Fertilitas Dan Praktik Keluarga Berencana Suku Batak Toba Di Perkotaan Dan Pedesaan Sumatera Utara

Fertilitas Dan Praktik Keluarga Berencana Suku Batak Toba Di
Perkotaan Dan Pedesaan Sumatera Utara
Laurentina Pangaribuan
Program Pasca Sarjana
Program Studi Kependudukan
Universitas Gadjah Mada

ABSTRAK
Penelitian tentang fertilitas dan pemakaian alat kontrasepsi banyak dipengaruhi
oleh berbagai faktor demografi dan sosial ekonomi. Faktor demografi dan sosial ekonomi
yang dapat mempengaruhi fertilitas dan pemakaian alat kontrasepsi antara lain usia kawin
pertama, jumlah ( anak masih hidup, pendidikan istri, dan status ekonomi keluarga.
Penelitian ini dilakukan,di Kotamadya Medan dan Kabupaten Tapanuli Utara,
dengan pemilihan daerah penelitian secara purposive sampling. Respondennya adalah
istri PUS yang berumur 15-49 tahun, sedangkan jumlah responden masing-masing 215
orang di perkotaan dan pedesaan. Metode analisis yang digunakan adalah tabel frekuensi
dan tabulasi silang serta analisis regresi ganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan fertilitas di perkotaan dan
pedesaan. Rata-rata anak lahir hidup sebesar 3,4 anak di perkotaan dan 4,7 anak di
pedesaan. Rata-rata jumlah anak yang diinginkan kelompok umur muda (15-34 tahun)
sebesar 3,6 anak di perkotaan dan 4,7 anak di pedesaan. Pada kelompok umur tua (35-49

tahun) sebesar 4,9 anak di perkotaan dan 5,9 anak di pedesaan. Ada kecenderungan
penurunan fertilitas suku Batak Toba, walaupun fertilitas masih tinggi. Keadaan ini
memperlihatkan bahwa sistem patrilineal masih kuat pengaruhnya terhadap fertilitas suku
Batak Toba, seperti yang sudah dikenal masyarakat.
Selain itu, tingkat pemakaian alat kontrasepsi di perkotaan lebih tinggi
dibandingkan dengan pedesaan, baik kelompok umur muda (15-34 tahun) maupun
kelompok umur tua (35-49 tahun). Pemakaian alat kontrasepsi kelompok umur muda (1534 tahun) sebesar 67,4 persen di perkotaan dan 52,7 persen di pedesaan. Pada kelompok
umur tua (35-49 tahun sebesar 84,3 persen di perkotaan dan 73,7 persen di pedesaan.
Dengan demikian, pemakaian alat kontrasepsi suku Batak Toba lebih banyak berperan
untuk menjarangkan kelahiran anak.
Berdasarkan analisis regresi ternyata faktor usia kawin pertama yang paling
berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah anak lahir hidup; dan faktor jumlah anak
masih hidup paling berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah anak yang diinginkan.
Hasil analisis tabulasi silang menunjukkan bahwa usia kawin pertama, jumlah
anak masih hidup, pendidikan istri dan status ekonomi tidak perlu selalu dapat
mempengaruhi tingkat pemakaian alat kontrasepsi.

e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara