BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Keluarga Berencana - Implementasi Program Keluarga Berencana di Puskesmas Tanjung Beringin Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2015

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Keluarga Berencana

  Sejarah KB di Luar Negeri yaitu : upaya keluarga berencana mula-mula timbul atas prakarsa kelompok orang-orang yang menaruh perhatian pada masalah kesehatan ibu, yaitu pada awal abad XIX di Inggris yaitu Marie Stopes (1880- 1950) yang menganjurkan pengaturan kehamilan di kalangan buruh. Di amerika serikat dikenal dengan Margareth Sanger (1883-

  1966) dengan program “birth control” nya merupakan pelopor KB modern.

  Pada tahun 1917 didirikan National Birth Control League dan pada November 1921 diadakan American National Birth Control Conference yang pertama. Pada tahun 1925 ia mengorganisir Konperensi Internasional di New York yang menghasilkan pembentukan International Federation of Birth Control League.

  Pada tahun 1948 Margareth Sanger turut aktif di dalam pembentukan International Committee on Planned Parenthood yang dalam konferensi di New Delhi pada tahun 1952 meresmikan berdirinya International Planned Parenthood Federation (IPPF). Federasi ini memilih Margareth Sanger dan Lady Rama Ran dari India sebagai pimpinannya. Sejak saat itu berdirilah perkumpulan- perkumpulan keluarga berencana di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, yang merupakan cabang-cabang IPPF tersebut.

  Sejarah KB di Dalam Negeri ini dibagi menjadi 9 periode yaitu :

  1. Periode Perintisan (1950

  • – 1966) Sejalan dengan perkembangan KB di luar negeri, di Indonesia telah banyak dilakukan usaha membatasi kelahiran secara tradisional dan bersifat individual. Dalam kondisi angka kematian bayi dan ibu yang melahirkan di Indonesia cukup tinggi, upaya mengatur kelahiran tersebut makin meluas terutama di kalangan dokter. Sejak tahun 1950-an para ahli kandungan berusaha mencegah angka kematian yang terlalu tinggi dengan merintis Bagian Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA). Diantara pelopor keluarga berencana tersebut Dr. Sulianti Saroso.

  Pada tahun 1953, sekelompok kecil masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan, khususnya dari kalangan kesehatan, memulai prakarsa kegiatan keluarga berencana. Kegiatan ini berkembang hingga berdirilah Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) dalam tahun 1957. Mula-mula Departemen Kesehatan merupakan penunjang bagi Kegiatan-kegiatan PKBI, dengan menyediakan BKIA-BKIA serta tenaga kesehatan sebagai sarana pelayanan keluarga berencana.(Depkes RI, 1985)

  Namun dalam kegiatan penerangan dan pelayanan masih dilakukan terbatas mengingat PKBI, sebagai salah satu kegiatan penerangan dan pelayanan masih dilakukan terbatas mengingat PKBI, sebagai salah satunya organisasi sosial yang bergerak dalam bidang KB masih mendapat kesulitan dan hambatan, terutama KUHP nomor 283 yang melarang penyebarluasan gagasan keluarga berencana. Pada tahun 1967 PKBI diakui sebagai badan hukum oleh Departemen Kehakiman.

  2. Periode Keterlibatan Pemerintah dalam Program KB nasional Di dalam Kongres Nasional I PKBI di Jakarta diambil keputusan diantaranya bahwa PKBI dalam usahanya mengembangkan dan memperluas usaha keluarga berencana (KB) akan bekerjasama dengan instansi pemerintah. Pada tahun 1967 Presiden Soeharto menandatangani Deklarasi Kependudukan Dunia yang berisikan kesadaran betapa pentingnya menentukan atau merencanakan jumlah anak, dan menjarangkan kelahiran dalam keluarga sebagai hak asasi manusia.

  Pada tanggal 16 Agustus 1967 di depan Sidang DPRGR, Presiden Soeharto pada pidatonya “Oleh karena itu kita harus menaruh perhatian secara

  serius mengenai usaha-usaha pembatasan kelahiran, dengan konsepsi keluarga berencana yang dapat dibenarkan oleh moral agama dan moral Pancasila

  ”. Sebagai tindak lanjut dari Pidato Presiden tersebut, Menkesra membentuk Panitia Ad Hoc yang bertugas mempelajari kemungkinan program KB dijadikan Program Nasional.

  Selanjutnya pada tanggal 7 September 1968 Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden No. 26 tahun 1968 kepada Menteri Kesejahteraan Rakyat, yang isinya antara lain: a. Membimbing, mengkoordinir serta mengawasi segala aspirasi yang ada di dalam masyarakat di bidang Keluarga Berencana.

  b. Mengusahakan segala terbentuknya suatu Badan atau Lembaga yang dapat menghimpun segala kegiatan di bidang Keluarga Berencana, serta terdiri atas unsur Pemerintah dan masyarakat.

  Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut Menkesra pada tanggal 11 Oktober 1968 mengeluarkan Surat Keputusan No. 35/KPTS/Kesra/X/1968 tentang Pembentukan Tim yang akan mengadakan persiapan bagi Pembentukan Lembaga Keluarga Berencana. Setelah melalui pertemuan-pertemuan Menkesra dengan beberapa menteri lainnya serta tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat dalam usaha KB, Maka pada tanggal 17 Oktober 1968 dibentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) dengan Surat Keputusan No.

  36/KPTS/Kesra/X/1968. Lembanga ini statusnya adalah sebagai Lembaga Semi Pemerintah.

  3. Periode Pelita I (1969-1974) Periode ini mulai dibentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana

  Nasional (BKKBN) berdasarkan Keppres No. 8 Tahun 1970 dan sebagai Kepala

  BKKBN adalah dr. Suwardjo Suryaningrat. Dua tahun kemudian, pada tahun 1972 keluar Keppres No. 33 Tahun 1972 sebagai penyempurnaan Organisasi dan tata kerja BKKBN yang ada. Status badan ini berubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan langsung dibawah Presiden.

  Untuk melaksanakan program keluarga berencana di masyarakat dikembangkan berbagai pendekatan yang disesuaikan dengan kebutuhan program dan situasi serta kondisi masyarakat. Pada Periode Pelita I dikembangkan periode Klinik (Clinical Approach) karena pada awal program, tantangan terhadap ide keluarga berencana masih sangat kuat untuk itu pendekatan kesehatan paling tepat.

  4. Periode Pelita II (1974-1979) Kedudukan BKKBN dalam Keppres No. 38 Tahun 1978 adalah sebagai lembaga pemerintah non-departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Tugas pokoknya adalah mempersiapkan kebijaksanaan umum dan mengkoordinasikan pelaksanaan program KB nasional dan kependudukan yang mendukungnya, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah serta mengkoordinasikan penyelenggaraan pelaksanaan di lapangan.

  Periode ini pembinaan dan pendekatan program yang semula berorientasi pada kesehatan ini mulai dipadukan dengan sector-sektor pembangunan lainnya, yang dikenal dengan Pendekatan Integratif (Beyond Family Planning). Dalam kaitan ini pada tahun 1973-1975 sudah mulai dirintis Pendidikan Kependudukan sebagai pilot project.

  5. Periode Pelita III (1979-1984) Periode ini dilakukan pendekatan Kemasyarakatan (partisipatif) yang didorong peranan dan tanggung jawab masyarakat melalui organisasi/institusi masyarakat dan pemuka masyarakat, yang bertujuan untuk membina dan mempertahankan peserta KB yang sudah ada serta meningkatkan jumlah peserta KB baru. Pada masa periode ini juga dikembangkan strategi operasional yang baru yang disebut Panca Karya dan Catur Bhava Utama yang bertujuan mempertajam segmentasi sehingga diharapkan dapat mempercepat penurunan fertilitas. Pada periode ini muncul juga strategi baru yang memadukan KIE dan pelayanan kontrasepsi yang merupakan bentuk “Mass Campaign” yang dinamakan “Safari KB Senyum Terpadu”.

  6. Periode Pelita IV (1983-1988) Pada masa Kabinet Pembangunan IV ini dilantik Prof. Dr. Haryono

  Suyono sebagai Kepala BKKBN menggantikan dr. Suwardjono Suryaningrat yang dilantik sebagai Menteri Kesehatan. Pada masa ini juga muncul pendekatan baru antara lain melalui Pendekatan koordinasi aktif, penyelenggaraan KB oleh pemerintah dan masyarakat lebih disinkronkan pelaksanaannya melalui koordinasi aktif tersebut ditingkatkan menjadi koordinasi aktif dengan peran ganda, yaitu selain sebagai dinamisator juga sebagai fasilitator. Disamping itu, dikembangkan pula strategi pembagian wilayah guna mengimbangi laju kecepatan program.

  Pada periode ini secara resmi KB Mandiri mulai dicanangkan pada tanggal

  28 Januari 1987 oleh Presiden Soeharto dalam acara penerimaan peserta KB Lestari di Taman Mini Indonesia Indah. Program KB Mandiri dipopulerkan dengan kampanye LIngkaran Biru (LIBI) yang bertujuan memperkenalkan tempat-tempat pelayanan dengan logo Lingkaran Biru KB.

  7. Periode Pelita V (1988-1993) Pada masa Pelita V, Kepala BKKBN masih dijabat oleh Prof. Dr. Haryono

  Suyono. Pada periode ini gerakan KB terus berupaya meningkatkan kualitas petugas dan sumberdaya manusia dan pelayanan KB. Oleh karena itu, kemudian diluncurkan strategi baru yaitu Kampanye Lingkaran Emas (LIMAS). Jenis kontrasepsi yang ditawarkan pada LIBI masih sangat terbatas, maka untuk pelayanan KB LIMAS ini ditawarkan lebih banyak lagi jenis kontrasepsi, yaitu ada 16 jenis kontrepsi.

  Pada periode ini juga ditetapkannya UU No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, dan Garis- Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 khususnya sub sector Keluarga Sejahtera dan Kependudukan, maka kebijaksanaan dan strategi gerakan KB nasional diadakan untuk mewujudkan keluarga Kecil yang sejahtera melalui penundaan usia perkawinan, penjarangan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga.

  8. Periode Pelita VI (1993-1998) Dalam Kabinet Pembangunan VI sejak tanggal 19 Maret 1993 sampai dengan 19 Maret 1998, Prof. Dr. Haryono Suyono ditetapkan sebagai Menteri

  Negara Kependudukan/Kepala BKKBN, sebagai awal dibentuknya BKKBN setingkat Kementerian.

  Pada tangal 16 Maret 1998, Prof. Dr. Haryono Suyono diangkat menjadi Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan merangkap sebagai Kepala BKKBN. Dua bulan berselang dengan terjadinya gerakan reformasi, maka Kabinet Pembangunan VI mengalami perubahan menjadi Kabinet Reformasi Pembangunan Pada tanggal 21 Mei 1998, Prof.

  Haryono Suyono menjadi Menteri Koordinator Bidang Kesra dan Pengentasan Kemiskinan, sedangkan Kepala BKKBN dijabat oleh Prof. Dr. Ida Bagus Oka sekaligus menjadi Menteri Kependudukan.

  Pada pelita VI, fokus kegiatan diarahkan pada pelayanan keluarga berencana dan pembangunan keluarga sejahtera, yang dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat dan keluarga untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat melaksanakan fungsinya secara optimal. Kegiatan yang dikembangkan dalam pelaksanaan pembangunan keluarga sejahtera diarahkan pada tiga gerakan, yaitu Gerakan Reproduksi Sejahtera (GRKS), Gerakan Ketahanan Keluarga Sejahtera (GKSS), dan Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera (GEKS).

  9. Periode Reformasi Pada Periode Kabinet Persatuan Indonesia, Kepala BKKBN dirangkap oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan yang dijabat oleh Khofifah Indar

  Parawansa. Setelah itu digantikan oleh Prof. Dr. Yaumil C. Agoes Achir pada tahun 2001 dan meninggal dunia pada akhir 2003 akibat penyakit kanker dan yang kemudian terjadi kekosongan.

  Pada tanggal 10 November 2003, Kepala Litbangkes Departemen Kesehatan dr. Sumarjati Arjoso, SKM dilantik menjadi Kepala BKKBN oleh Menteri Kesehatan Ahmad Sujudi sampai beliau memasuki masa pensiun pada tahun 2006.

  Setelah itu digantikan oleh Dr. Sugiri Syarief, MPA yang dilantik sebagai Kepala BKKBN yang baru oleh Menteri Kesehatan DR.dr. Siti-Fadilah Supari, SPJP (K), Menteri Kesehatan pada tanggal 24 Nopember 2006. Pada tahun 2009, diterbitkan Undang Undang No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, BKKBN berubah dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

  Sebagai tindak lanjut dari UU 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarha Sejahtera, di mana BKKBN kemudian direstrukturisasi menjadi badan kependudukan, bukan lagi badan koordinasi, maka pada tanggal 27 September 2011 Kepala BKKBN, Dr. dr. Sugiri Syarief, MPA akhirnya dilantik sebagai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) oleh Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih. Setelah dr. Sugir Syarief memasuki masa pensiun, terjadi kevakuman selama hampir sembilan bulan. Pada tanggal 13 Juni 2013 akhirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan mantan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Fasli Jalal sebagai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Pelantikan ini dilakukan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi.

2.2 Program Keluarga Berencana

2.2.1 Definisi Keluarga Berencana

  Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organisation) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk : (1) mengindari kelahiran yang tidak diinginkan, (2) mendapatkan kelahiran yang diinginkan, (3) mengatur interval diantara kelahiran, (4) mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami dan istri, (5) menetukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2004).

  Keluarga Berencana adalah sebagai proses penetapan jumlah dan jarak anak yang diinginkan dalam keluarga seseorang dan pemilihan cara yang tepat untuk mencapai keinginan tersebut (Mc Kenzie, 2006)

  2.2.2 Tujuan Keluarga Berencana

  Tujuan Keluarga Berencana adalah meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia. Sedangkan dalam era otonomi daerah saat ini pelaksanaan program Keluarga Berencana nasional bertujuan untuk mewujudkan keluarga berkualitas memiliki visi, sejahtera, maju, bertanggung jawab, bertakwa dan mempunyai anak ideal, dengan demikiandiharapkan : a.

  Terkendalinya tingkat kelahiran dan pertambahan penduduk.

  b.

  Meningkatnya Jumlah peserta KB atas dasar kesadaran, sukarela dengan dasar pertimbangan moral dan agama.

  c.

  Berkembangnya usaha-usaha yang membantu peningkatan kesejahteraan ibu dan anak,serta kematian ibu pada masa kehamilan dan persalinan.

  2.2.3 Sasaran Program KB

  Sasaran program KB nasional lima tahun kedepan yang sudah tercantum dalam RPJM 2004/2009 adalah sebagai berikut.

  1. Menurunkan rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) secara nasional menjadi 1,14% per tahun.

  2. Menurunkan angka kelahiran TFR menjadi 2,2 setiap wanita.

  3. Meningkatkan peserta KB pria menjadi 4,5%

  4. Menurunkan Pasangan Usia Subur (PUS) yang tidak ingin punya anak lagi dan ingin menjarangkn kelahirannya, tetapi tidak memakai alat kontrasepsi (unmet need) menjadi 6%.

  5. Meningkatkan penggunaan metode kontrasepsi yang efektif dan efesien.

  6. Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh kembang anak.

  7. Meningkatkan jumlah keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I yang aktif dalam usaha ekonomi produktif.

  8. Meningkatkan jumlah institusi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan KB dan KR.

  Hal yang didapatkan adalah sebagai berikut.

  1. Tercapainya peserta KB baru sebanyak 1.072.473 akseptor.

  2. Terbinanya peserta KB aktif sebanyak 5.098.188 akseptor atau 71,87% dan pasangan usia subur sebanyak 7.093.654.

  3. Meningkatnya rata-rata usia nikah pertama wanita menjadi 18,2 per tahun.

  4. Terkendalinya perkembangan kependudukan, terutama tingkat pertumbuhan migrasi dan persebaran penduduk.

  Dari hal tersebut maka pencapaian sasaran RPJM 2004-2009 adalah sebagai berikut.

  1. LPP menjadi sekitar 1,14% per tahun (tidak tercapai).

  2. TFR menjadi 2,2 per wanita (tidak tercapai).

  3. Unmet need menjadi 6% (tidak tercapai).

  4. Peserta KB pria menjadi 4,5 persen (tidak tercapai).

  5. Meningkatnya penggunaan kontrasepsi yang efektif dan efesien (tidak tercapai).

  6. Rata-rata usia nikah pertama perempuan menjadi 21 tahun (tidak tercapai).

  7. Meningkatnya partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh-kembang anak (tercapai).

  8. Meningkatnya jumlah keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I yang aktif dalam usaha ekonomi produktif (tidak tercapai).

  9. Meningkatkan jumlah institusi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan kb dan KR (tidak tercapai).

  (Buku Pelayanan Keluarga Berencana 2011) Sebagai dasar penetapan sasaran Rencana strategis (renstra) Pembangunan

  Kependudukan dan KB 2010-2014 adalah sasaran RPJPN 2005-2025, sasaran Renstra Program KB 2004-2009 yang belum terselesaikan, sasaran kesepakatan internasional seperti International Conference of Population Development

  (ICPD) di Cairo tahun 1994 dan Millennium Development Goals (MDGs), serta

  mandat Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009. Untuk mencapai penurunan laju pertumbuhan penduduk menjadi 1,1persen, Total Fertility Rate (TFR) menjadi 2,1 dan Net Reproductive Rate (NRR) = 1, maka sasaran yang harus dicapai pada tahun 2014 adalah sebagai berikut :

  1. Meningkatnya Contraceptive Prevalence Rate (CPR) cara modern dari 57,4 persen (SDKI 2007) menjadi 65 persen.

  2. Menurunnya kebutuhan ber-KB tidak terlayani (unmet need) dari 9,1 persen (SDKI 2007) menjadi sekitar 5 persen dari jumlah pasangan usia subur.

  3. Meningkatnya usia kawin pertama (UKP) perempuan dari 19,8 tahun (SDKI 2007) menjadi sekitar 21 tahun.

  4. Menurunnya Age Specific Fertility Rate (ASFR) 15-19 tahun dari 35 (SDKI 2007) menjadi 30 per seribu perempuan.

  5. Menurunnya kehamilan tidak diinginkan dari 19,7 persen (SDKI 2007) menjadi sekitar 15 persen.

  6. Meningkatnya peserta KB baru pria dari 3,6 persen menjadi sekitar 5 persen.

  7. Meningkatnya kesertaan ber KB pasangan usia subur (PUS) Pra-S dan KS I anggota kelompok Usaha Ekonomi Produktif dari 80 persen menjadi 82 persen, dan Pembinaan Keluarga menjadi sekitar 70 persen.

  8. Meningkatnya partisipasi keluarga yang mempunyai anak dan remaja dalam kegiatan pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak melalui kelompok kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB) dari 3,2 juta menjadi 5,5 juta keluarga balita dan Bina Keluarga Anak dan Remaja (BKR) dari 1,5 juta menjadi 2,7 juta keluarga remaja.

  9. Menurunnya disparitas TFR, CPR dan unmet need antar wilayah dan antar sosial ekonomi (tingkat pendidikan dan ekonomi).

  10. Meningkatnya keserasian kebijakan pengendalian penduduk dengan pembangunan lainnya.

  11. Terbentuknya BKKBD di 435 Kabupaten/Kota.

  12. Meningkatnya jumlah Klinik KB yang memberikan pelayanan KB sesuai SOP (informed consent) dari 20 persen menjadi sebesar 85 persen.

  (Renstra BKKBN 2010-2014)

2.2.4 Ruang Lingkup Program KB

  Berikut ini merupakan komponen ruang lingkup pelayanan KB yang dapat di berikan kepada masyarakat.

  1. Komunikasi informasi dan edukasi (KIE).

  2. Konseling.

  3. Pelayanan kontrasepsi.

  4. Pelayanan infertilitas.

  5. Pendidikan seksual.

  6. Konsultasi pra perkawinan dan konseling perkawinan.

  7. Konsultasi genetik.

  8. Tes keganasan.

  9. Adopsi.

  Berbagai program dalam ruang lingkup program KB adalah sebagai berikut.

  1. Program keluarga berencana Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut.

  a.

  Peningkatan pelayanan keluarga miskin, askeskin.

  b.

  Pengembangan kebijakan dan strategi nasional KB rumah sakit serta fasilitas pelayanan kesehatan rawat inap. c.

  Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kontrasepsi.

  d.

  Jaminan ketersediaan alat dan obat kontrasepsi bagi keluarga miskin dan pelayanan swasta.

  e.

  Peningkatan akses informasi dan pelayanan KB pria.

  f.

  Peningkatan advokasi dan pelayanan komunikasi informasi dan edukasi serta kelangsungan hidup ibu, bayi dan anak.

2. Program Kesehatan reproduksi remaja (KRR) Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut.

  Penyusunan buku dan materi KRR.

  Peningkatan kemitraan dalam pembinaan ketahanan keluarga.

  4. Program penguatan kelembagaan keluarga kecil berkualitas Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut.

  Peningkatan kegiatan pemberdayaan ekonomi keluarga.

  d.

  Peningkatan kegiatan pemberdayaan ketahanan keluarga.

  c.

  Kegiatan komunikasi informasi dan edukasi serta program peningkatan kualitas lingkungan keluarga.

  b.

  a.

  b.

  3. Program peningkatan ketahanan dan pemberdayaan keluarga Kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut.

  Pengembangan modul dan sistem pembelajaran.

  e.

  a.

  d. a.

  Pemantauan dan evaluasi.

  c.

  Penyuluhan dan penyebaran informasi penyelenggaraan KRR melalui momen strategis.

  Pembinaan program melalui seminar dan pentaloka.

  Peningkatan pelembagaan dan jejaring KB dan KR.

  b.

  Peningkatan peran serta masyarakat dan pemberdayaan petugas lini lapangan.

  c.

  Perkuat jaringan kemitraan.

  d.

  Peningkatan keterpaduan melalui kegiatan melalui kegiatan pada berbagai momentum besar.

  e.

  Pemantapan mekanisme operasional

2.3 Pelayanan Keluarga Berencana

  Pelayanan kontrasepsi saat ini dirasakan masyarakat, khususnya pasangan suami-istri, sebagai salah satu kebutuhannya. Pelayanan kontrasepsi yang semula menjadi program pemerintah dengan orientasi pemenuhan target melalui subsidi penuh dari pemerintah, berangsur-angsur bergeser menjadi suatu gerakan masyarakat yang sadar akan kebutuhannya hingga bersedia membayar untuk memenuhinya.

  Peran pelayanan Keluarga Berencana diarahkan untuk menunjang tercapainya kesehatan ibu dan bayi, karena kehamilan yang diinginkan dan berlangsung pada keadaan dan saat yang tepat, akan lebih menjamin keselamtan ibu dan bayi yang dikandungnya. Pelayanan KB bertujuan menunda, menjarangkan, atau membatasi kehamilan bila jumlah anak sudah cukup. Dengan demikian pelayanan KB sangat berguna dalam mengaturan kehamilan dan pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan tau tidak tepat waktu. Ada lima hal penting dalam pelayanan Keluarga Berencana yang perlu diperhatikan: a.

  Prioritas pelayanan KB diberikan terutama kepada Pasangan Usia Subur yang isterinya mempunyai keadaan 4 terlalu yaitu terlalu muda (usia kurang dari 20 tahun), terlalu banyak anak (lebih dari 3 orang), terlalu dekat jarak kehamilan (kurang dari 2 tahun), dan terlalu tua (lebih dari 35 tahun).

  b.

  Menekankan bahwa KB merupakan tanggung jawab bersama antara suami dan isteri. Suami juga perlu berpartisipasi aktif dalam ber KB dengan menggunakan alat/metode kontrasepsi untuk pria c. Memberi informasi lengkap dan adil tentang keuntungan dan kelemahan masing-masing metode kontrasepsi. Setiap klien berhak untuk mendapat informasi mengenai hal ini, sehingga dapat mempertimbangkan metode yang paling cocok bagi dirinya.

  d.

  Memberi nasehat tentang metoda yang paling cocok sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik sebelum pelayanan KB diberikan kepada klien, untuk memudahkan klien menentukan pilihan.

  e.

  Memberi informasi tentang kontraindikasi pemakaian berbagai metode kontrasepsi. Pelaksanaan pelayanan KB perlu melakukan skrining atau penyaringan melalui pemeriksaa fisik terhadap klien untuk memastikan bahwa tidak terdapat kontraindikasi bagi pemakaian metoda kontrasepsi yang akan dipilih. Khusus untuk tindakan operatif diperlukan surat pernyataan setuju (informed consent) dari klien (Depkes, 2002)

2.4 Pendokumentasian Pelayanan Keluarga Berencana

2.4.1 Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan KB

  Pencatatan dan Pelaporan pelayanan KB adalah suatu kegiatan mencatat dan melaporkan berbagai aspek yang berkaitan dengan pelayanan kontrasepsi yang dilakukan oleh klinik KB, BPS atau tempat lainnya.

  1. Penggunanaan Kartu Catatan Pasien a.

  Kartu pendaftaran klinik KB Digunakan sebagai saranan untuk pendaftaran pertama bagi klinik KB baru pada saat didirikan dan pendaftaran ulang bagi semua klinik KB lama, dilakukan setiap akhir tahun anggaran (setiap bulan Maret). Kartu ini berisi kb yang bersangkutan.

  b.

  Rekapitulasi kartu pendaftaran klinik KB Digunakan sebagai sarana untuk melaporkan data dan informasi tentang identitas, jumlah tenaga dan sarana klinik KB di wilayah kabupaten dan kotamadya.

  c.

  Kartu peserta KB Digunakan sebagai media pengenal dan bukti bagi setiap peserta KB, kartu ini merupakan sasaran untuk memudahkan mencari Kartu Status Peserta KB juga berguna bagi peserta KB untuk memperoleh pelayanan ulang disemua klinik KB. Kartu ini merupakan sumber informasi bagi peserta Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) atau sub PPKBD tentang kesertaan anggota binaannya dalam ber KB.

  d.

  Kartu status peserta KB

  Dibuat untuk setiap pengunjung baru, khususnya peserta KB lama pindahan dari klinik atau tempat pelayanan KB lain. Kartu ini berfungsi untuk mencatat identitas peserta pelayanan KB lain. Kartu ini berfungsi untuk mencatat identitas peserta KB, hasil pemeriksaan klinik KB, kunjungan ulang dan

  informed consent.

  e.

  Register Klinik KB Digunakan untuk mencatat hasil pelayanan kontrasepsi yang diberikan kepada peserta KB pada setiap hari pelayanan dan untuk memudahkan petugas klinik KB dalam membuat pelaporan bulanan klinik KB pada akhir bulan.

  f.

  Register alat kontrasepsi klinik KB Digunakan untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran (mutasi) alat-alat kontrasepsi di klinik KB, dengan tujunan untuk memudahkan membuat laporan bulanan klinik KB tentang keadaan alat kontrasepsi setiap akhir bulan.

  g.

  Laporan bulanan klinik KB Digunakan sebagai sarana untuk melaporkan kegiatan dan hasil pelayanan kontrasepsi oleh klinik KB, dokter/bidan praktik swasta (DBS) serta tempat pelayanan lainnya. Laporan ini meliputi identitas klinik KB termasuk jumlah DBS dan tempat lainnya. Juga meliputo hasil pelayanan KB, peserta ganti cara, komplikasi, kegagalan, pencabutan implant, serta persediaan alat kontrasepsi yang ada di klinik KB setiap bulan. h.

  Rekapitulasi laporan bulanan klinik KB Digunakan sebagai sarana untuk melaporkan rekapitulasi kegiatan dan hasil- hasil kegiatan pelayanan kontrasepsi yang dilakukan oleh klinik KB, dokter/bidan praktik swasta dan tempat pelayanan lainnya yang berbeda di wilayah kabupaten atau kotamadya. Laporan ini merupakan hasil rekapitulasi dari semua laporan bulanan klinik KB yang diterima oleh BKKBN kabupaten/kotamadya yang bersangkutan. i.

  Buku bantu dokter/bidan praktik swasta dan tempat pelayanan lainnya.

  Digunakan sebagai sarana untuk mencatat hasil pelayanan peserta KB baru dan pencabutan implant oleh dokter/bidan praktik swasta dan tempat pelayanan lainnya. j.

  Laporan bulanan petugas penghubung hasil pelayanan kontrasepsi oleh dokter/bidan praktik swasta dan tempat pelayanan lain formulir ini digunakan sebagai sarana untuk mencatat dan melaporkan hasil pelayanan kontrasepsi yang dilakukan oleh dokter/bidan praktik swasta dan tempat pelayanan lainnya. Laporan ini dibuat oleh petugas penghubung DBS dan tempat pelayanan lainnya setiap bulan dengan cara mengambil/mencatat data atau informasi dari buku bantu dokter/bidan praktik swasta.

1. Mekanisme Pelaporan

Gambar 2.1 Mekanisme Pelaporan Program KB Nasional

2.5 Jenis-jenis Alat Kontrasepsi

2.5.1 Pengertian Alat Kontrasepsi

  Kontrasepsi adalah alat yang digunakan untuk menunda, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan kesuburan. Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” dan “konsepsi”. Kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (ovum) yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur dengan sperma tersebut (Saifuddin, 2006).

  Alat kontrasepsi memang sangat berguna sekali dalam program KB namun perlu diketahui bahwa tidak semua alat kontrasepsi cocok dengan kondisi setiap orang. Untuk itu, setiap pribadi harus bisa memilih alat kontrasepsi yang cocok untuk dirinya. Salah satu metode kontrasepsi yang digunakan adalah alat kontrasepsi jangka panjang (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau IUD, implant dan kontap). Kontrasepsi jangka panjang adalah satu alat kontrasepsi modern yang telah dirancang sedemikian rupa (baik bentuk, ukuran, bahan, dan masa aktif fungsi kontrasepsinya), (Hidayati, 2009 dikutip dari Yusraini).

  Pelayanan kontrasepsi merupakan salah satu jenis pelayanan KB yang tersedia. Sebagian besar akseptor KB memilih dan membayar sendiri berbagai macam metode kontrasepsi yang tersedia. Faktor-faktor yang mempengaruhi akseptor dalam memilih metode kontrasepsi antara lain faktor pasangan (umur, gaya hidup, frekuensi senggama, jumlah keluarga yang diinginkan, pengalaman dengan metode kontrasepsi yang lalu, sikap kewanitaan dan kepriaan), faktor kesehatan (status kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul) dan faktor metode kontrasepsi (efektivitas, efek samping dan biaya). Selain faktor-faktor tersebut masih banyak faktor lain yang mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi seperti efektivitas konseling petugas kesehatan (Manuaba, 2010)

2.5.2 Pembagian Cara Kontrasepsi

  Ada dua pembagian cara kontrasepsi, yaitu : 1. Cara Kontrasepsi Sederhana :

  Cara kontrasepsi sederhana adalah suatu cara yang dapat dikerjakan sendiri oleh peserta Keluarga Berencana, tanpa pemeriksaan medis terlebih dahulu. Hasil yang didapat diperoleh dengan cara-cara kontrasepsi ini tergantung dari pengetahuan tentang cara kerja obat, alat yang dipakai, atau cara kontrasepsi sederhana lainnya dan penggunaannya secara tertib. Cara kontrasepsi dengan alat atau obat yaitu kondom, Diafragma/cap, cream, jelly dan tablet atau cairan berbusa.

  Pada umumnya, keefektifan cara kontrasepsi sederhana kurang bila dibandingkan dengan cara-cara lain seperti pil yang diminum, suntikan, atau I.U.D 2. Cara Kontrasepsi Dengan Metode Efektif :

  Cara Kontrasepsi dengan metode efektif yaitu penggunaan obat, suntikan, alat atau tindakan operasi yang mengakibatkan pencegahan yang efektif terhadap kemungkinan timbulnnya kehamilan. Untuk menggunakan cara tersebut perlu pemeriksaan dokter atau bidan lebih dahulu. Cara

  Kontrasepsi dengan metode efektif ini dibagi menjadi dua yaitu cara kontrasepsi dengan metode efektif yang tidak permanen dan cara kontrasepsi dengan metode efektif yang permanen. Cara kontrasepsi dengan metode efektif yang tidak permanen yaitu dengan cara-cara ini kesuburan peserta dapan dipulihkan kembali apabila dikehendaki, yakni dengan menghentikan penggunaan obat, suntikan, alat- alat yang dipakai yaitu : pil, AKDR(alat kontrasepsi dalam rahim), kontrasepsi dengan suntikan, dan kontrasepsi Susuk (implant). Cara kontrasepsi dengan metode Efektif yang permanen yaitu Tubektomi (untuk wanita), vasektomi (untuk pria).

2.6 Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

2.6.1 Alat Kontrasepsi dalam Rahim(AKDR)/Intra Uterine Device (IUD)

  2.6.1.1 Pengertian

  AKDR adalah alat kecil yang terdiri dari bahan plastik yang lentur, yang dimasukkan kedalam rongga rahim oleh petugas kesehatan yang terlatih (Manuaba, 2001). AKDR merupakan alat kontrasepsi yang dipasang dalam rahim yang relatif lebih efektif bila dibandingkan dengan metode pil, suntik dan kondom.

  2.6.1.2 Jenis-jenis AKDR/IUD

  Jenis IUD yang dipakai di Indonesia antara lain adalah : a. Copper-T

  IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang cukup baik. IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti fertilitas (anti pembuahan) yang cukup baik.

  b.

  Copper-7 AKDR ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama dengan lilitan tembaga halus pada IUD Copper-T.

  c.

  Multi load

  IUD ini terbuat dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. Panjang dari ujung atas ke ujung bawah 3,6 cm. Batang diberi gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau 375 mm2 untuk menambah efektifitas. Ada tiga jenis ukuran multi load yaitu standar, small dan mini.

  d.

  Lippes loop

  IUD ini terbuat dari polyethelene, berbentuk huruf spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol, dipasang benang pada ekornya.

  Lippes loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm (benang hitam), tipe C berukuran 30 mm (benang kuning) dan tipe D berukuran 30 mm dan tebal (benang putih). Lippes loopmempunyai angka kegagalan yang rendah. Keuntungan dari pemakaian IUD jenis ini adalah bila terjadi perforasi, jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik.

2.6.1.3 Keuntungan AKDR/IUD

  Keuntungan dari AKDR/IUD ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai kontrasepsi efektifitas tinggi 2. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan 3.

  Metode jangka panjang 4. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat, seperti pil atau suntik

  5. Tidak memengaruhi hubungan seksual 6.

  Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil 7. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380A) 8. Tidak memengaruhi kualitas dan volume ASI seperti metode kontrasepsi hormonal

  9. Dapat di pasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi).

  10. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir)

  11. Tidak ada interaksi dengan obat-obat

12. Membantu mencegah kehamilan ektopik 13.

  Dapat dilepas jika menginginkan anak lagi, karena tidak bersifat permanen 14. Tidak bersifat karsinogen, yaitu dapat menyebabkan kanker karena hormon yang terkandung didalamnya (Manuaba, 2010).

2.6.1.4 Kerugian AKDR/IUD 1.

  Efek samping yang umum terjadi adalah : a.

  Keputihan b. Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan).

  c.

  Haid lebih lama dan banyak.

  d.

  Perdarahan (spotting) antar menstruasi.

  e.

  Saat haid lebih sakit.

  2. Komplikasi lain : a.

  Merasakan sakit dan kejang selama 3-5 hari setelah pemasangan.

  b.

  Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab anemia.

  c.

  Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar).

  d.

  Tidak mencegah IMS (Infeksi Menular Seksual) termasuk HIV/AIDS.

  3. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan.

  4. Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS memakai AKDR, penyakit radang panggul dapat memicu infertilitas .

  5. Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvis: diperlukan dalam pemasangan AKDR. Sering kali perempuan takut selama pemasangan (Saifuddin, 2006).

2.6.2 Kontrasepsi Implant

  2.6.2.1. Pengertian

  Kontrasepsi implant mekanisme kerjanya adalah menekan ovulasi membuat getah serviks menjadi kental dan membuat endometrium tidak sempat menerima hasil konsepsi.

  2.6.2.2. Efek Samping Implant Pada umumnya efek samping yang ditimbulkan implant tidak berbahaya.

  Yang paling sering ditemukan adalah gangguan haid yang kejadiannya bervariasi pada setiap pemakaian, seperti pendarahan haid yang banyak atau sedikit, bahkan ada pemakaian yang tidak haid sama sekali. Keadaan ini biasanya terjadi 3-6 bulan pertama sesudah beberapa bulan kemudian. Efek sampinglain yang mungkin timbul, tetapi jarang adalah sakit kepala, mual, mulut kering, jerawat, payudara tegang, perubahan selera makan dan perubahan berat badan.

  2.6.2.3. Keuntungan Implant 1.

  Efektifitas tinggi setelah dipasang 2. Sistem 6 kapsul memberikan perlindungan untuk 5 tahun.

3. Tidak mengandung estrogen 4.

  Efek kontraseptif segera berakhir setelah implantnya dikeluarkan 5. Implant melepaskan progestin dengan kecepatan rendah dan konstant, sehingga terhindar dari dosis awal yang tinggi.

6. Dapat mencegah terjadinya anemia.

2.6.2.4. Kerugian Implant 1.

  Insersi dan pengeluaran harus dikeluarkan oleh tenaga terlatih.

  2. Petugas medis memerlukan latihan dan praktek untuk insersi dan pengangkatan implant

3. Lebih mahal 4.

  Sering timbul perubahan pola haid 5. Akseptor tidak dapat menghentikan implant sekehendaknya sendiri.

2.6.3. Kontrasepsi Kontap

  Kontap adalah kontrasepsi permanen yang digunakan untuk mencegah kehamilan. Kontap ada 2 macam yaitu tubektomi yang digunakan pada wanita dan vasektomi yang digunakan pada pria. Keunggulan kontap adalah merupakan kontrasepsi yang hanya dilakukan atau dipasang sekali, relatif aman. Angka kegagalan kontap pada pria 0,1-0,5% dalam tahun pertama sedangkan kegagalan pada kontap wanita kurang dari 1% setelah satu tahun pemasangan (Everett, 2007).

  Kontap adalah alat kontrasepsi yang paling efektif digunakan, aman dan mempunyai nilai demografi yang tinggi. Kontap ada 2 macam yaitu tobektomi yang dilakukan pada wanita dan vasektomi yang dilakukan pada pria.

2.6.3.1.Tubektomi

  Tubektomi adalah satu-satunya kontrasepsi yang permanent. metode ini melibatkan pembedahan abdominal dan perawatan di rumah sakit yang melibatkan waktu yang cukup lama.

  1. Keuntungan Keuntungan tubektomi adalah efektivitas tinggi, permanen, dapat segera efektif setelah pemasangan.

  2. Kerugian Kerugian tubektomi adalah melibatkan prosedur pembedahan dan anastesi, tidak mudah kembali kesuburan.

  3. Efek Samping Efek samping tubektomi adalah jika ada kegagalan metode maka ada resiko tinggi kehamilan ektopik, merasa berduka dan kehilangan (Everett, 2007).

2.6.3.2.Vasektomi

  Vasektomi adalah pilihan kontrasepsi permanent yang popular untuk banyak pasangan. Vasektomi adalah pemotongan vas deferen, yang merupakan saluran yang mengangkut sperma dari epididimis di dalam testis ke vesikula seminalis.

  1. Keuntungan Keuntungan adalah metode permanent, efektivitas permanen, menghilangkan kecemasan akan terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan, prosedur aman dan sederhana.

  2. Efek Samping

  Efek samping adalah infeksi, hematoma, granulose sperma (Everett, 2007)

2.7. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keengganan Penggunaan KB

2.7.1. Umur

  Penggunaan kondom kurang menguntungkan, karena pasangan muda frekuensi bersenggama tinggi sehingga akan mempunyai kegagalan tinggi.

  b.

  Bagi yang belum mempunyai anak, AKDR kurang dianjurkan.

  c.

  Umur dibawah 20 tahun sebaiknya tidak mempunyai anak dulu.

  2. Umur ibu antara 20-30 tahun a.

  Pengaruh umur untuk keikutsertaan dalam penggunaan kontrasepsi dapat dilihat dari pembagian umur berikut ini,

  b.

  Segera setelah anak pertama lahir, dianjurkan untuk memakai IUD sebagai pilihan utama. Pilihan kedua adalah norplant atau pil.

  3. Umur ibu diatas 30 tahun a.

  Pilihan utama menggunakan kontrasepsi spiral atau norplant.

  Kondom biasanya merupakan pilihan kedua.

  b.

  Dalam kondisi darurat, metode kontap dengan cara operasi (sterilisasi) dapat dipakai dan relatif lebih baik dibandingkan dengan spiral, kondom, maupun pil dalam arti mencegah (Sarwono, 2004).

  1. Umur ibu kurang dari 20 a.

  Merupakan usia yang terbaik untuk mengandung dan melahirkan.

  2.7.2. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan akan memengaruhi wawasan dan pengetahuan ibu.

  Semakin rendah pendidikan ibu maka akses terhadap informasi tentang KB akan berkurang sehingga ibu akan kesulitan untuk mengambil keputusan secara efektif, alat kontrasepsi yang mana akan dipilih oleh ibu (Notoadmojo, 2003).

  2.7.3. Jumlah anak

  Jumlah anak adalah keseluruhan jumlah anak yang dilahirkan hidup oleh seorang ibu. Semakin sering seorang wanita melahirkan anak, maka akan semakin memiliki resiko kematian dalam persalinan. Hal ini berarti jumlah anak akan sangat mempengaruhi kesehatan ibu dan dapat meningkatkan taraf hidup keluarga secara maksimal.

  Pengguna KB dipengaruhi juga dengan jumlah anak dalam suatu keluarga. Pasangan usia subur 30 tahun keatas yang sudah memiliki anak dan ingin menjarangkan kehamilannya biasanya lebih cenderung memilih kontrasepsi jangka panjang (Sarwono, 2004).

2.8 Puskesmas Tanjung Beringin

  Puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat pengembangan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatanserta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakankegiatannya secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu. (Buku Pengantar Administrasi Kesehatan)

  Dengan kata lain puskesmas mempunyai wewenang dan tanggungjawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya.Puskesmas merupakan Unit Pelayanan Teknis (UPT) Dinas kesehatan kabupaten/kota, yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Depkes RI, 2004).

2.8.1 Visi dan Misi Puskesmas

  A.Visi Visi dari Puskesmas Tanjung Beringin Kecamatan ini adalah menjadikan puskesmas yang melaksanakan kesehatan prima yang beriorentasi pada kepuasan pelanggan B.Misi 1.

  Memberikan pelayanan prima yang meliputi kegiatan promotif preventif kuratif rehabilitatif.

  2. Mengembangkan sumber daya manusia yang profesional dan berkualitas.

  3. Mengembangkan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan.

  4. Mengembangkan upaya kemandirian masyarakat bidang kesehatan.

  5. Mengembangkan kemitraan lintas sektoral swasta dan rumah sakit rujukan.

  6. Mengembangkan sistem management puskesmas.

2.8.2 Fungsi Puskesmas 1.

  Sebagai Pusat Pembangunan Kesehatan Masyarakat di wilayah kerjanya.

2. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.

3. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya.

2.8.3 Program KB di Puskesmas

  Program kb di Puskesmas Tanjung Beringin sifatnya melayani hanya dipuskesmas tersebut dan memberi konsultasi bila ada yang membutuhkan solusi untuk memakai alat kontrasepsi yang mana. Program KB yang bekerja sama dengan BKBPP sehingga yang mengadakan obat/alat kontrasepsi hanya dari BKBPP. Kegiatan yang lain yaitu memberikan konseling dan penyuluhan bila ada kegiatan.

Dokumen yang terkait

BAB II PROFIL PERUSAHAAN - Pengendalian Internal Terhadap Prosedur Penerimaan Dan Pengeluaran Kas Pada PT Taspen Kcu Medan

0 1 27

Analisis Keberadaan Candida albicans dan Aspergillus spp. Serta Keluhan Kesehatan dan Perilaku Penjual Tentang Bahaya Kesehatan pada Pakaian Bekas di Pasar Melati Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan tahun 2015

0 1 57

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jamur 2.1.1Definisi Jamur - Analisis Keberadaan Candida albicans dan Aspergillus spp. Serta Keluhan Kesehatan dan Perilaku Penjual Tentang Bahaya Kesehatan pada Pakaian Bekas di Pasar Melati Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan

0 0 30

Analisis Keberadaan Candida albicans dan Aspergillus spp. Serta Keluhan Kesehatan dan Perilaku Penjual Tentang Bahaya Kesehatan pada Pakaian Bekas di Pasar Melati Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan tahun 2015

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Mioma Uteri - Analisis Faktor Risiko Pasien Mioma Uteri Di RSUP. H. Adam Malik Medan Dan RS Jejaring

0 0 17

BAB II BERLARI DAN BERNYANYI - Geopark Kaldera Toba

0 0 38

BAB I AKU ADA KARENA KAU TERCIPTA A. Latar Belakang - Geopark Kaldera Toba

0 0 13

Implementasi Penanganan Pneumonia pada Balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 1 33

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Implementasi Penanganan Pneumonia pada Balita dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 2 8

IMPLEMENTASI PENANGANAN PNEUMONIA PADA BALITA DENGAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) DI PUSKESMAS BANDAR KHALIPAH KECAMATAN PERCUT SEI TUAN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2015

0 0 15