Studi Deskriptif Mengenai Derajat Tingkah Laku Asertif Pada Perawat Bagian Rawat Inap di Rumah Sakit "X" Bandung.

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan memperoleh gambaran mengenai derajat tingkah laku aserif perawat bagian rawat inap Rumah Sakit

“X” Bandung terhadap atasan maupun rekan kerja dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang menggunakan metode survey. Adapun populasi dari penelitian ini adalah perawat bagian rawat inap

Rumah Sakit ”X” Bandung. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner tingkah laku asertif yang terdiri dari 27 item tehadap atasan dan 31 item terhadap rekan kerja. Kuesioner ini disusun oleh peneliti berdasarkan teori tingkah laku asertif dari Spencer A. Rathus & Nevid (1977).

Berdasarkan pengolahan data diperoleh validitas alat ukur tingkah laku asertif terhadap atasan berkisar 0.29 hingga 0.76 sedangkan validitas terhadap rekan kerja berkisar 0.25 hingga 0.67, dan reliabilitas alat ukur tingkah laku asertif terhadap atasan sebesar 0.98 sedangkan terhadap rekan kerja sebesar 0.70.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 91.5% perawat bagian rawat inap

Rumah Sakit “X” Bandung memperlihatkan derajat tingkah laku asertif yang tinggi terhadap atasan dan 94.7% perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” Bandung memperlihatkan derajat tingkah laku asertif yang tinggi terhadap rekan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat bagian rawat inap

Rumah Sakit “X” Bandung memperlihatkan tingkah laku asertif yang tergolong tinggi. Dari data yang diolah, tidak ada faktor-faktor yang berkaitan terhadap derajat tingkah laku asertif perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” Bandung.

Peneliti mengajukan saran agar dilakukan penelitian lanjutan mengenai perbandingan derajat tingkah laku asertif terhadap atasan dan rekan kerja pada perawat bagian rawat inap.


(2)

v Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Lembar Judul

Lembar Pengesahan……… i

Abstrak………..………. …… ii

Kata Pengantar... iii

Daftar Isi... v

Daftar Tabel... viii

Daftar Bagan/Skema... viii

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah... 1

1. 2 Identifikasi Masalah... 8

1. 3 Maksud dan Tujuan Penelitian... 8

1. 3.1 Maksud Penelitian... 8

1. 3.2 Tujuan Penelitian... 8

1. 4 Kegunaan Penelitian... 9

1. 4.1 Kegunaan Teoritis... 9

1. 4.2 Kegunaan Praktis... 9

1. 5 Kerangka Pikir... 9


(3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1Teori Asertivitas... 18

2. 1.1 Pengertian Asertivitas... 18

2. 1.2 Gambaran Orang Asertif dan yang Tidak Asertif... 25

2. 1.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Asertivitas... 20

2. 2 Perawat... 26

2. 2.1 Pengertian Perawat... 26

2. 2.2 Peran dan Fungsi Perawat... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian... 31

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 32

3.2.1 Variabel Penelitian... 32

3.2.2 Definisi Operasional... 32

3.3 Alat Ukur... 34

3.3.1 Alat Ukur Perilaku Asertif... 34

3.3.2 Data Pribadi dan Data Penunjang... 36

3.3.2.1 Data Pribadi... 36

3.3.2.2 Data Penunjang... 36

3.4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 37

3.4.1. Validitas Alat Ukur... 37

3.4.2 Reliabilitas Alat Ukur... 37


(4)

vii Universitas Kristen Maranatha

3.5.1 Populasi Sasaran... 37

3.5.2 Karakteristik Populasi... 37

3.5.3 Teknik Sample... 38

3.6 Teknik Analisis... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran responden... 39

4.1.1 Jenis Kelamin……... 39

4.1.2 Usia………... 40

4.1.3 Tingkat Pendidikan……... 40

4.1.4 Lama Bekerja……... 41

4.2 Gambaran Hasil Penelitian... 41

4.2.1 Derajat tingkah laku asertif... 41

4.3 Pembahasan…... 43

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan……….. ... 57

5.2 Saran…………... 57

DAFTAR PUSTAKA………...59

DAFTAR RUJUKAN………..60 LAMPIRAN


(5)

DAFTAR TABEL

3.3 Pembagian Item-item Dalam Alat Ukur Perilaku Aserif……….... 42

3.4 Sistem Pemberian Skor... 43

4.1 Tabel Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………...39

4.2 Tabel Persentase Responden Berdasarkan Usia………...40

4.3 Tabel Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan………...40

4.4 Tabel Persentase Responden Berdasarkan Lama Bekerja………41

4.5 Tabel Persentase Derajat Tingkah Laku Asertif terhadap Atasan………41

4.5 Tabel Persentase Derajat Tingkah Laku Asertif terhadap Rekan Kerja……...42

DAFTAR SKEMA/BAGAN Bagan 1.1 Skema Kerangka Pikir... 16

Skema 3.1 Skema Rancangan Penelitian... 31

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I Hasil Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Lampiran II Alat Ukur

Lampiran III Tabulasi Silang antara Tingkah Laku Asertif dan Aspek

Lampiran IV Tabulasi Silang antara Tingkah Laku Asertif dan faktor-faktor yang Mempengaruhi


(6)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Masalah

Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya dengan produk utamanya adalah jasa. Jasa rumah sakit sangat individual, berbeda dari satu orang dengan orang lainnya, tergantung penyakit atau kasusnya yang bersifat intangibles, yaitu output tidak dapat terpisahkan dengan proses dan pada saat proses berlangsung terjadi kontak langsung dengan pasien. Perawat adalah sumber daya rumah sakit yang terlama kontak dengan pasien. Oleh karena itu, perawat memegang posisi kunci dalam membangun citra rumah sakit.

Departemen Kesehatan mendefinisikan perawat sebagai seseorang yang memberikan pelayanan kesehatan secara profesional yang meliputi pelayanan biologis, psikologis, sosial, spritual terhadap individu, keluarga, dan masyarakat. Perawat, dokter, pasien merupakan satu kesatuan yang saling membutuhkan dan tidak dapat dipisahkan. Hubungan perawat dengan dokter telah terjalin seiring perkembangan kedua profesi ini. Kedokteran dan keperawatan, walaupun kedua disiplin ilmu ini sama-sama berfokus pada manusia, mempunyai perbedaan. Kedokteran lebih bersifat fathernalistic, yang mencerminkan figur seorang bapak, pemimpin dan pembuat keputusan (judgment). Sedangkan keperawatan lebih bersifat mothernalistic, yang mencerminkan figur ibu dalam memberikan asuhan keperawatan, kasih sayang, dan bantuan. (http://grahacendikia.files.wordpress.com)


(7)

Perkembangan dunia kesehatan yang semakin pesat membuka pengetahuan masyarakat mengenai dunia kesehatan dan keperawatan. Hal ini ditandai dengan banyaknya masyarakat yang mulai menyoroti kinerja tenaga-tenaga kesehatan dan mengkritisi berbagai aspek yang terdapat dalam pelayanan kesehatan. Pengetahuan masyarakat yang semakin meningkat, berpengaruh terhadap meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan keperawatan. Oleh karena itu, citra seorang perawat kian menjadi sorotan masyarakat. Hal ini tentu saja merupakan tantangan bagi profesi keperawatan dalam mengembangkan profesionalisme selama memberikan pelayanan yang berkualitas agar perawat senantiasa baik di mata masyarakat. (http://mhs.blog.u.ac.id)

Untuk menjadi perawat ideal, diperlukan kompetensi yang baik dalam menjalankan peran dan fungsi sebagai perawat. Adapun peran perawat di antaranya ialah pemberi perawatan, pelindung dan advokat klien, manajer kasus, rehabilitator, pemberi kenyamanan, komunikator, dan penyuluh. Semua peran tersebut sangatlah berpengaruh dalam membangun citra perawat di masyarakat. (http://mhs.blog.u.ac.id)

Dalam menjalankan peran dan fugsinya, perawat selalu berinteraksi dengan tenaga kesehatan yang lain, baik terhadap rekan kerja (sesama perawat, dokter, ambulatori, dan pemeriksa laboratorium) maupun atasannya (kepala ruangan dan kepala rumah sakit). Interaksi yang terjadi mempunyai kemungkinan terjadinya konflik khususnya konflik interpersonal. Konflik interpersonal adalah konflik yang terjadi antara dua orang atau lebih dimana nilai, tujuan dan keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara konstan berinteraksi dengan orang lain, sehingga ditemukan perbedaan-perbedaan (Nursalam, 2002).

Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Seffen (1980) terhadap 1794 perawat menemukan bahwa konflik interpersonal dipandang sebagai sumber stres yang paling penting.


(8)

3

Universitas Kristen Maranatha Perawat yang mengalami stres yang berat dapat kehilangan motivasi, mengalami kejenuhan yang berat, dan tidak masuk kerja lebih sering (Abraham dan Shanley, 1997).

Pada penelitian lain yang bertujuan mengetahui Hubungan antara motivasi kerja dan

stres kerja perawat intensif di Rumah Sakit “X” Semarang menemukan bahwa salah satu hal yang membuat perawat bisa bertahan untuk tetap bertugas adalah keberadaan rekan kerja yang saling mendukung atau membantu demi kebaikan pasien dalam mendapatkan pelayanan.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi konflik interpersonal dan stres adalah dengan memiliki kemampuan ketrampilan komunikasi yang baik. Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi yang baik, akan memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan dan rumah sakit, memudahkan perawat untuk menjalin hubungan rasa percaya baik terhadap klien serta perawat dapat mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia. (http://www.inna-ppni.or.id)

Agar komunikasi bisa berlangsung dengan efektif, maka seorang perawat perlu menampilkan tingkah laku asertif yang dapat diartikan sebagai suatu tingkah laku yang mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada rekan kerja dan atasan dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan rekan kerja maupun atasannya. Perilaku asertif sangatlah penting dimiliki oleh seorang perawat karena beberapa alasan sebagai berikut: Pertama, dengan kemampuan untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dan diinginkannya secara langsung dan terus terang maka para perawat bisa menghindari munculnya ketegangan dan perasaan tidak nyaman akibat menahan dan menyimpan sesuatu yang ingin diutarakannya, misalnya berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap perawat Rumah Sakit “X” Bandung, mereka menyatakan “budaya” senioritas dalam ruang lingkup keperawatan yang masih ada sampai saat ini yaitu para perawat yang lebih senior seringkali


(9)

member tugas perawat-perawat yang baru bekerja dengan sesuka hati mereka, kondisi ini terkadang membuat perawat-perawat yang baru bekerja tersebut tidak nyaman, karena mereka harus mengerjakan berbagai tugas yang tidak seimbang dengan apa yang dikerjakan oleh perawat yang mereka anggap senior tersebut.

Selanjutnya alasan yang kedua adalah asertif terhadap rekan kerja atau atasan yang bersikap atau berperilaku kurang tepat, bisa membantu rekan kerja atau atasan untuk lebih memahami kekurangannya dan bersedia memperbaiki kekurangan tersebut, sehingga pelayanan yang diberikan kepada pasien semakin baik, misalnya, jika seorang perawat atau dokter dirasa kurang tepat dalam menangani pasien, maka perawat lainnya dapat mengingatkan, tentu saja hal itu dilakukan dengan komunikasi yang baik, sehingga tidak menimbulkan konflik.

Alasan ketiga adalah dengan memiliki sikap asertif, maka para perawat dapat dengan mudah mencari solusi dan penyelesaian dari berbagai kesulitan atau permasalahan yang dihadapinya secara efektif, sehingga permasalahan itu tidak akan menjadi beban pikiran yang berlarut-larut, misalnya perawat yang baru bekerja, belum memiliki ketrampilan/pengalaman yang cukup baik dalam menangani pasien tertentu, perawat dapat meminta penjelasan/pertolongan dari rekan kerja maupun atasannya, dan yang terakhir alasan keempat, tingkah laku asertif akan membantu para perawat untuk meningkatkan kemampuan kognitifnya, tidak mudah berhenti pada sesuatu yang tidak diketahuinya (memiliki rasa keingintahuan yang tinggi), misalnya berdiskusi dengan rekan kerja maupun atasannya mengenai penyakit pasien yang belum pernah ditangani.

Rumah Sakit “X” merupakan salah satu rumah sakit umum di kota Bandung. Rumah Sakit “X” memiliki 17 poliklinik dan 10 instalasi pendukung, serta memiliki 8 ruang rawat inap dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 274 buah. Pada bagian ruang rawat inap, Rumah Sakit


(10)

5

Universitas Kristen Maranatha “X” memiliki 150 orang perawat dengan tingkat pendidikan yang berbeda yaitu DIII dan S1 Keperawatan, yang terbagi tiga shift yaitu shift pagi, sore, dan malam.

Berdasarkan data yang di dapat dari bagian keperawatan Rumah Sakit “X” Bandung, adapun tugas-tugas perawat ruang rawat inap di Rumah Sakit “X” Bandung adalah melakukan pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan informasi mengenai riwayat penyakit pasien, menegakkan diagnosa keperawatan, merencanakan intervensi. Melaksanakan tindakan keperawatan, melaksanakan evaluasi terhadap tindakan yang dilakukan, memberikan penyuluhan kepada pasien dan keluarga pasien untuk melaksanakan program kesehatan. Menerima pasien sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku, menyiapkan dan memelihara alat keperawatan dan alat lainnya di ruang rawat inap agar selalu siap pakai. Melaksanakan program orientasi kepada pasien tentang ruang rawat inap/lingkungan, peraturan dan tata tertib, melaksanakan tugas pagi, sore, malam, dan hari libur secara bergilir sesuai dengan jadwal dinas. Melaksanakan seluruh serah terima tugas kepada petugas pengganti secara lisan maupun tertulis pada saat pergantian dinas, melaksanakan dan memelihara sistem perawatan dan pelaporan keperawatan yang tepat dan benar, membina hubungan baik dengan unit lain, memelihara kebersihan lingkungan, meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan di bidang keperawatan, melaksanakan gugus kendali mutu dan memegang rahasia jabatan.

Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, Rumah Sakit “X” menempatkan pasien sebagai fokus utama dalam pelayanan kesehatan. Hal ini tercantum dalam Misi Rumah Sakit “X” tersebut yaitu meningkatkan kualitas pelayanan untuk kepuasan pelanggan. Untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan, pihak Rumah Sakit “X” telah melakukan berbagai macam upaya salah satunya yaitu mengadakan berbagai seminar dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku profesional perawat.


(11)

Berdasarkan masukan-masukan yang disampaikan oleh Dokter pada Bagian Keperawatan Rumah Sakit “X, salah satu hal yang dianggap penting untuk lebih ditingkatkan oleh perawat Rumah Sakit “X” adalah masalah sikap perawat terhadap pasien misalnya keramahan perawat ketika berbicara kepada pasien.

Peneliti juga melakukan wawancara terhadap Perawat Rumah Sakit “X”. Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap 13 orang perawat, 8 orang perawat (61, 6 %) menyatakan mereka merasa kurang mampu untuk menolak melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bukan bagian dari tugas mereka, apalagi jika hal tersebut diperintahkan oleh perawat atau dokter yang dianggap “senior atau superior”. Mereka menyatakan ada perasaan segan, takut menolak permintaan tersebut. Misalnya dokter meminta perawat yang melakukan obeservasi pasien kemoterapi (pasien yang harus mendapat penanganan khusus) yang seharusnya hal tersebut merupakan tugas dokter. Sebaliknya 5 dari 13 orang perawat (38,4%) menyatakan bahwa mereka mampu menolak dengan cara yang sopan dan memberikan pejelasan dengan jujur mengenai alasan mereka menolak melakukan pekerjaan tersebut.

Selanjutnya sebanyak 9 (69,2%) orang perawat menyatakan kadang-kadang mereka merasakan kesulitan untuk menyatakan ketidaksetujuan mereka, khususnya terhadap pendapat dokter yang dianggap “senior atau superior”. Misalnya dokter memerintahkan untuk memberikan suatu obat, padahal obat tersebut telah dikonsumsi oleh pasien beberapa kali dan tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Mereka menyatakan ada perasaan takut untuk menyatakan ketidaksetujuan mereka sehingga terkadang mereka menyatakan ketidaksetujuan tersebut lewat kepala ruangan mereka, agar kepala ruangan yang menyampaikan kepada dokter tersebut. Sebaliknya 4 orang perawat (39,8%) menyatakan bahwa mereka berani mengungkapkan ketidaksetujuan mereka dan tidak menerima begitu saja pendapat orang lain sekalipun orang


(12)

7

Universitas Kristen Maranatha tersebut atasan yang dianggap dominan, karena hal tersebut menyangkut kondisi kesehatan pasien.

Selanjutnya sebanyak 5 (38,5%) orang perawat, mereka kadang-kadang merasa malu, canggung, atau ragu-ragu untuk menyapa atau membuka pembicaraan dengan pasien/keluarga pasien yang baru dikenal apalagi jika pasien tersebut memiliki hubungan dengan salah seorang dokter atau memiliki wawasan yang luas mengenai kesehatan. Sedangkan 8 (61,5%) orang perawat lainnya, mereka tidak merasakan kesulitan untuk menyapa atau membuka pembicaraan dengan pasien.

Lalu 5 orang perawat (38,5%) menyatakan bahwa kadang-kadang mereka bingung harus mengucapkan apa ketika rekan kerja atau atasan memberikan pujian terhadap mereka sedangkan 8 orang perawat lainnya (61,5%) menyatakan selalu mengucapkan terima kasih ketika menerima pujian dari orang lain.

Selanjutnya 9 orang perawat (69,2%) menyatakan bahwa biasanya mereka lebih banyak menunduk atau menatap seperlunya saja teman bicara mereka khususnya jika mereka berhadapan dengan dokter atau atasan yang mereka anggap senior/superior. Sedangkan 4 perawat lainnya (30,8%) merasa mampu bersikap tenang menatap teman bicara mereka.

Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan di atas, terlihat bahwa ciri-ciri tingkah laku asertif Perawat Rumah Sakit “X” Bandung bervariasi. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti derajat tingkah laku asertif perawat di Rumah sakit “X” Bandung.


(13)

1.2. Identifikasi Masalah

Masalah yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah seperti apakah derajat tingkah laku asertif perawat bagian rawat inap Rumah Sakit ”X” Bandung baik terhadap rekan kerja maupun atasan.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tingkah laku asertif perawat bagian rawat inap Rumah Sakit ”X” Bandung baik terhadap rekan kerja maupun atasan.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai derajat tingkah laku asertif yang dimiliki perawat bagian ruang rawat inap Rumah Sakit ”X” Bandung baik terhadap rekan kerja maupun atasan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

 Memberikan informasi dan masukan bagi ilmu Psikologi khususnya bidang Industri dan Organisasi.

 Memberikan gambaran bagi peneliti bidang Psikologi khususnya Industri dan Organisasi sebagai informasi awal untuk lebih mengembangkan penelitian lebih lanjut mengenai perilaku asertif.


(14)

9

Universitas Kristen Maranatha 1.4.2 Kegunaan Praktis

 Memberi informasi kepada Kepala Bagian Keperawatan Rumah Sakit “X” Bandung mengenai derajat tingkah laku asertif perawat ruang rawat inap rumah sakit tersebut sehingga dapat menjadi bahan masukan untuk memberikan bimbingan kepada perawat ruang rawat inap dalam meningkatkan asertivitas mereka.

 Sebagai masukan kepada kepala bagian keperawatan Rumah Sakit “X” Bandung sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam memotivasi perawat untuk mengembangkan diri secara optimal sebagai seorang perawat.

1.5. Kerangka Pemikiran

Melalui lokakarya nasional keperawatan kerjasama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Depdikbud RI), Departemen Kesehatan Repubilik Indonesia (Depkes RI) dan Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonsia (DPP PPNI), telah disepakati pengertian keperawatan yaitu suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat baik yang sakit maupun sehat yang mencakup kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan adalah bantuan yang diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemauan dan kemampuan pasien untuk melaksanakan kehidupan sehari-hari secara mandiri.

Pelayanan keperawatan mencakup seluruh rentang pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh perawat bersama-sama dengan tenaga kesehatan lain untuk mencapai tujuan promosi dan


(15)

pembinaan kesehatan, pencegahan penyakit, diagnosa dini, penyembuhan dan kesembuhan dari penyakit atau kecelakaan dan rehabilitasi, dengan menggunakan metoda keperawatan yang selanjutnya disebut sebagai proses keperawatan. Proses ini mempunyai kerangka dasar ilmiah, dengan pendekatan pemecahan masalah, yang intinya adalah pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Dalam melaksanakan pelayanan keperawatan dengan tenaga kesehatan lain baik terhadap rekan kerjanya maupun terhadap atasannya, perawat diharapkan dapat bersosialisasi dan menjalin hubungan komunikasi yang efektif dalam menyatakan kebutuhan, perasaan, dan pikiran mereka dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan rekan kerja dan atasan demi terpeliharanya keserasian lingkungan kerja dan tercapainya tujuan pelayanan kesehatan secara menyeluruh. Komunikasi antara tenaga kesehatan „tentang komunikasi mereka dengan pasien‟ juga merupakan hal yang penting. Sebagai contoh, bila dokter membicarakan adanya penyakit terminal ataupun cacat tetap, para perawat dituntut agar dapat memberikan dukungan, bimbingan maupun saran yang tepat kepada pasien dengan ekspresi wajah dan bahasa tubuh yang sesuai (Abraham, dkk, 1997). Hal yang dikemukakan di atas, dapat ditampilkan melalui tingkah laku asertif yang dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menyatakan kebutuhan, perasaan, dan pikiran-pikiran apa adanya tanpa menyakiti orang lain. Perilaku asertif mendukung terbentuknya hubungan interpersonal yang positif dengan orang lain, hal ini dikarenakan cara penyampaian kebutuhan, perasaan, dan pikiran turut mempertimbangkan hak orang lain pula (Rathus & Nevid, 1977). Perilaku asertif tersebut ditunjukkan dalam 10 aspek dibawah ini:

Aspek pertama yaitu Requesting Favors (meminta bantuan), bahwa setiap perawat berhak untuk meminta bantuan kepada rekan kerja maupun atasannya. Perawat mampu meminta


(16)

11

Universitas Kristen Maranatha pertolongan secara langsung dan tidak bertele-tele apabila mereka tidak mampu mengerjakan tugasnya, namun mereka juga tidak akan meminta bantuan apabila masih sanggup mengerjakan tugas tersebut. Selain itu, para perawat yang asertif akan meminta izin secara sopan sebelum meminta tolong, memberikan penjelasan secara singkat terhadap permintaan tolong yang diajukan serta tidak lupa mengucapkan terima kasih setelah diberi pertolongan.

Aspek kedua yaitu Denying Request (menolak permintaan), kemampuan para perawat untuk menolak permintaan rekan kerja maupun atasannya saat benar-benar tidak mampu melakukannya. Perawat yang asertif tidak akan sungkan untuk menolak memberi pertolongan namun tetap sopan dan jujur dalam memberikan penjelasan. Mereka juga memberikan penjelasan singkat mengenai alasan menolak memberikan bantuan, memberikan alternatif bantuan serta tidak merasa bersalah secara berlebihan apabila tidak mampu menolong orang lain baik itu rekan kerja maupun atasan.

Aspek ketiga yaitu Disagreering With Others (mengungkapkan ketidaksetujuan terhadap orang lain), para perawat mampu mengungkapkan ketidaksetujuan secara tepat dan tidak menerima begitu saja pendapat orang lain baik itu rekan kerja maupun atasan yang dianggap dominan. Para perawat yang asertif akan mampu untuk memperbolehkan dirinya berbeda dengan orang lain, mereka juga memilih untuk tidak diam saja bila tidak setuju terhadap pendapat orang lain. Para perawat yang asertif juga mampu untuk mengakhiri perdebatan yang sifatnya emosional dengan cara yang netral.

Aspek keempat yaitu Beginning Conversation and Knowing what to say (memulai pembicaraan dan mengetahui apa yang akan dikatakan), yang berarti perawat mampu untuk memulai pembicaraan dan mengetahui apa yang dikatakan kepada orang yang baru ditemui misalnya rekan kerja yang baru dikenal dan tidak menghindari orang secara sosial. Hal tersebut


(17)

menunjukkan bahwa para perawat mampu untuk memulai pembicaraan dengan orang baru serta menciptakan komunikasi dua arah.

Aspek kelima yaitu Saying What You Really Think (mengatakan apa yang dipikirkan), menunjukkan kemampuan perawat dalam mengungkapkan secara verbal mengenai apa yang ada dalam pikiran mereka. Perawat dengan perilaku asertif mampu mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran mereka serta menunjukkan eksperesi perasaan yang sesuai. Mereka juga mampu untuk mengungkapkan opini secara netral dan tidak menggunakan opini mereka untuk menyerang orang lain baik itu rekan kerja maupun atasan.

Selanjutnya aspek keenam yaitu Giving Compliments (memberikan pujian), para perawat mampu memberikan pujian secara tepat, sesuai dan tidak berlebihan dan cocok dengan keadaan orang lain baik itu memberikan pujian kepada rekan kerja maupun atasan sebagai bentuk reward. Ungkapan pujian yang diberikan bukan untuk menyanjung orang lain namun sebagai tindakan menghargai kinerja orang lain. Mampu memberikan pujian secara tepat, menunjukkan bahwa pujian diungkapkan dengan perasaan serta diikuti oleh bentuk non verbal yang sesuai. Selain itu, perawat yang asertif memberikan pujian dengan baik akan memberikan pujian secara singkat, langsung pada perilaku serta memperhatikan kondisi orang yang diberi pujian.

Aspek ketujuh yaitu Receiving Compliments (menerima pujian), yang menunjukkan kemampuan dalam menerima pujian sebagai hal yang dirasa tepat untuk diterima perawat serta mampu untuk menunjukkan apresiasi yang tepat kepada pemberi pujian. Perawat yang asertif akan mampu menerima pujian yang diberikan kepadanya, misalnya pujian yang diberikan oleh rekan kerja maupun atasan serta merasa berhak untuk mendapatkan pujian tersebut sebagai respon atas kinerja yang baik dari diri mereka. Mereka juga mampu untuk merespon pujian yang


(18)

13

Universitas Kristen Maranatha diberikan baik dalam pelayanan kesehatan maupun kinerja dengan ekspresi dan ungkapan sewajarnya.

Aspek kedelapan yaitu Making Complaints (mengajukan keluhan), yang menunjukkan bahwa para perawat mampu mengungkapkan keluhan kepada rekan kerjanya maupun atasan secara bertahap serta memiliki dan mengarah pada tujuan serta menggunakan informasi faktual serta spesifik mengarah terhadap tingkah laku. Perawat tersebut juga mampu mengungkapkan keluhan dengan ekspresi non verbal yang sesuai, tidak bersikap subjektif, mampu mengontrol emosi serta tidak menggunakan kata-kata kasar dan menghina. Mereka juga mau mengambil risiko dalam mengajukan keluhan tersebut.

Aspek kesembilan Receiving Complaints (menerima keluhan), kemampuan perawat dalam menerima dan menghargai keluhan yang ditunjukan kepada dirinya. Perawat dengan sikap asertif akan mampu membatasi isi dari keluhan sehingga akan mengarah pada perilaku yang spesifik dan tidak berujung pada tindakan kekerasan maupun emosional dengan memberikan penjelasan yang sifatnya kongkrit sesuai dengan keluhan yang diajukan. Perawat tidak menumpuk dendam terhadap orang lain baik rekan kerja maupun atasan yang mengajukan keluhan. Mereka juga yang mampu untuk menggunakan keluhan tersebut sebagai umpan balik sehingga akan meningkatkan kinerja ke arah yang baik.

Aspek terakhir atau aspek kesepuluh adalah Maintaining Eye Contact (memelihara kontak mata), perawat yang asertif mampu mempertahankan kontak mata terhadap rekan kerja maupun atasan dan memelihara kontak mata sebagai ekspresi non-verbal dalam konteks pembicaraan. Hal tersebut dilakukan untuk menunjukkan kepercayaan diri dan ketertarikan terhadap komunikasi yang dilakukan. Kontak mata yang dilakukan mengarah langsung pada


(19)

rekan pembicaraan dengan cara yang tegas dan bukan untuk mengintimidasi orang lain dalam pembicaraan.

Setiap individu memiliki tingkah laku asertif dalam derajat yang berbeda-beda termasuk perawat Ruang Rawat Inap Rumah Sakit “X” Bandung, mulai dari derajat tingkah laku asertif yang tinggi hingga rendah. Menurut Rathus & Nevid (1977), perilaku asertif bukanlah kemampuan yang dibawa secara genetik atau sejak lahir. Tinggi rendahnya derajat asertif perawat Ruang Rawat Inap Rumah Sakit “X” dipengaruhi oleh : (1) Streotype Gender. Dalam

situasi rumah maupun pekerjaan, terjadi pengkotak-kotakan terhadap apa yang mampu dan tidak mampu untuk dikerjakan oleh wanita (Rathus,1977:86). Pekerjaan perawat diidentikkan dengan wanita dan terapis adalah pria. Perawat wanita yang memunculkan sifat tegas dan berani mengungkapkan pendapat dan hal-hal yang membuatnya tidak nyaman akan dianggap maskulin serta agresif dan tidak sesuai dengan perannya. Sebaliknya pria yang bertingkah laku agresif dalam pekerjaannya akan tetap dihargai. Dengan kata lain, perawat wanita akan dianggap tidak baik apabila berlaku tegas dan mampu mengungkapkan apa yang ia rasa perlu ungkapkan maka perawat wanita dengan karakteristik demikian tidak sesuai dengan harapan orang lain mengenai karakteristik perawat wanita pada umumnya dan disisi lain perawat pria akan lebih dihargai apabila bersikap tegas dalam mengerjakan asuhan keperawatan. (2) Tingkat Pendidikan. Perawat Ruang Rawat Inap Rumah Sakit “X” terdiri dari lulusan program D3 Keperawatan dan lulusan S1 Keperawatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan perawat biasanya semakin luaslah wawasan berpikirnya, sehingga kesempatan untuk mengembangkan diri lebih terbuka. Artinya, dengan semakin tingginya tingkat pendidikan perawat, wawasan berpikirnya semakin luas dan terbuka sehingga individu lebih mengetahui tentang cara berperilaku yang diharapkan oleh masyarakat. (3) Nilai-nilai yang ditanamkan dalam keluarga. Nilai-nilai yang ditanamkan oleh keluarga akan


(20)

15

Universitas Kristen Maranatha mempengaruhi anak bertingkah laku, tumbuh dan berkembang. Misalnya, sejak kecil anak diberi pemahaman bahwa ia harus menghormati orang yang lebih tua, maka hal ini akan tertanam dalam dirinya sehingga akan mempengaruhi dirinya dalam bertingkah laku. (4) Kesempatan dalam keluarga untuk mengemukakan pendapat. Asertivitas merupakan tingkah laku yang dipelajari oleh individu dari lingkungannya yang dimulai dari interaksi anak dan orangtuanya. Adanya kesempatan yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya untuk mengemukakan pendapat akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan asertvitasnya. (5) Pengalaman di lingkungan sosial. Selain di lingkungan keluarga, lingkungan luar/lingkungan kerja tempat perawat berinteraksi menjadi model bagi perawat dalam berperilaku. Dengan demikian dapat dikatakan, perilaku asertif tumbuh dari proses belajar dan latihan yang diterima individu dari lingkungannya.

Secara skematis hal-hal yang diungkapkan di atas dapat digambarkan dalam bagan berikut:


(21)

1.1Skema Kerangka Pikir  Streotype Gender

 Tingkat Pendidikan

 Nilai-nilai yang ditanamkan oleh keluarga

 Kesempatan dalam keluarga untuk mengemukakan pendapat

 Pengalaman di lingkungan sosial

Tinggi Tingkah laku

asertif terhadap atasan dan rekan kerja Perawat Ruang

Rawat Inap

Rendah

Aspek-Aspek Tingkah Laku Asertif :

1. Requesting Favors ( meminta bantuan)

2. Denying Request (menolak permintaan)

3. Disagreering With Others (mengungkapkan ketidaksetujuan dengan orang lain)

4. Beginning Conversation and Knowing what to say (memulai pembicaraan dan mengetahui apa yang dikatakan)

5. Saying What You Really Think (mengatakan apa yang benar-benar dipikirkan)

6. Giving Compliments (memberikan pujian)

7. Receiving Compliments (menerima pujian)

8. Making Complaints (mengajukan keluhan)

9. Receiving Complaints (menerima keluhan)


(22)

17

Universitas Kristen Maranatha Asumsi

1.Perawat Ruang Rawat Inap Rumah Sakit “X” perlu menampilkan tingkah laku asertif dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka baik terhadap atasan maupun rekan kerja.

2.Perawat Ruang Rawat Inap Rumah Sakit “X” mampu memperlihatkan tingkah laku asertif yang beragam baik terhadap atasan maupun rekan kerja.


(23)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, didapatkan gambaran umum mengenai

derajat tingkah laku asertif pada perawat bagian rawat inap di Rumah Sakit “X” baik terhadap atasan maupun rekan kerja yang disimpulkan sebagai berikut :

1. Sebagian besar (91.5%) perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” Bandung memperlihatkan derajat tingkah laku asertif terhadap atasan tergolong tinggi dan sebagian besar (94.7%) perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” Bandung memperlihatkan derajat tingkah laku asertif terhadap rekan kerja juga tergolong tinggi

2. Sebagian besar aspek-aspek tingkah laku asertif perawat bagian rawat inap Rumah Sakit Bandung tergolong tinggi baik terhadap atasan maupun terhadap rekan kerja.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat tingkah laku asertif yaitu Streotype Gender, Tingkat Pendidikan, Nilai-nilai yang ditanamkan keluarga, Kesempatan dalam keluarga mengemukakan pendapat tidak berkaitan dengan derajat tingkah laku asertif yang

dimiliki oleh perawat bagian ruang rawat inap Rumah Sakit “X” Bandung yang sebagian besar tergolong tinggi.

4. Dari hasil kuesioner faktor Pengalaman di pengalaman organisasi yang didapat, menunjukkan bahwa data tidak dapat diolah.


(24)

58

Universitas Kristen Maranatha 5.2 SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti mengajukan beberapa saran yaitu:

 Bagi penelitian lanjutan

Disarankan untuk meneliti mengenai perbandingan derajat tingkah laku asertif terhadap atasan dan rekan kerja pada perawat bagian rawat inap.

 Guna Laksana

1. Untuk Kepala Keperawatan Rumah Sakit “X” Bandung agar terus mendorong para perawat untuk lebih mengoptimalkan kemampuan dalam mengajukan keluhan mereka kepada atasan mereka dengan berani dan spesifik mengarah pada tingkah laku yang dimaksud.

2. Untuk perawat agar mempertahankan tingkah laku asertif mereka baik terhadap atasan maupun rekan kerja dan perlu belajar untuk lebih mampu dalam mengajukan keluhan mereka kepada atasan mereka dengan berani dan spesifik mengarah pada tingkah laku yang dimaksud.


(25)

Rathus, Spencer A & Nevid, J.S Ph.D. 1977. Behavior Therapy, Strategies For

Solving Problems in Living. New York : New American Librar Inc.

Bower, Sharon Anthony & Gordon. H.Bower.1991. Asserting Your Self : a

practical guide for positive change. Stangford, CA : Addison – Wesley Publishing Company. Inc

Effendy, Nasrul. 1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Edisi

II. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Roper, Nancy. 1996. Prinsip-Prinsip Keperawatan, Edisi Pertama (terjemahan). Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica dan ANDI.

Gulo. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : PT. Gramedia.

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia.

Santoso, Singgih. 2009. Panduan Lengkap Menguasai Statistik dengan SPSS 17. Jakarta: Elex Media Komputindo.


(26)

60 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Hubungan Perawat, Pasien, dan Dokter Dalam Keputusan Tindakan Asuhan Keperawatan. (Online). http://grahacendikia.files.wordpress.com (diakses tanggal 10 Juli 2009)

Marlinda Wany, Jenny Marlinda. 2009. Komunikasi Dalam Keperawatan. (Online) http://www.inna-ppni.or.id (diakses tanggal 23 Juli 2009)

Joe. 2009. Konsep dasar Keperawatan. (Online). Perawattegal.wp.com (Online). (diakses tanggal 23 Juli 2009)

Kualitas Pelayanan Keperawatan. (Online). http:/artikelpsikologi klinis

perkembangan dan social.htm (diakses tanggal 10 Juli 2009)

http://mhs.blog.ui.ac.id/rani.setiani/2009/05/04/ (Online). (diakses tanggal 10 Juli 2009)

id.shvoong.com/social-science/1685 (diakses tanggal 17 Oktober 2009)

Siti Habsyah Ningsih. Studi Mengenai Hubungan antara Kecerdasan Emosional

dan Perilaku Asertif Pada Perawat Bagian Rawat Inap Rumah Sakit ”X” Kota Cimahi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Ratih Sufra Rizkani. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat

dalam Membina Hubungan Interpersonal Di Ruang Rawat Inap & Nusa Indah

Rumah Sakit Umum Daerah “X” Binjai. Medan: Fakutas Kedokteran Universitas


(1)

Universitas Kristen Maranatha 1.1Skema Kerangka Pikir

Streotype Gender

 Tingkat Pendidikan

 Nilai-nilai yang ditanamkan oleh keluarga  Kesempatan dalam keluarga untuk

mengemukakan pendapat

 Pengalaman di lingkungan sosial Tinggi Tingkah laku asertif terhadap atasan dan rekan kerja Perawat Ruang Rawat Inap Rendah

Aspek-Aspek Tingkah Laku Asertif :

1. Requesting Favors ( meminta bantuan)

2. Denying Request (menolak permintaan)

3. Disagreering With Others (mengungkapkan ketidaksetujuan dengan orang lain)

4. Beginning Conversation and Knowing what to say (memulai pembicaraan dan

mengetahui apa yang dikatakan)

5. Saying What You Really Think (mengatakan apa yang benar-benar dipikirkan)

6. Giving Compliments (memberikan pujian)

7. Receiving Compliments (menerima pujian)

8. Making Complaints (mengajukan keluhan)

9. Receiving Complaints (menerima keluhan)


(2)

17

Universitas Kristen Maranatha Asumsi

1.Perawat Ruang Rawat Inap Rumah Sakit “X” perlu menampilkan tingkah laku asertif dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka baik terhadap atasan maupun rekan kerja.

2.Perawat Ruang Rawat Inap Rumah Sakit “X” mampu memperlihatkan tingkah laku asertif yang beragam baik terhadap atasan maupun rekan kerja.


(3)

57 Universitas Kristen Maranatha KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, didapatkan gambaran umum mengenai derajat tingkah laku asertif pada perawat bagian rawat inap di Rumah Sakit “X” baik terhadap atasan maupun rekan kerja yang disimpulkan sebagai berikut :

1. Sebagian besar (91.5%) perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” Bandung memperlihatkan derajat tingkah laku asertif terhadap atasan tergolong tinggi dan sebagian besar (94.7%) perawat bagian rawat inap Rumah Sakit “X” Bandung memperlihatkan derajat tingkah laku asertif terhadap rekan kerja juga tergolong tinggi

2. Sebagian besar aspek-aspek tingkah laku asertif perawat bagian rawat inap Rumah Sakit Bandung tergolong tinggi baik terhadap atasan maupun terhadap rekan kerja.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat tingkah laku asertif yaitu Streotype Gender, Tingkat Pendidikan, Nilai-nilai yang ditanamkan keluarga, Kesempatan dalam keluarga mengemukakan pendapat tidak berkaitan dengan derajat tingkah laku asertif yang dimiliki oleh perawat bagian ruang rawat inap Rumah Sakit “X” Bandung yang sebagian besar tergolong tinggi.

4. Dari hasil kuesioner faktor Pengalaman di pengalaman organisasi yang didapat, menunjukkan bahwa data tidak dapat diolah.


(4)

58

Universitas Kristen Maranatha 5.2 SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti mengajukan beberapa saran yaitu:

 Bagi penelitian lanjutan

Disarankan untuk meneliti mengenai perbandingan derajat tingkah laku asertif terhadap atasan dan rekan kerja pada perawat bagian rawat inap.

 Guna Laksana

1. Untuk Kepala Keperawatan Rumah Sakit “X” Bandung agar terus mendorong para perawat untuk lebih mengoptimalkan kemampuan dalam mengajukan keluhan mereka kepada atasan mereka dengan berani dan spesifik mengarah pada tingkah laku yang dimaksud.

2. Untuk perawat agar mempertahankan tingkah laku asertif mereka baik terhadap atasan maupun rekan kerja dan perlu belajar untuk lebih mampu dalam mengajukan keluhan mereka kepada atasan mereka dengan berani dan spesifik mengarah pada tingkah laku yang dimaksud.


(5)

59 Universitas Kristen Maranatha Rathus, Spencer A & Nevid, J.S Ph.D. 1977. Behavior Therapy, Strategies For

Solving Problems in Living. New York : New American Librar Inc.

Bower, Sharon Anthony & Gordon. H.Bower.1991. Asserting Your Self : a

practical guide for positive change. Stangford, CA : Addison – Wesley Publishing Company. Inc

Effendy, Nasrul. 1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Edisi

II. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Roper, Nancy. 1996. Prinsip-Prinsip Keperawatan, Edisi Pertama (terjemahan). Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica dan ANDI.

Gulo. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : PT. Gramedia.

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia.

Santoso, Singgih. 2009. Panduan Lengkap Menguasai Statistik dengan SPSS 17. Jakarta: Elex Media Komputindo.


(6)

60 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Hubungan Perawat, Pasien, dan Dokter Dalam Keputusan Tindakan Asuhan Keperawatan. (Online). http://grahacendikia.files.wordpress.com (diakses tanggal 10 Juli 2009)

Marlinda Wany, Jenny Marlinda. 2009. Komunikasi Dalam Keperawatan. (Online) http://www.inna-ppni.or.id (diakses tanggal 23 Juli 2009)

Joe. 2009. Konsep dasar Keperawatan. (Online). Perawattegal.wp.com (Online). (diakses tanggal 23 Juli 2009)

Kualitas Pelayanan Keperawatan. (Online). http:/artikelpsikologi klinis

perkembangan dan social.htm (diakses tanggal 10 Juli 2009)

http://mhs.blog.ui.ac.id/rani.setiani/2009/05/04/ (Online). (diakses tanggal 10 Juli 2009)

id.shvoong.com/social-science/1685 (diakses tanggal 17 Oktober 2009)

Siti Habsyah Ningsih. Studi Mengenai Hubungan antara Kecerdasan Emosional

dan Perilaku Asertif Pada Perawat Bagian Rawat Inap Rumah Sakit ”X” Kota Cimahi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Ratih Sufra Rizkani. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Asertif Perawat

dalam Membina Hubungan Interpersonal Di Ruang Rawat Inap & Nusa Indah

Rumah Sakit Umum Daerah “X” Binjai. Medan: Fakutas Kedokteran Universitas