PENTINGNYA PELESTARIAN NILAI BUDAYA DAN

PENTINGNYA PELESTARIAN NILAI BUDAYA DAN STRATEGI
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ADAT
kebudayaan adalah satu keseluruhan yang kompleks, yang terkandung di dalamnya
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuankemampuan yang lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota
dari suatu masyarakat.Untuk itu nilai-nilai budaya merupakan suatu bagian yang sangat
penting untuk dilestarikan.Banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari melestarikan
nilai-nilai budaya,salah satunya yaitu bidaya sebagai perekat bangsa.
Dalam melestarikan nilai-nilai budaya banyak sekali langkah-langkah yang diambil
masyarakat agar budaya itu tidak punah.Salah satunya dengan cara pemberdayaan
masyarakat dan pengenalan terhadap peninggalan sejarah dan budaya melalui dibangunya
suatu museum budaya agar semua peninggalan budaya dapat terangkum dan tersimpan
dengan baik supaya kita dapat memperoleh informasi berkenaan dengan sejarah panjang
leluhur dan akan terjadi tranformasi nilai dari generasi terdahulu ke generasi sekarang.

PENDAHULUAN
Dalam buku "Primitive Cultur" karangan E.B.Tylor dikutip oleh Prof. Harsojo
(1967:13),bahwa kebudayaan adalah satu keseluruhan yang kompleks, yang terkandung di
dalamnya

pengetahuan,


kepercayaan,

kesenian,

moral,

hukum,

adat-istiadat

dan

kemampuankemampuan yang lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusia
sebagai anggota dari suatu masyarakat. R.Linton (1947) dalam bukunya "The cultural
background of personality" mengatakan bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah
laku yang dipelajari dan hasil-hasil dari tingkah laku, yang unsur-unsur pembentuknya
didukung dan diteruskan oleh anggota dari masyarakat tertentu. Kebudayaan juga dapat
diartikan sebagai keseluruhan bentuk kesenian, yang meliputi sastra, musik, pahat/ukir, rupa,
tari, dan berbagai bentuk karya cipta yang mengutamakan keindahan (estetika) sebagai
kebutuhan hidup manusia. Pihak lain mengartikan kebudayaan sebagai lambang, benda atau

obyek material yang mengandung nilai tertentu. Lambang ini dapat berbentuk gerakan,
warna, suara atau aroma yang melekat pada lambang itu. Masyarakat tertentu (tidak semua)
memberi nilai pada warna hitam sebagai lambang duka cita, suara lembut (tutur kata)
melambangkan kesopanan (meskipun didaerah lain suara lantang berarti keterbukaan), dan
seterusnya. Koentjaraningrat (1982) memperinci kebudayaan kedalam tiga wujud dari
keseluruhan hasil budi dan karya manusia, yaitu:
a. sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan
sebagainya.
b. sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan manusia dalam masyarakat.
c. sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Abdulkadir Muhammad (1987), menyebutkan tiga unsur budaya dalam diri manusia, yaitu:
a. Unsur cipta (budi), berkenaan dengan akal (rasio), yang menimbulkan ilmu dan teknologi
(science and technology). Dengan akal itu manusia menilai mana yang benar dan mana
yang tidak benar menurut kenyataan yang diterima oleh akal (nilai kebenaran atau nilai
kenyataan).
b. Unsur rasa (Estetika), yang menimbulkan kesenian, dengan rasa itu manusia menilai mana
yang indah dan mana yang tidak indah (nilai keindahan).
c. Unsur karsa (etika), yang menimbulkan kebaikan, dengan karsa itu manusia menilai mana
yang baik dan mana yang tidak baik (nilai kebaikan atau nilai moral).

Secara umum kita mengakui bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki
berbagai macam kebudayaan dari Sabang sampai Merauke.Budaya tersebut merupakan
peninggalan dari nenek moyang kita yang semestinya pasti akan diturunkan kepada kita
sebagai generasi penerus agar budaya itu tidak punah.Akan tetapi,dalam kenyataannya
banyak sekali generasi muda yang kurang peduli dengan budaya peninggalan nenek moyang
tersebut.Untuk itu perlu diadakannya sosialisasi tentang betapa pentingnya melestarikan nilainilai budaya didalam suatau masyarakat agar budaya yang kita miliki ini tidak punah.
Dalam melestarikan kebudayaan yang ada,masyarakat harus memiliki strategi-strategi khusus
dalam melestarikan suatu kebudayaan yaitu dengan cara memberdayakan masyarakat
terutama masyarakat adat yang ada di seluruh Indonesia untuk bersama-sama melestarikan
kebudayaan yang ada di negeri kita tercinta ini.

PEMBAHASAN
1. Nilai-Nilai Budaya Sebagai Perekat Bangsa
Nilai-Nilai Budaya adalah Perekat yang sangat kuat untuk mempersatukan suatu Bangsa. Hal
ini disadari betul oleh para founding fathers bangsa kita, maka mereka membangun negara
diatas landasan kebudayaan. Sayangnya, hingga hari ini pun banyak ilmuwan kita yang tidak
memahami hal ini. Mereka masih beranggapan bahwasanya Budaya Nusantara hanyalah
sebuah Mitos. Mereka masih menganggap Budaya Jawa lain dari Budaya Sunda, dan Budaya
Sunda beda dengan Budaya Minang. Anggapan keliru itu terjadi, karena umumnya kita masih
menyalahartikan adat sebagai budaya.Adat Jawa barangkali berbeda dengan Adat

Minang,demikian dengan adat-adat lain.Namun Unggulan-Unggulan dari setiap adat atau
kebiasaan itu Satu dan Sama.Dan, para founding fathers kita mengumpulkan UnggulanUnggulan itu maka terkumpulah Lima Unggulan yang bersifat Universal dan ada dalam
setiap adat di setiap daerah dan setiap pulau. Lima Unggulan ini yang kemudian dikenal
sebagai Lima Butir Pancasila, yakni Ketuhanan, Kemanusiaan, Kebangsaan, Kedaulatan
Rakyat, dan Keadilan serta Kesejahteraan Sosial. Dalam Lima Butir Pancasila tersebut, kita
semua bertemu. Maka, sebagaimana diungkapkan oleh Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar
Dewantara, sesungguhnya Pancasila adalah Intisari atau Saripati Budaya. Inilah Budaya
Nasional kita, Budaya Nusantara, Budaya Indonesia. Tidak berarti bahwa diluar kelima
unggulan tersebut, tidak ada unggulan-unggulan lain. Setiap daerah memiliki unggulanunggulan lain. Dalam setiap adat, kita menemukan unggulan-unggulan lain. Namun,
unggulan-unggulan itu tidak selalu bersifat universal. Ada di satu daerah, tak ada di daerah
lain. Sementara itu, kelima unggulan yang tertuang dalam butir-butir Pancasila bersifat

universal. Ada dimana-mana. Ada di Jawa, ada di Sunda, pun ada di Minang, di Kalimantan,
di Sulawesi dan di Nusa Tenggara.
Pancasila memang digali oleh Bung Karno, kemudian dijabarkan lebih lanjut oleh para
pemikir seperti Dewantara, Sanoesi Pane dan lain-lain tetapi sebagaimana diakui oleh sang
penggali sendiri, sila-sila itu sudah ada sejak zaman dahulu. Bung Karno tidak menciptakan
Pancasila, beliau hanyalah menggalinya dari budaya kita sendiri.Kemudian, berlandaskan
pada Budaya Lokal tersebut, dibangunlah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pancasila adalah Landasan yang digunakan untuk membangun NKRI. Landasan ini, jelas

sudah ada sebelum adanya bangunan. Sebab itu, setiap upaya untuk merongrongi landasan ini
–hanyalah melemahkan bangunan bangsa dan negara kita. Upaya-upaya seperti itu mesti
dicegah. Tidak boleh dan tidak bisa menunggu hingga bangunan sudah runtuh, baru beraduhaduh. Sayang sekali, saat ini anak bangsa yang tidak mengerti perkara budaya, justru
meremehkan peran budaya sebagai perekat – dan mencari perekat-perekat lain. Ada yang
berusaha untuk mengganti landasan budaya dengan syariah atau peraturan-peraturan agama,
ada pula yang menganggap pembangunan dan ekonomi sebagai perekat. Syariah agama
“tertentu” jelas tidak bisa menjadi perekat bagi bangsa besar seperti Indonesia, karena kita
tidak beragama satu dan sama. Jumlah agama “resmi” sebagaimana terwakili dalam
Departmen Agama pun sesungguhnya tidak sesuai dengan semangat Undang-Undang Dasar
kita, dimana setiap anak bangsa memiliki hak untuk beragama sesuai dengan keyakinannya.
Jadi, jumlah agama dan kepercayaan itu sesungguhnya tidak dapat dibatasi. Istilah agama
resmi dan tidak resmi pun hanyalah sebuah lelucon.
Ekonomi dan pembangunan tidak bisa menjadi perekat yang kuat. Saat ini, Amerika
Serikat kembali menggalakkan pendalaman sejarah bagi setiap warganya. Bagi imigran yang
hendak menetap, penguasaan terhadap sejarah menjadi wajib. Kenapa? Karena mereka baru
sadar bila pembangunan dan ekonomi terbukti tidak cukup kuat sebagai perekat

bangsa.Timur Tengah pernah menjadikan peraturan-peraturan agama sebagai perekat.
Ternyata gagal jua. Walau mayoritas beragama satu dan sama – akhirnya tetap juga terpecahbelah menjadi sekian banyak negara.Negara Pakistan yang lahir berlandaskan syariat agama
tertentu tidak mampu mempertahankan persatuan bangsanya lebih dari 25 tahun.

Maka,lahirlah Bangladesh dari rahim Pakistan.Jauh sebelumnya, Eropa pernah bersatu
dibawah satu gereja. Tidak lama juga. Negara-negara yang awalnya bersatu itu tidak hanya
terpecah-belah menjadi sekian banyak negara gerejanya pun terpecah-belah.Sementara itu,
Nusantara dengan jumlah pulaunya yang tak terhitung secara persis, dengan latar belakang
yang sangat beragam pula – pernah bersatu selama 1 milenia di masa Sriwijaya. Kemudian
selama 4 abad lebih di masa Singasari dan Majapahit. Saat ini pun, lebih dari enam puluh
tahun sejak kita memproklamasikan kemerdekaan kita dari penjajah asing – kita masih
bersatu. Kenapa? Karena “Kekuatan Budaya”.Ketika Majapahi melemah dan Perekat Budaya
diganti dengan Akidah Agama oleh Raden Patah dan mereka yang mendukungnya – maka
kita tidak mampu bertahan lebih dari 1 abad. Dalam 1 abad saja, terjadilah perang saudara,
yang kemudian dimanfaatkan oleh para sudagar asing untuk menguasai kepulauan kita.
Maka, jelas sudah bahwasanya Budaya sebagai perekat Bangsa memang tak tertandingi oleh
perekat-perekat lain.
2. Pengenalam Peninggalan Sejarah dan Budaya
Keberadaan peninggalan sejarah serta adat istiadat budaya masyarakat perlu
mendapatkan

perhatian

dari


pemerintah

untuk

dilestarikan

keberadaanya,karena

keberadaanya dapat dijadikan sumber bagi upaya pengenalan nilai warisan budaya kepada
generasi muda saat ini.Memang upaya untuk melestarikan peninggalan sejarah yang tersebar
di situs sejarah bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan tanpa biaya,karena upaya ke arah
itu selalu berbenturan dengan kepentingan ekonomi sesaat dengan alasan pembangunan

sehingga tidak heran jika di daerah lain banyak situs-situs sejarah beralih fungsi menjadi
kawasan pemukiman atau industri.Hal ini terjadi karena kurangnya rasa peduli
pemerintah,termasuk pemerintah daerah untuk mempertahankan dan melestarikan keberadaan
situs sejarah tersebut.Mereka lebih mengedepankan kepentingan ekonomi sesaat dan
kepentingan segelintir orang tanpa berfikir untuk jangka panjang bagi generasi berikutnya.
Keberadaan situs sejarah yang banyak tersebar memang secara perhitungan ekonomi

sesaat tidaklah menguntungkan,tetapi nilai yang terkandung di dalamnya merupakan suatu
potensi yang besar melebihi potensi ekonomi sesaat. Keberadaannya akan menjadi suatu
kebanggaan bagi masyarakat dan tentunya menjadi modal bagi pendidikan generasi muda
hingga mereka tidak “pareumeun obor” akan sejarah masa lalunya.Salah satu bentuk
pelestarian nilai sejarah pada situs-situs sejarah yang tersebar di seluruh Indonesia adalah
dengan melalui kegiatan widya wisata bagi para pelajar. Selama kegiatan kunjungan tersebut
siswa akan memperoleh informasi berkenaan dengan sejarah panjang leluhur mereka dan
akan terjadi tranformasi nilai dari generasi terdahulu ke generasi sekarang.
3. Pentingnya Keberadaan Museum Umum
Perjalanan panjang sejarah Banten telah meninggalkan banyak benda yang
mempunyai nilai bagi sejarah perkembangan masyarakat,selain itu keberadaan adat istiadat
budaya masyarakat yang khas masih dipegang hingga saat ini perlu diperkenalkan kepada
masyarakat.Upaya memperkenalkan tersebut tidaklah mungkin dilakukan jika keberadaan
benda-benda tersebut tidak dikumpulkan dalam suatu tempat,sehingga untuk itu perlu
membangun sebuah Museum.Museum ini tidak hanya menyimpan dan memamerkan selah
satu jenis koleksi,melainkan dapat menampung berbagai koleksi yang berkaitan dengan
perjalanan sejarah budaya masyarakat serta lingkungannya yang justru tidak dimungkinkan
untuk disimpan dan dipamerkan pada jenis Museum khusus.

Selain memamerkan benda-benda yang mengandung nilai sejarah, pada Museum ini dapat

juga dipamerkan potensi yang dimiliki oleh Daerah,seperti potensi adat istiadat dan budaya
masyarakat, potensi Sumberdaya Alam, potensi penduduk serta berbagai potensi yang dapat
dijadikan modal bagi pembangunan daerah. Akibatnya keberadaan Museum tidak hanya
berfungsi sebagai “album Sejarah” melainkan juga dapat dijadikan sebagai tempat untuk
memperkenalkan berbagai potensi yang dimiliki daerah sebagai modal bagi terlaksananya
pembangunan.Keberadaan Museum tidak hanya berfungsi sebagai lembaga yang
mengumpulkan dan memamerkan benda-benda yang berkaitan dengan sejarah perkembangan
kehidupan manusia dan lingkungan, tetapi mempunyai fungsi yang sangat mulia yaitu
merupakan suatu lembaga yang mempunyai tugas untuk melakukan pembinaan dan
pengembangan nilai budaya bangsa guna memperkuat kepribadian dan jati diri bangsa,
mempertebal keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan, serta meningkatkan rasa harga diri dan
kebanggaan nasional sehingga melalui transformasi nilai yang terjadi di Museum diharapkan
budaya lokal yang berkembang di masyarakat dapat tetap lestari di tengah serbuan budaya
asing yang masuk tidak terbendung.
Bagi dunia pendidikan, keberadaan Museum sangat mendukung bagi tercapainya
keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan. Karena antara Museum dengan dunia
pendidikan mempunyai tujuan yang sama, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa serta
pelestaraian nilai luhur bangsa kita walau dengan cara yang berbeda. Karena di sekolah
pencapaian tujuan pendidikan dilakukan melalui interaksi antara guru dengan murid
sedangkan di museum interaksi yang terjadi adalah interaksi antara benda koleksi dengan

pengunjung yang datang untuk melihat dan mencoba untuk menarik makna yang terkandung
di dalamnya. Pendirian Museum dari segi ekonomi memang tidak akan menguntungkan
karena nilai yang ditanamkan di dalamnya tidak akan dapat kembali dengan segera bahkan
tidak mungkin untuk dapat kembali, sehingga diperlukan kesadaran dari berbagai pihak guna

mewujudkannya. Manfaat yang sangat besar telah menanti melebihi dari sekedar manfaat
jangka pendek berupa pertumbuhan ekonomi. Setelah Museum berdiri, keberadaannya akan
menjadi aset yang sangat tinggi nilainya untuk jangka waktu yang panjang terutama berkaitan
dengan penumbuhan nilai-nilai kebangsaan dan pelestarian budaya nasional pada siri generasi
muda di tengah terjangan budaya global.
Untuk lebih memahami betapa pentingnya keberadaan sebuah museum,perlu kita renungkan
tulisan berikut ini :
“Apabila suatu bangsa adalah sebuah keluarga yang hidup dengan dan dalam rumah
kebudayaannya, maka Museum dapatlah dipahami sebagai album keluarga itu. Di dalam
album itulah foto-foto seluruh keluarga tersimpan dan disusun dari setiap masa dan generasi.
Foto-foto itu ditatap untuk tidak sekedar menjenguk dan menziarahi sebuah masa lalu, sebab
waktu bukan hanya terdiri dari ruang dimensi kemarin, hari ini dan besok pagi. Foto-foto itu
adalah waktu yang menjadi tempat untuk menatap dan memaknai seluruhnya, bukan hanya
peristiwa, akan tetapi juga pemaknaan di balik peristiwa-peristiwa itu. Pemaknaan tentang
seluruh identitas, di dalam dan di luar kota. Foto-foto itu akhirnya bukan lagi dipahami

sebagai sebuah benda” (HU Pikiran Rakyat, 22 Februari 2001). Melalui berbagai upaya
pelestarian nilai sejarah, adat istiadat dan budaya bangsa serta pengenalan berbagai potensi
pembangunan yang dimiliki daerah diharapkan akan muncul generasi-generasi yang tangguh
yang menghargai dan menjunjung tinggi budaya sendiri serta mampu mempertahankannya di
tengah terpaan budaya asing yang datang menyerbu.

4 . Stategi Pemberdayaan Masyarakat Adat
Secara ilmiah dalam kondisi kehidupan masyarakat yang telah semakin berkembang
dan modern, tentu segala aktivitas selalu diperhitungkan fungsi dan kemanfaatnya bagi
kepentingan hidup manusia dalam masyarakat dengan landasan kebaikan dan kebaikan dan
kebenaran. Tidak menilai unsur kebudayaan secara subyektif, melainkan menggunakan
penalaran kausalitas yang logis sesuai dengan kehendak dan kepentingan masyarakat
setempat. Hal ini berarti masyarakat setempat selayaknya mampu memilih dan memberikan
penilaian terhadap fungsi kebudayaan yang telah ada, dan masyarakat harus berani menolak
nilai-nilai yang tidak sesuai lagi atau nilai-nilai budaya asing yang cenderung merusak prinsip
kepribadian bangsa secara umum. Sikap subyektif meskipun wajar, akan tetapi tetap tunduk
terhadap prinsip adat istiadat setempat. Kebiasaan asing yang menyangkut usaha pemenuhan
kebutuhan hidup, seharusnya dinilai secara rasional dan obyektif baik meterial maupun
spiritual. Kehidupan masyarakat sebagai suatu kondisi pergaulan yang dinamis dengan segala
konsekuensinya perlu diikat dengan nilai-nilai dan makna moral, agar dapat tercipta stabilitas
sosial yang mantap serta agar tak terjadi disintegrasi. Banyak pendapat yang mengatakan
bahwa biang kerok dari disintegrasi dan konflik itu adalah kemiskinan, kemerosotan moral
dan ambisi berlebihan. Oleh karena itu kita harus waspada agar gerakan modernisasi dalam
pembangunan segala bidang tidak berdampak negatif dan salah kaprah, agar tidak keliru
menilai rasa dan makna dari kebudayaan yang ada, khususnya penerapan nilai
kehormatan,haraga diri dalam kehidupan masyarakat. Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa
masih banyak nilai kehormatan yang relevan dan dapat kita teladani dalam bergelut dengan
kompleksitas kepentingan di abad globalisasi ini. Membawa badik atau senjata tajam, kini
perlu dievaluasi secara cermat dengan pandangan yang rasional dari segi bahaya dan untung
ruginya. Salah satu cara pemeliharaan budaya menurut Berger (dikutip dari Slamet Rahardjo,

Editor Nurdin HK., 1983) adalah dengan pendekatan kultural, sebab hanya manusia
budayalah yang suatu hari bisa berhenti dari kegiatannya, lalu melihat sekitar, merenung, lalu
timbul dalam sanubarinya desakan yang kuat untuk meninjau kembali segala yang telah
dijalaninya. Lalu ia merubah sikap atau memperbaiki apa yang selama ini diyakini, atau
bahkan merubah dan meninggalkannya. Dan merintis horizon keyakinan yang baru, lebih
matang dan lebih memadai. Solidaritas sosial diharapkan dapat mempererat persatuan dan
kesatuan dalam setiap derap langkah upaya pencapaian sasaran dan tujuan pembangunan.
Prinsip hidup sering menjadi penengah yang adil dapat dijadikan modal dasar dalam
pendekatan sosial budaya dalam rangka meningkatkan kwalitas pembangunan hukum, sosial
budaya dan stabilitas masyarakat. Pendekatan fungsional juga nampaknya tidak kalah penting
untuk memonitor perkembangan budaya dan pembangunan daerah, terutama jika kita hendak
mengetahui keselarasan kepentingan masyarakat dengan unsur-unsur kebudayaan yang
dianutnya. Dengan pendekatan ini diharapkan berbagai kegiatan dapat diarahkan, diperbaiki
atau dikembangkan, unsur-unsur budaya mana yang merugikan atau menyimpang dari
keharusan tuntutan stabilitas sosial, keamanan dan kesejahteraan sosial masa kini. Kita belum
perlu mencari dan membentuk budaya baru, yang penting adalah meningkatkan kualitas
kemanfaatannya secara rasional dan adaptif. Oleh karena masyarakat adat memiliki
keragaman sifat, sikap, etnis dan kebudayaan, maka dalam pengambilan langkah kebijakan
pemberdayaan masyarakat adat perlu adanya pendekatan secara strategis terhadap nilai-nilai
budaya yang dianut. Berbagai keputusan diambil dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan harus benar-benar dapat memenuhi aspirasi masyarakat adat. Untuk itu
dibutuhkan strategi yang efektif berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai budaya yang sesuai
dengan kepribadian dan pandangan hidup masyarakat adat.
Menurut Ali Moertopo (1978), strategi pada hakekatnya berarti: hal-hal yang berkenaan
dengan cara dan usaha menguasai dan mendayagunakan segala sumber daya suatu

masyarakat, suatu bangsa, untuk mencapai tujuannya. Lebih lanjut Moertopo memperinci
pendekatan strategis ke dalam lima ciri, yaitu:
a. Memusatkan perhatian kepada kekuatan, kepada power. Kekuatan adalah bagaikan fokus
pokok di dalam pendekatan strategis.
b. Memusatkan perhatian kepada analisis dinamik, analisa gerak, analisa aksi.
c. Strategi memusatkan perhatian kepada tujuan yang ingin dicapai serta gerak untuk
mencapai tujuan tersebut.
d. Strategi memperhitungkan faktor-faktor waktu (sejarah: masa lampau, masa kini dan
terutama masa depan) dan faktor lingkungan.\
e. Strategi berusaha menemukan masalah-masalah yang terjadi dari peristiwa-peristiwa yang
ditafsirkan berdasarkan konteks kekuatan, kemudian mengadakan analisa mengenai
kemungkinan-kemungkinan serta memperhitungkan pilihan-pilihan dan langkah-langkah
yang dapat diambil, dalam rangka bergerak menuju kepada tujuan itu.
Dengan strategi pendekatan nilai-nilai budaya, diharapkan kebijakan yang akan
diambil dapat melahirkan suatu keputusan yang benar-benar memperoleh dukungan
masyarakat. Berbagai perbedaan diharapkan dapat disadari sebagai kekurangan, sehingga
prinsip kebersamaan dan persamaan persepsi dapat dipelihara dipertahankan. Konsekuensi
dari pengakuan masyarakat terhadap langkah-langkah pemberdayaan masyarakat adat
yang telah direncanakan itu dapat mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan
realistik. Sebaliknya jika langkah-langkah penerapan kebijakan itu tidak menyentuh
kepentingan masyarakat adat, maka mereka akan menarik diri dan membentuk cara
alternatif baru yang justru menimbulkan konflik. Ketidakperdulian terhadap nilai-nilai
budaya masyarakat dapat mengakibatkan jatuhnya derajad nilai kebudayaan sebagai
pandangan hidup masyarakat. Suatu kebijaksanaan yang ideal dalam usaha pemberdayaan

masyarakat adat adalah dengan memuat strategi pendekatan budaya lokal yang dapat
membantu masyarakat keluar dari kesulitan, baik kesulitan waktu kini maupun kesulitan
penataan masa depannya. Khususnya penataan kehidupan masa depan masyarakat adat,
terutama dalam menggali dan memberdayakan potensi sikap mental mereka. Sikap mental
sebagian masyarakat adat yang masih relatif tergantung dengan nilai-nilai budaya lokal
dan tidak relevan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat masa kini, segera dievaluasi
secara selektif. Tentu tidak merombak total atau membuangnya secara tiba-tiba dari
kehidupan masyarakat, akan tetapi secara bertahap memberdayakannya kearah sikap
perilaku yang positif. Dengan kesadaran ilmiah dan bertahap upaya ini diharapkan dapat
membuka tabir misteri budaya, sehingga makna dan manfaatnya dapat dijadikan pedoman
dalam kehidupan masyarakat. Kesadaran ilmiah merupakan faktor pendorong bagi
tumbuhnya semangat dan kreativitas masyarakat untuk bersedia melakukan perubahanperubahan terhadap tradisi-tradisi yang menghambat proses pembangunan kearah
perbaikan kehidupan masyarakat. Perubahan-perubahan sikap mental diperluas mencakup
sebagian besar golongan masyarakat dengan penekanan terhadap prinsip kebersamaan dan
perjuangan atas hak-hak bersama yang berkesinambungan. Strategi ini dimaksudkan untuk
memperkecil skala prioritas etos kerja yang bersifat mendahulukan hak-hak individu.
Suatu realitas perkembangan kehidupan masyarakat yang tidak dapat dipungkiri adalah
gejala tantangan pluralistik etnis dan tekanan ekonomi yang kian mengedepan. Hal ini
akhirnya berpengaruh pada terciptanya stratifikasi dan kesenjangan sosial ekonomi
masyarakat. Oleh karena itu upaya pemberdayaan masyarakat adat harus dapat
menempatkan peran individu kedalam pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan
minatnya. Memberikan tanggung jawab kemandirian kepada masyarakat berdasarkan
pengalaman sendiri dapat mendorong kearah terciptanya hasil kerja dan hasil guna yang
tinggi. Masyarakat perlu diarahkan pada kehidupan empiris dengan perjuangan dan kerja

keras sesuai dengan tuntunan nilai-nilai luhur budaya daerah yang tertuang dalam
pandangan hidupnya. Pelaksanaan pembangunan ekonomi harus dilaksanakan pada setiap
lapisan masyarakat adat secara interaktif dengan pola penyederhanaan kondisional pada
setiap daerah. Spesifikasi budaya daerah merupakan acuan pendekatan strategis dalam
menentukan prioritas pengembangan potensi masyarakat adat. Sasaran yang utamanya
adalah melakukan persiapan mengembalikan kekuatan masyarakat melalui partisipasinya
dalam pembangunan ekonomi kerakyatan. Langkah-langkah yang sebaiknya ditempuh
adalah:
a. Melibatkan masyarakat dalam setiap perencanaan dan pengambilan keputusan program
pembangunan sebagai wujud demokrasi sosial
b. Program pembangunan yang dilegitimasi dapat memberikan jaminan terhadap prioritas
hak-hak masyarakat, dan pemerataan kesempatan usaha
c. Memberdayakan sikap independensi peranserta masyarakat
d. Membangun kemitraan dengan pemerintah, kaum intelektual, dan lembaga-lembaga
terkait.
Program pemberdayaan masyarakat adat yang berwawasan ekonomi kerakyatan akan
lebih relevan dan efektif, apabila dalam realisasinya disertai dengan contoh-contoh perilaku
dan perlakuan yang nyata, minimal dapat mencerminkan cara hidup yang terarah. Dalam
perspektif sosiologis diharapkan hasil kemajuan itu, dapat menumbuhkan sikap perilaku
individu yang tidak hanya memikirkan perbaikan nasib diri sendiri, melainkan nasib sesama
anggota masyarakat adat. Titik tolak dari tujuan pemberdayaan masyarakat adat adalah usaha
perbaikan kondisi kehidupan masyarakat secara material dan spiritual. Untuk mendukung
upaya pencapaian tujuan ini perlu pertajaman peranan masyarakat adat dengan beberapa cara,
yaitu:

a. Pematangan pemahaman masyarakat terhadap sarana material baru yang berhubungan
langsung dengan teknologi baru pembangunan
b. Membentuk kebiasaan kehidupan baru yang berhubungan produk-produk baru
c. Membentuk kelompok kerja baru secara rasional ekonomis
d. Membentuk kesadaran baru yang mendukung perubahan dan modernisasi
e. Mengupayakan kenaikan imbalan sosial ekonomis untuk menuju perbaikan kesejahteraan
Untuk mewujudkan tujuan itu perlu mengadakan perbandingan, inventarisasi dan
evaluasi secara terus menerus terhadap keberadaan aneka ragam dan perkembangan
kebudayaan masyarakat. Beban pembangunan nasional merupakan tanggungjawab bersama
antara pemerintah, agen pembangunan dan masyarakat dengan meletakkan pembangunan
ekonomi kerakyatan dalam skala prioritas utama. Untuk mengemban tugas itu perlu
pengembangan semangat kerja keras agar masyarakat dapat memperkokoh jati dirinya
sebagai bangsa yang terbuka, kreatif, inovatif dan reformatif. Hal ini perlu dibuktikan dengan
prestasi-prestasi gemilang, baik perorangan maupun kelompok diberbagai bidang keahlian.
Prestasi-prestasi ini dapat diperoleh melalui keberanian membela kebenaran, kesanggupan
merevisi kesalahan, alih teknologi dan kerja keras sesuai dengan profesi dan keahliannya.
Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitasnya, perlu diadakan usaha penggalian dan
pemanfatan sumber daya manusia, yaitu dengan mengikutsertakan masyarakat, mengadakan
kaderisasi dan perluasan lapangan kerja. Agar tidak terjadi erosi nilai budaya dan rendahnya
relevansi hasil-hasil pembangunan, maka perlu memperkuat etos kerja yang berakar dari
nilai-nilai budaya. Dengan demikian diharapkan agar masyarakat memiliki kemampuan

dalam menempatkan dan mempertimbangkan nilai-nilai budaya yang dapat bermanfaat bagi
perkembangan dan pertumbuhan kesejahteraan hidupnya.

PENUTUP
Budaya merupakan suatu komponen yang sangat berarti bagi suatu bangsa karena
budaya merupakan perekat bangsa dan menjadi ciri khas dari suatu negara.Dengan adanya
kebudayaan maka suatu negara dapat dibedakan dengan negara satu dengan negara yang
lainnya karena masing-masing negara mempunyai budaya yang berbeda-beda.Karena
peranan budaya sangat penting,maka perlunya pelestarian nilai-nilai budaya dalam
masyarakat agar budaya tersebut tidak punah termakan usia karena jika dilihat dalam
kenyataanya banyak sekali generasi muda yang kurang bahkan tidak peduli dengan
kebudayaannya.Untuk itu perlu adanya sosialisasi dan perhatian dari pemerintah serta
kesadaran masyarakat khususnya masyarakat Indonesia untuk melestarikan nilai-nilai budaya
dalam kehidupannya dengan cara pemberdayaan masyarakat dalam upaya pelestarian nilai
budaya.
KESIMPULAN
1. Kebudayaan merupakan suatu komponen penting dalam suatu negara sehingga kebudayaan
penting dan harus dilestarikan.
2. Pelestarian nilai-nilai budaya dapat dilakukan dengan cara pengenalan peninggalan sejarah
dan nilai budaya kepada masyarakat.
3. Pembuatan museum umum merupakan langkah nyata dalam melestarikan sejarah dan nilai
budaya.

4. Pemberdayaan masyarakat khususnya masyarakat adat yang ada di setiap wilayah
Indonesia merupakan salah satu upaya pelestarian nilai-nilai budaya.
5. Dibutuhkan strategi yang efektif berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai budaya yang
sesuai dengan kepribadian dan pandangan hidup masyarakat adat dalam upaya pelestarian
nilai-nilai budaya.

DAFTAR PUSTAKA
(http://blog.unila.ac.id/abdulsyani/files/2009/08/artikel-pelestarian-nilai2-budaya
lokal.pdf (diakses Sabtu tanggal 25 desember 2010 pukul 18.47 WIB))
(http://fikirjernih.blogspot.com/2010/03/pentingnya-pelestarian-nilai-budaya.htm (diakses
Selasa tanggal 28 desember 2010 pukul 19.40 WIB))
(http://www.akcbali.org/index.php?option=com_content&view=article&id=228:nilai nilaibudaya&catid=15&Itemid=56 (diakses Selasa tanggal 28 desember 2010 pukul 19.55 WIB)
Abdulkadir Muhammad, 1987. Ilmu Budaya Dasar (IBD). Jakarta: Fajar Agung
Ali Murtopo, 1978. Strategi Kebudayaan. Jakarta: Yayasan Proklamasi
(http://www.akcbali.org/index.php?option=com_content&view=article&id=228:nilai-nilaibudaya&catid=15&Itemid=56 )

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................................
PENDAHULUAN.....................................................................................................................
PEMBAHASAN........................................................................................................................
1.
2.
3.
4.

Nilai-Nilai Budaya Sebagai Perekat Bangsa..............................................1
Pengenalan Peninggalan Sejarah dan Budaya............................................2
Pentingnya Keberadaan Museum Umum...................................................3
Stategi Pemberdayaan Masyarakat Adat....................................................4

PENUTUP................................................................................................................................
KESIMPULAN........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas
Makala ini. Shalawat serta salam tak lupa pula dihaturkan kepada kekasih Allah Rasulullah
Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya, yang telah membawa kita dari
zaman jahiliyah kepada zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.