PEMAKNAAN PEREMPPUAN (Studi Semiologi Pemaknaan Perempuan dalam Lirik Lagu “Hey Ladies” Rossa, dalam album “Self Titled”).

(1)

dalam album "Self Titled” )

SKRIPSI

Oleh:

NANDA ASTY MARTYOSA 0543010148

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA


(2)

Alhamdulillaahirabbil’aalamiin, segala puji bagi Allah SWT, Sang pemberi nafas hidup pada seluruh makhluk. Hanya kepadaNya-lah syukur dipanjatkan atas selesainya skripsi ini, serta telah memberikan mukjizat yang sangat luar biasa bagi seluruh makhluk yang telah diciptakanNya. Sejujurnya penulis akui, bahwa tidak mudah dalam proses penyelesaian skrripsi ini, tetapi faktor kesulitan itu memang lebih banyak dari diri sendiri. Karena itu, kebanggaan penulis bukanlah pada selesainya skripsi ini, melainkan kemenangan atas berhasilnya menaklukkan diri sendiri dari emosi dan rasa malas, serta kesabaran yang pada akhirnya berbuah keberhasilan.

Semua kemenangan yang telah dicapai oleh penulis, tidak lepas dari bantuan berbagai pihak selama proses penyelesaian skripsi ini, penulis “wajib” mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada mereka yang disebut :

1. Kedua orang tuaku dan seluruh keluarga besarku, eyang ti, om-tante,

bude-pakde yang begitu sayang dan sangat memberikan perhatian yang begitu besar kepadaku dalam proses pengerjaan skripsi ini, dari mulai awal hingga terselesaikannya skripsi ini. Dan sekali lagi hanya bisa mengucap “terima kasih” atas doa yang tidak pernah putus dipanjatkan, kini tanggung jawab yang begitu besar ini telah usai.


(3)

Riska Moully Ramadhani (unyil), dan yang tak ketinggalan Farrel Ramdhan Adista, yang tidak jarang “mengecoh” dan membuat gemas.

3. Ibu Dra.Ec.Hj. Suparwati, M.si, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak Juwito S.sos, M.si, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

5. Bapak Drs. Syaifuddin Zuhri, M.si sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu

Komunkasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

6. Ibu Dra. Herlina Suksmawati, M.si selaku Dosen Pembimbingku yang cantik,

sabar, dan telaten dalam menghadapi “anak didik” yang banyak sekali mengeluh dan bertanya ini. Terima kasih atas saran dan masukan yang Ibu berikan, hingga akhirya “beban berat” ini dimusnahkan, jasa Ibu tidak akan begitu saja hilang.

7. Seluruh dosen di Program Studi Ilmu Komunikasi atas bimbingan serta

didikannya selama penulis berkuliah di jurusan Ilmu Komunikasi ini, banyak sekali pembelajaran yang didapat, dan tidak akan terlupakan sampai akhir hayat.


(4)

terima kasih banget.

Naili, ayo kibarkan bendera semangat tinggal kita berdua disini. Anggap saja semua halangan dan kesulitan itu adalah ujian untuk orang yang sabar dan bertaqwa, karena ada rencana indah untuk kita berdua selanjutnya, amiiiin. Riri, Imey, Mya terima kasih atas semangat dan doa-doa yang kalian kirimkan, walaupun kalian telah berhasil terlebih dahulu, tapi rasa solid kalian tetap aku rasakan sampai kapanpun.

Semua rekan-rekan yang sama-sama mengalami masa susah Putri Aulia, Peny, Oky firmansyah, Anggres, Dewi, Mashudi, Desi ’06, Vita ’06, dan masih banyak lagi yang tidak mungkin dapat disebutkan satu-persatu.

Rara Prawitasari, ayo kita bersiap untuk menuju Giri Loka di bulan Juli.

Mas-mas perpustakaan FISIP lt.2 mas Ipung dan mas Tri’ terima kasih semangat dan doanya, jangan pernah lupa dengan mahasiswi angkatan ’05 yang mungil ini.

Trias Picessa Putriana sobat kecil yang tidak akan pernah terlupakan, terima kasih buat “pengertiannya” gak main-main kerumah demi menjaga nama baik ku,hehehe….

Asri Octa Roseyda “konco lawas” yang sama-sama berjuang “melawan” skripsi di Universitas Negeri Jember, buktikan kita BISA!!!!!!


(5)

Sesungguhnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan penuh keterbatasan. Dengan harapan bahwa skripsi ini Insya Allah akan berguna bagi rekan-rekan di jurusan Ilmu Komunikasi, maka saran dan kritik yang membangun sangatlah dibutuhkan untuk memperbaiki kekurangan yang ada.

Surabaya, 23 Maret 2010

Penulis


(6)

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN ABSTRAKSI

KATA PENGANTAR ……….... i

DAFTAR ISI ……… v

DAFTAR GAMBAR ……….. viii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ……… 1

1.2 Perumusan Masalah ……….. 11

1.3 Tujuan Penelitian ……….... 11

1.4 Kegunaan Penelitian ………... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ………..…………... 13

2.1.1 Musik sebagai media Komunikasi ……….…...…………... 13

2.1.2 Teori Musik, Lagu, dan Lirik Lagu ……… 14


(7)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian ……….. 28

3.2 Pemaknaan Lirik Lagu “Hey Ladies” ………...…. 29

3.3 Unit Analisis ……….………...….... 30

3.4 Korpus Penelitian ………..………..……. 30

3.5 Teknik Pengumpulan Data ……….. 33

3.6 Teknik Analisis Data ……… 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ………... 35

4.1.1 Biografi Rossa ……….. 35

4.1.2 Lagu “Hey Ladies” ………...………... 40

4.2 Penyajian Data ……….. 41

4.3 Lirik Lagu “Hey Ladies” Menurut Teori Saussure ……….. 43

4.4 Pemaknaan Lirik Lagu “Hey Ladies” ……….... 46


(8)

DAFTAR PUSTAKA ……….……….……. 88


(9)

Gambar 2 : Unsuur Makna dari Saussure ………... 20 Gambar 3 : Contoh Signifier dan Sgnified ……….. 22


(10)

NANDA ASTY MARTOSA. PEMAKNAAN PEREMPPUAN (Studi Semiologi Pemaknaan Perempuan dalam Lirik Lagu “Hey Ladies” Rossa, dalam album “Self Titled”)

Lagu “Hey Ladies” yang merupakan ciptaan Melly Goeslaw ini, merupakan lagu yang menggambarkan karakter seorang perempuan yang bertolak belakang dengan image perempuan pada umumnya. Dimana image seorang perempuan pada umumnya adalah makhluk yang lemah dalam arti selalu tergantung oleh laki-laki, dan menjadi korban atas sikap laki-laki yang cenderung menyakiti.

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui penggambaran perempuan yang terkandung dalam lirik lagu “Hey Ladies” yang diciptakan oleh penyanyi dan pencipta lagu Melly Goeslaw, dan dibawakan oleh Rossa. Dalam lirik lagu tersebut menggambarkan bahwa perempuan itu sebenarnya bisa lebih kuat dari laki-laki, walaupun bukan dari segi fisik.

Penelitian ini menggunakan kajian pustaka meliputi : semiotika komunikasi, semiologi Ferdinand De Saussure, Konsep Gender, perempuan, makna dalam kata, serta teori musik dan lirik lagu.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan menggunakan pendekatan semiotik Ferdinand De Saussure. Analisis ini dilakukan terhadap dikotomi-dikotomi dari Saussure tentang signifier (penanda) & signified (petanda); form (bentuk) & content (isi); language (bahasa) & parole (ujaran); synchronic & dyachronic; syntagmatic (sintagmatik) & associative (paradigmatik) untuk mencari tahu penggambaran perempuan yang terkandung dalam lirik lagu “Hey Ladies”.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa lirik lagu “Hey Ladies” justru seperti mengajak kaum perempuan untuk menjadi makhluk yang kuat dan berusaha merubah image perempuan saat ini menjadi perempuan yang tegar dan mampu menolak sesuatu yang mengancam dirinya. Sehingga pesan yang ingin disampaikan oleh penciptanya bahwa kita sebagai perempuan sebenarnya mampu untuk melakukan penolakan terhadap kaum laki-laki, dan memberikan semangat untuk bisa bertahan dan melindungi diri sendiri.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan musik di Indonesia pada saat ini sudah semakin maju, hal ini ditandai dengan banyaknya penyanyi maupun grup band baru serta beragamnya jenis musik dan lagu yang ada. Perkembangan musik juga membawa misi yang besar dalam perkembangan masyarakat. Musik jelas memberikan makna hiburan secara cepat waktu dan juga bisa memberikan penyadaran sosial pada masyarakat dengan cara yang mudah, contohnya seseorang akan insyaf dengan makna kebesaran Tuhan sambil bersenandung dimanapun dia berada. Sebaliknya seseorang akan dengan mudah mengetahui kebobrokan pemerintah melalui lagu yang dibawakan oleh seorang penyanyi atau grup band. Oleh karena itu, pemerintah juga memberi perhatian lebih terhadap dunia musik dengan menetapkan tanggal 9 Maret sebagai hari musik nasional.

Musik dapat juga disebut sebagai lagu tanpa syair, hanya terdiri dari serangkaian nada. Dengan adanya musik maka terciptalah sebuah lagu, lagu dapat diartikan sebagai bahasa komunikasi antar manusia. Hal ini dikarenakan bahwa proses mendengarkan lagu juga merupakan salah satu bentuk komunikasi efektif.


(12)

perasaan penciptanya melalui irama, melodi, harmoni, ekspresi, dan lirik lagu sebagai satu kesatuan yang bulat. Sebuah lagu merupakan suatu kebutuhan dari kebutuhan masyarakat di dunia. Oleh karena itu, sebuah lagu seharusnya dinilai tidak hanya sekedar merupakan bunyi-bunyian maupun suara-suara saja, namun lebih menekankan kepada sesuatu yang bernilai tinggi yang dapat memberikan arti lebih.

Hal penting lainnya dalam sebuah musik adalah keberadaan lirik lagunya, karena melalui lirik lagu, pencipta lagu ingin menyampaikan pesan yang merupakan pengekspresian dirinya terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di dunia sekitar, yang menyorot bahwa perempuan tidak lagi dipandang sebelah mata, dimana dia berinteraksi di dalamnya.

Lirik lagu sebagaimana bahasa, dapat menjadi sarana atau media komunikasi untuk mencerminkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu, dapat pula sebagai sarana untuk sosialisasi dan pelestarian terhadap suatu sikap atau nilai. (Setyaningsih,2003:7-8). Suatu lirik dapat menggambarkan realitas sosial yang terjadi di masyarakat.

Pendapat Soejarno Soekanto dalam Rachmawati (2000:1) yang mengatakan : “Musik berkaitan langsung dengan setting sosial kemasyarakatan tempat mnusia berada, musik merupakan gejala khas yang dihasilkan akibat adanya interaksi social, dimana dalam interaksi tersebut manusia menggunakan bahasa ssebagai mediumnya. Disinilah kedudukan lirik sangat berperan, sehingga dengan demikian musik tidak hanya bunyi suara belaka, karena juga menyangkut perilaku manusia


(13)

sebagai individu maupun kelompok sosial dalam wadah pergaulan hidup dengan wadah bahasa atau lirik sebagai penunjangnya.”

Berdasarkan kutipan diatas, sebuah lirik lagu dapat berkaitan erat pula dengan situasi sosial dan isu-isu sosial yang sedang berlangsung dalam masyarakat. Dan melalui lagu pula banyak perempuan yang sudah berani mengekspresikan diri untuk menunjukkan bahwa perempuan juga mampu berkarya, menjadi yang terbaik, tidak kalah dengan laki-laki.

Lirik lagu mempunyai peranan penting dalam menceritakan isi dari sebuah lagu. Dari lirik lagu, kita bisa mengetahui, memahami, dan memaknai pesan apa yang ingin disampaikan oleh pencipta lagu kepada masyarakat yang mendengarkan lagu tersebut. Pencipta lagu biasanya selalu mengungkapkan dan menekankan tampilan lagu melalui lirik-lirik lagunya. Biasanya mereka bercerita tentang kejadian-kejadian dan kenyataan-kenyataan dari suatu interaksi yang sangat sederhana sampai kepada yang kompleks dari apa-apa saja yang terjadi pada suatu masyarakat.

Seperti lagu lagu yang ingin diteliti oleh penulis ini adalah lagu yang dinyanyikan oleh Rossa yang berjudul “Hey Leadies”. Lagu yang diciptakan oleh penyanyi Melly Goeslaw ini, bercerita tentang seorang perempuan yang memotivasi atau mengajak sesama kaum perempuan untuk tidak lemah, dan mudah dibohongi oleh kaum laki-laki khususnya dalam masalah percintaan. Dalam lagu ini lebih ditekankan oleh si pencipta kekuatan kaum perempuan dalam melawan kaum laki-laki dalam hal percintaan.


(14)

Mengapa penulis tertarik untuk meneliti lagu ini, dikarenakan dalam sepenggal teks lagu tersebut terdapat kalimat yang menunjukkan kakuatan kaum perempuan yang bersifat pemberontakan, sehingga pantas untuk diteliti. Berikut sepenggal teks lagu “Hey Ladies” : “Hey Ladies jangan mau di bilang lemah, kita juga bisa menipu dan menduakan, bila wanita sudah beraksi dunia hancur. Hey Ladies sekarang cinta pakai otak, jangan mau rugi hati juga rugi waktu, bila dia merayumu ingat semua bohong…”.

Penggalan lirik lagu tersebut merupakan bentuk pemberontakan kaum perempuan yang disuarakan Rossa di lagu ini, dalam album “Self Titled”. Sebuah protes terhadap kaum laki-laki yang selalu merasa berkuasa dalam berbagai hal.

Di berbagai kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak perempuan serta belum terwujudnya kesetaraan gender. Bahkan, laporan-laporan yang diterima oleh PBB menunjukkan di berbagai tempat terjadi pembedaan yang mendiskriminasikan perempuan (Ihromi, 2002:4). Hal tersebut terjadi karena adanya budaya patriarki yang masih melekat pada masyarakat kita (Indonesia) yakni budaya yang meminggirkan kaum perempuan sehingga menyebabkan rendahnya status dan kedudukan perempuan dihampir seluruh bidang kehidupan, budaya patriarki atau budaya laki-laki selalu menjadikan perempuan sebagai warga kelas dua (subordinat), oleh karena itu posisi perempuan yang rentan dan sudah dipinggirkan makin terpinggirkan sehingga kehilangan otonomi atas dirinya.


(15)

Munculnya personal gender di dunia ini merupakan protes terhadap sistem yang selama ini mengungkung kaum perempuan. Seperti sistem patriarki yang selalu menguntungkan kaum laki-laki. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa perempuan itu kedudukannya sangat tergantung kepada laki-laki yang pembawaan fisiknya lebih bebas dan pada umumnya lebih kuat dari perempuan.

Pada dasarnya dalam perkembangan masyarakat dan kebudayaan sepanjang sejarah dapat dibedakan dua bentuk, yaitu masyarakat dan kebudayaan yang berdasarkan garis laki-laki yang disebut dengan patriarki atau patrilineal dan masyarakat dan kebudayaan yang berdasarkan garis perempuan yang dikenal dengan matriarki atau matrilineal. Kedua bentuk kebudayaan ini sangat berbeda dan merupakan lawan dari satu sama lain.

Stereotipe laki-laki sebagai kaum yang kuat, mata keranjang, dan sebagai makhluk yang gigih di berbagai kegiatan seperti dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam kenyataan hidup merupakan sebuah konstruksi sosial budaya yang menghasilkan peran dan tugas yang berbeda, sehingga menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan laik-laki selalu terdepan. Stereotipe itu sendiri secara umum memilki pengertian pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu dan celakanya pelabelan atau penandaan tersebut sellu mrugikan dan menimbulkan ketidakadilan .

Seperti pendapat Mansour Fakih (1996,16) yang menyatakan : “secara umum stereotipe adalah pelabelan atau penandan terhadap suatu kelompok tertentu.


(16)

jenis kelamin tertentu, yang bersumber dari penandaan (stereotipe) yang dilekatkan pada mereka.”.

Di Indonesia secara fungsionalisme, sistem patriarkat itu dicirikan oleh menonjolnya peran laki-laki dalam semua gerak kehidupan masyarakat. Keadaan itu telah diwariskan sejak zaman dulu dari generasi ke generasi. Sekedar contoh, dapt kita sebutkan beberapa daerah yang menggunakan sistem patriarkat tradisional itu : Jawa, Bali, Batak, Makasar, dan suku-suku mayoritas lainnya. Diantara yang banyak itu, terdapat sistem lokal tradisional yang lebih kuat dari lokal lainnya, dan dalam sistem Negara kebangsaan juga mendapat kesempatan yang lebih banyak dan mendominasi hampir sebagian besar hajat hidup berbangsa. Maka perhubungan antar kebudayaan di Indonesia, sering tampil sebagai hubungan vertikal yang tidak memberikan posisi baik bagi lokal lainnya yang lebih minor dan lemah.

Kenyataan yang terlihat bahwa dalam sistem patriarki tradisioanal pengertian mengenai standarisasi sorang perempuan disesuaikan berdasarkan kehendak patriarki yang menjadi pondasi sistem tersebut. Misalnya, standar etika yang diberikan untuk perempuan yang baik, tidak suka hilir mudik, melayani suami, dan seterusnya. Semua nilai-nilai yang lalu datang dari luar tetap saja difungsikan sesuai kehendak patriarki yang ada.

Pembahasan tentang perempuan dengan menggunakan analisis gender sering mendapatkan perlawanan (resistance) baik dari kaum laki-laki maupun kaum perempuan sendiri, bahkan sering ditolak oleh mereka yang melakukan kritik terhadap sistem sosial yang dominan seperti kapitalis. Timbulnya perlawanan tersebut


(17)

disebabkan pertama, mempertanyakan status perempuan pada dasarnya adalah mempersoalkan sistem dan struktur yang telah mapan, bahkan mempertanyakan posisi perempuan, yang dapat menggoncang struktur dan sistem status quo ketidak adilan dalam masyarakat. Kedua, bannyak terjadi kesalahpahaman tentang mengapa mengatasi masalah perempuan harus dipertanyakan. Kesulitan lain dalam mendiskusikan soal gender, pada dasarnya, berarti membahas hubungan kekuasaan yang sifatnya pribadi, yakni menyangkut dan melibatkan masing-masing individu serta menggugat privilege yang kita miliki dan sedang kita nikmati selama ini. (Mansour Fakih, 1997:5-6).

Berdasarkan psikoanalisa, perempuan adalah makhluk seksual yang penuh dengan berbagai keanehan dan kekurangan. Simone De Beauvoir menulis, bahwa perempuan menjadi kurang dalam segala hal, karena kondisi kebudayaan yang tidak memberinya kesempatan sebanyak kesempatan yang telah diberikan pada laki-laki, dalam hal mencapai prestasi. Secara tradisional, menurutnya, perempuan tidak pernah independen, tetapi menjadi milik suami, anak-anak, dan lingkungan sosialnya. Iklim masa lalu telah memberikan takdir yang melemahkan kehidupan sosial mereka. Perempuan, menurutnya, harus berani melepaskan keterbatasan kodrati yang telah diciptakan untuknya.

Sebagaimana dicontohkan Mansour Fakih mengenai akibat penerapan surplus pangan di pulau Jawa. Percepatan musim tanam yang diiiringi dengan pengutamaan alat-alat teknologi modern, telah menyebabkan sistem menuai yang menggunakan


(18)

sewenang-wenang menggeser hak kaum perempuan di bidang politik. Contoh yang paling popular mungkin alasan gender yang digunakan poitisi untuk menaikkan Megawati sebagai presiden RI.

Kaum perempuan di lain sisi sudah menggeser kaum laki-laki, begitupun tidak ada golongan yang mengatasnamakan diri mereka “Man’s Lib” protes tentang hal-hal contohnya sebagai berikut :

Banyak pabrik-pabrik yang hanya menerima pekerja perempuan daripada laki-laki, di pabrik rokok, sepatu, mainan anak-anak lebih suka menerima pekerja perempuan. Dapat kita lihat disini kaum laki-laki sudah tergeser di bidan pekerjaan dan karir. Perbincangan dan perjuangan hak-hak kaum perempuan timbul karena adanya suatu kesadaran, pergaulan, dan arus informasi yang membuat perempuan Indonesia semakin kritis dengan apa yang menimpa kaumnya.

Namun tidak selalu kaum laki-laki mendominasi kaum perempuan, seperti pengamatan penulis terhadap kaum laki-laki di sekitar penulis, adanya kesetaraan gender yang mendasari sehingga mengakibatkan laki-laki dan perempuan di tempatkan pada posisi yang sama. Saat ini sangat mudah mendapatkan perempuan bekerja di tempat publik, kantor, atau lebih dikenal dengan sebutan wanita karir, saat ini lebih dihargai keberadaan dan pekerjaannya. Fenomena tersebut bukanlah sebuah fenmena baru, karena adanya pengaruh kesetaraan gender dan adanya faham feminis sehingga dapat mematahkan stereotype yang kuat di masyaarakat. Banyak contoh lain yang menunjukkan keberadaan perempuan saat ini, seperti halnya artis yang mengawali karirnya sebagai model yaitu Inggrid Kansil yang kini terjun kedunia


(19)

politik, dan sebagaimana kita tahu bahwa panggung politik biasanya didominasi oleh kaum laki-laki. Begitu juga dengan Angelina Sondakh yang terpilih sebagai Puteri Indonesia pada tahun 2002 yang kini juga menjadi salah satu anggotta legislative dari Partai Demokrat.

Oleh karena itu, terlalu tergesa-gesa menyimpulakan bahwa perempuan secara absolute didomestifikasikan dan terbatas di tempat umum. Dalam berbagai kesempatan laki-laki dan perempuan disebut sebagai mitra sejajar (Alimi,2004:84). Contoh lain yang menunjukkan adanya keberadaan perempuan adalah banyaknya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri yang didominasi oleh kaum perempuan.

Saat ini banyak fenomena yang menunjukkan keberadaan perempuan yang sudah tidak lagi berada dibawah laki-laki, ataupun menjadi manusia kelas dua (The Second Sex) (Mufidah,2003:20). Sedangkan fenomena yang banyak terjadi di sekelilig kita adalah begitu banyak perempuan yang terperdayai, menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, takut menyatakan pendapat, selalu dikhianati, menjadi satu-satunya oranng yang bersalah apabila terjadi perselingkuhan, sosok yang pasrah dan seelalu dihantam oleh berbagai persoalan hidup. Karena itulah dalam penelitian ini, penulis menaruh perhatian mengenai bagaimana sosok perempuan yang digambarkan pada lirik lagu “Hey Ladies”, yang dibawakan oleh Rossa.

Dari berbagai hal di atas maka penulis melihat bahwa lagu yang dibawakan oleh Rossa ini menarik untuk diteliti dengan menggunakan pendekatan semiotik.


(20)

teks, yaitu bagaimana memahami sistem tanda yang ada dalam teks yang berperan membimbing agar bisa menangkap pesan yang terkandung di dalamnya (Hidayat, 1996:163-164 dalam Sobur, 2006:106-107).

Sehingga penelitian ini berupaya lebih menitik beratkan pada pemaknaan perempuan, dalam lirik lagu “Hey Ladies” dalam album, “Self Titled” yang dibawakan oleh Rossa yang diluncurkan pada awal tahun 2009.

Penelitian tentang suatu sistem tanda, salah satunya untuk melihat bagaimana si pencipta lagu (Melly Goeslaw) memberi makna pada lagu tersebut dan seperti apa ia merefleksikan fenomena kedalam sistem tanda komunikasi berupa lirik lagu tersebut, dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis dengan metode Ferdinand De Saussure.

Mengapa penulis lebih memilih menggunakan teori Saussure daripada teori-teori yang lain, karena dalam teori-teorinya, Saussure meletakkan tanda dalam konteks komunikasi manusia, tanda sendiri adalah kesatuan arti suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified), dengan pemilihan significant (penanda) dan signified (petanda). Significant adalah bunyi yang bermakna (aspek material), yakni apa yang ditulis atau dibaca. Sedangkan Signified adalah gambaran mental yakni pikiran atau konsep (aspek mental) dari bahasa (Bertens, 1985:382 dalam Kurniawan, 2001:14). Penelitian ini secara khusus untuk mengetahui bagaimana pemaknaan perempuan dalam lirik lagu “Hey Ladies” yang diciptakan oleh Melly Goeslaw dan dibawakan oleh Rossa dalam album “Self Titled”.


(21)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah pemaknaan perempuan dalam lirik lagu “Hey Ladies” yang diciptakan oleh Melly Goeslaw dan dipopulerkan oleh Rossa dalam album “Self Titled”.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan unuk mengetahui bagaimana pemaknaan perempuan dalam lirik lagu “Hey Ladies” pada album “Self Titled”.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi pengembangan Ilmu Komunikasi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai masukan atau bahan referensi yang berguna bagi penelitian yang berhubungan dengan studi semiotik.

2. Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini untuk mengetahui dan membantu pembaca dalam memahami makna perempuan dalam lirik lagu “Hey Ladies” dalam album “Self Titled”. Dan diharapkan akan dapat menyamakan persepsi terhadap pesan


(22)

yang disampaikan oleh si pencipta dan penyanyi dengan khalayak luas pendengar lirik lagu yang mereka buat.


(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Musik sebagai MediaKomunikasi

Musik dan lagu merupakan salah satu budaya manusia yang menarik diantara budaya-budaya manusia yang lain. Dari sisi psikologis humanistis, musik atau lagu bisa menjadi sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam hasrat akan seni dan kreasi. Dari sisi sosial, lagu bisa disebut sebagai cermin dari tatanan sosial yang ada dalam masyarakat saat lagu tersebut diciptakan. Dari sisi ekonomi, lagu merupakan sebuah komoditi yang sangat menguntungkan (Rakhmat,1993:19).

Pada dasarnya musik dan lagu juga merupakan kegiatan komunikasi, karena didalamnya terdapat proses penyampaian pesan dari si pencipta lagu kepada khalayak pendengarnya. Pesan yang terkandung dalam sebuah lagu merupakan representasi dari pikiran atau perasaan dari si pencipta lagu sebagai orang yang mengirim pesan. Pesan yang disampaikan biasanya bersumber dari frame of reference dan field of experience seseorang itu terbentuk dari hasil interaksinya dengan lingkungan sosial disekitarnya.


(24)

2.1.2 Teori Musik, Lagu, dan Lirik Lagu

Musik nampaknya menjadi hal yang tidak ada habisnya untuk dibahas. Perkembangan musik yang begitu cepat menjadi salah satu pemicu munculnya beberapa aliran musik baru. Dalam beberapa dasawarsa terakhir, dunia musik mengalami banyak perkembangan dengan banyaknya penyanyi maupun grup band baru serta beragamnya jenis musik dan lagu yang ada.

Yang dimaksud dengan lagu disini, ialah sekumpulan lirik yang diberi instrument akor dan melodi. Meskipun terlihat sederhana, namun proses pembuatan lagu dibutuhkan keahlian, baik keahlian memainkan alat musik, ataupun keahlian dalam menulis syair, atau lirik lagu hingga keahlian dalam berimajinasi, meskipun dalam prakteknya lirik lagu tersebut berdasarkan pengalaman pribadi atau keadaan di masyarakat sekitar. Dengan demikian, secara keseluruhan lagu merupakan ungkapan perasaan pembuatnya.

Selain sebagai penghibur, lagu juga berfungsi sebagai media untuk menyampaikan pesan dari sang musisi. Lewat lirik lagunya, sang musisi mampu menyampaikan pesannya, baik berupa sindiran atau jeritan hati. Oleh karena itu, lirik merupakan unsur penting dalam sebuah lagu disamping melodinya. Sebuah lagu dapat dibuat dengan melodi dahulu ataupun lirik dahulu. Dari segi pembuatannya melodi dan lirik lagu sama-sama penting dalam sebuah lagu.


(25)

2.1.3 Perempuan

Menurut W.J.S. Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, perempuan adalah jenis dan sebagai lawan dari laki-laki. Abad 21 adalah abadnya perempuan, mengapa demikian ? Hal ini tidak lepas dari keberhasilan kaum perempuan dalam memperjuangkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan (Jawa Pos 23 Juni 2004). Dalam abad 21 perempuan tidak lagi sebagai warga kelas dua, dimana perempuan tidak hanya sebagai ibu rumah tangga akan tetapi juga mampu berkiprah disegala bidang kehidupan.

Peminggiran perempuan dari ruang public/politik disadari telah merugikan se mua orang. Status perempuan dalam hukum dan akhirnya harus mengalami perubahan. Melalui amandemen dan revisi atas UU di negara tersebut, hak-hak perempuan mengalami kemajuan demi kemajuan. Meski masih belum cukup proporsional (adil) tetapi cita-cita perempuan semakin terbuka lebar

(Jawa Pos, 2004).

Menurut Ivan Lilich dalam bukunya “Matinya Gender” (1998:131) menjelaskan bahwa mengapa masyarakat menempatkan laki-laki di puncak dan perempuan sebagai pihak tercatatkan. Dengan mengendalikan rasa ingin tahu agar bisa mendengarkan secara lebih bebas dan lebih penuh perhatian, laporan-laporan mereka yang kalah bukan untuk belajar tentang mereka melainkan untuk mempelajari medan tempurnya yaitu ekonomi. Masyarakat industrial mennciptakan dua mitos. Pertama tentang leluhur seksualnya, dalam mitos ini perempuan tidak dapat secara sederhana dianggap sebagai organisme seksual, sebagaimana secara biologis dikatakan bahwa perempuan memiliki tingkat penguasaan dunia yang berbeda dengan laki-laki, dimana perempuan termarjinalkan oleh spesiesnya (laki-laki). Dalam


(26)

pembagian kerja secara primitif, kedua jenis kelamin tersebut membentuk dua kelas dan terdapat persamaan antara dua kelas itu. Sementara laki-laki berburu mencari ikan, perempuan tetap dirumah ; meskipun tugas-tugas rumah tangganya meliputi pula pekerjaan yang produktif, yaitu membuat barang-barang dari tanah liat, menenun, dan berkebun. Pada masa itu, tampaknya perempuan telah memainkan peranan penting dalam kehidupan perekonomian. Kedua tentang gerakan kearah yang lebih besar, hal ini terkait dengan gejala dan eksistensi para perempuan pekerja yang diakibatkan oleh desakan dan tekanan yang luar biasa dalam industrialisasi dimasyarakat sehingga memaksa, mendesak, kaum peerempuan untuk keluar dari sektor domestik (tradisional) dalam memasuki atau bekerja di sektor publik (modern). Perempuan pada sektor publik ini memang bermacam ragamnya, mulai dari yang paling kasar, yakni menjadi buruh diberbagai perusahaan industry, hingga bekerja di kantor jasa, misalnya dunia perbankan, dunia administrasi diberbagai korporasi, atau dunia public relations diberbagai perusahaan swasta. Seluruh orientasi pekerja kaum perempuan itu, secara transparan maupun tersirat, secara sadar maupun tidak, adalah untuk mendukung logika strategi pembangunan yang diskenariokan oleh Negara, yakni pertumbuhan ekonomi. Keduanya disingkap sebagai dusta-dusta dalam pengalaman personal manusia netral dari jenis kelamin keduanya.


(27)

2.1.4 Metode Ferdinand De Saussure

Ferdinand de Saussure dikenal sebagai pendiri linguistic modern asal Swiss. Saussure memang terkenal karena teorinya tentang tanda. Saussure mengembangkan bahasa sebagai suatu sistem tanda. Semiotik dikenal sebagai disiplin ilmu yang mengkaji tentang tanda, proses menanda, dan proses menandai. Bahasa adalah sebuah jenis tanda tertentu, dengan demikian dapat dipahami jika ada hubungan antara linguistik dan semiotik.

Sebenarnya Saussure tidak pernah berpretensi menjadi semiotisan karena pusat minatnya adalah bahasa. Namun, dialah yang pertama kali mencetuskan gagasan untuk melihat bahasa sebagai sistem tanda. Dia juga mengakui bahwa bahasa bukanlah satu-satunya sistem tanda sehingga dia mengusulkan semiologi sebagai kajian tanda bukan bahasa. Berkat konsep-konsep yang melandasi linguistik modern, Saussure juga disebut sebagai perintis linguistik.

Meskipun demikian, dikotomi Saussure yang diterapkan pada tanda, yaitu penanda dan petanda akhirnya mempengaruhi banyak semiotisian Eropa. Sedikitnya ada tiga aliran yang diturunkan dari teori tanda Saussure:

Pertama, semiotik komunikasi yang menekuni tanda dianggap tanda dari proses komunikasi. Artinya, disini tanda hanya dianggap sebagaimana yang dimaksudkan pengirim dan sebagaimana yang diterima oleh penerima. Misalnya, rambu lalu lintas dapat ditelaah dengan semiotik komunikasi karena berbagai tanda itu harus dipahami secara denotative oleh penerima. Dengan kata lain semiotik


(28)

komunikasi hanya memperlihatkan denotasi suatu tanda. Pengikut aliran ini adalah Buyssens, Prieto, dan Mounin (Van Zoest, 1993:4).

Kedua, semiotik konotasi, yaitu yang mempelajari makna konotatif dari tanda. Dalam hubungan antar manusia, sering terjadi tanda yang diberikan oleh seseorang dipahami secara berbeda oleh penerimanya. Kedipan mata dimaksudkan oleh pengirim laki-laki sebagai “pelecehan seksual” oleh penerima perempuan. Semiotik konotatif sangat berkembang dalam pengajian karya sastra. Tokoh utamanya adalah Roland Barthes yang menekuni makna kedua dibalik bentuk tertentu. Berdasarkan dikotomi Sausssure, ia mengusulkan teori bahwa di tingkat kedua ada tanda lain yang lengkap dengan penanda dan petandanya. Bagi Barthes tidak hanya karya sastra yang dikaji dengan cara itu, tetapi juga gejala sosial lain seperti mode, foto, lagu, dan film.

Ketiga, yang sebenarnya merupakan aliran di dalam semiotik konotasi adalah semiotik ekspansif dengan tokohnya yang paling terkenal Julia Kristeva. Dalam semiotik jenis ini, pengertian tanda kehilangan tempat sentralnya karena digantikan oleh kegiatan arti. Sebenarnya, semiotik ekspansif dengan sangat berani mencampurkan dalam semiotik pelbagi konsep yang berasal dari dua aliran hermeneutic yang sedang popular pada masa itu, yaitu psikoanalisme dan marxisme. Tujuan semiotik ekspansif adalah mengejar ilmu total dan bermimpi menggantikan filsafat (Christomy, 2004:82-83).

Ferdinand de Saussure menjelaskan bahwa dalam setiap objek yang dapakai oleh seseorang untuk mengungkapkan sesuatu kepada orang lain, selalu memiliki peran gandanya sebagai “yang menandakan sesuatu” dan sekaligus sebagai “ yang


(29)

ditandakan”. Saussure kemudian memperkenalkan istilah baru signifie (untuk konsep), dan significant (untuk pencitraan-bunyi). Oleh karena itu, dilibatkan tiga gagasan dalam model tanda diadik Saussure. Tanda (sign) menunjukan keseluruhan yang memiliki petanda dan penanda sebagai dua bagiannya. Pendekatan yang dilakukan oleh Saussure disebut sebagai proses “diadik” (Noth, 2006:6).

Tanda Petanda (konsep)

Penanda (citra-bunyi)

Gambar 1. Tiga istilah dalam model tanda diadik Saussure Sumber : Winfried Noth 2006, Semiotik

Bagi Saussure tanda merupakan objek fisik dari sebuah makna, atau untuk menggunakan istilahnya sebuah tanda terdiri atas penanda dan petanda. Signifier atau petanda : Citraan atau kesan mental dari sesuatu yang bersifat verbal atau visual, seperti suara, tulisan, atau benda.

Semantara Signified atau petanda : Konsep abstrak atau makna yang dihasilkan oleh tanda. Model semiotik Saussure dapat divisualisasikan sebagai berikut:


(30)

Sign

Composed of Significtion

Signifier plus Signifier External

(physical existence (mental concept) reality of

of the sign) meaning

Gambar 2. Unsur makna dari Saussure

Sumber: John Fiske 2004, Cultural and Communication Studies

Sedikitnya ada lima pandangan dari Saussure, yaitu :

1. Signifier dan Signified, yang mengatakan bahasa itu adalah suatu system tanda, dan setiap tanda itu tersusun atas dua bagian, yakni signifier (penanda) dan signified (petanda). Menurut Saussure, bahasa itu merupakan suatu sistem tanda (sign). Suara-suara, baik itu suara manusia, binatang, atau bunyi-bunyian dapat dikatakan sebagai sistem tanda apabila semua itu mengekpresikan, menyampaikan ide-ide, pengertian-pengertian tertentu (Sobur,2003:15).

Tanda adlah suatu kesatuan dari suatu bentuk penanda dengan kata lain penanda adalah “bunyi yang bermakna”. Jadi penanda adalah aspek material dari bahasa : apa yang dikatakan, apa yang didengar, dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda sendiri adalah gambaran mental, pikiran, konsep. Jadi petanda adalah aspek mental dari bahasa (Barthes, 2001:180). Yang mesti diperhatikan adalah bahwa dalam tanda bahasa yang konkret, kedua unsure dapat dilepaskan.


(31)

Tanda bahasa selalu mempunyai dua segi : penanda atau petanda : signifier dan signified. Suatu penanda tanpa petanda tidak berarti apa-apa dan karena itu tidak merupakan tanda. Sebaliknya, suatu petanda tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda : petanda atau yang ditandakan itu termasuk tanda sendiri, dan dengan demikian suatu faktor linguistik. “penanda atau petanda merupakan kesatuan, seperti dua sisi dari sehelai kertas,” kata Saussure.

Jadi, meskipun antara penanda dan petanda tampak sebagai entitas yang terpisah-pisah namun keduanya ada sebagai komponen tanda. Tandalah yang merupakan fakta dasar bahasa. Maka dari itu, setiap upaya untuk memaparkan teori dari Saussure mengenai bahasa pertama-tama harus membicarakan pandangan Saussure mengenai hakikat tanda tersebut. Setiap tanda keabsahan, menurut Saussure pada dasarnya menyatukan sebuah konsep dan suatu citra suara (sound image), bukan menyatakan suatu sebagai nama. Dua konsep signified dan signifier tidak dapat dipisahkan, memisahkan berarti sama dengan menghancurkan “kata” tersebut (Sobur, 2003:43).

Contoh :


(32)

Signifier Signified Kata “pohon”

Bunga Mawar

Tanaman Besar Tanda Cinta

Gambar 3. Contoh Signifier dan Signified

Sumber : Rakhmat Kriyantono 2006, Teknik Praktis Riset Komunikasi

Petanda bukanlah “benda”, tetapi representasi mental dari “benda” . Saussure sendiri telah menyebut hakikat mental petanda itu dengan istilah “konsep”. Petanda dari kata “sapi”, misalnya, bukanlah binatang sapi, tetapi imaji mental tentang sapi. Bila hendak memahami petanda, tidak bisa kita harus kembali pada sistem biner Saussure, yaitu pasangan petanda dan penanda. Untuk mengerti yang satu, harus pula melihat yang lainnya (Kurniawan, 2001:57). 2. Form dan Content, form (bentuk) dan content (isi) diistilahkan dengan

expression dan content, maksudnya satu berwujud bunyi dan yang lain berwujud ide. Untuk menjelaskan pendiriannya tentang form (bentuk) dan content (materi,isi), Saussure membandingkan leksem-leksem dalam dua sistem yang berbeda, yaitu bahasa Inggris dan bahasa Perancis. Ia mengambil kata Inggris sheep dan mutton dan padanan Perancisnya mouton adalah makanan yang disiapkan dari hewan itu, sedangkan leksem ini merupakan bagian dari suatu sistem laksikal yang anggota-anggota lainnya adalah nama makanan. Jadi,


(33)

ketiga leksem itu tidak mempuyai isi yang sama, sekalipun mempunyai bentuk yang sama dalam konteks yang tepat. Jadi, bentuk dapat ditukar dengan sesuatu yang sifatnya berlalinan yang dianggap bernilai atau isinya sama (misalnya, uang dengan roti); dan dapat dibatasi melalui hal-hal yang serupa (misalnya, dollar Amerika dibandingkan dengan rupiah Indonesia). Demikian pula halnya dengan aksara karena, kita dapat membentuk kata yang sama dengan bentuk huruf yang berlainan menurut posisinya dalam kata itu (Saussure, 1993:19-20). 3. Language dan Parole, language (bahasa) dan parole (tuturan, atau ajaran)

Saussure juga meletakkan dasar perbedaan antara language dan parole sebagai dua pendekatan linguistik. Dalam pengertian umum, language adalah abstraksi dan artikulasi bahasa pada tingkat sosial dan budaya, sedangkan parole merupakan ekspresi bahasa pada tingkat individu (Hidayat, 1996:23). Language sebagai totalitas dari kumpulan fakta dan bahasa. Dalam konsep Saussure, language dimaksudkan bahasa sejauh merupakan milik bersama dari suatu golongan bahasa tertentu. Akibatnnya, language melebihi semua individu yang berbicara bahasa itu, seperti juga simfoni tidak sama dengan cara yang dibawakan dalam sebuah konser oleh suatu grup orkes tertentu. Sedangkan parole adalah living speech, yaitu bahasa yang hidup atau bahasa yang sebagaimana terlihat penggunaannya. Parole lebih memperhatikan faktor pribadi pengguna bahasa. Kalau unit dasar language adalah kata, maka unit dasar parole adalah kalimat. Parole dianggap diakronik dalam arti sangat


(34)

menurut Saussure, seperti dikutip Barthes (1996:82), “tidak mungkin ada language tanpa ada parole”.

4. Synchronic dan Dyachronic, bahasa mengalami perubahan yang mungkin cepat, seperti bahasa Indonesia. Dan mungkin lambat seperti bahasa-bahasa yang telah “padat” untuk memenuhi fungsi komunikasinya. Kiranya dapat menggambarkan, bahwa dari keadaan bahasa (language-state) yang satu kepada keadaan yang lain, terdapatlah suatu proses, suatu evolusi. Untuk membedakan kenyataan-kenyataan bahasa ini, yaitu keadaan bahasa dan fase evolusinya, haruslah ada pemisahan, dan oleh pemisahan ini ilmu bahasa terpaksa menghadapi dua macam tingkatan objek yang sama. Dan oleh ini pula ilmu bahasa dihadapkan pada dua macam studi yang berlainan benar, sebuah dengan objek keadaan-bahasa, yang lain dengan objek fase evolusinya. Karena yang pertama itu mengenai bahsa pada waktu tertentu, maka ilmu pengetahuan itu biasa disebut linguistic synchronis, sedangkan yang kedua itu mengenai bahasa pada dua waktu yang berbeda, disiplin itu biasa disebut linguistic dyachhronis, dan karena menyangkut dua macam keadaan, sifat ilmu bahasa yang akhir ini selalu membandingkan, sedangkan linguistic synchronis bisa membandingkan, bisa juga tidak (Samsuri, 1982:70). Jadi yang dimaksud dengan studi sinkronis sebuah bahasa adalah deskripsi tentang keadaan tertentu bahasa tersebut (pada suatu “massa”). “Sinkronis” sebagai “bertepatan menurut waktu”. Sinkronis mengkaji system tanda padatitik waktu tertentu, terlepas dari sejarahnya (Noth, 2006:63). Dengan demikian, linguistic sinkronis mempelajari bahasa tanpa


(35)

mempersoalkan waktu. Sedangkan yang dimaksud dengan diakronis adalah “menelusuri waktu”. Diakronis mengkaji evolusi suatu system tanda dalam perkembangan historisnya (Noth, 2006:63). Jadi, studi diakronis atas bahasa tertentu adalah diskripsi tentang perkembangan sejarah (“melalui waktu”) (Alex Sobur, 2004:53).

5. Syntagmatic dan Assosiative, atau dapat dikatakan sintagmatik dan paradigmatic. Hubungan-hubungan ini terdapat pada kata-kata sebagai rangkaian bunyi-bunyi maupun kata-kata sebagai konsep. Maksud dari sintagmata adalah kumpulan tanda yang berurut secara logis, sedangkan paradigmatik adalah hubungan yang saling menggantikan. Hubungan paradigmatik, menurut Cobley dan Jansz, harus selalu sesuai dengan aturan sintagmatiknya, sebagaimana garis X dan Y dalam sebuah sistem koordinat. Sejauh tetap memenuhi syarat hubungan dan sintagmatik, penggantian tersebut bersifat fleksibel. Misalnya, bisa saja kata “kucing” diganti “anjing” karena keduanya memiliki hubungan paradigmatik (Cobley, Janz, 1999:16-17).

2.1.5 Makna dalam Kata

Istilah makna (meaning) merupakan kata dan istilah yang membingungkan. Untuk menjelaskan istilah maka harus dilihat dari segi kata, kalimat, dan apa yang dibutuhkan oleh pembicara untuk berkomunikasi. Secara luas, makna dapat diartikan sebagai pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. Istilah makna


(36)

meskipun membingungkan, sebenarnya lebih dekat dengan kata. Sering kita berkata, apa artinya kata ini, apakah artinya kalimat ini? (Pateda, 2001:79).

Bagi orang awam, untuk memahami makna kata tertentu ia dapat mencari kamus, sebab di dalam kamus terdapat makna yang disebut makna leksikal. Dalam kehidupan sehari-hari, orang sulit menerapkan makna yang terdapat di dalam kamus, sebab makna dalam kata sering bergeser jika berada dalam satuan kalimat.

Kata merupakan momen kebahasaan yang bersama-sama dalam kalimat menyampaikan pesan dalam suatu komunikasi. Secara teknis, kata adalah satuan ujaran yang berdiri sendiri yang terdapat didalam kalimat, dapat dipisahkan, dapat ditukar, dapat dipindahkan, dan mempunyai makna serta digunakan untuk berkomunikasi. Makna dalam kata yang dimaksud disini, yakni bentuk yang sudah dapat diperhitungkan sebagai kata. Atau dapat disebut sebagai makna leksikal yang terdapat didalam kamus (Pateda, 2001:134).

2.2 Kerangka Berpikir

Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda dalam memaknai suatu peristiwa atau objek. Hal ini dikarenakan latar belakang pengalaman (Field of Experience) dan pengetahuan (Frame of Reference) yang berbeda-beda pada setiap individu tersebut. Dalam menciptakan sebuah pesan komunikasi, dalam hal ini pesan disampaikan dalam bentuk lagu, maka pencipta lagu juga tidak terlepas dari dua hal diatas. Begitu juga penulis dalam memaknai tanda dan lambang yang ada dalam objek, juga berdasarkan pengetahuan penulis. Dalam penelitian ini penulis melakukan


(37)

pemaknaan terhadap tanda dan lambing berbentuk text pada lirik lagu “Hey Ladies” dalam hubungannya dengan menggunakan metode semiologi Ferdinand De Saussure, sehingga akhirnya dapat diperoleh hasil dari interpretasi data mengenai makna dari lirik lagu tersebut.

Pada penelitian ini penulis tidak menggunakan metode Roland Barthes, karena dalam lirik lagu “Hey Ladies” kata-kata yang digunakan adalah kata-kata yang lugas atau kalimat langsung, sehingga penulis tidak banyak menemukan simbol-simbol yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan analisis, dan Saussure merupakan penyempurnaan dari teori-teori Barthes, oleh karena itu penulis menggunakan metode semiologi Ferdinand de Saussure dengan menitik beratkan pada hubungan penanda dan petanda yang ada pada lirik lagu tersebut.

Dari data-data berupa lirik lagu, kata-kata, dan rangkaian kata dalam kalimat lirik lagu “Hey Ladies” tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan metode semiologi Saussure (menitik beratkan pada aspek material (penanda) dan aspek mental (petanda) yang pada akhirnya diperoleh signifikasi), sehingga menghasilkan suatu interpretasi makna apa yang terkandung dalam lirik lagu “Hey Ladies” tersebut.


(38)


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Artinya, data yang digunakan merupakan data yang kualitatif (data yang tidak terdiri atas angka-angka), melainkan berupa pesan-pesan verbal (tulisan) yang terdapat pada lirik lagu “Hey Ladies” yang dipopulerkan oleh Rossa dalam albumnya yang berjudul “Self Titled”. Data-data kualitatif tersebut berusaha diinterpretasikan dengan rujukan, acuan, atau referensi-referensi secara ilmiah.

Penelitian kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat peneliti, dan yang diteliti; dan yang Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola yang dihadapi (Moleong,2002:5).

Metode semiotika yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, dimana penelitian ini menginterpretasikan makna yang ada dalam lirik lagu tersebut. Penelitian ini akan mendekonstruksi tanda-tanda dengan menggunakan metode semiologi dari Ferdinand De Saussure , yaitu pandangan tentang signifier


(40)

syntagmatic (sintagmatik) dan associative (paradigmatik); form (bentuk) dan content (isi); serta synchronic dan diachronic.

Metode semiotika ini, adalah sebuah metode yang memfokuskan dirinya pada tanda dan text sebagai objek kajiannya, serta bagaimana peneliti menafsirkan dan memahami kode (decoding) dibalik tanda dan teks tersebut (Piliang, 2003:270). Penggunaan semiotika sebagai metode pembacaan didalam berbagai cabang keilmuan dimungkinkan, oleh karena ada kecenderungan dewasa ini untuk memandang berbagai diskursus sosial, politik, ekonomi, budaya, dan seni sebagai fenomena bahasa. Berdasarkan pandangan semiotika, bila seluruh praktek sosial dianggap sebagai fenomena bahasa, maka ia dapat pula dipandang sebagai tanda (Piliang, 2003:257).

Dengan semiotika kita berurusan dengan tanda, dengan tanda-tanda kita mencoba mencari keteraturan ditengah dunia yang centang-perenang ini, setidaknya agar kita mempunyai pegangan. “Apa yang dikerjakan oleh semiotika adalah mengajarkan kita bagaimana menguraikan aturan-aturan tersebut dan membawanya pada sebuah kesadaran” (Sobur, 2003:16).

3.2 Pemaknaan Lirik Lagu “Hey Ladies”

Pemaknaan lirik lagu “Hey Ladies” adalah untuk memberikan semangat atau motivasi kepada kaum perempuan agar tidak tertipu oleh rayuan kaum lelaki, dalam lagu ini juga jelas terlihat bahwa kaum perempuan ingin melakukan pemberontakan terhadap kaum laki-laki yang selalu merasa kuat dan dominan dalam segala hal


(41)

(khususnya dalam hal percintaan). Sebagian orang memandang fenomena ambisi laki-laki sebagai suatu realitas yang wajar, namun tidak semua orang memiliki pemaknaan yang sama terhadap suatu realitas. Hal ini bersifat subjektif, tergantung dari latar belakang individu yang memaknainya.

Jika dalam analisis teks, subjektifitas semacam ini disebut juga Paradigma Konstruksionis, dimana realitas tidak dibentukdan dikonstruksi sehingga dengan pemahaman semacam ini, realitas bisa jadi ganda atau plural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Karena itu, realitas perempuan (sebagai jenis kelamin) dalam penelitian ini dihubungkan dengan stereotype dan gender yang terjadi selama ini dan pemaknaan antara penulis yang satu dan yang lain bisa jadi berbeda-beda.

3.3 Unit Analisis

Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanda-tanda berupa teks, yang terdiri atas kata-kata yang membentuk kalimat yang terdapat pada lirik lagu “Hey Ladies”.

3.4 Korpus Penellitian

Korpus adalah sekumpulan bahan yang terbatas yang ditentukan pada perkembangannya oleh analisis dengan semacam kesemenaan, bersifat sehomogen mungkin (Kurniawan, 2001:70). Sifat yang homogen ini diperlukan untuk memberi


(42)

Tetapi sebagai analisis, korpus itu bersifat terbuka pada konteks yang beraneka ragam, sehingga memungkinkan untuk memahami banyak aspek dari sebuah teks yang tidak dapat ditangkap atas dasar suatu analisis yang bertolak dari unsur tertentu yang terpisah dan berdiri sendiri dari teks yang bersangkutan (Arkoun dalam Achmad, 2001:53). Korpus adalah kata lain dari sampel bertujuan tetapi khusus digunakan untuk analisis semiotika dan analisis wacana. Korpus dalam wacana ini adalah lirik lagu dengan judul “Hey Ladies” dari lirik lagu yang ada dalam album “Self Titled”.

Alasan pengambilan lagu diatas sebagai korpus adalah dikarenakan dalam lagu tersebut menceritakan tentang seorang perempuan (penyanyi/Rossa) yang mengajak kaum perempuan di bumi ini agar lebih beerhati-hati dengan kaum laki-laki, dan sebagai perempuan hendaknya harus kuat, tidak boleh lemah di depan kaum laki-laki, khususnya dalam hal percintaan. Karena sebagaimana diketahui bahwa dimanapun kedudukan wanita selalu terlihat sebagai makhluk yang lemah dan tertindas. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada lagu ini adalah untuk menyadarkan kaum perempuan agar bisa selangkah lebih maju, lebih kuat, dan lebih mandiri tanpa harus dan selalu bergantung pada laki-laki. Berikut adalah lirik lagu “Hey Ladies” :


(43)

Hey Ladies Penyanyi : Rossa

Pencipta : Melly Goeslaw Album : Self Titled

Sudah kubilang jangan terlalu yakin Mulut lelaki banyak juga tak jujur Bila sakit hati wanita bisanya nangis Sudah kubilang jangan terlalu cinta Kalau patah hati siapa mau nolong

Seperti langit dan matahari tak bersatu lagi Reff 1 : Hey ladies jangan mau dibilang lemah Kita juga bisa menipu dan menduakan Bila wanita sudah beraksi dunia hancur Rreff 2 : Hey ladies sekarang cinta pakai otak Jangan mau rugi hati juga rugi waktu

Bila dia merayumu ingat semua bohong

Memanglah tak semua laki-laki busuk Namun ladies tetaplah harus waspada


(44)

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data primer dan data sekunder yaitu:

1. Data primer, korpus atau data yang dikumpulkan oleh peneliti berwujud

teks, yaitu lirik lagu yang berjudul “Hey Ladies”.

2. Data sekunder, berasal dari bahan-bahan referensi seperti buku, dan internet yang berhubungan dengan kajian yang diteliti.

3.6 Teknik Analisis Data

Peneliti menginterpretasikan teks dalam lirik lagu “Hey Ladies” serta menyimpulkan berbagai makna mengenai bagaimana pemaknaan perempuan dalam lirik lagu tersebut. Lirik lagu “Hey Ladies” terdiri dari judul lagu, song, dan reff. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan pandangan dari Saussure, yaitu dikotomi-dikotomi dari Saussure tentang signifier (penanda) dan signified (petanda); language (bahasa) dan parole (ujaran); syntagmatic (sintagmatik) dan associative (paradigmatik); form (bentuk) dan content (isi); serta synchronic dan diachronic untuk mencari tahu makna yang terkandung dalam lirik lagu tersebut menurut pandangan Saussure.

Yang kemudian dari dikotomi-dikotomi Saussure tersebut akan dijelaskan lewat penafsiran dengan menggunakan konsep gender. Analisis atau penafsiran tanda-tanda komunikasi digunakan sebagai upaya untuk menguak makna dibalik lirik lagu tersebut. Dengan cara, menganalisis lirik lagu “Hey Ladies” dengan menggunakan


(45)

teori-teori tersebut untuk dapat mengetahui bagaimana seorang perempuan menyuarakan isi hatinya terhadap kaum laki-laki yang diketahui bahwa laki-laki berkuasa dalam berbagai hal, dalam lagu ini si pencipta lagu mengajak seluruh kaum perempuan untuk lebih waspada terhadap kaum laki-laki, jangan sampai dibodohi dan tertipu oleh rayuan kaum laki-laki, perempuan dalam lagu ini diajak untuk lebih bisa maju dan tidak terlalu tergantung oleh kaum laki-laki.

Dari penafsiran-penafsiran tersebut kemudian dapat ditarik suatu makna yang sebenarnya dari lirik lagu “Hey Ladies” oleh Rossa dalam album “Self Titled”.


(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 4.1.1 Biografi Rossa

Rossa yang memiliki nama lengkap Rossa Roslaina Sri Handayani (lahir di Sumedang, Jawa Barat, 9 Oktober 1978; umur 31 tahun) merupakan penyanyi Indonesia yang melejit lewat tembang-tembang sendunya seperti Tegar, Hati Yang Terpilih, Atas Nama Cinta, Aku Bukan Untukmu dan Pudar. Putri sulung dari tiga bersaudara pasangan Ukas Hermawan dan Eni Kusmiani ini mengawali karier menyanyi sejak usia 10 tahun. Awalnya dia hanya menemani sang ibu yang seorang penyanyi Cianjuran, ke Dian Records untuk tes vokal. Tak dinyana, suara Rossa kecil menarik perhatian Dian Records yang akhirnya mengontrak Rossa. Album pertamanya adalah Untuk Sahabatku (1988) yang berisi lagu anak-anak. Sedangkan musiknya ditangani oleh Franky Sahilatua, James F Sundah, Uce F Tekol, Areng Widodo, dan Alex Lia, yang biasanya tidak membuat musik untuk lagu anak-anak. Sayang album perdana Rossa tidak mencapai penjualan yang diharapkan.

Nama Rossa mulai dikenal setelah merilis album kedua Nada Nada Cinta (1996). Keberhasilan "Nada Nada Cinta" diikuti Tegar (beredar awal tahun 2000) yang melambungkan nama Rossa. Lagu "Tegar" juga menjadi theme song


(47)

sinetron Suami, Istri, dan Dia arahan Putu Wijaya produksi Star Vision yang ditayangkan RCTI. Rossa juga tampil sebagai wakil Indonesia di festival musik Vietnam My Love, 26-29 Oktober 2000 di Hanoi. Meski sibuk menyanyi dan manggung, Rossa berhasil menyelesaikan kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia pada Februari 2002. Di tahun yang sama, Rossa merilis album Kini (2002) yang masih didominasi lagu-lagu sendu seperti pada album-album sebelumnya. Pada album Kini, Rossa menyanyikan sembilan lagu karya sembilan pencipta lagu, termasuk Iszur Muchtar, Yovie Widianto, dan Melly Goeslaw. Pada tahun 2003, Rossa kembali merilis repackaged album Kini dengan lagu baru "Malam Pertama" ciptaan Melly Goeslaw yang mendapat double platinum di tahun 2004.

Di akhir tahun 2004, Rossa merilis album bertajuk Kembali. Dalam album ini, terdapat Sembilan lagu dan masih dengan konsep musik pop progresif. Ada sejumlah musisi yang terlibat di antaranya Icha Jikustik, dan Lucky Element. Tak ketinggalan sang suami, Yoyo juga ikut membantu dalam mengaransemen lagu “Wanita Pilihan”. Sebelum album dirilis pada bulan Desember 2004, dua lagu dalam album tersebut telah dijadikan soundtrack sinetron. Yang pertama lagu “Pudar” menjadi OST sinetron Doiku Beken (produksi Multivision Plus untuk RCTI). Yang kedua, “Bicara Pada Bintang”, untuk OST Pur-Pura Buta (produksi Soraya Intercine Films untuk Indosiar). Album ini menjagokan lagu “Aku Bukan Untukmu” dan “Pudar”. Baru tiga bulan dirilis, album Kembali telah mendapatkan plakat platinum. Enam bulan kemudian, Rossa kembali diganjar double platinum untuk album Kembali. Bahkan single keduanya, “Pudar” yang


(48)

diciptakan oleh adik bungsunya, Hendra Nurcahyo, membawa Rossa melanglang ke Negara tetangga, Malaysia. Album tersebut kemudian dirilis di Malaysia pada 23 Mei 2005, dimana Rossa juga mengadakan pertunjukkan di Planet Hollywood Malaysia dalam rangka promosi albumnya.

Rossa memutuskan untuk menikah dengan Yoyo, yang tak lain adalah drummer grup band Padi, pada tanggal 18 Maret 2004. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Rizky Langit Ramadhan (lahir 3 Oktober 2005).

Pada masa kehamilan Rizky, Rossa membuat album kompilasi bertajuk Yang Terpilih yang dirilis pada bulan Desember 2006. Dalam album kompilasi tersebut, Rossa memasang kembali hits-hits lawas seperti "Nada-Nada Cinta" karya Yongky Suwarno (1996), "Tegar" ciptaan Melly Goeslaw (1999), "Hati Yang Terpilih" dari kompilasi soundtrack Hati Yang Terpilih (2000), "Kini" ciptaan Yovie Widianto (2003), dan "Kembali" (2004). Tak lupa Rossa juga menyertakan tiga hits baru, "Cinta Tak Termiliki", "Terlalu Cinta" karya Yovie Widianto dan "Atas Nama Cinta" ciptaan Melly. Meski rumah tangganya dirundung masalah, Rossa tetap bekerja profesional dengan merilis album Yang Terpilih di Malaysia pada 16 Mei 2007.

Pernikahan mereka mendapat cobaan ketika di bulan April 2007 berhembus kabar Yoyo kepergok sedang bermesraan dengan seorang wanita yang berprofesi sebagai model di kota Surabaya. Bahkan meski sempat berdamai di bulan Juni


(49)

2007, namun belum ada tanda-tanda keluarga ini bakal bersatu lagi. Malah anak semata wayang mereka, Rizky dititipkan di rumah orang tua Rossa di Sumedang.

Akhirnya, impian Rossa untuk menggelar konser menjadi nyata. Pada 26 November 2008, bertempat di Jakarta Convention Center (JCC), ia menggelar konser dengan titel Persembahan Cinta. Di dalam konser ini, Rossa dibantu oleh Erwin Gutawa dan Jay Subiakto sebagai komposer.

Setelah hampir tiga tahun tak mengeluarkan album, maka pada 14 januari 2009, Rossa kembali merilis album terbarunya, self titled Rossa. Yang menarik di album kelimanya ini, Yoyo, sang suami menyumbangkan satu lagu, "Terlanjur Cinta". Lagu ini dijadikan sebagai lagu jagoan yang dinyanyikan secara duet dengan Pasha, vokalis band Ungu.

Penyanyi Rossa Roslaina Sri Handayani atau Rossa, terus saja merilis karya. Setelah sukses dengan konser tunggal November 2008 lalu, giliran pada awal tahun 2009 me-launching album kelimanya, self titled ROSSA.

“Ya lega, ternyata hasil kerja saya sudah dibayar lunas, ini album kelima untuk solo, karena kemarin-kemarin banyak buat soundtrack, single dan the best,” ungkapnya.

Rossa yang ditemui di acara rilis albumnya, di Hotel Crown, Jakarta, Rabu (14/1/2009) itu mengaku telah mempersiapkan album ini sekitar tiga tahun lalu. Serta melalui proses pengerjaan yang penuh tantangan.


(50)

“Kurang lebih tiga tahun untuk buat album ini, dan dikerjakannya di mana aja, prosesnya terbilang rumit, tapi itulah seninya. Buat aku, album ini merupakan skripsi, atau hasil akhir dari semuanya,” tutur istri drummer Yoyo Padi ini.

Awalnya Rossa ingin merilis album ini pada tahun 2005 lalu, “tetapi setelah dua tahun ngumpulin materi dan lagunya, baru sekarang ini dapat dirilis”. Menurutnya saat ini merupakan waktu yang tepat, termasuk pertimbangan pemilu pada waktu itu, jika albumnya harus diundur-undur lagi.

Dan pada akhirnya pernikahan Rossa dan Yoyo tidak bisa diselamatkan lagi, yang telah lama menggantung tanpa status yang jelas. Pada 22 Juni 2009, Rossa mantap mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya, Yoyo. Sidang pertama dilakukan pada 30 Juni 2009. Dan mereka pun dinyatakan bercerai pada 14 Juli 2009.

Berikut ini adalah Track List album “Self Titled” milik Rossa :

01 – Hey Ladies

02 – Hati Yang Kau Sakiti

03 – Terlanjur Cinta (Feat. Pasha)

04 – Kecewa

05 – 1000 Malam

06 – Hati Yang Kau Sakiti (Piano Version)


(51)

08 – Cerita Cinta

09 – Kejaiban Cinta

10 – Impas

11 – Sakit Hatiku

12 – Takkan Berpaling Dari Mu

4.1.2 Lagu “Hey Ladies”

Lagu “Hey Ladies” merupakan single pertama Rossa yang diambil dari album Self Titled, lagu ini diciptakan oleh penyanyi dan pencipta lagu terkenal Melly Goeslaw. Lirik lagu “Hey Ladies” menceritakan tentang kekuatan seorang perempuan dalam menghadapi seorang lelaki,dalam hal ini adalah masalah percintaan. Dalam lirik lagu ini,menggambarkan seorang perempuan yang kuat, dan tangguh, seorang perempuan yang ingin mengekspresikan isi hatinya lewat lagu, boleh juga dikatakan dengan pemberontakan seorang perempuan. Sehingga secara tidak langsung, perempuan tersebut mempunyai karakter yang kuat untuk melawan atau mengantisipasi terhadap sesuatu yang akan dilakukan oleh seorang laki-laki terhadapnya, dan ini diperuntukkan bagi banyak kaum perempuan agar lebih hati-hati terhadap kaum laki-laki dimana pun berada. Padahal dalam sistem patriarki yang berlaku di Indonesia, telah menganggap sebuah asumsi bahwa kodrat seorang perempuan itu lebih rendah derajatnya daripada laki-laki demi terciptanya kehidupan keluarga, dan masyarakat yang harmonis (Mustaqim, 2003:1).


(52)

4.2 Penyajian Data

Sebuah lirik lagu mempunyai struktur judul lagu, song, reff, bridge, interlude, dan coda. Akan tetapi, dalam lirik lagu “Hey Ladies” hanya mempunyai struktur judul lagu yang menjadi tema dari lagu tersebut, song yang merupakan isi cerita dalam lirik lagu, reff yang merupakan inti dari cerita dalam lirik lagu atau dengan kata lain inti dari lagu, dan bridge merupakan jembatan antara reff yang kemudian menaikkan emosi dari lagu untuk dikembalikan lagi dalam reff lagu.

Judul lagu terdapat pada reff “Hey Ladies”. Struktur song pertama terdapat pada baris kesatu, yaitu “Sudah Ku bilag jangan terlalu yakin”, baris kedua yaitu “Mulut lelaki banyak juga tak jujur”, baris ketiga yaitu “Bila sakit hati wanita bisanya nangis”. Struktur song kedua terdapat pada baris kesatu, yaitu “Sudah Ku bilang jangan terlalu cinta”, baris kedua yaitu “Kalau patah hati siapa mau nolong”, baris ketiga yaitu “Seperti langit dan matahari tak bersatu lagi”.

Struktur reff terdapat pada baris kesatu yaitu “Hey Ladies jangan mau dibilang lemah”, baris kedua yaitu “Kita juga bisa menipu dan menduakan”, baris ketiga yaitu “Bila wanita sudah beraksi dunia hancur”.

Struktur bridge mengambil seluruh kata dari struktur reff , kemudian di akhir lagu terdapat sebuah pesan dan harapan yang tulus dari si penyanyi agar kita (kaum perempuan) mendapatkan cinta yang tulus. Untuk lebih jelas, berikut adalah lirik lagu “Hey Ladies” yang menjadi objek penelitian, yang selanjutnya akan diinterpretasikan dan dianalisis berdasarkan landasan teori tanda Ferdinand de Saussure untuk lebih mengetahui pengungkapan makna yang sebenarnya.


(53)

“Hey Ladies”

Sudah Ku bilang jangan terlalu yakin… Mulut lelaki banyak juga tak jujur… Bila sakit hati wanita bisanya nangis…

Sudah Ku bilang jangan terlalu cinta…

Kalau patah hati siapa mau nolong…

Seperti langit dan matahari tak bersatu lagi…

Reff 1:

Hey Ladies jangan mau dibilang lemah

Kita juga bisa menipu dan menduakan

Bila wanita sudah beraksi dunia hancur

Reff 2:

Hey Ladies sekarang cinta pakai otak

Jangan mau rugi hati juga rugi waktu

Bila dia merayumu ingat semua bohong

Memanglah tak semua laki-laki busuk

Namun Ladies tetaplah harus waspada


(54)

4.3 Lirik Lagu “Hey Ladies” Menurut Teori Tanda Ferdinand De Saussure Saussure mendefinisikan bahwa bahasa sebagai suatu sistem tanda (sign), dan setiap tanda itu tersusun dari dua bagian, yakni signifier (penanda), dan signified (petanda). Signifier merupakan sebuah bunyi atau coretan yang memiliki makna, sedangkan signified adalah gambaran mental atau konsep sesuatu dari signifier. Hubungan antara keberadaan fisik tanda dan konsep mental sifatnya arbiter (manasuka) yang dinamakan signification. Dengan kata lain signification adalah upaya memberi makna.

Dalam lirik lagu “Hey Ladies”, bagian-bagian dari teori tanda Saussure tersebut adalah sebagai berikut :

1. Signifiernya (penanda) adalah seluruh lirik lagu atau kata-kata yang

terdapat dalam lagu “Hey Ladies” dari mulai bait yang pertama sampai dengan bait yang terakhir. Sedagkan Signifiednya (petanda) adalah makna atau konsep yang ada dalam kata-kata yang digunakan oleh penulis lirik, sehingga tercipta sebuah pesan yang ingin disampaikan.

2. Significationnya adalah proses pemaknaan atau interpretasi dari pesan yang ingin disampaikan. Dari signification ini, maka hasilnya adalah sebuah external reality, pada lirik lagu “Hey Ladies”, penulis lirik menggambarkan kekuatan seorang perempuan yang tidak ingin ditindas atau dikalahkan oleh laki-laki. Karena biasanya yang kita tahu bahwa seorang perempuan itu lemah dimata laki-laki dalam hal apapun, khususnya dalam hal percintaan (perempuan cenderung penurut dan tidak bisa berbuat banyak, jika cinta


(55)

sudah berbicara). Padahal dalam lagu ini penulis lirik lebih ingin meng-explore isi hatinya walau dalam kenyataan yang sebenarnya hal tersebut sulit untuk dilakukan oleh seorang perempuan, dan penulis lirik hanya ingin menyeimbangkan derajat antara kaum perempuan dan kaum laki-laki.

Dalam lirik lagu ini, penulis ingin menterjemahkan apa yang ingin disampaikan penyanyi Rossa dan penulis lirik lagu “Hey Ladies” yaitu Melly Goeslaw yang terkenal di kalangan penyanyi dalam membuat lagu-lagu yang romantis, dan menyayat hati, lewat lagu-lagu-lagu-lagu yang diciptakannya. Dalam lagu ini, jelas menggambarkan pemberontakan, dan kekuatan dari seorang perempuan untuk perempuan-perempuan lain agar lebih waspada dan berhati-hati terhadap kaum laki-laki yang sangat berbahaya, bisa bertindak apa saja, dan tidak memilki perasaan terhadap kaum perempuan.

3. Form dan Content. Form (bentuk) adalah bentuk keseluruhan dari isi lirik

lagu “Hey Ladies”. Dimana di dalam lagu ini terdapat banyak sekali kata-kata yang mempertegas bahwa jangan mudah percaya begitu saja pada laki-laki, pada tiap baitnya penulis lirik seperti ingin lebih member motivasi dan semangat pada perempuan-perempuan lain. Sedangkan content (isi) adalah materi atau isi yang ada dalam lirik lagu “Hey Ladies” mengandung gambaran tentang seorang perempuan yang kuat dalam menghadapi kaum laki-laki, dimana dalam kenyataan yang sebenarnya hal tersebut sulit untuk dilakukan.

4. Language (bahasa) dan parole (tuturan, ajaran). Dalam lirik lagu “Hey


(56)

hubungannya satu sama lain yang dimaknai dengan tingkat kebahasaan sehari-hari.

Sedangkan parole merupakan ekspresi bahasa yang tidak dapat ditemukan dalam kamus. Karena segala bentuk implikasi dari makna kebahasaan bukan pada arti denotative dari suatu bahasa. Implikasi itu sebenarnya ada pada arti denotative dari suatu bahasa. Implikasi itu sebenarnya ada pada pikiran penutur bahasa pada umumnya.

5. Synchronic dan Diachronic, menurut Saussure pendekatan sinkronik

mempelajari keseluruhan arti bahasa yang ada pada lirik lagu “Hey Ladies” tanpa mempersoalkan urutan waktu. Sedangkan pendekatan diakronik adalah melihat unsur waktu, yaitu masa kini, dimana pada lagu “Hey Ladies” ini, adanya sebuah ungkapan yang ditujukan pada seseorang yang digunakan oleh anak muda.

6. Syntagmatic dan Associative, Syntagmatic adalah kumpulan tanda yang

berurutan dalam lirik lagu “Hey Ladies”. Sintagmatik ditandai dengan kalimat-kalimat yang dibangun dari paduan kata-kata yang terdapat pada lirik lagu ini. Sedangkan Associative atau paradigmatik adalah terdapatnya kata-kata pada lirik lagu ini yang digunakan untuk memberikan makna yang memiliki hubungan saling menggantikan, selama tidak merusak hubungan Syntagmatic.


(57)

4.4 Pemaknaan Lirik Lagu “Hey Ladies” 1. Judul lagu : “Hey Ladies”

Berdasarkan petanda, penanda, parole, dan language nya baris judul “Hey Ladies” mempunyai makna sebagai berikut :

Hey : adalah ungkapan dalam bahasa Inggris, yang dalam bahasa Indonesia adalah Hai, dan Hai sendiri dalam kamus bahasa Indonesia adalah kata seru untuk menarik perhatian, memanggil, dan sebagainya.

Ladies : adalah juga kata dalam bahasa Inggris, yang dalam kamus bahasa Indonesia adalah wanita, perempuan, cewek, dan sebagainya. Dalam judul lagu “Hey Ladies” mempunyai makna ajakan, atau panggilan kepada kaum perempuan.

2. Bait Pertama

Sudah Ku bilang jangan terlalu yakin Mulut lelaki banyak juga tak jujur Bila sakit hati wanita bisanya nangis

Bait pertama baris ke satu

Sudah Ku bilang jangan terlalu yakin

Pada kalimat tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Sudah Kubilang jangan


(58)

tulisan yang menjadi lirik lagu, sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Sudah Kubilang jangan terlalu yakin”.

Language-nya merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat “Sudah Kubilang jangan terlalu yakin”, yaitu ‘sudah’; ‘Ku’; ‘bilang’; ‘jangan’; ‘terlalu’; ‘yakin’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat dari baris tersebut, yaitu “Sudah Kubilang jangan terlalu yakin”. Pada baris judul “Sudah Kubilang jangan terlalu yakin” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘sudah’; ‘Ku’; ‘bilang’; ‘jangan’; ‘terlalu’; ‘yakin’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Sudah Kubilang jangan terlalu yakin” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Sudah Kubilang jangan terlalu yakin” tidak akan menjadi “Sudah Kubilang jangan terlalu yakin” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘sudah’; ‘Ku’; ‘bilang’; ‘jangan’; ‘terlalu’; ‘yakin’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat.

Dan secara denotasi arti kata dari bait pertama baris kesatu adalah sebagai berikut:

Kata Sudah, mempunyai makna selesai, atau telah terjadi. Ku, mempunyai makna denotasi kata ganti orang pertama atau sebagai bentuk penunjuk pelaku atau pemilik. Bilang, mempunyai makna berkata atau mengatakan. Kata Jangan, dalam Kamus Bahasa Indonesia mempunyai makna (kata menyatakan melarang) atau tidak boleh atau tidak terjadi lagi. Terlalu, mempunyai makna amat, sangat,


(59)

dan sebagainya. Sedangkan kata Yakin, mempunyai makna percaya (tahu, mengerti), sungguh-sungguh, dengan pasti (tentu, tak salah lagi).

Jadi makna yang terkandung dalam bait pertama, baris kesatu adalah penyanyi ingin memberi tahu atau memberi saran pada seluruh kaum perempuan agar tidak terlalu yakin atau percaya begitu saja pada kaum laki-laki, karena sebagian besar kaum laki-laki tidak bisa dipercaya tutur katanya. Dari kalimat “Sudah Kubilang jangan terlalu yakin” dapat diketahui bahwa yang bisa dikatakan memiliki hubungan paradigmatik yaitu yakin, kata yakin menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘sudah’; ‘Ku’; ‘bilang’; ‘jangan’; ‘terlalu’, kata yakin dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan ‘sudah’; ‘Ku’; ‘bilang’; ‘jangan’; ‘terlalu’. Kata yakin menghasilkan rangkaian yang membentuk sintagma, dan melalui cara ini yakin bisa dikatakan memiliki hubungan paradigmatik dengan kata percaya.

Bait pertama baris kedua

Mulut Lelaki banyak juga tak jujur

Pada kalimat tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat sebuah konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Mulut Lelaki banyak juga tak jujur” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dalam bentuk tulisan yang menjadi sebuah lirik lagu, sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Mulut Lelaki banyak juga tak jujur”.


(60)

Language-nya merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam judul “Mulut Lelaki banyak juga tak jujur”, yaitu ‘mulut’; ‘lelaki’; ‘banyak’; ‘juga’; ‘tak’; ‘jujur’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi baris judul dari lagu tersebut, yaitu “Mulut Lelaki banyak juga tak jujur”. Pada baris “Mulut “Lelaki banyak juga tak jujur”, merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘mulut’; ‘lelaki’; ‘banyak’; ‘juga’; ‘tak’; ‘jujur’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Mulut Lelaki banyak juga tak jujur” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Mulut Lelaki banyak juga tak jujur” tidak akan menjadi “Mulut Lelaki banyak juga tak jujur” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘mulut’; ‘lelaki’; ‘banyak’; ‘juga’; ‘tak’; ‘jujur’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidaka adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat.

Dan secara denotasi arti kata dari bait pertama baris kedua adalah sebagai berikut:

Kata Mulut, mempunyai makna rongga atau lubang tempat gigi, lidah, dan gusi (baik pada manusia, dan binatang). Lelaki, yang sama juga berarti laki-laki, mempunyi makna lawan dari perempuan (jenis kelamin). Kata Banyak, mempunyai makna tidak sedikit (jumlahnya). Juga, mempunyai makna selalu demikian halnya (kadang-kadang untuk menguatkan makna yang ada di depannya. Kata Tak, yang juga berarti tidak, mempunyai makna tiada. Dan kata Jujur, yang mempunyai makna lurus hati, tidak curang.


(61)

Jadi makna yang terkandung dalam bait pertama, baris kedua adalah penyanyi ingin menegaskan kembali dari baris pertama, bahwa memang kebanyakan kaum laki-laki itu tidak bisa dipercaya, tukang bohong, atau pendusta. Dari kalimat “Mulut Lelaki banyak juga tak jujur” dapat diketahui bahwa yang bisa dikatakan memiliki hubungan paradigmatik yaitu tak jujur, kata tak jujur menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘mulut’; ‘lelaki’; ‘banyak’; ‘juga’, kata tak jujur dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan ‘mulut’; ‘lelaki’; ‘banyak’; ‘juga’. Kata tak jujur menghasilkan rangkaian yang membentuk sintagma, dan melalui cara ini tak jujur bisa dikatakan memiliki hubungan paradigmatik dengan bohong.

Bait pertama baris ketiga

Bila sakit hati wanita bisanya nangis

Pada kalimat tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat sebuah konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Bila sakit hati wanita bisanya nangis” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu, sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Bila sakit hati wanita bisanya nangis”.

Language-nya merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam judul “Bila sakit hati wanita bisanya nangis”, yaitu ‘bila’; ‘sakit’; ‘hati’; ‘wanita’; ‘bisanya’; ‘nangis’. Parole-nya


(62)

sendiri terletak pada kalimat yang menjadi baris judul dari lagu tersebut, yaitu “Bila sakit hati wanita bisanya nangis”. Pada baris “Bila sakit hati wanita bisanya nangis” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘bila’; ‘sakit’; ‘hati’; ‘wanita’; ‘bisanya’; ‘nangis’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Bila sakit hati wanita bisanya nangis” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Baris kalimat “Bila sakit hati wanita bisanya nangis” tidak akan menjadi “Bila sakit hati wanita bisannya nangis” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata ‘bila’; ‘sakit’; ‘hati’; ‘wanita’; ‘bisanya’; ‘nangis’, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda yang bermakna dalam baris kalimat, karena tidak adanya sebuah kata yang membentuk sebuah kalimat.

Dan secara denotasi arti kata dari bait pertama baris ketiga adalah sebagai berikut:

Kata Bila, mempunyai makna waktu. Sakit, mempunyai makna berasa tidak nyaman pada tubuh atau bagian tubuh, penderitaan atau menderita sesuatu yang mendatangkan rasa tidak nyaman pada tubuh atau bagian tubuh (karena alat-alat pada tubuh atau bagian tubuh terganggu hingga tidak dapat bekerja sebagai mestinya, ini banyak sekali sebabnya). Hati, mempunyai makna suatu bagian isi perut yang merah kehitam-hitaman warnanya, terletak di sebelah kanan perut besar, gunanya untuk mengambil sari-sari makanan di dalam darah, dan menghasilkan empedu. Wanita, yang juga berarti perempuan (tetapi konteksnya lebih halus). Bisa, mempunyai makna dapat, boleh, dan atau mungkin. Dan mendapatkan akhiran –nya (bisanya), yang berarti hanya bisa, atau cuma bisa.


(63)

Sedangkan kata Nangis, (yang menurut kata dasar sebenarnya adalah “tangis”, dan lebih tepatnya adalah “menangis”) tetapi dibuat lebih singkat dan lebih berbau remaja, menjadi “nangis”, yang mempunyai makna melahirkan perasaan (sedih, kecewa, menyesal, dan sebagainya) dengan mengucurkan air mata (tersedu-sedu, menjerit-jerit, dan sebagainya).

Jadi makna yang terkandung dalam bait pertama, baris ketiga adalah bila kaum wanita yang mengalami sakit hati, atau patah hati biasanya hanya bisa menangis, karena mereka merasa bahwa hanya itu yang dapat dilakukan untuk mengatasi kesedihan dihatinya. Dari kalimat “Bila sakit hati wanita bisanya nangis”, dapat diketahui bahwa yang bisa dikatakan memiliki hubungan paradigmatik yaitu bila, kata bila menjadi bermakna sebab ia memang bisa dibedakan dengan ‘sakit’; ‘hati’; ‘wanita’; ‘bisanya’; ‘nangis’, kata bila dikombinasikan dengan elemen-elemen lainnya, kini digabungkan dengan ‘sakit’; ‘hati’; ‘wanita’; ‘bisanya’; ‘nangis’. Kata bila menghasilkan rangkaian yang membentuk sintagma, dan melalui cara ini bila bisa dikatakan memiliki hubungan paradigmatik dengan jika.

Kemudian dapat ditarik kesimpulan dari bait pertama tersebut mempunyai makna, penyanyi ingin menegaskan pada semua kaum perempuan agar tidak gampang menaruh kepercayaan dan terlalu yakin pada kaum laki-laki, karena kebanyakan laki-laki itu tidak bisa dipercaya, dan kelemahan dari kaum perempuan jika sudah patah hati atau mengalami putus cinta hanya bisa bersedih dan menangis. Karena kebanyakan dari kaum perempuan berpikir dengan


(64)

menggunakan perasaan daripada logika, dan sebaliknya kaum laki-laki berpikir lebih dengan menggunakan logika daripada perasaan.

3. Bait Kedua

Sudah Ku bilang jangan terlalu cinta Kalau patah hati siapa mau nolong

Seperti langit dan matahari tak bersatu lagi Bait kedua baris kesatu

Sudah Ku bilang jangan terlalu cinta

Pada kalimat tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat sebuah konsep mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda yang terletak pada setiap kata yang kemudian dirangkai menjadi baris kalimat yang menandakan bahwa dalam penanda “Sudah Kubilang jangan terlalu cinta” merupakan wujud dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu, sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Sudah Kubilang jangan terlalu cinta”.

Language-nya merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap kata yang tersusun dari baris kalimat dalam judul “Sudah Kubilang jangan terlalu cinta”, yaitu ‘sudah’; ‘Ku’; ‘bilang’; ‘jangan’; ‘terlalu’; ‘cinta’. Parole-nya sendiri terletak pada kalimat dari baris tersebut, yaitu “Sudah Kubilang jangan terlalu cinta”. Pada baris “Sudah Kubilang jangan terlalu cinta” merupakan baris kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ‘sudah’; ‘Ku’; ‘bilang’; ‘jangan’; ‘terlalu’; ‘cinta’. Sehingga menghasilkan sebuah baris kalimat “Sudah Kubilang jangan terlalu cinta” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat


(1)

Hal ini merupakan bentuk kepedulian terhadap sesama kaum perempuan yang memang selama ini selalu merasa dirinya lemah. Si pencipta lagu (Melly Goeslaw) ingin mengajak semua kaum perempuan agar dapat terbebas dari belenggu yang menyiksa, dan semua ini kebanyakan berasal dari kaum laki-laki yang merasa dirinya paling kuat, dan tangguh di segala hal, dan leluasa menyiksa (secara lahir dan batin) kaum perempuan.

Dalam bait ketiga yang berupa reff itu terdiri dari tiga baris kalimat, yaitu baris kesatu berupa kalimat “hey ladies jangan mau dibilang lemah”, baris kedua berupa kalimat “kita juga bisa menipu dan menduakan”, dan baris ketiga berupa kalimat “bila wanita sudah beraksi dunia hancur”.

Dan dalam baris keempat yang masih berupa reff itu terdiri dari tiga baris kalimat, yaitu baris kesatu berupa kalimat “hey ladies sekarang cinta pakai otak”, baris kedua berupa kalimat “jangan mau rugi hati juga rugi waktu”, dan baris ketiga berupa kalimat “bila dia merayumu ingat semua bohong”.

Makna dari bait ketiga dan keempat adalah satu ungkapan dari seorang perempuan yang ditujukan kepada kaum perempuan lainnya agar jangan terlihat lemah di depan laki-laki, jangan mau terkena tipu daya dari seorang laki-laki, jika sekarang dalam menjalani kehidupan percintaan tidak hanya sekedar cinta saja, tetapi juga harus menggunakan akal pikiran dan logika agar tidak mudah terjebak oleh rayuan “gombal” para lelaki, dan perempuan tersebut juga mengatakan bahwa “bila wanita sudah beraksi dunia hancur”, yang artinya jika perempuan juga bisa beraksi atau berdiri sendiri, juga bisa kuat dan tangguh seperti kaum


(2)

laki-laki, jadi diharapkan perempuan tersebut (pencipta lagu) agar tidak mengganggap remeh kaum perempuan.

Berdasarkan pemaknaan yang terdapat pada bait ketiga dan kempat, yang berupa reff tersebut menunjukkan kekuatan perempuan yang ditampilkan pada sepenggal lirik lagu tersebut, dalam sepenggal lirik tersebut, dijelaskan bahwa perempuan mampu melakukan tindakan yang biasanya dilakukan oleh kaum laki-laki, seperti contohnya pada kalimat “kita juga bisa menipu dan menduakan”. Dan pada sosok perempuan feminisme juga siap untuk “menaklukan dunia”, jika ada kaum laki-laki yang berniat untuk merayu atau membohonginya. Di bait ini perempuan seolah ingin memberontak bahwaa sesungguhnya perempuan juga bisa kuat, tegas, dan bertindak sesuka hatinya.

Hal ini sangat bertentangan dengan kondisi yang sesungguhnya dari seorang perempuan yang ada di masyarakat, bahwa seorang perempuan yang baik adalah perempuan yang mempunyai kepasrahan, rela menderita demi orang lain, kemanjaan dan tergantung pada laki-laki, lembut dan tidak tegas, pendamping suami, pengasuh anak-anak serta pengurus dapur. Karena perempuan sendiri menerimanya sebagai hal yang biasa dan laki-laki sendiri menganggap hal itu benar. Stereotype seperti inilah yang merendahkan martabat kaum perempuan, sehingga bagi perempuan yang rela menderita, akan dengan mudah terbelenggu kedalam kekuasaan patriarki.

Selanjutnya pada baris kelima yang berupa penutup dari lagu itu terdiri dari empat baris kalimat, yaitu baris kesatu berupa kalimat “memanglah tak semua laki-laki busuk”, baris kedua berupa kalimat “namun ladies tetaplah harus


(3)

waspada”, baris ketiga berupa “semogalah kita semua”, dan baris keempat berupa kalimat “akhirnya mendapatkan cinta yang tulus”.

Makna dari bait yang terakhir ini, adalah berupa sebuah pesan atau nasehat dari si pencipta yang diperuntukkan kepada semua perempuan, bahwa tertnyata tidak semua laki-laki itu bersikap semena-mena terhadap kaum perempuan walaupun itu hanya beberapa saja, dan ada sebait doa dan harapan dalam baris terakhir tersebut, yaitu kata “semogalah kita semua akhirnya mendapatkan cinta yang tulus”, hal ini dimaksudkan agar para kaum perempuan tidak perlu takut dan khawatir bahwa dirinya tidak bisa mendapatkan orang yang mengerti dan cinta sepenuhnya terhadap dirinya, karena pada suatu saat orang yang diharapkan itu pasti datang (laki-laki).


(4)

 


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Fiske, John, 2004. Cultural and Communicaton Studies, Yogyakarta : Jalasutera.

Kriyantono, Rachmat, M.Si, S.Sos, 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi : Disertai Contoh Praktis Riset Media, Perubahan Public Relation, Advertising, Komunikasi Pemasaran, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Moleong, Lexy, 1995. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Peteda, Mansoer, DR. Prof, 2001. Semantik Leksikal, Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.

Sobur, Alex, 2006. Semiotika Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Tong, Rosemarie Putnam, 2004. Feminist Thought : Pengantar Paling

Komprehensif kepada Arus Utama Pemikiran Feminis, Yogyakarta : Jalasutera.

Van Zoest, Art, 1993. Semiotika Tentang Tanda Cara Bekerjanya dan Apa yang Kita Lakukan Dengannya, Jakarta : Yayasan Sumber Agung.

Non Buku :

Rahmawati, Dian, 2003. Penggambaran Perempuan Dalam Lirik Lagu, Skripsi, Surabaya : FIA, Jurusan Ilmu Komunikasi UPN “Veteran” Jatim Surabaya.

Hanni, Rizky Naila, 2002. Penggambaran Perempuan Dalam Lirik Lagu, Skripsi, Surabaya : FIA, Jurusan Ilmu Komunikasi UPN “Veteran” Jatim Surabaya.

Prameswari, Undaka, 2005. Pemaknaan Lirik Lagu “Negara” Iwan Fals, Skripsi, Surabaya : FISIP, Jurusan Ilmu Komunikasi UPN “Veteran” Jatim Suarabaya.


(6)

Internet :

(http ://kunci.or.id/esai/nws/08/representasi.htm). (http ://mantagisme.com/2007/06/html).

88