Peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dalam Meningkatkan Akseptor KB Aktif di Wilayah Kabupaten Padang Lawas Tahun 2012

(1)

PERAN PETUGAS LAPANGAN KELUARGA BERENCANA (PLKB) DALAM MENINGKATKAN AKSEPTOR KB AKTIF

DI WILAYAH KABUPATEN PADANG LAWAS TAHUN 2012

S K R I P S I

Oleh:

NIM. 091000233 Rizka Angrainy

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PERAN PETUGAS LAPANGAN KELUARGA BERENCANA (PLKB) DALAM MENINGKATKAN AKSEPTOR KB AKTIF

DI WILAYAH KABUPATEN PADANG LAWAS TAHUN 2012

S K R I P S I

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

NIM. 091000233 Rizka Angrainy

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul:

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:

PERAN PETUGAS LAPANGAN KELUARGA BERENCANA (PLKB) DALAM MENINGKATKAN AKSEPTOR KB AKTIF

DI WILAYAH KABUPATEN PADANG LAWAS TAHUN 2012

NIM. 091000233 Rizka Angrainy

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 09 Juli 2012 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Dr.Ir.Erna Mutiara M.Kes

NIP.19640826 199003 2 002 NIP.19510520 198703 2 001 dr.Yusniwarti Yusad, M.Si

Penguji II Penguji III

Drs. Heru Santosa, MS, Ph.D

NIP. 19581110 198403 2 001 NIP.19761005 200912 2 003 Maya Fitria, SKM, M.Kes

Medan, Juli 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

NIP. 19610831 198903 1 001 Dr. Drs. Surya Utama, MS


(4)

ABSTRAK

Salah satu masalah yang dihadapi oleh Indonesia sekarang ini adalah masalah kependudukan khususnya yang menyangkut segi jumlah penduduk yang relatif besar, penduduk yang relatif tinggi, penduduk yang relatif muda, penyebaran penduduk yang kurang seimbang serta tingkat sosial ekonomi yang relatif rendah. Pengendalian program KB telah dilakukan oleh pemerintah. Akan tetapi di Kabupaten Padang Lawas terjadi penurunan akseptor KB. Meski terjadi penambahan penduduk sebesar 5.820 jiwa dari tahun 2009-2010 dan PUS bertambah 4.611 jiwa, peserta KB aktif justru berkurang sebesar 2.435 orang. Diduga yang memengaruhi hal ini adalah peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB). Untuk mendalami hal ini, maka penelitian ini dilakukan secara khusus untuk mengetahui peran PLKB dalam meningkatkan akseptor KB aktif di wilayah Kabupaten Padang Lawas.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan menggunakan wawancara mendalam dan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) pada 17 orang informan yaitu terdiri dari 7 orang PLKB, 8 orang anggota kelompok masyarakat, 2 orang pelaksana KB/ petugas KB lainnya. Analisis data dilakukan dengan verifikasi transkripsi, analitik tematik dan pembuatan matriks.

Penelitian ini memperlihatkan bahwa peran PLKB tidak maksimal karena minimnya dukungan pemerintah daerah. Meski PLKB mencoba melakukan modifikasi atas pekerjaannya, kendala minimnya tenaga dan dukungan dana diungkapkan oleh PLKB. Di dalam bekerja, PLKB menjelaskan prosedur yang diberikan hanya secara normatif, karena tidak disertai dengan motivasi yang lebih baik lagi kepada masyarakat. Sementara itu, persepsi masyarakat sebagian besar masih positif terhadap program KB di Kabupaten Padang Lawas.

Disarankan kepada pihak kantor Pemberdayaan Perempuan dan KB agar mengusulkan penambahan PLKB, memperbanyak pelatihan PLKB, serta meningkatkan insentif kepada PLKB.


(5)

ABSTRACT

Nowadays, one of problems faced by Indonesia is population problem especially concerning to the relatively big population, high population growth, younger population, unequal population distribution, and low socio-economic level. Population control by family planning has been done by the government for several decades. However, current user of family planning program decreased in Padang Lawas District. Although the population numbers increased by 5,820 during 2009-2010 and reproductive age couples were increase by 4,611, family planning acceptors were decrease by 2,435. This was due to the role of Family Planning Field Officers. This research aimed to explore the role of Family Planning Field Officers in increasing number of current user of family planning program in Padang Lawas District area.

This was a qualitative research using in-depth interview and Focus Group Discussion (FGD) approach with 17 informants consisting of 7 Family Planning Field Officers, 8 community groups, 2 family planning managers and other Family Planning Officers. Data were analyzed by transcription verification, thematic analysis and matrix presentation.

This research showed that the role of Family Planning Field Officers were unable to maximize their duty due to lack of financial support from local government. Although Family Planning Field Officers have tried to modify their work, less fund and staffs have been expressed by the informants. Family Planning Field Officers mentioned that while working they only practiced normative procedures, without better motivation to their own community. Meanwhile, community perception about family planning program was mostly still positive in Padang Lawas District.

It is recommended to the Woman Empowerment and Family Planning Office to propose the increasing number of Family Planning Field Officers as well as increasing training and incentive for Family Planning Field Officers.

Keywords: Family Planning Field Officers Role, Current User of Family Planning Program, Padang Lawas District


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Rizka Angrainy

Tempat/Tanggal Lahir : Pekanbaru, 21 September 1986

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Nama Ayah : Muhammad Amiruddin

Nama Ibu : Yusniar

Jumlah Anggota Keluarga : 4 (Empat)

Alamat Rumah : Jalan Tegal Sari gg.Cempaka Sari No.5 Pekanbaru, Rumbai

Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri 5 Pekanbaru 2. SMP Negeri 6 Pekanbaru 3. SMA Negeri 3 Pekanbaru

4. D-III Kebidanan Sentral Kota Padang Sidempuan


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan petunjuk kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : “ Peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dalam meningkatkan Akseptor KB Aktif di Wilayah Kabupaten Padang Lawas Tahun 2012”.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk itu kepada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama., MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Heru Santosa., MS, Ph.D selaku Ketua Departemen Kependudukan dan Biostatistik FKM USU dan Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini. 3. Ibu Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes, selaku Dosen pembimbing I dan Ketua

Penguji yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Ibu dr. Yusniwarti Yusad., M.Si selaku Dosen Pembimbing II dan Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan waktu dan fikiran dalam memberikan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.


(8)

5. Ibu Maya Fitria, SKM., M.kes selaku Dosen Penguji III yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini. 6. Bapak Fotarisman Zaluchu, SKM, M.Si, MPH selaku dosen yang telah banyak

memberikan bimbingan, pengarahan serta waktunya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

7. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Dosen Penasehat Akademik.

8. Para Dosen dan Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Ibu Hj. Irinka Rahmawati Harahap, SP.MSi selaku Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Padang Lawas. 10.Kepada kedua Orangtua ku yang telah memberikan doanya tampa kenal waktu,

semangat, nasehat, dukungan, dan kasih sayang yang tak terhitung banyaknya. Ibunda adalah inspirasi terbesar dalam pencapaian tujuan hidupku.

11.Kepada abangku, kakakku, serta adikku yang telah memberikan dukungan, nasehat selama penulis menyusun skripsi.

12.Kepada teman-teman Peminatan Kesehatan Reproduksi stambuk 2009 yang telah memberikan semangat serta dukungannya.


(9)

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, Juli 2012 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Halaman Persetujuan

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Keluarga Berencana ... 7

2.2 Program Keluarga Berencana ... 7

2.3 Riwayat Program Keluarga Berencana ... 8

2.4 Manfaat Keluarga Berencana ... 9

2.5 Peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) .. 10

2.6 Pengertian Bidan ... 13

2.7 Kerangka Analisis ... 15

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 16

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16

3.3 Jumlah Informan ... 16

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 17

3.4.1 Transkripsi Hasil Wawancara ... 18

3.4.2 Defenisi Operasional ... 19

3.5 Instrumen... 20

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 21

3.6.1 Pegolahan Data... 21

3.6.2 Analisis Data ... 21


(11)

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 23

4.1.1 Letak Geografis ... 23

4.1.2 Demografis ... 23

4.2 Karakteristik Informan ... 24

4.3 Masalah-masalah yang dihadapi dalam meningkatkan Akseptor KB Aktif ... 25

4.4 Upaya-upaya yang dilakukan Untuk Meningkatkan Jumlah Akseptor KB Aktif ... 26

4.5 Faktor-faktor yang Dapat Menurunkan Akseptor KB Aktif ... 27

4.6 Harapan-harapan Dalam Meningkatkan Akseptor KB Aktif ... 30

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Masalah Utama dalam Tingkatan Akseptor KB Aktif. ... 31

5.2 Upaya Peningkatan Akseptor KB Aktif ... 32

5.3 Faktor-faktor yang memengaruhi penurunan Akseptor KB ... 36

5.4 Harapan PLKB ... 39

5.5 Keterbatasan Penelitian ... 39

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 39

6.2 Saran ... 40 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN :

1. Pedoman Wawancara

2. Surat Permohonan Izin Penelitian 3. Surat Balasan Pelaksanaan Penelitian 4. Transkripsi Hasil Wawancara

5. Matriks Hasil Wawancara Mendalam 6. Dokumentasi


(12)

ABSTRAK

Salah satu masalah yang dihadapi oleh Indonesia sekarang ini adalah masalah kependudukan khususnya yang menyangkut segi jumlah penduduk yang relatif besar, penduduk yang relatif tinggi, penduduk yang relatif muda, penyebaran penduduk yang kurang seimbang serta tingkat sosial ekonomi yang relatif rendah. Pengendalian program KB telah dilakukan oleh pemerintah. Akan tetapi di Kabupaten Padang Lawas terjadi penurunan akseptor KB. Meski terjadi penambahan penduduk sebesar 5.820 jiwa dari tahun 2009-2010 dan PUS bertambah 4.611 jiwa, peserta KB aktif justru berkurang sebesar 2.435 orang. Diduga yang memengaruhi hal ini adalah peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB). Untuk mendalami hal ini, maka penelitian ini dilakukan secara khusus untuk mengetahui peran PLKB dalam meningkatkan akseptor KB aktif di wilayah Kabupaten Padang Lawas.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan menggunakan wawancara mendalam dan Diskusi Kelompok Terarah (DKT) pada 17 orang informan yaitu terdiri dari 7 orang PLKB, 8 orang anggota kelompok masyarakat, 2 orang pelaksana KB/ petugas KB lainnya. Analisis data dilakukan dengan verifikasi transkripsi, analitik tematik dan pembuatan matriks.

Penelitian ini memperlihatkan bahwa peran PLKB tidak maksimal karena minimnya dukungan pemerintah daerah. Meski PLKB mencoba melakukan modifikasi atas pekerjaannya, kendala minimnya tenaga dan dukungan dana diungkapkan oleh PLKB. Di dalam bekerja, PLKB menjelaskan prosedur yang diberikan hanya secara normatif, karena tidak disertai dengan motivasi yang lebih baik lagi kepada masyarakat. Sementara itu, persepsi masyarakat sebagian besar masih positif terhadap program KB di Kabupaten Padang Lawas.

Disarankan kepada pihak kantor Pemberdayaan Perempuan dan KB agar mengusulkan penambahan PLKB, memperbanyak pelatihan PLKB, serta meningkatkan insentif kepada PLKB.


(13)

ABSTRACT

Nowadays, one of problems faced by Indonesia is population problem especially concerning to the relatively big population, high population growth, younger population, unequal population distribution, and low socio-economic level. Population control by family planning has been done by the government for several decades. However, current user of family planning program decreased in Padang Lawas District. Although the population numbers increased by 5,820 during 2009-2010 and reproductive age couples were increase by 4,611, family planning acceptors were decrease by 2,435. This was due to the role of Family Planning Field Officers. This research aimed to explore the role of Family Planning Field Officers in increasing number of current user of family planning program in Padang Lawas District area.

This was a qualitative research using in-depth interview and Focus Group Discussion (FGD) approach with 17 informants consisting of 7 Family Planning Field Officers, 8 community groups, 2 family planning managers and other Family Planning Officers. Data were analyzed by transcription verification, thematic analysis and matrix presentation.

This research showed that the role of Family Planning Field Officers were unable to maximize their duty due to lack of financial support from local government. Although Family Planning Field Officers have tried to modify their work, less fund and staffs have been expressed by the informants. Family Planning Field Officers mentioned that while working they only practiced normative procedures, without better motivation to their own community. Meanwhile, community perception about family planning program was mostly still positive in Padang Lawas District.

It is recommended to the Woman Empowerment and Family Planning Office to propose the increasing number of Family Planning Field Officers as well as increasing training and incentive for Family Planning Field Officers.

Keywords: Family Planning Field Officers Role, Current User of Family Planning Program, Padang Lawas District


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada saat ini bangsa Indonesia masih menghadapi berbagai masalah dalam melaksanakan pembangunan. Salah satu masalah yang dihadapi adalah masalah kependudukan khususnya yang menyangkut segi jumlah penduduk yang relatif besar, penduduk yang relatif tinggi, penduduk yang relatif muda, penyebaran penduduk yang kurang seimbang serta tingkat sosial ekonomi yang relatif rendah (BkkbN, 2005).

Data Sensus penduduk 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk muda < 20 tahun sebanyak 63,20 %. Dari jumlah tersebut ternyata yang menikah di usia muda di Indonesia dengan usia 10-14 tahun pada tahun 2010 sebanyak 0,2 %. Meskipun proporsi kecil, namun hal ini menunjukkan bahwa lebih dari 22.000 wanita muda berusia 10-14 tahun di Indonesia sudah menikah. Jumlah dari perempuan muda berusia 15-19 yang menikah lebih besar jika dibandingkan dengan laki-laki muda berusia 15-19 tahun, yaitu 11,7 % dibandingkan dengan 1,6 %. Selain itu, diantara kelompok umur perempuan 20-24 tahun lebih dari 56,2 % sudah menikah. (BPS, 2010)

Hasil Sensus Penduduk 2010 menunjukkan rata-rata usia kawin pertama justru cenderung menurun (lebih muda) menjadi sekitar 19 tahun. Putus sekolah mendorong orang untuk menikah muda. Semakin muda menikah, semakin besar peluang memiliki banyak anak. Hal ini akan diperparah oleh kondisi tanpa pelayanan KB. Dampaknya, risiko kematian


(15)

ibu, bayi, dan anak juga akan meningkat. Ini dapat berpengaruh terhadap pencapaian millenium development goals (MDGs) (Sonny, 2011).

Menurut laporan WHO tahun 2010, Angka Kematian Ibu (AKI) di Amerika Serikat yaitu 17 per 100.000 kelahiran hidup, Afrika Utara 92 per 100.000, Asia Barat 68 per 100.000. Angka kematian ibu di Negara-negara ASEAN masih jauh lebih tinggi, yaitu Indonesia 214 per 100.000 kelahiran hidup, Filipina 170 per 100.000 kelahiran hidup, Vietnam 160 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 60 per 100.000 kelahiran hidup, dan Malaysia 39 per 100.000 kelahiran hidup.

Pada tahun 2007-2009 AKI di Indonesia mengalami penurunan dari 228-226 per 100.000 kelahiran hidup, jadi penurunan AKI di Indonesia masih terlalu lambat untuk mencapai target tujuan pembangunan atau Millenium Development Goals (MDGs) yaitu menurunkan angka kematian ibu tiga per empat selama kehamilan dan persalinan. Rentang tahun 2003-2009 penurunan AKI di Indonesia, jauh dari target yang ingin dicapai pada tahun 2010 dan 2015 diperkirakan 125/100.000 kelahiran hidup dan 115/100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2009).

Keterkaitan antara Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Ibu dengan Keluarga Berencana menunjukkan keadaan yang disebut dengan“4 Terlalu ” yaitu: Keadaan ibu yang terlalu muda (untuk menikah, hamil, dan punya anak), terlalu tua tetapi masih produktif, kehamilan terlalu sering, dan jarak kehamilan terlalu dekat. Kondisi ini sangat berpengaruh dengan tingginya tingkat kesakitan dan kematian ibu dan bayi. Untuk mencegah


(16)

semakin parahnya “ 4T ” tersebut dilaksanakan Program KB di Daerah-daerah (Depkes RI, 2004) .

Angka kematian bayi di Indonesia tergolong tinggi 35/1000 kelahiran hidup. Dengan menyadari dan melihat kenyataan bahwa angka kematian bayi dan ibu masih tinggi serta tingkat kesejahteraan masyarakat yang rendah maka usaha para dokter mulai memperkenalkan Keluarga Berencana serta mengkaitkannya dengan segi kesehatan. Dan dokter juga mulai menganjurkan dan memberikan pelayanan keluarga berencana kepada pasien-pasiennya secara perorangan (BkkbN, 2007).

KB adalah salah satu upaya untuk menekan tingginya laju pertumbuhan dan laju penduduk, yang ditandai dengan tingginya angka kelahiran TFR pada tahun 2006 sebesar 2,78 rata-rata kelahiran Pasangan Usia Subur (PUS) dan diharapkan tahun 2009 turun menjadi 2,4 rata-rata kelahiran Pasangan Usia Subur (PUS), tingginya TFR akibat menurunnya peserta KB. Pada tahun 2010 di Sumatera Utara, jumlah Pasangan Usia Subur sebanyak 2.120.692 peserta, pasangan yang menjadi peserta KB aktif 2010 sebanyak 1.424.630 (Dinkes Sumut, 2010).

Berdasarkan hasil pendataan tahun 2010 di Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (PP dan KB) Kabupaten Padang Lawas pada tahun 2009 jumlah penduduk Kabupaten Padang Lawas adalah sebanyak 186.643 jiwa, PUS sebanyak 31.775, peserta KB Aktif sebanyak 20.970 (65,9%) Sedangkan pada tahun 2010 jumlah penduduk Kabupaten Padang Lawas adalah sebanyak 192.463 jiwa, PUS sebanyak 36.386,


(17)

peserta KB aktif 18.535 (50,9 %), dimana terjadi penambahan sebesar 5.820 jiwa, sedangkan PUS bertambah 4.611 (11,4 %), tetapi peserta KB aktif berkurang sebesar 2.435 (15,0%) dikarenakan : menopause (4,0%), hamil (5,0%), janda (2,0%) dan ingin anak lagi (4,0%) (Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Padang Lawas, 2010).

Adapun kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan oleh Kantor PP dan KB Kabupaten Padang Lawas adalah mendata ke lapangan di setiap kecamatan setahun sekali, serta melakukan safari KB untuk pencapaian target KB tetapi masih kurang berhasil. Program KB yang gencar dilakukan sejak 1970 hingga 1990-an dianggap sudah berhasil. Mungkin karena anggapan tersebut, dimasa reformasi hingga kini tidak lagi diprioritaskan, sehingga tidak didukung lagi dengan anggaran yang memadai. Seharusnya meskipun tidak ada anggaran sesuai dengan tugas pokok dan fungsi bidan seluruh kegiatan harus dilaksanakan.

Dari survei awal yang dilakukan pada bulan April 2011 di wilayah Kabupaten Padang Lawas, banyak kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh para bidan sebagai PLKB sudah jarang terlihat atau bahkan terhenti, diduga peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) kurang memberikan motivasi kepada pasangan usia subur untuk ber-KB, sehingga jumlah akseptor KB menurun.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penelitian ini mencoba untuk melihat sejauh mana Peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana dalam


(18)

meningkatkan akseptor KB aktif yang dapat menyebabkan turunnya jumlah akseptor KB aktif.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana Peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dalam Meningkatkan Akseptor KB Aktif di wilayah Kabupaten Padang Lawas Tahun 2011.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dalam meningkatkan akseptor KB aktif di wilayah Kabupaten Padang Lawas. 1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi dalam meningkatkan akseptor KB aktif di wilayah Kabupaten Padang Lawas.

2. Mengidentifikasi upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan jumlah akseptor KB aktif di wilayah Kabupaten Padang Lawas.

3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menurunkan akseptor KB aktif di wilayah Kabupaten Padang Lawas.

4. Mengidentifikasi harapan-harapan dalam meningkatkan akseptor KB aktif di wilayah Kabupaten Padang Lawas.


(19)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Kantor Pemberdayaan Perempuan dan KB Kabupaten Padang Lawas dalam meningkatkan kualitas cakupan akseptor KB aktif.

2. Sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penurunan akseptor KB aktif.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Keluarga Berencana

Pengertian Keluarga Berencana dalam arti sempit adalah upaya pengaturan kelahiran dalam rangka mewujudkan hak-hak pasangan usia subur untuk menentukan kapan akan melahirkan, berapa jumlah anak ideal, jarak anak yang dilahirkan, kapan berhenti untuk tidak punya anak lagi (BkkbN, 2008).

Menurut UU RI tahun 1992, pengertian Keluarga Berencana (KB) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinaan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (BkkbN, 2005).

Menurut International Conference on Population and Development (ICPD) ke X di Kairo, KB adalah penginteraksian faktor kependudukan dalam pembangunan melalui program KB, dimaksudkan untuk kualitas penduduk, pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk, mengarahkan mobilitas penduduk, memperbaiki kesejahteraan dan pemberdayaan lansia dan memperbaiki pendidikan serta informasi (BkkbN, 2005).

2.2 Program KB

Program Keluarga Berencana adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak serta penanggulangan kesehatan reproduksi, serta hak-hak reproduksi. Adapun Program Keluarga Berencana ini bertujuan untuk mewujudkan keluarga kecil berkualitas yang sejahtera, sehat, maju,


(21)

mandiri mempunyai anak yang ideal, mempunyai wawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (BkkbN, 2008).

2.3 Riwayat Program Keluarga Berencana

Pada tahun 1953, sekelompok kecil masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan, khususnya dari kalangan kesehatan, memulai prakarsa kegiatan keluarga berencana. Kegiatan kelompok ini di berkembang hingga berdirilah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada tahun 1957.

Pada tahun 1967 Presiden Soeharto turut menandatangani Deklarasi Kependudukan Dunia, dan sejak itulah Program Keluarga Berencana di Indonesia mulai memasuki tahap yang lebih maju. Untuk mengelola Progran KB, pada tahun 1968 di bentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN). Kemudian pada tahun 1970 LKBN diganti dengan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), yaitu suatu badan pemerintah non departemen yang bertugas mengkoordinasikan segala kegiatan yang menyangkut pelaksanaan Program Keluarga Berencana secara Nasional (BkkbN, 2005).

Mula-mula program ditujukan di enam provinsi di Jawa dan Bali, yang merupakan daerah yang terdapat di Indonesia. Di tahun 1974, 10 provinsi lainnya masuk dalam lingkungan program Nasional. Tahun 1974 seluruh Indonesia sudah dapat dicakup dalam program Keluarga Berencana Nasional.

2.4 Manfaat KB

Adapun manfaat KB secara khusus untuk menurunkan angka kematian ibu, dapat meningkatkan upaya kesehatan promotif dalam kesehatan maternal dan


(22)

pengendalian fertilitas pada tingkat keluarga dan lingkungannya. Sedangkan tujuan secara umum:

1. Untuk Ibu

a. Perbaikan kesehatan b. Peningkatan kesehatan

c. Waktu cukup untuk mengasuh anak d. Waktu cukup untuk istirahat

e. Menikmati waktu luang f. Dapat melakukan kegiatan lain 2. Untuk Ayah

a. Membuat beban keluarga menjadi lebih ringan (beban pikiran, tanggung jawab, biaya).

b. Membuat hubungan suami istri selalu terpenuhi

c. Dapat memperhatikan dan mendidik anak menjadi lebih baik 3. Untuk Anak

a. Dapat tumbuh wajar dan sehat b. Memperoleh perhatian

c. Perencanaan pendidikan yang lebih baik 4. Untuk Keluarga

a. Dapat memperkecil biaya santunan untuk melahirkan b. Bisa menabung

c. Banyak waktu luang


(23)

e. Pendapatan bisa diatur untuk mencakupi kebutuhan rumah tangga f. Keluarga lebih sehat, sejahtera dan bahagia (BkkbN, 2008). 2.5 Peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB)

PLKB adalah bidan yang bekerja dan diberi pelatihan khusus oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BkkbN) bukan hanya membantu dalam kelahiran bayi saja tetapi juga berfungsi untuk menurunkan tingkat kelahiran bayi, dengan bantuan alat kontrasepsi yang disediakan oleh BkkbN. Dan ada juga yang tamatan SMA/ Sederajat sebagai PLKB. Adapun tugas-tugas dari PLKB (BkkbN, 2000) adalah:

1. Pendekatan tokoh formal dan informal (Lintas Sektoral)

Yaitu suatu kegiatan bidan petugas KB dalam menumbuhkan hubungan kerja sama dengan para tokoh formal yaitu : Lurah, Ka. KUA serta para tokoh informal yaitu tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat yang bertujuan untuk mendapat dukungan politis sekaligus memberikan pengetahuan dan keterampilan bagi tokoh tersebut agar bisa memberikan dukungan demi pelaksanaan operasional gerakan KB Nasional ditingkat desa/Kelurahan sesuai dengan rencana kerja yang telah disepakti bersama.

2. Pembentukan dan penegasan kesepakatan

Yaitu proses yang dilaksanakan secara sistematis untuk mencapai kesepakatan politisi dan teknis penggarapan GKBN (Gerakan Keluarga Berencana Nasional) sekaligus memantapkan tokoh formal dan informal agar berperan aktif sesuai dengan perannya masing-masing.


(24)

3. Melakukan KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) dan Menggerakkan TOGA (Tokoh Agama) dan TOMA (Tokoh Masyarakat)

Yakni : melakukan konseling, informasi dan edukasi yang melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat yang menjelaskan tentang pengertian KB serta kegunaan alat KB langsung kepada masyarakat pada saat kegiatan peribadatan seperti di Mesjid dan Gereja.

4. Penyiapan Kader dan Penumbuhan Institusi Masyarakat Pedesaan

Yaitu pembentukan kader-kader atau pembantu bidan petugas KB di lapangan yang disebut dengan PPKBD (Pembantu Penyuluh Keluarga Berencana Desa) dimana badan petugas KB memberikan KIE dan konseling kepada Kader yang kemudian akan disampaikan kepada masyarakat. Dimana konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek pelayanan Keluarga Berencana. Dengan melakukan konseling berarti petugas membantu klien dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai dengan pilihannya, disamping itu dapat membuat klien merasa lebih puas.

Konseling dilakukan pada : a. Konseling KB di lapangan

Dilaksanakan oleh para petugas KB di Lapangan yaitu Petugas Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PPLKB), penyuluh lapangan Keluarga Berencana (PLKB), Penyuluh Keluarga Berencana (PKB), pembantu mendapatkan pelatihan konseling yang standar. Tugas utama dipusatkan


(25)

pada informasi KB, baik dalam kelompok kecil maupun secara perseorangan. Adapun informasi yang diberikan mencakup :

1. Pengertian manfaat program keluarga berencana 2. Proses terjadinya kehamilan/reproduksi sehat

3. Informasi yang benar tentang alat kontrasepsi (cara kerja, manfaat, kemungkinan, efek samping, komplikasi, kegagalan, kontra indikasi, tempat kontrasepsi biasa diperoleh, rujukan, serta biaya) (Saifudin, 2006)

b. Konseling KB di Klinik

Dilaksanakan oleh petugas medis dan paramedik terlatih di klinik yaitu bidan, perawat serta bidan petugas KB. Pelayanan konseling yang dilakukan di klinik diupayakan di berikan secara perseorangan di ruangan khusus. Pelayanan konseling di klinik dilakukan untuk melengkapi dan sebagai pemantapan hasil konseling di lapangan yang mencakup :

1. Memberikan informasi KB yang lebih rinci sesuai dengan kebutuhan klien.

2. Memastikan bahwa kontrasepsi pilihan klien telah sesuai dengan kondisi kesehatannya.

3. Membantu memilih kontrasepsi lain seandainya yang dipilih ternyata tidak sesuai dengan kondisi kesehatannya.

4. Menunjuk klien seandainya kontrasepsi yang dipilih tidak tersedia di klinik atau jika klien membutuhkan bantuan medis dari ahli seandainya dalam pemeriksaan ditemui masalah kesehatan lain.


(26)

5. Memberikan konseling pada kunjungan ulang untuk memastikan bahwa klien tidak mengalami keluhan dalam penggunaan kontrasepsi pilihannya.

6. Mengkoordinir Penyelenggaraan Pelayanan Keluarga Berencana

Yaitu suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh bidan petugas KB dalam mempersiapkan pelayanan teknis kepada sasaran sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan.

7. Melakukan Pencatatan dan Pelaporan

Yaitu kegiatan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan program baik masukan, proses maupun hasil kegiatan yang telah dilakukan dan dituangkan dalam bentuk laporan yang menggunakan formulir baku yang sudah ada.

2.6 Pengertian Bidan

Kebidanan (midwife) adalah ilmu pengetahuan yang berbentuk dari sintesa berbagai disiplin ilmu atau multi disiplin yang terkait dengan pelayanan kebidanan meliputi ilmu kedokteran, ilmu keperawatan, ilmu sosial, ilmu perilaku, ilmu budaya, ilmu kesehatan masyarakat dan ilmu manejemen agar dapat memberikan pelayanan kepada ibu dalam masa prakonsepsi, masa hamil, nifas, bayi baru lahir. Pelayanan tersebut meliputi pendeteksian keadaan abnormal pada ibu dan anak, melaksanakan konseling dan pendiddikan kesehatan terhadap individu dan masyarakat.

Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti pendidikan kebidanan diakui oleh pemerintah dan telah menyelesaikan pendidikan tersebut dan lulus ujian yang ditentukan serta memperoleh ijazah yang terdaftar sebagai syarat utama untuk melakukan praktek sesuai profesinya (Suparman, 2005).


(27)

Sedangkan menurut Depkes RI (2003) bidan adalah seorang wanita yang sudah dilatih dalam pengetahuan khusus dalam bantuan kepada wanita agar tetap sehat selama hamil dan menolongnya pada waktu melahirkan, ahli dalam memberikan asuhan, penyuluhan, konseling dan dukungan secara individu kepada wanita dan bayinya dalam siklus kehamilan dan persalinan.

2.7 Kerangka Analisis

Berdasarkan uraian di atas dapat disusun kerangka analisis sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Analisis

Peran PLKB dalam Meningkatkan Akseptor KB Aktif di Wilayah Kabupaten Padang Lawas

Tahun 2012 Kinerja PLKB:

1. Pendekatan tokoh formal dan informal

2. Pembentukan dan Penegasan Kesepakatan

3. Melakukan KIE dan menggerakan TOGA dan TOMA

4. Penyiapan kader dan penumbuhan IMP(Institusi Masyarakat Perdesaan) 5. Mengkoordinir penyelenggaraan

pelayanan keluarga berencana 6. Melakukan pencatatan dan pelaporan


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah merupakan penelitian yang menggunakan metode kualitatif, yaitu pendekatan secara mendalam dengan cara menggali keterangan terus-menerus sedalam mungkin tentang apa yang menjadi pemikiran, perasaan dan keinginan yang mendasari timbulnya perilaku tertentu (Sandjaja, 2011).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di wilayah Kabupaten Padang Lawas pada bulan Februari 2012.

3.3 Jumlah Informan

Penelitian ini mengumpulkan data dari informan utama yaitu PLKB. Jumlah informan dalam penelitian ini adalah 7 orang yang bertugas sebagai petugas lapangan keluarga berencana (PLKB) yang menyebar di 9 Kecamatan yang ada di Kabupaten Padang Lawas yang menjadi wilayah penelitian. Kecamatan yang dimaksud adalah Kecamatan Barumun, Ulu Barumun, Lubuk Barumun, Barumun Tengah, Sosopan, Sosa, Batang Lubu Sutam, Hutaraja Tinggi, Huristak.

Untuk memenuhi prinsip triangulasi sumber data dengan tujuan untuk mengkonfirmasi data dari PLKB, maka dilakukan pengumpulan data terhadap 1 kelompok masyarakat (terdiri dari Lurah, Tokoh Agama (TOGA), Tokoh Masyarakat (TOMA), Tokoh Adat, Kader sebanyak 1 orang, serta akseptor KB aktif, calon akseptor KB dan yang tidak menggunakan KB) yang terdiri dari 8 orang, dan 1


(29)

kelompok pelaksana KB/ petugas KB lain yaitu Kepala Kantor Pemberdayaan Perempuan dan KB, Kepala Seksi Urusan KB sebanyak 2 orang. Pada saat pengumpulan data dilakukan pada kelompok ini (pelaksana KB/ petugas KB), maka PLKB yang lainnya pun turut menjadi bagian FGD dengan fokus pada pertanyaan mengenai kinerja.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data peran PLKB dalam meningkatkan akseptor KB aktif dikumpulkan langsung oleh peneliti dengan berhadapan langsung dengan sumber datanya.

Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion). Wawancara mendalam dilakukan langsung dengan menggunakan metode tatap muka. Wawancara mendalam dengan para informan tidak dapat diwakilkan karena menyangkut kualitas informasi yang dibutuhkan. Apabila informasi yang dibutuhkan dirasa belum mencukupi, maka dilakukan wawancara ulang dengan langsung mengunjungi kembali informan yang bersangkutan. Sebagaimana dijelaskan di atas, wawancara mendalam ditujukan pada informan PLKB. Sementara FGD dilakukan terhadap 7 Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dan petugas KB, serta informan masyarakat.

Agar informasi yang dibutuhkan benar-benar sesuai dengan keperluan penelitian, diupayakan agar pada saat wawancara dengan informan tidak dilibatkan orang ketiga seperti petugas kesehatan, aparat pemerintah maupun tokoh masyarakat lainnya. Dengan demikian informan lebih leluasa memberikan atau menceritakan segala hal mengenai peristiwa menurunnya akseptor KB aktif tersebut.


(30)

Hasil wawancara direkam dalam tape recorder untuk kemudian direview kembali dan diterjemahkan dalam bentuk transkripsi hasil wawancara. Transkripsi hasil wawancara diberi topik pembicaraan sehingga memudahkan untuk melakukan penggolongan (klasifikasi) pada saat analisa.

Bahasa yang digunakan dalam wawancara adalah bahasa Indonesia karena semua informan dapat berkomunikasi dengan bahasa tersebut. Catatan-catatan lapangan (field note) yang diperoleh pada awal, saat dan setelah kunjungan ke lapangan terus dikembangkan. Catatan ini diperoleh berdasarkan hasil observasi di lapangan baik yang dicatat dalam buku harian maupun yang direkam dalam kamera (foto). Observasi dilakukan mulai saat pembukaan diskusi sampai selesai diskusi di Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB.

Observasi penting artinya dalam upaya saling melengkapi data atau informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Disamping sebagai proses cek dan ricek, observasi juga dimaksudkan sebagai pemenuhan kebutuhan dan kelengkapan informasi serta keterlibatan langsung peneliti di lapangan.

3.4.1 Transkripsi Hasil Wawancara

Hasil wawancara yang telah direkam pada alat perekam kemudian direview

kembali untuk diterjemahkan dalam bentuk transkripsi hasil wawancara. Format transkripsi sebagai berikut:

Identifikasi : No. Informan, umur, pendidikan, lama kerja, suku, agama, alamat

Topik wawancara : Cerita berdasarkan pedoman wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah yang difokuskan pada


(31)

penelitian ini termasuk hal-hal yang diketahui oleh si informan dalam hubungannya dengan menurunnya akseptor KB aktif. Informan diberikan keleluasan untuk menceritakan apa yang diketahuinya mulai dari A sampai Z, tetapi tetap mengikuti fokus penelitian.

3.4.2 Definisi Operasional

1. Akseptor KB aktif adalah akseptor pada saat ini yang menggunakan salah satu alat kontrasepsi.

2. Pendekatan tokoh formal dan informal adalah pendekatan yang dilakukan oleh bidan petugas KB secara formal (Lurah, Ka. KUA) maupun tokoh Informal (TOMA, TOGA dan Tokoh Adat) dalam rangka meningkatkan akseptor KB di Badan PP dan KB Kabupaten Padang Lawas dengan kategori ada pendekatan dengan tidak ada pendekatan yang ditanyakan dalam wawancara.

3. Pembentukan dan penegasan kesepakatan oleh PLKB dalam memantapkan tokoh formal dan informal agar berperan aktif sesuai dengan perannya masing-masing yang ditanyakan dalam wawancara. 4. Melakukan KIE dan mengerakkan TOGA dan TOMA yakni melakukan

Konseling, Informasi dan Edukasi yang melibatkan Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat yang menjelaskan tentang pengertian KB serta kegunaan alat/obat KB langsung kepada masyarakat pada saat kegiatan peribadatan seperti mesjid dan gereja yang ditanyakan dalam wawancara.


(32)

5. Penyiapan kader dan penumbuhan IMP yaitu pembentukan kader-kader atau pembantu bidan petugas KB di lapangan yang disebut dengan PPKBD dimana petugas KB, memberikan KIE dan konseling kepada kader yang kemudian akan disampaikan kepada masyarakat yang ditanyakan dalam wawancara.

6. Mengkoordinir penyelenggara pelayanan Keluarga Berencana yaitu suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh bidan petugas KB dalam mempersiapkan pelayanan teknis kepada sasaran sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan yang ditanyakan dalam wawancara.

7. Melakukan pencatatan dan pelaporan yaitu kegiatan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan program baik masukan maupun hasil kegiatan yang telah dilakukan dan dituangkan dalam bentuk laporan yang menggunakan formulir baku yang sudah ada yang ditanyakan dalam wawancara.

3.5 Instrumen

Alat untuk pengumpulan data adalah pedoman untuk wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah. Pedoman ini bersifat panduan sehingga dapat dimodifikasi selama proses wawancara berlangsung.

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 3.6.1 Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan dari lapangan diterjemahkan dalam bentuk transkripsi hasil wawancara (seperti yang telah diurai di atas). Setiap hasil transkripsi maupun ringkasan hasil dimasukkan dalam file tertentu baik dalam komputer maupun


(33)

hasil cetak komputer dengan diberikan nama sesuai dengan informannya. Proses transkripsi dilakukan secara manual.

3.6.2 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif. Peneliti melakukan analisis isi untuk setiap pendapat informan sesuai dengan pedoman wawancara. Sebagai tahapan analisis akan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan cara sebagai berikut (Emzir, 2011) :

1. Verifikasi transkripsi

Melakukan verifikasi dengan mencari makna setiap gejala (fenomena) atau pengalamanan dari informan yang diperoleh dari lapangan.

2. Analisis tematik

Mencari topik di antara masing-masing informan dan hubungannya dengan keseluruhan informan penelitian, yang selanjutnya dinyatakan ke dalam tema-tema sesuai dengan fokus dan subfokus penelitian sebagaimana tercantum dalam tujuan khusus penelitian ini. Metode ini dilakukan dengan membaca transkrip secara berulang-ulang dan membanding-bandingkan antar informan untuk melihat kesesuaiannya.

3. Pembuatan text dan atau matriks.

Text dan matriks ini berisi pengamatan, penjelasan data serta memuat ide-ide peneliti atas data yang diperoleh.

Analisis data kemudian dilanjutkan dengan melakukan konfirmasi dan konfrontasi data yang diperoleh. Konfirmasi adalah dengan mencuplik transkipsi yang relevan dengan suatu pernyataan, sementara konfrontasi adalah dengan


(34)

menggunakan perbedaan-perbedaan antar sumber data sehingga kontras akan terlihat dengan jelas dan baik.


(35)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Letak Geografis

Kabupaten Padang Lawas terbentuk pada tahun 2007, merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten ini memiliki wilayah seluas 4.229,99 Km2. Secara geografis Kabupaten Padang Lawas mempunyai 4 batas wilayah yaitu:

− Sebelah Utara berbatasan dengan :

Kabupaten Padang Lawas Utara

− Sebelah Selatan berbatasan dengan :

Kabupaten Pasaman Propinsi Sumatera Barat

− Sebelah Timur berbatasan dengan :

Kabupaten Rokan Hulu Propinsi Riau

− Sebelah Barat berbatasan dengan :

Kecamatan Gunung Malintang Kabupaten

Mandailing Natal. 4.1.2 Demografis


(36)

Jumlah penduduk Kabupaten Padang Lawas tahun 2010 sebanyak 192.463 jiwa. Kabupaten Padang Lawas mempunyai sarana kesehatan 11 puskesmas, 33 puskesmas pembantu, 10 puskesmas keliling, 3 Bidan Praktek Swasta, 335 Posyandu.

4.2 Karakteristik Informan

Jumlah informan dalam penelitian ini adalah 7 orang yang bertugas sebagai Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) yang menyebar di 9 Kecamatan yang ada di Kabupaten Padang Lawas yang menjadi wilayah penelitian. Ke 7 informan diperoleh karakteristik informan yaitu terdiri dari 3 informan yang berusia < 30 tahun, 4 informan berusia > 30. 7 informan ini mempunyai latar belakang pendidikan yang bervariasi yaitu Diploma III sebanyak 3 orang, SMA/ sederajat sebanyak 4 orang, 1 informan laki-laki 6 informan perempuan, Lama kerja informan yang 22 tahun sebanyak 3 informan, yang 7 tahun dan 3 tahun masing-masing sebanyak 2 informan. Ke 7 informan memiliki suku yang sama yaitu suku Batak dan bertempat tinggal di sekitar Kabupaten Padang Lawas. Sedangkan karakteristik informan dari 1 kelompok masyarakat yang berjumlah 8 orang informan yaitu Lurah, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, kader yang bertempat tinggal di Kabupaten Padang Lawas dan merupakan penduduk asli daerah tersebut. Selain itu, sebagai akseptor yang menggunakan KB yaitu ibu rumah tangga dimana salah satu diantara mereka ada yang mempunyai anak 6 dengan lama menikah 15 tahun, ada juga calon akseptor yang sudah mempunyai anak 3 orang dengan lama menikah


(37)

6 tahun, sedangkan informan yang tidak menggunakan akseptor KB yang baru mempunyai anak 1 orang dengan lama menikah 3 tahun. Adapun kelompok pelaksana KB yang berjumlah 2 orang informan yaitu Ibu Kepala Kantor Pemberdayaan Perempuan dimana bertempat tinggal di daerah Kecamatan Sosa, serta Kepala Seksi Urusan KB yang bertempat tinggal di daerah Kecamatan Hasahatan di daerah Kabupaten Padang Lawas.

4.3 Masalah-masalah yang dihadapi dalam meningkatkan akseptor KB aktif Di dalam meningkatkan akseptor KB aktif di daerah Padang Lawas dapat ditarik berbagai masalah yang diungkapkan oleh PLKB, petugas KB dan masyarakat. Menurut pengakuan informan PLKB, peningkatan akseptor KB aktif sulit mereka lakukan dan kerjakan sebagai bagian dari upaya program peningkatan akseptor KB. Mereka mengungkapkan bahwa kendala di dalam melaksanakan tugas tersebut adalah kurangnya tenaga yang ada. Sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang diantaranya:

"...Maunya ditambah PLKB ntah 5 misalnya ntah kakak kan maunya misalnya di Kecamatan SOSA maunya maulah ntah ada 4 orang gitu kan minimal lah itu dek..."

Nada yang sama disampaikan oleh informan lainnya,

"... PLKB kurang bu karena I kecamatan masaklah cuma I PLKB nya semenjak otonomi daerah ini, yaa semenjak itu honor pun tidak adalagi..."

Memang cukup ironis jika dibandingkan dengan luasnya wilayah tersebut. Bisa dibayangkan bagaimana mungkin 7 orang PLKB bisa melayani satu kabupaten yang luasnya lebih dari 4 ribu km2 serta dengan jumlah penduduk hampir mendekati 200 ribu jiwa.


(38)

Pemberdayaan Perempuan dan KB, kendala dukungan terhadap kinerja tenaga petugas KB memang terasa sekali. Jika sebelum otonomi daerah pasokan tenaga tersebut didapatkan dari pusat, sekarang ini alokasi tersebut merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Pemerintah daerah sendirilah yang harus menyediakan tenaga PLKB dan menggajinya sesuai dengan kemampuan daerah tersebut. Sayangnya, bobot perhatian pemerintah daerah ke dalam urusan yang berhubungan dengan peningkatan SDM petugas KB belum cukup memadai.

Tentu saja hal ini berpengaruh sangat besar. Dalam keadaan tersebut, Kepala Pemberdayaan Perempuan dan KB tentu saja tidak punya pilihan selain daripada menjalankan kegiatan sebagaimana adanya tanpa mampu berkreatifitas dan berekspansi dengan lebih baik.

Bersamaan dengan kurangnya tenaga yang ada, alokasi dana untuk mendukung PLKB juga minim. Sebagaimana disampaikan oleh staf PP dan KB Kabupaten Padang Lawas, setiap PLKB non-PNS hanya menerima insentif sebesar Rp. 750 ribu setiap bulannya, yang harus mendukung seluruh kegiatan PLKB, termasuk uang transport. Sementara PLKB yang PNS menerima sesuai gajinya sendiri. Angka ini jelas bagi PLKB sangat minim, mengingat luasnya area yang menjadi cakupan mereka dan terbatasnya tenaga yang ada.

Terkendalanya dana tersebut terlihat dari kegiatan PLKB yang sangat minim di Posyandu dimana mereka seharusnya menyampaikan penyuluhan. Faktanya sebagaimana diungkapkan oleh PLKB, mereka tidak dapat melakukannya karena terkadang lokasinya jauh. Karena itu mereka menyiasatinya dengan melakukan "kerjasama" dengan bidan atau petugas kesehatan yang melaksanakan kegiatan


(39)

Posyandu.

4.4 Upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan jumlah akseptor KB aktif

Sebagaimana sudah diungkapkan di atas, sehubungan dengan upaya peningkatan akseptor KB aktif, secara khusus kurangnya tenaga dan minimnya dukungan dana, semua PLKB menyatakan bahwa mereka tidak maksimal di dalam mengerjakan tugasnya. Karena itu mereka melakukan modifikasi dengan terpaksa, sehingga mereka menumpangkan kegiatannya dalam kegiatan posyandu dengan bekerjasama dengan bidan. Sebagaimana disampaikan oleh salah seorang diantaranya:

"... Koordinasi sama bidan desa kan setiap ada posyandu kakak ikutin melalui gabunglah gitu dek gabung sama posyandu..."

Upaya yang dilakukan oleh Kantor Pemberdayaan Perempuan dan KB pun dirasakan oleh informan hampir tidak ada sama sekali. PLKB mengungkapkan bahwa mereka hanya menyerahkan laporan saja tetapi sesudahnya tidak mendapatkan apa-apa. Sebagaimana disampaikan oleh salah seorang informan :

"...Jadi sekali-sekali masih turunnya kami mengadakan pelayanan tapi bukan apalah bukan maksimal begitu .... aaaa ... sekali-sekali masih turunnya kami bikin pelayanan gratis..."

Mengenai kegiatan yang dilakukan oleh PLKB, yaitu berhubungan dengan kinerjanya dalam melaksanakan program KB, terungkap bahwa kegiatan-kegiatan tersebut memang lebih banyak berhubungan dengan upaya-upaya normatif. Contohnya sebagaimana diungkapkan salah seorang informan PLKB sebagai berikut:


(40)

cuman entah beberapa desa lah yang [saya] lakukan, yang lainnya kan enggak...

Benar bahwa di dalam kegiatan mereka, tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh agama dilibatkan, tetapi semuanya hanya terbatas pada pertemuan biasa, tanpa ada upaya penggerakan.

Upaya pelatihan pada kader misalnya menjadi BKB dan BKR tidak bisa maksimal dikerjakan karena pelatihan yang ada tidak bisa dikerjakan secara maksimal karena ketiadaan biaya. Demikian juga dengan upaya penumbuhan institusi masyarakat pedesaan (IMP) tidak berjalan sama sekali. Padahal dengan adanya IMP, seharusnya kegiatan masyarakat akan berjalan dengan lebih baik karena berasal dari mereka. Sayangnya, PLKB tidak bisa menggerakkan ini karena lagi-lagi terkendala dalam masalah teknis yaitu dana. Sebagaimana disampaikan salah seorang diantaranya:

"...Oh..kalau pelatihannya enggak ada cuma waktu kunjungan kita ke desa kita bina, kunjungan ke desa lain lagi kita bina, dan setiap desa ada kader, kalau dikumpul-kumpul menyangkut uang pula itu bu..."

Dengan demikian, hampir dapat dipastikan sebenarnya bahwa upaya peningkatan akseptor KB di Kabupaten Padang Lawas terkendala dukungan. Program KB tidak mendapatkan dukungan dana yang memadai untuk menggerakkan program KB sehingga bisa berjalan sesuai dengan tujuannya. Memang program "reguler" seolah berjalan, padahal tidak menyentuh sama sekali hal yang utama yaitu bagaimana memandirikan masyarakat dan membuat program KB bisa berjalan dengan baik.

4.5 Faktor-faktor yang dapat menurunkan akseptor KB aktif


(41)

beberapa faktor.

Dilihat dari sudut pandang masyarakat, sebagaimana disampaikan dalam DKT diatas, keinginan menjadi akseptor KB bisa terhenti karena beberapa hal, diantaranya:

1. Ibu yang ingin punya anak lagi. Sebagian Pasangan Usia Subur mengatakan bahwa mereka tidak ingin ber-KB lagi oleh karena mereka ingin punya anak lagi. Mereka sebelumnya adalah akseptor KB dan telah menggunakan alat KB beberapa waktu lamanya. Pertimbangan utama di dalam keinginan untuk memiliki anak tersebut adalah mengingat usia ibu (informan) yang sudah mencapai usia paruh baya (40 tahun). Sementara, sebagaimana juga diungkapkan oleh mereka, para ibu tersebut kebanyakan baru memiliki anak I orang. Dorongan untuk memiliki anak lebih dari satu tersebut umumnya datang dari suami bersama-sama dengan istri. Sebagaimana yang disampaikan oleh salah satu informan:

"...yang pertama, dari faktor umur saya dek, usia ya dek, karena usia saya sudah 42 tahun, yang kedua saya menginginkan anak lagi..."

2. Menopause

Berhentinya akseptor KB dari keikutsertaan menggunakan alat KB juga dipengaruhi salah satunya adalah faktor menopause. Informan mengungkapkan bahwa tidak ada lagi gunanya menggunakan alat KB jika mereka sudah tidak produktif. Sebagaimana yang disampaikan oleh salah satu informan:

"...Terkadang kan dek ada yang ingin punya anak lagi, baru yang menopauselah, yang tidak diizinkan suamilah, yaa gitu gitulah dek..."


(42)

3. Persepsi mengenai alat KB. Istilah "banyak anak, banyak rejeki" ternyata masih ditemukan di lokasi penelitian. Informan mengungkapkan bahwa mereka tidak diijinkan oleh suaminya karena pandangan tersebut tadi. Menariknya lagi, masih ada masyarakat yang tidak menggunakan alat KB ternyata berpendapat bahwa penggunaan alat KB "haram". Informan PLKB menyebutkan bahwa masih ada pandangan masyarakat salah satunya dari "mamak-mamak" yang sudah naik haji bahwa alat KB adalah "setan" dan karena itu "haram" digunakan. Di banyak populasi, persepsi mengenai hal ini memang membuat program KB sedikit terhambat. Pendapat ini membuat banyak masyarakat kemudian berhenti ber-KB. Sebagaimana disampaikan oleh seorang informan diantaranya menurut pandangan masyarakat:

"...ala...KB itu apa itu, setan itu, haram itu..."

4. Status janda. Wawancara kepada PLKB mengungkapkan bahwa status pernikahan seseorang juga mendorong berhentinya mereka dari status akseptor KB. Seorang yang janda dan kemudian tidak memiliki suami lagi, tidak akan diperbolehkan menggunakan alat KB karena alat KB yang diberikan harus mendapatkan surat persetujuan suami. Sebagaimana yang disampaikan oleh salah satu informan:

"...Ada yang janda kan enggak mungkin ber KB dia bu, terus kami kan sekarang ada pakai surat persetujuan suami yaghhh kalau enggak ditandatangani suaminya yaa enggak maulah kami bu..."

5. Faktor lain adalah kehamilan. Informan yang menggunakan alat KB juga bisa berhenti menggunakannya karena kehamilan. Sebagaimana terungkap dalam


(43)

penelitian ini, penggunaan alat KB kemudian dihentikan jika tahu bagaimana informannya hamil. Karena ingin mempertahankan dan meneruskan kehamilan tersebut maka informan kemudian memilih untuk tidak lagi terus ber-KB. Sebagaimana yang disampaikan oleh salah satu informan:

“...Maunya dia pengen dia hamil terus punya anak lagi...”

4.6 Harapan-harapan dalam meningkatkan akseptor KB aktif

Harapan-harapan mengenai peningkatan kinerja di dalam rangka menjangkau lebih banyak akseptor KB serta untuk mendorong penggunaan KB di masyarakat disampaikan dengan jelas oleh PLKB. Para petugas tersebut menyampaikan dalam wawancaranya bahwa mereka ingin mendapatkan honor beserta dengan penambahan tenaga PLKB. Sebagaimana disampaikan oleh salah satu informan:

"...Harapannya yaaaa

Dalam wawancara terungkap juga bahwa mereka tidak hanya menginginkan penambahan finansial. Beberapa responden juga mengungkapkan bahwa beban kerja mereka terlalu tinggi. Karena itu mereka berharap bahwa mereka bisa mendapatkan sumber tenaga baru melalui penambahan tenaga petugas PLKB.

bisa la.... penambahan tenaga kerja dan honor tadilah dek..."

Hal ini umumnya disuarakan oleh PLKB yang non-PNS. Bagi mereka, pekerjaan untuk mencari akseptor dan melayani program KB adalah pekerjaan yang cukup melelahkan sementara dukungan finansial tidak mereka terima dibandingkan mereka yang bekerja sebagai PNS. Faktanya adalah setiap kali ada kegiatan yang dikerjakan, PLKB tidak memperoleh pendapatan tambahan yang mereka sebut sebagai "uang masuk". Sebagaimana disampaikan oleh PLKB,


(44)

"...dulu dana BPKBD kan 25 ribu per bulan sekarang enggak ada lagi.. memang nol, jadi kita pun ngapain orang kan susah..."

Penghasilan mereka pun hanya berasal dari pendapatan bulanan sebagai PNS, jika petugasnya adalah PLKB PNS.

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Masalah Utama

Program Keluarga Berencana adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak serta penanggulangan kesehatan reproduksi, serta hak-hak reproduksi. Adapun Program Keluarga Berencana ini bertujuan untuk mewujudkan keluarga kecil berkualitas yang sejahtera, sehat, maju, mandiri mempunyai anak yang ideal, mempunyai wawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (BKKBN, 2008).

Untuk memenuhi sasaran tersebut perlu adanya usaha-usaha penyebaran ide-ide KB yang menyeluruh, antara lain melalui Petugas Lapangan KB yang secara intensif dan sistimatis melakukan kegiatan motivasi dari rumah ke rumah para pasangan usia subur untuk menjadi akseptor KB.

Akan tetapi hal tersebut jelas sulit dilakukan dalam situasi keberadaan PLKB di Kabupaten Padang Lawas. Sebagaimana diungkapkan dalam masalah-masalah yang dihadapi oleh PLKB dalam hasil penelitian, telihat bahwa kurangnya tenaga


(45)

yang ada ditambah dengan minimnya dukungan dana menyebabkan program KB tidak berjalan baik dan peran PLKB menjadi tidak maksimal.

Padahal, sesungguhnya peran PLKB amat penting untuk menumbuhkan, mengembangkan dan mengarahkan semua potensi yang ada didesa/RT untuk melembagakan keluarga kecil di masyarakat. Tidak heran sebagaimana disampaikan di bagian awal penelitian, terjadi penurunan yang signifikan terhadap jumlah akseptor KB.

Untuk mencapai tujuan ini peran PLKB sebenarnya tidak mudah. Selain PLKB harus bekerja sama dengan institusi-institusi lain di tingkat kecamatan, PLKB harus juga mencari dukungan dari berbagai organisasi yang bergerak di tingkat lokal. Kerja sama antara tim PLKB dan tenaga puskesmas merupakan syarat utama untuk merealisasikan program KB. Di dalam pembagian kerja di antara PLKB dan staf puskesmas meliputi petugas PLKB merekrut akseptor-akseptor dan memberikan penyuluhan kepada mereka (BKKBN, 2008). Tetapi sebagaimana ditemukan dalam penelitian, peran tersebut tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.

5.2 Upaya Peningkatan Akseptor KB

Meskipun tidak bisa berjalan dengan baik, hasil penelitian menunjukkan bahwa PLKB tetap melaksanakan tugasnya sedaya mampu mereka. Berdasarkan wawancara pada mereka, dalam pelaksanaan kegiatan, termasuk pembentukan dan penegasan kesepakatan ternyata telah dilakukan dengan baik oleh PLKB di dalam kinerjanya. Ke-7 informan menyatakan bahwa dalam pembentukan dan penegasan kesepakatan yang paling sering dilaksanakan dalam 1 x sebulan.


(46)

Pembentukan dan penegasan kesepakatan bertujuan untuk memantapkan penggarapan agar berperan aktif sesuai dengan kesepakatan antara tokoh formal dan informal dengan PLKB (BKKBN, 2008). Melakukan pembentukan dan penegasan kesepakatan sangat penting dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mencapai kesepakatan politis dan teknis penggarapan Program KB nasional yang mencakup kelompok yang lebih luas serta memantapkan tokoh masyarakat berperan aktif sesuai dengan kesepakatan. Sebagaimana disampaikan oleh BKKBN (2008) bahwa pembentukan dan penegasan dalam Program KB Nasional harus dilaksanakan dalam satu bulan sekali.

Demikian juga dengan pelatihan terhadap kader. Persiapan kader dan penumbuhan institusi masyarakat perdesaan merupakan salah satu upaya PLKB agar pencapaian akseptor KB meningkat. Ke 6 informan menyatakan bahwa mereka melakukan pelatihan kader KB hanya 1 informan yang tidak melakukan pelatihan kader KB.

Melatih kader dalam kegiatan ini penting dilaksanakan. Hal itu dikarenakan kader merupakan salah satu yang dapat membantu PLKB dalam mengingkatkan akseptor KB. Sebagaimana disampaikan oleh Depkes RI (2007) bahwa kader adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditunjuk oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela untuk mengembangkan masyarakat. Berdasarkan pengalaman selama ini, metode pemberdayaan masyarakat menggunakan kader kesehatan kesehatan cukup berhasil, antara lain di Kuba (Whiteford dan Laurence, 2008). Bahkan metode tersebut direkomendasikan oleh WHO (2008).


(47)

Di dalam mengkoordinir penyelenggaraan pelayanan KB, PLKB telah mengkordinir pelayanan tersebut sesuai dengan tugas yang dibebankan kepada mereka. Namun karena keterbatasan tersebut, maka PLKB melakukan modifikasi tertentu.

Pada kenyataannya, mengkoordinir penyelenggaraan pelayanan KB sangat penting dilakukan oleh PLKB. PLKB adalah ujung tombak dari pelaksanaan kegiatan tersebut. Mengkoordinasikan pelayanan KB termasuk ke dalam pelayanan teknis kepada sasaran sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan. Sebagaimana disampaikan oleh BKKBN (2000) bahwa PLKB bertugas termasuk di dalamnya untuk mengkoordinir seluruh upaya pengendalian fertilitas melalui sebuah system yang hirarkis dan mengikuti struktur administrasi negara. Dalam sistem pertanggungjawaban bertingkat ini, segala keputusan berada di tangan BKKBN Pusat dan ditindaklanjuti pemerintah tingkat propinsi dan kabupaten melalui Dinas KB (dan atau nama lainnya) untuk diimplementasikan di masyarakat. Lebih khusus lagi, realisasi program dipercayakan kepada petugas BKKBN di tingkat kecamatan, yaitu Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dan pengawasnya yang disebut Pimpinan PLKB atau PPLKB. Mereka ditugasi untuk merealisasikan program KB dengan mengarahkan perilaku fertilitas masyarakat agar memenuhi target kebijakan nasional. Untuk mencapai tujuan ini para PLKB kemudian bekerjasama dengan petugas kesehatan.

Meski terkendala, pencatatan dan pelaporan kegiatan KB telah dilakukan oleh PLKB dengan baik. Ke 7 informan menyatakan bahwa pencatatan dan pelaporan dilakukan setiap bulannya dan diserahkan langsung ke kantor Pemberdayaan


(48)

Perempuan dan KB. Pencatatan dan pelaporan ini merupakan faktor utama dimana setelah seluruh kegiatan yang dilaksanakan harus dilakukan pencatatan dan pelaporan, bahkan dianggap sebagai kegiatan rutin bagi informan.

Melakukan pencatatan dan pelaporan penting dilakukan dalam semua kegiatan. Hal ini berfungsi untuk melihat perkembangan apakah akseptornya meningkat atau sebaliknya. Sebagaimana disampaikan oleh Sujiyatini dalam bukunya yang berjudul Panduan lengkap pelayanan KB terkini (2009), bahwa kegiatan pencatatan dan pelaporan program KB Nasional merupakan suatu proses untuk mendapatkan data dan informasi yang merupakan suatu substansi pokok dalam sistem informasi Program KB Nasional dan dibutuhkan untuk kepentingan operasional program. Data dan informasi tersebut juga merupakan bahan pengambilan keputusan, perencanaan, pemantauan, dan penilaian serta pengendalian program. Oleh karena itu data dan informasi yang dihasilkan harus akurat, tepat waktu, dan dapat dipercaya.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa PLKB, mengetahui kurang efektifnya kinerja mereka mengingat kendala-kendala yang telah disampaikan di atas tadi. Akan tetapi, sebagaimana dijelaskan nantinya, mereka sama sekali tidak bisa melakukan apa-apa selain daripada berharap akan adanya perubahan.

5.3 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Penurunan Akseptor KB

Tidak dapat dipungkiri bahwa program KB yang selama ini digagas oleh pemerintah, memiliki kendala tertentu di masyarakat secara khusus ketika berhubungan dengan persepsi yang ada di masyarakat. Sebagaimana dapat dilihat pada hasil penelitian, masih ada pendapat masyarakat yang tidak benar mengenai KB.


(49)

Hal ini jelas mempengaruhi penurunan akseptor KB. Beberapa hal yang berhubungan dengan persepsi itu telah coba diatasi melalui pendekatan informal.

Pendekatan pada tokoh masyarakat baik informal maupun formal telah ditempuh oleh PLKB di dalam menjalankan tugasnya. Ke-7 informan menyatakan bahwa dalam konteks pelibatan tokoh informal, tokoh yang paling sering dilibatkan adalah tokoh yang dituakan dan tokoh agama. Pelibatan para tokoh informal ini adalah untuk tujuan kelancaran kegiatan yang dilakukan oleh PLKB, bahkan dianggap sebagai sebuah keharusan.

Melibatkan tokoh informal di dalam kegiatan masyarakat penting dilakukan. Hal itu dikarenakan tokoh informal memegang peran penting di dalam mengendalikan struktur sosial kemasyarakatan. Keberadaan tokoh informal sebagai bentuk partisipasi masyarakat adalah untuk mendorong keikutsertaan masyarakat di dalam kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2007).

Sebagaimana disampaikan oleh BKKBN (2008), tokoh formal dan informal merupakan faktor utama yang menunjang kinerja PLKB. Tokoh informal memegang “kuasa” atas peran-peran sosial di masyarakat. Mengetahui keberadaan mereka, akan memudahkan berkomunikasi dan menyampaikan pesan tentang KB (Liliwer, 2011). Memang masih ada masyarakat yang beranggapan negatif tentang program KB tetapi semakin lama semakin terlihat perubahan ke arah yang lebih baik.

Selain tokoh informal, PLKB juga mengundang tokoh formal. Tokoh formal yang dimaksud adalah tokoh yang menaungi wilayah Kecamatan dan Kelurahan/ Desa. Keterlibatan tokoh formal tidak dapat dilepaskan dari struktur pelaksanaan KB


(50)

yang umumnya berada pada level Kecamatan. Dalam melaksanakan program KB, pemerintah menekankan pelibatan tokoh informal.

Selain persepsi, keberadaan elemen masyarakat sendiri sebenarnya amat penting untuk memandirikan pelayanan KB. Karena itulah maka keterlibatan TOMA dan TOGA penting untuk diperhitungkan. Dalam melakukan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) dan menggerakan TOGA dan TOMA dalam konseling KB ke 7 informan menyatakan bahwa mereka melibatkan TOGA dan TOMA pada saat konseling KB. Keikutsertaan TOGA dan TOMA dalam konseling KB atau di dalam penyuluhan ini memang hanya untuk menghadiri dan mendengarkan penyuluhan saja. Meskipun demikian, peran mereka strategis karena mereka menempati struktur sosial yang lebih tinggi di masyarakat yang patrinileal (Notoatmodjo, 1993) yang justru akan mempengaruhi peran dari masyarakat lainnya (Muzaham, 1995).

Mengikutsertakan tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam kegiatan KB memang tidak dominan, karena didalam kegiatan konseling ini yang berperan aktif adalah PLKB, kader dan tenaga kesehatan. Sebagaimana disampaikan oleh Manuaba (2002), bahwa petugas KB melakukan KIE yakni dalam melakukan konseling, informasi dan edukasi yang melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat yang menjelaskan tentang pengertian serta kegunaan alat KB langsung kepada masyarakat.

Apa yang dilakukan oleh PLKB di dalam menggerakkan masyarakat dapat dilihat dari perspektif masyarakat. Perspektif masyarakat mengenai KB di lokasi penelitian sebenarnya masih sangat positif. Bahkan dukungan terhadap KB justru datang juga dari mereka yang bahkan tidak mengikuti KB.


(51)

Hal-hal di atas memperlihatkan bahwa persoalan penurunan akseptor KB kelihatannya tidak hanya berhubungan dengan kondisi penyelenggaraan dan pelayanan KB secara umum, tetapi lebih kepada alasan-alasan yang dikemukakan oleh masyarakat sendiri, antara lain keinginan untuk memiliki anak.

Dukungan tokoh masyarakat tersebut memperlihatkan bahwa program KB di Kabupaten Padang Lawas masih bisa diperkuat dengan meningkatkan keterlibatan masyarakat. Di sinilah perlu dikaji ulang bagaimana upaya meningkatkan insentif pendanaan untuk petugas PLKB.

5.4 Harapan PLKB

Tentunya keberadaan program KB yang ada di Kabupaten Padang Lawas tidak akan bisa lebih baik tanpa ada perubahan yang berarti. Menurut hasil penelitian, PLKB mengungkapkan harapan mereka supaya terdapat dukungan yang lebih maksimal dalam kinerja mereka. Ada dua opsi, yaitu dengan peningkatan tenaga atau pun dengan meningkatkan insentif finansial kepada mereka.

Secara khusus mengenai area yang harus dilayani, berdasarkan informasi dari Kantor PP dan KB, seharusnya seorang PLKB melayani 1500 KK. Sementara karena jumlah KK di satu kecamatan terdapat 7000 KK, maka untuk setiap kecamatan harus tersedia sejumlah 4-5 orang PLKB. Dengan demikian jumlah hanya 7 orang PLKB ini, area yang harus dijangkau menjadi sangat minim.

Jika saja masalah ini diatasi, mungkin program KB di Kabupaten Padang Lawas mungkin tidak akan mengalami penurunan. Argumentasi ini didukung pula


(52)

adanya hambatan finansial terhadap kinerja petugas KB sebagaimana diungkapkan oleh petugasnya. Tetapi yang juga patut diperhitungkan adalah persepsi positif mengenai KB masih sangat baik di masyarakat. Kombinasi kedua hal ini akan dapat memperbaiki keadaan yang ada.

5.5. Keterbatasan Penelitian

Sebagai sebuah penelitian kualitatif, hasil penelitian ini mengungkapkan persoalan mendalam yang dialami oleh PLKB di dalam menjalankan aktifitasnya. Menurut peran utamanya, penelitian kualitatif memang adalah pendekatan untuk mendapatkan informasi secara mendalam dan menganalisis topik-topik yang berorientasi pada isi/ materi yang disampaikan oleh subjek penelitian. Karena itulah, maka hasil penelitian ini tidak bisa digeneralisir di luar dari konteks lokasi penelitian. Hasil penelitian ini juga terbatas menggambarkan persoalan di luar dari pada apa yang diungkapkan oleh informan dan yang digali oleh peneliti. Penelitian ini hanya menggambarkan fokus penelitian karena sifat mendalamnya pendekatan penelitian ini. Karena itu, metode untuk memprediksi hasil penelitian pada populasi PLKB yang lebih luas jelas tidak dapat dilakukan.

Selain itu, penelitian ini tidak melaksanakan penelitian yang mencoba melihat seluruh faktor yang memengaruhi kinerja PLKB di dalam menurunnya akseptor KB di Kabupaten Padang Lawas. Penelitian ini terbatas dan tidak memahami secara komprehensif seluruh variabel yang memengaruhi kinerja PLKB dan atau yang menyebabkan menurunnya akseptor KB.


(53)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

5. Masalah-masalah yang dihadapi dalam meningkatkan akseptor KB aktif di wilayah Kabupaten Padang Lawas adalah menurunnya akseptor KB, dan kekurangan dana.

6. Upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan jumlah akseptor KB aktif di wilayah Kabupaten Padang Lawas adalah memberikan penyuluhan KB pada waktu posyandu serta melakukan pelayanan gratis yang diselenggarakan oleh kantor PP dan KB.


(54)

7. Faktor-faktor yang dapat menurunkan akseptor KB aktif di wilayah Kabupaten Padang Lawas adalah ingin anak lagi, menopause, tidak diizinkan suami, janda, hamil.

8. Harapan-harapan dalam meningkatkan akseptor KB aktif di wilayah Kabupaten Padang Lawas adalah penambahan jumlah PLKB dan penambahan dana.

6.2 Saran

1. Disarankan bagi kantor pemberdayaan perempuan dan KB Kabupaten Padang Lawas agar memperbanyak pelatihan bagi PLKB, penambahan tenaga PLKB untuk dapat meningkatkan akseptor KB di Kabupaten Padang Lawas.

2. Diharapkan kepada PLKB untuk meningkatkan perannya dalam penggarapan akseptor KB di wilayah Kabupaten Padang Lawas.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Andreas, 2010. Pedoman FGD :

Diakses 5 Januari 2012.

Amir, 2010. Jumlah Penduduk Hasil Sensus Penduduk :

BPS, 2010. Jumlah Penduduk Usia Muda

28 Maret 2012.

BPS, 2010. Kabupaten Padang Lawas Dalam Angka:

BKKBN, 2000. Buku Pedoman Pengelolaan Program BKB bagi PLKB/PKB dan Kader, Jakarta.

---, 2005. Kebijakan Program Pokok dan Kegiatan Bidang Pelayanan KB dan KesehatanReproduksi, Jakarta.


(56)

---, 2007. Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Ibu

Oktober 2011.

---, 2008. Buku Pedoman Pengelolaan Program BKB bagi PLKB/PKB dan Kader, Jakarta.

Depkes RI, 2003. Ilmu Kebidanan, Jakarta.

---, 2004. Hubungan AKI dan AKB dengan KB http:// www. P3sKK.litbang. depkes.go.Id/HPSR/../hubungan-keluarga-berencana-dengan-angka-kematian-ibu-dan-kematian-bayi

---, 2007. Analisis Situasi dan Budaya Teknis Pengelolaan Budaya KB, Jakarta.

. Diakses 2 Oktober 2011.

---, 2009. Angka Kematian Ibu, Jakarta.

Dinkes Sumut, 2010. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Medan.

Emzir, 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, Jakarta : Rajawali Pers.

Hartono, 2003. dkk, Keluarga Berencana dan Kontrasepsi, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Kantor PP dan KB, 2010. Lap F/I/Kab-Dal/2010, Padang Lawas.

Liliwer, A. 2011. Dasar-Dasar Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Manuaba, 2002. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB Untuk Pendidikan

Bidan, Jakarta : EGC.

Muhazam, 1995. Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan. Jakarta: UI Press. Notoatmodjo, S, 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku.

Yogyakarta: ANDI.

---, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta. Saifuddin, 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Jakarta : Yayasan


(57)

Sandjaja, A, 2011. Panduan Penelitian, Jakarta : Prestasi Pustakaraya.

Siswo, S, dkk, 2003. Tekhnologi Kontrasepsi, Yogyakarta : Gajah Mada Universitas Press.

Sonny, H, 2010 Fakta dan Logika Kependudukan Indonesia :

Suparman, 2005. Konsep Kebidanan, Jakarta : EGC.

Whiteford dan Laurence, 2008. Primary Health Care in Cuba. London : Rowman and Littlefield Publisher, Inc.

WHO, 2008. The World Health Report 2008 Primary Health Care Now More Than Ever. Geneva: WHO.

WHO, 2010. Trends in Maternal Mortality http://whylibdoc.Who.Int.WebsWHO_ report_eng. pdf

PEDOMAN . Diakses 7 November 2011.

DISKUSI KELOMPOK TERARAH (DKT)

PERAN PETUGAS LAPANGAN KELUARGA BERENCANA (PLKB) DALAM MENINGKATKAN AKSEPTOR KB AKTIF

DI WILAYAH KABUPATEN PADANG LAWAS TAHUN 2012

Identitas Informan No.Informan :

Umur :

Pendidikan : Lama Kerja :

Suku :

Agama :


(58)

Materi diskusi untuk masyarakat yaitu Toga, Toma, Toda, Lurah, Kader, Peserta KB Aktif, Calon akseptor KB baru, tidak menggunakan KB :

Pedoman Diskusi Kelompok Terarah (DKT)

1. Masalah-masalah yang dihadapi dalam meningkatkan akseptor KB aktif di wilayah Kabupaten Padang Lawas.

2. Faktor-faktor yang dapat menurunkan akseptor KB aktif di wilayah Kabupaten Padang Lawas (faktor-faktor kondisi jarak, biaya dan keberadaan fasilitas)

3. Manfaat yang diperoleh dari kegiatan diskusi kelompok terarah (DKT) dalam meningkatkan akseptor KB aktif

4. Harapan terhadap kegiatan diskusi kelompok terarah (DKT) dalam meningkatkan akseptor KB aktif


(59)

PEDOMAN

WAWANCARA MENDALAM

PERAN PLKB DALAM MENINGKATKAN AKSEPTOR KB AKTIF DI WILAYAH KABUPATEN PADANG LAWAS

TAHUN 2012 Identitas Informan

No.Informan :

Umur :

Pendidikan : Lama Kerja :

Suku :

Agama :

Alamat :

I. Pendekatan Tokoh Formal dan Informal


(60)

1. Apakah anda melakukan pendekatan tokoh formal?

2. Apakah anda mengundang tokoh formal untuk meningkatkan akseptor KB aktif?

3. Apakah anda melakukan pendekatan tokoh informal?

4. Apakah anda mengundang tokoh informal untuk meningkatkan akseptor KB aktif?

II. Pembentukan dan Penegasan Kesepakatan

5. Pembentukan dan penegasan kesepakatan untuk meningkatkan akseptor KB aktif , apakah anda melakukan setiap bulannya?

6. Rapat Koordinasi KB apakah anda melakukan setiap bulannya?

III. Melakukan Komunikasi,Informasi dan Edukasi (KIE) dan Menggerakkan TOGA dan TOMA

7. Melakukan Konseling KB, apakah anda mengikutsertakan TOGA dan TOMA? 8. Dalam kegiatan perwiritan dan peribadatan yang dilakukan dikelurahan,apakah

anda melibatkan TOGA dan TOMA ?

IV. Persiapan Kader dan Penumbuhan Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP) 9. Pernahkah anda melakukan pelatihan kader KB dalam kegiatan konseling? 10. Apakah anda melakukan penumbuhan IMP yang baru?

V. Mengkoordinir Penyelenggaraan Pelayanan Keluarga Berencana

11. Apakah anda mengkoordinir pelayanan KB sesuai dengan kebutuhan klien? 12. Apakah anda meningkatkan pelayanan dengan jumlah peserta KB Baru dan

KB Aktif?


(61)

13. Apakah anda melakukan pencatatan dan pelaporan kegiatan yang dilakukan setiap bulannya?


(62)

PEDOMAN

DISKUSI KELOMPOK TERARAH (DKT)

PERAN PETUGAS LAPANGAN KELUARGA BERENCANA (PLKB) DALAM MENINGKATKAN AKSEPTOR KB AKTIF

DI WILAYAH KABUPATEN PADANG LAWAS TAHUN 2012

Identitas Informan No.Informan :

Umur :

Pendidikan : Lama Kerja :

Suku :

Agama :

Alamat :

Materi Diskusi untuk Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dan Pegawai Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (PP dan KB):

Pedoman Diskusi Kelompok Terarah (DKT)

1. Masalah-masalah yang dihadapi dalam meningkatkan akseptor KB aktif di wilayah Kabupaten Padang Lawas.

2. Apa penyebab menurunnya akseptor KB aktif di wilayah Kabupaten Padang Lawas.

3. Upaya-upaya yang dilakukan dalam meningkatkan akseptor KB aktif di wilayah Kabupaten Padang Lawas.

4. Upaya yang dilakukan kantor PP dan KB dalam meningkatkan akseptor KB aktif.


(63)

5. Manfaat yang diperoleh dari kegiatan dalam meningkatkan akseptor KB aktif 6. Harapan terhadap kegiatan dalam meningkatkan akseptor KB aktif


(64)

PEDOMAN

DISKUSI KELOMPOK TERARAH (DKT)

PERAN PETUGAS LAPANGAN KELUARGA BERENCANA (PLKB) DALAM MENINGKATKAN AKSEPTOR KB AKTIF

DI WILAYAH KABUPATEN PADANG LAWAS TAHUN 2012

Identitas Informan No.Informan :

Umur :

Pendidikan : Lama Kerja :

Suku :

Agama :

Alamat :

Materi diskusi untuk masyarakat yaitu Toga, Toma, Toda, Lurah, Kader, Peserta KB Aktif, Calon akseptor KB baru, tidak menggunakan KB :

Pedoman Diskusi Kelompok Terarah (DKT)

1. Masalah-masalah yang dihadapi dalam meningkatkan akseptor KB aktif di wilayah Kabupaten Padang Lawas.

2. Faktor-faktor yang dapat menurunkan akseptor KB aktif di wilayah Kabupaten Padang Lawas (faktor-faktor kondisi jarak, biaya dan keberadaan fasilitas)

3. Manfaat yang diperoleh dari kegiatan diskusi kelompok terarah (DKT) dalam meningkatkan akseptor KB aktif


(65)

4. Harapan terhadap kegiatan diskusi kelompok terarah (DKT) dalam meningkatkan akseptor KB aktif


(66)

Matriks Hasil Wawancara Mendalam

Hasil wawancara mendalam terhadap informan PLKB sebanyak 7 orang tersaji pada matriks-matriks berikut ini:

Matriks 4.1 Pelibatan tokoh informal dan tokoh formal oleh PLKB Informan Tokoh informal

yang dilibatkan

Peran tokoh Tokoh formal yang dilibatkan Informan 1 Tokoh yang

dituakan, tokoh agama

Penyuluhan Kepala Desa

Informan 2 Tokoh agama Penyuluhan Kepala Desa Informan 3 Kepala desa dan

istrinya

Penyuluhan Kepala Desa Informan 4 Tokoh agama,

tokoh masyarakat, masyarakat

Penyuluhan Masyarakat, ibu-ibu

Informan 5 Kepala desa,tokoh agama, tokoh masyarakat

Penyuluhan Lurah

Informan 6 Tokoh agama, tokoh masyarakat

Penyuluhan Lurah Informan 7 Tokoh agama,

tokoh masyarakat

Penyuluhan Lurah

Dari matriks 4.1 diatas dapat dilihat bahwa pendekatan dengan tokoh informal dan formal dapat dikatakan baik karena ke 7 informan selalu melibatkan tokoh-tokoh terpenting di dalam masyarakat melalui penyuluhan KB.


(67)

Matriks 4.2 Pembentukan dan penegasan kesepakatan dan Rakor KB Informan Pembentukan dan

penegasan kesepakatan

Forum Rakor KB Frekuensi

Informan 1 Ada, bulanan di desa yang berbeda

Posyandu Ada 1 x 3 bulan Informan 2 Ada Balai desa Ada 1 x 3 bulan

Informan 3 Ada Posyandu Ada 1 x

sebulan

Informan 4 Ada Posyandu Ada 1 x

sebulan

Informan 5 Ada Posyandu Ada 1 x

sebulan Informan 6 Ada Balai desa Ada Terkadang Informan 7 Ada Posyandu Ada Setiap

bulan

Dari matriks 4.2 diatas dapat dilihat bahwa pembentukan dan penegasan baik dilakukan, walaupun 2 informan membuat forumnya dibalai desa. Rapat koordinasi baik juga dilakukan walaupun 2 orang informan melakukan rapat itu 1 x 3 bulan dan 1 orang informan mengatakan ada tapi terkadang melakukan rapat koordinasi tersebut, tidak menyebutkan berapa frekuensi yang dilakukan.


(68)

Matriks 4.3 Konseling KB dan pelibatan tokoh Informan Konseling Pelibatan

Tokoh

Peran

Informan 1 √ √ Menghadiri

Informan 2 √ √ Menghadiri

Informan 3 √ √ Menghadiri

Informan 4 √ √ Menghadiri

Informan 5 √ √ Menghadiri

Informan 6 √ √ Menghadiri

Informan 7 √ √ Menghadiri

Dari matriks 4.3 diatas dapat dilihat bahwa dalam melakukan Komunikasi, informasi dan edukasi seperti mengadakan konseling kepada akseptor perannya sudah baik karena melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama walaupun mereka hanya menghadiri saja.

Matriks 4.4 Pelatihan Kader

Informan Ya Tidak Kader IMP

Informan 1 + BKB, BKR Ada

Informan 2 + - Ada

Informan 3 + semua Ada

Informan 4 + BKB,BKL,BKR Ada

Informan 5 + BKB,BKL, BKR Ada

Informan 6 + BKB,BKL,BKR Ada

Informan 7 + BKB,BKR,BKL Ada

Dari matriks 4.4 diatas dapat dilihat bahwa pelatihan kader dan penumbuhan institusi masyarakat pedesaan (IMP) sudah baik, walaupun ada 1 informan yang tidak melakukan pelatihan kader KB hanya waktu kunjungan desa saja di bina kader tersebut.


(69)

Matriks 4.5 dalam mengkoordinir penyelenggaraan pelayanan KB

Informan Peran Pemenuhan

kebutuhan klien

Tantangan dalam mencari akseptor Informan 1 Tidak utama Didampingi tenaga

kesehatan

Persepsi masyarakat tentang alat KB

Informan 2 Tidak utama Didampingi kepala desa

Persepsi masyarakat tentang alat KB

Informan 3 Tidak utama Didampingi bidan Tidak ada dana Informan 4 Tidak utama Didampingi tenaga

kesehatan

Dana kurang Informan 5 Tidak utama Didampingi kepala

desa

Tidak ada dana Informan 6 Tidak utama Didampingi tenaga

kesehatan

Persepsi masyarakat tentang alat KB

Informan 7 Tidak utama Didampingi tenaga kesehatan

Persepsi masyarakat tentang alat KB

Dari matriks 4.5 diatas dapat dilihat bahwa dalam mengkoordinir pelayanan KB sesuai dengan kebutuhan klien peran informan tidak utama dikarenakan setiap informan selalu harus ada yang mendampingi pada saat pelayanan KB tersebut. Dan masing-masing informan mempunyai tantangan dalam mencari akseptor KB yang berbeda-beda.


(1)

WAWANCARA MENDALAM

KEPADA PETUGAS LAPANGAN KELUARGA BERENCANA 1.Identitas Informan

No.Informan :

Umur :

Pendidikan : Lama Kerja :

Suku :

Agama :

Alamat :

2.Wawancara dengan PLKB

Pewawancara : Apakah anda melakukan pendekatan dengan tokoh informal? PLKB 6 : Iya, maksud ibu tokoh informalnya kayak Toga, toma kan bu?

iya bu, pas…hee..hee…

Pewawancara : Apakah anda mengundang tokoh informal untuk meningkatkan akseptor KB aktif

PLKB 6 : undang….

Pewawancara : Apakah anda melakukan pendekatan dengan tokoh formal? PLKB 6 : iya melakukan bu

Pewawancara : Apakah anda mengundang tokoh formal untuk meningkatkan akseptor KB aktif ?

PLKB 6 : undang lurah bu

Pewawancara : Berarti mereka selalu hadir itu bu? PLKB 6 : kadang

Pewawancara : Hmmmm….oooooooo


(2)

Pewawancara : Melakukan konseling KB apakah anda mengikutsertakan Toga dan Toma?

PLKB 6 : iyaaa….

Pewawancara : Biasanya dimana dilakukan konseling? PLKB 6 : kadang pas posyandu bu….

Pewawancara : Oh…..

Dalam kegiatan perwiritan dan peribadatan di kelurahan, apakah anda melibatkan Toga, Toma?

PLKB 6 : iyaaa….

Pewawancara : Pernahkah anda melakukan pelatihan kader KB dalam kegiatan konseling?

PLKB 6 : Pernah bu……

Pewawancara : Oh…berapa kali itu kak?

PLKB 6 : ada kemaren itu bu di medan pelatihan kader, kadang pas selesai posyandulah bu…

Pewawancara : Apakah anda mengkoordinir pelayanan KB sesuai dengan kebutuhan klien?

PLKB 6 : iyaaa bu…

Pewawancara : Apakah anda meningkatkan pelayanan kepada jumlah peserta KB baru dan KB aktif?

PLKB 6 : iya saya melakukannya

Pewawancara : Apakah anda melakukan pencatatan kegiatan yang dilakukan setiap bulannya?

PLKB 6 : iya…setiap bulanlah bu… Pewawancara : Oh..diserahkan sama siapa bu?


(3)

WAWANCARA MENDALAM

KEPADA PETUGAS LAPANGAN KELUARGA BERENCANA 1.Identitas Informan

No.Informan :

Umur :

Pendidikan : Lama Kerja :

Suku :

Agama :

Alamat :

2.Wawancara dengan PLKB

Pewawancara : Apakah anda melakukan pendekatan dengan tokoh informal? PLKB 7 : tentulah bu….

Pewawancara : Siapa itu kak Tokoh informal nya bu? PLKB 7 : Toga, Toma

Pewawancara : Apakah anda mengundang tokoh informal untuk meningkatkan akseptor KB aktif

PLKB 7 : yaaaa

Pewawancara : Apakah anda melakukan pendekatan dengan tokoh formal? PLKB 7 : yaaaa

Pewawancara : Apakah anda mengundang tokoh formal untuk meningkatkan akseptor KB aktif

PLKB 7 : iyaaa, lurah

Pewawancara : Berarti mereka selalu hadir itu bu?

PLKB 7 : Kadang sih, kadang juga mereka gk mau hadir gitu…. Pewawancara : Pembentukan dan penegasan kesepakatan untuk meningkat


(4)

PLKB 7 : diikutkan

Pewawancara : Biasanya dimana dilakukan konseling? PLKB 7 : di…….mana itu namanya di…..balai desa… Pewawancara : Oh…..

Dalam kegiatan perwiritan dan peribadatan di kelurahan, apakah anda melibatkan Toga, Toma?

PLKB 7 : iyaaa diundang kadang mereka mau terlibat kadang enggak Pewawancara : Pernahkah anda melakukan pelatihan kader KB dalam

kegiatan konseling PLKB 7 : pernah…

Pewawancara : Oh…berapa kali itu bu? PLKB 7 : adalah 3 sampai 4 kali gitu….

Pewawancara : Apakah anda mengkoordinir pelayanan KB sesuai dengan kebutuhan klien?

PLKB 7 : iya, dikoordinirlah supaya kebutuhannya terpenuhi….

Pewawancara : Apakah anda meningkatkan pelayanan kepada jumlah peserta KB baru dan KB aktif?

PLKB 7 : iyaaa ditingkatkanlah….. Pewawancara : Hmmmmmm …..iya ya bu…..

Apakah anda melakukan pencatatan kegiatan yang dilakukan setiap bulannya?

PLKB 7 : iya…setiap bulan…

Pewawancara : Oh..diserahkan sama siapa bu?

PLKB 7 : langsung ke kantor Pemberdayaan Perempuanlah disibuhuan sana…..

Pewawancara : Ooo iyaa bu…..makasi banyak ya bu atas informasinya…. PLKB7 : Yoooooo…


(5)

Denah Proses Diskusi Kelompok Terarah

TOKOH ADAT

LURAH TOKOH

AGAMA

PLKB

PLKB Ka. SEKSI KB

TOKOH MASYA RAKAT

PLKB PLKB

PLKB PLKB PLKB

KADER

TIDAK MENGG UNAKA N KB CALON

AKSEPT OR KB

AKSEPT OR KB

PEWAWANCARA

Ka. PP & KB MODERATOR

DAN NOTULEN

P I N T U


(6)

Dokumen yang terkait

Faktor-faktor Ketidakikutsertaan Pasangan Usia Subur menjadi Akseptor KB di Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

6 62 58

Perilaku Akseptor Kb Pria Terhadap Metode Medis Operasi Pria (MOP) Di Medan Labuhan Tahun 2009

0 26 87

Analisis Kualitas Pelayanan Keluarga Berencana (Kb) Pada Badan Keluarga Berencana Dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Padang Lawas Utara

0 0 15

Analisis Kualitas Pelayanan Keluarga Berencana (Kb) Pada Badan Keluarga Berencana Dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Padang Lawas Utara

0 0 1

Pengaruh Kredibilitas Komunikasi Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Terhadap Peningkatan Akseptor Keluarga Berencana Di Kota Medan

0 0 12

Peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dalam Meningkatkan Akseptor KB Aktif di Wilayah Kabupaten Padang Lawas Tahun 2012

0 0 42

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Keluarga Berencana - Peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dalam Meningkatkan Akseptor KB Aktif di Wilayah Kabupaten Padang Lawas Tahun 2012

0 0 8

PERAN PETUGAS LAPANGAN KELUARGA BERENCANA (PLKB) DALAM MENINGKATKAN AKSEPTOR KB AKTIF DI WILAYAH KABUPATEN PADANG LAWAS TAHUN 2012 SKRIPSI

0 1 11

Strategi Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dalam Pelayanan Konseling KB pada Balai Penyuluhan KB di Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 81

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLKB ( Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana ) 1. Definisi - FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA PETUGAS LAPANGAN KELUARGA BERENCANA DALAM PELAYANAN SAFARI KB IMPLANT (Studi Pada Petugas Lapangan Keluarga Berencana (P

0 0 17