PEMAKNAAN LIRIK LAGU (Studi Semiologi pemaknaan lirik lagu “Bobrokisasi Borokisme” dari Slank dalam Album Jurustandur No. 18).

PEMAKNAAN LIRIK LAGU
(Studi Semiologi pemaknaan lir ik lagu “Bobr okisasi Bor okisme”
dar i Slank dalam Album J urustandur No. 18)

SKRIPSI

Oleh :
BERTA RIZKI ARISANDI
NPM. 0543310449

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
J URUSAN ILMU KOMUNIKASI
SURABAYA
2011

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

1


PEMAKNAAN LIRIK LAGU
(Studi Semiologi pemaknaan lir ik lagu “Bobrokisasi Borokisme” dar i Slank
dalam Abum J urustandur No. 18)
Oleh:
BERTA RIZKI ARISANDI
NPM. 0543310449
Telah diper tahankan dan diter ima oleh Tim Penguji Skr ipsi
J ur usan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Pada Tanggal 13 Desember 2011

Menyetujui,
Pembimbing Utama

Tim Penguji :
1.

J uwito, S.Sos., MSi
NIP/NPT. 3670 4950 0361


Dra. Diana Amalia, MSi
NIP. 19630907 199103 2001

2.

Dr s. Saifuddin Zuhr i, MSi
NIP/NPT. 370 069 400 351
3.

Dra. Diana Amalia, MSi
NIP. 19630907 199103 2001

Mengetahui
DEKAN

Dra. Hj. Supar wati, MSi
NIP. 195507181983022001

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


2

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrohim. Segala puji bagi Allah SWT, Sang Pemberi
nafas hidup pada seluruh makhluk. Hanya kepadanya-lah syukur dipanjatkan atas
selesainya skripsi ini. Sejujurnya penulis mengakui bahwa pendapat sulit ada
benarnya, tetapi faktor kesulitan itu lebih banyak datang dari diri karena itu,
kebanggaan penulis bukanlah pada selesainya skripsi ini, melainkan kemenangan
atas berhasilnya menundukkan diri sendiri. Semua kemenangan dicapai tidak
lepas dari bantuan dari berbagai pihak selama proses penyelesaian skripsi ini,
penulis “wajib” mengucapkan terima kasih kepada mereka yang disebut berikut:
1. Ibu Dra. Suparwati, MSi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UPN
“Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Juwito, S. Sos., MSi, selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.
3. Ibu Dra. Diana Amalia, MSi, selaku Dosen pembimbing dalam penulisan
skripsi ini.
4. Ayah dan ibu saya tercinta

5. Kakak dan adik saya tercinta
6. Seseorang yang selalu memberikan semangat yang luar biasa.
7. Sahabat-sahabat tercinta, Ferry Ardiansyah, Kenshi Latika Ayu, Farid
Prasetyo, Dwi Suyono, Mika Prasetyawan, Satrio, dan teman-teman di
Gembili serta UPN “Veteran” Jawa Timur yang memberikan support, saran
dan kritik pada saya tentang segala hal.

i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum sempurna dan penuh
keterbatasan. Dengan harapan bahwa laporan ini dapat berguna untuk temanteman mahasiswa di Jurusan Ilmu Komunikasi, maka saran dan kritik yang
membangun sangatlah dibutuhkan untuk memperbaiki kekurangan yang ada.

Surabaya,

November 2011

Penulis


ii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................

i

DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
ABSTRAK
BAB I

..............................................................................................

v


PENDAHULUAN .........................................................................

1

1.1. Latar Belakang Masalah ..........................................................

1

1.2. Perumusan Masalah ................................................................ 10
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 10
1.3.1. Tujuan Penelitian .......................................................... 10
1.3.2. Manfaat Penelitian ........................................................ 10
BAB II

KAJ IAN PUSTAKA ..................................................................... 12
2.1. Landasan Teori ....................................................................... 12
2.1.1. Definisi komunikasi ...................................................... 12
2.1.2. Komunikasi Verbal ....................................................... 15
2.1.3. Semiotika atau Semiologi .............................................. 16
2.1.4. Semiologi Roland Barthes ............................................. 20

2.1.5. Ideologi dan Mitologi .................................................... 33
2.1.6. Mitos Sebagai Suatu Sistem Semiologi .......................... 35
2.1.7. Kode-Kode Pembacaan ................................................. 37
2.1.8. Makna dalam Kata ........................................................ 39
2.1.9. Perubahan makna dan Ambiguitas ................................. 40
2.1.10. Musik ........................................................................ 42
2.1.11. Lirik Lagu .................................................................. 42
2.2. Kerangka Berpikir .................................................................. 44

iii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 47
3.1. Metode Penelitian ................................................................... 47
3.2. Definisi Operasional ............................................................... 48
3.2.1. Corpus ........................................................................ 48
3.2.2. Unit Analisis ............................................................... 50
3.3. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 51
3.4. Metode Analisis Data ............................................................. 51

BAB IV HASIL DAN PENELITIAN ........................................................ 53
4.1. Gambaran Umum Obyek dan Penyajian Data ......................... 53
4.1.1. Gambaran umum Obyek .............................................. 53
4.1.2. Penyajian Data ............................................................ 63
4.2. Analisis Data .......................................................................... 64
4.3. Pemaknaan Lirik Lagu “Bobrokisasi Borokisme” ................... 93
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 95
5.1. Kesimpulan ........................................................................... 95
5.2. Saran ...................................................................................... 95

Daftar Pustaka ................................................................................................ 97
Lampiran

................................................................................................ 98

iv
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


ABSTRAK
BERTA RIZKI ARISANDI, PEMAKNAAN LIRIK LAGU (Studi Semiologi
pemaknaan lirik lagu “Bobrokisasi Borokisme” dar i Slank dalam Album
J ur ustandur No. 18)
Dalam lirik lagu “Bobrokisasi Borokisme” yang dibawakan oleh Slank,
dalam lagu tersebut menggambarkan tentang kritik social. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui makna kritik social pada lirik lagu “Bobrokisasi
Borokisme” yang dibawakan oleh Slank.
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode
penelitian bersifat kualitatif-interpretatif semiologi dari Roland Barthes, yaitu
metode signifikasi dua tahap (two order of signification). Yang dianalisis
menggunakan lima macam kode pembacaan menurut Barthes, yaitu kode
Hermeneutik, kode Semik, kode simbolik, kode Proaretik, kode Gnomik. Untuk
pemaknaan sebuah tanda sehingga dapat mengetahui tanda denotative dan tanda
konotatifnya. Dalam tahap kedua dari tanda konotatif akan muncul mitos yang
menandai masyarakat yang berkaitan dengan budaya sekitar.
Kesimpulan pada pemaknaan lirik lagu “Bobrokisasi Borokisme” yang
dibawakan oleh Slank ini adalah banyaknya permasalahan-permasalahan yang
dialami Negara Indonesia yang diakibatkan oleh sikap-sikap para pejabat

pemerintah yang bertindak seenaknya, yang seharusnya kepentingan rakyat itu
diatas segala-galanya
Kata kunci : Semiologi Roland Barthes, lirik lagu Bobrokisasi Borokisme,
pemaknaan
ABSTRACT
BERTA RIZKI ARISANDI, lyr ics meaning (semiology studies pur por t lyr ics
of the song “Bobr okisasi Borokisme” from the album Jurustandur No. 18)
In the lyrics of the song “bobrokisasi Borokisme” by Slank, the song
describes about social criticism. The purple of this study was to determine the
meaning of social criticism in the song lyrics “Bobrokisasi Borokisme” by Slank.
Methods of data analysis in this study using qualitative research
methods, interpretative semiology of Roland Barthes, the significance of twostage method (two orders of signification). Analyzed using five kinds of code
readability by Barthes, ie hermeneutic code, code Semik, Symbolic code, the code
Proaretik, Gnomik code. For the meaning of a sign so that it can find and mark
konotative denotative sign. In the second stage of connotative signs that mark will
appear myths relating to the cultural community around.
Conclusion on the meaning of the lyrics to “Bobrokisasi Borokisme” by
Slank is that many problems experienced by the State of Indonesia as a result of
the attitudes of government officials who act arbitrarily, which should benefit the
people above anything else.

Keyword : Roland Barthes semiology, song lyrics Bobrokisasi Borokisme,
meaning

v
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Musik adalah suara atau bunyi-bunyian yang diatur menjadi suatu
yang menarik dan menyenangkan. Dengan kata lain musik dikenal sebagai
sesuatu yang terdiri dari atas nada dan ritme yang mengalun secara teratur.
Musik juga memainkan peran dalam evolusi manusia, dibalik perilaku dan
tindakan manusia terdapat pikiran dan perkembangan ini dipengaruhi oleh
musik. Seni musik merupakan salah satu seniuntuk menyampaikan ekspresi.
Ekspresi yang disampaikan sekarang ini bukan hanya mengandung unsur
keindahan seperti tema-tema percintaan, namun belakangan ini banyak
tercipta tema-tema yang berisi permasalahan social dan realitas yang ada
pada masyarakat. Musik dapat tercipta karena didorong oleh kondisi social,
politik, dan ekonomi masyarakat. Musik juga diilhami oleh perilaku umum
masyarakat, dan sebaliknya perilaku umum masyarakat dapat terilhami oleh
musik tertentu. Perilaku umum masyarakat dapat berupa permasalahan
social, peristiwa monumental, kebutuhan dan tuntutan bersama, kritikan
ataupun harapan yang diidamkan Rachmawati dalam (Ayuningtyas, 2006:9).
Pada masa ini oleh masyarakat, musik popular diberi arti : musik
yang mudah diterima oleh kebanyakan orang dan untuk karenanya
masyarakat banyak yang menyukainya (Sumaryo dalam Setianingsih,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

1

2

2002:26). Beberapa jenis musik yang didasarkan pada manfaat agar
diketahui lebih dalam adalah:
1.

Musik klasik : ada sedikit pergeseran makna, sepertiterjadi pula pada
nama ataupun istilah lain. Ada tiga taksiran mengenai musik klasik
yang sering digunakan.
a.

Pertama : Musik klasik adalah jenis musik tekenal yang dibuat atau
diciptakan jauh di masa lalu, tetapi disukai, dimainkan dan
diminati orang sepanjang masa sampai sekarang.

b.

Kedua : Musik klasik ialah jenis musik yang lahir atau diciptakan
oleh komponis-komponis pada masa klasik, yaitu masa sekitar
tahun 1750-1800.

c.

Ketiga : Musik klasik adalah jenis musik yang dibuat pada masa
sekarang, tetapi mengambil gaya, corak, ataupun teknik yang
terdapat pada musik klasik dari pengertian pertama dan kedua.

2.

Musik jazz : Jenis musik yang dianggap lahir di New Orleans, Amerika
Serikat, pada awal abad ini. Merupakan perpaduan antara teknik dan
peralatan musik Eropa, khususnya Perancis, dengan irama bangsa negro
asal Afrika Barat, di perkebunan-perkebunan kapas, New Orleans
Selatan.

3.

Musik Keroncong: Jenis musik dimana dalam musik ini dipergunakan
peralatan dan pernadaan musik Barat, yang dimainkan dan dinyanyikan
dengan gaya musik Barat, yang dimainkan dan dinyanyikan dengan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

gaya musik tradisi kita yang sudah ada sebelumnya. Misal : permainan
alat penumbuk padi, kentongan, angklung, dan lain-lain.
4.

Musik Populer : Jenis musik yang selalu memasukkan unsur-unsur
ataupun cara-cara baru yang disukai, atau diharapkan akan disukai oleh
pendengar dewasa ini. Tujuannya adalah memperoleh ledakan
popularitas sebesar mungkin dan secepat mungkin. Walaupun dua atau
tiga tahun kemudian tak ada lagi yang bisa mendengarkannya. Musik
popular merupakan suatu bidang yang mempunyai perkembangan
tersendiri. Sifat-sifat perkembangannya itu kadang-kadang menuju
kearah perkembangan artistic musical, tapi yang masih mendapat
simpati dari masyarakat banyak.
Meski disebut musik popular, dari pemain-pemainnya tetap diminta

syarat musikalitas. Makin tinggi nilai musikalnya, makin baik. Pemain
musik popular tidak begitu merasa ‘tegang’ seperti pemain musik seriosa.
Yang dimaksud ‘tegang’ disini ialah suatu rasa tekanan atau ketegangan
mental, yang disebabkan antara lain adanya konsentrasi yang penuh agar
dapat memainkan musiknya sebaik-baiknya. (Sumaryo dalam Rachmawati,
2000:29).
Lagu merupakan salah satu budaya manusia yang menarik diantara
budaya-budaya manusia yang lain. Dikatakan menarik karena mempunyai
alasan yang salah satunya adalah ia dapat mempersatukan berbagai jenis
manusia dari kultur yang berbeda. Lagu identic dengan musik, dan musik
adalah bahasa dunia. Banyak hal yang menarik yang dapat diamati dari

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

budaya yang satu ini. Dari sisi psikologi humanistis, lagu/musik bisa
menjadi sarana untuk memenuhi salah satu kebutuhan manusia dalam
pemenuhannya akan hasrat seni. Melalui musik, manusia sebagai
homovalens atau makhluk yang memiliki keinginan, memiliki kemampuan
untuk menyalurkan identifikasinya terhadap kebudayaan. Dari sisi social,
lagu biasa disebut sebagai cermin dari tatanan social yang ada dalam
masyarakat saat dimana lagu tersebut diciptakan. Dari sisi ekonomi, lagu
merupakan sebuah komoditi yang sangat menguntungkan. (Rakhmat,
1993:19).
Pada dasarnya, lagu juga merupakan kegiatan komunikasi. Karena
didalamnya terdapat proses penyampaian pesan dari si pencipta lagu kepada
khalayak pendengarnya. Pesan yang terkandung dalam sebuah lagu
merupakan representasi dari pikiran ataupun perasaan dari si pencipta lagu
sebagai orang yang mengirim pesan. Konsep pesan ini dapat berupa
ungkapan-ungkapan dari perasaan senang, sedih, atau marah, juga dapat
berupa pendapat seperti pujian atau bahkan kritik akan sesuatu hal.
Komunikasi sebagai proses penyampaian pesan dapat dikatakan
komunikatif (komunikasi yang efektif) apabila para peserta komunikasi
dapat memahami makna dari pesan yang dikomunikasikan, hal ini mengacu
pada pemikiran bahwa suatu pesan dalam bentuk system tanda merupakan
hasil penurunan makna dari si pembuat pesan.
Berangkat dari suatu fenomena social, band rock yang berasal dari
Jakarta yaitu Slank yang beranggotakan Kaka (Vokalis), Bimbim (drum),

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

Abdee (gitar) Ridho (gitar), Ivanka (bass), mengangkatnya ke dalam sebuah
lirik lagu yang berjudul “Bobrokisasi Borokisme” dalam album “Jurustandur
No. 18” pada Juli 2010.
Pesan yang disampaikan oleh seorang pencipta lagu lewat lagunya,
tentu tidak akan berasal dari luar diri si pencipta lagu. Dalam artian bahwa
pesan tersebut bersumber dari pola pikirnya serta dari pengetahuan (frame of
reference) dan latar belakang pengalaman (field of experience) yang
terbentuk dari hasil interaksinya dengan lingkungan sosial di sekitarnya.
Penelitian ini berangkat dari asumsi Judy C. Pearson dan Paul E.
Nelson bahwa komunikasi adalah proses memahami dan berbagai makna
(Mulyana, 2004 : 69) Komunikasi sebagai proses penyampaian pesan dapat
dikatakan komunikatif (komunikasi yang efektif) apabila para peserta
komunikasi dapat memahami makna dari pesan yang dikomunikasikan, hal
ini mengacu pada pemikiran bahwa suatu pesan dapat dalam bentuk sistem
tanda merupakan hasil penurunan makna dari pembuat pesan.
Melihat esensinya seperti itu maka sebenarnya penampilan sebuah
lirik lagu tidak hanya menyajikan berupa kata-kata sederhana yang
karenanya ia hanya melengkapi. Efektivitasnya tidak terletak pada teks yang
lekat bersama lirik lagu itu sendiri, melainkan tergantung pada persepsi di
kalangan masyarakat penikmatnya. Apabila lirik lagu dapat menuntun
persepsi masyarakat ke objek tertentu sebaimana diharapkan, maka lirik lagu
itu sendiri akan terbukti bahwa ia mampu berperan positif terhadap objek
yang dimaksud. Itulah sebabnya, mengapa lirik lagu dapat dikatakan sebagai

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

sebuah sarana fungsi komunikasi verbal. Persepsi di kalangan masyarakat
yang dibentuk oleh lirik lagu tersebut dapat memberikan sebuah dukungan
dan sebaliknya dapat pula memberikan cemoohan serta antipati terhadap
subyek atau objek tertentu. Akan dapat dibutuhkan pengetahuan serta
wawasan dalam melakukan interpretasi terhadap sebuah lirik lagu musik
tersebut sesuai dengan konteksnya sehingga pemahaman secara menyeluruh
terhadap makna pesan yang disampaikan si pencipta dapat tercapai.
Dalam sebuah lagu selain kekuatan musik, unsur lirik yang
dinyanyikan mempunyai peranan yang sangat penting, karena lirik lagu
sebagaimana bahasa dapat menjadi sarana atau media komunikasi untuk
mencerminkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu bila
dapat memilihnya bisa memiliki nilai yang sama dengan ribuan kata atau
peristiwa, juga secara individu mampu memikat perhatian. Lirik lagu dapat
pula sebagai sarana untuk sosialisasi dan pelestarian terhadap suatu sikap
atau nilai.
Oleh karena itu, ketika sebuah lirik lagu mulai di aransir dan
diperdengarkan kepada khalayak, juga mempunyai tanggung jawab yang
besar atas tersebar luasnya sebuah keyakinan, nilai-nilai, bahkan prasangka
tertentu. Suatu lirik lagu dapat menggambarkan suatu realitas yang terjadi di
masyarakat, termasuk realitas yang menggambarkan tentang penyimpanganpenyimpangan yang terjadi di dalam pemerintah sendiri.
Pemaknaan bahasa pada kegiatan pembuatan hasil karya lirik lagu
pada sebuah karya seni musik berada pada pemakaian bahasa pada kegiatan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

yang lain, seperti pada pemakaian sehari-hari. Perbedaan ini terlihat dari
kalimat-kalimat yang dibuat tersebut karena didalamnya mengandung makna
yang tersembunyi yang dapat dipersepsikan oleh khalayak sebagai sebuah
maksud dari lirik lagu tersebut. Makna pada kata-kata merupakan suatu
jalinan asosiasi pikiran yang berkaitan serta perasaan yang melengkapi
konsep yang diterapkan.
Apa yang disebut dengan tanda pada bahasa teks akan membentuk
sebuah interpretant (makna) secara keseluruhan. Dari sini dapat disimpulkan
bahwa sebuah tanda pada bahasa teks terjadi atau terbentuk setelah melalui
proses representasi dan interpretasi terlebih dahulu terhadap kata-kata atau
kalimat di dalamnya. Interpretan (makan) suatu objek akibat hubungan
timbal balik tersebut dilambangkan oleh pemakainnya dengan suatu simbol
antara lain kata-kata, gambar atau isyarat. Tidak terkecuali dalam hal
tersebut adalah pesan-pesan yang terdapat di dalam lirik lagu Slank tersebut,
yang dibentuk melaui proses interpretasi terhadap berbagai realitas atau
fenomena yang terjadi.
Lagu-lagu yang menyuarakan kritik sosial dan bertemakan realisme
sosial bukan baru-baru ini saja terdengar, bahkan sebelum generasi Slank,
Franky Sahilatua, Iwan Fals Cs, Wiji Thukul secara sarkas mengejek tabiat
dan perilaku politisi kita, dan bukan hanya seniman dengan lagu kritik
sosialnya, kalangan sastrawan dan budayawan pun juga ikut menyuarakan
kegelisahan dan ketimpangan yang ada di masyarakat. Sungguh naïf dan
absurd kiranya kalangan politisi kita kerangka berpikirnya kembali ke masa

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

Orde baru (Revolta, 2008 : 52) Iwan Fals sebagai musisi yang secara
menonjol menyampaikan kritik kepada pemerintah di masa puncak
kekuasaan Orde Baru. Tapi tidak hanya dua musisi ini saja, sejumlah musisi
pada dekade sebelumnya juga telah lantang menyuarakan kritik terhadap
keanehan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Sejak era 1970-an, lirik
kritik sosial memang sudah mewarnai blantika musik Indonesia. Sebut saja
Mogi Darusman, yang sudah dikenal sebagai “pengusung” lagu-lagu rock
bertema protes sosial-politik. Melalui lagu Rayap-rayap yang tergolong
sangat keras, dan berani untuk masa itu, Mogi menyampaikan kritik
sosialnya saat cengkraman rezim Soeharto amat kuat. Mogi memang bukan
musisi yang memelopori munculnya tema-tema protes sosial politik dalam
lirik lagu, sebelumnya ada nama Reny Sylado, Almarhum Harry Roesli, Leo
Kristi, Gombloh & Lemon Trees, dan God Bless (Gong 2000).
Dalam lirik lagu “Bobrokisasi Borokisme” pada album “Jurustandur
No. 18” yang dipopulerkan oleh Grup Band Slank ini menceritakan tentang
perilaku sebagian dari para pejabat pemerintah yang sering dinilai
melakukan penyimpangan-penyimpangan dan bertindak demi kepentingan
pribadi semata sebagai oknum yang berkuasa di negeri ini.
Slank cenderung menciptakan lagu-lagu dengan gaya bahasa yang
lugas atau langsung (direct). Sebuah gaya bahasa yang biasa dianggap
bahasa yang “terus terang”. Melalui gaya bahasa yang terus terang
diharapkan para pendengar musik mampu menangkap pesan yang
disampaikan oleh Slank secara langsung.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

Lagu “Bobrokisasi Borokisme” merupakan lagu baru, lagu tersebut
merupakan salah satu lagu dalam album “Jurustandur No. 18” yang dirilis
Slank pada bulan . Bimbim selaku motor Slank bersama Kaka mengatakan
bahwa lagu tersebut dibuat karena merasa muak dengan pejabat pemerintah
yang bertindak sewenang-wenang dan hanya mementingkan kepentingan
pribadi, yang seharusnya pihak-pihak yang dimaksud dalam lagu ini
berterima kasih sudah diperingatkan. Tetapi ada juga yang mengatakan
bahwa persoalan lirik vulgar atau tidak tergantung pada penilaian masingmasing individu.
Drumer Slank Bimbim yang menulis mayoritas lagu dalam album ini
mengatakan, sebagian besar tema lagu bercerita tentang kondisi sosial yang
terjadi di tengah masyarakat. Misalnya, lagu "Bobrokasi Borokisme" sebuah
lagu

tentang

carut-marutnya

birokrasi

di

negeri

ini.

(http://www.republika.co.id/berita/senggang/film-musik/10/07/20/125696slank-rilis-jurustandur-no-18)
Alasan penulis memilih lagu tersebut adalah karena dalam lirik lagu
itu merupakan suatu kritik sosial yang menyinggung kondisi sosial yang
terjadi di masyarakat saat ini. Sebagai contoh penyimpangan-penyimpangan
dalam instansi pemerintah, korupsi, kolusi, nepotisme dan lain sebagainya.
Dari berbagai fenomena diatas, maka peneliti melihat bahwa lagu
dari band Slank menarik untuk diteliti. Penelitian tentang sistem tanda, salah
satunya untuk melihat bagaimana si pencipta lagu khususnya Slank memberi
makna lewat lagu tersebut, dan seperti apa ia merefleksikan fenomena ke

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

dalam sistem tanda komunikasi berupa lirik lagu. Untuk menganalisa tanda
komunikasi berupa lirik lagu tersebut, peneliti menggunakan metode
penelitian kualitatif melalui pendekatan semiologi dari teori Roland Barthes.
1.2 Per umusan Masalah
Berdasarkan

uraian

latar

belakang

masalah

tersebut

maka

permasalahan yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut :
Bagaimana memaknai lirik lagu “Bobrokisasi Borokisme” dari
grup band Slank pada album “Jurustandur No. 18”
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Bertolak dari latar belakang masalah serta perumusan
masalah yang telah peneliti ungkapkan diatas maka dari penelitian ini
adalah :
Untuk memaknai lirik lagu “Bobrokisasi Borokisme” dari grup band
Slank pada album “Jurustandur No. 18”.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Untuk menambah literatur penelitian, kualitatif Ilmu Komunikasi
khususnya

mengenai

semiologi Roland

analisa

pemaknaan dengan metode

Barthes pada lirik lagu

“Bobrokisasi

Borokisme” dari grup band Slank pada album “Jurustandur No.
18”.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

2. Manfaat Praktis
Membantu pembaca dan penikmat musik dalam memahami lirik
lagu pada lirik lagu “Bobrokisasi Borokisme” dari grup band
Slank pada album “Jurustandur No. 18”.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB II
KAJ IAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teor i
2.1.1. Definisi komunikasi
Kominukasi atau communication dalam bahasa Inggris dari kata
lain communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau
communicare yang berarti ‘membuat sama’ (to make common). Istilah
pertama (communis) adalah istilah yang paling disebut sebagai asal-usul
kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang
mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran atau suatu makna,
atau suatu pesan dianut secara sama. Kata yang mirip dengan komunikasi
adalah komunitas (community) yang juga menekankan kesamaan atau
kebersamaan.

Komunitas merujuk pada

sekelompok orang

yang

berkumpul atau hidup bersama untuk mencapai tujuan tertentu, dan
mereka berbagi makna dan sikap. Tanpa ada komunikasi tidak aka nada
komunitas. Komunitas bergantung pada pengalaman dan emosi bersama,
dan komunikasi berperan dan menjelaskan kebersamaan itu. Oleh karena
itu, komunitas juga berbagi bentuk-bentuk komunikasi yang berkaitan
dengan seni, agama dan bahasa, dan masing-masing bentuk tersebut
mengandung dan menyampaikan gagasan, sikap, perspektif, pandangan
yang mengakar kuat dalam sejarah komunitas tersebut. (Mulyana,
2001:42).

12

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

Pada dasarnya manusia berkomunikasi dengan simbol-simbol,
simbol-simbol itu mewakili pikiran, perkataan dan perbuatan yang
mengiringi interaksi antar manusia, simbol-simbol itu berbentuk verbal
dan non verbal yang ditransmisikan secara sadar maupun tidak, secara
bersistem maupun tidak bersistem dalam interaksi dan komunikasi antar
manusia. Didalam berkomunikasi manusia mengkonstruksi suatu ‘gambar’
mengenai dunia tersebut melalui proses aktif dan kreatifyang kita sebut
persepsi. Mulyana (2001:167) mengungkapkan bahwa persepsi adalah
proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan
menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut
mempengaruhi kita.

Persepsi adalah inti komunikasi,

sedangkan

penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identic dengan
penyandian batik (decoding) dalam proses komunikasi. Begitu juga
diungkapkan Desiderato dalam Rakhmat (2003:51) persepsi adalah
pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli).
Dan

Nimmo

mengatakan

dalam

pendefinisiannya

tentang

Komunikasi, bahwa :
Komunikasi adalah proses interaksi sosial yang digunakan orang
untuk menyusun makna yang merupakan citra mereka mengenai dunia
(yang berdasarkan itu mereka bertindak) dan untuk bertukar citra itu
melalui symbol-symbol. (Nimmo, 1989:7)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

Melalui interaksi sosial orang menurunkan dan bertindak bertindak
menurut makna yang mampu membuat mereka mampu menciptakan dan
menciptakan kembali dunia subjektif mereka.
Komunikasi adalah negoisasi dan pertukaran makna sebuah pesan
yang dibangun masyarakat berdasar budaya dan realitas, yang mampu
berinteraksi karena menggunakan makna yang mereka bangun dan mereka
pahami bersama untuk menumbuhkan saling pengertian. Disebut
komunikasi karena ada actor, ada proses dan ada lambing. Proses
komunikasi dalam interaksi social antara actor dalam masyarakat
menyampaikan pesan dengan menggunakan lambang-lambang, symbolsymbol, bahasa, dalam hal ini disebut tanda-tanda. Tanda-tanda ini
menjadi pesan setelah melalui proses encoding oleh komunikator.
Demikian pula pesan yang diterima komunikan yang berupa tanda-tanda
tersebut juga ditafsirkan melalui decoding. Proses penyandian pesan oleh
komunikator menjadi tanda dan proses penafsiran tanda oleh komunikan
inilah yang disebut proses signifikan atau proses semiosis. Manusia seharihari dikelilingi oleh tanda-tanda, apakah itu natural atau artifisial. Hakikat
peran yang dibawakan oleh tanda-tanda pada prinsipnya ditentukan oleh
kebudayaan. Studi tentang tanda-tanda pada umumnya, serta studi tentang
bekerjanya sejumlah besar kode-kode dalam suatu kebudayaan, yang
memungkinkan kita mampu menginterpretasikan tanda-tanda tersebut
secara memuaskan sekarang diberi nama “Semiologi” (di Perancis dan
Negara Eropa lainnya) atau “Semiotika” (Amerika Selatan). (Sarup,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

2003:217). Semiologi sebagai konsep tentang tanda-tanda dipergunakan
secara fleksibel tetapi seksama didalam memecahkan persoalan makna
pesan dalam tindak komunikasi, menggali berbagi perspektif dalam
fenomena komunikasi, serta semiologi akan membantu menjelaskan
bagaimana tindak komunikasi berlangsung sebagai proses interaksi, “The
semiotic model help to explain how Communication work as an interactive
process” (Purwasito, 2003:243). Setiap tindakan komunikasi dianggap
sebagai pesan yang dikirim dan diterima melalui beragam tanda berbeda.
Berbagai aturan kompleks yang mengatur kombinasi pesan-pesan ini
ditentukan oleh berbagai kode sosial. Seluruh bentuk ekspresi-musik, seni,
film, fashion, makanan, kesusasteraan dapat dianalisis sebagai sebuah
system tanda. Begitu juga dengan lirik lagu, yang juga merupakan sebuah
tanda yang sarat makna, ia membuka kemungkinan sebagai sebuah tanda
yang bisa ditafsirkan.

2.1.2. Komunikasi Ver bal
Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang
menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua rancangan wicara yang
kita sadari termasuk ke dalam kategori pesan verbal sengaja, yaitu usahausaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain
secara lisan. Bahasa dapat juga dianggap sebagai suatu kode verbal.
(Mulyana, 2004:215).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran,
perasaan, dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang
menginterprestasikan

berbagai

aspek

realitas

individual

kita.

Konsekuensinya, kata-kata adalah abstraksi realitas kita yang mampu
menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas obyek atau konsep yang
diwakili kata-kata itu. (Mulyana, 2004:215).
Bila menyertakan budaya sebagai variabel dalam proses abstraksi
itu, problemnya menjadi semakin rumit. Ketika anda berkomunikasi
dengan seseorang dari budaya anda sendiri, proses abstraksi untuk
menginterprestasikan pengalaman anda jauh lebih mudah karena dalam
suatu budaya orang-orang berbagi sejumlah pengalaman serupa. Namun
bila komunikasi melibatkan orang-orang berbeda budaya, proses abstraksi
juga menyulitkan (Mulyana, 2004:215).

2.1.3. Semiotika atau Semiologi Komunikasi
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
suatu tanda. Tanda itu sendiri adalah perangkat-perangkat yang kita pakai
dalam upaya mencari jalan di dunia lain, di tengah-tengah masyarakat dan
hidup bersama manusia. Semiotika atau dalam istilah Roland Barthes
semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan
(humanity) memaknai hal (Things). Memaknai (to signify) berarti tidak
dapat dicampur adukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate).
Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17

tetapi juga

termasuk dalam

hal mana

objek-objek itu

hendak

berkomunikasi. (Kurniawan dalam Sobur, 2004:15).
Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, makna
adalah hubungan antara suatu objek atau ide dan suatu tanda. (Littler
John,1996) menurut Pines dengan tanda-tanda kita mencoba menafsirkan
keteraturan di tengah-tengah dunia yang centang-perenang ini, setidaknya
agar kita sedikit punya pegangan. Menurut Hjelmslev, mendefinisikan
tanda sebagai “suatu keterhubungan antara wahana ekspresidan wahana
isi”. (Sobur, 2004:15-16).
Semiotika berasal dari bahasa Yunani, semion yang berarti tanda
atau seme yang berarti penafsir tanda. Jika diterapkan dalam tanda-tanda
bahasa, maka huruf, kata, kalimat tidak memiliki arti pada dirinya sendiri.
Tanda-tanda itu hanya mengemban arti (significant) dalam kaitannya
dengan pembacanya. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan
apa yang ditandakan (signifie). Sebuah teks baik itu lagu, musik, surat
cinta, cerpen, puisi, komik, kartun, semua hal itu mungkin terjadi “tanda”
dapat dilihat dalam aktifitas penanda : yaitu suatu proses signifikasi yang
menggunakan tanda yang menghubungkan objek dan intrepretasi (Sobur,
2004:20).
Semiotika modern mempunyai dua orang Bapak yaitu charles
Sanders Pierce (1839-1914) dan Ferdinand De Saussure (1857-1913).
Terdapat perbedaan antara Pierce dan Saussure antara lain : Pierce adalah

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

ahli filsafat dan ahli logika, sedangkan Saussure adalah tokoh cikal bakal
linguistic umum. (Sobur, 2004:110).
Sehingga perlu digaris bawahi dari berbagai definisi di atas adalah
para ahli melihat semiotika itu sebagai ilmu yang berhubungan dengan
tanda. Semiotika mempunyai tiga bidang studi utama yaitu yang pertama
adalah tanda itu sendiri. Hal ini sendiri atas studi utama yaitu yang
pertama adalah tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai
tanda yang berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu terkait dengan
manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan
hanya bisa dipahami dalam artian manusia yang mengguakannya. Kedua,
kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara
berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat
atau budaya untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia
untuk mentransmisikannya. Ketiga, kebudayaan tempat kode dan tanda
bekerja, ini pada gilirannya tergantung pada penggunaan kode-kode dan
tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri (Fiske, 2006:61).
Kajian semiotika dibedakan menjadi dua jenis yaitu semiotika
komunikasi dan semiotika signifikasi, yang pertama Menitikberatkan pada
teori tentang produksi tanda, yang salah satu diantaranya mengasumsikan
adanya enam faktor dalam komunikasi yaitu pengirim, penerima kode
(sistem tanda pesan), saluran komunikasi dan acuan (hal yang
dibicarakan). Dan yang kedua Menitikberatkan pada teori tanda dan segi
pemahamannya dalam suatu konteks tertentu.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

Pada jenis yang kedua (semiotika signifikasi) tidak dipersoalkan
adanya

tujuan

komunikasi,

sebaliknya

yang

diutamakan

adalah

pemahaman suatu tanda sehingga proses kognisinya pada penerima tanda
lebih diperhatikan daripada proses komunikasinya. (Sobur, 2004:15).
Pada dasarnya, semiosis dapat dipandang sebagai suatu proses
tanda yang dalam istilah semiotika sebagai suatu hubungan antara lima
istilah :
S (s, i, e, ,r c)
S adalah untuk semiotic relation (hubungan semiotik); s untuk sign
(tanda), I adalah interpreter (penafsir); e adalah effect atau pengaruh; r
untuk reference (rujukan); c untuk context (konteks) atau conditions
(kondisi). (Sobur, 2004:15)
Dalam perkembangannya kedua ilmu yaitu semiotika dan
semiologi yang mengacu pada tanda, secara prinsip tidak ada perbedaan.
Kecuali dalam hal orientasi semiologi pada Saussure dan orientasi
semiotik pada Pierce. Satu-satunya perbedaan antara keduanya, menurut
Hawkes, adalah bahwa semiologi dipilih orang-orang Eropa di luar
perbedaan yang dimaksud Saussure, sedangkan semiotika dipilih oleh
penutur berbahasa Inggris di luar perbedaan yang dimaksud dari Pierce
Amerika. Dengan kata lain, sebenarnya kedua ilmu itu dapat sama-sama
dipakai. Semiotika menurut Eco (1979), pada prinsipnya adalah disiplin
ilmu yang mengkaji segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mendustai,
mengelabui, atau mengecoh.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

Semiotika menaruh perhatian pada apapun yang dapat dinyatakan
sebagai tanda. Sebuah tanda adalah semua hal yang dapat diambil sebagai
penanda gy mempunyai arti penting untuk menggantikan sesuatu yang
lain. Sesuatu yang lain tersebut tidak perlu harus ada, atau tanda itu secara
nyata ada di suatu etmapt pada waktu tertentu. Dengan begitu, semiotika
pada prinsipnya adalah sebuah disiplin yang mempelajari apapun yang
bisa digunakan untuk menyatakan suatu kebohongan. Jika sesuatu tersebut
tidak dapat digunakan untuk mengatakan sesuatu kebohongan , sebaliknya
tidak bisa digunakan untuk mengatakan kebenaran … (Berger dalam
Sobur, 2004:18)

2.1.4. Semiologi Roland Bar thes
Semiologi Barthes jelas sangat terkait dengan strukturalisme, tetapi
bagaimanakah strukturalisme dalam perspektif Barthes sesungguhnya?
Barthes membatasi strukturalisme sebagai sebuah cara menganalisa
artefak-artefak budaya yang berasal dari metode linguistic (Culler,
1983:78). Dari linguistic, strukturalisme ini mengambil dua prinsip
utamanya, yakni bahwa entitas penandaan tak memiliki esensi, tetapi
dibatasi oleh jaringan relasi-relasi, baik internal maupun eksternal. Prinsip
lain yang diambil adalah bahwa untuk menilai fenomena penandaan
dilakukan dengan melukiskan system norma-norma yang membuat mereka
mungkin.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

21

Semiologi dengan kata lain berupaya melakukan “pembebasan
makna”, karena selama ini makna telah dijajah oleh sistem-sistem yang
telah mapan yang hanya menghasilkan interpretasi tunggal yang dianggap
benar dan tuntas. Itulah sebabnya mengapa Barthes, misalnya, menolak
cara pandang klasik terhadap novel Sarrasine karya Honore de Balzac
yang menganggap karya itu sebagai karya realism dalam satra. Dengan
menganalisanya dalam S/Z, Barthes menunjukkan bahwa betapa karya
tersebut lebih kompleks dan lebih rumit dari yang selama ini dianggap.
Realisme Balzac bukan seperti lukisan (meniru yang real), tetapi meniru
suatu tiruan dari yang real (Bertnes, 1985:406).
Pembebasan makna ini dimungkinkan dengan penggandaan tulisan
dari sebuah teks, yang berarti pula membuka eksistensi tulisan secara total.
Di sana berdirilah bukan pengarangnya, tetapi pembaca. Pembaca adalah
ruang tempat semua kutipan yang menciptakan sebuah tulisan dilukiskan
tanpa satu pun dari mereka hilang, karena kesatuan teks terletak bukan
pada asal-usulnya, tetapi pada tempat tujuannya (Barthes, 1977:148).
Semiologi Barthes kemudian sungguh-sungguh merayakan pluralitas dan
memproklamirkan kematian pengarang.
Apa yang dilakukan Barthes terhadap beragam teks itu memberi
peluang besar terhadap interpretasi-interpretasi baru. Hal ini berarti pula
memberikan kebaruan makna pada teks tersebut. Untuk teks sastra,
misalnya, semiologi Barthes telah memberikan sumbangan yang banyak
terhadap kritik sastra. Sementara untuk teks keagamaan, misalnya,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

22

semiologi Barthes menwarakan cara lain memahaminya, yang secara
positif akan memberikan keluasan makna pada teks tersebut. Teks-teks
tersebut

terus

menerus

dihidupkan

melalui

persinggungan-

persinggungannya dengan realitas aktual.
Persoalan yang muncul kemudian adalah bahwa Barthes tidak
memberikan pertanggung jawaban filosofis yang cukup terhadap klaim
yang dibuatnya ini. Apakah teks filsafat dan agama sungguh-sungguh
sama dengan teks satra? Dari sudut linguistik jelas memang sama, karena
keduanya memerlukan bahasa sebagai alat untuk mengkomunikasikan
sesuatu. Baik teks filsafat maupun teks keagamaan sama-sama mematuhi
aturan-aturan dalam bahasa, dan ini berarti pula memang mungkin untuk
didekati dengan beragam metode, entah dengan metode linguistic,
semiologi atau atau analisa structural. Namun, haruslah diingat bahwa
interpretasi atas teks keagamaan harus disikapi hati-hati, karena ini
menyangkut keimanan suatu kaum, yang sangat berbeda implikasinya
terhadap interpretasi terhadap suatu teks sastra.
Persoalannya memang terletak pada Barthes yang memandangnya
sebagai bentuk, dan arena memandangnya sebagai bentuk, dan karena
memandangnya sebagai bentuk maka tak ada kesatuan dalam pengertian
esensial. Pengandaian Barthes dengan membandingkan teks dengan
sebuah bawang, di satu sisi memang memiliki kebenaran. Tak ada apa-apa
bila kita mengupas (menolak teks sebagai komunikasi). Barthes hanya
melihatnya sebagai seri-seri bawang, karena pada kupasan terakhir

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

23

bawangnya sendiri telah tiada. Bawang hanyalah bawang ketika kulitkulitnya menyatu dalam suatu kesatuan ke-bawang-an. Hal ini sama
dengan mengurangi air (H2O) menjadi hydrogen dan oksigen, dan tepat
ketika air terurai saat itu pula dia bukanlah air lagi, tetapi dua jenis gas
belaka.
Autobiografi

yang

melawan

cara

bertutur

autobiografi

konvensional ini kemudian berubah menjadi semata teks, sama fiktifnya
dengan karya sastra pada umumnya. Terlihat disini kecenderungannya
untuk menhilangkan subyek (pengarang); yang adalah dirinya sendiri.
Roland Barthes dikenal sebagai salah satu pemikir strukturalis yang
getol mempraktekkan model linguistic dan semiologi Saussure. Ia juga
intelektual dan kritikus sastra Perancis yang bernama, ekspones penerapan
strukturalisme dan semiotika pada studi sastra. Roland Barthes (2001:208)
menyebutnya sebagai tokoh yang memainkan peranan sentral dalam
strukturalisme tahun 1960-an dan 1970-an. Barthes berpendapat bahasa
adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu
masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Ia mengajukan pendapat ini
dalam waktu tertentu. Ia mengajukan pendapat ini dalam Writing Degree
Zero (1953; terj.inggris 1977) dan Critical Essays (1964; terj. Inggris
1972). (Sobur, 2004:11).
Menurut

Shklovsky “karya seni adalah karya-karya

yang

diciptakan melalui teknik-teknik khas yang dirancang sedemikian rupa
sehingga menjadi karya yang seartistik mungkin” (Budiman, 2004:11).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

24

Sedangkan pendekatan karya strukturalis memberikan perhatian
terhadap kode-kode yang digunakan untuk menyusun makna. Strukturalis
merupakan suatu pendekatan yang secara khusus memperhatikan struktur
karya sastra atau seni. Fenomena kesastraan dan estetika sebagai sistem
tanda-tanda. (Budiman, 2003:11).
Linguistik

merupakan

ilmu

tentang

bahasa

yang

sangat

berkembang menyediakan metode dan peristilahan dasar yang dipakai oleh
seseorang semiotikus dalam mempelajari semua tanda-tanda sosial
lainnya: semiologi adalah ilmu tentang bentuk, sebab ia mempelajari
pemaknaan secara terpisah dari kandungannya. (Kurniawan, 2001:156) di
dalam semiologi, seseorang diberikan kebebasan di dalam memaknai
sebuah tanda.
Dari petanda Roland Barthes gambar di bawah ini, terlihat bahwa
tanda denotative (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi,
pada saat bersamaan tanda denotatif adalah juga konotatif (4). Dengan kata
lain, hal tersebut merupakan unsur material: hanya jika anda mengenal
tanda “singa”, barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan
keberanian menjadi mungkin. (Cobley & Jansz, 1999:51). (Sobur,
2004:15).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

25

Gambar 2.1 Peta Tanda Roland Barthes
2. Signifier
1. Signifier
(Penanda/ bentuk) (Petanda/ makna)
3. Denotative sign (tanda denotative)
4. Connotation signifier (penanda 5. Connotation signifier
konotatif
(penanda konotatif
6. Connotation signifier (penanda konotatif
Sumber : Paul Cobley 7 Litza Jan, 1999 dalam Alex Sobur, 2004:69

Jadi dalam konsep Roland Barthes, tanda konotatif tidak sekedar
memiliki makna tambahan namun juga mengandung makna kedua bagian
tanda denotative yang melandasi keberadaannya. Sesungguhnya, inilah
sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi
Saussure, yang hanya berhenti pada penandaan dalam tataranan denotative
(Cobley & Jansz, 1999 : 51 dalam Sobur, 2004:69.
Pada dasarnya ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam
pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dimengerti oleh
Barthes. Dalam pengertian umum, denotasi biasanya dimengerti sebagai
makna harafiah, makna yang “sesungguhnya”, bahkan kadang kala juga
dirancukan dengan referensi atau acuan. Proses signifikasi yang secara
tradisional disebut sebagai denotasi ini biasanya mengacu kepada
penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang terucap.
Akan tetapi, di dalam semiologi Roland Barthes dan para pengikutnya,
denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi
merupakan tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan
dengan ketertutupan makna dan dengan demikian, sensor atau represi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

26

politis. Sebagai reaksi yang paling ekstrem melawan keharafiaan denotasi
yang bersifat agresif ini. Roland Barthes mencoba menyingkirkan dan
menolaknya. Baginya,

yang ada hanyalah konotasi semata-mata.

Penolakan ini mungkin terasa berlebihan, namun ia tetap berguna bagi
sebuah koreksi atas kepercayaan bahwa makna “harafiah” merupakan
sesuatu yang bersifat alamiah. (Budiman, 1999:22 dalam Sobur, 2004:7071.
Salah satu area penting yang dirambah Roland Barthes dalam
studinya tentang tanda adalah peran pembaca, konotasi, walaupun
merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat
berfungsi. Roland Barthes secara panajgn lebar mengulas apa yang sering
disebut sebagai sistem pemaknaan tataran kedua, yang dibangun diats
sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sastra merupakan contoh paling
jelas sistem pemaknaan tataran kedua yang dibangun di atas bahasa
sebagai sistem yang pertama. Sistem kedua ini oleh Roland Barthes
disebut konotasi, yang di dalam mythologis-nya secara tegas ia bedakan
dari denotasi atau sistem pemaknaan tataran pertama. Melanjutkan studi
Hjemslev, Roland Barthes menciptakan peta tentang bagaimana tanda
bekerja. (Cobley & Jansz, 1999 dalam Sobur, 2004:69).
Dalam pengkajian tekstual, Roland Barthes menggunakan analisis
naratif struktural yang dikembangkannya. Analisis naratif struktural secara
metodelogis berasal dari perkembangan awal atas apa yang disebut
linguistic struktural sebagaimana perkembangan yang akhirnya dikenal

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

27

sebagai semiologi teks atau semiotika. Jadi secara sederhana analisis
naratif struktural dpat disebut juga sebagai semiologi teks karena
memfokuskan diri pada naskah. Intinya sama yakni mencoba memahami
makna suatu karya dengan menyusun kembali makna-makna yang tersebar
dengan suatu cara tertentu. (Kurniawan, 2001:89).
Menurut Roland Barthes (2001) tanda adalah suatu kesatuan dari
suatu bentuk penanda dan petanda penanda adalah “bunyi yang bermakna”
atau “coretan yang bermakna”. Jadi penanda adalah aspek material dari
baha