Studi Deskriptif Mengenai Self Efficacy Siswa IPA Kelas 2 pada Mata Pelajaran Fisika di SMAN "X" Bandung.

(1)

ABSTRAK

Penelitian yang berjudul Studi Deskriptif Mengenai Self Efficacy Siswa IPA Kelas 2 Pada Mata Pelajaran Fisika di SMAN “X” Bandung bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai derajat self efficacy siswa IPA kelas 2 pada mata pelajaran Fisika di SMAN “X” Bandung dan kaitannya dengan faktor yang mempengaruhinya. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Bandura (2002). Self efficacy adalah keyakinan akan kemampuan yang dimiliki seseorang sehingga dapat mencapai hasil yang diinginkan.

Dalam penelitian ini, rancangan penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif dengan menggunakan metode survey. Pada metode survey, peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu dengan cara menentukan siswa SMAN “X” Bandung yang memenuhi karakteristik sampel. Populasi sasaran penelitian ini adalah siswa IPA kelas 2 di SMAN “X” Bandung sebanyak 88 orang. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner berdasarkan teori Bandura.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa kelas 2 IPA di SMAN “X” Bandung (88,7%) memiliki self efficacy tinggi dan sebanyak 11,3% siswa lainnya memiliki self efficacy rendah dalam menghadapi pelajaran Fisika. Dari empat sumber yang dapat mempengaruhi derajat self efficacy (Mastery experiences, vicarious experiences, social persuasion, physiological and affective states) sumber physiological and affective states merupakan sumber yang paling berkaitan dengan siswa yang memiliki self efficacy tinggi maupun self efficacy rendah. Selain empat sumber tersebut, minat siswa pada mata pelajaran Fisika juga berperan dalam menentukan derajat self efficacy siswa dalam menghadapi pelajaran Fisika. Dengan demikian, peneliti menyarankan bagi siswa agar lebih memperhatikan kesehatan fisiknya untuk kelancaran belajar dan bagi guru BP dapat memberikan bimbingan serta pengarahan pada siswanya untuk mengelola gejolak emosi agar berdampak positif bagi semangat belajar siswa.


(2)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……….…….i

KATA PENGANTAR ………ii

DAFTAR ISI ………...………vi

DAFTAR SKEMA ………..………ix

DAFTAR TABEL ………x

DAFTAR LAMPIRAN ………...………xi

Bab I : PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah ………..……….……….1

I.2. Identifikasi Masalah ……….……13

I.3. Maksud dan Tujuan ………..……….…...13

I.4. Kegunaan Penelitian ………...………..13

I.5. Kerangka Pemikiran ……….………14

I.6. Asumsi penelitian ………..………..………….…25

Bab II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Self efficacy 2.1.1. Definisi self efficacy …...26

2.1.2. Sumber-sumber self efficacy ………….. ……….……28


(3)

2.1.4. Adaptive benefits of optimistic self belief of efficacy …… …...…36 2.1.5. Pertumbuhan self efficacy melalui pengalaman transisional remaja 37

2.2. Remaja ……… ……… ……. ………… ……… 39 2.2.1. Perubahan-perubahan perkembangan remaja……. ……... …... …… 39 2.2.2. Transisi ke sekolah menengah lanjutan atau menengah pertama…. 4 2

2.2.3.Hal-hal apa sajakah yang membuat sekolah menengah bisa

berhasil.………4 4

2.3. Fisika ………..….4 5

Bab III : METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan penelitian ……… ...………… ………….……. 4 9 3.2. Variabel dan definisi operasional ……… ……….…….. 50 3.3. Alat ukur ……… ……… …. ………..…….. 5 1 3.3.1. Validitas dan Reliabilitas alat ukur …… ………... ………….….… 54 3.4. Populasi sasaran dan teknik sampling ……… ……… ……..….. 5 6 3.5. Teknik analisis …… ……… ..………….. 5 7

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran sampel ………58


(4)

4.2. Hasil penelitian ………59 4.2.1. Derajat self efficacy ……….………....59

4.2.2. Tabulasi silang antara derajat self efficacy dengan indikator …. …60 4.3. Pembahasan hasil penelitian ……… ………6 3

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ………..…70

5.2. Saran ………7 1

5.2.2. Penelitian lanjutan ………..…71 5.2.2. Guna laksana ………..71

.DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RUJUKAN LAMPIRAN


(5)

DAFTAR SKEMA

Skema 1.1. Skema kerangka pikir Skema 3.1. Skema rancangan penelitian


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Hasil polling pelajaran yang paling sulit dimengerti Tabel 3.1. Kisi-kisi alat ukur

Tabel 3.2. Cara penilaian alat ukur

Tabel 4.1. Persentase responden berdasarkan jenis kelamin Tabel 4.2. Persentase responden berdasarkan usia

Tabel 4.3. Derajat Self Efficacy

Tabel 4.4. Tabulasi silang antara derajat self efficacy dengan indikator self efficacy (pilihan yang dibuat).

Tabel 4.5. Tabulasi silang antara derajat self efficacy dengan indikator self efficacy (usaha yang dikeluarkan).

Tabel 4.6. Tabulasi silang antara derajat self efficacy dengan indikator self efficacy (ketahanan ketika menghadapi rintangan/ kegagalan).

Tabel 4.7. Tabulasi silang antara derajat self efficacy dengan indikator self efficacy (penghayatan perasaan).


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data penunjang dan alat ukur Lampiran 2. Validitas alat ukur

Lampiran 3. Reliabilitas alat ukur


(8)

Lampiran 1. Alat ukur

DATA PRIBADI

No. Absen : Jenis Kelamin : (L / P) Usia : Kelas :

DATA PENUNJANG

Berilah tanda silang (X) pada salah satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang paling sesuai dengan diri anda.

1.Menurut anda pelajaran Fisika di Jurusan IPA

A. Cenderung susah B. Cenderung mudah 2. Menurut anda kesulitan dalam mempelajari Fisika

A. Ada, yaitu ………. B. Tidak ada, alasan ……….. 3. Anda ……… pelajaran Fisika

A. Cenderung suka B. Cenderung tidak suka

4. Seberapa sering anda berhasil mengatasi kesulitan dalam mempelajari Fisika A. Cenderung sering teratasi dengan baik

B. Cenderung jarang teratasi dengan baik

5. Usaha anda mengatasi kesulitan dalam mempelajari Fisika A. Mengikuti bimbingan belajar/ bimbel

B. Memanggil guru les privat ke rumah C. Belajar kelompok bersama teman D. Belajar sendiri

E. Lain-lain, yaitu ………. 6. Yang paling sering anda alami dalam pelajaran Fisika

A. Keberhasilan B. Kegagalan

7. Jika anda mengalami kegagalan dalam belajar Fisika, apakah anda merasa sulit/ mudah bangkit lagi dari kegagalan tersebut

A. Cenderung mudah B. cenderung sulit

8. Apakah dalam belajar Fisika, anda membutuhkan dukungan secara verbal dari orang orang di sekitar anda


(9)

9. Orang yang paling sering memberi pujian/ semangat/ motivasi anda untuk belajar Fisika lebih baik lagi adalah

A. Orang tua C. Teman

B. Guru D. Lain-lain, yaitu …… ………..

10. Jika anda ditegur oleh orang tua/ guru karena tidak mengerjakan tugas/ mendapat nilai Fisika jelek, anda menjadi

A. Semakin tertantang untuk belajar Fisika lebih baik lagi B. Menjadi putus asa dan malas belajar Fisika

11. Apa pendapat anda tentang teman yang selalu mendapatkan nilai Fisika yang bagus A. Hasil belajar yang giat C. lain-lain, yaitu ………

B. Keberuntungan

12. Keberhasilan teman dalam Fisika dapat membuat anda

A. Merasa yakin bahwa anda juga bisa seperti dia dengan belajar Fisika lebih giat lagi

B. Biasa saja

C. Membuat saya merasa rendah diri dan menurunkan semangat saya belajar Fisika

13. Apakah anda memiliki tokoh panutan yang berhasil di bidang Fisika A. Ya, sebutkan ………. B. Tidak

14. Perasaan anda saat berhasil menyelesaikan soal ulangan/ ujian Fisika yang sulit A. Puas C. Biasa saja

B. Senang D. Lain-lain, yaitu ………

15. Menurut anda keadaan suasana hati (mood) mempengaruhi anda ketika belajar Fisika

A. Ya B. Tidak

16. Bagaimana pengaruh kondisi fisik anda dalam belajar Fisika A. Cenderung mempengaruhi

B. Cenderung tidak mempengaruhi


(10)

PETUNJUK PENGISIAN

Pernyataan-pernyataan dibawah ini adalah gambaran pengalaman anda saat menghadapi pelajaran Fisika. Isilah salah satu kolom diantara 4 kolom yang ada (STS, TS, S, SS) disamping setiap pernyataan tiap nomor sesuai dengan keyakinan yang ada pada diri anda saat menghadapi pelajaran Fisika.

Caranya :

¬ Berikan tanda X pada kolom STS jika pernyataan tersebut sangat tidak sesuai

dengan keyakinan pada diri anda saat menghadapi pelajaran Fisika.

¬ Berikan tanda X pada kolom TS jika pernyataan tersebut tidak sesuai dengan

keyakinan pada diri anda saat menghadapi pelajaran Fisika.

¬ Berikan tanda X pada kolom S jika pernyataan tersebut sesuai dengan keyakinan

pada diri anda saat menghadapi pelajaran Fisika.

¬ Berikan tanda X pada kolom SS jika pernyataan tersebut sangat sesuai dengan

keyakinan pada diri anda saat menghadapi pelajaran Fisika.

Perlu diperhatikan, jawaban yang anda berikan tidak ada yang salah semuanya benar. Isilah semua pernyataan jangan sampai ada yang terlewat.


(11)

No Saya yakin STS TS S SS

1 Saya dapat menemukan bahan-bahan yang berkaitan

dengan tugas kelompok/ individu yang diberikan guru Fisika

2 Saya tidak akan mencari dengan sungguh-sungguh bahan yang berkaitan dengan tugas kelompok/ individu pelajaran Fisika

3 Jika bahan tugas kelompok/ individu pelajaran Fisika tidak saya temukan di perpustakaan, saya akan mencarinya di tempat lain. Misal : toko buku & internet. 4 Saya tidak kecewa jika tidak dapat menemukan bahan-bahan untuk tugas kelompok/ individu pelajaran Fisika saya

5 Saya dapat menyelesaikan tugas kelompok/ individu pelajaran Fisika saya dengan baik

6 Saya tidak akan berusaha sekuat tenaga agar tugas kelompok/ individu saya dalam Fisika mendapatkan nilai baik

7 Saya merasa tidak tenang jika menyalin tugas kelompok/ individu pelajaran Fisika milik orang lain

8 Saya tidak dapat memperoleh nilai bagus untuk tugas kelompok/ individu pelajaran Fisika

9 Saya tidak akan mengerjakan tugas kelompok/ individu pelajaran Fisika karena sulit

10 Saya dapat memahami materi semua bab pelajaran Fisika yang diajarkan guru dengan baik

11 Saya tidak akan berusaha mencatat dengan rapi semua materi pelajaran Fisika dari guru di kelas

12 Saya akan tetap berkonsentrasi mendengarkan materi pelajaran Fisika yang sedang diajarkan guru di kelas, walaupun diluar kelas ribut

13 Jika saya tidak dapat memahami materi Fisika yang diajarkan guru dengan baik, saya menjadi tidak semangat untuk belajar Fisika

14 Saya akan aktif bertanya agar saya dapat memahami materi yang diajarkan guru Fisika dengan baik

15 Jika saya sudah merasa bosan, saya tidak akan mencatat materi Fisika yang sedang disampaikan guru di kelas 16 Saya merasa tenang jika saya memiliki catatan fisika

yang lengkap

17 Saya tidak dapat berkonsentrasi dengan baik


(12)

No Saya yakin STS TS S SS

19 Saya tidak akan mencari kesempatan bertanya pada guru Fisika, baik ketika jam pelajaran Fisika maupun diluar jam pelajaran jika ada materi yang kurang saya mengerti 20 Saya merasa tenang jika pertanyaan saya tentang materi

Fisika dijawab dengan memuaskan bagi saya

21 Saya tidak akan mencatat sendiri materi Fisika, melainkan meminjam catatan teman

22 Jika saya belum berhasil menemukan materi pokok bahasan Fisika yang saya butuhkan, saya akan tetap mencari bahan materi pelajaran tersebut

23 Saya tidak semangat untuk belajar Fisika walaupun saya memiliki catatan yang lengkap

24 Ketika sedang belajar Fisika bersama teman-teman, saya tidak akan belajar lagi, karena teman-teman yang lain sudah mulai mengobrol

25 Saya akan merasa senang jika belajar Fisika bersama teman-teman dapat berjalan lancar

26 Saya dapat menentukan target nilai ujian/ ulangan harian Fisika yang tepat untuk diri saya

27 Saya dapat mengumpulkan materi ujian Fisika selengkap mungkin beberapa hari sebelum ujian

28 Saya akan belajar Fisika dengan giat agar target nilai ujian/ ulangan harian saya terpenuhi

29 Saya tidak akan tetap pada rencana awal saya untuk belajar Fisika agar dapat mengerjakan ujian/ ulangan harian saya dengan baik, karena saya malas

30 Saya akan merasa puas jika target nilai ujian/ ulangan harian Fisika saya tercapai

31 Saya akan belajar jauh-jauh hari sebelum ujian/ ulangan harian Fisika agar dapat memahami materi dengan mantap

32 Saya merasa biasa saja jika mampu menguasai materi ujian/ ulangan harian dengan baik

33 Saya mampu menguasai materi ujian/ ulangan harian Fisika dengan baik

34 Saya tidak akan mengerjakan ujian/ ulangan harian Fisika dengan sungguh-sungguh

35 Saya merasa senang jika memiliki materi ujian/ ulangan harian Fisika yang lengkap

36 Saya tidak memiliki kemampuan dalam mengerjakan soal-soal ujian/ ulangan harian Fisika


(13)

No Saya yakin STS TS S SS

37 Saya tidak dapat menjelaskan dengan baik perihal tugas kelompok/ individu pelajaran Fisika yang saya buat jika diminta presentasi oleh guru di depan kelas

38 Saya merasa malas mengerjakan tugas individu/

kelompok pelajaran Fisika, karena materinya sulit dipahami dan bahan-bahannya sulit ditemukan

39 Saya akan menawarkan diri maju ke depan kelas jika diminta oleh guru mengerjakan soal Fisika di depan kelas 40 Saya merasa jenuh belajar Fisika berjam-jam, karena

saya tidak paham materi pelajarannya

41 Saya tidak akan melakukan beberapa strategi belajar saat menghadapi ulangan harian/ ujian pelajaran Fisika. Misal : ikut bimbingan belajar atau les privat di rumah 42 Saya merasa tertantang ketika mengerjakan soal cerita

dalam ulangan harian/ ujian Fisika


(14)

Lampiran 2. Tabel validitas alat ukur

Koef Validitas R_tab Keterangan

item_1 0.488 0.3 Valid

item_2 0.403 0.3 Valid

item_3 0.789 0.3 Valid

item_4 0.305 0.3 Valid

item_5 0.836 0.3 Valid

item_6 0.843 0.3 Valid

item_7 0.236 0.3 tidak valid

item_8 0.525 0.3 Valid

item_9 0.627 0.3 Valid

item_10 0.251 0.3 tidak valid

item_11 0.432 0.3 Valid

item_12 0.201 0.3 tidak valid

item_13 0.495 0.3 Valid

item_14 0.807 0.3 Valid

item_15 0.56 0.3 Valid

item_16 0.521 0.3 Valid

item_17 0.245 0.3 tidak valid

item_18 0.708 0.3 Valid

item_19 0.595 0.3 Valid

item_20 0.308 0.3 Valid

item_21 0.678 0.3 Valid

item_22 0.394 0.3 Valid

item_23 0.598 0.3 Valid

item_24 0.354 0.3 Valid

item_25 0.6 0.3 Valid

item_26 0.711 0.3 Valid

item_27 0.593 0.3 Valid

item_28 0.549 0.3 Valid

item_29 0.554 0.3 Valid


(15)

item_31 0.25 0.3 tidak valid

item_32 0.236 0.3 tidak valid

item_33 0.175 0.3 tidak valid

item_34 0.309 0.3 Valid

item_35 0.592 0.3 Valid

item_36 0.714 0.3 Valid

item_37 0.539 0.3 Valid

item_38 0.043 0.3 tidak valid

item_39 0.649 0.3 Valid

item_40 0.163 0.3 tidak valid

item_41 0.425 0.3 Valid

item_42 0.436 0.3 Valid

item_43 0.392 0.3 Valid

item_44 0.666 0.3 Valid

item_45 0.458 0.3 Valid

item_46 0.225 0.3 tidak valid

item_47 0.804 0.3 Valid

item_48 0.132 0.3 tidak valid

item_49 0.146 0.3 tidak valid

item_50 0.422 0.3 Valid

item_51 0.697 0.3 Valid

item_52 0.062 0.3 tidak valid

item_53 0.752 0.3 Valid

item_54 0.413 0.3 Valid

item_55 0.271 0.3 tidak valid

item_56 0.552 0.3 Valid

Jumlah item yang dipakai : 42 Jumlah item yang dibuang : 14


(16)

Lampiran 3. Reliabilitas alat ukur

Nilai koefisien alpha cronbach Reliability Statistics

.672 56

Cronbach's

Alpha N of Items

Nilai koefisien alpha cronbach setelah data yang tidak valid dibuang Reliability Statistics

.706 42

Cronbach's

Alpha N of Items


(17)

Lampiran 4. Tabel tabulasi silang antara derajat self efficacy dengan data penunjang

Tabel A. Tabulasi silang antara derajat self efficacy dengan minat dan penghayatan siswa IPA dalam menghadapi pelajaran Fisika

Tabel A.1

Derajat self efficacy Kecenderungan pada pelajaran Fisika

Cenderung suka Cenderung tidak suka

Total

Jumlah 50 28 78

Tinggi

% 56,8% 31,8% 88,6%

Jumlah 2 8 10

Rendah

% 2,3% 9,09% 11,4%

Tabel A.2

Derajat self efficacy Pelajaran Fisika di IPA Cenderung

susah

Cenderung mudah

Total

Jumlah 72 6 78

Tinggi

% 81,8% 6,8% 88,6%

Jumlah 10 - 10

Rendah

% 11,4% - 11,4%

Tabel A.3

Derajat self efficacy Kesulitan dalam mempelajari Fisika

Ada Tidak ada

Total

Jumlah 77 1 78

Tinggi

% 87,5% 1,1% 88,6%

Jumlah 10 - 10

Rendah


(18)

Tabel B. Tabulasi silang antara derajat self efficacy dengan Mastery Experiences

Tabel B.1

Derajat self efficacy Seberapa sering berhasil mengatasi kesulitan dalam mempelajari Fisika Cenderung

sering

Cenderung jarang

Total

Jumlah 20 58 78

Tinggi

% 22,7% 65,9% 88,6%

Jumlah - 10 10

Rendah

% - 11,4% 11,4%

Tabel B.2

Usaha mengatasi kesulitan Fisika Derajat

self efficacy

Bimbel Les privat Belajar kelompok Belajar sendiri Lain-lain Total

Jumlah 16 6 32 18 6 78

Tinggi

% 18,2% 6,8% 36,4% 20,4% 6,8% 88,6%

Jumlah 2 2 3 2 1 10

Rendah

% 2,3% 2,3% 3,4% 2,3% 1,1% 11,4%

Tabel B.3

Derajat self efficacy Hal yang paling sering dialami dalam pelajaran Fisika Keberhasilan Kegagalan

Total

Jumlah 18 60 78

Tinggi

% 20,5% 68,2% 88,7%

Jumlah 1 9 10

Rendah

% 1,1% 10,2% 11,3%

Tabel B.4

Derajat self efficacy Sulit / mudah bangkit dari kegagalan Cenderung

mudah

Cenderung sulit

Total

Jumlah 41 37 78

Tinggi

% 46,6% 42,04% 88,6%

Jumlah 2 8 10

Rendah


(19)

Tabel C. Tabulasi silang antara derajat self efficacy dengan Vicarious Experiences

Tabel C.1

Pendapat tentang teman yang selalu mendapat nilai fisika bagus

Derajat self efficacy

Hasil belajar giat

Keberuntungan Lain-lain

Total

Jumlah 62 9 7 78

Tinggi

% 70,5% 10,2% 8% 88,7%

Jumlah 9 1 - 10

Rendah

% 10,2% 1,1% - 11,3%

Tabel C.2

Keberhasilan teman membuat siswa Derajat self

efficacy Merasa yakin

bisa seperti dia

Biasa saja Merasa rendah diri

Total

Jumlah 56 21 1 78

Tinggi

% 63,6% 24% 1,13 88,7%

Jumlah 6 4 - 10

Rendah

% 6,8% 4,5% - 11,3%

Tabel C.3

Derajat self efficacy Memiliki tokoh panutan

Ya Tidak

Total

Jumlah 46 32 78

Tinggi

% 52,2% 36,4% 88,6%

Jumlah 7 3 10

Rendah


(20)

Tabel D. Tabulasi silang antara derajat self efficacy dengan social persuasion

Tabel D.1

Derajat self efficacy Butuh / tidak dukungan secara verbal dari orang sekitar

Ya Tidak

Total

Jumlah 68 10 78

Tinggi

% 77,3% 11,4% 88,7%

Jumlah 9 1 10

Rendah

% 10,2% 1,1% 11,3%

Tabel D.2

Derajat self efficacy Orang yang sering memberi semangat

Orang tua Guru Teman Lain-lain

Total

Jumlah 17 13 30 18 78

Tinggi

% 19,3% 14,8% 34,1% 20,4% 88,6%

Jumlah 2 3 4 1 10

Rendah

% 2,3% 3,5% 4,5% 1,1% 11,4%

Tabel D.3

Derajat self efficacy Teguran membuat siswa menjadi Tertantang Putus asa dan

malas belajar

Total

Jumlah 67 11 78

Tinggi

% 76,1% 12,5% 88,6%

Jumlah 7 3 10

Rendah


(21)

Tabel E. Tabulasi silang antara derajat self efficacy dengan physiological and affective states

Tabel E.1

Derajat self efficacy Perasaan saat berhasil menyelesaikan soal yang sulit

Puas Senang Biasa saja Lain-lain

Total

Jumlah 45 26 4 3 78

Tinggi

% 51,1% 29,6% 4,6% 3,4% 88,7%

Jumlah 9 - - 1 10

Rendah

% 10,2% - - 1,1% 11,3%

Tabel E.2

Derajat self efficacy Suasana hati mempengaruhi ketika belajar Fisika

Ya Tidak

Total

Jumlah 75 3 78

Tinggi

% 85,2% 3,4% 88,7%

Jumlah 10 - 10

Rendah

% 11,3% - 11,3%

Tabel E.3

Derajat self efficacy Pengaruh kondisi fisik dalam belajar Fisika Cenderung mempengaruhi Cenderung Tidak mempengaruhi Total

Jumlah 69 9 78

Tinggi

% 78,4% 10,3% 88,7%

Jumlah 10 - 10

Rendah


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar belakang masalah

Dalam rangka menyongsong era persaingan bebas antar bangsa yang semakin tajam, sumber daya manusia Indonesia dituntut memiliki keunggulan kompetitif dengan menguasai teknologi dan keterampilan agar mampu menghadapi persaingan regional maupun global. Dalam hal ini peranan pendidikan menjadi sangat penting, terutama dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas unggul.

Sehubungan dengan hal itu maka proses pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan harus sedapat mungkin mendorong siswanya menunjukkan prestasi terbaiknya. Prestasi belajar adalah salah satu indikator keberhasilan proses pembelajaran yang ditunjukkan siswa dalam berbagai mata pelajaran yang di ajarkan di sekolah dalam bentuk angka yang tercantum dalam raport atau hasil evaluasi belajar lainnya.

Pendidikan di Indonesia termasuk pendidikan berjenjang. Sebagian masyarakat berpendapat jenjang pendidikan yang paling menentukan masa depan anak adalah jenjang pendidikan SMA, dengan adanya program penjurusan IPA dan IPS, bahkan di sekolah-sekolah tertentu ada program Bahasa. Penjurusan inilah yang menentukan kelanjutan pendidikan tiap siswa di perguruan tinggi.


(23)

2

Di SMAN “X” Bandung penjurusan ini mulai dilakukan sejak siswa naik ke kelas 2. Pada setiap jurusan terdapat pelajaran-pelajaran khusus, misalnya jurusan IPA lebih menekankan pada materi eksakta seperti Matematika, Fisika, Biologi dan Kimia. Sedangkan IPS lebih menekankan materi Ekonomi, Akuntansi, Antropologi dan Sosiologi dan jurusan Bahasa menekankan pelajaran Bahasa pilihan (Bahasa Jerman) dan Bahasa Indonesia.

Melalui program penjurusan, siswa dikelompokkan berdasarkan minat dan kemampuannya. Siswa yang telah merencanakan untuk memilih jurusan, sejak kelas satu telah mengerahkan kemampuannya untuk berprestasi optimal pada mata pelajaran-mata pelajaran tertentu. Siswa yang ingin masuk ke jurusan IPA misalnya, minimal harus memiliki nilai rata-rata tujuh pada mata pelajaran yang dikategorikan ke dalam kelompok IPA (Matematika, Fisika, Kimia dan Biologi). Begitu pula siswa yang ingin masuk ke jurusan IPS harus memiliki prestasi yang serupa pada mata pelajaran yang dapat dimasukkan ke dalam kategori kelompok IPS antara lain Sejarah, Ekonomi, Kewarganegaraan dan Sosiologi. Jurusan Bahasa juga mensyaratkan hal yang sama untuk mata pelajaran-mata pelajaran Bahasa (Batlitbang Depdiknas, 2002)

Di SMAN “X” Bandung kriteria untuk menetapkan siswa layak masuk ke jurusan tertentu, selain dilihat dari hasil evaluasi belajar (raport), pihak sekolah juga mengadakan psikotest. Hasil psikotest selanjutnya digunakan sebagai acuan untuk


(24)

3

mengadakan wawancara kepada siswa bersangkutan, yang intinya memberi kesempatan memilih jurusan berdasarkan minatnya masing-masing.

Masyarakat pada umumnya memiliki asumsi bahwa mata pelajaran ilmu pasti (Matematika, Fisika dan Kimia) merupakan mata pelajaran yang memiliki tingkat kesulitan tinggi (Tresna Sastra Wijaya, 1998 : 118), karena pada mata pelajaran tersebut siswa dituntut untuk memiliki kemampuan logika (pola berpikir berdasarkan penalaran ilmiah) yang tinggi, pemahaman materi secara sistematis, pemahaman mengenai keterkaitan antara konsep dasar dan aplikasi (kompleks), keterampilan numerik dan daya bayang ruang yang tinggi, sehingga dapat dikatakan bahwa karakteristik mata pelajaran Matematika, Fisika dan Kimia jauh lebih kompleks dibandingkan kelompok mata pelajaran lainnya (Dogig, 2001 : 54 – 55).

Dari ketiga mata pelajaran eksakta itu (Matematika, Fisika, Kimia) maka mata pelajaran yang dianggap paling sulit adalah Fisika, sebagaimana dikeluhkan oleh sebagian besar siswa SMA di berbagai sekolah di Bandung, salah satunya bisa dilihat dari hasil polling di situs web resmi SMAN “Y ” Bandu ng (www.sman3-bdg.net), sebanyak 103 dari 356 siswa berpendapat bahwa pelajaran yang paling sulit adalah Fisika, urutan berikutnya Matematika dan terakhir Kimia.


(25)

4

Tabel 1.1. Hasil polling pelajaran yang paling sulit dimengerti

Mata pelajaran Jumlah responden dan persentase

Fisika 103 (28,9%)

Matematika 85 (23,9%)

Kimia 58 (16,3%)

B. Indonesia 50 (14%)

Biologi 34 (9,6%)

B. Inggris 26 (7,3%)

Total jumlah responden = 356

Menurut guru Fisika di SMAN “X” Bandung, pel ajaran Fisika dianggap sulit karena banyaknya rumus yang harus dihafalkan dan dipahami dengan baik, sehingga dapat diaplikasikan untuk menyelesaikan soal-soal ulangan atau ujian. Bahkan pada soal-soal esai siswa harus mampu memodifikasi rumus-rumus dasar tersebut, atau menggabungkan beberapa rumus dasar dan melakukan langkah perhitungan untuk mendapatkan jawabannya.

Berdasarkan pemaparan di atas, jika siswa kurang mampu memahami konsep-konsep dasar mata pelajaran Fisika, maka akan mengalami kesulitan untuk memahami materi-materi selanjutnya. Tetapi di sisi lain, tingginya tingkat kesulitan yang dihayati siswa atas mata pelajaran Fisika hendaknya menjadi tantangan tersendiri bagi guru untuk menghilangkan kesan bahwa mata pelajaran tersebut sulit dan membosankan. Ini sangat penting mengingat aplikasi dari ilmu Fisika sangat berkaitan dengan teknologi, maupun kehidupan sehari-hari yang paling mendasar sekalipun (Hindari siswa menghapal rumus Fisika, Republika, Jumat 27 Agustus


(26)

5

wajib dan siswa dituntut harus mendapat nilai minimal tertentu di raport jika ingin naik kelas dan lulus SMA.

Untuk meningkatkan motivasi siswa dalam belajar Fisika dan mendapatkan nilai terbaik, setiap sekolah memiliki caranya masing-masing. Salah satunya yaitu di SMAN “X” Bandung yang menerapkan sistem penilaian SKBM (Standar Ketuntasan Belajar Minimal) untuk semua pelajaran termasuk Fisika. SKBM yang dimaksud disini adalah target nilai minimal yang harus dicapai siswa di setiap pokok bahasan Fisika yang wajib dipenuhi.

Nilai SKBM untuk setiap pokok bahasan Fisika berbeda-beda tergantung tingkat kesulitan pokok bahasan yang sedang dipelajari, bisa 58 (jika materi pokok bahasan tersebut dianggap sulit) sampai 100 (jika materi pokok bahasan tersebut dianggap mudah). Nilai SKBM ini berlaku hanya untuk ulangan harian saja. Sedangkan nilai raport memiliki target nilai yang berbeda dengan SKBM yaitu mengacu kepada nilai ujian blok yang memiliki perhitungan tersendiri.

Jika siswa yang bersangkutan sudah memenuhi nilai SKBM maka pokok bahasan tersebut dianggap tuntas, sehingga bisa meringankan beban siswa dalam mempelajari pokok bahasan selanjutnya. Tetapi jika siswa tersebut tidak dapat memenuhinya, maka akan diberikan remedial, bisa berupa tes lisan, tes tertulis, atau membuat makalah/ tugas yang berkaitan dengan pokok bahasan yang belum tuntas. Jika masih juga belum memenuhi SKBM, siswa tersebut terus diberi remedial walaupun materi pelajaran sudah masuk ke pokok bahasan selanjutnya, demikian


(27)

6

seterusnya sampai siswa tersebut bisa memenuhi nilai SKBM hingga bisa dianggap tuntas.

Menurut guru Fisika di SMAN “X” Bandung , adanya nilai SKBM ini sebenarnya bertujuan untuk memotivasi dan memudahkan siswa dalam mempelajari Fisika. Pada dasarnya setiap pokok bahasan Fisika merupakan materi yang saling berkaitan satu sama lain. Jadi jika seorang siswa telah memahami pokok bahasan sebelumnya, maka akan semakin mudah baginya untuk menguasai pokok bahasan selanjutnya, begitu pula sebaliknya.

Dengan demikian jika seorang siswa belum bisa memenuhi nilai SKBM suatu pokok bahasan, siswa tersebut akan mengalami kesulitan dalam memahami pokok bahasan selanjutnya, sehingga ia akan diberi remedial pokok bahasan yang belum tuntas sampai ia bisa memenuhi nilai SKBM. Diharapkan ia bisa lebih memahami pokok bahasan selanjutnya setelah memenuhi nilai SKBM.

Hal ini memberi dampak tersendiri bagi para siswa dan mempengaruhi tingkah lakunya. Ada yang merasa terbebani tapi ada juga yang merasa tertantang untuk belajar Fisika lebih baik lagi karena tidak ingin ikut remedial.

Menurut hasil wawancara dengan guru Fisika di SMAN “X” Bandung, s iswa yang merasa terbebani biasanya kurang memiliki semangat untuk belajar Fisika. Dari 1 kelas IPA yang berjumlah antara 40 – 50 siswa, ± 45% siswa tampak malas-malasan, misalnya tidak memperhatikan ketika guru Fisika sedang menerangkan di


(28)

7

mengerjakan tugas mata pelajaran lain di jam pelajaran Fisika, bahkan ada yang sengaja keluar kelas/ membolos hanya ketika jam pelajaran Fisika saja.

Siswa yang merasa tertantang untuk belajar Fisika lebih baik lagi biasanya memperhatikan ketika guru Fisika sedang menerangkan materi di depan kelas (± 55%). Walaupun siswa tampak tidak suka dan kesal pada mata pelajaran Fisika tapi siswa berusaha untuk memperhatikan materi yang di sampaikan gurunya. Siswa mendengarkan ketika guru menjelaskan, mencatat materi yang sedang diajarkan, tidak berbicara di dalam kelas, mengerjakan tugas tepat waktu dan bertanya pada guru atau temannya jika ada soal yang tidak dimengerti.

Guru Fisika di SMAN “X” Bandung sendiri, menemui kesulitan dalam menyampaikan materi pelajaran, ia merasa khawatir siswa-siswanya tidak dapat menangkap materi yang disampaikannya dengan baik karena banyak konsep-konsep dasar yang harus siswa pahami. Belum lagi jika siswa-siswanya terlihat tidak memperhatikan/ sibuk sendiri ketika ia sedang menerangkan di depan kelas.

Untuk lebih memastikan apakah materi yang disampaikan dapat diterima dengan baik, guru Fisika ini melakukan tes tertulis/ ulangan seminggu sekali. Biasanya nilai yang didapat berkisar antara 30 sampai 90. Dari keseluruhan nilai tiap siswa, yang berhasil memenuhi nilai SKBM murni sekitar 30% sampai 40%. Guru tersebut juga menyayangkan siswa-siswanya yang malas untuk belajar Fisika dan cemas lebih dahulu ketika belajar Fisika, karena siswa-siswa tersebut menghayati “image” yang melekat pada pelajaran Fisika bahwa Fisika itu pelajaran yang sulit sulit dan banyak rumus.


(29)

8

Oleh sebab itu menurut Yohanes Surya PhD (Ketua tim olimpiade Fisika Indonesia/ TOFI) para pengajar sebaiknya sejak awal lebih mengajarkan konsep-konsep teori Fisika, bukan rumus Fisika. Fisika itu bukan rumus, melainkan konsep-konsep. Jika siswa diharuskan menghafal rumus, maka siswa akan merasa kesulitan, bahkan merasa bosan (Hindari siswa menghapal rumus Fisika, Republika, Jumat 27 Agustus 2004).

Dalam upaya setiap siswa mengatasi kesulitan ketika menghadapi Fisika karena adanya target nilai minimal tertentu (SKBM) dari sekolah, “image” siswa tentang Fisika yang sulit, tuntutan kepada siswa untuk dapat berpikir logika, berpikir abstrak, memiliki daya nalar tinggi, memiliki daya bayang ruang dan kemampuan numerik yang tinggi untuk menyelesaikan soal-soal Fisika, khususnya soal esai diperlukan adanya keyakinan dari dalam diri setiap siswa bahwa ia memiliki kemampuan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dalam menghadapi Fisika atau disebut juga dengan self efficacy.

Self efficacy dibutuhkan untuk pencapaian prestasi akademis dengan

mengukur keyakinan kemampuan pelajar dalam menghadapi Matematika, Sains, Biologi, membaca dan menulis, penggunaan komputer, keterampilan berbahasa asing, studi sosial dan tata bahasa Inggris (Zimmerman dan Martinez-Pons, Self efficacy : In Changing Societies, 1988). Selain itu self efficacy juga diperlukan agar siswa dapat mengerahkan usahanya untuk mendapatkan nilai terbaik dalam Fisika.


(30)

9

dikeluarkan dalam menghadapi Fisika, berapa lama dapat bertahan saat dihadapkan pada kesulitan-kesulitan dan kegagalan ketika mempelajari Fisika serta penghayatan perasaannya dalam menghadapi Fisika.

Siswa yang memiliki self efficacy tinggi, menganggap Fisika bukan sebagai ancaman yang harus dihindari, tetapi tingkat kesulitan pelajaran Fisika dapat mendorong usaha yang lebih keras lagi untuk memahami materi-materi berikutnya dan mendapatkan nilai yang lebih baik lagi. Dengan adanya tuntutan nilai SKBM untuk siswa IPA dari sekolah membuat siswa berusaha memenuhinya.

Jika siswa mendapat nilai yang kurang memuaskan/ tidak dapat memenuhi SKBM, mereka memandang kegagalan sebagai usaha yang kurang memadai atau kurangnya pengetahuan yang sebetulnya dapat diperoleh. Usaha yang penuh keyakinan itu bisa menghasilkan prestasi pribadi dan mengurangi stress. Self efficacy

mempengaruhi tujuan sesorang memilih dan berkomitmen terhadap tugas akademisnya, makin tinggi self efficacy yang dimiliki siswa maka makin menantang pula goal dan tantangan yang dia atur untuk dirinya (Bandura, 1986).

Sebaliknya siswa yang meragukan kemampuannya atau memiliki self efficacy

yang rendah menghindari Fisika yang sulit dan memandang sebagai ancaman terhadap dirinya. Siswa terpaku pada kelemahan-kelemahannya dan hambatan-hambatan yang akan siswa hadapi. Siswa menurunkan usahanya dan cepat menyerah dalam menghadapi kesulitan (Bandura : 2002). Akhirnya siswa merasa terhambat dalam mempelajarinya. Hal ini bisa terlihat dari siswa yang merasa bosan, putus asa karena setelah mencoba beberapa kali belajar, ternyata nilai yang diperolehnya masih


(31)

10

kurang memuaskan/ tidak dapat memenuhi SKBM. Siswa melihat hasil yang kurang memuaskan sebagai kemampuan yang tidak mencukupi. Jadi siswa lebih memilih untuk menghindarinya.

Dari hasil survei awal pada 26 siswa IPA kelas 2 SMA yang bersekolah di SMAN “X” Bandung terlihat bahwa 25 siswa (96%) menganggap Fisika adalah pelajaran yang paling sulit diantara pelajaran-pelajaran lainnya di IPA, karena menurut siswa Fisika banyak berpikir secara logika, membutuhkan daya nalar yang tinggi, banyaknya rumus yang susah dipahami, banyaknya materi yang harus dihapalkan, membosankan, merasa kemampuannya terbatas, harus bisa membuat rumus sendiri dan menghitungnya serta belum pernah mendapat nilai bagus pada pelajaran Fisika. Sebanyak 1 siswa (4%) menganggap Matematika adalah pelajaran yang paling sulit di IPA.

Sebanyak 16 siswa (62%) menyukai pelajaran Fisika karena menganggapnya sebagai tantangan, melalui Fisika siswa dapat mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan dan banyak manfaatnya. Sebanyak 10 siswa (38%) tidak menyukai Fisika, karena merasa tidak mampu, banyaknya rumus yang saling berkaitan antar pokok bahasan dan sulitnya memahami soal cerita yang berkaitan dengan hitungan.

Sebanyak 6 siswa (23%) merasa malas mengikuti pelajaran Fisika, karena bosan, belum pernah mendapat nilai bagus, banyak remedial dan tidak ada semangat menghapalkan rumus Fisika yang banyak. Sebanyak 20 siswa (77%) merasa senang


(32)

11

rumit, nilainya selalu memenuhi SKBM, ingin mendapat nilai terbaik di Fisika dan agar tidak ikut remedial.

Sebanyak 15 siswa (58%) merasa mampu dalam mengikuti pelajaran Fisika, karena masih bisa mengikuti materi yang disampaikan gurunya. Sedangkan 11 siswa (42%) merasa kurang mampu mengikuti pelajaran Fisika, karena selalu gagal dalam memenuhi SKBM.

Sebanyak 9 siswa (35%) jika diberi tugas/ PR Fisika mengerjakan sendiri, karena ingin berlatih Fisika, agar mendapat nilai baik dan agar dapat memenuhi SKBM. Sebanyak 17 siswa (65%) mencoba mengerjakannya sendiri, jika masih tidak bisa mereka mengerjakannya di kelas dengan melihat punya teman dan mengerjakan semampunya saja.

Sebanyak 25 siswa (96%) memperhatikan ketika guru Fisika sedang menerangkan materi di kelas, karena ingin bisa ketika mengerjakan soal cerita Fisika, ingin belajar Fisika, takut tidak dapat memahami materi dengan baik dan agar tidak dimarahi guru. Sebanyak 1 siswa (4%) tidak memperhatikan guru Fisika yang sedang menerangkan materi di kelas, ia lebih senang membaca komik, karena membosankan. Sebanyak 24 siswa (92%) mendapatkan nilai paling banyak dibawah 59 (tidak memenuhi SKBM) ketika ulangan harian, sedangkan 2 siswa (8%) mendapatkan nilai paling banyak 60 sampai 90 ketika ulangan harian Fisika. Sebanyak 2 siswa (8%) mendapat nilai Fisika antara 61 sampai 70 di raport dan 24 siswa (92%) mendapat nilai Fisika antara 45 sampai 60 diraport.


(33)

12

Sebanyak 8 siswa (30%) merasa sedih ketika tidak dapat memenuhi SKBM, karena konsentrasi terbagi-bagi karena harus remedial padahal sudah masuk pokok bahasan selanjutnya dan ketinggalan dengan teman-teman yang lain. Sebanyak 9 (35%) siswa merasa biasa saja, karena sudah terbiasa tidak bisa memenuhi SKBM. Selain itu sebanyak 9 (35%) siswa merasa tertantang ingin lebih baik lagi, karena tidak ingin ketinggalan pokok bahasan selanjutnya dan ingin cepat tuntas.

Sebanyak 20 siswa (77%) jika mendapat nilai yang tidak memenuhi SKBM. menganggap dirinya kurang berusaha/ belajar, karena sebenarnya ia bisa memenuhi SKBM jika belajar dengan sungguh-sungguh. Sebanyak 6 siswa (23%) jika mendapat nilai yang tidak memenuhi SKBM menganggap dirinya memang tidak bisa Fisika, karena kurang memiliki kemampuan dalam berhitung dan menghapalkan rumus.

Untuk lebih memahami lagi materi dalam pelajaran Fisika, sebanyak 4 siswa (15%) mengikuti bimbingan belajar/ bimbel, 7 siswa (27%) memilih belajar sendiri, 11 siswa (42%) memanggil guru les privat ke rumah, 1 siswa (4%) belajar kelompok bersama teman dan 3 siswa (12%) melakukan beberapa cara di atas sekaligus.

Dari uraian di atas, peneliti ingin mengetahui bagaimana derajat self efficacy

siswa IPA kelas 2 pada mata pelajaran Fisika di SMUN “X” Bandung. Dengan alasan pada umumnya siswa berpendapat mata pelajaran Fisika di IPA adalah pelajaran yang sulit. Suka tidak suka bagi mereka yang sudah masuk ke jurusan IPA harus berhadapan dengan Fisika dan adanya keharusan dari sekolah untuk memenuhi


(34)

13

1.2Identifikasi masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di dalam latar belakang masalah, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu “Seberapa besar Self efficacy

siswa IPA kelas 2 pada mata pelajaran Fisika di SMAN “X” Bandung ?”

1.3Maksud dan tujuan penelitian 1.3.1. Maksud penelitian

Untuk memperoleh gambaran mengenai self efficacy siswa IPA kelas 2 pada mata pelajaran Fisika di SMAN “X” Bandung.

1.3.2. Tujuan penelitian

Untuk mengetahui seberapa besar self efficacy siswa IPA kelas 2 pada mata pelajaran Fisika di SMAN “X” Bandung.

1.4. Kegunaan penelitian 1.4.1. kegunaan ilmiah

• Sebagai bahan masukan tentang self efficacy bagi pengembangan ilmu Psikologi pada umumnya dan pada psikologi pendidikan pada khususnya. • Sebagai bahan masukan untuk peneliti lain yang melakukan penelitian


(35)

14

1.4.2. kegunaan praktis

• Memberi masukan kepada guru Fisika untuk memahami lebih lanjut mengenai self efficacy siswa IPA pada mata pelajaran Fisika agar bisa dapat lebih memotivasi siswanya untuk belajar Fisika.

• Memberi masukan kepada siswa IPA, diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi diri dalam menghadapi mata pelajaran Fisika untuk mengembangkan diri agar memiliki kekuatan untuk bertahan dalam menghadapi kesulitan ketika mempelajari Fisika.

• Memberi masukan kepada sekolah untuk lebih dari sekedar mengajarkan kemampuan-kemampuan intelektual, tetapi sekolah juga diharapkan dapat membantu pengembangan pribadi siswa-siswanya, khususnya self efficacy.

• Memberi masukan kepada guru BP untuk membantu siswa menyadari pentingnya self efficacy dalam menghadapi kesulitan dalam pelajaran.

1.5Kerangka pemikiran

Siswa SMA kelas 2 berusia sekitar 16 – 17 tahun dan masa ini disebut sebagai masa remaja tengah. Menurut Piaget, pada masa ini remaja mengalami perubahan kognitif/ pemikiran dari concrete operational ke formal operational. Pemikiran ini


(36)

15

abstrak), idealistik (remaja berfikir tentang apa yang mungkin, mereka berpikir tentang ciri-ciri ideal diri mereka sendiri, orang lain dan dunia) dan logis (remaja mulai berfikir seperti ilmuwan yang menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah dan menguji secara sistematis pemecahan-pemecahan masalah tersebut).

Piaget yakin bahwa remaja semakin mampu menggunakan pemikiran deduktif hipotesis (mengembangkan hipotesis/ dugaan terbaik) mengenai cara memecahkan masalah seperti persamaan aljabar. Kondisi mereka membuat mereka dapat menarik kesimpulan secara sistematis atau mengambil kesimpulan pola mana yang diterapkan dalam memecahkan masalah (Santrock, 2002 : 10 – 11).

Oleh sebab itu mata pelajaran yang diberikan di SMA tingkat kesulitannya disesuaikan dengan perkembangan kognitif mereka. Di antara mata pelajaran-mata pelajaran di SMA, mata pelajaran ilmu pastilah yang dianggap memiliki tingkat kesulitan paling tinggi oleh para siswa. Mata pelajaran ilmu pasti tersebut adalah Matematika, Fisika dan Kimia (Tresna Sastra Wijaya, 1988 : 118).

Di antara ketiganya, Fisikalah yang dianggap paling sulit. Setelah itu Matematika dan terakhir Kimia. Kendati mata pelajaran Matematika lebih bersifat simpel dan analisis, namun tidak sedikit para siswa mengalami kesulitan mempelajarinya. Begitu pula dengan mata pelajaran Fisika dan Kimia yang memiliki keabstrakan jauh lebih tinggi (Tresna Sastra Wijaya, 1988 : 118).

Pada pelajaran Fisika, siswa dituntut memiliki kemampuan analisis sintesis yang cukup tinggi (Theory of science, Dogig, 2001). Oleh karena itu banyak siswa yang merasa kesulitan dalam memahami materi-materi pelajaran Fisika. Dalam


(37)

16

belajar Fisika, siswa tidak hanya harus menghapalkan rumus saja, tetapi siswa juga dituntut untuk memahaminya dengan baik. Dengan demikian diharapkan siswa dapat mengaplikasikan rumus-rumus tersebut ke dalam berbagai macam bentuk soal.

Dalam upaya siswa IPA mengatasi kesulitan ketika menghadapi pelajaran Fisika, maka siswa harus memiliki self efficacy. Self efficacy yang dimaksud disini yaitu suatu keyakinan akan kemampuan yang dimiliki seseorang sehingga dapat mencapai hasil yang diinginkan (Bandura : 1977).

Dengan adanya self efficacy belief dalam diri tiap siswa dapat menentukan seseorang merasa, berfikir, memotivasi diri dan bertingkah laku. Self efficacy

mengarahkan lebih daripada keyakinan bahwa usaha menentukan kinerja. Penentuan dari pengetahuan, kemampuan-kemampuan, strategi-strategi dan pengelolaan stres juga masuk ke dalam bentuk dari self efficacy (Bandura 1993).

Self efficacy dapat dikembangkan melalui 4 sumber pengaruh utama. Sumber

pengaruh pertama melalui Mastery experiences. Mastery experiences yaitu pengalaman bahwa siswa mampu menguasai pelajaran Fisika. Pengalaman yang pernah dialami seorang siswa dapat menciptakan penghayatan tentang self efficacy

dalam dirinya. Keberhasilan dapat membangun keyakinan efficacy seseorang dan kegagalan akan menghambat efficacy, terutama bila kegagalan terjadi sebelum penghayatan efficacy terbentuk secara mantap (Bandura, 2002).


(38)

17

yang sering mengalami kegagalan dalam mengatasi kesulitan-kesulitan ketika menghadapi pelajaran Fisika, akan semakin menurunkan keyakinan dirinya dalam menghadapi pelajaran Fisika.

Sumber pengaruh yang kedua melalui vicarious experience atau pengalaman yang dapat diamati oleh siswa dari seorang model sosial dan seolah-olah dialami oleh siswa sendiri. Pengaruh dari modelling terhadap self efficacy sangat dipengaruhi oleh persamaan diri dengan model yang diamati, makin besar kesamaan yang dianggap ada, makin besar pengaruh kesuksesan dan kegagalan model (Bandura, 2002).

Kesuksesan-kesuksesan dan kegagalan-kegagalan orang lain dapat berdampak pada self efficacy dan motivasi yang dimiliki seseorang (Bandura dan Jourden, Self Efficacy: In Changing Societies, 1991). Contohnya siswa yang mengamati temannya sering memperoleh nilai jelek dalam pelajaran Fisika walaupun sudah berusaha keras, akan merasa seolah-olah dirinyapun tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi pelajaran yang sama. Sedangkan siswa yang mengamati temannya yang sering memperoleh nilai bagus dalam pelajaran Fisika karena ia belajar dengan sungguh-sungguh, akan merasa lebih optimis seolah-olah dirinyapun juga bisa menghadapi pelajaran yang sama.

Sumber pengaruh yang ketiga melalui social persuasion yaitu berkaitan dengan pengalaman siswa yang dipersuasi secara verbal bahwa mereka memiliki/ tidak memiliki kemampuan untuk berhasil sehingga dapat membentuk self efficacy.

Contohnya seorang siswa diperintahkan menyelesaikan soal-soal Fisika, lalu dipersuasi secara verbal oleh gurunya yang mengatakan bahwa ia memiliki


(39)

18

kemampuan yang baik untuk menyelesaikan soal-soal tersebut. Siswa tersebut akan memiliki self efficacy yang tinggi terhadap kemampuannya dan cenderung akan meningkatkan usahanya untuk menyelesaikan soal-soal tersebut.

Sedangkan siswa yang dipersuasi secara verbal oleh gurunya yang mengatakan bahwa ia memang kurang mampu untuk menyelesaikan soal-soal tersebut sehingga ia agak ketinggalan dengan teman-temannya, siswa tersebut akan memiliki self efficacy yang rendah dan menurunkan usahanya serta merasa putus asa.

Sumber pengaruh yang terakhir melalui physiological and affective states

yang berkaitan dengan reaksi stress. Perubahan kondisi emosional (suasana hati) dan keadaan fisik seorang siswa dapat mempengaruhi self efficacynya. Contohnya seorang siswa yang sedang sakit atau moodnya terganggu, merasa bahwa nilai yang akan diperolehnya tidak akan optimal karena kondisi fisiknya yang sedang menurun dan suasana hatinya yang kurang baik akan menghambat kemampuannya untuk belajar dengan baik.

Sedangkan siswa yang merasa dirinya sehat dan tidak ada masalah yang mengganggu moodnya, merasa bahwa nilai yang akan diperolehnya akan optimal/ sesuai harapannya, karena ia dapat memusatkan konsentrasi dengan baik ketika belajar Fisika. Ke empat sumber pengaruh utama tersebut merupakan kumpulan informasi bagi diri seorang siswa yang kemudian akan diolah oleh proses kognitif.


(40)

19

efficacy mempengaruhi tingkat usaha, ketekunan dan pilihan dari kegiatan-kegiatan

(Bandura, 1977).

Siswa yang memiliki self efficacy tinggi dapat mendorong prestasi dan kesejahteraan pribadi dalam banyak hal. Siswa dengan keyakinan yang tinggi untuk memenuhi tugas pendidikan akan terlihat lebih siap, bekerja lebih keras, dan mampu mengerjakan kegiatannya dengan tekun termasuk nilai kinerja dan energi yang dikeluarkan ketika mereka menghadapi kesulitan-kesulitan daripada mereka yang meragukan kemampuannya (Bandura, 1977).

Siswa-siswa dengan keyakinan tinggi dalam kemampuan mereka menunjukkan ketekunan yang lebih besar dan pencapaian hasil yang lebih signifikan dalam bidang/ mata pelajaran sains dan rekayasa daripada mereka yang percaya dirinya rendah (Lent, Brown dan Larkin, Self Efficacy : In Changing Societies, 1984). Siswa yang memiliki self efficacy tinggi menganggap tugas yang sulit sebagai tantangan yang harus dikuasai, dan bukan sebagai ancaman/ sesuatu yang harus dihindari.

Usaha yang penuh keyakinan tersebut memunculkan minat yang berasal dari dalam diri. Mereka menentukan tujuan yang menantang dan berkomitmen terhadap tujuan tersebut. Mereka memandang kegagalan sebagai usaha yang tidak memadai atau kurangnya pengetahuan dan keterampilan yang sebenarnya dapat diperoleh.

Sedangkan siswa yang memiliki self efficacy rendah, mereka meragukan kemampuan mereka dan menghindari tugas-tugas yang sulit dipandang sebagai ancaman terhadap diri mereka. Mereka memiliki aspirasi yang rendah dan komitmen


(41)

20

yang lemah terhadap tujuan mereka. Ketika berhadapan dengan tugas yang sulit, mereka terpaku pada kelemahan mereka, hambatan yang mereka hadapi dan kemungkinan hasil yang tidak menyenangkan daripada berkonsentrasi bagaimana berusaha untuk mencapai sukses. Mereka menganggap kegagalan karena mereka melihat kemampuan mereka yang tidak mencukupi.

Untuk mengaktifkan self efficacy pada diri setiap siswa, didahului oleh empat proses psikologis dimana self belief dari efficacy mempengaruhi fungsi-fungsi siswa. Pertama adalah proses cognitif memegang peranan utama dalam terbentuknya self

efficacy. Kebanyakan tindakan pada awalnya diatur dalam pikiran. Dalam proses ini

siswa menetapkan suatu tujuan, mampu mempertahankan efisiensi dalam berpikir analitik, membentuk anticipatory scenario yaitu skenario akan keberhasilan atau kegagalan dan mampu mengolah informasi.

Selanjutnya proses motivasional dibentuk secara kognitif. Siswa memotivasi diri mereka dan mengarahkan tindakan mereka dengan melatih pemikiran sebelumnya dan mengarah ke masa depan. Mereka membentuk belief mengenai apa yang dapat mereka lakukan dan mangantisipasi hasil seperti apa dari tindakan yang mereka lakukan. Siswa memotivasi diri dan mengarahkan antisipasi tindakan dengan melatih forethought (perencanaan).

Melalui proses ini siswa menentukan goal yang telah ditentukan oleh orang-orang untuk diri mereka sendiri, berapa banyak usaha yang telah mereka keluarkan,


(42)

21

Dalam proses afeksi, self efficacy berperan untuk melakukan pengendalian terhadap stressor dan dalam timbulnya anxiety. Belief siswa tentang kemampuan

copingnya mempengaruhi seberapa banyak stress dan depresi yang mereka alami

dalam situasi mengancam atau sulit. Self efficacy siswa untuk memenuhi kebutuhan tugas akademisnya, mempengaruhi keadaan-keadaan emosional seperti stress, depresi serta motivasi dalam pencapaian prestasi akademis (Bandura, 1993).

Pada proses seleksi, terdapat aktivitas efficacy yang memungkinkan siswa untuk menciptakan lingkungan yang menguntungkan dan melatih mereka untuk mengendalikan hal-hal yang mereka hadapi tiap hari. Hal ini berhubungan dengan pilihan kegiatan yang menguntungkan..

Contohnya siswa yang memiliki self efficacy yang tinggi, dalam proses

cognitive menentukan target nilai Fisika yang tinggi, membayangkan skenario sukses

(dapat memenuhi tuntutan sekolah misalnya SKBM untuk mata pelajaran Fisika), mampu bertahan dalam menganalisa soal-soal Fisika ketika mengerjakannya, mampu mengolah soal-soal Fisika dengan baik ketika mengerjakannya. Dalam proses

motivational siswa berusaha mencapai target nilai Fisika yang telah ditetapkan sendiri

dan belajar lebih rajin ketika mereka mendapat nilai Fisika yang tidak memuaskan. Dalam proses afeksi siswa melatih kemampuan mereka dalam menghadapi pelajaran Fisika, mereka yakin dapat menghadapi pelajaran Fisika dengan baik dan membuat siswa lebih optimis dalam mempelajari Fisika, sehingga meminimalisasikan stress dan anxiety. Dalam proses seleksi untuk siswa tertentu memilih bimbingan


(43)

22

belajar atau mengikuti les Fisika agar lingkungannya lebih terkendali dalam belajar Fisika.

Sedangkan siswa yang memiliki self efficacy yang rendah, dalam proses

cognitive siswa meragukan efficacy-nya, menentukan target nilai Fisika yang kurang

menentang, membayangkan skenario kegagalan, Kurang mampu bertahan dalam menganalisa soal-soal Fisika ketika mengerjakannya, dan kurang mampu mengolah soal-soal Fsika ketika mengerjakannya. Hal tersebut menghambat usaha mereka untuk mencapai hasil yang baik.

Pada proses motivational ketika siswa dihadapkan pada kegagalan/ rintangan dalam menghadapi pelajaran Fisika, siswa tersebut meragukan kemampuan dirinya sendiri, menurunkan usaha dan mudah menyerah. Dalam proses afeksi mereka tidak yakin akan kemampuan mereka dalam menghadapi Fisika sehingga menimbulkan

anxiety yang tinggi dan membuat stress diri mereka sendiri. Akibatnya dapat

menghambat diri mereka dalam mengerahkan usaha mempelajari Fisika.

Dalam proses seleksi siswa memilih tidak mengikuti bimbingan belajar atau les privat Fisika, karena siswa merasa memang kurang mampu pada Fisika sehingga terpaku pada kelemahannya. Akhirnya mereka kurang berusaha mempelajari Fisika dan dengan demikian hasil yang didapat kurang memuaskan.

Dari uraian-uraian di atas dapat terlihat bahwa tinggi rendahnya self efficacy


(44)

23

dapat mempengaruhi siswa tersebut dalam pilihan kegiatan yang dibuat ketika menghadapi Fisika, usahanya menghadapi pelajaran Fisika, berapa lama dapat bertahan saat dihadapkan pada kesulitan-kesulitan saat belajar Fisika/ menghadapi kegagalan dan bagaimana penghayatan perasaannya dalam menghadapi Fisika yang sebagian besar siswa IPA menganggapnya sulit. Sedangkan adanya target nilai yang ditetapkan sekolah membuat mereka melakukan beberapa cara untuk memenuhinya.


(45)

U n iv e r s it as K r ist e n M a r a Siswa SMAN “X” kelas 2

IPA

• Tuntutan sekolah (SKBM) untuk naik kelas dan lulus SMA • Pelajaran Fisika

(pelajaran paling sulit di jurusan IPA).

Sumber :

¬ Mastery experiences ¬ Vicarious experiences ¬ Social persuasion ¬ Physiological and

affective states Tinggi Self efficacy siswa terhadap mata pelajaran Fisika Proses : ¬ Cognitive ¬ Motivational ¬ Affective ¬ Selection Rendah Proses kognitif


(46)

25

1.6Asumsi penelitian :

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah dan kerangka pemikiran, dapat diasumsikan bahwa :

1. Pelajaran Fisika yang diterima oleh siswa IPA kelas dua di SMAN “X” Bandung, dipersepsi sebagai pelajaran yang paling sulit diantara mata pelajaran lainnya.

2. Untuk mengatasi segala kesulitan/ hambatan dan adanya tuntutan dari sekolah dalam menghadapi mata pelajaran Fisika, maka diperlukan adanya keyakinan atas seberapa besar kemampuan yang dimiliki atau self efficacy.

3. Tinggi rendahnya self efficacy dalam diri tiap siswa dapat mempengaruhi pilihan yang dibuat, usaha yang dikeluarkan, berapa lama dapat bertahan saat dihadapkan pada kesulitan dan kegagalan serta bagaimana penghayatan perasaannya.


(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Sebegian besar siswa kelas 2 IPA di SMAN “X” Bandung memiliki self efficacy tinggi dalam menghadapi Fisika.

2. Minat siswa pada mata pelajaran Fisika berperan dalam menentukan derajat self efficacy siswa dalam menghadapi mata pelajaran Fisika. 3. Dari empat sumber yang dapat mempengaruhi derajat self efficacy siswa,

sumber physiological and affective states merupakan sumber yang paling berkaitan dengan siswa yang memiliki self efficacy tinggi maupun siswa yang memiliki self efficacy rendah dalam menghadapi mata pelajaran Fisika. Hal ini dikaitkan juga dengan perkembangan siswa yang sedang berada pada tahap remaja, dimana pada masa ini siswa lebih banyak tertarik pada aktivitas fisik dan suasana hati yang mudah berubah. 4. Pada siswa yang memiliki self efficacy tinggi dalam menghadapi Fisika,

indikator yang menunjang adalah mudahnya siswa bangkit dari kegagalan.


(48)

71

5. Pada siswa yang memiliki self efficacy rendah dalam menghadapi Fisika, indikator yang menghambat adalah sulitnya siswa bangkit dari kegagalan dan kondisi suasana hati serta fisik yang sangat mempengaruhi siswa dalam belajar Fisika.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat diajukan beberapa saran berikut :

5.2.1. Penelitian lanjutan :

1. Disarankan untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara self efficacy dengan minat, melihat dari hasil penelitian bahwa minat siswa IPA pada pelajaran Fisika ternyata berperan pada derajat self efficacy siswa dalam menghadapi mata pelajaran Fisika.

5.2.2. Guna laksana

1. Bagi guru Fisika disarankan agar mengusahakan kegiatan belajar mengajar dibuat semenarik mungkin dan aplikatif dengan memperhatikan cara penyampaian teori dan metode mengajar, agar siswa tidak merasa bosan belajar Fisika dan mengubah “image” Fisika yang sulit menjadi pelajaran yang menyenangkan sehingga diharapkan agar siswa yang self efficacynya tinggi dapat mempertahankan keyakinan dirinya dan siswa yang self


(49)

72

efficacynya rendah dapat meningkatkan keyakinan dirinya dalam menghadapi Fisika.

2. Bagi guru BP disarankan lebih memperhatikan faktor minat untuk pemilihan jurusan yang ternyata merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan derajat self efficacy siswa.

3. Bagi siswa disarankan memberikan untuk mengelola gejolak emosi agar berdampak positif bagi semangat belajarnya.

4. Bagi siswa disarankan agar lebih memperhatikan kesehatan fisiknya untuk menunjang motivasi belajar.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Bandura, Albert. 2002. Self efficacy : The Exercise of Control. New York : W. H. Freeman & Company.

Bandura, Albert. 1995. Self efficacy : In Changing Societies. United Kingdom : Cambridge University Press.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Grasindo.

Kartono, Dr. Kartini. 1995. Psikologi anak (Psikologi Perkembangan). Bandung : Mandar Maju.

Pedoman Penulisan Skripsi. Juni 2000. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Program SPSS for Windows Versi 11.5

Santrock, John W. 2002. Life Span Development – Perkembangan Masa Hidup Jilid 2, terjemahan Juda Damanik, Ahmad Chusairi. Jakarta : Erlangga.

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametrik untuk ilmu-ilmu sosial, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.


(51)

DAFTAR RUJUKAN

Julina. Skripsi. Hubungan antara self efficacy dan prestasi akademik pada mahasiswa angkatan 2004 di Universitas “X” di Bandung. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Bandung.

Kusuma Ndaru, Sari. Skripsi. Survei mengenai self efficacy pada First Line Manager PT “X” divisi Y di Bandung. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Bandung.

www.republika-online.com


(1)

1.6Asumsi penelitian :

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah dan kerangka pemikiran, dapat diasumsikan bahwa :

1. Pelajaran Fisika yang diterima oleh siswa IPA kelas dua di SMAN “X” Bandung, dipersepsi sebagai pelajaran yang paling sulit diantara mata pelajaran lainnya.

2. Untuk mengatasi segala kesulitan/ hambatan dan adanya tuntutan dari sekolah dalam menghadapi mata pelajaran Fisika, maka diperlukan adanya keyakinan atas seberapa besar kemampuan yang dimiliki atau self efficacy.

3. Tinggi rendahnya self efficacy dalam diri tiap siswa dapat mempengaruhi pilihan yang dibuat, usaha yang dikeluarkan, berapa lama dapat bertahan saat dihadapkan pada kesulitan dan kegagalan serta bagaimana penghayatan perasaannya.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Sebegian besar siswa kelas 2 IPA di SMAN “X” Bandung memiliki self efficacy tinggi dalam menghadapi Fisika.

2. Minat siswa pada mata pelajaran Fisika berperan dalam menentukan derajat self efficacy siswa dalam menghadapi mata pelajaran Fisika. 3. Dari empat sumber yang dapat mempengaruhi derajat self efficacy siswa,

sumber physiological and affective states merupakan sumber yang paling berkaitan dengan siswa yang memiliki self efficacy tinggi maupun siswa yang memiliki self efficacy rendah dalam menghadapi mata pelajaran Fisika. Hal ini dikaitkan juga dengan perkembangan siswa yang sedang berada pada tahap remaja, dimana pada masa ini siswa lebih banyak tertarik pada aktivitas fisik dan suasana hati yang mudah berubah. 4. Pada siswa yang memiliki self efficacy tinggi dalam menghadapi Fisika,

indikator yang menunjang adalah mudahnya siswa bangkit dari kegagalan.


(3)

5. Pada siswa yang memiliki self efficacy rendah dalam menghadapi Fisika, indikator yang menghambat adalah sulitnya siswa bangkit dari kegagalan dan kondisi suasana hati serta fisik yang sangat mempengaruhi siswa dalam belajar Fisika.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat diajukan beberapa saran berikut :

5.2.1. Penelitian lanjutan :

1. Disarankan untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara self efficacy dengan minat, melihat dari hasil penelitian bahwa minat siswa IPA pada pelajaran Fisika ternyata berperan pada derajat self efficacy siswa dalam menghadapi mata pelajaran Fisika.

5.2.2. Guna laksana

1. Bagi guru Fisika disarankan agar mengusahakan kegiatan belajar mengajar dibuat semenarik mungkin dan aplikatif dengan memperhatikan cara penyampaian teori dan metode mengajar, agar siswa tidak merasa bosan belajar Fisika dan mengubah “image” Fisika yang sulit menjadi pelajaran


(4)

72

efficacynya rendah dapat meningkatkan keyakinan dirinya dalam menghadapi Fisika.

2. Bagi guru BP disarankan lebih memperhatikan faktor minat untuk pemilihan jurusan yang ternyata merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan derajat self efficacy siswa.

3. Bagi siswa disarankan memberikan untuk mengelola gejolak emosi agar berdampak positif bagi semangat belajarnya.

4. Bagi siswa disarankan agar lebih memperhatikan kesehatan fisiknya untuk menunjang motivasi belajar.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bandura, Albert. 2002. Self efficacy : The Exercise of Control. New York : W. H. Freeman & Company.

Bandura, Albert. 1995. Self efficacy : In Changing Societies. United Kingdom : Cambridge University Press.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : PT. Grasindo.

Kartono, Dr. Kartini. 1995. Psikologi anak (Psikologi Perkembangan). Bandung : Mandar Maju.

Pedoman Penulisan Skripsi. Juni 2000. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Program SPSS for Windows Versi 11.5

Santrock, John W. 2002. Life Span Development – Perkembangan Masa Hidup Jilid 2, terjemahan Juda Damanik, Ahmad Chusairi. Jakarta : Erlangga.

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametrik untuk ilmu-ilmu sosial, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Julina. Skripsi. Hubungan antara self efficacy dan prestasi akademik pada mahasiswa angkatan 2004 di Universitas “X” di Bandung. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Bandung.

Kusuma Ndaru, Sari. Skripsi. Survei mengenai self efficacy pada First Line Manager PT “X” divisi Y di Bandung. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. Bandung.

www.republika-online.com