeksi. Suntikan KB terdiri dari dua jenis hormon yaitu suntikan kombinasi dan suntikan progestin. Suntikan kombinasi berkerja dengan menekan ovulasi, membuat lendir serviks menjadi kental sehingga penetrasi sperma

  16 terganggu. Sedangkan suntikan progestin bekerja dengan mencegah ovulasi, mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma (Arum, 2009).

  Keuntungan suntik KB antara lain : a. Sangat efektif (0,3 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama.

  b.

  Pencegahan kehamilan jangka panjang.

  c.

  Tidak berpengaruh pada hubungan suami isteri.

  d.

  Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah.

  e.

  Tidak mempengaruhi ASI.

  f.

  Sedikit efek samping.

  g.

  Dapat digunakan oleh perempuan usia > 35 tahun sampai perimenopause.

  h.

  Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik. i.

  Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara. j.

  Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul. k.

  Menurunkan krisis anemia bulan sabit (sicle cell).

  Sedangkan keterbatasan suntik KB antara lain : a. Klien sangat tergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan (harus kembali sesuai jadwal suntikan).

  b.

  Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan berikutnya.

  c.

  Tidak mencegah infeksi menular seksual (IMS).

  d.

  Terlambatnya kembalinya kesuburan setelah penghentian pemakaian.

  17

3. Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)

  Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) atau implan adalah alat kontrasepsi yang disusupkan di bawah kulit yang mengandung progestin yang dibungkus dalam kapsul silastik silikon polidimetri. AKBK merupakan salah satu metode kontrasepsi yang efektif dan nyaman serta dapat dipakai oleh semua ibu dalam usia reproduksi.

  Keuntungan AKBK dari segi kontrasepsi antara lain : a. Daya guna tinggi.

  b.

  Cepat bekerja 24 jam setelah pemasangan.

  c.

  Perlindungan jangka panjang.

  d.

  Pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan.

  e.

  Tidak memerlukan periksa dalam.

  f.

  Bebas dari pengaruh estrogen.

  g.

  Tidak mengganggu proses senggama.

  h.

  Tidak mempengaruhi ASI. i.

  Klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan. j.

  Dapat dicabut setiap saat sesuai kebutuhan Keuntungan dari segi nonkontrasepsi antara lain : a. Mengurangi jumlah darah haid.

  b.

  Mengurangi/ memperbaiki anemia.

  c.

  Melindungi terjadinya kanker endometrium.

  d.

  Menurunkan angka kejadian kelainan jinak payudara.

  e.

  Melindungi diri dari beberapa penyebab penyakit radang panggul.

  18 f.

  Menurunkan angka kejadian endometriosis.

  Namun, AKBK juga memiliki keterbatasan antara lain : a. Membutuhkan tindak pembedahan minor untuk insersi dan pencabutan.

  b.

  Tidak mencegah infeksi menular seksual.

  c.

  Klien tidak dapat menghentikan sendiri pemakaian kontrasepsi, akan tetapi harus pergi ke klinik untuk pencabutan.

  d.

  Efektivitas menurun bila menggunakan obat tuberkulosis atau obat epilepsi

4. Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR)

  AKDR atau Intra Uterine Device (IUD) adalah alat kontrasepsi yang dipasang dalam rahim dengan menjepit kedua saluran yang menghasilkan indung telur sehingga tidak terjadi pembuahan, terdiri dari bahan plastik polietilena, ada yang dililit oleh tembaga dan ada yang tidak.

  Keuntungan AKDR antara lain : a. Efektivitas tinggi, 99,2-99,4% ( 0,6 –0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama).

  b.

  Dapat efektif segera setelah pemasangan.

  c.

  Metode jangka panjang.

  d.

  Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat.

  e.

  Tidak mempengaruhi hubungan sosial.

  f.

  Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil.

  g.

  Tidak ada efek samping hormonal.

  h.

  Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI.

  19 i.

  Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi). j.

  Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir). k.

  Tidak ada interaksi dengan obat-obat. l.

  Membantu mencegah kehamilan ektopik.

  Sedangkan keterbatasan AKDR antara lain : a. Tidak mencegah IMS.

  b.

  Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan.

  c.

  Diperlukan prosedur medis termasuk pemeriksaan pelvis.

  d.

  Klien tidak dapat melepas AKDR sendiri.

  e.

  Klien harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu ke waktu. Untuk melakukan ini perempuan harus memasukkan jarinya ke dalam vagina, sebagian perempuan tidak mau melakukan ini.

2.2.3 Metode Kontrasepsi Mantap (KONTAP)

  Kontrasepsi mantap adalah salah satu cara kontrasepsi dengan tindakan pembedahan atau dengan kata lain setiap tindakan pembedahan pada saluran telur wanita atau saluran mani yang mengakibatkan orang atau pasangan yang bersangkutan tidak akan memperoleh keturunan lagi. Istilah lain dari kontap adalah sterilisasi atau MOW singkatan dari medis operatif wanita sering juga disebut dengan tubektomi dan MOP atau medis operatif pria dengan jenis vasektomi.

  20

  1. Vasektomi

  Vasektomi atau Medis Operatif Pria (MOP) merupakan operasi kecil yang dilakukan untuk mengahalangi keluarnya sperma dengan cara mengikat atau memotong saluran mani (vas deffrent) sehingga sel sperma tidak keluar pada saat senggama.

  Keuntungan vasektomi antara lain : a. Tidak ada mortalitas.

  b.

  Morbiditas kecil sekali.

  c.

  Pasien tidak perlu dirawat di rumah sakit.

  d.

  Dilakukan dengan anestesi lokal/ pembiusan setempat dan hanya berlangsung kurang 15 menit.

  e.

  Efektif karena dapat dicek kepastiannya di laboratorium.

  f.

  Tidak mengganggu hubungan seks selanjutnya.

  Sedangkan kelemahan vasektomi antara lain : a. Harus dengan tindakan pembedahan.

  b.

  Masih adanya keluhan seperti kemungkinan pendarahan dan infeksi.

  c.

  Harus menunggu hasil pemeriksaan sperma dalam beberapa hari atau minggu untuk dapat berhubungan dengan bebas agar tidak terjadi kehamilan.

  d.

  Tidak dapat dilakukan pada orang yang masih ingin mempunyai anak lagi.

  2. Tubektomi

  Tubektomi atau Medis Operatif Wanita (MOW) adalah suatu kontrasepsi permanen untuk mencegah keluarnya ovum dengan cara tindakan mengikat dan

  21 atau memotong pada kedua saluran tuba. Dengan demikian ovum yang matang tidak akan bertemu dengan sperma karena adanya hambatan pada tuba.

  Keuntungan tubektomi antara lain : a. Efektivitasnya tinggi 99,5% (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan).

  b.

  Tidak mempengaruhi proses menyusui.

  c.

  Tidak bergantung pada faktor sanggama.

  d.

  Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang serius.

  e.

  Tidak ada efek samping dalam jangka panjang.

  f.

  Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual.

  g.

  Berkurangnya risiko kanker ovarium.

  Sedangkan keterbatasan tubektomi antara lain : a. Harus dipertimbangkan sifat permanen kontrasepsi ini (tidak dapat dipulihkan kembali, kecuali dengan operasi rekanalisasi).

  b.

  Klien dapat menyesal di kemudian hari.

  c.

  Rasa sakit/ ketidaknyamanan dalam jagka pendek setelah tindakan.

  d.

  Dilakukan oleh dokter yang terlatih.

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Kontrasepsi

  Beberapa studi fertilitas atau keluarga berencana yang dilakukan di Asia atau Asia Tenggara khususnya, kebanyakan telah mengemukakan variabel demografi dan sosial ekonomi sebagai faktor yang mempengaruhi atau

  22 kerja sama BPS dan Universitas Sriwijaya tahun 1980, terdapat hubungan jumlah anak masih hidup,umur, pendidikan, pekerjaan, kepemilikan radio dan televisi dalam penggunaan alat kontrasepsi di Indonesia.

  Pengaruh umur terhadap pemakaian kontrasepsi juga menunjukkan pola berbentuk hur uf “U” terbalik. Dimana proporsinya terus meningkat dengan meningkatnya umur wanita sampai pada kelompok 30-34 tahun dan kemudian berangsur menurun sampai pada kelompok umur 45-49 tahun. Selain itu, proporsi pemakaian kontrasepsi yang tertinggi adalah kelompok wanita setelah melakukan perkawinan pertamannya 10-14 tahun. Hal ini mungkin ada kaitannya dengan umur karena umurnya akan lebih tua dari pada mereka yang masih belum lama melakukan perkawinan pertamanya. Mereka yang berumur lebih tua ada kecenderungan merasa tidak memerlukan lagi memakai kontrasepsi karena merasa aman untuk tidak melahirkan lagi.

  Pola pemakaian kontrasepsi menurut pendidikan menunjukkan hubungan yang positif yaitu semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin besar tingkat proporsi pemakaian kontrasepsi. Kenaikan proporsi pemakaian kontrasepsi yang terbesar adalah dari tidak sekolah ke tidak tamat sekolah dasar, baik di kota maupun di pedesaan. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya peranan pendidikan dalam mempengaruhi pemakaian kontrasepsi. Oleh karena itu, pendidikan minimal SLTP atau setidak-tidaknya bebas dari buta huruf menjadi perhatian bagi pemerintah dalam melaksanakan prorgam ini.

  Menurut BkkbN (2009), terdapat 14 variabel yang mempengaruhi pemakaian kontrasepsi Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), yaitu: umur,

  23 tingkat pendidikan, tempat tinggal, pekerjaan, indeks kesejahteraan, jumlah anak lahir hidup, jumlah anak masih hidup, peran wanita dalam pengambilan keputusan, pengetahuan tentang kontrasepsi, peran pasangan dalam memakai kontrasepsi, keterpaparan informasi dalam 6 bulan terakhir baik dari media masa, media cetak, petugas, toma/toga dan keluarga.

  Variabel yang paling mempengaruhi dari 14 variabel di atas adalah umur wanita. Wanita yang berumur 30 tahun atau lebih akan berpeluang untuk memakai kontrasepsi MJKP sebesar 4 kali dibandingkan dengan mereka yang berumur lebih muda atau kurang dari 30 tahun. Umur ini tentunya sangat terkait nantinya dengan jumlah anak yang dimiliki dan keinginan untuk tambah anak lagi. Dapat dijelaskan pula, bahwa untuk memakai kontrasepsi jangka panjang jika umur lebih tua akan lebih bertahan. Selain itu, pendidikan juga mempengaruhi pemilihan MKJP. Wanita yang berpendidikan tinggi akan berpeluang untuk memakai kontrasepsi MJKP sedikit lebih tinggi dari mereka yang berpendidikan rendah.

  Pekerjaan juga mempengaruhi pemakaian kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Jika seorang wanita bekerja maka tentunya keinginan untuk menambah anak lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja. Wanita yang bekerja mempunyai peluang lebih besar memakai kontrasepi MKJP karena wanita pekerja ingin mengatur kehamilannya agar dapat bekerja lebih baik, tidak hamil dan mempunyai anak dalam waktu tertentu sesuai dengan yang direncanakan.

  Menurut Musdalifah (2013), petugas kesehatan berperan dalam memberikan informasi, penyuluhan dan menjelaskan tentang alat kontrasepsi

  24 utamanya mengenai kontrasepsi hormonal. Petugas kesehatan sangat banyak berperan dalam tahap akhir pemakaian alat kontrasepsi. Calon akseptor yang masih ragu-ragu dalam pemakaian alat kontrasepsi akhirnya memutuskan untuk memakai alat kontrasepsi hormonal setelah mendapat dorongan maupun anjuran dari petugas kesehatan. Petugas kesehatan merupakan pihak yang mengambil peran dalam tahap akhir proses pemakaian alat kontrasepsi.

  Penelitian Hutauruk (2006) dengan disain cross sectional menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan pelayanan alat kontrasepsi dengan penggunaan alat kontrasepsi. Ketersediaan pelayanan alat kontrasepsi terwujud dalam bentuk tersedia atau tidaknya fasilitas atau sarana kesehatan (tempat pelayanan kontrasepsi). Untuk dapat digunakan, pertama kali suatu metode kontrasepsi harus tersedia dan mudah diperoleh. Promosi metode kontrasepsi melalui media, melalui kontak langsung oleh petugas program KB, oleh dokter dan sebagainya dapat meningkatkan secara nyata pemilihan metode kontrasepsi.

2.3 Kependudukan

2.3.1 Definisi Kependudukan

  Kependudukan adalah hal ikhwal yang berkaitan dengan jumlah, persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas, kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, serta lingkungan penduduk, (Arum, 2009).

  25 Dalam demografi, ada tiga fenomena yang merupakan bagian penting daripada penduduk yaitu dinamika kependudukan, komposisi penduduk, besar dan persebaran penduduk. Komposisi penduduk merupakan pengelompokan penduduk berdasarkan ciri-ciri tertentu yaitu biologis, sosial, ekonomi, dan grafis.

  Biologi meliputi umur dan jenis kelamin. Sosial meliputi tingkat pendidikan, status perkawinan, dan sebagainya. Ekonomi meliputi penduduk yang aktif secara ekonomi, lapangan pekerjaan, tingkat pendapatan, dan sebagainya. Geografis meliputi tempat tinggal, daerah perkotaan, pedesaan, provinsi, kabupaten, dan sebagainya (Lembaga Demografi FE UI, 1981.

2.3.2 Faktor Kependudukan

1. Rata-Rata Umur Kawin Pertama

  Usia perkawinan wanita mempunyai pengaruh bagi perkembangan penduduk karena berpengaruh terhadap fertilitas. Selain itu, usia perkawinan juga berpengaruh terhadap stabilitas suatu keluarga, terhadap kesehatan ibu, dan terhadap anak yang yang dilahirkan. Semakin rendah usia perkawinan pertama, semakin besar resiko yang dihadapi selama masa kehamilan/ melahirkan, baik keselamatan ibu dan anak. Kondisi ini disebabkan belum matangnya rahim wanita muda untuk proses berkembangnya janin atau belum siapnya mental menghadapi proses kehamilan. Sebaliknya semakin tinggi usia perkawinan yang melampaui batas yang dianjurkan juga sangat beresiko pada masa kehamilan dan melahirkan (BPS, 2013).

  26

  2. Angka Harapan Hidup

  Angka harapan hidup (AHH) adalah rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup. Secara umum, tingkat kesehatan penduduk suatu wilayah juga dapat dinilai dengan melihat Angka Harapan Hidup penduduknya. Angka ini sekaligus memperlihatkan keadaan dan sistem pelayanan kesehatan yang ada dalam suatu masyarakat karena dapat dipandang sebagai suatu bentuk akhir dari hasil upaya peningkatan tarif kesehatan secara keseluruhan.

  Kebijakan peningkatan kesehatan antara lain bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membiasakan diri untuk hidup sehat sehingga sangat membantu memperpanjang angka harapan hidup penduduk. Di samping itu, adanya peningkatan taraf sosial ekonomi masyarakat memungkinkan penduduk untuk memperoleh perawatan kesehatan yang lebih baik sehingga dapat memperpanjang usia (BPS, 2013).

  3. Angka Melek Huruf

  Yang dimaksud dengan Angka Melek Huruf (AMH) adalah angka yang menunjukkan persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis dengan menggunakan huruf latin atau huruf lainnya. Pembatasan penghitungan angka melek huruf pada kelompok 15 tahun ke atas adalah untuk membatasi proporsi penduduk yang usianya dianggap telah mencukupi untuk belajar membaca dan menulis dalam huruf latin atau huruf lainnya baik melalui jalur formal yaitu di sekolah maupun lewat jalur informasi yaitu di luar sekolah (BPS, 2013).

  27

  4. Rata-Rata Lama Sekolah

  Rata-rata lama sekolah didefinisikan sebagai rata-rata jumlah tahun yang telah dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani. Pencapaian pendidikan merupakan salah satu ukuran untuk menilai kemajuan suatu masyarakat karena masyarakat yang berpendidikan akan dapat lebih mudah menyerap informasi-informasi peradaban sehingga dapat meningkatkan kualitas penduduk daerah yang bersangkutan.

  Pendidikan juga mempunyai korelasi yang kuat dengan berbagai aspek sosial ekonomi. Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang kuat dengan kualitas hidup dan kesejahteraan keluarga maupun masyarakat. Karena itu, pembangunan pendidikan sangat penting untuk mencetak generasi yang memiliki kemampuan dan kualitas unggul bagi kemajuan suatu bangsa (BPS, 2013).

  5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

  Tingkat partisipasi angkatan kerja yaitu menggambarkan jumlah angkatan kerja dalam suatu kelompok umur sebagai persentase penduduk dalam kelompok umur itu. Tingkat partisipasi angkatan kerja juga merupakan tingkat partisipasi total dari seluruh penduduk dalam usia kerja (Lembaga Demografi FE UI, 1981).

  Sedangkan menurut BPS (2013), tingkat partisipasi angkatan kerja merupakan indikator yang menggambarkan sejauh mana peran angkatan kerja di suatu daerah.

  Semakin tinggi nilai TPAK semakin besar pula keterlibatan penduduk usia kerja dalam pasar kerja.

  28

2.4 Fasilitas Kesehatan

  Fasilitas pelayanan keluarga berencana merupakan salah satu mata rantai fasilitas pelayanan medis keluarga berencana yang pada umumnya terpadu dengan fasilitas pelayanan kesehatan. Fasilitas pelayanan keluarga berencana dapat bersifat statis seperti klinik KB dan dinamis seperti mobil unit pelayanan KB.

  2.4.1 Klinik KB

  Klinik KB adalah fasilitas yang mampu dan berwenang memberikan pelayanan kontrasepsi, berlokasi dan terintergrasi di fasilitas pelayanan kesehatan dasar ataupun rumah sakit, dikelola oleh pemerintah termasuk TNI dan POLRI maupun swasta dan Lembaga Swadaya Organisasi Masyarakat (LSOM) serta telah terdaftar di dalam data K/0/KB (BkkbN, 2011).

  2.4.2 Status Klinik KB

  Status klinik KB adalah status pemilikan atau pengelolaan klinik KB yang dibedakan atas 2 (dua) macam pemilikan, yaitu pemerintah dan swasta. Klinik KB pemerintah adalah klinik KB yang dikelola dan dibiayai oleh pemerintah misalnya klinik KB pemerintah seperti puskesmas, rumah bersalin, rumah sakit, klinik KB milik TNI, klinik KB milik POLRI, dan klinik KB milik instansi pemerintah lainnya. Klinik KB swasta adalah klinik KB yang dikelola dan dibiayai oleh swasta dan atau LSOM misalnya klinik KB milik NU, klinik Kb milik Muhammadiyah, klinik KB milik PGI, klinik KB milik PERDHAKI, klinik KB milik Walubi, Klinik KB milik Hindu, Klinik KB milik Perusahaan, Klinik KB milik swasta lainnya (BkkbN, 2011).

  29

2.4.3 Mobil Unit Pelayanan KB Keliling

  Mobil Unit Pelayanan (MUYAN) KB Keliling adalah kendaraan roda empat yang berisi sarana pelayanan KB dan berfungsi sebagai Klinik KB bergerak. Pengadaan MUYAN KB Keliling diperuntukkan bagi kabupaten/ kota guna meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB khususnya masyarakat miskin, dan masyarakat di daerah terpencil dan jauh dari fasilitas pelayanan KB statis (Klinik KB). MUYAN KB Keliling didukung oleh suatu tim medis yang minimal terdiri dari dokter yang sudah dilatih untuk pelayanan insersi implan dan

  IUD, serta medis operatif pria (MOP); bidan yang sudah dilatih untuk pelayanan insersi implan dan IUD (BkkbN, 2011).

2.5 Tenaga Kesehatan

  Menurut UU No. 36 Tahun 2009, tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri di dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/ atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

  Prinsip penyelenggaraan SDM kesehatan (Adisasmito, 2014) yaitu : 1. Pengadaan tenaga kesehatan yakni mencakup jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan kesehatan serta dinamika pasar di dalam maupun luar negeri.

2. Pendayagunaan tenaga kesehatan memerhatikan asas pemerataan pelayanan kesehatan serta kesejahteraan dan keadilan bagi tenaga kesehatan.

  30 3.

  Pembinaan tenaga kesehatan diarahkan pada penguasaan ilmu dan teknologi serta pembentukan moral dan akhlak sesuai dengan ajaran agama dan etika profesi yang diselenggarakan secara berkelanjutan 4. Pengembangan karier dilaksanakan secara objektif, transparan, berdasarkan prestasi kerja dan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan kesehatan secara nasional.

2.6 Analisis Korelasi Kanonik

  2.6.1 Pengertian Analisis Korelasi Kanonik

  Analisis Korelasi Kanonik merupakan teknik statistika peubah ganda yang menyelidiki hubungan antara dua gugus peubah (Dillon & Goldstein 1984).

  Hubungan antara dua gugus peubah bisa berbentuk simetrik dan juga tidak simetrik. Namun pada banyak penerapan dua gugus peubah tersebut tidak diperlakukan secara simetrik. Satu gugus diperlakukan sebagai gugus peubah penduga sedang gugus lainnya diperlakukan sebagai gugus peubah respon (Novriyadi, 2005).

  2.6.2 Tujuan Analisis Korelasi Kanonik

  Menurut Santoso (2014), tujuan analisis korelasi kanonik secara dasar sama dengan korelasi sederhana atau korelasi berganda, yakni ingin mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel atau tidak. Namun, berbeda dengan korelasi sederhana, pada korelasi kanonik jumlah variabel dependen dan variabel independen lebih dari satu, sehingga alat analisis korelasi kanonik bisa digolongkan pada statistik multivariat.

  31

2.6.3 Asumsi Analisis Korelasi Kanonik

  Menurut Hair et al. yang dikutip dari Ningrum (2013), ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis korelasi kanonik yaitu:

  1. Kelinieran, yaitu keadaan di mana hubungan antara gugus peubah X dengan gugus peubah Y bersifat linier (garis lurus). Jika ditampilkan pada grafik akan berupa garis ke kanan atas atau ke kanan bawah. Asumsi linieritas dapat diketahui dari uji ANOVA (overall F Test), bila hasilnya nilai p < α maka model berbentuk linier. Atau dapat juga diketahui menggunakan scatter plot, namun pengujian dilakukan dengan berpasangan tiap dua data.

  2. Tidak ada multikolinieritas. Multikolinieritas terjadi bila ada variabel independen berkorelasi sangat kuat dengan variabel independen lainnya, begitupun antarvariabel dependen. Untuk mengetahui multikolinieritas dapat dilakukan dengan melihat nilai koefisien r, bila nilai r > 0,8 maka terjadi multikolinieritas. Selain itu, dapat pula diketahui dari nilai VIF atau

  tolerance , bila nilai VIF > 10 atau tolerance ≥ 1 maka terjadi

  multikolinieritas.

3. Kenormalan pada kenormalan ganda (multivariate normality), di mana gugus peubah Y dan gugus peubah X berdistribusi normal pada kenormalan ganda.

  Namun, korelasi kanonik masih dapat mengakomodasi setiap variabel metrik tanpa asumsi tegas normalitas. Normalitas diinginkan karena standarisasi distribusi untuk memungkinkan hubungan yang lebih tinggi di antara variabel-variabel. tetapi dalam arti yang ketat, analisis korelasi kanonik dapat mengakomodasi bahkan variabel tidak normal jika bentuk distribusi

  32 (misalnya, sangat timpang) tidak mengurangi korelasi dengan variabel lainnya. Karena pengujian normalitas secara multivariat sulit dilakukan, pengujian dapat dilakukan dengan uji normalitas terhadap masing-masing variabel, jika setiap variabel berdistribusi normal maka secara keseluruhan variabel-variabel tersebut juga akan memenuhi asumsi normalitas multivariat.

2.6.4 Proses Analisis Korelasi Kanonik

  Menurut Santoso (2014), proses analisis korelasi kanonik antara lain : 1. Menentukan mana yang termasuk dalam kumpulan variabel dependen (set of

  multiple dependent variable ) dan mana yang termasuk dalam kumpulan variabel independen (set of multiple independent variable).

2. Menurunkan beberapa cannonical functions, yakni korelasi antara set variabel dependen dengan set variabel independen.

  3. Dari beberapa cannonical functions yang terbentuk akan diuji cannonical function yang mana bisa digunakan. Pengujian dilakukan dengan uji signifikan, cannonical relationship, serta redudancy index.

  4. Dari cannonical functions yang digunakan, dilakukan interpretasi hasil menggunakan beberapa metode. Seperti cannonical weights, cannonical loadings atau cross cannonical loadings.

  5. Melakukan validasi atas hasil output tersebut. Validasi biasanya dilakukan dengan membagi dua bagian sampel, lalu membandingkan kedua hasil yang ada. Jika perbedaan hasil kedua sampel tidak besar, bisa dikatakan korelasi kanonikal adalah valid.

  33

  2.7 Kerangka Konsep

  Adapun kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut :

  Faktor Kependudukan

  Rata-rata umur kawin pertama (X )

  1 Angka harapan hidup (X 2 ) Perlengkapan klinik kb

  Angka melek huruf (X

  3 )

  Rata-rata lama sekolah (X

  4 )

  Tingkat partisipasi angkatan kerja (X )

  5 Metode Kontrasepsi

  IUD (Y

  1 ) Fasilitas Kesehatan

  Tubektomi (Y

  2 )

  Klinik KB Pemerintah (X

  6 )

  Vasektomi (Y )

  3 Klinik KB Swasta (X 7 )

  Kondom (Y

  4 )

  Mobil unit pelayanan KB (X )

  8 Implan (Y 5 )

  Suntikan (Y

  6 ) Tenaga Kesehatan

  Pil (Y

  7 )

  Dokter (X )

  9 Bidan (X 10 )

  Perawat (X

  11 )

  2.8 Hipotesis Penelitian

  1. Ada hubungan antara faktor kependudukan, fasilitas kesehatan, dan tenaga kesehatan dengan jumlah akseptor aktif metode kontrasepsi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

  2. Ada hubungan antara faktor kependudukan dan jumlah akseptor aktif IUD di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

  3. Ada hubungan antara faktor kependudukan dan jumlah akseptor aktif tubektomi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

  34

  4. Ada hubungan antara faktor kependudukan dan jumlah akseptor aktif vasektomi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

  5. Ada hubungan antara faktor kependudukan dan jumlah akseptor aktif kondom di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

  6. Ada hubungan antara faktor kependudukan dan jumlah akseptor aktif implan di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

  7. Ada hubungan antara faktor kependudukan dan jumlah akseptor aktif suntikan di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

  8. Ada hubungan antara faktor kependudukan dan jumlah akseptor aktif pil di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

  9. Ada hubungan antara fasilitas kesehatan dan jumlah akseptor aktif IUD di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

  10. Ada hubungan antara fasilitas kesehatan dan jumlah akseptor aktif tubektomi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

  11. Ada hubungan antara fasilitas kesehatan dan jumlah akseptor aktif vasektomi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

  12. Ada hubungan antara fasilitas kesehatan dan jumlah akseptor aktif kondom di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

  13. Ada hubungan antara fasilitas kesehatan dan jumlah akseptor aktif implan di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

  14. Ada hubungan antara fasilitas kesehatan dan jumlah akseptor aktif suntikan di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

  15. Ada hubungan antara fasilitas kesehatan dan jumlah akseptor aktif pil di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

  16. Ada hubungan antara tenaga kesehatan dan jumlah akseptor aktif IUD di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

  17. Ada hubungan antara tenaga kesehatan dan jumlah akseptor aktif tubektomi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

  18. Ada hubungan antara tenaga kesehatan dan jumlah akseptor aktif vasektomi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

  19. Ada hubungan antara tenaga kesehatan dan jumlah akseptor aktif kondom di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

  20. Ada hubungan antara tenaga kesehatan dan jumlah akseptor aktif implan di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

  21. Ada hubungan antara tenaga kesehatan dan jumlah akseptor aktif suntikan di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

  22. Ada hubungan antara tenaga kesehatan dan jumlah akseptor aktif pil di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

  35

Dokumen yang terkait

Peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dalam Meningkatkan Akseptor KB Aktif di Wilayah Kabupaten Padang Lawas Tahun 2012

6 83 99

Hubungan Faktor Kependudukan, Fasilitas Kesehatan, Dan Tenaga Kesehatan Dengan Jumlah Akseptor Aktif Metode Kontrasepsi Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012

3 57 113

Hubungan Faktor Sosio Demografi Dan Sosio Psikologi Dengan Keikutsertaan Pasangan Usia Subur Dalam Program Keluarga Berencana Di Kecamatan Nisam Kabupaten Aceh Utara Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

0 33 107

Fertilitas Dan Praktik Keluarga Berencana Suku Batak Toba Di Perkotaan Dan Pedesaan Sumatera Utara

0 30 1

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fertilitas Tenaga Kerja Wanita Akseptor Keluarga Berencana di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember

2 5 78

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik - Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (Studi Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 oleh Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak, Keluarga Berencana Sekretariat Daerah Provins

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Keluarga Berencana - Implementasi Program Keluarga Berencana di Puskesmas Tanjung Beringin Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2015

0 0 36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Keluarga 2.1.1 Pengertian Keluarga - Hubungan Antara Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Ibu Melaksanakan Imunisasi Dasar Pada Anak Di Desa Tigabolon Kecamatan Sidamanik Tahun 2014

0 1 30

Peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dalam Meningkatkan Akseptor KB Aktif di Wilayah Kabupaten Padang Lawas Tahun 2012

0 0 42

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Keluarga Berencana - Peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dalam Meningkatkan Akseptor KB Aktif di Wilayah Kabupaten Padang Lawas Tahun 2012

0 0 8