Studi Deskriptif Mengenai Self-Efficacy Pada Perawat Rawat Inap Bagian Kejiwaan di Rumah Sakit 'X' Kota Bandung.

(1)

i Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan untuk memperoleh gambaran derajat self-efficacy berdasarkan aspek-aspeknya, yaitu keyakinan pada pilihan yang dibuat, keyakinan untuk mengerahkan usaha dalam mencapai tujuan, keyakinan untuk bertahan, dan penghayatan perasaan pada perawat rawat inap khusus di Rumah Sakit “X” Bandung.

Sampel penelitian ini adalah perawat rawat inap khusus kejiwaan di Rumah Sakit “X”

bandung, yaitu sebanyak 19 orang. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan teknik survei.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori dari Bandura (2002), kuisioner tersebut terdiri dari 48 item. Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas dengan menggunakan program SPSS 12.0 for windows didapatkan validitas berkisar antara 0,322 sampai 0,823 dan diperoleh reliabilitas sebesar 0,888.

Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa sebagian besar perawat rawat inap

khusus kejiwaan di Rumah Sakit “X” bandung memiliki derajat self-efficacy tinggi (79%).

Sedangkan 21% perawat rawat inap khusus kejiwaan di Rumah Sakit “X” bandung memiliki

derajat self-efficacy rendah. Diketahui pula bahwa sumber-sumber informasi self-efficacy memiliki keterkaitan diantaranya adalah sumber mastery experience dan vicarious experience.

Berdasarkan penelitian ini peneliti mengajukan saran untuk melakukan penelitian lanjut mengenai kontribusi sumber-sumber self-efficacy terhadap derajat self-efficacy pada perawat rawat inap khusus kejiwaan di Rumah Sakit “X” Bandung. Selain itu bagi Kepala Perawat Rumah sakit diharapkan untuk membuat program atau pendekatan pribadi pada perawat yang memiliki self-efficacy rendah. Bagi perawat rawat inap khusus kejiwaan di Rumah Sakit “X” Bandung yang memiliki derajat self-efficacy tinggi, diharapkan agar dapat mempertahankan self-efficacy yang mereka miliki dan bagi perawat rawat inap khusus kejiwaan di Rumah

Sakit “X” Bandung yang memiliki derajat self-efficacy rendah disarankan agar introspeksi dan menggali potensi diri yang dapat meningkatkan self-efficacy dalam menjalankan tugas-tugas keperawatan.


(2)

v Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR BAGAN... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah …………...…………... 1

1.2 Identifikasi Masalah ………...………... 8

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ………... 8

1.3.1 Maksud Penelitian ………... 8

1.3.2 Tujuan Penelitian ………...………... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ………...……... 9

1.4.1 Kegunaan Teoritis ………...………... 9

1.4.2 Kegunaan praktis………...……... 9

1.5 Kerangka Pikiran... 9

1.6 Asumsi Penelitian... 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SELF-EFFICACY ………...…... 19

2.1.1 Definisi Self-efficacy...……... 19

2.1.2 Sumber-sumber Self-efficacy……...………... 21

2.1.2.1 Mastery Experiences... 22

2.1.2.2 Vicarious Experiences……….. 23

2.1.2.3 Verbal Persuasion………. 24

2.1.2.4 Physiological and Affective States……….. 25

2.1.3 Proses-proses Aktivasi Self-efficacy……...………... 26

2.1.3.1 Proses Kognitif………. 26


(3)

vi Universitas Kristen Maranatha

2.1.3.3 Proses Afektif……….. 30

2.1.3.4 Proses Seleksi……….. 32

2.2 PERAWAT………...…………... 33

2.2.1 Definisi Prawat…………... 33

2.2.2 Peran dan Fungsi Perawat... ... 34

2.2.3 Tugas Keperawatan Rawat Inap... 35

2.2.3.1 Tugas Keperawatan Rawat Inap Ruang Kejiwaan... 37

2.3 TEORI PERKEMBANGAN DEWASA... 41

2.3.1 Perkembangan Dewasa Awal... 41

2.3.2 Perkembangan Dewasa Madya... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian... ... 46

3.2 Bagan Rancangan Penelitian... 47

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 47

3.3.1 Variabel Penelitian... 47

3.3.2 Definisi Operasional………... 47

3.4 Alat Ukur………...……….. 48

3.4.1 Alat ukur Self-efficacy…………...……... 48

3.4.2 Data Pribadi dan Data Penunjang………... 49

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 50

3.4.3.1 Uji Validitas... 51

3.4.3.2 Uji Reliabilitas... 52

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel... 53

3.5.1 Populasi Sasaran………...………….. 54

3.5.2 Karakteristik Populasi………...…... 55

3.6 Teknik Analisis Data ... 56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden ... 58

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 58

4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Usia... 59


(4)

vii Universitas Kristen Maranatha

4.2 Hasil Penelitian... 60

4.2.1 Derajat Self-efficacy... 60

4.2.2 Tabulasi Silang antara Derajat Self-efficacy dengan Aspek... 60

4.3 Pembahasan... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 69

5.2 Saran... 70

5.2.1 Saran Guna Laksana... 70

5.2.2 Saran Bagi Peneliti Lain... 70

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RUJUKAN LAMPIRAN


(5)

viii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran... 16 Bagan 3.2 Rancangan Penelitian... 30


(6)

ix Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Kuesioner Self-efficacy dan Data Penunjang Lampiran II Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Lampiran III Data Mentah Skor Kuesioner

Lampiran IV Tabulasi Silang antara Data Penunjang dengan Derajat Self-efficacy


(7)

LAMPIRAN I

DATA PENUNJANG DAN KUESIONER SELF-EFFICACY

KUISIONER SELF-EFFICACY

Nama :

Usia :

Jenis Kelamin : Pendidikan Terakhir : Lama Bekerja :

Pada kuisioner ini terdapat 48 item yang berupa kalimat pernyataan yang berhubungan dengan kegiatan mengajar. Saudara dimohon kesediannya untuk memilih salah satu jawaban yang paling sesuai dengan diri saudara, yaitu dengan memberi tanda checklist (V) pada kolom yang sesuai dengan jawaban yang saudara pilih. Berikut penjelasan jawaban :

 Sangat sesuai

 Sesuai

 Tidak sesuai

 Sangat tidak sesuai

Diharapkan agar saudara mengisi kuisioner ini dengan jujur, karena jawaban saudara sangat berpengaruh dalam penelitian ini. Untuk itu penyusun mengucapkan terimakasih atas kesediannya mengisi kuisioner ini.

Hormat Saya peneliti


(8)

1. Seberapa sering saudara mengalami keberhasilan ketika bekerja ? a. Sering

b. Jarang

2. Saya memandang bahwa keberhasilan yang saya alami : a. Bermakna bagi saya

b. Tidak bermakna bagi saya

3. Seberapa sering saudara mengalami kegagalan ketika bekerja ? a. Sering

b. Jarang

4. Saya memandang bahwa kegagalan yang saya alami :

a. Bermakna, mempengaruhi proses pelayanan secara positif.

b. Tidak bermakna sehingga tidak mempengaruhi proses pelayanan. 5. Rekan-rekan perawat di bagian kejiwaan :

a. Lebih banyak yang merasa mampu melakukan tugas-tugasnya. b. Lebih banyak yang merasa tidak mampu melakukan tugas-tugasnya. 6. Dukungan/support dari atasan/teman sekerja berdampak :

a. Cenderung memberi support. b. Cenderung mematahkan semangat. 7. Saya memiliki kondisi fisik yang :

a. Kuat, bertahan lama saat memberikan pelayanan kepada pasien. b. Lemah, mudah lelah saat memberikan pelayanan kepada pasien. 8. Dalam melayani pasien, emosi dominan yang saya rasakan :

a. Emosi positif, seperti senang, puas, tenang b. Emosi negatif, seperti kecewa, sedih, jengkel


(9)

9. Saya termasuk orang yang :

a. Mampu mengendalikan atau mengontrol emosi b. Kurang mampu mengendalikan emosi


(10)

Dihalaman ini tersedia beberapa pernyataan Keterangan :

SS : Sangat Sesuai S : Sesuai

TS : Tidak sesuai STS : Sangat tidak sesuai

NO PERNYATAAN SS S TS STS

1. Saya yakin dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada pasien.

2. Saya yakin mampu untuk memberikan cara yang efektif dalam mengajak pasien melakukan kegiatan sehari-hari. 3. Saya yakin bahwa saya mampu berusaha untuk

memberikan pelayanan yang optimal kepada pasien. 4. Saya yakin mampu berusaha untuk melaksanakan

perawatan dengan baik sesuai dengan perintah dokter. 5. Saya yakin mampu berusaha untuk mengajak pasien

melakukan kegiatan sehari-hari.

6. Saya yakin mampu berusaha untuk mengumpulkan data yang lengkap dan akurat tentang pasien melalui keluarga dan orang terdekat pasien.

7. Saya yakin mampu berupaya untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada pasien, walaupun pasien seringkali sulit untuk diatur bahkan mengamuk ketika diberi perawatan.

8. Saya yakin mampu berupaya untuk melaksanakan perawatan dengan baik sesuai dengan perintah dokter, meskipun memiliki kesulitan dalam memberikan perawatan.

9. Saya yakin mampu berupaya untuk mengajak pasien melakukan kegiatan sehari-hari, walaupun seringkali pasien mengabaikannya


(11)

10. Saya yakin mampu berupaya untuk mengumpulkan data yang lengkap dan akurat tentang pasien melalui keluarga dan orang terdekat pasien, meskipun ada hambatan dalam pelaksanaannya.

11. Saya merasa puas jika mampu melaksanakan perawatan dengan baik sesuai dengan perintah dokter.

12. Saya merasa puas jika saya mampu untuk mengajak pasien melakukan kegiatan sehari-hari.

13. Saya merasa puas jika saya dapat mengumpulkan data yang lengkap dan akurat tentang pasien melalui keluarga dan orang terdekat pasien.

14. Saya yakin dapat membuat catatan kemajuan pasien hingga pasien dinyatakan sembuh.

15. Saya yakin bahwa saya mampu mengarahkan pasien untuk bisa membina hubungan dengan orang lain. 16. Saya yakin dapat berusaha untuk melaksanakan cara

yang tepat dalam memberi perawatan pada pasien. 17. Saya yakin mampu berusaha dalam membuat catatan

kemajuan pasien hingga pasien dinyatakan sembuh. 18. Saya yakin mampu berupaya untuk dapat melaksanakan

cara yang tepat dalam memberi perawatan pada pasien, meskipun pasien sulit untuk diatur.

19. Saya yakin mampu berupaya dalam membuat catatan kemajuan pasien hingga pasien dinyatakan sembuh, meskipun hasilnya kurang memuaskan dokter.

20. Saya yakin mampu berupaya untuk mengarahkan pasien agar bisa membina hubungan dengan orang lain, meskipun pasien tidak menghiraukan apa yang diperintahkan.

21. Saya yakin mampu berupaya untuk bekerjasama dengan keluarga ketika proses perawatan pasien, walaupun terkadang keluarga pasien tidak kooperatif.


(12)

22. Saya tidak mudah putus asa dalam membuat catatan kemajuan pasien hasilnya kurang memuaskan dokter. 23. Saya bersemangat untuk mengarahkan pasien agar bisa

membina hubungan dengan orang lain.

24. Saya tidak mudah putus asa jika keluarga pasien tidak kooperatif untuk bekerjasama dengan keluarga ketika proses perawatan pasien.

25. Saya yakin mampu menciptakan lingkungan yang nyaman bagi pasien.

26. Saya yakin mampu menentukan cara yang tepat agar pasien bisa minum obat dengan teratur.

27. Saya yakin mampu mengajak pasien untuk menyusun jadwal kegiatan sehari-hari.

28. Saya yakin mampu memberikan informasi dan saran tentang perkembangan kesehatan pasien kepada keluarga pasien.

29. Saya yakin bahwa saya mampu berusaha untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi pasien. 30. Saya yakin dapat berusaha dalam melaksanakan strategi

yang tepat agar pasien bisa minum obat dengan teratur. 31. Saya yakin mampu berusaha mengajak pasien untuk

menyusun jadwal kegiatan sehari-hari.

32. Saya yakin mampu berupaya untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi pasien, meskipun ada pasien yang tetap merasa tidak nyaman.

33. Saya yakin mampu berupaya untuk dapat melaksanakan strategi yang tepat agar pasien bisa minum obat dengan teratur, walaupun seringkali pasien sulit untuk bersedia meminum obat.

34. Saya yakin mampu berupaya mengajak pasien untuk menyusun jadwal kegiatan sehari-hari, meskipun pasien tidak tertarik untuk melakukannya.


(13)

35. Saya yakin mampu berupaya untuk memberikan informasi dan saran tentang perkembangan kesehatan pasien kepada keluarga pasien, meskipun ada keluarga yang bersikap tak acuh.

36. Saya merasa puas jika mampu menciptakan lingkungan yang nyaman bagi pasien.

37. Saya tidak mudah putus asa jika pasien sulit untuk diajak untuk menyusun jadwal kegiatan sehari-hari. 38. Saya bersemangat untuk memberikan informasi dan

saran tentang perkembangan kesehatan pasien kepada keluarga pasien.


(14)

ALAT UKUR SELF-EFFICACY

ASPEK INDIKATOR ITEM

Pilihan yang dibuat Pilihan yang dibuat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien.

1. Saya yakin dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada pasien.

2. Saya yakin mampu menentukan cara yang tepat dalam memberi perawatan pada pasien.

3. Saya yakin mampu menciptakan lingkungan yang nyaman bagi pasien.

Pilihan yang dibuat dalam melaksanakan program terapi dokter. 4. Saya yakin mampu melaksanakan perawatan dengan baik sesuai dengan perintah dokter. 5. Saya yakin dapat membuat catatan kemajuan

pasien hingga pasien dinyatakan sembuh.

6. Saya yakin mampu menentukan cara yang tepat agar pasien bisa minum obat dengan teratur. Pilihan yang dibuat dalam memberikan aktivitas pada pasien. 7. Saya yakin mampu untuk memberikan cara

yang efektif dalam mengajak pasien melakukan kegiatan sehari-hari.

8. Saya yakin bahwa saya mampu mengarahkan pasien untuk bisa membina hubungan dengan orang lain.


(15)

9. Saya yakin mampu mengajak pasien untuk menyusun jadwal kegiatan sehari-hari.

Pilihan yang dibuat dalam bekerjasama dengan keluarga dan petugas kesehatan lain dalam proses perawatan.

10.Saya yakin mampu mengumpulkan data yang lengkap dan akurat tentang pasien melalui keluarga dan orang terdekat pasien.

11.Saya yakin mampu bekerjasama dengan keluarga ketika proses perawatan pasien.

12.Saya yakin mampu memberikan informasi dan saran tentang perkembangan kesehatan pasien kepada keluarga pasien.

Usaha yang

dikeluarkan

Usaha yang dikeluarkan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien.

13.Saya yakin bahwa saya mampu berusaha untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada pasien.

14.Saya yakin dapat berusaha untuk melaksanakan cara yang tepat dalam memberi perawatan pada pasien.

15.Saya yakin bahwa saya mampu berusaha untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi pasien.


(16)

Usaha yang dikeluarkan dalam melaksanakan program terapi dokter.

16.Saya yakin mampu berusaha untuk melaksanakan perawatan dengan baik sesuai dengan perintah dokter.

17.Saya yakin mampu berusaha dalam membuat catatan kemajuan pasien hingga pasien dinyatakan sembuh.

18.Saya yakin dapat berusaha dalam melaksanakan strategi yang tepat agar pasien bisa minum obat dengan teratur.

Usaha yang dikeluarkan dalam memberikan aktivitas pada pasien.

19.Saya yakin mampu berusaha untuk mengajak pasien melakukan kegiatan sehari-hari.

20.Saya yakin mampu berusaha untuk mengarahkan pasien untuk bisa membina hubungan dengan orang lain.

21.Saya yakin mampu berusaha mengajak pasien untuk menyusun jadwal kegiatan sehari-hari.

Usaha yang dikeluarkan dalam bekerjasama dengan keluarga dan petugas kesehatan lain dalam proses perawatan.

22.Saya yakin mampu berusaha untuk mengumpulkan data yang lengkap dan akurat tentang pasien melalui keluarga dan orang terdekat pasien.


(17)

23.Saya yakin mampu berusaha untuk bekerjasama dengan keluarga ketika proses perawatan pasien.

24.Saya yakin mampu berusaha untuk memberikan informasi dan saran tentang perkembangan kesehatan pasien kepada keluarga pasien.

Ketahanan dalam menghadapi rintangan dan kegagalan

Ketahanan dalam menghadapi rintangan dan kegagalan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien.

25.Saya yakin mampu berupaya untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada pasien, walaupun pasien seringkali sulit untuk diatur bahkan mengamuk ketika diberi perawatan. 26.Saya yakin mampu berupaya untuk dapat

melaksanakan cara yang tepat dalam memberi perawatan pada pasien, meskipun pasien sulit untuk diatur.

27.Saya yakin mampu berupaya untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi pasien, meskipun ada pasien yang tetap merasa tidak nyaman.

Ketahanan dalam menghadapi rintangan dan kegagalan dalam melaksanakan program terapi dokter.

28.Saya yakin mampu berupaya untuk melaksanakan perawatan dengan baik sesuai


(18)

dengan perintah dokter, meskipun memiliki kesulitan dalam memberikan perawatan.

29.Saya yakin mampu berupaya dalam membuat catatan kemajuan pasien hingga pasien dinyatakan sembuh, meskipun hasilnya kurang memuaskan dokter.

30. Saya yakin mampu berupaya untuk dapat melaksanakan strategi yang tepat agar pasien bisa minum obat dengan teratur, walaupun seringkali pasien sulit untuk bersedia meminum obat.

Ketahanan dalam menghadapi rintangan dan kegagalan dalam memberikan aktivitas pada pasien.

31.Saya yakin mampu berupaya untuk mengajak pasien melakukan kegiatan sehari-hari, walaupun seringkali pasien mengabaikannya 32.Saya yakin mampu berupaya untuk

mengarahkan pasien agar bisa membina hubungan dengan orang lain, meskipun pasien tidak menghiraukan apa yang diperintahkan. 33.Saya yakin mampu berupaya mengajak pasien

untuk menyusun jadwal kegiatan sehari-hari, meskipun pasien tidak tertarik untuk


(19)

melakukannya.

Ketahanan dalam menghadapi rintangan dan kegagalan dalam bekerjasama dengan keluarga dan petugas kesehatan lain dalam proses perawatan.

34.Saya yakin mampu berupaya untuk mengumpulkan data yang lengkap dan akurat tentang pasien melalui keluarga dan orang terdekat pasien, meskipun ada hambatan dalam pelaksanaannya.

35.Saya yakin mampu berupaya untuk bekerjasama dengan keluarga ketika proses perawatan pasien, walaupun terkadang keluarga pasien tidak kooperatif.

36.Saya yakin mampu berupaya untuk memberikan informasi dan saran tentang perkembangan kesehatan pasien kepada keluarga pasien, meskipun ada keluarga yang bersikap tak acuh. Penghayatan perasaan

yang dialami

Penghayatan perasaan yang dialami dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien.

37.Saya yakin mampu untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada pasien, meskipun dalam keadaan lelah.

38.Saya merasa puas jika dapat melaksanakan cara yang tepat dalam memberi perawatan pada


(20)

pasien.

39.Saya merasa puas jika mampu menciptakan lingkungan yang nyaman bagi pasien.

Penghayatan perasaan yang dialami dalam melaksanakan program terapi dokter.

40.Saya merasa puas jika mampu melaksanakan perawatan dengan baik sesuai dengan perintah dokter.

41.Saya tidak mudah putus asa dalam membuat catatan kemajuan pasien hasilnya kurang memuaskan dokter.

42. Saya merasa puas jika mampu menentukan strategi yang tepat agar pasien bisa minum obat dengan teratur.

Penghayatan perasaan yang dialami dalam memberikan aktivitas pada pasien.

43.Saya merasa puas jika saya mampu untuk mengajak pasien melakukan kegiatan sehari-hari.

44.Saya bersemangat untuk mengarahkan pasien agar bisa membina hubungan dengan orang lain. 45.Saya tidak mudah putus asa jika pasien sulit untuk diajak untuk menyusun jadwal kegiatan sehari-hari.


(21)

Penghayatan perasaan yang dialami dalam bekerjasama dengan keluarga dan petugas kesehatan lain dalam proses perawatan.

46.Saya merasa puas jika saya dapat mengumpulkan data yang lengkap dan akurat tentang pasien melalui keluarga dan orang terdekat pasien.

47.Saya tidak mudah putus asa jika keluarga pasien tidak kooperatif untuk bekerjasama dengan keluarga ketika proses perawatan pasien.

48.Saya bersemangat untuk memberikan informasi dan saran tentang perkembangan kesehatan pasien kepada keluarga pasien.


(22)

Tabel 3.1 Hasil tabulasi silang antara frekuensi keberhasilan dengan derajat self-efficacy

Derajat self-efficacy

T R Total

Frekuensi a. Sering Jumlah 13 2 15

keberhasilan Persentase 86,7 13,3 100

b. Jarang Jumlah 2 2 4

Persentase 50 50 100

Total Jumlah 15 4 19

Persentase 78,9 21,1 100

Tabel 3.2 Hasil tabulasi silang antara pengalaman keberhasilan dengan derajat self-efficacy

Derajat self-efficacy

T R Total

Pengalaman a. Bermakna bagi diri Jumlah 13 4 17

keberhasilan Persentase 76,4 23,6 100

b. Tidak bermakna bagi diri Jumlah 2 0 2

Persentase 100 0 100

Total Jumlah 15 4 19

Persentase 78,9 21,1 100

Tabel 3.3 Hasil tabulasi silang antara frekuensi kegagalan dengan derajat self-efficacy

Derajat self-efficacy

T R Total

Frekuensi a. Sering Jumlah 2 3 5

kegagalan Persentase 40 60 100

b. Jarang Jumlah 13 1 14

Persentase 92,8 7,2 100

Total Jumlah 15 4 19


(23)

Tabel 3.4 Hasil tabulasi silang antara pengalaman kegagalan dengan derajat self-efficacy

Derajat self-efficacy

T R Total

Pengalaman a. Bermakna bagi diri Jumlah 13 4 17

kegagalan Persentase 100 66,7 100

b. Tidak bermakna bagi diri Jumlah 2 0 2

Persentase 33,3 0 100

Total Jumlah 15 4 19

Persentase 78,9 21,1 100

Tabel 3.5 Hasil tabulasi silang antara pengalaman rekan kerja dengan derajat self-efficacy

Derajat self-efficacy

T R Total

Pengalaman a. Lebih banyak yang merasa mampu Jumlah 14 1 15

rekan kerja Persentase 93,3 6,7 100

b. Lebih banyak yang merasa tidak mampu Jumlah 1 3 4

Persentase 25 75 100

Total Jumlah 15 4 19

Persentase 78,9 21,1 100

Tabel 3.6 Hasil tabulasi silang antara dukungan figure significant dengan derajat self-efficacy

Derajat self-efficacy

T R Total

Dukungan a. Cenderung memberi support Jumlah 13 3 16

atasan/teman

kerja Persentase 81,2 18,8 100

(figure

significant) b. Cenderung mematahkan semangat Jumlah 2 1 3

Persentase 66,7 33,3 100

Total Jumlah 15 4 19


(24)

Tabel 3.7 Hasil tabulasi silang antara kondisi fisik dengan derajat self-efficacy

Derajat self-efficacy

T R Total

Kondisi fisik a. Kuat, bertahan lama saat memberikan Jumlah 11 3 14

pelayanan kepada pasien Persentase 78,5 21,5 100

b. Lemah, mudah lelah saat memberikan Jumlah 4 1 5

pelayanan kepada pasien Persentase 80 20 100

Total Jumlah 15 4 19

Persentase 78,9 21,1 100

Tabel 3.8 Hasil tabulasi silang antara emosi dengan derajat self-efficacy

Derajat self-efficacy

T R Total

Emosi a. Emosi positif, seperti senang, puas, tenang Jumlah 13 2 15

Persentase 86,7 13,3 100

a. Emosi negatif, seperti kecewa, sedih,

jengkel Jumlah 2 2 4

Persentase 50 50 100

Total Jumlah 15 4 19

Persentase 78,9 21,1 100

Tabel 3.9 Hasil tabulasi silang antara pengendalian emosi dengan derajat self-efficacy

Derajat self-efficacy

T R Total

a. Mampu mengendalikan atau mengontrol

emosi Jumlah 14 3 17

Persentase 82,3 17,7 100

a. Kurang mampu mengendalikan emosi Jumlah 1 1 2

Persentase 50 50 100

Total Jumlah 15 4 19


(25)

LAMPIRAN IV

TABULASI SILANG ANTARA DATA PENUNJANG DENGAN DERAJAT SELF-EFFICACY

Tabel 4.1 Hasil Tabulasi Silang antara Jenis Kelamin dengan Derajat Self-Efficacy

Jenis Kelamin Derajat self-efficacy TOTAL

Tinggi Rendah

Laki-laki 10 0 10

100% 0% 100%

Perempuan 5 4 9

55.6 % 44.4 % 100%

Tabel 4.2 Hasil Tabulasi Silang antara Usia dengan Derajat Self-Efficacy

Usia Derajat self-efficacy TOTAL

Tinggi Rendah

20 - 40 tahun 13 4 17

76,5% 23.5 % 100%

41 - 60 tahun 2 0 2

100% 0% 100%

Tabel 4.3 Hasil Tabulasi Silang antara Lama Bekerja dengan Derajat Self-Efficacy

Lama Bekerja Derajat self-efficacy TOTAL

Tinggi Rendah

1 - 5 tahun 10 4 14

71.4 % 28.6 % 100%

5 - 10 tahun 5 0 5

100% 0% 100%


(26)

Tabel 4.4 Hasil tabulasi silang antara frekuensi keberhasilan dengan derajat self-efficacy

Derajat self-efficacy

T R Total

Frekuensi a. Sering Jumlah 13 2 15

keberhasilan Persentase 86,7 13,3 100

b. Jarang Jumlah 2 2 4

Persentase 50 50 100

Total Jumlah 15 4 19

Persentase 78,9 21,1 100

Tabel 4.5 Hasil tabulasi silang antara pengalaman keberhasilan dengan derajat self-efficacy

Derajat self-efficacy

T R Total

Pengalaman a. Bermakna bagi diri Jumlah 13 4 17

keberhasilan Persentase 76,4 23,6 100

b. Tidak bermakna bagi diri Jumlah 2 0 2

Persentase 100 0 100

Total Jumlah 15 4 19

Persentase 78,9 21,1 100

Tabel 4.6 Hasil tabulasi silang antara frekuensi kegagalan dengan derajat self-efficacy

Derajat self-efficacy

T R Total

Frekuensi a. Sering Jumlah 2 3 5

kegagalan Persentase 40 60 100

b. Jarang Jumlah 13 1 14

Persentase 92,8 7,2 100

Total Jumlah 15 4 19


(27)

Tabel 4.7 Hasil tabulasi silang antara pengalaman kegagalan dengan derajat self-efficacy

Derajat self-efficacy

T R Total

Pengalaman a. Bermakna bagi diri Jumlah 13 4 17

kegagalan Persentase 100 66,7 100

b. Tidak bermakna bagi diri Jumlah 2 0 2

Persentase 33,3 0 100

Total Jumlah 15 4 19

Persentase 78,9 21,1 100

Tabel 4.8 Hasil tabulasi silang antara pengalaman rekan kerja dengan derajat self-efficacy

Derajat self-efficacy

T R Total

Pengalaman a. Lebih banyak yang merasa mampu Jumlah 14 1 15

rekan kerja Persentase 93,3 6,7 100

b. Lebih banyak yang merasa tidak mampu Jumlah 1 3 4

Persentase 25 75 100

Total Jumlah 15 4 19

Persentase 78,9 21,1 100

Tabel 4.9 Hasil tabulasi silang antara dukungan figure significant dengan derajat self-efficacy

Derajat self-efficacy

T R Total

Dukungan a. Cenderung memberi support Jumlah 13 3 16

atasan/teman

kerja Persentase 81,2 18,8 100

(figure

significant) b. Cenderung mematahkan semangat Jumlah 2 1 3

Persentase 66,7 33,3 100

Total Jumlah 15 4 19


(28)

Tabel 4.10 Hasil tabulasi silang antara kondisi fisik dengan derajat self-efficacy

Derajat self-efficacy

T R Total

Kondisi fisik a. Kuat, bertahan lama saat memberikan Jumlah 11 3 14

pelayanan kepada pasien Persentase 78,5 21,5 100

b. Lemah, mudah lelah saat memberikan Jumlah 4 1 5

pelayanan kepada pasien Persentase 80 20 100

Total Jumlah 15 4 19

Persentase 78,9 21,1 100

Tabel 4.11 Hasil tabulasi silang antara emosi dengan derajat self-efficacy

Derajat self-efficacy

T R Total

Emosi a. Emosi positif, seperti senang, puas, tenang Jumlah 13 2 15

Persentase 86,7 13,3 100

a. Emosi negatif, seperti kecewa, sedih,

jengkel Jumlah 2 2 4

Persentase 50 50 100

Total Jumlah 15 4 19

Persentase 78,9 21,1 100

Tabel 4.12 Hasil tabulasi silang antara pengendalian emosi dengan derajat self-efficacy

Derajat self-efficacy

T R Total

a. Mampu mengendalikan atau mengontrol

emosi Jumlah 14 3 17

Persentase 82,3 17,7 100

a. Kurang mampu mengendalikan emosi Jumlah 1 1 2

Persentase 50 50 100

Total Jumlah 15 4 19


(29)

1

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Fungsi utama Rumah Sakit yakni melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran, Rumah Sakit dituntut untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanannya. Kualitas pelayanan akan dipengaruhi oleh

kualitas “yang melayani”, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber daya manusia perlu mendapat perhatian dan ditangani secara sungguh-sungguh agar tidak menjadi bumerang bagi Rumah Sakit. Sumber daya manusia dalam hal ini adalah perawat. Keperawatan sebagai profesi merupakan salah satu pekerjaan dan dalam menentukan tindakannya didasari pada ilmu pengetahuan serta memiliki keterampilan yang jelas dalam keahliannya, mempunyai otonomi dalam kewenangan dan tanggung jawab dalam tindakan, serta adanya kode etik dalam bekerja.

Perawat memegang peranan yang penting dalam pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Jumlah perawat dalam sebuah Rumah Sakit yaitu 60-65% dari seluruh tenaga yang ada di Rumah Sakit. Mereka juga memberikan pelayanan 24 jam sehari secara bergantian dan mempunyai kontak yang konstan dengan pasien. Oleh karena itu perawat harus benar-benar diperhatikan dengan baik, karena pelayanan yang diberikan oleh perawat terhadap pasien sangat menentukan mutu dan citra Rumah Sakit (blog.ilmu keperawatan.com).


(30)

2

Universitas Kristen Maranatha

Rumah Sakit “X” merupakan salah satu Rumah Sakit negeri di Bandung. Dalam menjalankan roda aktivitasnya, Rumah Sakit “X” mendiferensiasikan

fungsi pelayanannya ke dalam beberapa unit, diantaranya unit utama yaitu Unit Rawat Inap dan Unit Rawat Jalan. Unit Rawat Jalan diperuntukkan bagi pasien yang masih bisa berobat dan tidak perlu menginap di Rumah Sakit karena jenis penyakit yang diderita tidak membutuhkan perawatan intensif. Sedangkan Unit Rawat Inap diperuntukkan bagi pasien yang memerlukan penanganan intensif karena jenis penyakit yang diderita cukup berat dan membutuhkan perawatan intensif selama 24 jam.

Rumah Sakit “X” ini memiliki delapan ruang unit rawat inap. Setiap

ruangan menangani pasien dengan penyakit yang berbeda-beda. Menurut Kepala

Perawat Rumah Sakit “X” seluruh perawat dituntut untuk dapat memberikan

pelayanan se-optimal mungkin kepada pasien dalam berbagai penyakit. Tugas perawat rawat inap diantaranya memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan cara memandikan pasien, mengganti infus, memberikan obat sesuai dengan dosis dan waktu yang tepat, mengecek tensi darah, dan berkomunikasi dengan pasien agar pasien merasa nyaman dan merasa diperhatikan.

Salah satu unit rawat inap di Rumah Sakit “X” adalah unit rawat inap ruang bagian kejiwaan. Unit rawat inap ruang khusus kejiwaan merupakan unit yang berbeda dari unit rawat inap yang lainnya, karena dalam ruang khusus ini perawat tidak merawat pasien yang menderita penyakit pada fisik, melainkan merawat pasien yang menderita gangguan kejiwaan, seperti halusinasi, delusi, dan shizoprenia. Terdapat 19 perawat didalam ruang khusus kejiwaan. Dalam


(31)

3

Universitas Kristen Maranatha memberikan perawatan kepada pasien ruang khusus kejiwaan ini berbeda dengan pasien dengan penyakit fisik, karena itu membutuhkan perhatian ekstra dalam memberikan pelayanan keperawatannya, disamping perawat memiliki tugas untuk mampu melayani pasien dengan penyakit fisik perawat pun dituntut untuk bisa menangani pasien yang mengalami gangguan kejiwaan.

Perawat di ruang bagian kejiwaan Rumah Sakit “X” memiliki empat tugas, yaitu memberikan asuhan keperawatan dengan cara memperhatikan keadaan dan kebutuhan pasien, melaksanakan program terapi dokter, memberikan aktivitas kepada pasien, dan melakukan kerjasama dengan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan.

Berdasarkan hasil wawancara pada 7 perawat mengatakan bahwa dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien gangguan kejiwaan mereka merasa bahwa tingkat kesulitannya lebih tinggi. Perawat merasa bahwa kondisi pasien dengan gangguan mental berbeda dengan pasien dengan penyakit fisik. Salah satu perawat mengatakan bahwa ia mengalami kesulitan ketika pertama kali pasien masuk ruang khusus, pasien mengalami kegawatdaruratan psikiatri. Dalam hal ini biasanya pasien melakukan tindak kekerasan dan keadaan ini merupakan keadaan yang berbahaya untuk dirinya dan lingkungannya. Oleh karena itu pasien tersebut membutuhkan intervensi pengobatan secepatnya. Dalam penanganan pasien dalam kondisi seperti ini, perawat diharapkan dapat mengendalikan diri dan tidak boleh kehilangan sikap serta kemampuan profesionalnya, seperti tidak boleh kehilangan kesabaran, namun hal tersebut dirasakan sulit oleh perawat. Tiga perawat merasa bahwa saat menghadapi pasien dengan kondisi gelisah terkadang


(32)

4

Universitas Kristen Maranatha mengalami kepanikan, ia bingung untuk melakukan penanganan pertama bagi pasien.

Dalam Rumah sakit “X” perawat juga memiliki tugas untuk melaksanakan

program terapi dokter. Dalam hal ini perawat dituntut untuk dapat memberikan obat sesuai dengan anjuran dokter, namun kesulitan yang dihadapi oleh perawat adalah seringkali pasien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang diterima pasien. Selain itu, perawat juga diharapkan untuk mengamati agar obat yang diberikan benar-benar ditelan oleh pasien serta mengetahui reaksi dari obat yang telah dikonsumsi.

Tugas perawat yang ketiga adalah memberi aktivitas pada pasien. Dalam hal ini pasien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, seperti olahraga, bermain, atau melakukan kegiatan lain. Kegiatan ini dilakukan untuk membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain, namun tiga perawat mengatakan bahwa mereka mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas ini. Mereka merasa bahwa tidak jarang pasien sulit untuk diajak melakukan aktivitas seperti berolahraga atau diajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang diinginkan pasien. Pasien biasanya hanya duduk diam atau bahkan mengamuk ketika sedang dibujuk oleh perawat.

Tugas perawat yang terakhir adalah melakukan kerjasama dengan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan. Selain perawat, keluarga pun diharapkan turut serta dalam proses perawatan pasien. Hal ini dilakukan agar keluarga mengetahui perkembangan kesehatan pasien dan turut membantu perawat dan juga dokter yang menangani pasien dengan memberikan informasi


(33)

5

Universitas Kristen Maranatha mengenai latar belakang pasien, menggali permasalahan pasien. Misalnya dari percakapan antara perawat dengan pasien diketahui bahwa jika pasien sedang sendirian, ia sering mendengar laki-laki yang mengejek tetapi bila ada orang lain didekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Dalam kondisi seperti ini perawat menyarankan kepada keluarga agar dapat bekerjasama dengan tidak membiarkan pasien menyendiri dan diberikan kegiatan seperti bermain atau aktivitas yang ada, namun hal ini tidaklah mudah untuk dilakukan oleh perawat. Perawat mengatakan bahwa mereka mengalami kesulitan karena tidak jarang keluarga pasien tidak peduli, sehingga pasien ditinggal begitu saja di Rumah Sakit, bahkan keluarga juga tidak kooperatif saat perawat ataupun dokter menggali permasalahan pasien sehingga perawat bekerja sendiri dan hal tersebut pun memperlambat proses penyembuhan pasien. Melihat banyaknya tantangan yang dihadapi perawat dalam menjalankan seluruh tugas-tugas keperawatan, maka perawat harus memiliki keyakinan akan kemampuan diri dalam menjalankan seluruh tugas-tugas keperawatan.

Menurut Bandura (2002), keyakinan akan kemampuan diri dikenal dengan istilah Self-efficacy. Self-efficacy merupakan keyakinan seseorang mengenai kemampuan dirinya dalam mengatur dan melaksanakan serangkaian tindakan yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang diinginkan (Bandura, 2002). Keyakinan akan kemampuan diri ini akan mempengaruhi tingkah laku perawat dalam menjalankan tugas-tugasnya, yaitu bagaimana seorang perawat dalam membuat pilihan dalam menjalankan pekerjaannya, besarnya usaha yang dikeluarkan untuk mengerjakan tugas-tugasnya, lamanya waktu yang dibutuhkan


(34)

6

Universitas Kristen Maranatha untuk dapat bertahan saat dihadapkan pada kesulitan-kesulitan dalam menjalankan tugas-tugasnya, serta penghayatan perasaan yang dimiliki perawat terhadap pilihan, usaha, dan ketahanannya saat menghadapi kesulitan dalam menjalankan tugas-tugasnya.

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada 7 perawat di

Rumah Sakit “X” dapat dikatakan bahwa 3 perawat (42,8%) memiliki keyakinan

akan kemampuan diri untuk dapat menjalankan tugas-tugasnya sebagai seorang perawat meskipun mereka dihadapkan pada kesulitan dan adanya tuntutan dari pihak Rumah Sakit. Agar perawat dapat menjalankan tugasnya secara optimal, mereka yakin menentukan metodenya sendiri, seperti dalam memberi asuhan keperawatan kepada pasien dengan menciptakan lingkungan yang terapetik, hal ini dilakukan agar pasien merasa nyaman berada di Rumah Sakit. Perawat yakin untuk dapat melakukan pendekatan awal pada pasien secara individual dan mengusahakan agar terjadi kontak mata, hal ini dilakukan agar pasien tidak merasa panik, cemas atau takut berada di Rumah Sakit. Ketika perawat mengalami kesulitan dalam melayani pasien yang sedang mengamuk dan sulit untuk diatur, mereka yakin untuk tetap bertahan melayani pasien dengan sebaik mungkin. Begitu juga dalam keadaan lelah, mereka akan tetap semangat dalam melayani pasien. Menurut Bandura (2002) seseorang yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan menentukan cara dan langkah yang tepat untuk dilakukan dalam mencapai tujuannya serta akan tetap bertahan dan berusaha untuk mempertahankannya. Demikian juga mereka menganggap setiap hambatan dan kesulitan yang dihadapinya sebagai sesuatu yang dapat diselesaikan.


(35)

7

Universitas Kristen Maranatha Terdapat 4 perawat (57,1%) yang menunjukkan bahwa mereka kurang yakin akan kemampuannya, mereka merasa kurang yakin akan mampu menghadapi kesulitan saat menjalankan tugasnya sebagai seorang perawat. Berdasarkan hasil wawancara kepada perawat, mereka memilih menggunakan metode seadanya sesuai dengan metode pemberian pelayanan kesehatan. Seperti ketika seorang pasien yang mengalami kegelisahan hingga pasien melakukan tindak kekerasan membuat perawat sulit untuk bisa menanganinya dan perawat tersebut hanya memberikan obat yang harus dikonsumsi oleh pasien agar pasien menjadi tenang sesuai dengan anjuran dokter tanpa berusaha untuk melakukan pendekatan lebih dalam, misalnya melakukan kontak mata, memberi sentuhan atau memegang pasien dan berusaha mengajak pasien berbicara. Melihat situasi tersebut, perawat akan mudah menyerah dan cenderung akan melimpahkan tugasnya kepada perawat lain. Selain itu juga tidak jarang pula perawat merasa lelah dan bosan menghadapi pasien. Menurut Bandura (2002) seseorang yang memiliki self-efficacy rendah akan merasa kurang yakin menentukan pilihan yang tepat untuk dilakukan dalam mencapai tujuan dan kurang lama dalam menentukan usaha dan akan lebih mudah menyerah serta mempunyai penghayatan negatif terhadap setiap hambatan dan tuntutan yang dihadapinya.

Berdasarkan hasil survei awal yang telah dilakukan terhadap tujuh perawat bagian rawat inap diatas, menggambarkan derajat self-efficacy pada perawat rawat inap khusus kejiwaan di Rumah Sakit “X” yang berbeda-beda dalam menjalankan seluruh tugas-tugas keperawatan. Terkait dengan hasil tersebut peneliti tertarik


(36)

8

Universitas Kristen Maranatha untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai self-efficacy pada perawat rawat inap khusus kejiwaan di Rumah Sakit “X” Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimana derajat self-efficacy pada perawat rawat inap bagian kejiwaan

di Rumah Sakit “X” Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai self-efficacy pada perawat rawat inap bagian kejiwaan di Rumah Sakit “X” Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui derajat self-efficacy berdasarkan keyakinan dalam menentukan pilihan, keyakinan untuk mengerahkan usaha dalam mencapai tujuan, keyakinan untuk bertahan, dan penghayatan perasaan pada perawat rawat inap bagian kejiwaan di Rumah Sakit “X” Bandung.


(37)

9

Universitas Kristen Maranatha 1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Ilimiah

1. Memberi masukan bagi ilmu Psikologi industri dan organisasi mengenai self-efficacy pada perawat rawat inap bagian kejiwaan di Rumah Sakit “X” Bandung.

2. Memberikan tambahan informasi bagi penelitian lain yang ingin melakukan penelitian mengenai self-efficacy pada perawat secara umum.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi kepada pihak Rumah Sakit “X” Bandung mengenai self-efficacy pada perawat di Rumah sakit tersebut agar merancang program-program untuk meningkatkan keyakinan diri perawat dalam bekerja.

2. Memberikan informasi kepada perawat sehingga dapat menjadi masukan dalam proses meningkatkan keyakinan akan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai perawat.

1.5 Kerangka Penelitian

Rumah Sakit “X” merupakan Rumah Sakit yang memiliki latar belakang militer, yakni Rumah sakit khusus TNI dan seiring dengan berjalannya waktu saat

ini Rumah Sakit “X” menjadi salah satu Rumah Sakit negeri di Bandung.

Terdapat delapan ruangan inap dalam Rumah sakit “X” ini. Perawat Rumah Sakit

“X” merupakan sumber daya manusia yang penting dalam pelayanan kesehatan di


(38)

10

Universitas Kristen Maranatha pasien secara intensif yakni 24 jam secara bergantian, tujuh hari dalam seminggu. Oleh karena itu keberadaan perawat sangatlah penting bagi kelangsungan Rumah Sakit itu sendiri maupun pasien.

Perawat di Unit rawat inap bertugas memelihara kebersihan ruang rawat dan lingkungannya, memelihara peralatan keperawatan dan medis agar selalu dalam keadaan siap pakai, melakukan pengkajian keperawatan dan menentukan diagnosa keperawatan sesuai batas kewenangannya, menyusun rencana keperawatan, melatih dan membantu pasien untuk melakukan gerak, mengobservasi kondisi pasien selanjutnya melakukan tindakan yang tepat berdasarkan hasil observasi tersebut, serta melakukan tindakan darurat kepada pasien.

Salah satu unit rawat inap di Rumah Sakit “X” adalah unit rawat inap

bagian kejiwaan. Unit rawat inap ruang khusus kejiwaan merupakan unit yang berbeda dari unit rawat inap yang lainnya, karena dalam ruang khusus ini perawat tidak merawat pasien yang menderita penyakit pada fisik, melainkan merawat pasien yang menderita gangguan kejiwaan, seperti halusinasi, delusi, dan shizoprenia. Dalam memberikan perawatan kepada pasien ruang khusus kejiwaan ini berbeda dengan pasien dengan penyakit fisik, karena itu membutuhkan perhatian ekstra dalam memberikan pelayanan keperawatannya, disamping perawat memiliki tugas untuk mampu melayani pasien dengan penyakit fisik perawat pun dituntut untuk bisa menangani pasien yang mengalami gangguan kejiwaan.


(39)

11

Universitas Kristen Maranatha Perawat di ruang bagian kejiwaan Rumah Sakit “X” memiliki empat tugas, yaitu memberikan asuhan keperawatan dengan cara memperhatikan keadaan dan kebutuhan pasien, melaksanakan program terapi dokter, memberikan aktivitas kepada pasien, dan melakukan kerjasama dengan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan. Dalam menjalankan setiap tugas-tugasnya, perawat tidak selalu berjalan mulus melainkan mengalami banyak kesulitan. Kendala yang biasa dihadapi oleh perawat seperti ketika pasien melakukan tindak kekerasan dan keadaan ini merupakan keadaan yang berbahaya untuk dirinya dan lingkungannya. Dalam penanganan pasien dalam kondisi seperti ini, perawat diharapkan dapat mengendalikan diri dan tidak boleh kehilangan sikap serta kemampuan profesionalnya, namun hal tersebut dirasakan sulit oleh perawat. Untuk itu mengingat banyaknya tuntutan pekerjaan yang harus dijalankan oleh perawat, maka perawat tidak hanya membutuhkan keterampilan dan keahlian dalam menghadapi pasien dengan berbagai penyakit. Selain itu juga perawat diharapkan memiliki keyakinan diri terhadap kemampuan yang dimiliki untuk menghadapi rintangan dalam pencapaian tujuan keperawatan.

Keyakinan akan kemampuan diri ini dikenal dengan istilah self-efficacy. Self-efficacy merupakan keyakinan seseorang mengenai kemampuan dirinya dalam mengatur dan melaksanakan serangkaian tindakan yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang diinginkan (Bandura, 2002). Self-efficacy akan membuat perawat memiliki keyakinan dalam hal membuat pilihan dan menentukan strategi dalam menjalankan pekerjaannya, yakin dalam mengerahkan usaha untuk mengerjakan tugas-tugasnya, lamanya waktu yang dibutuhkan untuk dapat


(40)

12

Universitas Kristen Maranatha bertahan saat dihadapkan pada kesulitan-kesulitan dalam menjalankan tugas-tugasnya, serta penghayatan perasaan yang dimiliki perawat terhadap pilihan, usaha, dan ketahanannya saat menghadapi kesulitan dalam menjalankan tugas-tugasnya.

Perawat yang memiliki self-efficacy tinggi, akan merasa mampu untuk membuat pilihan dan menentukan strategi yang tepat dalam melaksanakan tugas-tugasnya yaitu dalam hal memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, selain itu perawat memiliki kemampuan untuk melaksanakan program terapi yang telah dianjurkan oleh dokter, misalnya melakukan okupasiterapi yang secara rutin dilakukan kepada pasien. Perawat juga mampu untuk memberikan aktivitas kepada pasien seperti bersama-sama mengajak pasien untuk bermain atau berolahraga, dan dapat melakukan kerjasama dengan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan guna untuk memulihkan kesehatan pasien. Sedangkan perawat yang memiliki self-efficacy yang rendah cenderung akan merasa tidak yakin mampu untuk membuat pilihan dan menentukan strategi yang tepat dalam melaksanakan tugas-tugasnya, seperti perawat lebih cemas ketika menghadapi pasien yang sedang gelisah, selain itu perawat pun cenderung menghindar dari tugas-tugas yang dianggapnya sulit dan kurang yakin mampu mengerahkan usaha dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien.

Perawat yang telah menentukan strategi dalam menjalankan tugas-tugasnya, akan merasa yakin dan merasa mampu untuk menjalankan strateginya tersebut dengan mengerahkan usahanya untuk dapat menjalankan tugas. Perawat yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan mengeluarkan usaha yang besar


(41)

13

Universitas Kristen Maranatha untuk dapat menjalankan tugas-tugasnya. Perawat akan berusaha memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Selain itu perawat berusaha untuk menerapkan strategi yang tepat untuk melaksanakan program terapi yang telah dianjurkan oleh dokter. Perawat juga berusaha memberikan aktivitas kepada pasien dan mampu berusaha melakukan kerjasama dengan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan guna untuk memulihkan kesehatan pasien. Sedangkan perawat yang memiliki self-efficacy yang rendah akan merasa tidak yakin mampu untuk menjalankan strateginya tersebut dengan mengerahkan usahanya untuk dapat menjalankan tugas. Perawat cenderung akan bekerja sesuai dengan kemampuannya tanpa mau mengeluarkan usaha yang lebih banyak dalam melayani pasien.

Perawat yang memiliki self-efficacy tinggi, akan tetap bertahan jika dihadapkan pada kesulitan-kesulitan dalam menjalankan tugas-tugasnya. Perawat akan tetap memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, walaupun pasien seringkali sulit untuk diatur bahkan mengamuk ketika sedang diberi perawatan. Selain itu perawat berupaya untuk memberikan obat sesuai dengan anjuran dokter, walaupun pasien terkadang tidak mau meminum obat tersebut. Perawat juga berupaya untuk memberikan aktivitas pada pasien seperti mengajak pasien untuk bermain atau berolahraga, meskipun terkadang pasien sangat sulit untuk dibujuk dan mengikuti apa yang diperintahkan oleh perawat dan berupaya bekerjasama dengan keluarga dan petugas kesehatan lain ketika dalam proses penyembuhan pasien, meskipun dalam pelaksanaannya masih terdapat kesulitan. Sedangkan perawat yang memiliki self-efficacy yang rendah cenderung akan mudah putus asa


(42)

14

Universitas Kristen Maranatha jika dihadapkan pada kesulitan-kesulitan dalam menjalankan tugas-tugasnya. Perawat merasa ragu dengan kemampuannya dalam melayani pasien dan jika merasa kurang yakin diri, perawat tersebut akan meminta perawat lain untuk membantunya menolong pasien.

Dalam penghayatan perasaan yang dimiliki perawat terhadap pilihan, usaha, dan ketahanannya saat menghadapi kesulitan dalam menjalankan tugas-tugasnya berbeda-beda. Perawat yang memiliki self-efficacy tinggi akan merasa puas atas pekerjaan yang telah dilakukan dan tidak mudah putus asa jika mengalami kegagalan. Dalam hal ini perawat yakin mampu untuk memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, meskipun sedang dalam keadaan lelah. Selain itu perawat juga merasa puas dapat menerapkan strategi yang tepat dalam melaksanakan program terapi yang telah dianjurkan oleh dokter. Perawat juga bersemangat dalam memberikan aktivitas pada pasien, dan bekerjasama dengan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan pasien. Sedangkan perawat yang memiliki self-efficacy yang rendah akan mudah menyerah dan merasa tidak yakin atas kemampuan yang dimilikinya dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.

Menurut Bandura 2002, self-efficacy terbentuk melalui empat sumber, yakni mastery experience, viscarious experience, social persuassion, dan psychological and affective states. Sumber yang pertama adalah mastery experience, merupakan kemampuan seseorang untuk menguasai keterampilan tertentu. Dalam hal ini adanya pengalaman dimasa lalu akan meningkatkan self-efficacy perawat untuk tetap bertahan saat menghadapi kesulitan atau menghadapi


(43)

15

Universitas Kristen Maranatha hal-hal yang tidak menyenangkan ketika sedang memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien dan perawat tersebut merasa mampu untuk mengatasi kesulitannya. Sedangkan kegagalan yang pernah dialami perawat pada masa lalu dapat menurunkan self-efficacy dalam diri perawat.

Sumber yang kedua adalah viscarious experience, yaitu pengalaman yang diamati melalui pengalaman orang lain dan hasilnya dapat dilihat dan dirasakan oleh perawat tersebut. Dalam hal ini seorang perawat yang melihat pengalaman sukses temannya dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai perawat, akan mempengaruhi para perawat untuk melakukan hal yang sama, guna untuk mencapai tujuan keperawatan. Pengaruh ini akan semakin kuat dampaknya terhadap self-efficacy, jika adanya kesamaan antara dirinya dengan seseorang yang ia kagumi. Hal ini akan membentuk self-efficacy yang tinggi dan itu berarti bahwa perawat tersebut memanfaatkan sumber viscarious experience ini untuk meningkatkan kemampuan yang dimiliki dalam bekerja, namun sebaliknya. Perawat yang memiliki self-efficacy rendah, tidak akan memanfaatkan sumber viscarious experience ini untuk meningkatkan kinerja yang dimiliki.

Sumber yang ketiga adalah verbal persuasion, merupakan dorongan yang disampaikan oleh orang lain, termasuk bentuk-bentuk pernyataan verbal berupa nasehat, penghargaan, pujian, kritikan (Bandura,2002). Perawat yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan mengerahkan usahanya secara optimal dan mempertahankannya jika mendapat pujian, selain itu kritikan yang diberikan kepadanya akan menjadikan motivator baginya untuk lebih mengembangkan kemampuannya dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai seorang perawat.


(44)

16

Universitas Kristen Maranatha Sedangkan perawat yang memiliki self-efficacy yang rendah akan merasa tidak berarti dan mudah menyerah jika mendapatkan teguran atau kritikan, selain itu perawat tersebut cenderung akan menghindari tugas-tugas yang menantang dan merasa tidak yakin akan kemampuan yang dimilikinya.

Sumber yang terakhir adalah physiological and affective states, yang merupakan bentuk reaksi fisiologis dan keadaan emosional dalam menilai kemampuan diri sendiri, seperti rasa lelah, rasa sakit, rasa senang, rasa marah, dan sebagainya. bentuk reaksi fisiologis dan keadaan emosional ini akan mempengaruhi keyakinan diri perawat ketika sedang menjalankan tugas-tugasnya. Apabila perawat memiliki suasana hati yang positif, cenderung akan memperkuat self-efficacy-nya. Begitu pula sebaliknya, jika perawat memiliki suasana hati negatif maka cenderung memperlemah self-efficacy-nya.

Keempat sumber self-efficacy tersebut, yakni mastery experience, viscarious experience, social persuassion, dan psychological and affective states dapat berbeda-beda pada masing-masing perawat. Selanjutnya keempat sumber tersebut akan diolah secara kognitif, sehingga setiap perawat memiliki derajat self-efficacy yang berbeda-beda tergantung pada perawat tersebut menghayati sumber-sumber yang diperoleh. Setiap perawat dapat memilih sumber self-efficacy mana yang paling berharga untuk dirinya dan menjadikan pengalaman tersebut sebagai keyakinan dirinya untuk bertindak dalam menjalankan tugas-tugasnya dalam memberikan keperawatan kepada pasien.


(45)

17

Universitas Kristen Maranatha Skema 1.1 Kerangka Pikir

Perawat rawat inap bagian kejiwaan

Rumah Sakit “X”

Bandung

Proses kognitif Self-efficacy

Aspek-aspek self-efficacy :

 Pilihan yang dibuat

 Besarnya usaha yang dikeluarkan

 Ketahanan dalam menghadapi kesulitan

 Penghayatan perasaan Sumber-sumber self-efficacy :

1. Mastery Experience 2. Vicarious experience 3. Verbal Persuasion

4. Physiological and affective states

Tinggi


(46)

18

Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka diajukan asumsi penelitian sebagai berikut : 1. Perawat rawat inap bagian kejiwaan Rumah Sakit “X” Bandung memiliki

derajat self-efficacy yang berbeda-beda.

2. Sumber-sumber informasi yang membentuk self-efficacy yakni mastery experience, viscarious experience, social persuassion, dan psychological and affective states akan diolah secara kognitif dalam diri perawat rawat inap bagian kejiwaan Rumah Sakit “X” Bandung, sehingga menciptakan self-efficacy.

3. Derajat self-efficacy perawat rawat inap bagian kejiwaan Rumah Sakit “X” Bandung dapat dilihat melalui keyakinan perawat dalam hal membuat pilihan, usaha yang dikeluarkan, lamanya dapat bertahan saat mengalami kesulitan dan kegagalan, dan penghayatan perasaannya saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.


(47)

69

Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Sebagian besar perawat rawat inap bagian kejiwaan di Rumah Sakit “X”

Bandung memiliki derajat self-efficacy tinggi (79%) dan 21% perawat memiliki self-efficacy rendah.

2. Pengalaman kegagalan menunjukkan adanya keterkaitan dengan self-efficacy perawat. Sedangkan pengalaman keberhasilan tidak menunjukkan adanya keterkaitan dengan self-efficacy perawat rawat inap khusus kejiwaan di Rumah Sakit “X” Bandung (mastery experience).

3. Pada sumber vicarious experience, perawat rawat inap khusus kejiwaan di

Rumah Sakit “X” Bandung menunjukkan bahwa pengalaman rekan kerja

memiliki keterkaitan dengan self-efficacy perawat.

4. Sumber verbal persuasion dan physiological and affective states perawat rawat inap khusus kejiwaan di Rumah Sakit “X” Bandung tidak berkaitan dengan self-efficacy pada perawat rawat inap khusus kejiwaan di Rumah Sakit “X” Bandung.


(48)

70

Universitas Kristen Maranatha 5.2 SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan :

5.2.1 Saran Guna Laksana :

1. Bagi Kepala Perawat Rumah sakit diharapkan untuk membuat program atau pendekatan pribadi pada perawat yang memiliki self-efficacy rendah.

2. Bagi perawat rawat inap khusus kejiwaan di Rumah Sakit “X” Bandung

yang memiliki derajat self-efficacy tinggi, diharapkan agar dapat mempertahankan self-efficacy yang mereka miliki. Bagi perawat rawat inap khusus kejiwaan di Rumah Sakit “X” Bandung yang memiliki derajat self-efficacy rendah disarankan agar introspeksi dan menggali potensi diri yang dapat meningkatkan self-efficacy dalam menjalankan tugas-tugas keperawatan.

5.2.2 Saran Penelitian Lanjutan :

Disarankan untuk melakukan penelitian lanjut mengenai kontribusi sumber-sumber self-efficacy terhadap derajat self-efficacy pada perawat rawat inap khusus kejiwaan di Rumah Sakit “X” Bandung.


(49)

71

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, A. 2007. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Bandura, Albert. 2002. Self-efficacy The Exercise of Control. New York: W. H. Freeman and Company.

Depkes RI. 1999. Uraian Tugas Bidang Keperawatan. Jakarta: Depkes RI

Direktorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes R.I. 2000. Keperawatan Jiwa. Teori dan Tindakan Keperawatan Jiwa, Jakarta.

Depkes. 2000. Pedoman Umum Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta.

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. 2007. Panduan Penulisan Skripsi Sarjana. Edisi II. Bandung: Universitas Kristen Maranatha.

Gullo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo

J.Supranto, Statistik Teori dan Aplikasi, Jilid 1, Edisi ke 6, Erlangga, Jakarta, Hal 64

Santrock, John W. 2002. Life Span Development, 5th ed. Jakarta: Erlangga.


(50)

72

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Andriani, 2008. Studi Deskriptif Mengenai Self-Efficacy dalam menghadapi proses belajar pada siswa kelas XI IPA di SMA ‘X’ Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Lestari, Aprilia Tri. 2009. Studi Deskriptif Mengenai Self-efficacy pada guru yang mengajar siswa tuna netra di SLB A Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Blog.ilmu keperawatan.com. Peran, fungsi, dan tugas perawat. (Online). (http://www.fadlie.web.id/bangfad/peran-dan-fungsi-perawat, diakses 6 Januari 2009)


(1)

Skema 1.1 Kerangka Pikir Perawat rawat inap

bagian kejiwaan Rumah Sakit “X” Bandung

Proses kognitif Self-efficacy

Aspek-aspek self-efficacy :  Pilihan yang dibuat

 Besarnya usaha yang dikeluarkan  Ketahanan dalam menghadapi

kesulitan

 Penghayatan perasaan Sumber-sumber self-efficacy :

1. Mastery Experience 2. Vicarious experience 3. Verbal Persuasion

4. Physiological and affective states

Tinggi


(2)

1.6 Asumsi Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka diajukan asumsi penelitian sebagai berikut : 1. Perawat rawat inap bagian kejiwaan Rumah Sakit “X” Bandung memiliki

derajat self-efficacy yang berbeda-beda.

2. Sumber-sumber informasi yang membentuk self-efficacy yakni mastery experience, viscarious experience, social persuassion, dan psychological and affective states akan diolah secara kognitif dalam diri perawat rawat inap bagian kejiwaan Rumah Sakit “X” Bandung, sehingga menciptakan self-efficacy.

3. Derajat self-efficacy perawat rawat inap bagian kejiwaan Rumah Sakit “X” Bandung dapat dilihat melalui keyakinan perawat dalam hal membuat pilihan, usaha yang dikeluarkan, lamanya dapat bertahan saat mengalami kesulitan dan kegagalan, dan penghayatan perasaannya saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.


(3)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Sebagian besar perawat rawat inap bagian kejiwaan di Rumah Sakit “X”

Bandung memiliki derajat self-efficacy tinggi (79%) dan 21% perawat memiliki self-efficacy rendah.

2. Pengalaman kegagalan menunjukkan adanya keterkaitan dengan self-efficacy perawat. Sedangkan pengalaman keberhasilan tidak menunjukkan adanya keterkaitan dengan self-efficacy perawat rawat inap khusus kejiwaan di Rumah Sakit “X” Bandung (mastery experience).

3. Pada sumber vicarious experience, perawat rawat inap khusus kejiwaan di

Rumah Sakit “X” Bandung menunjukkan bahwa pengalaman rekan kerja

memiliki keterkaitan dengan self-efficacy perawat.

4. Sumber verbal persuasion dan physiological and affective states perawat rawat inap khusus kejiwaan di Rumah Sakit “X” Bandung tidak berkaitan dengan self-efficacy pada perawat rawat inap khusus kejiwaan di Rumah Sakit “X” Bandung.


(4)

5.2 SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan :

5.2.1 Saran Guna Laksana :

1. Bagi Kepala Perawat Rumah sakit diharapkan untuk membuat program atau pendekatan pribadi pada perawat yang memiliki self-efficacy rendah.

2. Bagi perawat rawat inap khusus kejiwaan di Rumah Sakit “X” Bandung

yang memiliki derajat self-efficacy tinggi, diharapkan agar dapat mempertahankan self-efficacy yang mereka miliki. Bagi perawat rawat inap khusus kejiwaan di Rumah Sakit “X” Bandung yang memiliki derajat self-efficacy rendah disarankan agar introspeksi dan menggali potensi diri yang dapat meningkatkan self-efficacy dalam menjalankan tugas-tugas keperawatan.

5.2.2 Saran Penelitian Lanjutan :

Disarankan untuk melakukan penelitian lanjut mengenai kontribusi sumber-sumber self-efficacy terhadap derajat self-efficacy pada perawat rawat inap khusus kejiwaan di Rumah Sakit “X” Bandung.


(5)

Aziz, A. 2007. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Bandura, Albert. 2002. Self-efficacy The Exercise of Control. New York: W. H. Freeman and Company.

Depkes RI. 1999. Uraian Tugas Bidang Keperawatan. Jakarta: Depkes RI

Direktorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes R.I. 2000. Keperawatan Jiwa. Teori dan Tindakan Keperawatan Jiwa, Jakarta.

Depkes. 2000. Pedoman Umum Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta.

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. 2007. Panduan Penulisan Skripsi Sarjana. Edisi II. Bandung: Universitas Kristen Maranatha.

Gullo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo

J.Supranto, Statistik Teori dan Aplikasi, Jilid 1, Edisi ke 6, Erlangga, Jakarta, Hal 64


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Andriani, 2008. Studi Deskriptif Mengenai Self-Efficacy dalam menghadapi proses belajar pada siswa kelas XI IPA di SMA ‘X’ Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Lestari, Aprilia Tri. 2009. Studi Deskriptif Mengenai Self-efficacy pada guru yang mengajar siswa tuna netra di SLB A Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Blog.ilmu keperawatan.com. Peran, fungsi, dan tugas perawat. (Online). (http://www.fadlie.web.id/bangfad/peran-dan-fungsi-perawat, diakses 6 Januari 2009)