PEMAKNAAN LIRIK LAGU”JANGAN BILANG SIAPA-SIAPA”(Studi Semiologi Pemaknaan Lirik Lagu”Jangan Bilang Siapa-siapa” yang dipopulerkan oleh aura Kasih feat.Aliya Sachi.

(1)

PEMAKNAAN LIRIK LAGU

“JANGAN BILANG SIAPA-SIAPA”

(Studi Semiologi Lirik Lagu “Jangan Bilag Siapa-Siapa” yang

Dipopulerkan Oleh Aura Kasih Feat. Aliya Sachi)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperolah

Gelar Sarjana pada FISIP UPN :”Veteran” Jawa Timur”

 

 

 

 

 

 

 

 

Oleh :

GEDE HUGHIE PUTRA ATMAJA

NPM.0543010181

YAYASAN KESEJAHTERAAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWATIMUR

FAKULAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis tujukan kepada Allah SWT. Yang telah melimpahkan karunia serta kenikmatan yang tak terhingga, sehingga penulis berkesempatan menimba ilmu hingga jenjang Perguruan Tinggi. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Ir.H Didiek Tranggono, Msi,selaku dosen pembimbing utama yang telah meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan kepada penulis. Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul PEMAKNAAN LIRIK LAGU”JANGAN BILANG SIAPA-SIAPA” (Studi Semiologi Lirik Lagu”Jangan Bilang Siapa-Siapa” yang Dipopulerkan oleh Aura Kasih feat. Aliya Sachi) penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan berbagai pihak. Adapun penulis sampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Allah SWT. Karena karunia kesehatan baik secara fisik maupun mental yang diberikaNya.

2. Ibu Dra.Ec.Hj.Suparwati, Msi, selaku DEKAN Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

3. Bapak Ir.H Didiek Tranggono, Msi, selaku dosen pembimbing utama yang telah meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan kepada penulis.

4. Bapak Juwito, selaku ketua jurusan Ilmu Komunikasi

5. Bapak Syaifuddin Zuhri, Msi, selaku sekertaris jurusan Ilmu Komunikasi

6. Dosen-dosen Ilmu Komunikasi Terima kasih buat semua ilmunya.

7. Seluruh staf dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran”Jawa Timur yang telah memberikan ilmunya kepada penulis


(3)

1. Orang tua penulis yang memberikan dorongan semangat bagi penulis baik secara moril dan materiil.

2. Saudara penulis, Made Grita, Komang Della yang telah memberikan semangat.

3. Nurizky Yuliana, terima kasih buat perhatiannya.

4. Dwi sSetyo, Adit, Pay, Mashudi, dan teman-teman kuliah yang selalu mendukung

5. Pakde dan Bude yang selalu mendukung dalam penyelesaian skripsi ini

6. Teman-teman sewaktu SMA

7. Teman-teman angkatan 2004, 2005, dan 2006 yang memberikan masukan kepada penulis selama kuliah

8. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-satu oleh penulis.

Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan-kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Demikian sedikit prakata dari penulis, apabila dalam penyampaian dan penulis terdapat kesalahan, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Terima kasih.

Surabaya, Maret 2010

Penulis  


(4)

                           

 

DAFTAR ISI

 

       

                Halaman

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii

KATA PENGANTAR... …..iv

DAFTAR ISI...v

DAFTAR GAMBAR...vi


(5)

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 9

1.3. Tujuan Masalah... 9

1.4. Kegunaan Penelitian... 10

BAB II. KAJIAN PUSTAKA... 11

2.1.Landasan Teori... 11

2.1.1.Definisi Cinta...11

2.1.2.Lirik Lagu... 13

2.1.3.Musik... 14

2.1.4.Definisi Perselingkuhan... 15

2.1.4.1.Macam-macam Perselingkuhan... 16

2.1.5.Semiotika dan Semiologi Komunikasi... 17

2.1.6. Semiologi Roland Barthes... 19

2.1.6.1.Kode Pembacaan... 28

2.1.7.Kerangka Berfikir... 30


(6)

3.1. Metode Penelitian... 33

3.1.1.Unit Analisis... 34

3.1.2.Corpus... 34

3.2.Teknik Pengumpulan data... 37

3.3.Metode Analisis Data... 37

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 4.1.Gambaran Umum Obyek Penelitian... 39

4.2.Lirik lagu”Jangan Bilang Siapa-Siapa” menurut semiologi Roland Barthes... 41

4.3.Penyajian dan Pemaknaan Data... 43

4.3.1. Penyajian Data... 43

4.3.2. Pemaknaan Data... 44

4.3.3. Pemaknaan Lirik Lagu”Jangan Bilang Siapa-Siapa”... 6

BAB V. KESIMPULAN... 66

5.2. Saran... 67

DAFTAR PUSTAKA... 68

LAMPIRAN

     


(7)

ABTRAKSI

GEDE HUGHIE PUTRA ATMAJA, PEMAKNAAN LIRIK LAGU”JANGAN BILANG SIAPA-SIAPA”(Studi Semiologi Pemaknaan Lirik Lagu”Jangan Bilang Siapa-siapa” yang dipopulerkan oleh aura Kasih

feat.Aliya Sachi

Musik merupakan hasil budaya manusia yang menarik diantara banyak budaya yang lain, dikatakan menarik karena musik memegang peranan yang sangat banyak di berbagai bidang. Seperti ini jika di lihat dari sisi psikologinya, musik kerap menjadi sarana kebutuhan manusia dalam hasrat akan seni dan berkreasi. Melalui lagu sebagaimana bahasa, dapat menjadi media komunikasi. Sebab lewat lirik lagu berusaha menyampaikan apa yang ingin diungkapkan. Pesan yang disampaikan oleh seorang pencipta lagu tentunya tidak berasal dari luar diri pencipta lagu tersebut. Bersumber pada pola pikirannya serta kerangka acuan (frame of reference) dan pengalaman (field of experience) sebagai hasil interaksinya dengan lingkungan sosial di sekitarnya. Dalam lirik lagu”Jangan Bilang Siapa-Siapa”yang dibawakan oleh Aura Kasih feat. Aliya Sachi, dalam lagu tersebut menggambarkan tentang perselingkuhan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna perselingkuhan dalam lirik lagu”Jangan Bilang Siapa-Siapa-“yang dibawakan oleh Aura Kasih

feat.Aliya Sachi.

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian bersifat kualitatif-interpretasi semiotik dari Roland Barthes, Yaitu metode signifikasi dua tahap (two order of signification). Yang dianalisis menggunakan lima macam kode pembacaan menurut Barthes, Yaitu kode hermeneutik, kode semik, kode simbolik, kode proaretik, kode kultural untuk pemaknaan sebuat tanda sehingga dapat mengetahui tanda denotatif dan tanda konotatifnya.

Melalui pandangan Roland Barthes tersebut kemudian dijelaskan lewat penafsiran menggunakan teori perspektif perselingkuhan yang pada akhirnya akan di tarik suatu makna yang sebenarnya tentang perselingkuhan. Dalam tahap kedua dari tanda konotatif akan muncul mitos yang menandai masyarakat yang berkaitan dengan budaya sekitarnya.

Gambaran umum obyek penelitian dijabarkan tentang latar belakang pencipta lagu dalam menciptakan sebuah lagu tersebut. Dalam menjabarkan lirik lagu ini terdapat makna atau tanda perselingkuhan,


(8)

dimana sang pencipta ini adalah pelaku yang melakukan hubungan tanpa status

Kesimpulan dari lirik lagu”Jangan Bilang Siapa-Siapa”yang dibawakan oleh Aura Kasih feat.Aliya Sachi sebagaimana kita saling dapat menjaga hubungan yang harmonis itu adalah pasangan yang jujur dengan keadaanya karena telah memiliki pasangan hidup semati dan telah memiliki keluarga yang harmonis.

Kata kunci : Pemaknaan, lirik lagu Jangan Bilang Siapa-Siapa yang dipopulerkan oleh Aura Kasih feat.Aliya Sachi


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Musik adalah suara atau bunyi-bunyian yang diatur menjadi satu yang menarik dan menyenangkan. Dengan kata lain musik dikenal sebagai sesuatu yang terdiri dari atas nada dan ritme yang mengalun secara teratur. Musik juga memainkan peran dalam evolusi manusia, dibalik perilaku dan tindakan manusia terdapat pikiran dan perkembangan ini dipengaruhi oleh musik. Seni musik merupakan salah satu seni untuk menyampaikan ekspresi. Ekspresi yang disampaikan sekarang ini bukan hanya mengandung unsur keindahan seperti tema-tema percintaan, namun belakangan ini banyak tercipta tema-tema yang berisi permasalahan sosial dan realitas yang ada pada masyarakat. Musik dapat tercipta karena didorong oleh kondisi sosial, politik, dan ekonomi masyarakat, musik juga diilhami oleh perilaku umum masyarakat, dan sebaliknya perilaku umum masyarakat dapat terilhami oleh musik tertentu. Perilaku umum masyarakat dapat berupa permasalahan sosial, peristiwa monumental, kebutuhan dan tuntutan bersama, kritikan ataupun harapan yang diidamkan Rachmawati dalam ( Ayuningtyas, 2006:9 ).

Pada masa ini oleh masyarakat, musik populer diberi arti:musik yang mudah diterima oleh kebanyakan orang dan untuk karenanya masyarakat banyak yang menyukainya (Sumaryo dalam Setianingsih, 2002:26). Beberapa jenis musik yang didasarkan pada manfaat agar diketahui lebih dalam adalah:


(10)

1. Musik Klasik : ada sedikit pergeseran makna, seperti terjadi pula pada nama ataupun istilah lain. Ada tiga taksiran mengenai musik klasik yang sering digunakan.

a. Pertama : Musik Klasik adalah jenis musik terkenal yang dibuat atau diciptakan jauh di masa lalu, tetapi disukai, dimainkan dan diminati orang sepanjang masa sampai sekarang

b. Kedua : Musik Klasik ialah jenis musik yang lahir atau diciptakan oleh komponis-komponis pada masa klasik, yaitu masa sekitar tahun 1750-1800.

c. Ketiga : Musik Klasik adalah jenis musik yang dibuat pada masa sekarang, tetapi mengambil gaya, corak, ataupun teknik yang terdapat pada musik klasik dari pengertian pertama dan kedua.

2. Musik Jazz : Jenis musik yang dianggap lahir di New Orleans, Amerika Serikat, pada awal abad ini. Merupakan perpaduan antara teknik dan peralatan musik Eropa, khususnya Perancis, dengan irama bangsa negro asal Afrika Barat, di perkebunan-perkebunan kapas, New Orleans Selatan.

3. Musik Keroncong : Jenis musik dimana dalam musik ini dipergunakan peralatan dan pernadaan musik Barat, yang dimainkan dan dinyanyikan dengan gaya musik tradisi kita yang sudah ada sebelumnya. Misal : permainan alat penumbuk padi, kentongan, angklung, dan lain-lain.

4. Musik Populer : Jenis musik yang selalu memasukkan unsur-unsur ataupun cara-cara baru yang sedang disukai, atau diharapkan akan disukai oleh pendengar dewasa ini. Tujuanya adalah memperoleh ledakan popularitas sebesar mungkin dan secepat mungkin. Walaupun dua atau tiga tahun kemudian tak ada lagi yang bisa mendengarkanya. Musik populer merupakan suatu bidang yang mempunyai perkembangan tersendiri. Sifat-sifat perkembangannya itu kadang-kadang menuju kearah perkembangan artistik musikal, tapi yang masih mendapat simpati dari masyarakat banyak.


(11)

Meski disebut musik populer, dari pemain-pemainya tetap diminta syarat musikalitas. Makin tinggi nilai musikalnya, makin baik. Pemain musik populer tidak begitu merasa ’tegang’ seperti pemain musik seriosa. Yang dimaksud ’tegang’ disini ialah suatu rasa tekanan atau ketegangan mental, yang disebabkan antara lain adanya konsentrasi yang penuh agar dapat memainkan musiknya sebaik-baiknya. (Sumaryo dalam Rachmawati, 2000:29).

Lagu merupakan salah satu budaya manusia yang menarik diantara budaya-budaya manusia yang lain. Dikatakan menarik karena mempunyai alasan yang salah satunya adalah ia dapat mempersatukan berbagai jenis manusia dari kultur yang berbeda. Lagu identik dengan musik, dan musik adalah bahasa dunia. Banyak hal menarik yang dapat diamati dari budaya yang satu ini. Dari sisi psikologis humanistis, lagu/musik bisa menjadi sarana untuk memenuhi salah satu kebutuhan manusia dalam pemenuhannya akan hasrat seni. Melalui musik, manusia sebagai homovalens atau makhluk yang memiliki keinginan, memiliki kemampuan untuk menyalurkan identifikasinya terhadap kebudayaan. Dari sisi sosial, lagu bias disebut sebagai cermin dari tatanan social yang ada dalam masyarakat saat dimana lagu tersebut diciptakan. Dari sisi ekonomi, lagu merupakan sebuah komoditi yang sangat mengunungkan. (Rakhmat, 1993:19).

Pada dasarnya lagu juga merupakan kegiatan komunikasi. Karena didalamnya terdapat proses penyampaian pesan dari si pencipta lagu kepada khalayak pendengarnya. Pesan yang terkandung dalam sebuah lagu merupakan representasi dari pikiran ataupun perasaan dari si pencipta lagu sebagai orang yang mengirim pesan. Konsep pesan ini dapat berupa ungkapan-ungkapan dari perasaan senang, sedih, atau marah, juga dapat berupa pendapat seperti pujian atau bahkan kritik akan sesuatu hal.

Komuikasi sebagai proses penyampaian pesan dapat dikatakan komunikatif (komunikasi yang efektif) apabila para peserta komunikasi dapat


(12)

memahami makna dari pesan yang dikomunikasikan, hal ini mengacu pada pemikiran bahwa suatu pesan dalam bentuk system tanda merupakan hasil penurunan makna dari si pembuat pesan.

Dari membaca atau menyanyikan suatu lirik lagu yang dibuat oleh seorang pencipta lagu, seseorang dapat melihat tanggapan si pencipta terhadap beberapa hal disekelilingnya. Dan bila ditelusuri lebih dalam karyanya, dapat dilihat pandangan hidup dan pola pikir si pencipta lagu. Proses penciptaan lirik lagu dapat terjadi berdasarkan pengalaman-pengalaman si pencipta dengan dunia sekitarnya. Dapat pula dari hasil perenungan si pencipta terhadap suatu gejala yang dilihat atau yang dirasakannya. Hasil perenungan itu kemudian di komunikasikan/ disampaikan kepada orang lain dengan cara menuangkanya ke dalam bentuk sistem tanda komunikasi yang merupakan teks yang berupa lirik lagu sebagai pesan komunikasi. Dengan mengamati hasil karya lirik lagu, juga dapat diketahui bagaimana pencipta lirik lagu memandang dan mengungkapkan gejala yang ada di masyarakat. Pengungkapan tersebut tentunya dengan gaya, cara dan sudut pandang si pencipta yang bersangkutan.

Jadi sebuah lirik lagu bukanlah rangkaian kata-kata indah semata, tetapi lebih dari itu lirik lagu merupakan representasi dari realitas yang dilihat atau dirasakan oleh si pencipta. Realita inilah yang mengilhami seorang pencipta dalam membuat lirik lagu. Salah satu realitas yang ada di masyarakat kita saat ini dan yang menarik perhatian penulis adalah fenomena .

Apakah penelitian pragmatis semiotika musik sebaiknya tidak dilaksanakan atas dasar musik pop? Musik pop sebetulnya merupakan bagian terpenting diantara sekian banyak cabang seni pertunjukan. Musik ini digandrungi oleh setiap lapisan masyarakat. Namun ironisnya, musik ini, seperti dikatakan Michael Hari Sasongko, justru jarang mendapatkan pembahasan komprehensif dalam penelitian musik di Indonesia (Kompas,19 Mei 2002).


(13)

Tanda sebenarnya representasi dari gejala yang memiliki sejumlah kriteria seperti : nama(sebutan), peran, fungsi dan tujuan, keinginan. Tanda tersebut berada pada kehidupan manusia, maka ini berarti tanda dapat pula berada pada kebudayaan manusia dan menjadi sistem tanda yang mengatur kehidupannya. Oleh karenanya tanda-tanda itu (yang berada pada sistem tanda) sangatlah akrab dan bahkan melekat pada kehidupan manusia yang penuh makna (meaningful action) seperti teraktualisasi pada bahasa, religi, seni sejarah, ilmu pengetahuan (Budianto dalam Sobur,2006:124).

Fenomena baru yang harus dihadapi masyarakat atas renggangnya perkawinan. Terkadang kita tak ingin mempercayakan rahasia kita kepada teman-teman, karena saat kita bercerita, mereka mungkin saja memberikan senyum sinis, memutar-mutar mata, bahkan merasa bosan mendengarkannya. Bukannya melegakan jiwa kita atau mendapatkan solusi, kita malahan tambah jengkel karenanya.

Ada juga rahasia-rahasia pernikahan yang tidak ingin kita ceritakan pada teman-teman karena terlalu menyakitkan, terlalu mengancam, atau terlalu mengerikan. Biasanya hal itu melibatkan ketidaksetiaan terhadap hubungan antarpernikahan, padahal jika Anda menikah, kepercayaan antara satu sama lain seharusnya sudah menjadi sesuatu yang mutlak. Rahasia-rahasia tersebut, misalnya, dia asyik nonton film porno padahal seharusnya ia menjaga bayi saat Anda harus keluar rumah. Atau dia terlalu membosankan di tempat tidur sampai-sampai Anda harus pura-pura terpuaskan. Atau Anda diam-diam menempelkan alat GPS di mobilnya supaya tahu ke mana dia pergi. Atau, Anda tak pernah berpikir Anda adalah pihak yang berselingkuh.

Perselingkuhan juga tambah marak karena ada akses. Teknologi digital adalah salah satu pemicunya. Dengan adanya email, SMS, ponsel, dan internet, berhubungan dengan pasangan selingkuh jadi sangat mudah dan murah. Saat ini,


(14)

di Amerika Serikat orang dewasa bisa dengan mudah mengakses situs internet seperti AshleyMadison.com, situs yang menyediakan tempat untuk orang-orang yang sudah menikah yang ingin punya affair. Memang hal itu cukup berbahaya, karena setiap inovasi teknologi yang mempermudah perselingkuhan juga membuat si peselingkuh mudah tertangkap. Tetapi tetap saja, semua kecanggihan itu menarik lebih banyak lagi perbuatan dosa.

Perselingkuhan akhir-akhir ini menjadi bahan perbincangan yang menarik dan santer, sebab perselingkuhan itu sendiri tidak hanya didominasi oleh para pria, tetapi juga wanita di segala lapisan dan golongan, bahkan tidak memandang usia. Sebenarnya fenomena ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar seperti halnya Jakarta, tetapi juga di kota-kota kecil atau pun di daerah. Masalahnya, berita-berita mengenai perselingkuhan lebih banyak disorot di kota besar karena di kota besar seperti halnya Jakarta segala sesuatu lebih transparan termasuk dalam hal batasan norma-norma. Di kota besar seperti Jakarta, segala hal bisa bersifat relatif; artinya, segala sesuatu tidak bisa dinilai dari satu sudut pandang saja. Demikian pula halnya dengan perselingkuhan yang belakangan ini makin marak dibicarakan orang.

Sanny Aura Syahrani adalah nama lengkap yang dimiliki aura kasih, mengeluarkan album perdananya yang bertema sedikit nakal yaitu “malaikat penggoda” dengan single hitsnya yaitu Mari bercinta. Lagu ini dikenal dengan single dance-hall.

Penyanyi solo Aura Kasih ini meluncurkan lagu dengan Aliya Sachi yang berjudul jangan bilang siapa-siapa. Mereka nampak sepasang gadis seksi dalam video klipnya.

Dalam lirik lagu “Jangan Bilang Siapa-Siapa” yang di populerkan oleh Aura Kasih feat. Aliya Sachi ini menggambarkan orang yang di khianati oleh pasanganya sendiri dengan bercinta dengan orang ke tiga. Dan orang ke tiga tidak


(15)

ingin pasangannya mengetahui hubungan tersebut. Dikatakan jangan bilang siapa-siapa karena dia sedang bercinta oleh orang lain

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan semiologi Roland Barthes. Metode Roland Barthes menekankan pada interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvesi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of significationI”, mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman kutural dan personal), hingga menghasilkan suatu interpretasi mengenai bagaimana nasionalisme kebangsaan diinterpretasikan dalam lirik lagu ”Indonesiaku”.

. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan sebuah studi semiologi agar dapat mengetahui makna dalam lirik lagu “Jangan Bilang Siapa-Siapa” yang dibawakan Aura Kasih feat. Aliya Sachi

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan sebuah studi semiologi untuk mengetahui makna dalam lirik lagu ”Jangan Bilang Siapa-Siapa” yang dibawakan oleh Aura kasih feat.Aliya Sachi

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana makna lirik lagu ”Jangan Bilang Siapa-Siapa” yang dibawakan oleh Aura Kasih feat. Aliya Sachi?


(16)

Dari perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dsdalam penelitian ini adalah untuk mengetahui makna lirik lagu ”Jangan Bilang Siapa-Siapa” yang dibawakan oleh Aura Kasih feat.Aliya Sachi.

1.4. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan praktis

Diharapkan dapat membantu pembaca dalam memahami makna tentang lirik lagu ”Jangan Bilang Siapa-Siapa yang dibawakan oleh Aura Kasih feat.Aliya Sachi

2. Kegunaan teoritis

Sebagai acuan serta menambah referensi perpustakaan khususnya ilmu komunikasi kepada para peneliti yang lain


(17)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 2.1.1Definisi Cinta

Cinta adalah sebuah perasaan ingin membagi secara bersama-sama atau sebuah perasaan afeksi terhadap seseorang. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi atau kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain baik berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, memberikan kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apa saja yang diinginkan objek tersebut.

Menurut Sujadi (1984: 40) tentang kehidupan manusia, khususnya mengenai cinta menggolongkan kedalam empat macam :

1. Cinta Agape, yakni cinta manusia kepada Tuhan

2. Cinta Philia, yakni cinta kepada kedua orang tua dan saudaranya. 3. Cinta Eros dan Amor, yakni cinta antara pria dan wanita

4. Cinta sesama, yakni perpaduan antara Agape dan Philia lebih dikenal sebagai rasa belas kasih.

Artikel M Anis Matta, “Pekerjaan Orang Kuat”, telah banyak dikutip di internet. Mengingat bagusnya isi di dalamnya, aku turut senang atas tersebarnya tausiyah tersebut. Hanya saja, aku agak kecewa ketika mendapati kutipan yang tidak lengkap, sehingga maknanya menjadi menyimpang. Diantaranya, ada kutipan: “Cinta dan perasaan dalam mencintai hanya akan melahirkan para pembual yang menguasai hanya satu keterampilan: menebar janji.” Padahal, yang


(18)

lengkap: “Cinta dan kepribadian adalah dua kata yang tumbuh bersama dan sejajar. Makin kuat kepribadian kita, makin mampu kita mencintai dengan kuat. Mengandalkan perasaan saja dalam mencintai hanya akan melahirkan para pembual yang menguasai hanya satu keterampilan: menebar janji.” (Nah, perhatikanlah perbedaannya!).

Sungguhpun demikian, aku tidak hendak memperpanjang masalah tidak lengkapnya kutipan itu. Di sini aku hendak mengajakmu untuk memperhatikan betapa selarasnya tausiyah Anis Matta tersebut (2004) dengan filsafat cintanya M Scott Peck dalam buku The Road Less Traveled (1985). (Anis Matta ialah seorang muslim Indonesia, politisi muda, lebih muda setahun dariku. Sedangkan M Scott Peck itu nonmuslim dari Amerika Serikat, seorang psikiater kawakan.)

Anis Matta menulis:

”Cinta adalah kata yang mewakili seperangkat kepribadian yang utuh: gagasan, emosi, dan tindakan. Gagasannya adalah tentang bagaimana membuat orang yang kita cintai tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik dan berbahagia karenanya. Ia juga emosi yang penuh kehangatan dan gelora karena seluruh isinya adalah semata-mata keinginan baik. Tapi ia harus mengejawantah dalam tindakan nyata. Sebab gagasan dan emosi tidak merubah apa pun dalam kehidupan kita kecuali setelah ia menjelma jadi aksi.”

http://muhshodiq.wordpress.com/2009/01/21/cinta-sejati-ala-anis-matta-dan-m-scott-peck/


(19)

Pengertian cinta dalam kamus Funk dan Wagnalis,yaitu:

”Cinta adalah suatu emosi atau perasaan yang kompleks dan kuat yang dibangkitkan oleh sesuatu, seseorang atau suatu kausalitas yang menyebabkan seseorang menghargai, senang serta mengharapkan kehadiran si objek dan menyenangkan atau meningkatkan kesejahteraan objek tersebut, kerinduan atau keramahan jiwa terhadap sesuatu yang dipahami dan dipandang baik atau sempurna dari berbagai sudut pandang yang dalam bermacam hubungan, perasaan sayang atau kasih sayang yang kuat yang dicurahkan terhadap seseorang.” (Issac dalam Ridho, 2000:20,Lukita, 16)./8/7

2.1.2. Lirik Lagu

Lirik lagu di era sekarang merupakan sebuah kunci utama, meski tidak dipungkiri sentuhan musik tidak kalah pentingnya untuk menghidupkan lagu tersebut secara keseluruhan. Link merupakan sebuah energi yang mampu mengungkapkan banyak hal. Hampir sebagian besar lirik lagu-lagu Indonesia memuat berbagai peristiwa atau perasaan emosi yang dilihat, didengar dan dirasakan oleh si pencipta lagu. Ada yang menyuarakan perasaan cinta yang mengharu biru, ada pula menuangkan protes dan kontrol sosial. Apapun jenis musiknya, lirik lagu cinta tetap dominandari waktu ke waktu. Para pencipta lagu pun lebih memprioritaskan lagu-lagu bertema cinta. Para pencipta lagu pun berpendapat bahwa tema cinta adalah universal, bisa diterima siapa saja, tidak heran apabila banyak grup musik atau penyanyi yang memakai konsep pembuatan lirik semacam itu.


(20)

Perkembangan lirik lagu di Indonesia sudah mulai muncul sejak setelah merebut kemerdekaan. Pada paruhan pertama dasawarsa 1950-an. Pada waktu masih dilakukan yang dinamakan ”musikalisasi syair” yaitu menggarap komposisi-komposisi lagu terhadap puisi-puisi yang terlebih dahulu dicitpakan oleh penyair terpandang (Rachmawati,2000:42).

2.1.3 Musik

Sistem tanda musik adalah oditif, namun untuk mencapai pendengarnya, penggubah musik dalam mempersembahkan kreasinya dengan perantara pemain musik dalam bentuk sistem tanda perantara tertulis. Bagi semiotikus musik, adanya tanda-tanda perantara, yakni musik yang dicatat dalam partitur orkestra. Hal ini sangat memudahkan dalam menganalisis karya musik sebagai teks. Itukah sebabnya mengapa penelitian musik terarah pada sintaksis.

Meski demikian, tidak ada semiotika tanpa semantik. Jadi, juga tidak ada semiotik musik tanpa semantik musik. Semantik musik, bisa dikatakan harus senantiasa membuktikan hak kehadirannya ( Van Zoest, 1993: 120-121).

2.1.4 Definisi perselingkuhan

Perselingkuhan adalah hubungan pribadi di luar nikah, yang melibatkan sekurangnya satu orang yang berstatus nikah, dan didasari oleh tiga unsur: (1) saling ketertarikan (2) saling ketergantungan (3) saling memenuhi secara emosional dan seksual.


(21)

Perselingkuhan tidak selalu berarti hubungan yang melibatkan kontak seksual. Sekalipun tidak ada kontak seksual, tetapi kalau sudah ada saling ketertarikan, saling ketergantungan, dan saling memenuhi di luar pernikahan, hubungan semacam itu sudah bisa kita kategorikan sebagai perselingkuhan.

Ada beberapa tahapan perselingkuhan, yaitu :

Tahapan ketertarikan, yang terdiri dari ketertarikan secara fisik atau pun emosional. Karena tertarik pada seseorang, mulailah kita bercakap-cakap dan menjalin hubungan dengannya.

Setelah itu, kita mulai merasa tergantung dengannya. Kita merasa membutuhkan dia. Saat dia tidak hadir, kita merasa tidak nyaman, sehingga kita mulai menanti-nantikan dia.

Setelah rasa ketergantungan, mulailah proses saling memenuhi. Kita dengan dia merasa saling memenuhi kebutuhan emosional masing-masing. Misalnya, yang satu punya problem dengan keluarganya, lalu diceritakan kepada rekan yang dapat memenuhi kebutuhan emosionalnya, dan terus berlanjut. Biasanya, kalau ada unsur-unsur ini, hanya tinggal masalah waktu untuk terjadinya hubungan seksual antara kedua orang tersebut.

Perselingkuhan secara garis besar ada 2 macam. Pertama, yang terjadi secara temporer, yaitu yang disebut orang Jakarta sebagai "jajan" atau "main-main perempuan". Perselingkuhan jenis ini tidak melibatkan unsur-unsur di atas. Kedua, yang lebih umum, yaitu perselingkuhan yang terjadi secara permanen, dalam pengertian sudah ada jalinan atau kontak batin, ada


(22)

saling bagi emosi satu sama lain. Perselingkuhan jenis ini tidak mudah diputuskan, karena pasangan selingkuh tersebut dicintai. Mereka benar-benar sudah menjalin hubungan yang intim dan akrab, sehingga untuk memutuskannya terasa sangat sulit sekali.

2.1.4.1 Macam Perselingkuhan

Pertama, yang terjadi secara temporer, yaitu yang disebut orang sebagai "jajan" atau "main-main perempuan / main-main lelaki".Perselingkuhan jenis ini tidak melalui tahapan perselingkuhan.

Kedua, yaitu perselingkuhan yang terjadi secara permanen, dalam pengertian sudah ada jalinan atau kontak batin, ada saling bagi emosi satu sama lain. Perselingkuhan jenis ini tidak mudah diputuskan, karena pasangan selingkuh tersebut dicintai. Mereka benar-benar sudah menjalin hubungan yang intim dan akrab, sehingga untuk memutuskannya terasa sangat sulit sekali.

2.1.5 Semiotika dan Semiologi Komunikasi

Kata ’semiotika’ itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti ’tanda’ atau ’seme’ yang berarti ’penafsir tanda’. Semiotika sendiri berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika.

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji suatu tanda. Tanda adalah perangkat-perangkat yang kita pakai dalam upaya mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah masyarakat dan hidup bersama


(23)

manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal nama objek itu hendak berkomunikasi , tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Kurniawan dalam Sobur, 2004: 15)

Bagi seseorang yang tertarik dengan semiotik, maka tugas utamanya adalah mengamati (observasi) terhadap fenomena-gejala di sekelilingnya melalui berbagai tanda yang dilihatnya. Tanda sebenarnya representasi dari gejala yang memiliki sejumlah kriteria seperti : nama (sebutan), peran, fungsi, tujuan, keinginan.

Menurut Littejohn (1996:64) dalam Sobur (2001:15) tanda-tanda (signs) adalah basis dari seluruh komunikasi dengan sesamanya. Tanda-tanda adalah perangkat yang dipakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama manusia.

Semiotika seperti kata Lechte (2001:191) adalah teori tentang tanda dan penandaan. Lebih jelasnya lagi, semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana signs “tanda-tanda” dan berdasarkan pada sign system (code) (Segers, 2000:4). Hjelmslev (dalam Chistomy, 2001:7) mendefinisikan tanda sebagai “suatu keterhubungan antara wahana ekspresi (expression plan) dan wahana isi (content plant). Charles Morris menyebutkan semiosis sebagai suatu “proses tandanya”, yaitu proses ketika sesuatu merupakan tanda bagi beberapa


(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 2.1.1Definisi Cinta

Cinta adalah sebuah perasaan ingin membagi secara bersama-sama atau sebuah perasaan afeksi terhadap seseorang. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi atau kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain baik berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, memberikan kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apa saja yang diinginkan objek tersebut.

Menurut Sujadi (1984: 40) tentang kehidupan manusia, khususnya mengenai cinta menggolongkan kedalam empat macam :

1. Cinta Agape, yakni cinta manusia kepada Tuhan

2. Cinta Philia, yakni cinta kepada kedua orang tua dan saudaranya. 3. Cinta Eros dan Amor, yakni cinta antara pria dan wanita

4. Cinta sesama, yakni perpaduan antara Agape dan Philia lebih dikenal sebagai rasa belas kasih.

Artikel M Anis Matta, “Pekerjaan Orang Kuat”, telah banyak dikutip di internet. Mengingat bagusnya isi di dalamnya, aku turut senang atas tersebarnya tausiyah tersebut. Hanya saja, aku agak kecewa ketika mendapati kutipan yang tidak lengkap, sehingga maknanya menjadi menyimpang. Diantaranya, ada kutipan: “Cinta dan perasaan dalam mencintai hanya akan melahirkan para pembual yang menguasai hanya satu keterampilan: menebar janji.” Padahal, yang


(25)

lengkap: “Cinta dan kepribadian adalah dua kata yang tumbuh bersama dan sejajar. Makin kuat kepribadian kita, makin mampu kita mencintai dengan kuat. Mengandalkan perasaan saja dalam mencintai hanya akan melahirkan para pembual yang menguasai hanya satu keterampilan: menebar janji.” (Nah, perhatikanlah perbedaannya!).

Sungguhpun demikian, aku tidak hendak memperpanjang masalah tidak lengkapnya kutipan itu. Di sini aku hendak mengajakmu untuk memperhatikan betapa selarasnya tausiyah Anis Matta tersebut (2004) dengan filsafat cintanya M Scott Peck dalam buku The Road Less Traveled (1985). (Anis Matta ialah seorang muslim Indonesia, politisi muda, lebih muda setahun dariku. Sedangkan M Scott Peck itu nonmuslim dari Amerika Serikat, seorang psikiater kawakan.)

Anis Matta menulis:

”Cinta adalah kata yang mewakili seperangkat kepribadian yang utuh: gagasan, emosi, dan tindakan. Gagasannya adalah tentang bagaimana membuat orang yang kita cintai tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik dan berbahagia karenanya. Ia juga emosi yang penuh kehangatan dan gelora karena seluruh isinya adalah semata-mata keinginan baik. Tapi ia harus mengejawantah dalam tindakan nyata. Sebab gagasan dan emosi tidak merubah apa pun dalam kehidupan kita kecuali setelah ia menjelma jadi aksi.”

http://muhshodiq.wordpress.com/2009/01/21/cinta-sejati-ala-anis-matta-dan-m-scott-peck/


(26)

Pengertian cinta dalam kamus Funk dan Wagnalis,yaitu:

”Cinta adalah suatu emosi atau perasaan yang kompleks dan kuat yang dibangkitkan oleh sesuatu, seseorang atau suatu kausalitas yang menyebabkan seseorang menghargai, senang serta mengharapkan kehadiran si objek dan menyenangkan atau meningkatkan kesejahteraan objek tersebut, kerinduan atau keramahan jiwa terhadap sesuatu yang dipahami dan dipandang baik atau sempurna dari berbagai sudut pandang yang dalam bermacam hubungan, perasaan sayang atau kasih sayang yang kuat yang dicurahkan terhadap seseorang.” (Issac dalam Ridho, 2000:20,Lukita, 16)./8/7

2.1.2. Lirik Lagu

Lirik lagu di era sekarang merupakan sebuah kunci utama, meski tidak dipungkiri sentuhan musik tidak kalah pentingnya untuk menghidupkan lagu tersebut secara keseluruhan. Link merupakan sebuah energi yang mampu mengungkapkan banyak hal. Hampir sebagian besar lirik lagu-lagu Indonesia memuat berbagai peristiwa atau perasaan emosi yang dilihat, didengar dan dirasakan oleh si pencipta lagu. Ada yang menyuarakan perasaan cinta yang mengharu biru, ada pula menuangkan protes dan kontrol sosial. Apapun jenis musiknya, lirik lagu cinta tetap dominandari waktu ke waktu. Para pencipta lagu pun lebih memprioritaskan lagu-lagu bertema cinta. Para pencipta lagu pun berpendapat bahwa tema cinta adalah universal, bisa diterima siapa saja, tidak heran apabila banyak grup musik atau penyanyi yang memakai konsep pembuatan lirik semacam itu.


(27)

Perkembangan lirik lagu di Indonesia sudah mulai muncul sejak setelah merebut kemerdekaan. Pada paruhan pertama dasawarsa 1950-an. Pada waktu masih dilakukan yang dinamakan ”musikalisasi syair” yaitu menggarap komposisi-komposisi lagu terhadap puisi-puisi yang terlebih dahulu dicitpakan oleh penyair terpandang (Rachmawati,2000:42).

2.1.3 Musik

Sistem tanda musik adalah oditif, namun untuk mencapai pendengarnya, penggubah musik dalam mempersembahkan kreasinya dengan perantara pemain musik dalam bentuk sistem tanda perantara tertulis. Bagi semiotikus musik, adanya tanda-tanda perantara, yakni musik yang dicatat dalam partitur orkestra. Hal ini sangat memudahkan dalam menganalisis karya musik sebagai teks. Itukah sebabnya mengapa penelitian musik terarah pada sintaksis.

Meski demikian, tidak ada semiotika tanpa semantik. Jadi, juga tidak ada semiotik musik tanpa semantik musik. Semantik musik, bisa dikatakan harus senantiasa membuktikan hak kehadirannya ( Van Zoest, 1993: 120-121).

2.1.4 Definisi perselingkuhan

Perselingkuhan adalah hubungan pribadi di luar nikah, yang melibatkan sekurangnya satu orang yang berstatus nikah, dan didasari oleh tiga unsur: (1) saling ketertarikan (2) saling ketergantungan (3) saling memenuhi secara emosional dan seksual.


(28)

Perselingkuhan tidak selalu berarti hubungan yang melibatkan kontak seksual. Sekalipun tidak ada kontak seksual, tetapi kalau sudah ada saling ketertarikan, saling ketergantungan, dan saling memenuhi di luar pernikahan, hubungan semacam itu sudah bisa kita kategorikan sebagai perselingkuhan.

Ada beberapa tahapan perselingkuhan, yaitu :

Tahapan ketertarikan, yang terdiri dari ketertarikan secara fisik atau pun emosional. Karena tertarik pada seseorang, mulailah kita bercakap-cakap dan menjalin hubungan dengannya.

Setelah itu, kita mulai merasa tergantung dengannya. Kita merasa membutuhkan dia. Saat dia tidak hadir, kita merasa tidak nyaman, sehingga kita mulai menanti-nantikan dia.

Setelah rasa ketergantungan, mulailah proses saling memenuhi. Kita dengan dia merasa saling memenuhi kebutuhan emosional masing-masing. Misalnya, yang satu punya problem dengan keluarganya, lalu diceritakan kepada rekan yang dapat memenuhi kebutuhan emosionalnya, dan terus berlanjut. Biasanya, kalau ada unsur-unsur ini, hanya tinggal masalah waktu untuk terjadinya hubungan seksual antara kedua orang tersebut.

Perselingkuhan secara garis besar ada 2 macam. Pertama, yang terjadi secara temporer, yaitu yang disebut orang Jakarta sebagai "jajan" atau "main-main perempuan". Perselingkuhan jenis ini tidak melibatkan unsur-unsur di atas. Kedua, yang lebih umum, yaitu perselingkuhan yang terjadi secara permanen, dalam pengertian sudah ada jalinan atau kontak batin, ada


(29)

saling bagi emosi satu sama lain. Perselingkuhan jenis ini tidak mudah diputuskan, karena pasangan selingkuh tersebut dicintai. Mereka benar-benar sudah menjalin hubungan yang intim dan akrab, sehingga untuk memutuskannya terasa sangat sulit sekali.

2.1.4.1 Macam Perselingkuhan

Pertama, yang terjadi secara temporer, yaitu yang disebut orang sebagai "jajan" atau "main-main perempuan / main-main lelaki".Perselingkuhan jenis ini tidak melalui tahapan perselingkuhan.

Kedua, yaitu perselingkuhan yang terjadi secara permanen, dalam pengertian sudah ada jalinan atau kontak batin, ada saling bagi emosi satu sama lain. Perselingkuhan jenis ini tidak mudah diputuskan, karena pasangan selingkuh tersebut dicintai. Mereka benar-benar sudah menjalin hubungan yang intim dan akrab, sehingga untuk memutuskannya terasa sangat sulit sekali.

2.1.5 Semiotika dan Semiologi Komunikasi

Kata ’semiotika’ itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti ’tanda’ atau ’seme’ yang berarti ’penafsir tanda’. Semiotika sendiri berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika.

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji suatu tanda. Tanda adalah perangkat-perangkat yang kita pakai dalam upaya mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah masyarakat dan hidup bersama


(30)

manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal nama objek itu hendak berkomunikasi , tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Kurniawan dalam Sobur, 2004: 15)

Bagi seseorang yang tertarik dengan semiotik, maka tugas utamanya adalah mengamati (observasi) terhadap fenomena-gejala di sekelilingnya melalui berbagai tanda yang dilihatnya. Tanda sebenarnya representasi dari gejala yang memiliki sejumlah kriteria seperti : nama (sebutan), peran, fungsi, tujuan, keinginan.

Menurut Littejohn (1996:64) dalam Sobur (2001:15) tanda-tanda (signs) adalah basis dari seluruh komunikasi dengan sesamanya. Tanda-tanda adalah perangkat yang dipakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama manusia.

Semiotika seperti kata Lechte (2001:191) adalah teori tentang tanda dan penandaan. Lebih jelasnya lagi, semiotika adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana signs “tanda-tanda” dan berdasarkan pada sign system (code) (Segers, 2000:4). Hjelmslev (dalam Chistomy, 2001:7) mendefinisikan tanda sebagai “suatu keterhubungan antara wahana ekspresi (expression plan) dan wahana isi (content plant). Charles Morris menyebutkan semiosis sebagai suatu “proses tandanya”, yaitu proses ketika sesuatu merupakan tanda bagi beberapa


(31)

organisme. Dari beberapa definisi di atas maka semiotika atau semiosis adalah ilmu atau proses yang berhubungan dengan tanda.

Pada dasarnya semiosis dapat dipandang sebagai suatu proses tanda yang dapat diberikan dalam istilah semiotika sebagai suatu hubungan antara lima istilah:

S (s, i, e, r, c)

S adalah untuk semiotic relation (hubungan semiotik); s untuk sign (tanda); i adalah interpreter (penafsir); e untuk effect atau pengaruh ; r untuk reference (rujukan); c untuk conteks (konteks) atau conditions (kondisi).

2.1.6 Semiologi Roland Barthes

Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang getol mempraktikan model linguistik dan semiologi Saussurean. Ia juga intelektual dan kritikus sastra Perancis yang ternama, ekspones penerapan strukturalisme dan semiotika pada studi sastra. Barthes (2001:208) menyebutnya sebagai tokoh yang memainkan peranan central dalam strukturalisme tahun 1960-an dan 70-an. Barthes berpendapat bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Ia mengajukan pendapat ini dalam Writing Degree Zero (1953; terj. Inggris 1977) dan Critical Essays (1964; terj. Inggris 1972) (Sobur, 2004:63).


(32)

Sedangkan pendekatan karya strukturalis memberikan perhatian terhadap kode-kode yang digunakan untuk menyusun makna. Strukturalisme merupakan suatu pendekatan yang secara khusus memperhatikan struktur karya atau seni. Fenomena kesastraan dan estetika didekati sebagai sistem tanda-tanda (Budiman, 2003:11).

Linguistik merupakan ilmu tentang bahasa yang sangat berkembang menyediakan metode dan peristilahan dasar yang dipakai oleh seseorang semiotikus dalam. mempelajari semua sistem-sistem sosial lainnya. Semiologi adalah ilmu tentang bentuk, sebab ia mempelajari pemaknaan secara terpisah dari kandungannya (Kurniawan, 2001:156). Di dalam semiologi, seseorang diberikan kebebasan di dalam memaknai sebuah tanda.

Dalam pengkajian tekstual, Barthes menggunakan analisis naratif struktural yang dikembangkannya. Analisis naratif struktural secara metodologis berasal dari perkembangan awal atas apa yang disebut linguistik struktural sebagaimana perkembangan akhirnya dikenal sebagai semiologi teks atau semiotika. Jadi secara sederhana analisis naratif struktural dapat disebut juga sebagai semiologi teks karena memfokuskan diri pada naskah. Intinya sama yakni mencoba memahami makna suatu karya dengan menyusun kembali makna-makna yang tersebar dengan suatu cara tertentu (Kurniawan, 2001:89).

Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan


(33)

tataran kedua yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya (Sobur, 2004:68-69).

Sastra merupakan contoh paling jelas sistem pemaknaan tataran kedua yang dibangun di atas bahasa sebagai sistem yang pertama. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut konotatif, yang dalam Mythologies-nya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama Barthes menggambarkannya dalam sebuah peta tanda:

Gambar 2.1 Peta Tanda Roland Barthes

1. Signifier (penanda) 2. Signified (petanda)

3. Denotative (tanda denotative)

4. Connotative Signifier (petanda konotatif) 5. Connotative

signified (Petanda Konotatif) 6. Connotative sign (tanda konotatif)

Sumber: Paul Cobley & Litza Jansa, 1999 dalam Alex Sobur, 2004:69

Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotative (3) terdiri atas penanda (l) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan tanda denotative adalah juga petanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsure material: hanya jika Anda mengenal tanda “singa”, barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin (Cobley & Janz, 1999:51 dalam Sobur, 2004:69).

Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak hanya sekedar memiliki makna tambahan. Namun, juga mengandung makna kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Sesungguhnya, inilah


(34)

sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi Sasurre, yang hanya berhenti pada tatanan denotatif.

Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dimengerti oleh Barthes. Dalam pengertian umum, denotasi biasanya dimengerti sebagai makna harfiah, makna yang “sesungguhnya”, bahkan kadang kala juga dirancukan dengan referensi atau acuan. Proses signifikasi yang secara tradisional disebut sebagai denotasi ini biasanya mengacu pada penggunaan bahasa dengan arti yang sesuai dengan apa yang terucap. Akan tetapi, di dalam semiologi Roland Barthes dan para pengikutnya, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama sementara, sementara konotasi merupakan tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan keterutupan makna dan dengan demikian, sensor atau represi politis. Sebagai reaksi yang paling ekstrim melawan keharfiahan denotasi yang bersifat opresif ini, Barthes mencoba menyingkirkan dan menolaknya. Baginya, yang ada hanyalah konotasi semata-mata. Penolakan ini mungkin terasa berlebihan, namun ia tetap berguna bagi sebuah koreksi atas kepercayaan bahwa makna “harfiah” merupakan sesuatu yang bersifat alamiah (Budiman, 1999:22 dalam Sobur, 2004:0-71).

Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebut sebagai “mitos”, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. (Budiman, 2001:28 dalam Sobur, 2004:1). Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda. Namun, sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai


(35)

pemaknaan tataran kedua. Di dalam mitos pula petanda dapat memiliki beberapa penanda, sehingga dalam praktiknya terjadilah pemunculan sebuah konsep secara berulang-ulang dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Mitologi mempelajari bentuk-bentuk tersebut (Sobur, 2004:71).

Menurut Bertens (2001) tanda adalah suatu kesatuan dari suatu bentuk penanda atau petanda. Penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Jadi penanda adalah aspek material dari bahasa; apa yang dikatakan, apa yang didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran atau konsep. Jadi Petanda adalah aspek mental dari bahasa. Yang harus diperhatikan adalah bahwa dalam tanda bahasa yang konkret kedua unsur tersebut tidak dapat dilepaskan. Tanda bahasa selalu mempunyai dua segi signifier (penanda) dan signified (petanda). Suatu penanda tanpa petanda tidak berarti apa-apa dan karena itu tidak merupakan tanda. Sebaliknya suatu petanda, tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda, petanda atau yang ditandakan itu termasuk tanda sendiri dan dengan demikian merupakan suatu faktor linguistik. “Penanda dan Petanda merupakan, seperti dua sisi dari sehelai kertas” (Sobur, 2004:46). Setiap tanda kebahasaan, menurut Saussure pada dasarnya menyatukan sebuah konsep dan suatu citra suara (sound image), bukan menyatakan sesuatu sebagai nama. Suara yang muncul dari sebuah kata yang diucapkan merupakan penanda (signifier), sedang konsepnya adalah petanda (signified). Dua unsur ini tidak dapat dipisahkan, memisahkannya hanya akan menghancurkan “kata” tersebut (Sobur, 2004:47).


(36)

Semiologi Roland Barthes tersusun atas tingkatan-tingkatan sistem bahasa. Umumnya Barthes membuatnya dalam dua tingkatan bahasa, bahasa pada tingkat pertama adalah sebagai objek dan bahasa tingkat kedua yang disebut sebagai metabahasa. Bahasa ini merupakan suatu sistem tanda yang memuat penanda dan petanda tingkat pertama sebagai petanda baru nada taraf yang lebih tinggi. Sistem tanda pertama kadang disebutnya sebagai konotasi atau sistem retoris atau mitologi. Fokus kajian Barthes terletak pada sistem tanda tingkat kedua atau metabahasa (Kurniawan, 2001:115).

Tatanan penandaan pertama adalah landasan kerja Saussure. Tatanan ini menggambarkan relasi antara penanda dan petanda di dalam tanda, dan antara tanda dengan referennya dalam realitas eksternal. Barthes menyebut tatanan ini sebagai denotasi. Hal ini mengacu pada anggapan umum, maka jelaslah tentang tanda. Sebuah contoh foto tentang keadaan jalan mendenotasi jalan tertentu; kata jalan mendenotasi jalan tertentu; kata jalan mendenotasi jalan pertokoan yang membentang diantara bangunan (Fiske, 2006:118). Denotasi menurut Barthes merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, dan lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna (Sobur, 2004:70).

Konotasi dan Metabahasa adalah cerminan yang berlawanan satu sama lain. Metabahasa adalah operasi yang membentuk mayoritas bahasa-bahasa ilmiah yang berperan sistem riil, dan dipahami sebagai petanda di luar kesatuan penanda-penanda asli, diluar alam deskriptif. Sedangkan konotasi meliputi bahasa-bahasa yang sifat utamanya sosial dalam hal pesan


(37)

literatur memberi dukungan bagi makna kedua dari sebuah tatanan artifisila atau ideologis secara umum (Kuniawan, 2001:68).

Mengenai bekerjanya tanda dalam tatanan kedua adalah melalui mitos. Mitos biasanya mengacu pada pikiran bahwa mitos itu keliru, namun pemakaian yang biasa itu adalah bagi penggunaan oleh orang yang tak percaya. Barthes menggunakan mitos sebagai seorang yang percaya dalam artiannya orisinal. Mitos adalah cerita yang digunakan suatu kebudayaan untuk menjelaskan atau memahami beberapa aspek dari realitas suatu alam. Mitos primitive berkenaan dengan hidup dan mati, manusia dan dewa, baik dan buruk. Mitos kita yang lebih bertaktik-taktik adalah tentang maskulinitas dan feminitas, tentang keluarga, tentang keberhasilan atau tentang ilmu. Bagi Barthes, mitos merupakan cara berfikir dari suatu kebudayaan tentang sesuatu, cara untuk mengkonseptualisasikan atau memahami sesuatu. Barthes memikirkan mitos sebagai mata rantai dari konsep-konsep terkait. Bila konotasi merupakan pemaknaan tatanan kedua dari petanda, maka mitos pemaknaan tatanan kedua dari petanda (Fiske, 2006:121).

Gambar 2.2 Dua Tatanan Petandaan Barthes sumber: Fiske, 2006 121- 123

Pada tatanan kedua, sistem tanda dari tatanan pertama disisipkan ke dalam sistem nilai budaya.

 

Denotasi 

  Penanda

 

Konotasi 

 

Mitos  bentuk


(38)

Barthes menegaskan bahwa cara kerja pokok mitos adalah untuk menaturalisasikan sejarah. Ini menunjukkan kenyataan bahwa mitos sebenarnya merupakan produk kelas sosial yang mencapai dominasi melalui sejarah tertentu. Mitos menunjukkan maknanya sebagai alami, dan bukan bersifat historis atau sosial. Mitos memistifikasi atau mengaburkan asal-usulnya sehingga memiliki dimensi, sambil menguniversalisasikannya dan membuat mitos tersebut tidak bisa diubah, tapi juga cukup adil (Fiske, 2006:123).

Untuk membuat ruang atensi yang lebih lapang bagi deseminasi makna dan pluralitas teks, maka Barthes mencoba memilah-milah penanda-penanda pada wacana naratif ke dalam serangkaian fragmen ringkas dan berutun yang disebutnya sebagai leksi-leksia (lexias), yaitu satuan-satuan pembacaan (unit of reading) dengan panjang pendek yang bervariasi. Sepotong bagian teks yang apabila dibandingkan dengan teks lain disekitarnya adalah sebuah leksia. Akan tetapi sebuah leksia sesungguhnya bisa berupa apa saja, kadang hanya berupa satu-dua patah kata kadang kelompok kata, kadang beberapa kalimat, bahkan sebuah paragraph, tergantung pada ke”gampang”annya (convenience) saja. Dimensinya tergantung kepada kepekatan dari konotasi-konotasinya yang bervariasi sesuai dengan momen-momen teks. Dalam proses pembacaan teks, leksia-leksia tersebut dapat ditemukan baik pada tataran kontak pertama diantara pembaca dan teks maupun pada saat satuan-satuan itu dipilah-pilah sedemikian rupa sehingga diperoleh aneka fungsi pada tatanan-tatanan pengorganisasian yang lebih tinggi (Budiman, 2003:54).


(39)

Dalam memaknai sebuah “teks” kita akan dihadapkan pada pilihan-pilihan pisau analisis mana yang bisa kita pakai dari sekian jumlah, pendekatan yang begitu melimpah. Ketika kita sampai pada pilihan tertentu semestinya “setia” dengan satu pilihan, namun bisa juga mencampuradukkan dengan beberapa pilihan tersebut, tergantung kepentingan dari tujuan “pembaca” dalam membeda pembacaannya. Bisa pula benar-benar hanya memfokuskan pada teks dan “melupakan” sang pengarang, “pembaca” kemudian dapat melakukan interpretasi terhadap suatu karya.

Dalam hal ini “pembacalah” yang memberikan makna dan penafsiran. “Pembaca” mempunyai kekuasaan absolut untuk memaknai sebuah hasil karya (lirik lagu) yang dilihatnya, bahkan tidak harus sama dengan maksud pengarang. Semakin cerdas pembaca itu menafsirkan, semakin cerdas pula karya lirik dalam lagu itu memberikan maknanya. Wilayah kajian “teks” yang dimaksud Barthes memang sangat luas, mulai bahasa verbal seperti karya sastra hingga fashion atau cara berpakaian. Barthes melihat seluruh produk budaya merupakan teks yang bisa dibaca secara otonom dari pada penulisnya.

2.1.6.1 Kode Pembacaan

Segala sesuatu yang bermakna tergantung pada kode. Menurut Roland Barthes di dalam teks setidaknya beroperasi lima kode pokok yang di dalamnya semua penanda tekstual (baca: leksia) dapat dikelompokkan. Setiap atau masing-masing leksia


(40)

dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari lima buah kode ini. Kode-kode ini menciptakan sejenis jaringan. Adapun kode-kode pokok tersebut yang dengannya seluruh aspek tekstual yang signifikasi dapat dipahami, meliputi aspek sintagmatik dan semantik sekaligus, yaitu menyangkut bagaimana bagian-bagiannya berkaitan satu sama lain dan terhubung dengan dunia luar teks.

Lima kode yang ditinjau oleh Barthes adalah kode herneutika (kode teka-teki), kode proretik, kode budaya, kode semik, dan kode simbolik. (Kurniawan, 200l:69).

1. Kode Hermeneutika atau kode teka-teki berkisar pada harapan untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode teka-teki merupakan unsur terstruktur yang utama dalam narasi tradisional. Di dalam narasi ada suatu kesinambungan antara permunculan suatu peristiwa teka-teki dan penyelesaian di dalam cerita. (Sobur, 2004:65).

2. Kode Proaetik atau kode tindakan/lakuan dianggapnya sebagai perlengkapan utama teks yang dibaca orang; artinya, antara lain, semua teks yang bersifat naratif (Sobur, 2004:66). 3. Kode Gnomik atau kode cultural (budaya) banyak jumlahnya.

Kode ini merupakan acuan teks ke benda-benda yang sudah diketahui dan di kodifikasi oleh budaya. Menurut Barthes, realisme tradisional didefinisi oleh acuan kea pa yang telah diketahui. Rumusan suatu budaya atau sub budaya adalah hal-hal kecil yang telah dikodifikasikan (Sobur, 2004:66).


(41)

4. Kode semik atau konotatif banyak menawarkan banyak sisi. Dalam proses pembacaan, pembaca menyusun tema suatu teks. Ia melihat bahwa konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan konotasi kata atau frase yang mirip. Jika melihat kumpulan satuan konotasi melekat, kita menemukan suatu tema di dalam cerita. Perlu dicatat bahwa Barthes menganggap bahwa denotasi sebagai konotasi yang paling kuat dan paling “akhir” (Sobur, 2004: 65-66). 5. Kode simbolik (tema) merupakan aspek pengkodean fiksi

yang paling khas bersifat struktural, atau tepatnya menurut konsep Barthes, pascastruktural. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa makna berasal dari beberapa oposisi biner atau pembedaan baik dalam taraf bunyi menjadi fonem dalam proses produksi wicara, maupun taraf oposisi psikoseksual yang melalui proses (Sobur, 2004:66).

2.2 Kerangka Berfikir

Oleh karena latar belakang pengalaman (field of experience) dan pengetahuan (frame of reference) yang berbeda pada setiap individu tersebut. Dalam menciptakan sebuah pesan komunikasi, dalam hal ini pesan disampaikan dalam bentuk lagu, maka pencipta lagu juga tidak terlepas dari dua hal di atas.

Begitu juga peneliti dalam memaknai tanda dan lambang yang ada dalam obyek, juga berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki peneliti melakukan interpretasi terhadap tanda dan tambang berbentuk tulisan pada lirik lagu “Jangan Bilang Siapa-Siapa” dalam hubungannya dalam representasi


(42)

perselingkuhan dengan menggunakan metode semiologi dari Roland Barthez, sehingga akhirnya dapat diperoleh hasil dari interpretasi data mengenai representasi perselingkuhan tersebut.

Dari data-data berupa lirik lagu “Jangan Bilang Siapa-Siapa”, kata-kata dan rangkaian kata dalam lirik lagu tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan metode signifikasi dua tahap (two order of signification) dari Roland Barthez. Dimana pada tataran pertama tanda denotatif (denotative sign) terdiri atas penanda dan petanda (signifier signified) dan pada tataran kedua tanda denotatif (denotative sign) juga merupakan penanda konotatif (konotative signifier) sehingga muncul petanda konotatif (konotative signified) yang akan membentuk tanda konotatif (konotatif signifier) sehingga muncul petanda konotatif (konotative sign). Dalam tahap kedua dari tanda konotatif akan muncul mitos yang menandai masyarakat yang berkaitan dengan budaya sekitar. Kemudian teks akan dimaknai dengan menggunakan lima macam kode Barthenz, yaitu kode hemeunitik, kode semik, kode simbolik, kode proaetik, dan kode kultural untuk pemaknaan melalui pembacaan dari kode-kode tersebut akan di ungkap substansi dari pesan dibalik lirik lagu “Jangan Bilang Siapa-Siapa”.


(43)

Lirik Lagu “Jangan Bilang Siapa-Siapa” Aura Kasih

feat Aliya Sachi

Analisis semiologi Roland Barthes :

5 kode yaitu hermenuetik, semik, simbolik, proaretik

dan cultural

Representasi dari pembacaan kode – kode yang ada di dalam Lagu

“Jangan Bilang Siapa-Siapa” Aura Kasih feat

Aliya Sachi

Gambar 2.3

Bagan kerangka pikir peneliti tentang representasi Lagu “Jangan Bilang Siapa-Siapa” Aura Kasih feat Aliya Sachi


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.

Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Dengan data yang digunakan adalah data kualitatif (data yang tidak terdiri atas angka-angka), melainkan berupa pesan-pesan verbal (tulisan) yang terdapat dalam lirik lagu “Jangan Bilang Siapa-Siapa” oleh Aura Kasih feat Aliya Sachi. Data-data kualitatif tersebut berusaha diinterpretasikan dengan rujukan, acuan, atau referensi-referensi secara ilmiah.

Penelitian kualitatif ini menggunakan metode kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat peneliti dan yang diteliti. Dan yang ketiga, metode ini lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola yang dihadapi (Moleong, 2002:5).

Metode yang digunakan di dalam penelitian ini bersifat kualitatif-interpretative, penelitian ini akan mendekonstruksi tanda-tanda dengan menggunakan metode semiotik dari Roland Barthes, yaitu metode signifikasi dua tahap (two order signification). Dimana pada tataran pertama tanda denotatif (denotative sign) terdiri atas penanda dan petanda (signifier signified) dan pada tataran kedua, tanda denotatif (denotative sign) juga merupakan penanda konotatif (konotative signifier) sehingga muncul petanda konotatif (konotative signified)


(45)

yang membentuk tanda konotatif (konotative sign). Dalam tahap kedua dari tanda konotatif akan muncul mitos yang menandai masyarakat yang berkaitan dengan budaya sekitar.

Melalui pandangan dari Roland Barthes tersebut, kemudian dijelaskan lewat penafsiran dengan menggunakan teori perspektif nasionalisme. Yang pada akhirnya akan dapat ditarik suatu makna nasionalisme yang tersirat dari lirik lagu tersebut. Sesuai dengan definisi nasionalisme itu sendiri, yaitu faham yang menunjukkan bahwa kesetiaan dari setiap individu atau negara ditujukan kepada kepribadian bangsanya.

Dengan menggunakan paradigma konstruktivisme, analisis semiotika bersifat kualitatif, jenis penelitian ini memberi peluang besar bagi dibuatnya interpretasi-interpretasi alternatif (Sobur, 2001:147).

3.1.

Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah tanda-tanda berupa tulisan terdiri atas kata-kata yang membentuk kalimat yang menjadi latar belakang dalam merepresentasi orang ke tiga dalam lirik lagu “Jangan Bilang Siapa-Siapa”

3.2.

Corpus

Corpus adalah sekumpulan bahan yang terbatas yang ditentukan pada perkembanganya, oleh analisis dengan semacam kesamaan bersifat sehomogen mungkin (Kurniawan,2001:70). Sifat yang homogen ini diperlukan untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya dapat dianalisis sebagai keseluruhan. Tetapi sebagai analisis, corpus itu bersifat terbuka pada konteks yang beraneka ragam sehingga memungkinkan untuk memahami banyak aspek dari sebuah teks yang tidak dapat ditangkap atas dasar suatu analisis yang bertolak dari


(46)

unsur tertentu yang terpisah dan berdiri sendiri dari teks yang bersangkutan (Arkoun dalam Achmad,2001:53). Kelebihan adalah bahwa mendekati teks kita tidak didahului oleh para anggapan atau interpretasi tertentu sebelumnya.

Corpus adalah suatu himpunan terbatas atau juga “berbatas” dari unsur yang memiliki sifat bersama atautunduk pada aturan yang sama karena itu dapat dianalisis sebagai keseluruhan (Akroun dalam Achmad, 2001:43). Sedangkan Corpus dalam penelitian ini adalah lirik lagu dengan judul “Jangan Bilang Siapa-Siapa” dari “Aura kasi feat Aliya Sachi”.

Alasan pengambilan lagu diatas sebagai corpus adalah karena dalam lirik lagu tersebut memuat tentang perselingkuhan. Selain itu dalam lirik lagu ini, pencipta memposisikan dirinya menduakan cintanya dengan orang lain. Dengan menggunakan kata “Aku” sebagai pelaku dalam cerita tersebut. Dengan mengangkat dirinya sebagai subyek dalam lirik lagu dalam melakukan penghayatan dan mengekspresikan perasaannya ke dalam lagu tersebut. Lirik lagu “Jangan Bilang Siapa-Siapa” selengkapnya sebagai berikut:

Jangan bilang siapa-siapa

kita sedang bercinta

Ini semua rahasia

Antara

kita berdua


(47)

Karna kamu dan aku

Sudah ada yang punya

Aku tak ingin mereka

Jadi sakit hatinya

**

Bila kau benar-benar sayang padaku

Bila kau benar-benar cinta

Kita jalani saja semuanya

Jangan banyak bertanya

***

Bila kau benar-benar sayang padaku

Bila kau benar-benar cinta

Sudah tutup saja mulutmu itu

Jangan bilang siapa-siapa

Tahukah didalam hatiku

Hanya ada dirimu

Yang selalu merindukanmu

Saat ku bersamanya


(48)

Back to ***

Jangan bilang siapa-siapa 3x

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data di dalam penelitian ini berasal dari data primer dan sekunder yang diproleh dari:

1. Data primer: data yang dikumpulkan oleh peneliti, berwujud tulisan yaitu lirik lagu yang berjudul “Jangan Bilang Siapa-Siapa” yang dipopulerkan oleh Aura Casi feat Aliya Sachi

2. Data sekunder : data yang berasal dari bahan-bahan referensi seperti buku, artikel dan data dari internet yang berhubungan dengan objek kajian yang diteliti.

3.4.Metode Analisis Data

Peneliti mengiterpretasikan teks dalam lirik lagu “Jangan Bilang Siapa-Siiapa”, serta menyimpulkan berbagai makna mengenai bagaimana perselingkuhan digambarkan dalam lirik lagu tersebut. Dari lirik lagu terdiri dari judul dan reff inilah yang kemudian akan dianalisis dalam penelitian ini dengan menggunakan pandangan dari Roland Barthes yaitu metode signifikasi dua tahap (two order of signification) yang dianalisis menggunakan lima macam kode pembacaan menurut Roland barthes, yaitu kode hermeneutik, kode semik, kode simbolik, kode proaretik, dan kode kultural untuk pemaknaan sebuah tanda sehingga akan mengetahui tanda denotatif dan tanda konotatifnya.


(49)

Melalui pandangan dari Roland Barthes tersebut kemudian dijelaskan lewat penafsiran dengan menggunakan teori perspektif perselingkuhan yang pada akhirnya akan dtarik suatu makna yang sebenarnya tentang perselingkuhan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.

Gambaran Umum Obyek Penelitian

Melangkah ke industria rekaman tak semudah membalikkan telapak tangan. Mengantongi sehumlah prestasi yang memuaskan. Sanny Aura Syahrani atau lebih dikenal sebagai Aura Kasih adalah penyanyi pendatang baru dalam kancah musik Indonesia. Darah kelahiran Bandung, 23 Febuari 1988 merilis álbum perdananya, MALAIKAT PENGGODA pada tahun 2008. Finalis Miss Indonesia 2007 mewakili provinsi Lampung ini mengunggulkan lagu Mari Bercinta pada álbum pertamanya. Lagu ini dikenal dengan single dance-hall.

Selain Mari Bercinta, lagu lain yang ada dalam albumnya adalah Harta Cinta, Tergila Padamu, Memori, Long Distance, Demi Cinta, Mata Keranjang, Diantara Kita, Ke Puncak Asmara, dan Cinta Mati.

Kehadiran Aura di belantikan musik Indonesia memang menjanjikan sesuatu yang baru. Tak hanya dari perfomance, lirik dan jenis lagu yang disuguhkan pun beraneka ragam. Influence bermusik Aura datang dari Baby Charm, Bounty Killer, Lady saw, Shaggy, Dawn Pen, The Aggrolites dan masih banyak lagi. Walaupun baru merilis álbum, tapi Aura


(51)

mendapat sambutan baik. Gadis seksi ini patut merasa bangga karena terpilih sebagai MTV HOT SEAT ARTIST bulan Maret dan April 2008.

(http://music.detikhot.com/readprofile/341)

Anak dari Jajad Sugiyatna ini pernah dikabarkan dekat dengan vokalis Samsons, Bams Samsons, juga dengan Pasha Uangu dan Ariel Peterpan. Meskipun Semuanya dibantah gadis yang turut membintangi film ASMARA DUA DIANA yang dirilis Desember 2008.

Di debut film perdananya, Aura tak hanya berakting ia juga menyanyikan soundtrack-nya yang juga menjadi álbum keduanya PUNCAK ASMARA. Album yang dirilis pada 2009 ini menjagokan lagu Asmara dan Jangan Bilang Siapa-Siapa (duet dengan Aliya Sachi).

Daru layar lebar kini Aura merambah dunia sinetron. Ia bermain di AURA, di sini ia harus beradu akting dengan Fachri Albar dan Bertrand Antolin.

Awal 2010, menjadi awal yang kurang menyenangkan bagi aura. Akibat mangkir dari jadwal manggung di Makasar pada 15 januari, akhirnya pihak event organizar, Debindo Makasar akan menuntutnya dengan nilai yang cukup besar, yakni Rp 2,26 miliar. Menurut pihak manajemen, saat itu Aura sudah akan berangkat ke Makasar, tapi karena ada masalah dengan sang pacar, Kiki Haryanto, membuatnya tak jadi


(52)

berangkat. Hingga kini, pihak manajemennya pun tak tahu keberadaan Aura.

(http://selebriti.kapanlagi.com/indonesia/a/aura_kasih)

Lagu yang terdapat pada álbum ke 11 “Puncak Asmara” sebagai berikut :

1. Mata keranjang 11. Jangan Bilang Siapa-Siapa

2. Full Album.zip 12. Aku Hancur

3. Mari Bercinta.wmv 13. Tergila Padamu

4. Harta Cinta 14. Memori

5. Mari Bercinta 15. Diantara Kita

6. Long Distance 16. Cinta Mati

7. Tergila padamu 17. Demi Cinta

8. Demi Cinta 18. Asmara

9. Mata Keranjang 19. Sayang Kau Ada yang Punya


(53)

4.2.

Lirik Lagu”Jangan Bilang Siapa-Siapa” Menurut Semiologi

Roland Barthes

Salah satu area yang di rambah oleh Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran dari pembaca. Roland Barthes sebagai salah satu seorang pengikut Saussure membuat model sistematika dalam menganalisa makna dari tanda-tanda. Fokus perhatian Barthes lebih bertujuan pada gagasan tentang signifikasi dua tahap terhadap tanda (two step of signification).

Tahap pertama tanda merupakan hubungan antara signifier dan signified, Barthes menyebut sebagai denotasi, yaitu makna yang paling nyata dari tanda. Selanjutnya tahap kedua ialah makna konotasi dari tanda, hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Dengan kata lain denotasi adalah apa yang di gambarkan tanda terhadap suatu obyek, sedangkan konotasi adalah bagaimana cara menggambarkan (Fiske, 1990:72). Begitupun juga dengan lirik lagu “Jangan Bilang Siapa-Siapa”, signifikasi dua tahap (two

step of signification) yang di kemukakan berdasarkan barthes sebagai berikut :

1.Signifier(penanda):

Teks lirik lagu”Jangan Bilang Siapa-Siapa

2.Signified(petanda)

Konsep menurut kamus bahasa Indonesia

3.Denotative sign(tanda denotative): Kata-kata yang bermakna paling nyata 4.Connotative signifier :kata-kata yang bermakna paling nyata

5.Connotative signified : konsep baru yang muncul dari pembaca terhadap


(54)

kata-kata yang bermakna paling nyata 6.Connotative sign :kata-kata tersebut

adalah konsep pembaca

Gambar 4.1 Peta tanda Roland barthes

Dari peta Barthes diatas terlihat bahwa tanda denotative (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat yang bersamaan tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Jadi dalam konteks Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya (Sobur,2003:68-69)

4.3.

Penyajian dan Pemaknaan Data

4.3.1. Penyajian data

Judul lagu”Jangan Bilang Siapa-Siapa”yang mengandung arti sebenarnya dari suatu perbuatan karena dalam lirik lagu menunjukkan perselingkuhan. Sebagai contoh lirik, jangan bilang siapa-siapa, kita sedang bercinta, dan lain-lain, menjelaskan bahwa sedang melakukan perzinaan atau hubungan di luar nikah. Corpus dalam penelitian ini adalah lirik lagu”Jangan bilang Siapa-Siapa”.


(55)

kita sedang bercinta

Ini semua rahasia

Antara

kita berdua

*

Karna kamu dan aku

Sudah ada yang punya

Aku tak ingin mereka

Jadi sakit hatinya

**

Bila kau benar-benar sayang padaku

Bila kau benar-benar cinta

Kita jalani saja semuanya

Jangan banyak bertanya

***

Bila kau benar-benar sayang padaku

Bila kau benar-benar cinta

Sudah tutup saja mulutmu itu


(56)

Tahukah didalam hatiku

Hanya ada dirimu

Yang selalu merindukanmu

Saat ku bersamanya

Back to *, ** 2x

Back to ***

Jangan bilang siapa-siapa 3x

4.3.2. Pemaknaan data

Pemaknaan lirik lagu “Jangan Bilang Siapa-Siapa oleh peneliti dilakukan penjabaran makna tiap kalimat yang terdiri rangkaian kalimat. Tentunya dalam memaknai pesan terkandung dalam lirik lagu “Jangan Bilang Siapa-Siapa” berdasarkan pengetahuan (frame of reference) dan pengalaman (field of experience) dari peneliti. Setiap kata tentu mengandung suatu makna baik denitatif atau makna konotatif. Disini peneliti berpedoman pada kamus lengkap bahasa Indonesia. Untuk menentukan makna yang telah di sepakati tersebut.


(57)

Dalam lagu si pencipta menggunakan judul “Jangan Bilang Siapa-Siapa”yang menjelaskan hubungan tanpa status juga dapat merusak rumah tangga seseorang.

Leksia adalah satuan bacaan tertentu yang didapat dengan memotong-motong teks di dalam lirik “Jangan Bilang siapa-Siapa” sebagai objek dan bahan penelitian. Agar bisa mendapatkan dan menemukan makna-makna yang ada untuk diproduksikan dan di gambarkan oleh sang pembaca. Leksia ini dapat berupa satu kata, beberapa kata, satu kalimat, beberapa kalimat, satu paragraph dan beberapa paragraph. Kemudian kalimat dari leksia-leksia tersebut akan menjelaskan tentang adanya perselingkuhan. Kalimat-kalimat tersebut di analisis dengan beracuan pada lima kode pembacaan Roland Barthes yaitu : kode Hermeneutik (kode teka0teki), kode semik(makna konotatif), kode simbolik, kode proaretik (kode tindakan) dan kode gnomic atau kode cultural yang membangkitkan suatu badan pengetahuan tertentu. Lima kode inilah yang akan menjadikan acuan peneliti dalam merekonstruksi konsep perselingkuhan.

Pemaknaan Bait I

Jangan bilang siapa-siapa

kita sedang bercinta


(58)

Antara kita berdua

Bait 1 kalimat 1 : jangan bilang siapa-siapa

1. Penanda : Jangan bilang siapa-siapa 2. Petanda : Konsep tentang tidak memberitahukan atau merahasiakan perselingkuhan

3. Tanda Denotatif : merahasiakan hubungan

4. Penanda Konotatif : memberitahukan hubungan kepada orang lain

5. Petanda Konotatif :konsep tentang mempertegas merahasiakan perselingkuhan

6. Tanda Konotatif : merahasiakan hubungan disini bahwa sedang melakukan perselingkuhan

Gambar 4.1. Peta Tanda Roland Barthes bait 1 kalimat1

Kalimat pertama pada bait pertama ini termasuk kode hermeneutik karena merahasiakan perselingkuhan. Kode semik, karena menggunakan kata jangan yang berarti tidak, kata bilang yang berarti mengatakan, namun dalam lirik lagu ini mengatakan disini lebih kepada gerakan. Kode simbolik karena dalam lirik lagu ini ada beberapa kata yang merupakan simbol seperti siapa-siapa yang memiliki arti teman, sahabat, keluarga, saudara, dan istri. Kode proaretik yang berarti sedang melakukan perselingkuhan. Dan kode kultural yang berarti merahasiakan perbuatan yang melanggar norma-norma budaya

Jadi makna konotasinya dari kalimat jangan bilang siapa-siapa, adalah menjelaskan bahwa perilaku perselingkuhan yang di lakukannya tidak seorang pun yang mengetahui

Bait 1 kalimat 2 : kita sedang bercinta

1. Penanda :Kita sedang bercinta 2. Petanda :konsep tentang seseorang yang melakukan perselingkuhan 3. Tanda Denotatif :wujud


(59)

4. Penanda Konotatif : kemauan untuk berhubungan seks

5. Petanda Konotatif : Konsep tentang perselingkuhan

6. Tanda konotatif : disini menegaskan bahwa mereka telah melakukan perselingkuhan

Gambar 4.2 Peta Tanda Roland Barthes bait 1 kalimat 2

Kalimat kedua pada bait pertama ini termasuk kode hermeneutik atau teka-teki karena dalam kalimat bercinta menimbulkan pertanyaan sedang bercinta yang bagaimana? Kode

proaretik, karena dalam kalimat ini mempertegas mengenai perselingkuhan. Kode semik, kata sedang berarti telah melakukan sesuatu, yang berarti dalam lirik ini adalah sedang melakukan

perselingkuhan. Kode simbolik dalam kalimat ini bahwa telah melakukan perselingkuhan. Kode kultural yang berarti isi kalimat ini merupakan tindakan immoral.

Makna kalimat kita sedang bercinta, adalah sebuah ungkapan bahwa seseorang telah melakukan perselingkuhan dan merupakan suatu tindakan yang kotor. Hal itu sangat bertentangan dengan norma agama dan budaya bangsa Indonesia dimana seseorang laki-laki dan perempuan yang sangat jarang ditemui menjalin perselingkuhan yang bukan mukhrimnya.

Bait 1 kalimat 3 : Ini semua rahasia

1. Penanda : Ini semua rahasia 2. Petanda : konsep tentang merahasiakan sesuatu hal

3. Tanda Denotatif : merahasiakan perselingkuhan

4. Penanda Konotatif : perilaku yang dirahasiakan oleh mereka berdua

5. Petanda Konotatif :konsep tentang mempertegas perbuatan

6. Tanda konotatif : perselinguhan yang menjadi rahasia mereka berdua


(60)

Kalimat ketiga pada bait pertama ini termasuk kode hermeneutik atau teka-teki karena dalam kalimat Ini semua rahasia menimbulkan pertanyaan rahasia yang bagaimana? Serta rahasia seperti apa? Dalam hal ini perselingkuhan yang mempunyai rahasia untuk memendam semua perbuatannya. Kode proaretik, karena dalam kalimat ini mengenai perselingkuhan yang mempunyai rahasia untuk tidak memberitahukan kepada orang lain dan akan dipertegas pada kalimat berikutnya. Kode semik, kata rahasia berarti sesuatu yang letaknya tidak jauh dari pembicara. Kata semua berarti sekalian, segala. Kode simbolik yang berarti menyembunyikan suatu perbuatan yang tidak diketahui orang lain. Kode kultural yang berarti dalam teks tersebut tidak ingin mengungkit atau membahas perbuatan tersebut.

Makna kalimat Ini semua rahasia, adalah sebuah ungkapan bahwa mereka telah merahasiakan perselingkuhan tanpa diketahui oleh orang lain.

Bait 1 kalimat 4 : Antara kita berdua

1. Penanda ?Antara kita berdua 2. Pretanda : Konsep tentang keterikatan dengan seseorang

3. Tanda Denotatif : mereka berdua (TTM)

4. Penanda Konotatif : masih ada keterikatan antara mereka berdua

5. Petanda Konotatif : konsep tentang mereka berdua yang melakukan perselingkuhan

6. Tanda konotatif :mereka yang sedang atau telah melakukan perselingkuhan

Gambar 4.4 peta Tanda Roland Barthes bait 1 kalimat 4

Kalimat keempat pada bait pertama ini teremasuk dalam kode semik, karena menggunakan kata itu berarti aku dan engkau sekalian, kata ganti orang pertama jamak, kata

berdua, ber merupakakn awalan yang mempunyai makna melakukan suatu pekerjaan,

sedangkan dua mempunyai arti bilangan. Kode hermeneutik, karena menggunakan kata


(61)

menyatakan dua orang yang melakukan perselingkuhan. Kode kultural menyatakan bahwa mereka telah merusak moral budaya. Kode simbolik, karena menggunakan kata kita yang berarti antara aku dan dia

Jadi makna konotasi dari kalimat antara kita berdua,adalah menjelaskan bahwa mereka berdua telah melakukan perselingkuhan seperti layaknya hubungan suami-istri.

Pemaknaan bait 2:

Karna kamu dan aku

Sudah ada yang punya

Aku tak ingin mereka

Jadi sakit hatinya

Bait 2 kalimat 1 : Karena kamu dan aku

1. Penanda :Karena kamu dan aku 2. Petanda : Konsep tentang pernyataan antara kamu dan aku

3. Tanda Denotatif :Pernyataan kamu dan aku

4. Penanda Konotatif :pernyataan seseorang uyang mengikutsertakan orang lain sebagai teman

5. Petanda Konotatif :Kosnsep

pernyataan seseorang untuk mencari teman

6. Tanda konotatif : keinginan seseorang untuk mencari teman


(62)

Kalimat pertama dalam bait kedua ini mengandung kode proaretik karena merupakan penegasan daripada kalimat sebelumnya yaitu pernyataan untuk mencari teman. Dan kode

semik pada kata kamu berarti orang kedua dalam lagu tersebut, kata aku berarti orang prtama

dalam lagu tersebut. Dan kata dan berarti penghubung kata. Kode hermeneutik karena pada kalimat tersebut menyatakan bahwa pelaku dari perselingkuhan. Kode kultural pada kalimat ini menyatakan mereka telah melakukan perbuatan yang menyimpang dari norma-norma. Kode simbolik karena, terdapat kata dan yang berarti penghubung kata.

Maka arti dari kalimat Karena kamu dan aku adalah pernyataan pelaku yang ingin mengikutsertakan dalam perselingkuhan dengan pasangannya.

Bait 2 kalimat 2 : Aku tak ingin mereka

1. Penanda : Aku tak ingin mereka 2. Petanda : Konsep tentang tidak menginginkan suatu hal 3. Tanda Denotatif : suatu hal yang

penting

4. Penanda konotatif : tidak menginginkan suatu hal

5. Petanda konotatif : konsep tentang aku tak menginginkan mereka 6. Tanda konotatif : menyatakan bahwa

seseorang tak menginginkan mereka orang lain

Gambar 4.6 Peta tanda Roland Barthes Bait 2 kalimat 2

Kalimat kedua pada bait kedua ini termasuk kode semik, karena menggunakan kata

aku sebagai pelaku utama dalam lagu tersebut. Dan kata tak atau tidak berarti partikel untuk

menyatakan penolakan; tak; tiada. Kode hermeneutik karena terdapat kata mereka berarti lebih dari satu orang. Kode proaretik, kalimat tersebut menyatakan bahwa pelaku tidak ingin terjadi sesuatu pada pasangannya. Kode kultural bahwa pelaku tak ingin perbuatannya melanggar norma agama sekaligus aib. Kode simbolik pelaku tersebut tidak menginginkan perbuatannya diketahui oleh orang lain terutama keluarganya.


(63)

Jadi makna kalimat aku tak ingin mereka merupakan sebuah pernyataan untuk tidak memberitahukan kepada orang lain, tahu tentang perselingkuhan yang telah mereka perbuat.

Bait 2 kalimat 3 : Jadi sakit hatinya

1.

Penanda : Jadi sakit hatinya

2.

Petanda :konsep tentang akan

menyakiti hati seseorang

3.

Tanda denotatif : wujud sakit

hati

4.

Penanda konotatif :seseorang

yang sakit hatinya jika di sakiti

olah orang yang disayanginya

5.

Petanda konotatif : konsep

tentang hati seseorang bila di

sakiti oleh orang lain

6.

Tanda konotatif : seseorang

akan sakit hatinya jika disakiti

oleh orang yang disayanginya

Gambar 4.7. Peta tanda Roland Barthes Bait 2 kalimat 3

Kalimat ketiga pada bait kedua ini mengadung kode hermeneutik atau kode teka-teki, karena menimbulkan pertanyaan hati siapa yang disakiti? Apabila duraikan, kata jadi berarti suatu yang telah terjadi atau akan terjadi, kemudian kata sakit berarti merasa tidak nyaman pada bagian badan ditandai dengan sekumpulan gejala, sedangkan kata hatinya bila dipisahkan hati+nya yang berarti sesuatu bagian dalam tubuh. Kode proaretik bahwa menyakiti hati atau perasaan kekasihnya. Kode kultural bahwa dalam ajaran agama tidak diperkenankan menyakiti pasanganyya apalagi yang telah menikah. Kode semik karena terdapat kata jadi yang berarti maka; dari sebab itu. Kode simbolik yang berarti melukai hati kekasihnya atau pasangan hidupnya.

Maka arti dalam kalimat jadi sakit hatinya adalah pernyataan bahwa apabila perselingkuhan tersebut diketahui oleh suami/istri mereka maka menimbulkan rasa kekecewaan yang mendalam.


(1)

Bahkan mereka tahu bahwa hubungan mereka saat ini tidak baik atau jarang melakuka komunikasi, jika memiliki kesibukan tersendiri oleh keluarga. Hubungan ini lama kelamaan akan menjadi aib bagi keluarga mereka masing-masing. Dan sedalam-dalamnya mereka merahasiakan perselingkuhan suatu saat akan terbongkar juga.

Hal semacam itu merupakan mencerminkan kepribadian mereka yang merasa tidak puas atas pasangan mereka masing-masing untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Saat ini banyak pasangan yang ingin menduakan cinta mereka demi kebutuhan seks dan kebutuhan materinya. Dalam hubungan ini status mereka bisa berubah-ubah dimanapun mereka berada. Perselingkuhan yang dilakukan mereka terkadang berkali-kali hanya untuk melampiaskan hawa dan nafsu semata. Mereka atau pasangannya akan berfikir negatif oleh kelakuan pasangan tersebut setiap kali mereka ingin bertemu.

Jika suatu saat hubungan mereka ketahuan maka yang dikatakanya hanyalah minta maaf atau apa yang kami perbuat adalah suatu kehilafan semata. Perlakuan tersebut tidak hanya pasangan yang kecewa tetapi juga anak dan keluarga yang akan menanggung malu dan image keluarga. Bahkan di dunia kerja sekalipun jug menanggung malu atas perbuatannya tersebut.


(2)

(3)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Setelah mengulas mengenai pemaknaan perselingkuhan dalam lagu “Jangan Bilang Siapa-Siapa” maka diperoleh kesimpulan data tersebut yaitu :

1. Di zaman saat ini dan di kota-kota besar yang tidak mengandung status dalam hubungan pertemanan maupun gaya berpacaran. Bahkan di kota-kota besar cara bergaul mereka mungkin terlihat bebas sehingga perselingkuhan pun kerap terjadi dengan sengaja atau pun tidak sengaja. Hubungan suka sama suka dapat terlihat oleh tingkah laku dan cara mereka berkomunikasi dengan lawan bicaranya. Merenggangnya hubungan suami-istri akibat dari hubungan pertemanan yang sangat erat sehingga menimbulkan perceraian pada istri mereka.

2. Memandang statusnya yang masih istri orang tidak merubah perasaan kepada orang tersebut untuk berhubungan seks dengan orang lain dikarenakan hubungan mereka sehingga menimbulkan aib bagi keluarganya. Hal tersebut mengakibatkan timbul perasaan kecewa karena telah dikhianati oleh pasangannya. Bahkan mereka telah melakukan perselingkuhan yang tidak diketahui oleh pasangannya.

3. Perselingkuhan yang begitu wajar di zaman sekarang dan kecenderungan orang untuk melakukannya yang memiliki suatu keterikatan pada seseorang yang sangat dicintainya tanpa memandang statusnya. Semakin dalam mereka menyembunyikan status mereka kelamaan terjadi kecurigaan dengan tingkah laku dan cara mereka berkomunikasi satu sama lain.

4. Perselingkuhan yang mengarah ke perzinaan, menjerumuskan kita pada hubungan yang sangat spesial atai bisa dikatakan TTM (Teman Tapi Mesra). Hubungan tersebut


(4)

dapat menimbulkan kontroversi dalam rumah tangga. Perceraianpun menjadi salah satu keputusan bagi mereka yang telah menikah.

5. Perselingkuhan disini terjadi karena konflik rumah tangga yang semakin ricuh akibat dari orang ke tiga untuk merusak hubungannya.

5.2.Saran

1. Lirik lagu merupakan unsure yang penting dalam lagu dan didengar. Tidak salah jika lagu lainnya diharapkan bisa memuat pesan mengenai fenomena social yang masih terus menerus menjadi permasalahan dalam kehidupan masyarakat yang terjadi di sekitar dan sulit untuk dibereskan dan diminimalisir selain cinta, melaui pendekatan kata atau lirik-lirik yang bisa memberikan pemahaman lain, secara tak langsung mempersuasi secara positif kepada masyarakat, agar berubah dari negative ke potitif

2. Diharapkan bagi para peneliti yang akan dating disarankan dapat memilih ruang lingkup yang lebih luas membahas mengenai masalah perselingkuhan untuk membuat suatu keputusan yang bijak


(5)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Budiman, Kris, 2004, semiotic visual. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Balai Pustaka, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta

Cobley & Kansa, 1999:51, Peta Tanda Roland Barthes. Dalam Sobur, 2004:69

Fiske,John, 2006. Cultural and communication studies, Suatu pengantar paling komprehensif. Yogyakarta: jalan Sutra

Kurniawan, 2001, Semiologi Roland Barthes, penerbit Yayasan Indonesiatera

Moleong, Lexy, 2002. Metodologi Penelitian Kialitatif. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya

Mulyana, Dedy, 2005. Pengantar ilmu komunikasi. Bandung:PT.Remaja Rosdakarya

Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotik Tafsir Kultural Studies Atas Matinya Makna. Yogyakarta: Jalan Sutra

Sobur, Alex, 2004. Semiotika Komunikasi, bandung:PT.Remaja Rosdakarya

NON BUKU

http://www.curahan

hati.com/definisiperselingkuhan

http://www.curhat.com/macam-macamperselingkuhan

http://musik.detikhot.com/readprofle/341


(6)