PEWARISAN NILAI-NILAI TARAWANGSA UNTUK MENGEMBANGKAN BUDAYA KEWARGANEGARAAN (CIVIC CULTURE).

(1)

Yuyun Yuniati, 2013

No Daftar FPIPS : 1451/UN.40.2.2/PL/2013

PEWARISAN NILAI-NILAI TARAWANGSA UNTUK MENGEMBANGKAN BUDAYA KEWARGANEGARAAN (CIVIC

CULTURE)

(Studi Kasus Di Desa Rancakalong, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

Oleh

YUYUN YUNIATI (0900797)

JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

Yuyun Yuniati, 2013

PEWARISAN NILAI-NILAI TARAWANGSA

UNTUK MENGEMBANGKAN BUDAYA

KEWARGANEGARAAN (

CIVIC CULTURE

)

(Studi Kasus Di Desa Rancakalong,

Kecamatan Rancakalong, Kabupaten

Sumedang)

Oleh

YUYUN YUNIATI

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Yuyun Yuniati 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

Yuyun Yuniati, 2013

LEMBAR PENGESAHAN

PEWARISAN NILAI-NILAI TARAWANGSA UNTUK MENGEMBANGKAN BUDAYA KEWARGANEGARAAN (CIVIC

CULTURE)

(Studi Kasus Di Desa Rancakalong, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang)

Oleh

YUYUN YUNIATI (0900797)

Disetujui dan Disahkan Oleh: Mengetahui

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah, M.Si NIP. 19620316 198803 1 003

Pembimbing II

Dra. Iim Siti Masyitoh, M.Si. NIP. 19620102 198608 2 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

Syaifullah, S.Pd, M.Si NIP. 19721112 199903 1 001


(4)

Yuyun Yuniati, 2013

Skripsi ini telah di uji pada tanggal 31 Januari 2013 Panitia ujian sidang terdiri atas:

Ketua

Prof.Dr.H. Karim Suryadi, M.Si NIP.19700814 199402 1 001

Skretaris

Syaifullah.S.Pd., M.Si. NIP. 19721112 199903 1 001

Penguji terdiri atas:

Penguji I

Prof.Dr.H. Karim Suryadi, M.Si NIP.19700814 1994022 1 001

Penguji II

Syaifullah.S.Pd., M.Si. NIP. 19721112 199903 1 001

Penguji III

Drs. Rahmat. M.Si


(5)

Yuyun Yuniati, 2013

LEMBAR PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “PEWARISAN NILAI-NILAI TARAWANGSA UNTUKMENGEMBANGKAN BUDAYA KEWARGANEGARAAN (CIVIC CULTURE) ini adalah sepenuhnya karya saya sendiri. Tidak ada bagaian di dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain dan saya tidak melakukan penjiplakan dan pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat akademik. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini.

Bandung, Januari 2013 Yang membuat pernyataan


(6)

Yuyun Yuniati, 2013

ABSTRAK

Judul Penelitian: Pewarisan Nilai-Nilai Tarawangsa untuk Mengembangkan Budaya Kewarganegaraan (Civic Culture)

Skripsi ini berisi hasil penelitian tentang pewarisan nilai-nilai tarawangsa untuk mengembangkan budaya kewarganegaraan (civic culture) yang dilakukan di Desa Rancakalong, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang. Penelitian ini melibatkan warga Desa Rancakalong sebagai pemilik dari kesenian tarawangsa, DISBUDPAR Kabupaten Sumedang, satu orang guru dan siswa dari SD, SMP, SMA Rancakalong yang menjadi agen pewarisan regenarisasi untuk melestarikan kesenian tarawangsa, satu orang sesepuh Desa Rancakalong dan enam rurukan dari Kecamatan Rancakalong yang menjadi sesepuh adat serta lima orang penari kesenian tarawangsa. Menurut penelitian terdahulu bahwa terdapat tiga faktor yang menentukan hidup dan matinya suatu kesenian ialah kesenian itu sendiri, seniman penggarap dan masyarakat pendukungnya. Permasalahan yang terjadi pada kesenian tarawangsa, yaitu generasi muda kurang berminat terhadap kesenian tarawangsa, mereka lebih menggemari kesenian modern di bandingkan kesenian tradisional daerahnya sendiri proses regenarisasi menjadi sulit dilaksanakan para sesepuh kesenian ini pun tergolong telah berusia lanjut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif, data-data yang diperoleh dari informan di lapangan dianalisis tanpa menggunakan angka. Data di peroleh dari hasil observasi, wawancara, catatan lapangan, studi kepustakaan, dan studi dokumentasi. Dari keseluran penelitian yang dilakukan ada beberapa hal yang ditemukan bahwa dalam kesenian tarawangsa terdapat nilai-nilai pengembangan dari budaya kewarganegaraan (civic culture) seperti, gotong royong, kerjasama, ikhlas tanpa pamrih, kekeluargaan, kebersamaan dll, yang dapat diaplikasikan di dalam kehidupan sehari hari sebagai bentuk pewarisan nilai-nilai tarawangsa untuk pengembangan budaya kewarganegaraan (civic culture).


(7)

Yuyun Yuniati, 2013

ABSTRACT

Research Title: Inheiring Tarawangsa Values For Expand Civic Culture

Skripsi contents produk research about inheriting tarawangsa values for expand civic culture in Rancakalong village. Research citizen Rancakalong village as owner from tarawangsa art, DISBUDPAR Sumedang village, one person teacher and student from Rancakalong elementary school, Rancakalong lower secondary school, and upper secondary school become agent inheriting regenaritation for continue tarawangsa art, one person elders Rancakalong village, and five person art tarawangsa dancer. Follow research previously that there is try factor determine art be alive and be dead iis art self, the process of making artist and Rancakalong citizen. Problem happen at on tarawangsa art, that is young generatitation less procivility at or to tarawangsa art, they more like modern art that tradisional art territory self process regeneratitation become difficult art eldert included, already attain the age og advance. Method use research is case study with kuantitatif, data can be for informan at field, analisys without make numeral. Data at result for yield research, interview, file not, study literature and study documentation. Totality research can be there is some thing find that art tarawangsa can be values for civic culture as mutual corporation, sincere, family, togetherness at all, can be inside live day as shape inheriting values tarawangsa art for inheriting civic culture.


(8)

Yuyun Yuniati, 2013

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Definisi Konseptual ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

A. Kajian Tentang Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia ... 11

1. Sifat Umum Masyarakat Indonesia ... 11

2. Kebudayaan Nasional Indonesia ... 14

B. Sosialisasi Kebudayaan ... 17

1. Pendidikan Dalam Ruang Lingkup Kebudayaan ... 17

2. Penerusan Kebudayaan ... 19

C. Kajian Tentang Sistem Nilai ... 20


(9)

Yuyun Yuniati, 2013

2. Watak Nilai ... 21

3. Sistem Nilai ... 22

4. Macam-Macam Nilai ... 23

D. Kajian Tentang Kesenian Tarawangsa ... 25

1. Sejarah Kesenian Tarawangsa... 25

2. Pertunjukan Kesenian Tarawangsa ... 28

3. Pemain Kesenian Tarawangsa... 31

4. Pengiring Tarian Kesenian Tarawangsa... 34

5. Lagu-lagu Pada Seni Tarawangsa ... 36

6. Urutan Upacara Berdasarkan Iringan Lagu... 36

7. Bentuk Simbol Pada Tarian Tarawangsa ... 38

8. Tarawangsa Sebagai Pranata Sosial ... 41

E. Kajian Tentang Budaya Kewarganegaraan ... 44

1. Pengertian Budaya Kewarganegaraan (civic culture) ... 44

2. Keterkaitan Antara Culture dan Civic Cultur ... 48

3. Elemen Civic Culture ... 50

4. Pengembangan Civic Culture ... 52

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 53

A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 53

B. Tekhnik Pengumpulan Data ... 54

C. Tahap Penelitian ... 60

D. Pengujian Keabsahan Data ... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 69

A. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI SUBJEK PENELITIAN. ... 69

1. Lokasi dan Sejarah Kesenian Tarawangsa di Desa Rancakalong ... 69

2. Susunan Acara Kesenian Tarawangsa ... 72

3. Peralatan Yang Digunakan Dalam Kesenian Tarawangsa ... 74

4. Lagu Pada Kesenian Tarawangsa... 76


(10)

Yuyun Yuniati, 2013

B. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN. ... 78 1. Nilai-nilai Yang Terkandung dalam Kesenian Tarawangsa Dalam

Kaitanya

Untuk Mengembangkan Budaya Kewarganegaraan ... 78 2. Upaya Mewariskan Nilai-nilai Kesenian Tarawangsa Kepada Generasi

Muda ... 85 3. Pemahaman Dan Apresiasi Generasi Muda Terhadap Kesenian

Tarawangsa ... 86 4. Kendala Yang Dihadai Dalam Proses Pewarisan Nilai-nilai Dari Kesenian Tarawangsa Kepada Generasi Muda ... 88 5. Upaya Berbagai Pihak Agar Budaya Kewarganegaraan Dapat

Diwariskan ... 89 6. Kendala Yang Terjadi Pada Pelaksanaan Pewarisan Nilai-nilai

Tarawangsa Untuk Mengembangkan Budaya Kenegaraaan

(civic culture) ... 91 7. Upaya Untuk Mengatasi Kendala Yangt Terjadi Pada Pelaksanaan

Pewarisan Nilai-nilai Tarawangsa Untuk Mengembangkan Budaya

Kewarganegaraan (civic culture) ... 92 C. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 93

1. Nilai-nilai Budaya Yang Terkandung Dalam Kesenian Tarawangsa

Dalam Kaitannya Untuk Mengembangkan Budaya Kenegaraan... 93 2. Upaya Pewarisan Nilai-nilai Tarawangsa Kepada Generasi Muda .... 109 3. Pemahaman Dan Apresiasi Generasi Muda Terhadap Kesenian

Tarawangsa ... 111 4. Kendala Yang Dihadapai Dalam Proses Pewarisan Nilai-nilai Dari


(11)

Yuyun Yuniati, 2013

5. Upaya Berbagai Pihak Agar Nilai-nilai Budaya Kewarganegaraan (civic

culture) Dapat Diwariskan Kepada Generasi Muda ... 114

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 117

A. Kesimpulan ... 117

B. Rekomendasi ... 119

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

Yuyun Yuniati, 2013

DAFTAR GAMBAR

Gambar 01 ... 95 Gambar 02 ... 97 Gambar 03 ... 98


(13)

Yuyun Yuniati, 2013

DAFTAR LAMPIRAN

Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Hasil Wawancara

File Note

Matrik Penelitian


(14)

Yuyun Yuniati, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia dan kebudayaan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Kebudayaan tidak akan tercipta jika tidak ada manusia yang melestarikanya, karena manusia merupakan bagian utama dari masyarakat yang membentuk kebudayaan. Masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian, tak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya. Walaupun secara teoritis dan untuk kepentingan analitis, kedua persoalan tersebut dapat dibedakan dan dipelajari secara terpisah. Dalam kehidupan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan soal kebudayaan. Juga dalam kehidupan sehari-hari orang tidak mungkin berurusan dengan hasil hasil kebudayaan.

Secara terminologi kata “kebudayaan” berasal dari (bahasa sansakerta)

buddhayah yang merupakan bentuk jamak kaya buddhi yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal. Adapun istilah culture yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari kata latin colere. Artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau bertani. Dari asal arti tersebut yaitu colere

kemudian culture, diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.

Kebudayaan menurut Soekanto (2000: 200) memiliki definisi yang berbeda satu sama lain, tapi setiap kebudayaan mempunyai sifat hakiki yang berlaku umum, yaitu:

Kebudayaan itu adalah hasil ciptaan manusia atau produk yang bersangkutan dengan akal yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat dan didapat melalui sebuah proses belajar. Kebudayaan itu merupakan suatu totalitas yang kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian,


(15)

2

Yuyun Yuniati, 2013

moral, hukum, adat istiadat dan berwujud nilai–nilai, norma-norma, tindakan berpola manusia serta benda–benda hasil karya manusia.

Dari pengertian kebudayaan tersebut, jelas bahwa kebudayaan meliputi bidang yang luasnya seolah-olah tidak ada batasnya. Dengan demikian akan sulit sekali mendapatkan pembatasan pengertian atau definisi yang tegas dan terinci yang mencakup segala sesuatu yang seharusnya termasuk dalam pengertian tersebut. Dalam pengertian sehari-hari, istilah kebudayaan sering diartikan sama dengan kesenian, terutama seni suara dan seni tari. Akan tetapi apabila istilah kebudayaan diartikan menurut ilmu-ilmu sosial, maka kesenian merupakan salah satu bagian saja dari kebudayaan.

Masyarakat Indonesia terkenal sebagai bangsa yang kaya akan khazanah kebudayaan, kebudayaan inilah yang membentuk masyarakat Indonesia menjadi bangsa yang memiliki beranekaragam kebudayaan. Kebudayaan inilah yang menjadi salah satu ciri khas dari masyarakat Indonesia. Dengan beragamnya kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia di harapkan dapat juga melestarikan kebudayaan Indonesia terutama budaya daerahnya sendiri, ditengah arus globalisasi dewasa ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan berkembangnya arus globalisasi membawa dampak positif maupun negatif di segala bidang kehidupan. Berdampak positif, ketika globalisasi dapat membantu manusia dalam menyelesaikan segala kebutuhanya, namun juga berdampak negatif ketika globalisasi dapat mengikis kebudayaan yang menjadi ciri khas dari suatu bangsa.

Berbicara masalah kebudayaan, terdapat sebuah kebudayaan yang khas, yaitu kesenian tarawangsa yang merupakan salah satu kesenian tradisonal yang hidup dan berkembang di Rancakalong, yang merupakan sebuah desa sekaligus kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang. Sebagian besar penduduknya, sejak masa silam hingga kini, mengandalkan hidup dari bersawah dan bercocok tanam. Karena itu pula, kultur masyarakat daerah ini seakan menyatu dengan alam. Kesenian tarawangsa merupakan sebuah kesenian yang diiringi oleh alat musik sederhana, biola purba dua


(16)

3

Yuyun Yuniati, 2013

dawai dan jentreng atau kacapi dengan tujuh dawai. Kesenian tarawangsa disajikan dalam perpaduan antara musik dan tari, sehingga membentuk suatu pertunjukan yang utuh.

Kesenian tarawangsa merupakan kesenian yang khas dan unik, serta memiliki nilai sejarah dan filosofis yang tinggi. Bernilai sejarah, karena kesenian tarawangsa memiliki sejarahnya tersendiri yang berhubungan dengan tradisi nenek moyang terdahulu. Kesenian tarawangsa sejauh ini belum ditemukan kesenian sejenis yang ada di daerah lain, yang merupakan ciri khas tersendiri dari masyarakat Rancakalong, yang merupakan kearifan lokal dan bahkan sudah dikenal oleh negara lain. Dan uniknya dalam kesenian tarawangsa ini di mana nilai-nilai budaya kewarganegaraan

(civic culture) terdapat dalam kebiasaan yang dilakukan seperti kerjasama, gotong royong. Kerjasama dan gotong royong ini terlihat ketika masyarakat Rancakalong bekerjasama dalam acara kesenian tarawangsa ini, kemudian di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, dan gotong royong dapat terlihat pula ketika sebelum kesenian tarawangsa dimulai masyarakat bergotong royong menyiapakan segala sesuatu yang dibutuhkan.

Budaya kewarganegaraan (civic culture) harus dipelihara oleh setiap masyarakat. Hal ini supaya nilai-nilai luhur yang terdapat dalam kesenian tarawangsa ada dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga identitas warga negara dapat terlihat. Selaras dengan yang diungkapkan oleh Winataputra dan Budimansyah (2007: 220) tentang budaya kewarganegaraan (civic culture) sebagai berikut:

Budaya kewarganegaraan (civic culture) merupakan budaya yang menopang kewarganegaraan yang berisikan seperangkat ide-ide yang dapat diwujudkan secara efektif dalam refresentasi kebudayaan untuk tujuan pembentukan identitas warga negara, identitas bangsa harus ada dalam setiap warga negara, karena dengan identitas bangsa memiliki ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bangsa lain.

Di daerah ini, masih cukup banyak kebiasan dari nenek moyang yang dipertahankan menjadi semacam adat atau tradisi. Selain dapat dilihat dari banyaknya


(17)

4

Yuyun Yuniati, 2013

event kesenian dan tradisi yang kini menjadi agenda pariwisata, seperti upacara adat ngalaksa dan juga beberapa jenis kesenian tradisionsl masih tetap mewarnai kehidupan warga di sana. Bahkan, desa ini pula memiliki kawasan desa wisata sebagai miniatur kebudayaan masyarakat sekitar, sekaligus sentralisasi budaya setempat untuk dipragmentasikan kepada masyarakat.

Dalam kesenian tarawangsa tentu saja terdapat sistem nilai yang dipertahankan oleh warga masyarakat, di mana sistem nilai ini berfungsi bagi kehidupan karena dijadikan sebagai pedoman hidup masyarakatnya, serta sebagai salah satu usaha untuk memepertahankan kesenian tarwangsa dari kepunahan.

Mengenai sistem nilai budaya, M. Munandar (2010:30) mengungkapkan bahwa nilai budaya berfungsi sebagai ”Sistem nilai budaya itu demikian kuatnya meresap dan berakar di dalam jiwa masyarakat sehingga sulit diganti atau diubah dalam waktu yang singkat. Sistem nilai budaya masyarakat menyangkut maslah pokok bagi kehidupan manusia”.

Nilai budaya tidak mudah diganti ataupun dihilangkan, karena nilai budaya seperti yang telah diungkapkan diatas merupakan sesuatu yang baik dan dianggap bernilai dan dijadikan sebagai peoman bertingkah laku Ternyata dalam kesenian tarawangsa juga terdapat nilai-nilai luhur yang harus dilestarikan seperti gotong royong. Hal ini merujuk bahwa dalam kesenian tarawangsa yang di selenggarakan oleh masyarakat Rancakalong terdapat nilai-nilai budaya kewarganegaraan (civic culture) yang masih dipelihara dengan baik oleh masyarakat Rancakalong seperti kerjasama dan gotong royong. Karena, kita mengetahui bahwa sekarang ini nilai-nilai tersebut kian hari semakin luntur. Orang lebih bersifat individual (sifat mementingkan diri sendiri) di bandingkan dengan memahami kepentingan orang lain.

Tak dapat dipungkiri bahwa dalam kesenian tradisonal, tidak akan lepas dari tiga faktor yang menentukan hidup dan matinya suatu kesenian. Ke tiga faktor tersebut ialah kesenian itu sendiri seniman penggarap dan masyarakat pendukungnya.


(18)

5

Yuyun Yuniati, 2013

Permasalahan yang terjadi pada kesenian tarawangsa, seiring dengan perkembangan jaman yang setiap hari tentu saja mengalami perubahan, generasi muda kurang berminat terhadap kesenian tarawangsa, mereka lebih menggemari kesenian modern di bandingkan kesenian tradisional daerahnya sendiri proses regenarisasi menjadi sulit dilaksanakan. Bahkan banyak dalam event kesenian tarawangsa yang menjadi titik sentral utama yaitu kaum tua bukan generasi muda. Para sesepuh kesenian ini pun tergolong telah berusia lanjut. Haruskah kesenian ini punah tanpa ada usaha untuk melestarikan kesenian tersebut?

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai pengembangan budaya kewarganegaraan (civic culture) yang ada di daerah Rancakalong dengan menitik beratkan pada pewarisan nilai-nilai tarawangsa yang ada. Maka dalam penelitian ini, peneliti mengangkat judul “Pewarisan Nilai–nilai Tarawangsa untuk Mengembangkan Budaya Kewarganegaraan (Civic Culture)” (Studi Kasus di Desa Rancakalong, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang)

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah maka, permasalahan pokok penelitian adalah mengapa pewarisan nilai-nilai tarawangsa kepada generasi muda mengalami hambatan dalam membina budaya kewarganegaraan “civic culture”?

Agar pokok permasalahan lebih terinci, maka peneliti menjabarkan dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Nilai–nilai apa saja yang terkandung dalam kesenian tarawangsa?

2. Bagaimana upaya mewariskan nilai–nilai kesenian tarawangsa kepada generasi muda?

3. Bagaimana pemahaman dan apresiasi generasi muda terhadap kesenian tarawangsa?


(19)

6

Yuyun Yuniati, 2013

4. Bagaimana kendala yang dihadapi dalam proses pewarisan nilai-nilai dari kesenian tarawangsa kepada generasi muda?

5. Bagaimana upaya berbagai pihak agar nilai-nilai budaya kewarganegaraan

(civic culture) dapat diwariskan kepada generasi mu C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah, secara umum penelitian ini selain bertujuan untuk menyelesaikan studi pada jenjang S1 dalam bidang Pendidikan Kewarganegaraan mendapatkan gambaran secara aktual dan faktual mengenai

Pewarisan nilai-nilai tarawangsa untuk mengembangkan budaya kewarganegaraan

“(civic culture)”.

Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Nilai–nilai yang terkandung dalam kesenian tarawangsa,

2. Upaya pewarisan nilai–nilai kesenian tarawangsa kepada generasi muda, 3. Pemahaman dan apresiasi generasi muda terhadap kesenian tarawangsa, 4. Kendala yang dihadapi dalam mewariskan nilai-nilai kesenian tarawangsa

kepada generasi muda?

5. Upaya berbagai pihak, agar nilai-nilai budaya kewarganegaraan (civic culture) dapat diwariskan kepada generasi muda.

D. Manfaat Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti berharap agar setelah penelitian ini selesai dapat memberikan mafaat kepada pihak–pihak yang memerlukan. Diantaranya yaitu :

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberika sumbangan pengetahuan yang digunakan dalam rangka mengetahui nilai–nilai luhur yang terkandung dalam kesenian tarawangsa dan juga pengembangan budaya kewarganegaraan (civic culture) khususnya dalam konsep pendidikan


(20)

7

Yuyun Yuniati, 2013

kewarganegaraan. Serta, memberikan sumbangan pengetahuan tentang hukum adat sebagai salah satu sarana melestarikan budaya daerah.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

a. Bagi peneliti, manfaat penelitian ini, yaitu: Peneliti perlu mengangkat, memperkenalkan serta melestarikan kesenian tarawangsa ini ke masyarakat luas karena kesenian ini memiliki nilai–nilai luhur yang patut dilestarikan. b. Bagi pemuda, manfaat penelitian ini, yaitu :

1) Meningkatkan rasa kebersaman dan rasa kekeluargaan sehingga mampu mempererat tali silaturahmi diantara masyarakat,

2) Mampu merubah pola pikir masyarakat menjadi lebih baik,

3) Mampu melestarikan dan menerapkan nilai–nilai luhur yang terkandung dalam kesenian tarawangsa serta diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Bagi pemerintah daerah, penelitian ini, yaitu:

1) Menjaga supaya kekayaan budaya di daerah tidak musnah di tengah arus globalisasi

2) Dinas Budaya dan Pariwisata (DISBUDPAR) Kabupaten Sumedang supaya memberikan apresiasi mengenai kesenian tarawangsa kepada masyarakat luas.

d. Bagi institusi/jurusan

1) Penelitian ini dapat menjadi sumbangan pengetahuan dan keilmuwan pengetahuan dan keilmuwan mengenai pewarisan budaya


(21)

8

Yuyun Yuniati, 2013

kewarganegaraaan (civic culture) yang merupakan salah satu ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan

2) Sebagai sarana pengembangan budaya kewarganegaraan (civic culture) sehingga mampu diaplikasikan secara luas dalam dunia pendidikan terutama jurusan pendidikan kewarganegaraan.

E. Definisi Konseptual

Untuk menghindari kekeliruan dalam mengartikan istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka peneliti membatasi pengertian dari setiap istilah tersebut sebagai berikut:

1. Nilai yang diterima sebagai konsep yang diinginkan dalam literatur dalam ilmu sosial adalah hasil pengaruh seleksi perilaku. Batasan nilai yang sempit adalah adanya suatu perbedaan penyusunan antara apa yang dibutuhkan dan apa yang diinginkan dengan apa yang seharusnya dibutuhkan, nilai-nilai disusun secara hierarkis. Kluckhohn dalam M. Munandar (2010:35)

2. Sistem nilai itu tidak tersebar secara sembarangan, tetapi menunjukan serangkaian hubungan yang bersifat timbal balik, yang menjelaskan adanya tata tertib di dalam suatu masyarakat. Di dalam nilai tersebut kadang-kadang terdapat berbagai konsepsi yang hidup didalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang dianggap bernilai dalam hidup. 3. Tarawangsa merupakan salah satu jenis kesenian rakyat yang ada di Jawa

Barat, istilah tarawangsa sendiri mempunyai dua pengertian, pertama alat musik gesek yang memiliki dua dawai yang terbuat dari kawat baja atau besi, yang kemudian terdiri dari dua lamar nu dibeungket (dua helai yang diikat) dan tujuh lamar kawat nu dipetik (tujuh helai yang dipetik). Dan yang kedua


(22)

9

Yuyun Yuniati, 2013

Rancakalong. Secara bahasa, tarawangsa berarti narawang kanu Kawasa

(melihat pada yang Kuasa/Tuhan) sebagai ungkapan syukur atas limpahan rejeki. Pupung (2012)

4. Budaya kewarganegaraan atau civic culture merupakan budaya yang menopang kewarganegaraan yang berisikan seperangkat ide-ide yang dapat diwujudkan secara efektif dalam representasi kebudayaan untuk tujuan pembentukan identitas warga Negara. Budimansyah dan Winataputra (2007:220)

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Bab I, yaitu pendahuluan. Merupakan bagian awal dari penelitian, dalam bab ini terbagi–bagi dalam beberapa sub bab seperti: latar belakang masalah, yang berisikan mengenai mengapa masalah yang diteliti itu timbul dan apa yang menjadi alasan peneliti mengangkat masalah tersebut. Selain latar belakang masalah, dalam penelitian ini terdapat pula rumusan masalah dan pertanyaaan penelitian dibuat agar penelitian menjadi lebih terfokus. Tujuan penelitian bertujuan untuk menyajikan hal yang ingin dicapai setelah melaksanakan penelitian. Terdapat pula manfaat penelitian dan sistematika penelitian.

Bab II, merupakan landasan teoritis. Bab ini sangat penting karena melalui kajian pustaka ditunjukan dari teori yang sedang dikaji dan kedudukan masalah peneliti dalam bidang ilmu yang diteliti. Sub kedua menjelaskan mengenai masyarakat, kebudayaan, nilai–nilai budaya definisi civic culture, kesenian


(23)

10

Yuyun Yuniati, 2013

tarawangsa dan nilai yang terkandung dalam kesenian tarawangsa apabila ditinjau dari civic culture.

Bab III, yaitu metode penelitian. Bab ini merupakan pengajaran lebih rinci mengenai metode penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitianya. Lebih jelasnya yaitu langkah – langkah apa saja yang akan ditempuh dalam penelitian, sub bab selanjutnya terdapat pula pendekatan dan metode penelitian, lokasi dan subjek penelitian, tehnik pengumpulan data, instrument penelitian, tehnik pengolahan dan analisis data.

Bab IV, merupakan pembahasan. Pada bab ini berisikan hasil penelitian, dalam hal ini peneliti akan menguraikan hasil–hasil data yang telah diolah peneliti serta adanya analisis dari hasil penegelolahan tersebut. Dalam bab ini pula digambarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Bab V, penutup. Bab ini adalah bab yang terakhir, dalam bab ini disajiakan penafsiran atau pemaknaan penelitian berupa kesimpulan terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan. Selain kesimpulan adapula saran yang bertolak dari titik lemah atau kekurangan didapat selama penelitian.

Setelah memaparkan beberapa isi dari beberapa bab, maka bagian yang terakhir adalah menampilkan daftar pustaka. Daftar pustaka memuat semua sumber tertulis yang digunakan dalam penyusunan skripsi.


(24)

Yuyun Yuniati, 2013

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Peran metodologi sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu penelitian. Salim (2006:11) mengungkapkan bahwa “metodologi adalah proses, prinsip dan prosedur yang digunakan untuk mendekati suatu masalah dan mencari jawaban”. Disamping itu, Moleong (2000:145) menjelaskan bahwa “metodologi adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian”.

Penelitian mengenai pewarisan nilai-nilai tarawangsa untuk pengembangan budaya kewarganegaraan (civic culture), untuk tetap mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa yang belakangan ini mulai tertinggal dengan adanya modernisasi. Berdasarkan pada hal tersebut, secara metodologis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. “Hakikat penelitian kualitatif adalah untuk mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya” (Nasution, 2003:5). Adapun alasan penggunaan pendekatan ini agar peneliti dapat langsung mengamati objek yang diteliti. Dengan kata lain, peneliti bertindak sebagai alat utama riset (human instrument). Senada dengan apa yang diungkapkan Nasution (1996:9) bahwa ”dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai penelitian utama (key instrument)”. Dialah yang mengadakan sendiri pengamatan atau wawancara mendalam sehingga dapat menyelami dan memahami kebermaknaan pembelajaran dengan dibantu oleh pedoman wawancara dan observasi.

Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong (2000:130) mengatakan bahwa “pendekatan kualitatif merupakan pendekatan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati”. Maka dari itu, peneliti ingin mengetahui bagaimana bentuk implementasi nilai-nilai Tarawangsa dalam kaitanya dengan pengembangan budaya kewarganegaraan (civic culture) di Desa Rancakalong. Sehingga, peneliti


(25)

54

Yuyun Yuniati, 2013

memperoleh gambaran tentang impelentasi nilai dari kesenian tarawangsa dalam kehidupan sehari-hari.

Metode penelitian memberikan pedoman mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penelitian berkaitan dengan prosedur dan teknik yang harus dilakukan dalam suatu penelitian. Sugiyono (2006:1) mengemukakan bahwa “metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.

Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas, maka metode yang sesuai dengan penelitian ini adalah metode studi kasus (case study), karena peneliti berusaha menggambarkan atau mendeskripsikan serta mengidentifikasi kejelasan implementasi nilai-nilai yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Nasution (2003:27), mengemukakan mengenai metode studi kasus sebagai berikut:

Case study adalah bentuk penelitian yang mendalam tentang suatu aspek lingkungan sosial termasuk manusia di dalamnya. Case study dapat dilakukan terhadap seorang individu, sekelompok individu, segolongan manusia, lingkungan hidup manusia atau lembaga sosial. Case study dapat mengenai perkembangan sesuatu, dapat pula memberi gambaran tentang keadaan yang ada.

Merujuk pada pendapat di atas, penulis menganggap bahwa metode studi kasus dengan fokus penelitian ini yaitu mengenai pengembangan budaya kewarganegaraan (civic culture) melalui pewarisan nilai-nilai kesenian Tarawangsa mampu menghimpun dan menganalisis data berkenaan dengan suatu kasus berupa implementasi nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian Tarawangsa.

B. Tekhnik Pengumpulan Data

Supaya data yang diperoleh dari lapangan akurat dan valid, maka peneliti bertindak sebagai instrument utama (key instrument) atau terjun langsung ke lapangan dan menyatu dengan sumber data dalam situasi yang alamiah (natural setting). Adapun tehnik pengumpulan data yang dilakukan peneliti gunakan dalam melakukan penelitian dilapangan adalah:


(26)

55

Yuyun Yuniati, 2013

1. Wawancara

Wawancara dapat didefinisikan sebagai pertemuan dua orang untuk saling bertukar informasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Esterberg (2002) dalam Sugiyono (2012:317) “wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu”.Dengan demikian, dapat disimpulakan bahwa wawancara merupakan tehnik pengumpulan data yang menggunakan tanya jawab dari peneliti kepada responden mengenai permasalahan yang akan diangkat.

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu wawancara tidak terstruktur di mana wawancara bersifat bebas dan hanya garis-garis besarnya saja. Hal ini sesuai dengan pendapat (Sugiyono, 2012:197) wawancara tidak terstruktur yaitu:

Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.

Jadi, penelitian tidak terstruktur yaitu hanya memberikan pertanyaan-pertanyaan berupa garis besarnya saja yang memungkinkan responden mempunyai kebebasan untuk memberikan jawaban. Serta memungkinkan wawancara dilakuakan secara mendalam, dan peneliti menganggap bahwa wawancara tidak terstruktur dianggap tepat untuk penelitian ini.

Dalam implementasinya di lapangan, peneliti melakukan wawancara kepada satu orang kepala DISBUDPAR Kabupaten Sumedang. Seorang Camat Rancakalong sebagai aparat pemerintahan Desa, satu orang Guru dan siswa dari SD, SMP, SMA Rancakalong yang menjadi agen regenerisasi dari kesenian tarawangsa, satu orang sesepuh dari setiap Desa dari rurukan Rancakalong yang menjadi sesepuh adat, diantaranya Desa Cibunar, Desa Pamekeran, Desa Pasir Biru, dan Desa Cijere. Lima orang penari kesenian tarawangsa sebagai pendukung dalam acara kesenian tarawangsa. Pemilihan responden berdasarkan tujuan dan pertimbangan bahwa mereka adalah sumber yang tepat karena responden tersebut


(27)

56

Yuyun Yuniati, 2013

yang mengetahui pewarisan nilai-nilai tarawangsa untuk mengembangkan budaya kewarganegaraan (civic culture).

2. Observasi

Mengenai observasi, Danial dan Warsiah (2007: 77) mengemukakan bahwa:

Observasi dalam bahasa Indonesia sering digunakan istilah pengamatan. Alat ini digunakan untuk mengamati: dengan melihat, mendengarkan, merasakan, mencium, mengikuti, segala hal yang terjadi dengan cara mencatat/merekam segala sesuatunya tentang orang atau kondisi suatu fenomena tertentu.

Dalam observasi pun dapat dikatakan sebagai serangkain kegiatan yang kompleks, hal ini senada dengan pendapat:, observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersususn dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan”. Sutrisno Hadi (1986) dalam Sugiyono (2012:203 )

Observasi dapat disimpulkan, bahwa melalui observasi, peneliti mempunyai kesempatan untuk mengumpulkan data lebih mendalam terinci dan lebih cermat untuk mengetahui secara mendalam setiap observasi yang dilakukan. Adapun observasi yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini, yaitu pada kesenian tarawangsa untuk melihat perwujudan nilai-nilai luhur budaya yang berkaitan dengan civic culture (budaya kewarganegaraan) di Desa Rancakalong.

Observasi jika dilihat dari proses pelaksanaan pengumpulan data, termasuk ke dalam Observasi berperan serta (Participant observation). Di mana peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari. Hal ini sejalan dengan pendapat Sugiono, (2012:204)

Dalam observasi berperan serta, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.

Penelitian sebagaimana dijelaskan di atas, jelas nampak bahwa dengan observasi partisipan peneliti akan lebih terlibat secara langsung dengan objek


(28)

57

Yuyun Yuniati, 2013

penelitian, karena peneliti terlibat langsung dalam objek penelitian dan ikut melakukan yang subjek penelitian lakukan. Dengan demikian maka hasil observasi yang didapat akan lebih akurat

Dalam implementasinya, peneliti melakukan observasi selama dua kali ketika kesenian tarawangsa berlangsung. Tepatnya pada hari Jumat, 26 Oktober 2012 dan hari kamis, 13 Desember 2012. Peneliti melihat secara langsung kesenian tarawangsa dari jam 19.30-03.30 WIB. Peneliti merekam bagaimana prosesi dari kesenian tarawangsa, kemudian mencatat hal-hal yang penting yang berkenaan dengan pengumpulan data untuk menambah kajian yang dihubungkan dengan rumusan masalah. Untuk menambah sumber data, penelitipun ikut berperan langsung dalam kesenian tarawangsa dengan cara ikut menari bersama, supaya dapat menghayati alunan musik dari kesenian tarawangsa dan dapat lebih mengetahui kesenian tarawamsa secara mendalam.

3. Catatan Lapangan (Field Note)

Sebagaimana dikemukakan oleh Bogdan dan Biklan (1982:74) dalam Moleong (2010: 209) bahwa catatan lapangan yaitu “catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif”. Proses itu dilakukan setiap kali selesai mengadakan wawancara dan tidak boleh bercampur dengan informasi lainnya.”

Dalam implementasinya, ketika proses penelitian berlangsung peneliti mencatat segala sesuatu yang berkenaan dengan kesenian tarawangsa, yang dalam hal ini mengenai pewarisan nilai kepada generasi muda untuk mengembangkan budaya kewarganegaraan (civic culture). Dalam melakukan catatan lapangan (field note) peneliti memisahkan temuan-temuan data yang sekiranya diperlukan untuk menjawab rumusan masalah, sekiranya data yang tidak diperlukan peneliti tidak memasukanya kedalam catatan lapangan (field note), peneliti hanya memasukan data-data yang dianggap penting untuk menunjang kepentingan pendalaman data yang disesuaikan dengan rumusan masalah penelitian.


(29)

58

Yuyun Yuniati, 2013

4. Studi Dokumentasi

Danial dan Wasriah (2007: 66) mengungkapkan bahwa “Studi dokumentasi adalah pengumpulan sejumlah dokumen yang diperlukan sebagai bahan data informasi sesuai dengan masalah penelitian”. Guba dan Lincoln sebagaimana dikutip Moleong (2007: 66) “memaknai dokumen sebagai bahan tertulis atau film, lain dari record, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan peneliti”.

Dalam implementasinya studi dokumen yang diambil oleh peneliti yaitu berupa gambar-gambar kesenian tarawangsa, rebab dan tarawangsa sebagai alat musik dari kesenian tarawangsa, penelitipun merekam prosesi dari kesenian tarawangsa dari awal sampai akhir untuk memperoleh datasecara akurat. Ketika penelian berlangsung, peneliti mendapatkan hand out mengenai upacara adat ngalaksa dimana didalamnya terdapat kesenian tarawangsa dari Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Sumedang, sebagai bahan rujukan untuk kelengkapan dokumen. Serta, dilengkapi dengan data-data dari pemerintahan desa seperti profil desa dan sejarah kesenian tarawangsa.

5. Studi Literatur

“Studi literatur adalah tehnik penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan mengumpulkan sejumlah buku-buku, majalah, liflet, yang berkenaan dengan masalah dan tujuan penelitian” (Danial dan Warsiah, 2007:80)

Sedangkan menurut Ahmad (2010) mengungkapkan bahwa:

Studi literatur/kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan atau sedang diteliti:. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan,buku tahunan, ensikklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain.

Tujuan teknik penelitian yang digunakan oleh peneliti ini yaitu untuk mengungkapkan berbagai studi literatur yang mengungkapkan berbagai teori-teori yang relevan dengan permasalahan yang sedang diteliti sebagai bahan rujukan dalam pembahasan hasil penelitian. Tehnik ini dilakukan dengan cara membaca,


(30)

59

Yuyun Yuniati, 2013

mempelajari, dan mengkaji literatur-literatur yang berhubungan dengan pelaksanaan kesenian tarawangsa.

Ketika penelian berlangsung, peneliti mendapatkan hand out dari Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Sumedang mengenai upacara adat ngalaksa. Karena, dalam upacara adat ngalaksa memiliki kaitanya dengan kesenian tarawangsa. Sebagai bahan rujukan untuk kelengkapan dokumen yang berhubungan dengan kesenian tarawangsa. Setelah itu, peneliti membaca, mempelajari, dan mengakaji literatur tersebut yang dihubungakan dengan rumusan masalah penelitian . Untuk studi literatur mengenai kesenian tarawangsa, peneliti hanya memperoleh pemaparan mengenai kesenian tarawangsa, karena pengetahuan tentang kesenian tarawangsa dilakukan secara lisan turun temurun untuk mempertahankan keaslian pengetahuan tentang kesenian tarawangsa. 1. Subjek dan Lokasi Penelitian

Wilayah kajian penelitian ini di Desa Rancakalong, kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang. Dipilihnya lokasi tersebut sebagai latar penelitian disebabkan karena lokasi tersebut merupakan Desa yang memiliki kesenian tradisional yaitu Tarawangsa. Beranjak dari sebuah teori, bahwa subjek penelitian merupakan sesuatu yang penting kedudukanya di dalam penelitian. “Subjek penelitian adalah benda, hal orang atau tempat data untuk variabel penelitian yang dipermasalahkan melekat” (Arikunto, 2009: 152). Subjek penelitian harus ditentukan terlebih dahulu sebelum peneliti siap untuk mengumpulkan data.

Berdasarkan uraian ahli diatas, maka yang dijadikan subjek penelitian dalam penelitian ini terdiri dari 19 orang yaitu:

1. Kepala DISBUDPAR Kabupaten Sumedang yang menjadi aparat pemerintahan yang memiliki kebijakan dalam melestarikan nilai-nilai khasanah budaya Sumedang,

2. Camat Rancakalong, sebagai aparat pemerintah yang memiliki kebijakan dalam melestarikan nilai-nilai kasanah budaya masyarakat setempat,


(31)

60

Yuyun Yuniati, 2013

3. Satu orang Guru dan siswa dari SD, SMP, SMA Rancakalong yang menjadi agen pewarisan regenerasi untuk melestarikan kesenian tarawangsa,

4. Satu orang sesepuh desa Rancakalong, sebagai yang dituakan sekaligus sebagai tokoh masyarakat serta yang mengetahui sejarah daerah tersebut, 5. Satu orang dari setiap desa dari rurukan rancakalong yang menjadi sesepuh

adat diantaranya Desa Cibunar, Desa Pamekaran, Desa Pasir Biru, Desa Cijere,

6. Lima orang penari kesenian tarawangsa sebagai pendukung dalam acara kesenian tarawangsa.

C. Tahap Penelitian

Sebuah penelitian akan dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan seperti yang diharapkan, jika penelitian itu dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah yang telah direncakan. Oleh karena itu supaya penelitian yang peneliti lakukan dapat berjalan dengan baik guna mendapat hasil yang maksimal, maka dalam melakukan penelitian ini peneliti ini menyusun langkah-langkah penelitian secara sistematis sebagai berikut:

1. Tahap Pra Penelitian

Pada tahap ini, peneliti menyusun rangan penelitian dengan terlebih dahulu melakukan pra penelitian ke Desa Rancakalong, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang pada bulan September 2012. Tujuanya adalah untuk mengetahui kondisi secara umum dari Desa Rancakalong terutama dengan pelaksanaan kesenian tarawangsa. Hal ini dilakukan guna mendapatkan data tentang bagaimana nilai-nilai budaya yang terkandung dalam kesenian tarawangsa dan seperti apa pelaksanaanya.

Setelah mengadakan pra penelitian selanjutnya peneliti mengajukan rancangan penelitian yang memuat latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pendekatan dan metode penelitian, tehnik pengumpulan data, lokasi dan subjek penelitian. Kemudian peneliti menentukan lokasi yang akan dijadikan tempat observasi yang sesuai dengan yang diteliti dan


(32)

61

Yuyun Yuniati, 2013

disesuaikan dengan fokus penelitian. Selanjutnya peneliti mengupayakan perizinan yang menulis tempuh adalah sebagi berikut :

a. Peneliti mengajukan surat permohonan untuk melakukan penelitian kepada Ketua Jurusan PKn, FPIPS UPI Bandung,

b. Mengajukan surat rekomendasi permohonan izin untuk mengadakan penelitian, dari Dekan FPIPS UPI Bandung c.q Pembantu Dekan I untuk disampaikan kepada Rektor UPI Bandung,

c. Rektor UPI Bandung c.q Pembantu Rektor 1 mengeluarkan surat permohonan izin untuk disampaikan kepada Kepala DISBUBPAR Kabupaten Sumedang,

d. Kepala DISBUDPAR mengeluarkan surat permohonan izin untuk disampaikan kepada Kepala Kecamatan Rancakalong,

e. Kepala Kecamatan Rancakalong mengeluarkan surat permohonan izin untuk disampaikan Kepala Desa Rancakalong,

f. Kepada Desa Rancakalong memberikan izin kepada peneliti untuk mengadakan penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

Setelah selesai tahap persiapan penelitian, dan persiapan-persiapan yang menunjang lebih lengkap, maka peneliti lanhsung terjun ke lapangan untuk melaksanakan penelitian. Dalam melaksanakan penelitian, peneliti menekankan bahwa instrument yang utama adalah peneliti sendiri (key instrument). Peneliti sebagai instrument utama dibantu oleh pedoman observasi dan pedoman wawancara antara peneliti dengan responden. Pedoman wawancara yang peneliti persiapkan untuk sesepuh tarawangsa, kuncen Desa Rancakalong, tokoh pemerintahan, dan masyarakat Desa Rancakalong.

3. Tehnik Pengelolahan dan Analisis Data

Dalam hal analisis data kualitatif, Bognan dalam Sugiyono (2012: 334) menyatakan bahwa “Data analysis is the process of systematically searching ang arranging the interview trantscrip, fieldnotes, and others materials that you accumulate to increase your own understanding of them and to enable you to present what you have discovered to others”. Analisis data adalah proses mencari


(33)

62

Yuyun Yuniati, 2013

dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuanya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkanya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Susan Stainback dalam Sugiyono (2012: 335), mengemukakan bahwa

“Data analysis is critical to the qualitative research process. It is to recognition, study, and understanding of interrelationship and concept in your data that hypotheses and assertions can be developed and evaluated “. Analisis data

merupakan hal yang kritis dalam proses penelitian kulitatif . analisis digunakan untuk memahami hubungan dan konsep dalam data sehingga hipotesis dapat dikembangkan dan dievaluasi.

Berdasarkan hal di atas dapat dikemukakan di sini bahwa, analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah difahamioleh diri sendiri maupun oaring lain.

Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut dapat diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul. Bila berdasarkan data yang dikumpulkan secara berulang-ulang dengan tehnik triangulasi, ternyata hipotesis diterima, maka hipotesis tersebut berkembang menjadi teori.

Dalam implementasinya, peneliti menyusun data secara sistematis yang diperoleh dari hasil wawancara kepada pihak-pihak yang dapat membantu menambah informasi tentang kesenian tarawangsa. Kemudian mengkaji catatan


(34)

63

Yuyun Yuniati, 2013

yang diperoleh ketika penelitian berlangsung, serta dokumentasi yang diperoleh yang disesuaikan dengan rumusan masalah penelitian.

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak untuk itu perlu dicatat secara teliti dan rinci sesuai dengan definisi. Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya yang membuang yang tidak perlu.

Dalam mereduksi data, setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai. reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan dan kedalam wawasan yang tinggi. Pada tahap ini peneliti merangkum dan memilih data mana saja yang dianggap penting oleh peneliti, ketika peneliti beranggapan bahwa data tersebut kurang sesuai, peneliti bisa membuangnya dan memilih data yang dianggap sesuai dengan yang diteliti. Data yang telah direduksi inilah yang akan memberikan gambaran jelas dan mempermudah peneliti data selanjutnya yang diperlukan, sehingga mereduksi data-data yang memiliki nilai temuan dan pengembangan teori yang signifikan.

2. Display Data (Penyajian Data)

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles and Huberman (1984) dalam Sugiyono (2012: 341) menyatakan “the most frequent from of display data for qualitative research data in the past has been narrative tex”. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam

penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. “looking at display help us to understand what is happening and to do some thing-further analyisis or caution on that understanding”.

Data yang diperoleh dari lapangan pasti banyak sekali, oleh karena itu supaya peneliti tidak terjebak dalam tumpukan data dari lapangan yang banyak, peneliti melakukan display data. Display data yang dilakukan lebih banyak dituangkan dalam bentuk uraian singkat.


(35)

64

Yuyun Yuniati, 2013

3. Kesimpulan/Verivikasi

Langkah terakhir dalam analisis data kualitatif menurut Milles and Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.

(Sugiyono, 2008:345). Berpendapat bahwa langkah selanjutnya yaitu: Langkah terakhir dalam analisi data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kalitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan.

Lebih lanjut Nasution (2003:130) mengatakan bahwa kesimpulan itu mula-mula masih sangat tentatife, kabur, diragukan, akan tetapi dengan bertambahnya data, maka kesimpulan lebih “Grounded”. Jadi kesimpulan itu harus senantiasa diverifikasi selama penelitian berlangsung”.

Tujuan dari kesimpulan verifikasi adalah untuk mendapatkan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kasual atau interaktif, hipotesis, atau teori.

Langkah yang ketiga ini peneliti lakukan di lapangan dengan maksud untuk mencari makna dari data yang dikumpulkan. Agar mencapai suatu kesimpulan yang baik, kesimpulan tersebut senantiasa diverifikasi selama penelitian berlangsung, supaya hasil penelitianya jelas dan dapat dirumuskan kesimpulan akhir yang akurat.

D. Pengujian Keabsahan Data

Sugiyono (2008: 366) mengatkan bahwa “untuk menetapkan keabsahan data diperlukan tehnik pemeriksaan. Pelaksanaan tehnik pemeriksaan tersebut meliputi uji, credibility (validitas internal), transfererability (validitas eksternal), dependability (realibilitas), dan comfirmability (objektivitas)”.


(36)

65

Yuyun Yuniati, 2013

1. Credibility (validitas internal)

Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, analisis kasus negative, menggunakan bahan referensi, danmember check” (Sugiyono, 2008:368).

a. Memperpanjang pengamatan

Dengan perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan peneliti dengan narasumber akan semakin terbentuk rapport, semakin akrab (tidak ada jarak lagi), semakin terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi. Bila telah terbentuk raport, maka telah terjadi kewajaran dalam penelitian, di mana kehadiran peneliti tidak lagi menganggu perilaku yang dipekajari “Rapport is a relationship of mutual trust and emotional affinity between two or more people”. (Susan

Stainback, 1988).

Pada awal tahap peneliti memasuki lapangan, peneliti masih dianggap orang asing, masih dicurigai, sehingga informasi yang diberikan belum lengkap, tidak mendalam dan mungkin masih banyak yang dirahasiakan. Dengan pengamatan perpanjangan ini, peneliti mengecek kembali apakah data yang telah diberikan selama ini merupakan data yang sudah benar atau tidak. Bila data yang diperoleh selama ini setelah di cek kembali pada sumber data lain ternyata tidak benar, maka peneliti melakukan pengamatan lagi yang lebih luas dan mendalam sehingga diperoleh data yang pasti kebenaranya.

Dalam perpanjangan penagamatan untuk menguji kredibilitas data penelitian ini, sebaiknya difokuskan pada pengujian terhadap data yang telah diperoleh, apakah data yang diperoleh itu setelah dicek kembali ke lapangan data sudah benar berarti kredibel, maka waktu perpanjangan pengamatan dapat diakhiri. Dalam implementasi dilapangan peneliti melakukan perpanjangan pengamatan selama 3 bulan guna untuk keabsahan kebenaran data yang diperoleh.


(37)

66

Yuyun Yuniati, 2013

b. Meningkatkan Ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. Sebagai bekal peneliti untuk meningkatkan ketekunan adalah dengan cara membaca berbagai referensi buku maupun hasil penelitian atau dokumentasi-dokumentasi yang terkait dengan temuan yang diteliti. Dengan membaca ini maka wawasan peneliti akan semakin luas dan tajam, sehingga dapat digunakan untuk memeriksa data yang ditemukan itu benar/dipercaya atau tidak. Dalam implementasi dilapangan, peneliti membaca beberapa sumber dari buku dan internet serta membaca penelitian terdahulu tentang kesenian tarawangsa, untuk menunjang kelengkapan serta keabsahan data.

c. Triangulasi Data

Berkenaan dengan triangulasi data, “Triangulasi dalam pengajuan kredibilitas adalah pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu” (Sugiyono, 2008:372). Dalam penelitian ini triangulasi dilakukan terhadap informasi yang diberikan sumber yaitu dari sesepuh Jentreng atau tarawangsa, kuncen Desa Rancakalong, tokoh masyarakat, dan masyarakat Rancakalong, yang dilakukan dengan cara menggali dan mengecek informasi dari mereka dengan mengkombinasikan tehnik wawancara dan observasi.

d. Analisis kasus negatif

Berkenaan dengan analisis kasus negatif, “Kasus negatif adalah kasus yang tidak sesuai atau berbeda dengan hasil penelitian hingga pada saat tertentu” (Sugiyono, 2008:374). Tujuan dari analisis kasus negatif ini untuk mencari data yang ditemukan di lapangan.

e. Menggunakan referensi yang cukup

Yang dimaksud dengan menggunakan referensi adalah “adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti” (Sugiyono, 2008:375). Dalam penelitian ini, penelitian menggunakan


(38)

67

Yuyun Yuniati, 2013

bahan dokumentasi yaitu hasil rekaman wawancara dengan subjek penelitian, foto-foto dan lainya yang diambil dengan cara yang tidak menganggu atau menarik perhatian sumber penelitian, sehingga informasi yang diperlukan akan diperoleh dengan tingkat kesashihan yang tinggi.

f. Member check

Berkenaan dengan member check, “member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan member check ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan pemberi data” (Sugiyono, 2008:375).

Dalam penelitian ini .peneliti melakukan member check kepada semua sumber data, yaitu kepada sesepuh tarawangsa, kuncen Desa Rancakalong, pemerintahan Desa Rancakalong, dan masyarakat Desa Rancakalong. Pentingnya member check dalam penelitian ini, yaitu untuk memperoleh pendalaman keabhsahan data yang disesuaikan dengan rumusan penelitian.

2. Transferability (Validitas Eksternal)

Berkenaan dengan transferability, Sugiyono (2008:376) menjelaskan bahwa: “Transferability merupakan konsep yang menunjukan derajat ketetapan atau dapat diterapkanya hasil penelitian ke populasi dimana sampel tersebut diambil. Nilai transfer berkenaan dengan pertanyaan, hingga mana hasil penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi lain”.

Oleh karena itu, supaya orang lain dapat memahami hasil penelitian kualitatif sehingga ada kemungkinan untuk menerapakan hasil penelitian tersebut, maka peneliti harus memberikan uraian uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Dengan demikian maka pembaca menjadi jelas atas hasil penelitian tersebut, sehingga dapat memutuskan dapat atau tidaknya untuk mengaplikasikan hasil penelitian tersebut di tempat lain.


(39)

68

Yuyun Yuniati, 2013

3. Dependability (Realibilitas)

Mengenai realibilitas, Affifudin dan Ahmad Saebani (2009:145) menjelaskan bahwa:

Realibitas merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh penelitian berikutnya akan mencapai hasil yang sama apabila penelitian yang sama dilakukan. Dalam penelitian kualitatif realibilitas mengacu pada kemungkinan penelitian selanjutnya memperoleh hasil yang sama apabila penelitian dilakukan kembali dalam subjek yang sama, yang menekankan pada desain penelitian dan metode serta tehnik pengumpulan data dan analisis data.

Berkaitan dengan uji realibilitas, peneliti dibingbing dan diarahkan secara berkesinambungan oleh dua orang pembingbing dalam mengaudit terhadap keseluruhan proses penelitian dengan tujuan supaya peneliti dapat menunjukan hasil aktivitas di lapangan dan mempertanggungjawabkan seluruh rangkaian penelitian di lapangan mulai dari menentukan maslah/fokus, memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan keabsahan data, sampai membuat kesimpulan.

4. Confirmability (Obyektivitas)

Berkenaan dengan confirmability Sugiyono (2008:377) menjelaskan bahwa:

Pengujian konfirmability dalam penelitian disebut juga dengan uji objektivitas penelitian. Penelitian dikatakan obyektif bila hasil penelitian telah disepakati banyak orang. Dalam penelitian kualitatif, uji konfirmability mirip dengan uji dependability, sehingga pengujianya dapat dilakukan secara bersamaan. Konfirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhu standar konfirmabiliti.

Mengenai konfirmability peneliti menguji hasil penelitian dengan mengaitkanya dengan proses penelitian yang dilakukan dilapangan dan mengevalusi hasil penelitianya, apakah hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan atau tidak.


(40)

69

Yuyun Yuniati, 2013


(41)

Yuyun Yuniati, 2013

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab lima ini merupakan kesimpulan dari hasil penelitian tentang “pewarisan nilai-nilai tarawangsa untuk mengembangkan budaya kewarganegaraan” Kesimpulan yang peneliti rumuskan berdasarkan atas data yang terkumpul dari objek penelitian. Data yang telah diolah dan dianalisis kemudian ditafsirkan dalam bentuk tulisan dan bahasa karya ilmiah. Selain itu, peneliti membuat rekomendasi berdasarkan hasil penelitian yang disesuaikan dengan kesimpulan sebelumnya dengan harapan adanya perbaikan serta perubahan terutama yang berkepentingan dengan karya ilmiah ini.

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang peneliti kemukakan pada bab-bab terdahulu, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut:

1. Dalam kesenian tarawangsa terdapat beberapa nilai dalam kesenian tarawangsa yaitu:

Kerja sama, ikhlas tanpa pamrih, gotong royong, kekeluargaan, kebersamaan, saling menghormati, Saling menghargai, silaturahmi, berdoa hanya kepada sang kuasa, rasa syukur (senantiasa bersyukur), tafakur merenungkan dosa (diiringi musik).

2. Dalam kesenian tarawangsa terdapat beberapa upaya dalam mewariskan nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian tarawangsa yaitu:

Diperkenalkan dan diajarkan disekolah dalam bentuk kesenian tarawangsa dan memfilter pemikiran siswa tentang hal yang berbau mistik dalam kesenian tarawangsa, dibelajarkan langsung oleh para orang tua yang membawa serta anak-anak yang ikut dalam proses pementasan tarawangsa. 3. Pemahaman dan apresiasi generasi muda terhadap kesenian tarawangsa


(42)

118

118

Yuyun Yuniati, 2013

Hanya sebatas tahu sebagai bentuk pertunjukan, kesenian yang tidak populer dan kurang disukai, kurang adanya pengenalan dari orang tua, selera anak muda yang gemar musik modern sehingga, kesenian tarawangsa yang bahkan membuat anak muda gengsi untuk menyukai tarawangsa.

Tahu tapi tidak mendalami, bersedia menonton tapi tidak tertarik untuk ikut serta, belum ada generasi muda yang dapat memainkan kacapi dan rebab sebagai alat untuk mengiringi kesenian tarawangsa, mereka sadar untuk melestarikan tapi belum tahu bagaimana cara yang harus dilakukan, mereka merasa khawatir apabila kesenian tarawangsa punah atau di klaim oleh masyarakat lain ataupun oleh bangsa lain.

4. Kendala yang dihadapi dalam proses pewarisan nilai-nilai dari kesenian tarawangsa, yaitu tidak seluruhnya jenjang pendidikan SMA di Kabupaten Sumedang yang menerapkan kesenian tradisonal tarawangsa kedalam mata pelajaran di sekolah. Beberapa sekolah hanya menerapkan kesenian khas modern saja bukan kesenian tradisional.

5. Melalui pendidikan, yaitu melalui Guru seni budaya harus memperkenalkan kesenian tarawangsa sebagai budaya lokal. Melaui Guru PKn juga harus memperkenalkan kesenian tarawangsa serta mendorong para siswa untuk menerapkan yang dalam prakteknya erat kaitannya dengan budaya karakter. Generasi muda khusunya dari Rancakalong harus memiliki kesadaran bahwa upaya untuk melestarikan kesenian tarawangsa harus ada niat dari tiap pribadi yaitu rasa memiliki kesenian tarawangsa. Generasi tua harus memberikan suri tauladan yang baik kepada kepada generasi muda, memberikan kesempatan dan dukungan kepada generasi muda untuk ikut berpartisipasi dalam kesenian tarawangsa.


(43)

119

119

Yuyun Yuniati, 2013

B. Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan mengilhami berbagai pandangan yang kiranya merupakan rekomendasi atau masukan yang dirasa bermanfaat dalam upaya pewarisan nilai-nilai tarawangsa untuk menegembangkan budaya kewarganegaraan (civic culture). Karena nilai-nilai yang terdapat dalam kesenian tarawangsa merupakan nilai-nilai yang perlu dijungjung tinggi sebagai budaya bangsa Indonesia yang berdampak kepada berbagai pihak untuk tetap melestarikan nilai-nilai tersebut diantaranya adalah

1. Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Sumedang

Memperkenalkan kesenian tarawangsa ke dunia luar sebagai budaya lokal dan menjadikannya sebagai budaya nasional, ataupun memperkenalkan ke dunia internasioanal tentang budaya lokal kesenian tarawangsa.

2. Masyarakat Desa Rancakalong.

Generasi muda harus merasa memiliki kesenian tarawagsa, dan harus memiliki kesadaran bahwa siapa lagi yang akan melestarikan kesenian tarawangsa selain masyarakat Desa Rancakalong itu sendiri. Antara generasi tua dan generasi muda harus bersama-sama menyatukan visi dan misi bahwa kekayaan tradisonal dari nenek moyang harus tetap dijalankan. serta menjadi pelopor jangan sampai di klaim oleh masyarakat dan bangsa lain tanpa alasan apapun.

3. Institusi/ Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

Budaya kewarganegaraan (civic culture) merupakan bagian dari disiplin ilmu Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan terkait pemerintahan yang demokratis. Seyogyanya pihak tersebut lebih mendukung penuh kegiatan yang bersifat kebudayaan tidak hanya di sekolah tempat peneliti tetapi juga lebih banyak diaplikasikan di kelas Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan tingkat Perguruan Tinggi.


(44)

120

120

Yuyun Yuniati, 2013

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian yang dilakukan peneliti kemungkinan dirasa belum cukup memuaskan bagi peneliti maupun civitas akademika lainnya. Oleh karena itu, perlu pengkajian penelitian lebih mendalam mengenai pengaruh implementasi kesenian tarawangsa terhadap pembentukan karakter generasi muda melalui pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen research sehingga mampu memberikan jawaban secara komprehensif dan mengetahui seberapa besar pengaruhnya yang dituangkan melalui angka-angka secara jelas dan sistematis.


(45)

Yuyun Yuniati, 2013

DAFTAR PUSTAKA

1. Sumber Buku

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta

Budimansyah, D. dan Suryadi, K. (2007). Pkn dan Masyarakat Multikultur, Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan.

Darwis, R. (2008). Hukum Adat. Bandung: Laborraturium PKn Universitas Pendidikan Indonesia.

Effendi, R. dan Malihah, E. (2007). Panduan Kuliah Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi. Bandung: Maulana Medika Grafika.

Hapsah, S. et al. (2006). Studi Masyarakat Indonesia. Bandung: Andromeda.

Kalidjernih, F. (2010). Kamus Studi Kewarganegaraan. Bandung: Widya Aksara Pers.

Kalidjernih, F. (2009). Puspa Ragam Konsep dan Isu Kewarganegaraan. Bandung: Widya Aksara Pers.

Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Komalasari, K. dan Syaifullah. (2009). Kewarganegaraan Indonesia Konsep Perkembangan dan Masalah Kontemporer. Bandung: Laboraturium Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia.

Malihah, E. dan Kolip, U. (2011). Pengantar Antropologi. Bandung: Maulana Media Grafika.


(46)

Yuyun Yuniati, 2013

Peurseun, V. (1976). Strategi Kebudayaan Yogyakarta, Jakarta: Kanisius BPK Gunung Mulia.

Ranjabar, J. (2006). Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia.

Suriakusumah. dan Bestari, P. (2008). Sistem Pemerintahan Daerah. Bandung: Laboraturium Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia.

Syafaat, R. (2008). Negara, Masyarakat Adat dan Kearifan Lokal. Malang: Tlogomas.

Soekanto, S. (1982). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Soekanto, S. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:

Alfabeta

Soelaeman, M. (2010). Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung: Refika Aditama

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Winataputra, U. dan Budimansyah, D. (2007). Civic Education. Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan.

Wuryan, S. dan Syaifullah. (2009). Ilmu Kewarganegaraan. Bandung: Laboraturium Pendidikan Kewarganegaraan.

2. Sumber Internet

Deni. (2011). Bentuk dan Makna Simbol Pada Musik dan Tari Tarawangsa [Online]. Tersedia: http://sunda-duraring.blogspot.com [25 Desember 2012]


(47)

Yuyun Yuniati, 2013

Deni. (2009). Simbol-simbol Pada Seni Tarawangsa [Online] Tersedia: http://sunda-duraring.blogspot.com/2009_03_01_archive.html [28 Desember 2012]

Meta. (2012). Pancasila Sebagai Filsafat Nilai Yang Fundamental Dan Terbuka

[Online].Tersedia: http://andreaslantik.wordpress.com/2012/05/23/pancasila-sebagai-filsafat-nilai-yang-fundamental-dan-terbuka [14 Januari 2013]

Wakearis. (2011). Analisis Strategis Rancakalong [Online]. Tersedia: http://id.scribd.com/doc/58531898/Analisi-Strategis-Desa-Rancakalong [19 Desember 2012]


(48)

Yuyun Yuniati, 2013

CEKLIS DAFTAR PUSTAKA

No Nama Penulis Judul Buku Halaman

Dalam Buku

Halaman Dalam Skripsi 1 Udin S Winataputra dan

Dasim Budimansyah

Civic Education Konteks, Landasaan, Bahan Ajar, Dan Kultur Kelas

21, 219, 220, 221,222, 229

39, 40, 42, 43,44,

2 Ranidar Darwis Hukum Adat 30,46,47 10, 11, 12,13

3 M. Munandar Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar 30,35, 40, 42 61. 62,63

4, 14, 15, 16, 19, 20, 21

4 Daryanto Perubahan Pendidikan dalam

Masyarakat Sosial Budaya

136, 141, 130, 131

16, 17, 18, 97, 98

5 Daim Budimansyah dan Karim Suryadi

PKN Dan Masyarakat Multikultural 186, 187 41

6 Danial dan Warsiah 80, 48

7 A. Furchan Pengantar Penelitian dalam

Pendidikan

48

8 Lexi Moleong Metode Penelitian Kualitatif 66, 130,

145.209

44

9 Sugiyono Metode Penelitian Kuantitatif

Kualitatif R&D

1, 177, 197, 200, 203,204, 317, 334, 335, 341, 345, 366, 368, 372, 374, 375, 376, 377

45, 46, 47, 51, 53, 54, 55, 56, 57, 100

10 Arikunto Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik

152 53

11 Agus Salim Teori dan Paradigma Penelitian Sosial


(49)

Yuyun Yuniati, 2013


(1)

120

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian yang dilakukan peneliti kemungkinan dirasa belum cukup memuaskan bagi peneliti maupun civitas akademika lainnya. Oleh karena itu, perlu pengkajian penelitian lebih mendalam mengenai pengaruh implementasi kesenian tarawangsa terhadap pembentukan karakter generasi muda melalui pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen research sehingga mampu memberikan jawaban secara komprehensif dan mengetahui seberapa besar pengaruhnya yang dituangkan melalui angka-angka secara jelas dan sistematis.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sumber Buku

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta

Budimansyah, D. dan Suryadi, K. (2007). Pkn dan Masyarakat Multikultur, Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan.

Darwis, R. (2008). Hukum Adat. Bandung: Laborraturium PKn Universitas Pendidikan Indonesia.

Effendi, R. dan Malihah, E. (2007). Panduan Kuliah Pendidikan Lingkungan Sosial

Budaya dan Teknologi. Bandung: Maulana Medika Grafika.

Hapsah, S. et al. (2006). Studi Masyarakat Indonesia. Bandung: Andromeda.

Kalidjernih, F. (2010). Kamus Studi Kewarganegaraan. Bandung: Widya Aksara Pers.

Kalidjernih, F. (2009). Puspa Ragam Konsep dan Isu Kewarganegaraan. Bandung: Widya Aksara Pers.

Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Komalasari, K. dan Syaifullah. (2009). Kewarganegaraan Indonesia Konsep

Perkembangan dan Masalah Kontemporer. Bandung: Laboraturium

Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia.

Malihah, E. dan Kolip, U. (2011). Pengantar Antropologi. Bandung: Maulana Media Grafika.


(3)

Peurseun, V. (1976). Strategi Kebudayaan Yogyakarta, Jakarta: Kanisius BPK Gunung Mulia.

Ranjabar, J. (2006). Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia.

Suriakusumah. dan Bestari, P. (2008). Sistem Pemerintahan Daerah. Bandung: Laboraturium Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia.

Syafaat, R. (2008). Negara, Masyarakat Adat dan Kearifan Lokal. Malang: Tlogomas.

Soekanto, S. (1982). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Soekanto, S. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:

Alfabeta

Soelaeman, M. (2010). Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung: Refika Aditama

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Winataputra, U. dan Budimansyah, D. (2007). Civic Education. Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan.

Wuryan, S. dan Syaifullah. (2009). Ilmu Kewarganegaraan. Bandung: Laboraturium Pendidikan Kewarganegaraan.

2. Sumber Internet

Deni. (2011). Bentuk dan Makna Simbol Pada Musik dan Tari Tarawangsa [Online]. Tersedia: http://sunda-duraring.blogspot.com [25 Desember 2012]


(4)

Deni. (2009). Simbol-simbol Pada Seni Tarawangsa [Online] Tersedia: http://sunda-duraring.blogspot.com/2009_03_01_archive.html [28 Desember 2012]

Meta. (2012). Pancasila Sebagai Filsafat Nilai Yang Fundamental Dan Terbuka

[Online].Tersedia: http://andreaslantik.wordpress.com/2012/05/23/pancasila-sebagai-filsafat-nilai-yang-fundamental-dan-terbuka [14 Januari 2013]

Wakearis. (2011). Analisis Strategis Rancakalong [Online]. Tersedia: http://id.scribd.com/doc/58531898/Analisi-Strategis-Desa-Rancakalong [19 Desember 2012]


(5)

CEKLIS DAFTAR PUSTAKA

No Nama Penulis Judul Buku Halaman

Dalam Buku

Halaman Dalam Skripsi

1 Udin S Winataputra dan Dasim Budimansyah

Civic Education Konteks, Landasaan, Bahan Ajar, Dan Kultur Kelas

21, 219, 220, 221,222, 229

39, 40, 42, 43,44,

2 Ranidar Darwis Hukum Adat 30,46,47 10, 11, 12,13

3 M. Munandar Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar 30,35, 40, 42 61. 62,63

4, 14, 15, 16, 19, 20, 21

4 Daryanto Perubahan Pendidikan dalam

Masyarakat Sosial Budaya

136, 141, 130, 131

16, 17, 18, 97, 98

5 Daim Budimansyah dan Karim Suryadi

PKN Dan Masyarakat Multikultural 186, 187 41

6 Danial dan Warsiah 80, 48

7 A. Furchan Pengantar Penelitian dalam

Pendidikan

48

8 Lexi Moleong Metode Penelitian Kualitatif 66, 130,

145.209

44

9 Sugiyono Metode Penelitian Kuantitatif

Kualitatif R&D

1, 177, 197, 200, 203,204, 317, 334, 335, 341, 345, 366, 368, 372, 374, 375, 376, 377

45, 46, 47, 51, 53, 54, 55, 56, 57, 100

10 Arikunto Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik

152 53

11 Agus Salim Teori dan Paradigma Penelitian Sosial


(6)