Studi Deskriptif Mengenai Derajat Stres Kerja pada Perawat Bagian Rawat Inap Rumah Sakit "X" Kota Bandung.

(1)

iii Universitas Kristen Maranatha

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai derajat stres kerja pada perawat rawat inap di RS “X” kota Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik survey dan analisis data dengan teknik persentil.

Stres kerja ialah suatu kondisi yang muncul dari interaksi antara manusia dan pekerjaan serta dikarakteristikan oleh perubahan manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi normal mereka. Masalah yang terjadi karena stres bisa muncul menjadi gejala fisik, psikologis dan perilaku (Luthans, 2005).

Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa kuesioner berdasarkan teori Luthans (2005), yang terdiri dari 42 item. Validitas alat ukur stress kerja berkisar antara 0.302-0.956 dan reliabilitas alat ukur dengan Alpha Cronbarch adalah 0.969. Penelitian ini dilakukan kepada seluruh populasi yang berjumlah 132 perawat rawat inap.

Berdasarkan hasil pengolahan data, dapat diketahui bahwa sebanyak 43,75% perawat memiliki stres kerja yang tergolong tinggi, 31,25% memiliki stres kerja yang tergolong rendah, dan 25% perawat memiliki stres kerja yang tergolong sedang.

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa lama bekerja dan status marital serta tipe kepribadian AB dapat mempengaruhi stres kerja. Saran yang diberikan peneliti adalah untuk melakukan penelitian korelasi mengenai hubungan stres kerja dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.


(2)

iv Universitas Kristen Maranatha

Abstract

This research was conducted to obtain an overview the degree of work stress in inpatient nurses at the hospital "X" in Bandung. The method used in this research is descriptive method with survey techniques and data analysis with percentile technique.

Work stress is a condition that emerged from the interaction between humans and their job; and characterized by humans changes that force them to deviate from their normal function. The problems due to stress can be exhibited physically, psychologically, and behaviorally (Luthans, 2005).

This study uses a questionnaire based on theory by Luthans (2005) which consists of 42 item. Validity measure work stress ranging between 0.302-0.956 and reliability of measuring instruments with Alpha Cronbarch is 0.969. This research was carried out to the entire population of 132 inpatient nurse.

Based on the results of data processing, it shows that 43,75% nurses have a high degree of work stress, 31,25% nurses have a low degree of work stress, and 25% nurses have a moderate degree of work stress.

From the result of the research it can be seen that the long period of work, marriage status and AB personality types are affecting work of stress. The advice given by the researcher is to conduct a research on the correlation of work stress and the factors that influence it.


(3)

vii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Lembar Judul Lembar Pengesahan Abstrak

Abstract

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Bagan ... xi

Daftar Tabel ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10

1.3.1 Maksud Penelitian ... 10

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian ... 11

1.4.1 Kegunaan Teoretis ... 11

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 11

1.5 Kerangka Pemikiran ... 11


(4)

viii Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stres Kerja ... 20

2.1.1 Definisi Stres Kerja ... 20

2.1.2 .Penyebab Stres Kerja ... 22

2.1.3 Perbedaan Individu ... 23

2.1.4 Akibat Stres ... 25

2.1.4.1 Gejala Fisiologis... 26

2.1.4.2 Gejala Psikologis ... 27

2.1.4.3 Gejala Perilaku ... 27

2.2 Keperawatan ... 28

2.2.1 Konsep Dasar Keperawatan ... 28

2.2.2 Pengertian Keperawatan ... 29

2.2.3 Tugas Keperawatan Rawat Inap ... 30

2.2.4 Persyaratan Keperawatan sebagai suatu Profesi ... 32

2.3 Masa Perkembangan Dewasa ... 33

2.3.1 Masa Dewasa Awal ... 33

2.3.2 Masa Dewasa Madya ... 35

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 36

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... 36

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 37


(5)

ix Universitas Kristen Maranatha

3.3.2 Definisi Operasional ... 37

3.4 Alat Ukur ... 38

3.4.1 Alat Ukur Stres Kerja ... 38

3.4.1.1 Kisi-kisi Alat Ukur ... 39

3.4.1.2 Skoring Alat Ukur ... 39

3.4.2 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 41

3.4.2.1 Data Pribadi ... 41

3.4.2.2 Data Penunjang ... 41

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 41

3.4.3.1 Validitas Alat Ukur ... 41

3.4.3.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 42

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 43

3.5.1 Populasi Sasaran ... 43

3.5.2 Karakteristik Populasi ... 43

3.6 Teknik Analisis Data ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Populasi ... 45

4.1.1 Identitas Responden ... 45

4.1.2 Hasil Penelitian ... 46


(6)

x Universitas Kristen Maranatha BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 55

5.2 Saran ... 56

5.2.1 Saran Teoritis ... 56

5.2.2 Saran Praktis ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 58

DAFAR RUJUKAN ... 59 LAMPIRAN


(7)

xi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

1.1 Bagan Kerangka Pemikiran ... 19 2.1 Model Stres ... 21 3.1 Bagan Rancangan Penelitian ... 36


(8)

xii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Stres Kerja ... 39

Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Kuesioner Stres Kerja ... 40

Tabel 3.3 Kriteria Reliabilitas ... 43

Tabel 4.1 Gambaran Populasi ... 45


(9)

xiii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Stres Kerja Lampiran 2 Kisi-kisi Alat Ukur

Lampiran 3 Validitas dan Realibilitas Alat Ukur Lampiran 4 Hasil Pengolahan Data

Lampiran 4.1 Hasil Derajat Stres Kerja Lampiran 4.2 Gejala Fisiologis

Lampiran 4.3 Gejala Psikologis Lampiran 4.4 Gejala Perilaku

Lampiran 4.5 Hasil Tabulasi Silang Gejala Stres Kerja dengan Derajat Stres Kerja

Lampiran 5 Hasil Tabulasi Silang antara Data Pribadi dengan Derajat Stres Kerja

Lampiran 5.1 Hasil Tabulasi Silang antara Usia dengan Derajat Stres Kerja

Lampiran 5.2 Hasil Tabulasi Silang antara Jenis Kelamin dengan Derajat Stres Kerja

Lampiran 5.3 Hasil Tabulasi Silang antara Lama Bekerja dengan Derajat Stres Kerja

Lampiran 5.4 Hasil Tabulasi Silang antara Status Marital dengan Derajat Stres Kerja


(10)

xiv Universitas Kristen Maranatha Lampiran 6 Hasil Tabulasi Silang antara Data Penunjang dengan Derajat

Stres Kerja Lampiran 7 Data mentah

Lampiran 8 Surat Izin Pengambilan Data

Lampiran 9 Formulir Pengesahan Pengambilan Data Lampiran 10 Surat Izin dari Rumah Sakit ‘X’ Bandung


(11)

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan baik yang diselenggarakan pemerintah dan masyarakat yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau kesehatan rujukan dan upaya kesehatan penunjang. Rumah sakit dalam menjalankan fungsinya diharapkan senantiasa memperhatikan fungsi sosial dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Keberhasilan rumah sakit dalam menjalankan fungsinya ditandai dengan adanya mutu pelayanan prima rumah sakit (Depkes RI, 2002).

Menurut Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit diklasifikasi berdasarkan kepemilikan terdiri atas rumah sakit pemerintah yang meliputi rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan, rumah sakit Pemerintah Daerah, rumah sakit militer, rumah sakit BUMN, dan rumah sakit swasta yang dikelola oleh masyarakat.

Rumah Sakit ‘X’ Kota Bandung merupakan salah satu institusi pelayanan kesehatan milik Pemerintah Daerah Kota Bandung. RS ‘X’ Kota Bandung

awalnya merupakan sebuah depot kesehatan yang berkedudukan di Pangkalan Udara Husein Sastranegara, yang memiliki pelayanan rawat mondok dengan


(12)

2

Universitas Kristen Maranatha kapasitas sebanyak 20 buah tempat tidur. Gagasan untuk membangun suatu Rumah Sakit Pusat TNI AU tercetus dengan alasan bahwa TNI Angkatan Udara harus mempunyai tempat penampungan penderitanya sendiri dengan kegiatan-kegiatan yang meliputi kesehatan umum dan kesehatan khusus. Kesehatan umum adalah memberikan pelayanan dalam bidang kesehatan secara umum dengan menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan unit gawat darurat. RS ‘X’ Kota Bandung ini merupakan satu-satunya rumah sakit umum di daerah ‘X’ Kota Bandung yang menjadi pusat rujukan bagi Rumah Sakit TNI AU wilayah Jawa

Barat. Selain itu juga, RS ‘X’ melayani pemeriksaan kesehatan bagi Prajurit,

Pegawai Negeri Sipil, peserta Asuransi Kesehatan (ASKES), kontraktor dan masyarakat umum, sedangkan kesehatan khusus yaitu rangkaian kegiatan bidang Kesehatan Penerbangan, dengan mengadakan medical check up, kegiatan penelitian dan pengembangan melalui tim kesehatan khusus, serta kegiatan dukungan operasi khusus tingkat angkatan (TNI) maupun nasional. Selain kegiatan - kegiatan tersebut diatas, rumah sakit mengadakan pula civic mission dengan melayani masyarakat di sekitarnya. (www.rsx.com)

Berbeda dengan rumah sakit lain, rumah sakit “X” memiliki sistem militer yang mengutamakan sistem komando dalam menjalankan organisasinya.

Kemudian sistem komando ini diterapkan ke ranah manajemen rumah sakit “X”,

di mana rumah sakit ini tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan kepada anggota dan juga kepada masyarakat umum namun juga mempunyai tugas pokok mendukung kegiatan operasi dan latihan TNI baik operasi militer maupun non militer. Selain itu juga, RS “X” memiliki disiplin kerja yang berbeda. Misalnya


(13)

3

Universitas Kristen Maranatha saja, setiap hari perawat yang bertugas shift pagi akan memulai tugasnya dengan mengikuti apel pagi pada jam 07.00, kemudian para perawat yang akan memulai

piket harus mengikuti apel lagi di sore hari pada pukul 15.00. Selain apel, RS “X”

juga memiliki kegiatan rutin seperti olahraga 1 minggu 2 kali dan setiap 6 bulan sekali diadakan evaluasi Kesamaptaan jasmani dimana para perawat akan melakukan tes lari untuk melihat stamina mereka.

RS ‘X’ Kota Bandung memiliki perawat rawat inap dengan jumlah keseluruhan 132 perawat yang terbagi ke dalam 8 ruangan. Dari kedelapan ruangan tersebut tersebar 179 bed untuk para pasien rawat inap. Kedelapan ruangan tersebut adalah ruangan Gelatik I dan II yang terdiri dari 12 orang perawat dan 43 bed, ruangan Merak terdiri dari 18 orang perawat dan 27 bed, ruangan Parkit terdiri dari 17 orang perawat dan 27 bed, Merpati terdiri dari 15 orang perawat dan 10 bed, Cendrawasih terdiri dari 16 orang perawat dan 13 bed, Kutilang terdiri dari 16 orang perawat dan 27 bed, ICU terdiri dari 20 orang perawat dan 7 bed, dan ruangan Perwira yang dikhususkan untuk para pensiunan ABRI yang terdiri dari 18 orang perawat dan 25 bed. Dalam setiap ruangan dengan rata-rata 1 perawat memegang sebanyak 3 sampai 4 pasien. Perawat rawat inap bekerja secara shift dengan pembagian dua shift yaitu shift pagi dan piket. Shift pagi dimulai pada pukul 07.00-14.00 sedangkan untuk piket perawat akan bekerja dari pukul 14.00-07.00 esok harinya. Jumlah perawat yang bekerja pada saat shift pagi yaitu 5 sampai 6 perawat, sedangkan pada saat piket berjumlah sekitar 2 sampai 3 perawat saja. Pembagian jadwal kerja sendiri ditentukan oleh masing-masing kepala ruangan di setiap bagian rawat inap.


(14)

4

Universitas Kristen Maranatha Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan di rumah sakit yang mempunyai peranan besar terhadap pencapaian efisiensi, mutu dan citra rumah sakit di mata masyarakat. Perawat merupakan salah satu tenaga profesional yang jumlahnya terbanyak di rumah sakit. Definisi perawat menurut UU RI. No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki diperoleh melalui pendidikan keperawatan.

Menurut Klasifikasi Jabatan Indonesia, tugas perawat ialah melakukan berbagai tugas perawatan sederhana, seperti mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan dan mendampingi dokter pemeriksa, dengan mencatat suhu, kecepatan denyut jantung dan pernafasan pasien, memberikan obat yang dianjurkan dokter pada jam-jam yang telah ditentukan, mengganti pembalut, memberikan perawatan kesehatan lain, menyuapi makanan pasien, membantu pribadi seorang pasien dan mendampingi untuk kenyamanan bersangkutan.

Pada perawat di RS ‘X’ tugas perawat ialah memantau dan mencatat kondisi

pasien secara intens, bekerja dalam menjaga pasien dalam ruangan sesuai shift yang telah ditentukan. Perawat pun bertugas membantu dan melayani pasien dalam masing-masing ruangan seperti buang air besar, buang air kecil, dan cuci badan atau cuci muka, memberikan obat sesuai dengan ketentuan masing-masing pada setiap pasien. Selain itu perawat bertanggung jawab dalam pemberian suntikan pada pasien sesuai dengan waktunya dan wajib melaporkan keadaan masing-masing pasien pada setiap ruangan yang dijaganya pada kepala ruangan setiap harinya. Perawat juga melakukan pemantauan dengan cara mengobservasi


(15)

5

Universitas Kristen Maranatha perkembangan kondisi pasien, serta bertanggung jawab dalam kebersihan dan fasilitas ruangan yang dijaga oleh masing-masing perawat. Perawat rawat inap RS

‘X’ Bandung memiliki tanggung jawab membantu pasien dan keluarga dalam memberikan informasi mengenai pemberian obat, waktu makan pasien serta hal-hal yang harus dipatuhi dan dihindari oleh pasien sebagai proses penyembuhan pasien. Perawat juga wajib memberikan informasi pada pasien dan keluarga pasien mengenai hal-hal yang akan dilakukan pada pasien dengan memberikan inform concern yang merupakan persetujuan pasien dan keluarga pasien atas tindakan yang akan dilakukan oleh perawat maupun dokter.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Schaufeli (2005) menunjukkan profesi bidang kesehatan dan pekerja sosial menempati urutan pertama yang paling banyak mengalami stres, yaitu sekitar 43%. Di antara profesi di bidang kesehatan, perawat memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan dokter dan apoteker. Di Indonesia, menurut penelitian yang dilakukan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (2006) terdapat 50,9% perawat mengalami stres kerja, menyatakan keluhan sering merasa pusing, terlalu lelah, karena beban kerja yang terlalu tinggi dan menyita waktu.

Luthans (2005) mendefinisikan stres adalah respon adaptif terhadap suatu kondisi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi. Menurut Luthans (2005) kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut stresor. Terdapat empat kategori kondisi-kondisi yang menyebabkan stres kerja, yakni: Pertama, stresor ekstraorganisasional, yaitu stresor yang berasal dari hal-hal yang ada di luar


(16)

6

Universitas Kristen Maranatha organisasi, terdiri dari perubahan sosial/teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, serta kondisi tempat tinggal atau masyarakat. Kedua, stresor organisasional, yaitu stresor yang berasal dari dalam organisasi atau pekerjaan itu sendiri, terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi dan proses yang terjadi dalam organisasi. Ketiga, stresor kelompok yaitu stresor yang berasal dari kelompok di dalam organisasi, terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup (kohesivitas) serta kurangnya dukungan sosial di dalam grup. Keempat, stresor inividu, yaitu stresor yang berasal dari dalam individu yang bersangkutan, terdiri dari konflik yang terjadi dalam diri individu, serta ketidakpastian tujuan, goal dan frustasi (Luthans, 2005).

Stres tidak secara otomatis buruk bagi karyawan atau kinerja organisasi mereka. Tentu saja kuncinya adalah bagaimana manusia menangani stres. Stres tidak dapat dielakkan, namun dapat dicegah dan dikontrol secara efektif. Stres dalam derajat ringan mempunyai dampak yang positif dimana stress mampu meningkatkan kualitas, peningkatan aktivitas dan kinerja yang lebih baik. Maka pengaruh disfungsional dari tingkat stres perlu diperhatikan khususnya dalam manajemen sumber daya manusia yang efektif. Masalah karena tingkat stres dapat ditunjukkan melalui gejala fisik, psikologis, atau perilaku individu (Luthans, 2005).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 10 orang

perawat bagian rawat inap di RS ‘X’ Kota Bandung, terdapat permasalahan dari dalam organisasi seperti kurangnya SDM perawat, adanya penambahan jam jaga,


(17)

7

Universitas Kristen Maranatha ketidaknyamanan ruang jaga perawat karena kurangnya fasilitas ruangan maupun medis. Dari 10 orang perawat yang diwawancara, terdapat 5 orang (50%) merasa bahwa permasalahan tersebut menjadi stresor yang dirasakan berasal dari dalam organisasi (stresor organisasional), sedangkan 5 orang (50%) tidak merasa adanya hal tersebut sebagai sumber stres mereka. Kurangnya SDM perawat yang berjaga membuat mereka merasa tertekan dan menilai tugas yang dilakukannya menjadi lebih berat. Adanya penambahan jam jaga pada shift karena jumlah pasien yang meningkat dirasa sebagai beban kerja yang berlebih sehingga membuat perawat banyak mengeluh dan jenuh dalam melakukan pekerjaan. Dari 5 orang perawat yang merasa adanya beban kerja berlebih karena penambahan jam jaga tersebut, terdapat 2 orang (20%) merasa sulit untuk tidur dan mengalami pegal-pegal pada tubuh setelah melakukan pekerjaan, 3 orang (30%) merasa tegang dan cemas saat bekerja dengan penambahan jam jaga shift karena khawatir akan keadaan suami dan anak di rumah.

Berkaitan dengan permasalahan dari dalam organisasi lainnya yang dirasakan oleh para perawat, yaitu ketidaknyamanan saat melakukan jaga di ruang jaga perawat. Dari 10 perawat rawat inap, 6 orang (60%) merasa jenuh dan tidak nyaman saat melakukan jaga di ruang jaga perawat. Sebanyak 3 orang (30%) diantara 6 orang tersebut merasa tegang dan bingung saat harus menghadapi keluhan dan permintaan pasien mengenai fasilitas ruangan maupun medis, mereka merasakan sakit perut tanpa sebab saat harus berurusan dengan pasien ataupun keluarga pasien. Sedangkan 3 orang (30%) mengaku bahwa mereka sering


(18)

8

Universitas Kristen Maranatha menggerutu apabila mendapat panggilan dari pasien dan cenderung menunjukkan ekspresi yang tidak ramah kepada para pasien.

Data dan fakta yang telah diutarakan merupakan gambaran beberapa gejala stres berupa fisiologis, psikologis, dan perilaku yang muncul pada perawat bagian rawat inap yang sehubungan dengan tuntutan pekerjaan (Luthans, 2005). Berdasarkan data dan fakta yang telah dipaparkan di atas bahwa perawat rawat inap dihadapkan pada situasi kerja dan tuntutan tugas yang sama, namun penghayatan stres kerja yang ditampilkan berbeda-beda, maka peneliti tertarik untuk meneliti “Studi Deskriptif mengenai derajat stres kerja pada perawat bagian

rawat inap di RS ‘X’ Kota Bandung”.

1.2 Identifikasi Masalah

Peneliti ingin mengetahui gambaran mengenai derajat stres kerja yang

dialami oleh perawat rawat inap di RS ‘X’ Kota Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah ingin mengetahui gambaran mengenai derajat stres kerja yang dialami perawat bagian rawat inap di RS ‘X’ Kota Bandung.


(19)

9

Universitas Kristen Maranatha 1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai derajat stress kerja pada perawat rawat inap di RS ‘X’ Kota Bandung yang tercermin dari gangguan fisiologis, psikologis, dan perilaku.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Kegunaan teoritis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan informasi mengenai derajat stres kerja pada perawat bagian

rawat inap di RS ‘X’ Kota Bandung ke dalam bidang ilmu Psikologi Industri dan Organisasi.

2. Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai derajat stres kerja.

1.4.2Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan informasi kepada kepala perawat mengenai stres kerja pada

perawat rawat inap di RS ‘X’ Kota Bandung, dalam rangka pengelolaan SDM perawat dengan memperhatikan derajat stres kerja pada perawat bagian rawat inap serta faktor-faktor penyebabnya.

2. Memberikan informasi kepada perawat bagian rawat inap di RS ‘X’ Kota Bandung mengenai derajat stres kerja mereka sendiri agar mereka dapat mengelola stres kerja demi optimalisasi kerjanya.


(20)

10

Universitas Kristen Maranatha 1.5 Kerangka Pemikiran

Perawat merupakan tenaga profesional yang perannya tidak dapat dikesampingkan dari semua bentuk pelayanan rumah sakit. Peran ini disebabkan karena tugas perawat mengharuskan kontak paling lama dengan pasien. Demikian pula perawat di bagian rawat inap RS ‘X’ Kota Bandung, memiliki peran penting

dalam memberikan pelayanan bagi pasien RS ‘X’ Kota Bandung yang setiap tahunnya mengalami peningkatan. Perawat bagian rawat inap RS ‘X’ Kota

Bandung memiliki tanggung jawab dalam memberikan pelayanan pada pasien dalam proses penyembuhan. Perawat rawat inap dituntut untuk selalu siap siaga dalam melayani pasien serta diharapkan bersikap penuh perhatian dan kasih sayang terhadap pasien maupun keluarga pasien dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu perawat bagian rawat inap RS ‘X’ Kota Bandung harus bersedia untuk menambah waktu/jam pada setiap shift saat meningkatnya jumlah pasien rawat inap karena keterbatasan tenaga perawat di RS ‘X’ Kota Bandung.

Selain dengan pasien, perawat juga mempunyai tanggung jawab yang harus

dipenuhi terhadap dokter dan keluarga pasien. Perawat di RS ‘X’ diharuskan

membina hubungan terapeutik dimana hubungan tersebut merupakan suatu hubungan interaksi yang bersifat menyembuhkan yang dibangun untuk memfasilitasi proses penyembuhan dengan pasien dan keluarga pasien. Perawat juga wajib memberikan informasi pada pasien dan keluarga pasien mengenai hal-hal yang akan dilakukan pada pasien dengan memberikan inform concern yang merupakan persetujuan pasien dan keluarga pasien atas tindakan yang akan


(21)

11

Universitas Kristen Maranatha dilakukan oleh perawat maupun dokter. Banyaknya tuntutan pekerjaan yang dihadapi oleh seorang perawat bagian rawat inap dapat menyebabkan stres kerja.

Luthans (2005) mendefinisikan stres adalah respon adaptif terhadap suatu kondisi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi. Tuntutan tugas-tugas sebagai perawat bagian rawat inap tidak lepas dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan stres (job stressors). Penyebab stres (job stressors) terdiri dari stresor ekstraorganisasional, stresor organisasional, stresor kelompok dan stresor individual.

Stresor organisasi ialah stresor yang berasal dari dalam organisasi tersebut terdiri dari kebijakan organisasi, struktur dan desain organisasi, dan kondisi kerja.

Kebijakan yang dibuat RS ‘X’ bagi perawat bagian rawat inap adalah bekerja

dengan cara shift yang terdiri dari 2 bagian yaitu shift pagi dan piket, dimana pada shift pagi bertugas 5 sampai 6 perawat, sedangkan piket terdiri dari 2 sampai 3 perawat saja, namun apabila ada peningkatan jumlah pasien rawat inap, semua perawat rawat inap diharuskan menambah jam shift nya karena keterbatasan

sumber daya perawat yang ada di RS ‘X’ Kota Bandung. Beberapa perawat yang

memiliki anak mengeluhkan adanya beban kerja tambahan, karena selain mereka

harus menambah waktunya bekerja di RS ‘X’ untuk memberi pelayanan pada

pasien. Adanya beban kerja ini dapat dihayati perawat RS ‘X’ Kota Bandung sebagai penyebab stres.

Setiap perawat bagian rawat inap RS ‘X’ dapat menghadapi stresor yang sama, namun penghayatan yang dimiliki berbeda-beda sehingga derajat stresnya pun akan berbeda. Perbedaan penghayatan derajat stress tersebut disebabkan oleh


(22)

12

Universitas Kristen Maranatha adanya perbedaan individual. Menurut Luthans (2005) Perbedaan individual mencakup empat variabel yakni tipe kepribadian AB, kontrol personal, learned helplessness dan daya tahan psikologis. Terdapat perbedaan individu yang kompleks dalam hal ciri dan disposisi kepribadian. Ciri kepribadian seperti otoritarisme, rigiditas, ekstroversi, dukungan, spontanitas, emosionalitas, toleransi terhadap ambiguitas, kecemasan, dan perlunya prestasi dianggap relevan dengan stres individu (Luthans, 2005). Akan tetapi, tipe kepribadian A mendapat banyak perhatian. Individu dengan tipe kepribadian A adalah individu yang bekerja lebih lama, seringkali membawa pekerjaan mereka ke rumah, cenderung mudah frustasi akan kondisi kerja mereka, dan senang berkompetisi. Individu dengan tipe kepribadian B adalah individu yang lebih santai dan sabar. Perawat dengan tipe kepribadian A akan lebih mudah frustasi dan lebih mudah merasa stress dibandingkan individu dengan tipe kepribadian B.

Kedua, yakni kontrol personal yaitu perasaan individu mengenai kemampuan untuk mengontrol situasi. Kontrol personal akan memengaruhi derajat stres kerja individu. Perawat dengan kotrol personal akan memiliki derajat stres yang lebih rendah dibandingkan perawat yang tidak memiliki kontrol personal. Perawat yang memiliki kontrol personal akan merasa dirinya mampu mengendalikan situasi atau pekerjaannya sehingga akan mengurangi stres yang ia alami.

Ketiga, yakni learned helplessness. learned helplessness terjadi ketika individu menyerah, menerima begitu saja tekanan-tekanan yang ada di sekitarnya. Perawat yang mengalami ketidakberdayaan ini akan memiliki derajat stres yang


(23)

13

Universitas Kristen Maranatha lebih tinggi dibandingkan perawat yang tidak mengalami ketidakberdayaan yang dipelajari. Hal ini dikarenakan perawat yang mengalami ketidakberdayaan ini akan merasa bahwa dirinya sudah tidak mampu untuk menghadapi tuntutan-tuntutan dari rumah sakit, dan dari pasien yang ada, maka perawat memilih untuk menyerah.

Keempat, yakni daya tahan psikologis. Daya tahan psikologis yaitu kemampuan individu untuk beradaptasi dengan situasi ekstrim yang menekan. Perawat yang memiliki daya tahan psikologis akan memiliki derajat stres yang lebih rendah dibandingkan perawat yang tidak memiliki daya tahan psikologis. Hal ini dikarenakan perawat akan memiliki penyangga (buffer) yang menjadi penahan antara dirinya dengan stressor sehingga akan mengurangi tingkat stres.

Menurut Luthans (2005) Stres menampakkan diri dengan berbagai cara. Akibat stres dapat dikelompokkan dalam tiga kategori umum yaitu gejala fisiologis, gejala psikologis, dan gejala perilaku. Pengaruh awal stres biasanya berupa gejala-gejala fisiologis. Stres dapat menyebabkan beberapa gangguan fisiologis antara lain gangguan sistem kekebalan tubuh, gangguan sistem kardiovaskuler, gangguan sistem musculoskeletal (otot dan rangka), dan gangguan sistem gastrointesnal (perut). Gangguan psikologis karena stres dapat berupa kecemasan, amarah, depresi, ketegangan, dan kebosanan. Sedangkan gangguan perilaku yang mungkin muncul mencakup gangguan pola makan, sulit tidur, meningkatnya penggunaan rokok atau alkohol, dan obat-obatan. Hal ini secara tidak langsung bagi organisasi akan menyebabkan meningkatnya ketidakhadiran, keterlambatan dan turn over (Luthans, 2005).


(24)

14

Universitas Kristen Maranatha Konsekuensi dari semua hal diatas adalah derajat stres kerja pada perawat

bagian rawat inap di RS ‘X’ Kota Bandung dapat dikatakan tinggi, sedang dan rendah. Derajat stres dikatakan tinggi apabila individu mempersepsikan bahwa tuntutan pekerjaan sebagai sesuatu yang negatif dan dapat menghambat individu sehingga individu sering merasakan gejala-gejala akibat stres baik fisiologis, psikologis, atau perilaku terjadi terus menerus sehingga perawat merasa terganggu dan membuat kinerja perawat menurun dan terhambat.. Seperti adanya seringnya sakit kepala, gejala stroke, hingga jantung serta mudah marah, cemas, jenuh, dan menurunnya produktivitas.

Derajat stres dikatakan berada dalam derajat yang sedang akan menampilkan gejala fisiologis, psikologis dan perilaku dengan derajat yang sedang. Perawat bagian rawat inap yang memiliki derajat stres sedang mengalami gejala gangguan fisiologis lebih ringan daripada derajat stres tinggi. Gejala-gejala tersebut hanya muncul pada saat-saat tertentu namun tidak berlangsung secara terus menerus. Adapun gejala psikologis dan perilaku yang muncul seperti kejenuhan atau kecemasan dengan pekerjaan yang mereka lakukan, tetapi mereka masih dapat menanganinya, selain itu tidak terdapat gejala gangguan perilaku yang berat. Sedangkan derajat stres dapat dikatakan rendah akan menampilkan gejala fisiologis, psikologis, dan perilaku yang rendah pula. Perawat dengan derajat stres yang rendah akan mempersepsi tuntutan pekerjaan sebagai sesuatu yang positif dan tidak menghambat sehingga menampilkan performance kerja yang lebih baik dibandingkan perawat dengan stres kerja yang lebih tinggi (Luthans, 2005).


(25)

15

Universitas Kristen Maranatha Luthans (2005) menyatakan tingkat stres rendah sampai menengah merangsang tubuh dan meningkatkan kemampuannya untuk bereaksi. Individu-individu yang demikian sering melakukan tugas secara lebih baik, tekun, atau cepat, namun terlalu banyak stres membebani seseorang dengan tuntutan yang tak dapat dipenuhinya, sehingga menghasilkan kinerja lebih rendah. Tingkat stres yang mampu dikendalikan mampu membuat karyawan melakukan pekerjaanya dengan lebih baik, karena membuat mereka mampu meningkatkan intensitas kerja, kewaspadaan, dan kemampuan berkreasi, tetapi tingkat stres yang berlebihan membuat kinerja mereka akan mengalami penurunan.

Melalui penelitian ini, peneliti ingin melihat bagaimana derajat stres kerja pada perawat bagian rawat inap di RS ‘X’ Kota Bandung yang dapat digambarkan dalam bagan berikut:

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran

Tinggi

Sedang

Rendah Perawat bagian

rawat inap RS’X’

Bandung

Stres kerja - gejala fisiologis - gejala psikologis - gejala perilaku

Perbedaan-perbedaan individual

 Tipe Kepribadian AB  Kontrol personal  Learned Helplessness  Daya tahan psikologis

Stresor

- Stresor Ekstraorganisasional - Stresor Organisasi

- Stresor Kelompok - Stresor Individu


(26)

16

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi Penelitian

1. Stres kerja disebabkan oleh berbagai macam stresor antara lain stresor ekstraorganisasional, stresor organisasional, stresor kelompok dan stresor individu.

2. Perawat bagian rawat inap RS ‘X’ memiliki perbedaan individual dalam menghayati derajat stres.

3. Derajat stres perawat bagian rawat inap RS ‘X’ dapat memengaruhi intensitas gejala-gejala stres yang muncul antara lain gejala fisiologis, gejala psikologis, dan gejala perilaku.


(27)

55 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, makan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Perawat rawat inap di RS ‘X’ Kota Bandung memiliki derajat stres kerja yang

bervariasi dari tinggi, sedang, hingga rendah

2. Faktor lama bekerja juga berkontribusi ke dalam derajat stres kerja perawat

bagian rawat inap di RS ‘X’ Kota Bandung. Sebagian besar perawat dengan

lama kerja 0-5 tahun cenderung memiliki derajat stres kerja tinggi. Selain itu, perawat dengan status marital menikah juga cenderung memiliki derajat stres kerja yang tinggi.

3. Dari empat perbedaan individual yang ada, tipe kepribadian A yang paling berkontribusi ke dalam perbedaan derajat stres kerja perawat bagian rawat

inap di RS ‘X’ Kota Bandung. Perawat yang memiliki tipe kepribadian A

cenderung memiliki derajat stres kerja tinggi.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

1. Untuk peneliti lain yang berminat, disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai derajat stres kerja pada perawat rawat inap dengan


(28)

56

Universitas Kristen Maranatha menyertakan faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja seperti lama bekerja.

2. Untuk peneliti lain yang berminat, disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai derajat stres kerja dan kaitannya dengan macam-macam tipe kepribadian.

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi pihak rumah sakit bagian keperawatan disarankan untuk membantu proses adaptasi pada perawat dengan lama kerja 0 sampai 5 tahun dengan memberikan program orientasi, pelatihan kerja dalam memahami budaya organisasi untuk mengurangi resiko stres yang tinggi.

2. Bagi pihak manajemen rumah sakit disarankan untuk menyelenggarakan serta memfasilitasi konseling dan pelatihan manajemen stres bagi perawat yang memiliki derajat stres kerja tinggi dan memiliki masalah pribadi, terutama pada perawat dengan status marital menikah dan perawat dengan tipe kepribadian tertentu. Perawat harus mengenali terlebih dahulu kepribadian masing-masing

3. Bagi perawat disarankan untuk melakukan kegiatan yang dapat menurunkan derajat stres, seperti melakukan relaksasi sebelum bekerja. Relaksasi ini dapat berupa latihan pernafasan atau relaksasi wajah yang dapat dilakukan secara rutin.


(29)

58 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Aziz, A. 2007. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Departemen Kesehatan. 1999. Pedoman Uraian Tugas Tenaga Keperawatan di

Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI. Dirjen Pelayanan Medik.

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 1982. Klasifikasi Jabatan Indonesia. Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI.

Hidayat, Alimul Aziz A. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Hurlock, Elizabeth. 1968. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Kumar, Ranjit. 1996. Research Methodology. London: SAGE Publications Ltd. Luthans, Fred. 2005. Perilaku Organisasi Edisi Sepuluh. Yogyakarta: Penerbit Andi. Luthans, Fred. 2005. Organizational Behavior 10th edition. New York: McGraw

Hill International Editions.

Nazir, M. 2003. Metode Penelitian, edisi keenam. Bogor: Ghalia Indonesia Robbins, Stephen P. 2006. Organizational Behavior 12th edition. New Jersey : Prentice Hall International Edition.


(30)

59 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Dewi, Metha, 2010. Studi Deskriptif Mengenai Derajat Stres Kerja Pada Customer Service Representative (CSR) PT. ‘X’ Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Elni, Okverya, 2012. Studi Deskriptif Mengenai Derajat Stres Kerja Pada Perawat

Bagian Rawat Inap Di RSUD ‘X’ Kota Bandung. Skripsi. Bandung:

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2011/02/stres-kerja-definisi-kategori-dan.html (diakses pada tanggal 9 juni 2013)

http://journal.tarumanagara.ac.id/index.php/psi/article/view/430/527 (diakses pada tanggal 20 juli 2013)

http://www.konsultanrumahsakit.com/home/index.php?page=detail&cat=2&id=268 (diakses pada tanggal 5 oktober 2013)

http://wir-nursing.blogspot.com/2009/07/beban-kerja-perawat.html (diakses pada tanggal 9 juni 2013)

(http://www.library.upnvj.ac.id/pdfs/s1keperawatan08/204312040/bab2.pdf). (diakses pada tanggal 20 juli 2013)


(1)

Luthans (2005) menyatakan tingkat stres rendah sampai menengah merangsang tubuh dan meningkatkan kemampuannya untuk bereaksi. Individu-individu yang demikian sering melakukan tugas secara lebih baik, tekun, atau cepat, namun terlalu banyak stres membebani seseorang dengan tuntutan yang tak dapat dipenuhinya, sehingga menghasilkan kinerja lebih rendah. Tingkat stres yang mampu dikendalikan mampu membuat karyawan melakukan pekerjaanya dengan lebih baik, karena membuat mereka mampu meningkatkan intensitas kerja, kewaspadaan, dan kemampuan berkreasi, tetapi tingkat stres yang berlebihan membuat kinerja mereka akan mengalami penurunan.

Melalui penelitian ini, peneliti ingin melihat bagaimana derajat stres kerja pada perawat bagian rawat inap di RS ‘X’ Kota Bandung yang dapat digambarkan dalam bagan berikut:

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran

Tinggi

Sedang

Rendah Perawat bagian

rawat inap RS’X’ Bandung

Stres kerja - gejala fisiologis - gejala psikologis - gejala perilaku

Perbedaan-perbedaan individual

 Tipe Kepribadian AB  Kontrol personal  Learned Helplessness  Daya tahan psikologis

Stresor

- Stresor Ekstraorganisasional - Stresor Organisasi

- Stresor Kelompok - Stresor Individu


(2)

16

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi Penelitian

1. Stres kerja disebabkan oleh berbagai macam stresor antara lain stresor ekstraorganisasional, stresor organisasional, stresor kelompok dan stresor individu.

2. Perawat bagian rawat inap RS ‘X’ memiliki perbedaan individual dalam menghayati derajat stres.

3. Derajat stres perawat bagian rawat inap RS ‘X’ dapat memengaruhi intensitas gejala-gejala stres yang muncul antara lain gejala fisiologis, gejala psikologis, dan gejala perilaku.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan, makan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Perawat rawat inap di RS ‘X’ Kota Bandung memiliki derajat stres kerja yang bervariasi dari tinggi, sedang, hingga rendah

2. Faktor lama bekerja juga berkontribusi ke dalam derajat stres kerja perawat bagian rawat inap di RS ‘X’ Kota Bandung. Sebagian besar perawat dengan lama kerja 0-5 tahun cenderung memiliki derajat stres kerja tinggi. Selain itu, perawat dengan status marital menikah juga cenderung memiliki derajat stres kerja yang tinggi.

3. Dari empat perbedaan individual yang ada, tipe kepribadian A yang paling berkontribusi ke dalam perbedaan derajat stres kerja perawat bagian rawat inap di RS ‘X’ Kota Bandung. Perawat yang memiliki tipe kepribadian A cenderung memiliki derajat stres kerja tinggi.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoritis

1. Untuk peneliti lain yang berminat, disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai derajat stres kerja pada perawat rawat inap dengan


(4)

56

Universitas Kristen Maranatha menyertakan faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja seperti lama bekerja.

2. Untuk peneliti lain yang berminat, disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai derajat stres kerja dan kaitannya dengan macam-macam tipe kepribadian.

5.2.2 Saran Praktis

1. Bagi pihak rumah sakit bagian keperawatan disarankan untuk membantu proses adaptasi pada perawat dengan lama kerja 0 sampai 5 tahun dengan memberikan program orientasi, pelatihan kerja dalam memahami budaya organisasi untuk mengurangi resiko stres yang tinggi.

2. Bagi pihak manajemen rumah sakit disarankan untuk menyelenggarakan serta memfasilitasi konseling dan pelatihan manajemen stres bagi perawat yang memiliki derajat stres kerja tinggi dan memiliki masalah pribadi, terutama pada perawat dengan status marital menikah dan perawat dengan tipe kepribadian tertentu. Perawat harus mengenali terlebih dahulu kepribadian masing-masing

3. Bagi perawat disarankan untuk melakukan kegiatan yang dapat menurunkan derajat stres, seperti melakukan relaksasi sebelum bekerja. Relaksasi ini dapat berupa latihan pernafasan atau relaksasi wajah yang dapat dilakukan secara rutin.


(5)

58 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Aziz, A. 2007. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Departemen Kesehatan. 1999. Pedoman Uraian Tugas Tenaga Keperawatan di

Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI. Dirjen Pelayanan Medik.

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. 1982. Klasifikasi Jabatan Indonesia. Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI.

Hidayat, Alimul Aziz A. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Hurlock, Elizabeth. 1968. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

Kumar, Ranjit. 1996. Research Methodology. London: SAGE Publications Ltd. Luthans, Fred. 2005. Perilaku Organisasi Edisi Sepuluh. Yogyakarta: Penerbit Andi. Luthans, Fred. 2005. Organizational Behavior 10th edition. New York: McGraw

Hill International Editions.

Nazir, M. 2003. Metode Penelitian, edisi keenam. Bogor: Ghalia Indonesia Robbins, Stephen P. 2006. Organizational Behavior 12th edition. New Jersey : Prentice Hall International Edition.


(6)

59 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Dewi, Metha, 2010. Studi Deskriptif Mengenai Derajat Stres Kerja Pada Customer Service Representative (CSR) PT. ‘X’ Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Elni, Okverya, 2012. Studi Deskriptif Mengenai Derajat Stres Kerja Pada Perawat Bagian Rawat Inap Di RSUD ‘X’ Kota Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2011/02/stres-kerja-definisi-kategori-dan.html (diakses pada tanggal 9 juni 2013)

http://journal.tarumanagara.ac.id/index.php/psi/article/view/430/527 (diakses pada tanggal 20 juli 2013)

http://www.konsultanrumahsakit.com/home/index.php?page=detail&cat=2&id=268 (diakses pada tanggal 5 oktober 2013)

http://wir-nursing.blogspot.com/2009/07/beban-kerja-perawat.html (diakses pada tanggal 9 juni 2013)

(http://www.library.upnvj.ac.id/pdfs/s1keperawatan08/204312040/bab2.pdf). (diakses pada tanggal 20 juli 2013)