UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN.

(1)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Departemen Pendidikan Kewarganegaraan

Oleh:

Sriwati

NIM. 1302260

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2015


(2)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Oleh Sriwati

S.Pd. UNLAM, 2012

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pascasarjana

© Sriwati 2015

Universitas Pendidikan Indonesia Juni 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN


(4)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN


(5)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN


(6)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

Sriwati (NIM. 1302260) Upaya Pelestarian Nilai-Nilai Budaya Sebagai

Civic Culture Pada Perkawinan Suku Banjar Di Kalimantan Selatan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji upaya pelestarian nilai-nilai budaya khususnya pada perkawinan adat, karena pengaruh dari perkembangan zaman, pengaruh globalisasi, dan pengaruh dari masyarakat yang kurang sadar untuk melestarikan budaya adat daerah. Selain itu penelitian ini juga mengkaji bagaimana upaya suku Banjar dalam melestarikan nilai-nilai budaya perkawinan di Kalimantan Selatan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif (qualitative approach), dengan metode studi kasus (case study). Proses pengumpulan data dilakukan melalui, wawancara,observasi, dan analisis dokumen. Tahapan analisis data berupa reduksi data, display data, kesimpulan/verifikasi dan triangulasi. Hasil penelitian adalah 1) Filosofi dan latar belakang perkawinan adat Banjar mengadaptasi dari bangsa Arab, Eropa, Melayu, dan Cina, kerajaan Daha dan Dipa yang berkembang menjadi kerajaan Islam. 2) Pada prosesi perkawinan adat Banjar dilaksanakan dalam tiga tahap dimulai dari ritual acara sebelum perkawinan, pelaksanaan perkawinan, dan acara setelah perkawinan diadaptasi dari agama hindu dan islam. 3) Pada perkawinan adat Banjar terdapat nilai-nilai kearifan lokal dalam konteks civic culture yaitu nilai gotong royong, nilai religi, nilai tanggung jawab, dan nilai budaya. 4) Upaya pelestarian nilai-nilai kearifan lokal pada perkawinan adat Banjar untuk pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yaitu dengan mengadakan event-event nasional, gelar budaya Banjar, dan menerbitkan buku tentang perkawinan adat Banjar. Selanjutnya penulis sampaikan rekomendasi untuk suku Banjar agar berupaya untuk melestarikan budaya Banjar. Untuk pemerintah, lebih giat lagi dalam mengadakan event budaya Banjar. Bagi akademisi untuk mengembangkan keanekaragaman budaya daerah yang akan menjadikan kita cinta terhadap budaya nasional. Serta bagi Museum Lambung Mangkurat hendaknya menambah dan menjaga sebaik-baiknya benda-benda peninggalan yang berkaitan dengan adat istiadat Banjar.


(7)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT

Sriwati (NIM. 1302260) The Effort Of Cultures Values Preservation As Civic Culture Of Banjar Wedding In South Kalimantan”

The purpose of this research is to examine the decrease of cultural values; especially the value diminishment of traditional wedding ceremony which has become one of the impacts of era development, globalization and lack of awareness towards our own culture’s preservation. It aims to assure how Banjar tribe preserves their traditional wedding ceremony values in South Kalimantan as well. The approaches applied to this research are qualitative approach and case study method. Interviews, Observation, documentation analysis are the process of collecting data for this research. The data is analyzed through data reduction and display, and conclusion/verification and triangulation. The results of this research show that 1) the philosophy and background of Banjar traditional wedding ceremony adapts Arabian, European, Malay, Chinese, the kingdom of Daha and Dipa wedding culture which is developed into Islamic Kingdom. 2) The procession of the wedding ceremony in Banjar culture occurs in three steps; the pre-wedding ritual, the wedding, and the post-wedding event which are adapted from Islam and Hindu culture. 3) Banjar traditional wedding ceremony has many local values as well in the context of civic culture such as mutual help, religious, responsibility and culture values. 4) The effort of local values preservation in Banjar traditional wedding ceremony for the sustainable development consists of holding many national events such as cultural eventBanjar and publishing books about Banjar’s traditional wedding. Furthermore, the researcher provides some suggestions for the Banjar tribe to keep preserving Banjar’s traditional culture by attempting more events. It is suggested for scholars to help developing the cultural diversity that will keep our concern about our own national culture. In addition, Museum Lambung Mangkurat should keep the relics of Banjar culture and add its collection as well.


(8)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

PERNYATAAN PLAGIARISME………...i

KATA PENGANTAR……….ii

UCAPAN TERIMA KASIH………...iii

ABSTRAK………...v

ABSTRACT………vi

DAFTAR ISI………..vii

DAFTAR TABEL………..ix

DAFTAR GAMBAR………..x

DAFTAR LAMPIRAN………..xi

BAB I PENDAHULUAN………1

1.1 Latar Belakang Penelitian………...1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian………..9

1.3 Tujuan Penelitian………...10

1.4 Manfaat Penelitian………...10

1.5 Struktur Organisasi Tesis………...11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………13

2.1 Budaya Warga Negara……….13

2.2 Perkawinan Suku Banjar………13

2.3 Upaya Pelestarian Nilai-Nilai Budaya Dalam Konteks ESD (Education Sustainable For Development)………19

2.4 Penelitian Terdahulu………66

BAB III METODE PENELITIAN……….71

3.1 Desain Penelitian……….71

3.2 Partisipan Dan Tempat Penelitian………...75

3.3 Teknik Pengumpulan Data………..72

3.4 Teknik Analisis Data………...82


(9)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN………..89

4.1 Temuan………89

4.2 Deskripsi Hasil Temuan………..97

4.3 Pembahasan Hasil Temuan………128

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI……….164

5.1 Simpulan………164

5.2 Implikasi………166

5.3 Rekomendasi……….167


(10)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR TABEL

Tabel 2.1………46

Tabel 4.1………94

Tabel 4.2………...102

Tabel 4.3………...111

Tabel 4.4………...112

Tabel 4.5………...117

Tabel 4.6………...119

Tabel 4.7………...126

Tabel 4.8………...127


(11)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1……….92


(12)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR LAMPIRAN

1. SK Pembimbing

2. Fotocopy Hasil Bimbingan 3. Surat Observasi Lapangan 4. Instumen Penelitian

5. Format Observasi Lapangan 6. Panduan Wawancara

7. Hasil Pengamatan Obsrvasi

8. Hasil Wawancara Kepada Responden 9. Foto/Dokumentasi


(13)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

Bab I membahas pendahuluan yang mendeskripsikan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi tesis.

1.1Latar belakang penelitian

Pada saat ini nilai-nilai Adat suku Banjar sudah mulai memudar karena pengaruh globalisasi. Perkembangan globalisasi menimbulkan berbagai masalah dalam bidang kebudayaan, misalnya hilangnya budaya asli suatu daerah atau suatu Negara, terjadinya erosi nilai-nilai budaya, menurunnya rasa nasionalisme dan patriotism, hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong royong, kehilangan kepercayaan diri, gaya hidup kebarat-baratan. Menurut Massey, Allen dan Pile, (dalam Alviansyah 1999, hlm. 20) pengaruh globalisasi adalah faktor utama yang membuat keadaan berbeda dari masa yang lampau. Globalisasi menyebabkan tekanan pada kota di suatu wilayah menjadi lebih keras daripada sebelumnya. Nilai-nilai budaya yang memudar pada tata cara perkawinan adatnya pun sudah banyak ditinggalkan oleh masyarakat khususnya masyarakat Banjar. Hal ini disebabkan oleh perkembangan zaman, yang otomatis dianggap tidak sesuai lagi dengan budaya-budaya leluhur seperti contohnya, (1) Upacara perkawinan tersebut dianggap terlalu bertele-tele. Hal ini tentu sangat menyedihkan bagi kita, budaya leluhur yang diajarkan secara turun temurun malah dengan mudahnya kita tinggalkan tanpa ada upaya untuk melestarikannya. (2) Pengaruh globalisasi, lambat laun akaan mengikis kebudayaan atau tradisi banjar dalam hal upacara perkawinan. (3) Dekorasi panggung sudah jarang dengan menggunakan dekorasi pelaminan Banjar. (4) Ciri khas makanan yang sekarang sudah menggunakan stand, dengan makanan yang bervariasi dan makanan khas Banjar pun mulai berkurang. (5) Penyewaan mobil mewah untuk transportasi pengantin cenderung meniru pola perkawinan kebarat-baratan. (6) Kebanyakan masyarakat kalau mengadakan perkawinan di gedung, sistem kekerabatannya


(14)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berkurang, berbeda dengan melaksanakan di rumah. (7) Dalam hal baju pengantin, bentuk ciri khas pakaian banjar telah banyak dimodifikasi. (8) Mereka lebih memilih penyewaan jasa, dari pada menyiapkan acara perkawinan bersama-sam, hal ini akan memudarkan nilai-nilai gotong royong. (9) Ada juga yang menggunakan adat perkawinan daerah lain, misalnya adat Jawa. (10) Prosesi sebelum dan sesudah perkawinanya yang mulai dikurangi. Di masyarakat perkotaan sudah jarang yang memakai tata cara perkawinan seperti ini, namun tentu ada saja orang yang tetap melaksanakannya sesuai dengan tata cara adat perkawinan Banjar. (http://maulanaazis.blogspot.com)

Menurut Subekti dalam Prawirohamidjojo (2000, hlm. 8) perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk waktu yang lama. Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga agar menjadi keluarga sejahtera yang bahagia. Ukuran kebahagiaan dapat dilihat ketika suami istri mampu memikul amanah dan tanggung jawab terhadap keduanya dan anak-anak mereka. Berlakunya hukum adat perkawinan tergantung pada pola susunan masyarakat adatnya. Oleh karenanya tanpa mengetahui bagaimana susunan masyarakat adat yang bersangkutan, maka tidak mudah dapat diketahui hukum perkawinannya.

Menurut Abdurrahman (1978, hlm. 9) tata cara perkawinan di Indonesia tergolong beraneka ragam antara satu dengan yang lainnya oleh karena di Indonesia mengakui adanya bermacam-macam agama dan kepercayaan, yang tata caranya berbeda. Hal yang demikian dimungkinkan dalam Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila yang dengan tegas mengakui adanya prinsip kebebasan beragama. Menurut Chakim (2012, hlm 7) dalam pelaksanaan perkawinan warga masyarakat di Indonesia cenderung dilakukan dengan adat dan budaya daerah setempat. Hal tersebut terjadi karena masyarakat yang beranekaragam suku, sudah pasti beranekaragam pula adat-istiadat di masyarakat. Salah satunya adalah perkawinan adat suku Banjar di Kalimantan Selatan yang masih memegang erat adat istiadat Suku Banjar dalam hal upacara adat perkawinan. Perkawinan adat suku


(15)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Banjar merupakan salah satu aspek budaya Banjar yang harus tetap dilestarikan, karena prosesi perkawinan tersebut menjadi identitas dan jati diri orang Banjar.

Demikian yang membedakan perkawinan di setiap daerah itu adalah tata cara dan adat perkawinannya, upacara adat perkawinan yang berbeda-beda dan unsur kepercayaan pada setiap prosesi itupun berbeda-beda, itulah yang menjadikan beraneka ragam budaya di Indonesia, yang harus kita lestarikan.

Menurut Wignjodipoere (1988, hlm. 55) sebelum lahirnya UU perkawinan, mengenai ketentuan, tatacara dan sahnya suatu perkawinan bagi orang Indonesia pada umumnya didasarkan pada hukum agama dan hukum adat masing-masing. Menurut hukum adat, perkawinan adalah suatu ikatan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk membentuk rumah tangga yang dilaksanakan secara adat dan agamanya dengan melibatkan keluarga kedua belah pihak saudara maupun kerabat. Tujuan perkawinan menurut hukum adat tidak hanya mempersatukan kedua calon mempelai sebagai suami istri saja, melainkan mempersatukan kedua kerabat calon suaami istri, sehingga masalah perkawinan juga masalah dari kerabat.Setelah diundangkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang undang Nomor 1 Tahun 1974, telah banyak disinggung mengenai hal kekeluargaan yang berhubungan erat dengan suatu dasar perkawinan sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1, yaitu : Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Hadikusuma (1990, hlm. 23) perkawinan dalam hukum adat adalah suatu ikatan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk membentuk rumah tangga yang dilaksanakan secara adat dengan melibatkan keluarga kedua belah pihak, saudara maupun kerabat. Terjadinya suatu ikatan perkawinan bukan semata-mata membawa akibat terhadap hubungan-hubungan keperdataan saja, seperti hak dan kewajiban suami istri, harta bersama, kedudukan anak, hak dan kewajiban orang tua, tetapi juga menyangkut hubungan-hubungan adat istiadat kewarisan, kekeluargaan,


(16)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kekerabatan, dan ketetanggaan serta menyangkut upacara-upacara adat dan keagamaan. Makna dan arti dari perkawinan menjadi lebih dalam karena selain melibatkan kedua keluarga, juga berarti untuk melanjutkan keturunan, karena keturunan merupakan hal penting dari gagasan melakukan perkawinan.

Menurut Dimyati (2014, hlm, 10) perkawinan menurut hukum adat Banjar di dipengaruhi oleh unsur-unsur agama Islam. Syarat sahnya perkawinan harus memenuhi rukun perkawinan Islam, yaitu ada calon suami (laki-laki) dan calon istri (perempuan), ada wali nikah (Ayah atau kerabat terdekat laki-laki dari calon istri), ada dua orang saksi, dan ada ijab kabul. Jika salah satu rukun tersebut tidak terpenuhi, maka perkawinannya menjadi tidak sah. Sehingga sah nya perkawinan terletak pada proses ijab dan kabul, bukan terletak pada upacara adat perkawinannya. Namun syarat-syarat perkawinan adat suku Banjar juga harus terpenuhi karena merupakan hal penentu antara diperkenankan atau tidaknya suatu perkawinan dapat berlangsung Oleh karena itu perkawinan mempunyai arti yang demikian penting, maka pelaksanaanya pun dilakukan dengan upacara adat yang lengkap.Untuk melangsungkan perkawinan tersebut di tengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia tidak terlepas dari ketentuan agama, undang-undang yang berlaku maupun hukum adat masing-masing warga masyarakat.

Dimyati (2014, hlm, 17) mengatakan perkawinan adat orang Banjar adalah satu aspek budaya banjar yang harus dilestarikan kebudayaannya, karena prosesi perkawinan tersebut menjadi identitas dan jati diri orang Banjar. Berbagai tata cara adat istiadat yang berkaitan dengan prosesi perkawinan yang berkembang di tengah-tengah masyarakat Kalimantan Selatan khususnya upaya mempelajari tata kehidupan adat perkawinan masyarakat banjar sejak dulu sampai sekarang. Suatu kehidupan yang paling menarik dan tak pernah terlupakan bagi individu masyarakat adalah acara “perkawinan”. Oleh sebab itu perkawinan tersebut selalu ditandai oleh sifatnya yang khas dan unik yang merupakan suatu tata tradisional bagi setiap suku. Dalam peristiwa itu selalu terjalin dengan harmonis ketentuan menurut agama dan adat


(17)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

istiadat sebagai lembaga tak tertulis yang dipatuhi tanpa pertentangan-pertentangan antara satu dengan yang lainnya dalam strata masyarakat adat.

Kebudayaan juga harus dilandaskan kepada pengetahuan warga negara mengenai budaya yang terdapat disekitarnya dan dapat mempertahankan sebuah kebudayaan dan kearifan lokal dengan membentuk sebuah jati diri dan karakter bangsa dengan mengedepankan pembentukan sebuah identitas bangsa. Pada dasarnya, setiap warga negara yang ada didalam sebuah negara mempunyai sebuah budaya yang berbeda-beda, sehingga diperlukan pendidikan untuk mempersatukan perbedaan-perbedaan budaya dengan cara memberikan pengetahuan mengenai budaya-budaya lokal yang terdapat dalam negaranya. Upaya pengembangan kembali nilai kearifan lokal salah satu bidang ilmu yang mengkaji tentang budaya daerah atau nilai kearifan lokal yang terdapat di dalam warganegara adalah civic culture.

Menurut Winataputra (2006, hlm. 58) bahwa “identitas warga Negara yang bersumber dari civic culture perlu dikembangkan melalui Pendidikan Kewarganegaraan dalam berbagai bentuk dan latar belakang”.

Menurut Winataputra (2012:57) civic culture merupakan “budaya yang

menopang kewarganegaraan yang berisikan separangkat ide-ide yang dapat diwujudkan secara efektif dalam representasi kebudayaan untuk tujuan pembentukan identitas warganegara.” Perkawinan adat suku Banjar dari konsep budaya kewarganegaraan (civic culture) merupakan bagian dari jati diri bangsa, karakter bangsa, suku bangsa, dan budaya nasional.

Menurut Cogan dan Derricott, (1998:115) Pendidikan Kewaraganegaraan juga membahas tentang perbedaan-perbedaan budaya. Pada abad 21 terdapat 8 karakteristik warga negara sebagai berikut:

1. the ability to look at and approach problems as a member of a global society

2. the ability to work with others in a cooperative way and to take responsibility for one’s roles/duties within society

3. the ability to understand, accept, appreciate and tolerate cultural differences

4. the capacity to think in a critical and systemic way


(18)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

6. the willingness to change one’s lifestyle and consumption habits to protect

the environment

7. the ability to be sensitive towards and to defend human rights (eg, rights of women, ethnic minorities, etc), and

8. the willingness and ability to participate in politics at lokal, national and international levels.

Karakteristik warga negara abad ke-21 adalah sebagai berikut: (1). kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga masyarakat global, (2). kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memikul tanggung jawab atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat, (3). kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaan-perbedaan budaya, (4). kemampuan berpikir kritis dan sistematis, (5) memiliki kepekaan terhadap dan mempertahankan hak asasi manusia (seperti hak kaum wanita, minoritas etnis, dsb, (6). kemampuan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah biasa guna melindungi lingkungan, (7). kemampuan menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan, dan (8). kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik pada tingkatan pemerintahan lokal, nasional, dan internasional. (Cogan dan Derricott, 1998, hlm. 115).

Selain daripada pembahasan di atas, Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai objek studi yaitu warga negara dalam hubungannya dengan organisasi kemasyarakatan sosial, ekonomi, agama, kebudayaan, dan negara. Adapun yang termasuk dalam objek studi civics adalah :

1. Tingkah laku warga negara 2. Tipe pertumbuhan berpikir 3. Potensi setiap diri warga negara 4. Hak dan kewajiban

5. Cita-cita dan aspirasi

6. Kesadaran (patriotisme, nasionalisme)

7. Usaha, kegiatan, partisipasi, dan tanggungjawab warga negara. (Nu’man Somantri, (Azis dan Sapriya, 2011, hlm. 316; Wuriyan, 2006, hlm. 14).


(19)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai objek studi yaitu warga negara dalam hubungannya dengan organisasi kemasyarakatan sosial, ekonomi, agama, kebudayaan, dan negara. Menurut Azis dan Sapriya, (2011, hlm. 316) dalam lokakarya metedologi pendidikan kewarganegaraan tahun 1973 dikemukakan objek studi civics adalah : (1) Tingkah laku warga negara. (2) Tipe pertumbuhan berpikir. (3) Potensi setiap diri warga Negara. (4) Hak dan kewajiban. (5) Cita-cita dan aspirasi. (6) Kesadaran (patriotisme, nasionalisme). (7) Usaha, kegiatan, partisipasi, dan tanggung jawab.

Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai peranan penting dalam mempertahankan sebuah kebudayaan yang terdapat didalam warganegara Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya paradigma baru mengenai Pendidikan Kewarganegaraan yang lebih menekankan kepada budaya warganegara (civic culture).

Sebagai warga negara seharusnya mati-matian melestarikan warisan budaya yang sampai kepada kita. Melestarikan tidak berarti membuat sesuatu menjadi awet dan tidak mungkin punah. Melestarikan berarti memelihara untuk waktu yang sangat lama. Jadi upaya pelestarian warisan budaya lokal berarti upaya memelihara warisan budaya lokal untuk waktu yang sangat lama. Karena upaya pelestarian merupakan upaya memelihara untuk waktu yang sangat lama maka perlu dikembangkan pelestarian sebagai upaya yang berkelanjutan (sustainable). Jadi bukan pelestarian yang hanya mode sesaat, berbasis proyek, berbasis donor dan elitis (tanpa akar yang kuat di masyarakat). Pelestarian tidak akan dapat bertahan dan berkembang jika tidak didukung oleh masyarakat luas dan tidak menjadi bagian nyata dari kehidupan kita. Para pakar pelestarian harus turun dari menara gadingnya dan merangkul masyarakat menjadi pecinta pelestarian yang bergairah. Pelestarian jangan hanya tinggal dalam buku tebal disertasi para doktor, jangan hanya diperbincangkan dalam seminar para intelektual di hotel mewah, apalagi hanya menjadi hobi para orang kaya.Pelestarian harus hidup dan berkembang di masyarakat. Pelestarian harus diperjuangkan oleh masyarakat luas menurut Hadiwinoto (2002, hlm. 30).


(20)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Penelitian terdahulu tentang budaya lokal sebagai warisan budaya dan upaya pelestariannya Oleh Karmadi (2007, hlm. 4) pelestarian akan dapat sustainable jika berbasis pada kekuatan dalam, kekuatan lokal, dan kekuatan swadaya. Karenanya sangat diperlukan penggerak, pemerhati, pecinta dan pendukung dari berbagai lapisan masyarakat. Untuk itu perlu ditumbuh kembangkan motivasi yang kuat untuk ikut tergerak berpartisipasi melaksanakan pelestarian, antara lain: (1) Motivasi untuk menjaga, mempertahankan dan mewariskan warisan budaya yang diwarisinya dari generasi sebelumnya. (2) Motivasi untuk meningkatkan pengetahuan dan kecintaan generasi penerus bangsa terhadap nilai-nilai sejarah kepribadian bangsa dari masa ke masa melalui pewarisan khasanah budaya dan nilai-nilai budaya secara nyata yang dapat dilihat, dikenang dan dihayati. (3) Motivasi untuk menjamin terwujudnya keragaman atau variasi lingkungan budaya. (4) Motivasi ekonomi yang percaya bahwa nilai budaya local akan meningkat bila terpelihara dengan baik sehingga memiliki nilai komersial untuk meningkatkan kesejahteraan pengampunya. (5) Motivasi simbolis yang meyakini bahwa budaya lokal adalah manifestasi dari jati diri suatu kelompok atau masyarakat sehingga dapat menumbuhkembangkan rasa kebanggaan, harga diri dan percaya diri yang kuat.

Penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa pelestarian budaya lokal juga mempunyai muatan ideologis yaitu sebagai gerakan untuk mengukuhkan kebudayaan, sejarah dan identitas menurut Lewis (1983, hlm. 4). Dan juga sebagai penumbuh kepedulian masyarakat untuk mendorong munculnya rasa memiliki masa lalu yang sama diantara anggota komunitas menurut Smith (1996, hlm. 68).

Pelestarian perkawinan adat Banjar ini dapat dikembangkan dengan upaya-upaya para budayawan, perias pengantin Banjar, dan penataan busana pengantin memang telah mengambil langkah-langkah untuk menetapkan suatu standar yang baku. Hal ini sangat penting agar ciri khas perkawinan adat Banjar tersebut dapat terpellihara secara lestari, karena profesi perkawinan tersebut menjadi identitas dan jati diri orang Banjar sehingga keberadaannya perlu dilestarikan dan dibudayakan sehingga menjadi pengetahuan luas yang bermanfaat bagi generasi muda khususnya


(21)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

upaya mempelajari tata kehidupan adat perkawinan masyarakat Banjar sejak waktu dulu sampai sekarang.

Dengan demikian pentingnya penelitian ini untuk melakukan pelestarian adat budaya Banjar khususnya dalam hal perkawinan adat, agar nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tetap lestari dan dapat diteruskan oleh generasi berikutnya dalam membentuk identitas bangsa dalam rangka membentuk bangsa yang berkerakter yang memiliki nilai-nilai civic culture. Apabila tidak diteliti, maka masyarakat suku Banjar lama kelamaan akan kehilangan jati diri, kehilangan identitas, serta kehilangan nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat di dalam kehidupan.

1.2 Rumusan Masalah penelitian

Suatu penelitian harus mengacu kepada permasalahan-permasalahan yang jelas, selain itu adanya penentuan identifikasi masalah sehingga masalah yang hendak dikaji akan sesuai dengan permasalahan dilapangan. Adapun identifikasi permasalahan pada penelitian ini, yaitu terkait permasalahan yang terjadi pada perkawinan adat Banjar di Kalimantan Selatan. Bentuk identifikasi masalah pada penelitian ini:

1. Keunikan perkawinan suku banjar, makna dari setiap proses perkawinan suku Banjar tersebut.

2. Tata cara perkawinan adat Banjar sudah mulai bergeser. Hal ini disebabkan oleh perkembangan zaman, yang otomatis dianggap tidak sesuai lagi dengan budaya-budaya leluhur seperti contohnya upacara perkawinan tersebut. Dan juga dianggap terlalu bertele-tele. Hal ini tentu sangat menyedihkan bagi kita, budaya leluhur yang diajarkan secara turun temurun malah dengan mudahnya kita tinggalkan tanpa ada upaya untuk melestarikannya.

3. Upaya pelestarian nilai-nilai Budaya perkawinan suku Banjar, dan kesadaran tentang kandungan nilai-nilai budaya didalamnya yang sudah mulai bergeser. 4. Peran Lembaga-lembaga pemerintah atau swasta dalam melestarikan nilai-nilai


(22)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti akan merumuskan masalah penelitian. Masalah penelitian terfokus pada pelestarian nilai-nilai budaya perkawinan. Masalah umum penelitian ini yaitu: “upaya pelestarian nilai-nilai budaya sebagai civic culture pada perkawinan adat Banjar”. Agar masalah ini lebih terperinci maka dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah filosofi dan latar belakang pada perkawinan adat Banjar di Kalimantan selatan?

2. Bagaimanakah prosesi perkawinan adat Banjar di Kalimantan selatan?

3. Apa nilai-nilai kearifan lokal sebagai civic culture pada perkawinan adat Banjar di Kalimantan selatan ?

4. Bagaimanakah upaya pelestarian nilai-nilai kearifan lokal pada perkawinan adat Banjar dalam konteks pembangunan berkelanjutan di Kalimantan Selatan?

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1Tujuan umum

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan tentang pentingnya melestarikan nilai-nilai budaya perkawinan adat Banjar pada suku Banjar di Kalimantan Selatan.

1.3.2 Tujuan khusus

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan:

1. Untuk mengetahui filosofi dan latar belakang pada perkawinan adat Banjar di Kalimantan selatan.

2. Untuk mengetahui prosesi perkawinan adat Banjar di Kalimantan selatan. 3. Untuk mengetahui nilai-nilai kearifan lokal sebagai civic culture pada

perkawinan adat Banjar di Kalimantan selatan.

4. Untuk mengetahui upaya pelestarian nilai-nilai kearifan lokal pada perkawinan adat Banjar dalam konteks pembangunan berkelanjutandi Kalimantan selatan.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1Secara teoritis


(23)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang tata cara dan adat perkawinan suku Banjar di Kalimantan Selatan.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi prodi PKn dalam mengkaji nilai budaya dalam perkawinan suku Banjar. 1.4.2Secara praktis

Penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberikan kontribusi:

1. Bagi Prodi PKn: Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai referensi atau rujukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan untuk penulisan karya ilmiah di masa yang akan datang.

2. Bagi Peneliti: Sebagai bahan pengalaman dan masukan yang sangat berharga mengetahui prosesi tentang perkawinan adat banjar sebagai keturunan suku banjar.

3. Bagi Masyarakat: Dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat luaskeragaman adat di kalimantan selatan khususnya tentang perkawinan. 4. Bagi Pemerintah: Dapat menjadi ciri khas budaya Banjar tentang

perkawinan adat Banjar dan dapat menjadikan Kalimantan selatan menjadi tempat wisata pada saat ada upacara perkawinan bagi orang yang ingin melaksanakan.

1.5 Struktur Organisasi Tesis

Struktur penulisan tesis yang akan ditulis terdiri dari 5 bab, yakni:

Bab pertama membahas pendahuluan yang mendeskripsikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan tesis.

Bab kedua membahas tinjauan pustaka yang meliputi; civic culture, perkawinan suku Banjar, upaya pelestarian nilai-nilai budaya dalam konteks ESD dan Penelitian terdahulu.

Bab ketiga membahas tentang metode penelitian. Adapun sub bab yang dibahas dalam bab ini mencakupdesain penelitian, partisipan dan tempat penelitian, pengumpulan data, analisis data, dan agenda penelitian.


(24)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Bab keempat membahas tentang temuan dan pembahasan, yang dibahas yaitu temuan, hasil temuan, dan pembahasan meliputi deskripsi penelitian, filosofi dan latar belakang perkawinan adat Banjar di Kalimantan selatan, prosesi perkawinan adat Banjar di Kalimantan selatan, nilai-nilai kearifan lokal sebagai civic culture pada perkawinan adat Banjar di Kalimantan selatan, dan upaya pelestarian nilai-nilai kearifan lokal pada perkawinan adat Banjar dalam konteks pembangunan berkelanjutan di Kalimantan Selatan.

Bab kelima membahas tentang Simpulan, impilikasi dan rekomendasi. Adapun sub bab yang dibahas yaitu simpulan umum, simpulan khusus, implikasi dan rekomendasi.


(25)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

Bab III membahas tentang metode penelitian. Adapun sub bab yang dibahas dalam bab ini mencakup desain penelitian, partisipan dan tempat penelitian, pengumpulan data, analisis data, dan isu etik.

3.1Desain Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian upaya pelestarian nilai-nilai budaya sebagai civic culture pada perkawinan suku Banjar ini adalah pendekatan penelitian kualitatif, yaitu suatu pendekatan yang tidak menggunakan upaya kuantifikasi atau perhitungan-perhitungan statistik. Dipilihnya pendekatan kualitatif dalam penelitian ini didasarkan padapermasalahan yang akan dikaji dalam penelitian. Peneliti ingin mengetahui bagaimana upaya pelestarian nilai-nilai budaya sebagai

civic culture pada perkawinan suku Banjar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kasus dengan pendekatan kualitatif. Analisis kasus pada penelitian ini menggambarkan segala sesuatu yang menjadi kebiasaan di Kalimantan Selatan dalam hal budaya perkawinan.

Miles dan Humberman dalam Basrowi dan Suwandi (2008, hlm. 1) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah conducted through an intense and or prolonged contact with a “field” or life situation, these situations are typically “banal” or normal ones, reflective of the everyday life induviduals, groups, societies, and organizations. Sementara itu menurut Cresswell, (2008, hlm. 4-5), mendefinisikan penelitian merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Proses penelitian kuantitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema umum, dan menafsirkan makna data.


(26)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan penelitian kualitatif adalah proses penelitian untuk pemahaman tentang kenyataan melalaui proses berpikir induktif dan dapat memahami tradisi metodologi penelitian, tertentu dengan cara menyelidiki masalah sosial atau manusia. Peneliti membuat gambaran kompleks bersifat holistik, menganalisis kata-kata, melaporkan pandangan-pandangan para informan secara rinci, dan melakukan penelitian dalam situasi yang alamiah. Pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini berimplikasi pada penggunaan ukuran-ukuran kualitatif secara konsisten, artinya dalam pengolahan data, sejak mereduksi, menyajikan dan memverifikasi dan menyimpulkan data tidak menggunakan perhitungan-perhitungan secara matematis dan statistik, melainkan lebih menekankan pada kajian interpretatif.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode studi kasus menurut Yin (2014, hlm. 1) studi kasus adalah salah satu metode penelitian ilmu-ilmu sosial. Sedangkan menurut Smith dalam Denzin dan Lincoln (2009, hlm. 300) kasus adalah suatu sistem yang terbatas (a bounded system). Sedangkan lebih lanjut Denzin dan Lincoln berpendapat bahwa studi kasus bisa berarti proses mengkaji kasus sekaligus hasil dari proses pengkajian tersebut. Penggunaan model studi kasus dalam penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa penelitiannya dilakukan pada sebuah kelompok/etnis dimasyarakat.

Desain penelitian kualitatif tidak didasarkan pada suatu kebenaran yang mutlak, tetapi kebenaran itu sangat kompleks karena selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, historis, serta nilai-nilai. Menurut Nasution (1996, hlm. 17), “penelitian

kualitatif sebenarnya meliputi sejumlah metode penelitian antara kerja lapangan, penelitian lapangan, studi kasus dan lain-lain”. Menurut Hadari Nawawi (1991, hlm. 63), mengemukakan mengenai metode studi kasus sebagai berikut:

Metode kasus adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagai mana mestinya.


(27)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Bogdan & Biklen (1982: hlm. 58) mengatakan: “A case study is a detailed

examination of one setting or one single subject or one single depository of document or one particular event.” Selanjutnya, Bogdan & Biklen (1982, hlm. 59) menggambarkan rancangan umum dari sebuah studi kasus itu sebagai berikut:

(1) peneliti mencari tempat dan orang yang akan dijadikan sebagai subjek atau sumber data, (2) menemukan lokasi yang diinginkan untuk dikaji kemudian mencoba mempertimbangkan kelayakan tempat tersebut atau sumber data untuk mencapai tujuannya, (3) mencari kunci-kunci tentang bagaimana ia dapat melangkah dan apa yang semestinya dilakukan, (4) memulai mengumpulkan data, mereviu, dan mengeksplorasinya, (5) membuat keputusan tentang arah yang akan dituju dengan penelitiannya, (6) membuat keputusan tentang bagaimana mengatur waktu, siapa yang akan diinterviuw dan apa yang akan digali secara mendalam, (7) memodifikasi desain secara terus menerus dan memilih prosedur yang lebih sesuai dengan topic kaian, (8) membuat keputusan berkenaan dengan aspek apa di antara setting, subjek, atau sumber data yang akan dikaji, dan (9) mengembangkan fokus.

Dalam studi kasus proses pengumpulan data dan kegiatan penelitian akan mempersempit wilayah, subjek, bahan, topik, dan tema. Dari permulaan pencarian yang luas, peneliti bergerak menuju pengumpulan data dan analisis yang lebih terarah. Dalam penelitian ini kasus yang dikaji adalah proses pembinaan kesadaran warga masyarakat adat yang memelihara “tradisi” pendidikan budaya nenek moyang, pendidikan tradisi leluhur. Oleh karena itu studi kasus ini bersifat observasional, situasional, dan aktivitas, suatu tipe studi kasus kualitatif yang oleh Bogdan & Biklen disebut Observational Case Studies.

Studi kasus mempunyai kelebihan dibanding studi lainnya yaitu peneliti dapat mempelajari sasaran penelitian secara lebih mendalam dan menyeluruh. Menurut Alwasilah (2015, hlm. 82-83) mengunggapkan ada sejumlah kelebihan dari studi kasus sebagai berikut:

a. Peneliti bisa berfokus pada hal-hal yang subtil (subtle) dan rumit dari situasi sosial yang kompleks. peneliti bisa menjelaskan hubungan sosial antarpihak yang tidak mungkin bisa dijelaskan lewat survai. ini disebabkan studi kasus pendekatannya holistik sedangkan survei melihat persoalan secara terisolasi.


(28)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

b. Peneliti bisa menggunakan berbagai cara (multiple methods) untuk mendapatkan realitas yang kompleks yang sedang diteliti.

c. Sejalan dengan kemungkinan digunakannya berbagai cara, studi kasus memungkinkan pengunaan berbagai sumber data (multiple source of data) yakni yang lazim disebut triangulation.

d. Studi kasus layak untuk meneliti fenomena yang diteliti terjadi secara alamai dan peneliti tidak memiliki kewajiban melakukan kontrol untuk merubah keadaan. Ini berbeda dengan kaji tindakan (action research). e. Studi kasus cocok untuk penelitian skala kecil tetapi memungkinkan

peneliti untuk berkosentrasi pada satu kasus topik penelitian sehingga pemahamannya mendalam. Studi kasus cocok untuk memahami proses yang terjadi, yang akan tetap tersembunyi bila hanya dilakukan lewat survei.

f. Dan menurut Densombe (1998), studi kasus bisa dipakai untuk mengetes teori (theory testing) dan membangun teori (teory building).

Berdasarkan kelebihan tersebut diharapakan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat mengungkap fakta-fakta, data atau informasi sebanyak mungkin tentang upaya pelestarian nilai-nilai budaya sebagai civic culture pada perkawinan suku Banjar di Kalimantan selatan. Sesuai dengan hakikat pendekatan penelitian kualitatif, peneliti ingin memperoleh pemahaman dengan masalah tersebut, maka aspek-aspek yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah yang berhubungan dengan budaya perkawinan suku Banjar (dalam hal ini tokoh adat, suku Banjar, lembaga-lembaga yang terkait dengan adat Banjar).

Berkaitan dengan hal tersebut bahwa, hanya manusia sebagai instrumen dapat memahami makna interaksi antar manusia, membaca gerak muka, menyelami perasaan dan nilai yang terkandung dalam ucapan atau perbuatan responden. Walaupun digunakan alat rekam atau kamera peneliti tetap memegang peran utama sebagai alat penelitian. Menurut Lincoln dan Guba dalam Alwasilah (2015, hlm 143) menyatakan bahwa: we believe that the human will tend, therefore, toward interviewing, obrserving, mining availebel documents and records, taking account of nonverbal cues, and interpreting inadvertent unobtrusive meansures. Maka manusia sebagai seorang peneliti khususnya peneliti naturalistik memiliki keunggulan sebagai instrumen penelitian dapat melihat, mendengar membaca merasa dan sebagainya.


(29)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Metode studi kasus dipilih sebagai metode dalam penelitian ini karena permasalahan yang dikaji terjadi pada tempat dan situasi tertentu. Hal diatas sejalan dengan apa yang di kemukakan Alwasilah, (2012, hlm. 225), yang menyatakan bahwa: Studi kasus pada umumnya lebih menantang daripada penulis laporan ini, seperti artikel jurnal, buku ajar, artikel koran, dan sejenisnya. Metode studi kasus lebih menitik beratkan pada suatu kasus, adapun kasus yang dimaksud dalam penelitian ini upaya pelestarian nilai-nilai Budaya sebagai civic culture pada perkawinan adat Banjar. Kasus tersebut dibatasi dalam suatu ruang lingkup masyarakat suku Banjar yang berada di Kalimantan Selatan. Penggunaan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus diharapkan mampu mengungkap aspek-aspek yang diteliti terutama, mengetahui bagaimana upaya-upaya pelestarian budaya perkawinan yang dilakukan oleh suku Banjar, baik pemerintah maupun masyarakatnya.

3.2 Partisipan Dan Tempat Penelitian

Terdapat beberapa kriteria yang digunakan dalam penetapan subjek penelitian, yakni latar (setting), para pelaku (actors), peristiwa-peristiwa (events), dan proses (process) (Miles dan Huberman, 1992:56-57; Alwasilah, 2003:145-146). Kriteria

pertama: adalah latar, yang dimaksud adalah situasi dan tempat berlangsungnya proses pengumpulan data, yakni pada suku Banjar, wawancara dirumah, wawancara dikantor, wawancara formal dan informal. Kriteria kedua: pelaku yang di maksud adalah yang berlatar pengetahuan terkait dengan perkawinan adat Banjar, serta yang berperan dalam upaya pelestarian tersebut. Kriteria ketiga: adalah peristiwa yang dimaksud adalah pandangan, pendapat dan penilaian tentang upaya pelestarian nilai-nilai budaya sebagai civic culture pada perkawinan adat Banjar. Kriteria keempat:

adalah proses, yang dimaksud wawancara peneliti dengan subjek penelitian berkenaan dengan pendapat dan pandangannya terhadap fokus masalah dalam penelitian ini.

Informasi dalam bentuk lisan dan tulisan dalam penelitian kualitatif berturut-turut menjadi data primer dan sekunder penelitian. Data primer yang dikumpulkan


(30)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mencakup persepsi dan pemahaman person serta deskripsi lainnya yang berkaitan dengan fokus penelitian tentang upaya pelestarian nilai-nilai budaya sebagai civic culture pada perkawinan suku Banjar di Kalimantan Selatan. Sedangkan data sekunder adalah data mengenai jumlah person dan kualifikasinya serta berkas kertas kerja yang dapat mengungkapkan informasi, tentang upaya pelestarian nilai-nilai budaya sebagai civic culture pada perkawinan suku Banjar di Kalimantan Selatan

Sesuai dengan bentuk-bentuk data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, maka sumber-sumber data penelitian ini meliputi manusia, benda, dan peristiwa. Manusia dalam penelitian kualitatif merupakan sumber data, berstatus sebagai informan mengenai fenomena atau masalah sesuai fokus penelitian. Maka untuk menentukan Teknik mendapatkan informan yang jelas dan berkualitas dalam menjawab masalah-masalah penelitian ini. Menurut Alwasilah (2003, hlm. 146) mengemukakan penelitian kualitatif menempuh probability sampling, yakni pemilihan sampel dengan asumsi bahwa sampel itu mewakili populasinhya. maka peneliti menggunakan teknik purposive sampling dan snowball sampling.

Purposive sampling merupakan salah satu bentuk pengambilan atau menentukan subjek atau objek penelitian sesuai dengan tujuan dari pada penelitian itu sendiri, dengan menggunakan pertimbangan pribadi dari peneliti sendiri sesuai dengan topik setiap pemasalahan yang ingin dijawab. Sehingga nantinya informan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tidak bias atau mengerti permasalahan yang akan diajukan oleh peneliti. Peneliti memilih subjek atau objek sebagai unit analisis berdasarkan kebutuhan dan mengganggap bahwa unit analisi tersebut representatif. Sedangkan snowball sampling merupakan salah satu bentuk pengambilan sampel yang dilakukan secara berantai, teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Maka kedua teknik inilah yang akan digunakan oleh peneliti dalam menentukan dan mendapatkan informan yang cocok dijadikan sebagai sumber utama dari penelitian ini. Sedangkan sumber data utama untuk menganalisis permasalahan penelitian ini adalah tokoh adat Banjar, suku asli Banjar, museum Kalimantan Selatan, taman budaya Kalimantan Selatan, dan perias pengantin.


(31)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Adapun yang menjadi subjek penelitian untuk memperoleh data dalam penelitian iniadalah sebagai berikut:

1. Tokoh adat Banjar

Tokoh adat dipilih sebagai responden dalam penelitian ini karena peneliti membutuhkan informasi mendalam terkait dengan pelestarian nilai-nilai budaya Banjar khususnya tentang perkawinan adat, tokoh adat Banjar ini banyak berpengaruh terhadap kebudayaan Banjar dan menjadi panutan masyarakat Banjar.

2. Suku asli Banjar

Suku Banjar merupakan orang asli penduduk Kalimantan Selatan, dipilihnya sebagai responden karena penelitian ini sangat membutuhkan informasi atau keterangan yang mendalam mengenai perkawinan adat Banjar.

3. Museum Kalimantan Selatan

Museum Kalimantan Selatan dipilih sebagai responden oleh peneliti karena tempat ini yang sangat berperan dalam melestarikan budaya Banjar, dan sering melaksanakan acara-acara tentang budaya Banjar.

4. Taman Budaya Kalimantan Selatan

Taman budaya dipilihnya sebagai responden oleh peneliti karena taman budaya merupakan salah satu tempat yang sering menggelar pergelaran budaya Banjar oleh sebab itu peneliti yakin dapat mendapatkan informasi mendalam tentang budaya Banjar.

5. Perias pengantin

Perias pengantin dipilih sebagai responden karena dalam perkawinan adat Banjar sangat berperan penting dalam hal penataan busana, tatarias, dan prosesi perkawinan pada suku Banjar.

Penelitian ini berlangsung atau berlokasi di Kalimantan Selatan, khususnya di Banjarmasin, kabupaten Hulu sungai tengah ( Kota Barabai), dan Banjarbaru, karena disana masih terbilang sering menggunakan ritual adat pada prosesi perkawinan, dan tempat-tempat untuk pelestarian adat yang sering mengadakan event Budaya Banjar.


(32)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3.3Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini memfokuskan pada bagaimana upaya pelestarian nilai-nilai budaya pada perkawinan suku Banjar, untuk mempertahankan identitas dan jati diri budaya. Kearifan lokal sebagai modal pembangunan bangsa yang dihasilkan dari pelaksanaan pengembangan nilai, etika, dan pola perilaku/beretika terhadap lingkungan masyarakat yang masih dijunjung tinggi oleh suku banjar di Kalimantan Selatan.

Tahapan-tahapan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tahap orientasi, tahap eksplorasi, dan tahap member-chek. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap pertama adalah pra-survei atau survei pendahuluan ke lokasi penelitian untuk mendapatkan gambaran tentang masalah yang akan diteliti. Dalam tahap yang kedua dilakukan pengumpulan data sesuai dengan fokus penelitian. Pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara dan teknik yang berasal dari berbagai sumber. Dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara dan analisis dokumentasi.

Sesuai dengan peranan peneliti sebagai alat penelitian yang utama, maka peneliti dapat melakukan sendiri pengamatan dan wawancara tak berstruktur kepada informan penelitian ini (tokoh adat Kalimantan Selatan, staff museum dan taman budaya Kalimantan Selatan, suku Banjar dan perias pengantin). Karena peranannya sebagai instrumen utama dalam pengumpulan informasi atau data, maka informasi atau data penelitian yang terkumpul tersebut diharapkan dapat dipahami secara utuh, termasuk makna interaksi antar manusia, dan peneliti juga diharapkan dapat menyelami perasaan dan nilai yang terkandung dari ucapan atau perbuatan informan penelitian.

1. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan dialog, tanya jawab antara peneliti dan responden secara sungguh-sungguh. Pada dasamya wawancara dalam penelitian merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh informasi langsung dari responden, dalam hal ini yang menjadi responden dengan


(33)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

mengungkapkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti. Wawancara dilakukan dengan cara tatap muka antara pewawancara (peneliti) dengan responden (masyarakat, ketua adat, tokoh agama, perwakilan dinas sosial dan lingkungan hidup) dan kegiatannya dilakukan secara lisan.

Wawancara dalam penelitian ini menggunakan pedoman yang terstruktur secara terperinci mengenai permasalahan yang akan diteliti yang ditujukan kepada ketua adat dan sesepuh kampung kuta ds.karangpaningal kec.tambaksari kab.ciamis. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil (Sugiyono, 2007, hlm. 137).

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2002, hlm. 180). Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui apa yang terkandung dalam pikiran dan hati orang lain, bagaimana pandangannya tentang dunia, yaitu hal-hal yang tidak dapat kita ketahui melalui observasi (Nasution, 2003, hlm. 73). Dengan wawancara mendalam ini diharapkan dapat diperoleh bentuk-bentuk informasi tertentu dari semua responden dengan susunan kata dan urutan yang disesuaikan dengan ciri-ciri setiap responden. Hal tersebut dimungkinkan sebagaimana dikemukakan Mulyana (2002, hlm. 181), bahwa:

Wawancara mendalam bersifat luwes, susunan pertanyaan dan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah saat wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat wawancara, termasuk karakteristik sosial budaya (agama, suku, gender, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya) responden yang dihadapi.

Wawancara dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi yang tidak mungkin diperoleh lewat observasi. Melalui wawancara ini peneliti bisa mendapatkan informasi yang mendalam, sebagaimana Alwasilah (2002, hlm. 54) mengemukakan


(34)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

bahwa melalui wawancara, peneliti bisa mendapatkan informasi yang mendalam (in depth information) karena beberapa hal, antara lain:

1. peneliti dapat menjelaskan atau memparafrase pertanyaan yang tidak dimengerti.

2. peneliti dapat mengajukan pertanyaan susulan (follow up questions).

3. responden cenderung menjawab apabila diberi pertanyaan.

4. responden dapat menceritakan sesuatu yang terjadi di masa silam dan masa mendatang.

Interviuew dilakukan untuk memperoleh data dan mengumpulkan informasi yang tidak diperoleh lewat observasi atau tidak terdapat pada dokumen (Alwasilah, 2009, hlm. 159). Melihat kenyataan bahwa dokumen yang tersedia berkenaan dengan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti jarang diperoleh, maka wawancara menjadi tumpuan untuk memperoleh data secukupnya. Wawancara dilakukan dalam berbagai bentuk sebagaimana disebutkan oleh Patton dalam Moleong (2010, hlm. 186) yiatu (a) wawancara pembicaraan informal, (b) wawancara menggunakan petunjuk umum, dan (c) wawancara baku terbuka.

Dalam memilih bentuk wawancara tersebut, peneliti mempertimbangkan situasi, keadaan responden, serta informasi yang dibutuhkan juga persitiwa incidental yang mencuat tiba-tiba. Untuk kepentingan itu, peneliti menyiapkan seperangkat pertanyaan wawancara, baik pertanyaan pokok (utama) untuk wawancara terbuka, maupun pertanyaa spesifik dan bersifat teknis untuk wawancara terstruktur. Salah satu maksud yang terkandung dalam teknik wawancara adalah untuk mengetahui apa yang ada dalam fikiran dan hati responden. Wawancara dilakukan untuk menggali cara/ strategi yang dilakukan masyarakat adat kuta dalam membina kesadaran melestarikan lingkungan hidup yang dijadikan sumber utama atau elite-respondent

wawancara dilaksanakan untuk membuat suatu konstruksi sekarang dan di sini mengenai orang, peristiwa, aktivitas, motivasi, perasaan dan lain sebagainya. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini: tokoh adat Banjar, suku Banjar, staff


(35)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

museum dan taman budaya, dan perias pengantin. Informan yang dipilih dikarenakan peneliti melihat keterkaitan mereka dalam fokus penelitian ini.

Wawancara sebagai dikemukakan Moleong, (2013, hlm. 186) adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan pewawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Teknik wawancara dipergunakan untuk mengadakan komunikasi dengan pihak-pihak terkait atau subjek penelitian, antara lain tokoh adat, suku Banjar, dan yang dianggap perlu dalam penelitian ini, dalam rangka memperoleh penjelasan atau informasi tentang hal-hal yang belum tercantum dalam observasi dan dokumentasi.

2. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit (Bungin, 2011, hlm. 118).

Obeservasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan kuesioner (Sugiyono, 2013, hlm. 203). Menurut Alwasilah (2012, hlm. 110) teknik ini memungkinkan menarik inferensi (kesimpulan) ihwal makna dan sudut pandang responden, kejadian, peristiwa, atau proses yang diamati. Lewat observasi ini, peneliti akan melihat sendiri pemahaman yang tidak terucapkan (tacit understanding), bagaiman tepti digunakan langsung (theory – in user), dan sudut pandang responden yang mungkin tidak tercungkil lewat wawancara atau survei.

Observasi penelitian adalah pengamatan sistematis dan tereneana yang diniati untuk perolehan data yang dikontrol validitas dan reliabilitasnya (Alwasilah, 2002, hlm. 211). Metode ini menggunakan pengamatan atau penginderaan langsung terhadap suatu benda, kondisi, situasi, proses, atau perilaku.


(36)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Menurut Spradley (1980) tahapan observasi ditunjukkan seperti bagan berikut. Berdasarkan bagan berikut terlihat bahwa, tahapan observasi ada tiga yaitu 1) observasi deskriptif, 2) observasi terfokus 3) observasi terseleksi. Observasi dilakukan peneliti pada saat memasuki situasi sosial tertentu sebagai obyek penelitian. Pada tahap ini peneliti belum membawa masalah yang akan diteliti, maka peneliti melakukan penjelajah umum, dan menyeluruh, melakukan deskripsi terhadap semua yang dilihat, didengar, dan dirasakan. Semua data direkam, Oleh karena itu hasil dari observasi ini disimpulkan dalam keadaan yang belum tertata.

Observasi tahap ini sering disebut sebagai grand tour observation, dan peneliti menghasilkan kesimpulan pertama. Bila dilihat dari segi analisis maka peneliti malakukan analisis domain, sehingga mampu mendeskripsikan terhadap semua yang ditemui. Merujuk pada pendapat diatas, melalui observasi, peneliti mempunyai kesempatan untuk mengumpulkan data secara mendalam dan lebih terperinci. Sehingga data yang diperlukan dapat dengan mudah untuk dikategorisasikan.

Peneliti yang murni menjadi pengamat sangat memungkinkan membuat catatan di lapangan, karena saat mengamati ia bebas membuat catatan. Namun yang berperan lain, harus segera dicatat setelah melakukan pengamatan. Catatan berupa laporan langkah-langkah peristiwa yang dibuat dalam bentuk kategori sewaktu dicatat, atau dapat pula berupa catatan tentang gambaran umum yang singkat tentang transformasi etnonasionalisme sebagai landasan pendidikan cinta tanah air. Kegiatan observasi ini dilakukan berulang kali sampai diperoleh semua data yang diperlukan. Pelaksanaan yang berulang ini memiliki keuntungan dimana informan yang diamati akan terbiasa dengan kehadiran peneliti sehingga informan berperilaku apa adanya (tidak dibuat-buat).

3. Analisis Dokumentasi

Studi dokumentasi adalah mengumpulkan sejumlah dokumen yang diperlukan sebagai bahan data informasi sesuai dengan masalah penelitian. Biasanya dikatakan data sekunder yaitu data yang telah dibuat dan dikumpulkan oleh orang atau lembaga


(37)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

lain. Sebagaimana diungkap Bogdan dalam Sugiyono, (2008, hlm. 329) mengungkapkan :

“In most tradition of qualitative research, the phrase personal document is used broadly to refer to any first person narrative produced by an individual which describes his or her own actions, experience and belief”.

Dokumen dan catatan (dokumen dan record) merupakan sumber informasi yang sangat berguna. Menurut Lincoln dan Guba dalam Alwasilah (2015, hlm. 140), membedakan keduanya dengan batasan sebagai berikut:

Thus we shall use the termn “record” to mean any written or recorded statement prepared by or for an individual or organization for the purpose of attesting to an event or providing an accunting. Examples of records would thus include airline schedules, audit reports, tax forms, government directories, brith certificates, school grade files pupils, and minutes of meetings. The term “document” is used to denote any written or recorded material other than a record that was not prepared spcifically in response to a request from the inquirer (such as a test ar a set of interview notes). examples of documents include letters, diaries, speeches, newspaper editorials, case studies, television scripts, photographs. medical histories, epitaphs and suicide notes.

Maka istilah record dan dokumen berbeda, istilah record merujuk kepada bukti-bukti tertulis yang dapat dijadikan sebagai bukti untuk kepentingan audit dan akutansi. Seperti laporan pajak, catatan rapat dan lainnya. Sedangkan dokumen merujuk kepada catatan selain, seperti surat, teks pidato, koran dan lain sebagainya, yang diminta dan dipersiapkan karena permintaan dari peneliti atau penyidik. Lebih lanjut Menurut Lincoln dan Guba dalam Basrowi dan Suwandi (2008, hlm. 159) dokumen dan record digunakan karena beberapa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan seperti berikut:

1) Dokumen dan record digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya dan mendorong.

2) Berguna sebagai bukti untuk pengujian.

3) Keduanya berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya yang ilmiah, sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam konteks.


(38)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4) Record relatif mursah dan tidak sukar untuk diperoleh, tetapi dokumen harus dicari dan ditemukan.

5) Keduanya tidak reaktif sehingga tidak sukar ditemukan dengan teknik kajian isi.

6) Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.

Pada penelitian ini analisis dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan sejumlah dokumen yang diperlukan sebagai bahan data informasi sesuai dengan masalah penelitian.Analisis dokumen dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber dari arsip dan dokumen baik yang berada dalam museum Kalimantan Selatan ataupun dalam berbagai sumber lainnya, yang ada hubungannya dengan penelitian ini.Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang perkawinan adat banjar, dan civic culture. Dokumentasi digunakan untuk mempelajari berbagai sumber dokumentasi terutama mengenai nilai-nilai budaya yang bergeser pada prosesi perkawinan adat banjat peneliti dapat menjawab masalah-masalah yang terdapat dalam penelitian ini.

3.4Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif, Bogdan dalam Sugiyono, (2013, hlm. 334) menyatakan bahwa “Data analysis is the process of systematically searching and arranging the interview transcripts, fieldnotes, and other materials that you accumulate to increase your own understanding of them and to enable you to present what you have discovered to others”. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.

Penelitian ini, analisis data meliputi “bagaimana upaya pelestarian nilai-nilai budaya sebagai civic culture pada perkawinan suku Banjar di Kalimnatan Selatan”.

Kegiatannya antara lain adalah menyusun data, memasukkannya kedalam unit-unit secara teratur, mensintesiskannya, mencari pola-pola, menemukan apa yang penting dan apa yang harus dipelajari, dan memutuskan apa yang akan dikemukakan kepada


(39)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

orang lain. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya.

Proses analisis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah reduksi data, display data, verifikasi dan penarikan kesimpulan. Untuk mendeskripsikan dan mengeksplanasi peristiwa berdasarkan data atau informasi yang terkumpul, maka harus dilakukan kegiatan-kegiatan yang identik dan sekaligus sebagai pengganti pengukuran dan pengolahan data yang lazim dilakukan dalam tradisi penelitian kuantitatif.

Penelitian ini pada tahap analisis data mengacu pada langkah-langkah yang dipakai oleh Miles dan Huberman (1992, hlm. 16-20 ) bahwa analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, dan

penarikan kesimpulan/vervikasi. Analisis data kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus menerus. Masalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan merupakan rangkaian kegiatan analisis yang saling susul menyusul.

Bagan Komponen-komponen Analisis Data Pengumpulan

data

Reduksi data

Kesimpulan: Penarikan/verifika

si Penyajian


(40)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu (Miles dan Huberman, 1992, hlm 20)

Bagan di atas dapat dijelaskan bahwa tiga jenis kegiatan utama pengumpulan data (reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi) merupakan proses siklus interaktif. Penulis harus siap bergerak di antara empat sumbu kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak balik di antara kegiatan reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

1. Reduksi Data

Reduksi data pada penelitian ini bertujuan untuk mempemudah pemahaman peneliti terhadap data yang telah tekumpul dari hasil penelitian. Dalam hal ini peneliti akan mengumpulkan informasi dan data-data dari narasumber dan dari informasi lain untuk dapat mengkaji secara detail. Rencana pemeriksaan keabsahan data yang digunakan peneliti didasarkan pada klasiifikasi yang diselenggarakan Halpern (Moleong, 2005 hlm. 60) sebagai berikut:

1. Data mentah, termasuk bahan yang direkam secara elektronik, catatan lapangan tertulis, dokumen, foto, dan semacamnya serta hasil survey; 2. Data yang direduksi dan hasil analisis data, termasuk di dalamnya

penulisan secara lengkap catatan lapangan, ikhtisar catatan, informasi yang dibuat per satuan seperti kartu, ikhtisar data kuantitif (jika ada), dan catatan teori seperti hipotesis kerja, konsep dan semacamnya;

3. Rekonstruksi data dan hasil sintesis, termasuk di dalamnya struktur kategori, tema, definisi, dan hubungan-hubungannya; temuan dan kesimpulan; dana laporan akhir dan hubungannya dengan kepustakaan mutakhir, integrasi konsep hubungan dan penafsirannya;

4. Catatan tentang proses penyelenggaraan, termasuk di dalamnya catatan metodologi; prosedur, desain, strategi, rasional; catatan tentang keabsahan data: berkaitan dengan derajat kepercayaan, ketergantungan dan kepastian; dan penelusuran audit;

5. Bahan yang berkaitan dengan maksud dan keinginan, termasuk usulan penelitian, catatan pribadi: catatan reflektif dan motivasi; dan harapan: harapan dan peramalan;

Informasi tentang pengembangan instrument, termasuk berbagai formulir yang digunakan untuk penjajakan, jadwal pendahuluan, format pengamat, dan survey.


(41)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Data yang telah direduksi kemudian disajikan atau ditampilkan (display)

dalam bentuk deskripsi sesuai dengan aspek-aspek penelitian. Menurut Alwasilah (2002, hlm. 164) display ini memiliki tiga fungsi, yaitu mereduksi data dari yang kompleks menjadi nampak sederhana, menyimpulkan interpretasi peneliti terhadap data dan menyajikan data sehingga tampil secara menyeluruh. Penyajian data ini di maksudkan untuk memudahkan peneliti menafsirkan data dan menarik kesimpulan. Display data pada penelitian ini dipergunakan untuk menyusun informasi mengenai Perkawinan adat Banjar pada suku Banjar untuk menghasilkan suatu gambaran dan hasil penelitian secara tersusun.

3. Kesimpulan dan Verifikasi

Penarikan kesimpulan dan verifikasi dilakukan berdasarkan pemahaman terhadap data yang telah dikumpulkan.Sesuai dengan hakikat penelitian kualitatif, penarikan kesimpulan ini dilakukan secara bertahap. Pertama, menarik kesimpulan sementara atau tentatif, namun seiring dengan bertambahnya data maka harus dilakukan verifikasi data dengan cara mempelajari kembali data yang telah ada. Kemudian, verifikasi data juga dilakukan dengan cara meminta pertimbangan dari pihak-pihak lain yang ada keterkaitannya dengan penelitian, yaitu dengan meminta pertimbangan dari sumber-sumber lain, atau dengan cara membandingkan data yang diperoleh dari sumber tertentu dengan sumber-sumber lain. Kesimpulan/ Verifikasi dalam penelitian ini merupakan hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan sehingga dapat menyimpulkan apa yang terjadi dan mengetahui bagaimana upaya pelestarian budaya perkawinan di Kalimantan selatan.

4. Triangulasi

Menurut Sugiono (2013, hlm. 241) menyatakan bahwa “triangulasi teknik, berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan observasi partisipasif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak”. Selanjutnya Mathison dalam Sugiono (2013, hlm. 332) bahwa “the


(1)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sapriya, dkk (2010). Konsep Dasar Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Laboratorium PKn UPI Press.

Saebani, A.B. (2012). Pengantar Antropologi. Bandung: Pustaka Setia.

Seman,S. (2003). Perkawinan Adat Banjar Kalimantan Selatan. Banjarmasin. Bina Budaya Banjar.

Setiadi, Elly (2007). Ilmu sosial dan budaya dasar.Jakarta: Putra Grafika.

Somantri. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Remadja Rosdakarya.

Sugandhy, et al. (2007). Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sugiono.(2011). Metode Penelitian Pendidikan (PendekatanKuantitatif, Kualitatifdan R & D). Bandung: Alfabeta.

Sugiono.(2013). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatifdan R & D). Bandung: Alfabeta.

Supardi, Imam. (2003). Lingkungan Hidup dan Pelestariannya. Bandung: Alami. Soekanto, Soerjono. (2012). Hukum Adat Indonesia. Jakarta. PT Rajagrafindo

Persada.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagai Dasar Hukum Keluarga Indonesia.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 29 ayat (2). Turner, B.S. (Eds). (2006). The Cambridge Dictionary of Sociology. United

Kingdom: Cambridge University Press.

Wahab, A., dan Sapriya. (2011). Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Alfabet.


(2)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Winataputra,U.S. (2006). Pendidikan Kewarganegaraan dalam prespektif Pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,(Gagasan, Instrumentasi, dan Praksisi). Bandung : Widya Aksara Press.

Winataputra, U.S dan Budimansyah, B. (2012).Civic Education: Konteks, Landasan, Bahan Ajar, dan KulturKelas. Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan SPS UPI Bandung.

Winataputra, S. U. dan Budimansyah, D, (2012b). Civic Education: Konteks, Landasan, Bahan Ajar, dan Kultur Kelas. Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan SPS UPI Bandung.

Winataputra, U.S. (2012). Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Perspektif Pendidikan Untuk Mencerdaskan Kehidupan Bangsa (Gagasan, Instrumentasi, dan Praksis). Bandung: Widya Aksara Press.

Wiranata, I Gede A.B. (2011). Antropologi Budaya. Bandung; PT Citra AdityaBakti. Wignjodipoere, Soerjono. (1988). Asas-asas Hukum Adat, Jakarta:GunungAgung.

Wulansari, D.C. (2009). Sosiologi Konsep dan Teori. Bandung: Rafika Aditama. Jurnal, Makalah, dan Penelitian terdahulu

Alviansyah.(2013) Pengaruh Globalisasi Dan Perubahan Budaya Dari Masyarakat Kota Indonesia.

As’arie. D. (2012). Suatu KajianTentangNilaiBudayaPestaPecung di Masyarakat Kesugengan Kidul Kabupaten Cirebon ditinjau dari “Civic Culture.

Skripsi, FIPS, Universitas Pendidikan Indonesia.

Creswell. John W . (1994). Reserach Design Qualitative & Quantitative Approaches.

California: Sage Publications.

Dono, Agus Karmadi. (2007). Budaya Lokal Sebagai Warisan Budaya Dan Upaya Pelestariannya. Makalah disampaikan pada Dialog Budaya Daerah Jawa Tengah yang diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah, di Semarang.


(3)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Erna Ferina Manalu. (2012). Pernikahan Sebagai Identitas Diri (Studi Fenomenologi Tentang Pernikahan Campur Suku Batak dengan Suku Lainnya Di Banjarmasin, Kalimantan Selatan) .Tesis, Universitas Padjadjaran.

Erwinsyahbana Tengku. (2012). Sistem Hukum Perkawinan Pada Negara Hukum Berdasarkan Pancasila. Jurnal Ilmu Hukum Volume 3 No. 1 2012.

Ernawi. (2009) Kearifan Lokal Dalam Perspektif Penataan Ruang, makalah utama pada Seminar Nasional Kearifan Lokal Dalam Perencanaan dan Perancangan Lingkungan Binaan. Malang: Arsitektur Unmer.

Elfida, Diana. (2012). Penyesuaian Perkawinan Ditinjau dari Beberapa Faktor Demografi. Jurnal Psikologi Fakultas Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau. Gunamantha, I Made. (2010). Pendidikan Untuk Pembangunan Berkelanjutan:

Mengapa, Apa Dan Bagaimana. Jurnal Pendidikan Dan Pengajaran, Jilid 43, Nomor 3, Oktober 216 2010.

Hadiwinoto, S. “Beberapa Aspek Pelestarian Warisan Budaya”. Makalah

disampaikan pada Seminar Pelestarian dan Pengembangan Masjid Agung Demak, di Demak, 17 Januari 2002.

Iis Ardhianita dan Budi Andayani .(2011). Kepuasan Pernikahan Ditinjau dari Berpacaran dan Tidak Berpacaran. Jurnal PsikologiVolume 32, No. 2, 101-111. Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada ISSN: 0215-8884.

Islamuddin (2014 ). Nilai-Nilai Kearifan Lokal Sebagai Civic Culture Pada Budaya Suku Talang Mamak. (Studi Etnografi Pada Masyarakat Kecamatan Rakit Kulim, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau). Tesis, Universitas Pendidikan Indonesia.

Kafiar, P, Frans. (2013) Kearifan Lokal Suku Amungme Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan Di Kabupaten Mimika Papua. Jurnal Ekosains Vol. V No. 1 Maret 2013. Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Cenderawasih


(4)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Lutfi, M. Chakim. (2012) Perkawinan Menurut Hukum Adat Dan Menurut Hukum Islam. http://www.lutfichakim.com/2012/01/perkawinan-menurut-hukum-adat-dan.html

Mahrus Ali. (2010). Akomodasi Nilai-Nilai Budaya Masyarakat Madura Mengenai Penyelesaian Carok Dalam Hukum Pidana. Jurnal Hukum No. 1 Vol. 17 Januari 2010: 85 – 102 Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.

Mahanggi, Wulandari. (2013). Pergeseran Perkawinan Secara Adat Di Desa Huluduotamo (Suatu Penelitian Di Desa Huluduotamo Kecamatan Suwawa Induk Kabupaten Bone-Bolango) .Jurnal Fakultas IlmuSosial. Universitas Negeri Gorontalo .

Manan, Bagir. (2009). Keabsahan dan Syarat-Syarat Perkawinan antar orang Islam menurut UU No. 1 Tahun 1974, makalah disampaikan dalam Seminar Nasional dengan tema Hukum Keluarga dalam Sistem Hukum Nasional antara Realitas dan Kepastian Hukum.

Niat, AdilGulom.( 2012). Degradasi Budaya Dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Nias Di Denpasar. JurnalFakultasSastraUniversitasUdayana. Issn:2302-7304 Volume 1, Nomor 1, Desember 2012

Nuris M, Syaikhu. (2013). Bentuk Komunikasi Dalam Akulturasi Budaya Di Samarinda (Studi Pada Masyarakat Dan Suku Banjar Di Kelurahan Pelita, Kecamatan Samarinda Ilir, Kota Samarinda). Journal Ilmu Komunikasi, 2013, 1 (2): 318 – 235. ilkom.fisip-unmul.ac.id.

Sartini, Ni Wayan. (2009). Menggali Nilai Kearifan Lokal Budaya Jawa Lewat Ungkapan (Bebasan, Seoka, dan Paribasa). Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume V No. 1 April 2009.

Siswadi, Taruna Tukiman, dkk. (2011). Kearifan Lokal Dalam Melestarikan Mata Air (StudiKasus Di DesaPurwogondo, KecamatanBoja, Kabupaten Kendal.

Jurnal Ilmu Lingkungan. Volume 9, Issue 2: 63-68 (2011) Program Studi Ilmu Lingkungan Program PascaSarjana Undip.


(5)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Smith, L. 1996. “Significance Concepts in Australian Management Archaeology”

dalam L. Smith dan A. Clarke (eds). Issue in Managemen t Archaeology, Tempus, vol 5.

Tantu, Asbar (2012). Arti Pentingnya Pernikahan. Makalah UNESCO. Sustainable Development. 2005.

Zannah, Usfatun. (2014). Makna Prosesi Perkawinan Jawa Timur Sebagai Kearifan Lokal (Pendekatan Etnografi Komunikasi Dalam Upacara Tebus Kembar Mayang Di Desa Jatibaru Kecamatan Bungaraya Kabupaten Siak Provinsi Riau). J ournal FISIP Volume 1 No.2 – Oktober 2014. Universitas Riau.

Internet

http://sibaranimelin.blogspot.com/2014/01/pergeseran-perspektif-dan-budaya-pada.html (Diakses 2 Maret 2015)

http://metalblogku.blogspot.com/2012/02/suku-bangsa-di-kalimantan-selatan.html (Diakses 2 Maret 2015)

http://newportbeach-wahyu4.blogspot.com/p/sejarah-provinsi-kalimantan-selatan.html (Diakses 3 Maret 2015)

http://petabudaya.belajar.kemdikbud.go.id/nasional/pengantin_adat/ (Diakses 15 maret 2015)

http://maulanaazis.blogspot.com/2013/01/pengaruh-globalisasi-terhadap-gaya-hidup.html (Diakses 12 Maret 2015)

http://ratna-ayu.blogspot.com/2010/05/apa-itu-filsafat-arti-kata-filsafat.html (Diakses 25 Maret 2015)

http://imungblog.blogspot.com/2013/03/melestarikan-dan-menjaga-kebudayaan html. (Diakses 25 Maret 2015)

http://rzaharani.blogspot.com/2012/03/kebudayaan-daerah-merupakan-sumber.html (Diakses 10 april 2015)


(6)

Sriwati, 2015

UPAYA PELESTARIAN NILAI-NILAI BUDAYA SEBAGAI CIVIC CULTURE PADA PERKAWINAN SUKU BANJAR DI KALIMANTAN SELATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

https://asepmahpudz.wordpress.com/2014/01/30/relevansi-pendidikan- kewarganegaraan-dalam-pengembangan-nilai-kebangsaan-dan-soft-skills-mahasiswa-di-perguruan-tinggi/

(Diakses 10 mei 2015)

http://protuslanx.wordpress.com 2010 (Diakses 4 Juni 2015) Surat Kabar/ Majalah

Banjarmasinpost.co.id/m rismannor (16/11/2014). Banjarmasinpost.co.id/yayufathilal(13/8/2014).