INTERNALISASI/ PENGHAYATAN NILAI-NILAI KEDAERAHAN DALAM PROSES PENGASUHAN : Studi Fenomenologi Pasangan Suami Istri Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang.
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
INTERNALISASI/ PENGHAYATAN NILAI-NILAI KEDAERAHAN DALAM PROSES PENGASUHAN
(Studi Fenomenologi Pasangan Suami Istri Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Jurusan Psikologi
Oleh:
Reni Permata Sari 0900545
JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2013
(2)
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
INTERNALISASI/ PENGHAYATAN NILAI-NILAI KEDAERAHAN DALAM PROSES PENGASUHAN
(Studi Fenomenologi Pasangan Suami Istri Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang)
Oleh
Reni Permata Sari
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© Reni Permata Sari
Universitas Pendidikan Indonesia
Oktober 2013
Hak cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,
(3)
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
(4)
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
(5)
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRAK
Reni Permata Sari (0900545). “ Internalisasi/ Penghayatan Nilai-nilai Kedaerahan dalam Proses Pengasuhan (Studi Fenomenologi pada Pasangan Suami Istri Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang) ”. SKRIPSI. Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung 2013.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi. Peneltian kualitatif fenomenologi ini bertujuan untuk mengetahui internalisasi/ penghayatan nilai-nilai kedaerahan dalam proses pengasuhan pada pasangan suami istri Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang. Penelitian ini mendeskripsikan penghayatan nilai-nilai kedaerahan proses pengasuhan dari ketiga pasangan etnis tersebut ketika berada di kota Bandung.
Dalam penelitian ini pengumpulan subjek penelitian dilakukan dengan teknik purpose sampling. Penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam pada tiga pasangan suami istri dari Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang. Ketiganya merupakan pasangan dari etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang yang telah merantau di kota Bandung minimal satu tahun. Wawancara dilakukan satu kali masing-masing subjek, wawancara dilakukan di tempat kerja dan tempat tinggal subjek.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga subjek memiliki penghayatan nilai-nilai kedaerahan yang hampir sama satu sama lain. Pasangan Etnis Jawa tidak menerapkan proses pengasuhan yang berupa upacara adat kehamilan dan kelahiran ketika berada di kota Bandung. Pasangan Etnis Batak tidak menerapkan proses pengasuhan berupa upacara kelahiran dan begitu juga dengan pasangan Etnis Minang yang tidak menerapkan proses pengasuhan berupa upacara kelahiran dan upacara adat mandi Balimo.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti mengharapkan subjek tetap mempertahankan dan menerapkan nilai-nilai kedaerahan masing-masing etnis kepada anaknya ketika berdomisili di daerah perantauan.
(6)
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRACT
Reni Permata Sari (0900545). “The internalization of the local values to the adoption process (Fenomenology study to the Javanese, Bataknese, and Minangnese couples).” SCRIPT.Psychology Major, Faculty of Science Education, Education of Indonesia University, Bandung 2013.
This observation uses fenomology qualitative. It is for internalization the local value to the adoption process for the Javanese, bataknese, and padangnese couples. It is description for the local process from the three couple in Bandung area.
In this observation to collect this subject is done by purpose technique sampling. Using deep interview technique to these three couples. They are minimum already stay in Bandung as long as one year. The interview is one times for the each subject, and do in their place.
The result of this observation show that these subject have closed local value each other. The
Javanese couples don’t do the adoption process likes pregnant and birth ceremony when they live in Bandung. The Bataknese couple don’t do process of adoption likes birth ceremony and also
the Minangnese couples, they also don’t do birth ceremony and Balimo ceremony.
Based on this observation, observer wish the subject can survive the tradition of the local value from the each ethnics to their children when they live in outside area.
(7)
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
i
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “INTERNALISASI/ PENGHAYATAN NILAI-NILAI DALAM PROSES PENGASUHAN (Studi Fenomenologi Pasangan Suami Istri Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang) ini sepenuhnya karya saya sendiri. Tidak ada bagian di dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang lain dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipn dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuwan yang berlaku dalam masyarakat keilmuwan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/ sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuwan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini
Bandung, Oktober 2013
Yang membuat pernyataan,
(8)
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, Wr. , Wb
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan Rahmat-Nya berupa kesehatan dan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “INTERNALISASI/ PENGHAYATAN NILAI-NILAI KEDAERAHAN DALAM PROSES PENGASUHAN (Studi Fenomenologi Pasangan Suami Istri Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang) ”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan memperoleh sebagian dari gelar sarjana Psikologi pada Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.
Selama proses penyusunan, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Hal tersebut karena keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman yang penulis miliki dan kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak terkait, termasuk lingkungan akademik Universitas Pendidikan Indonesia dan para pembaca. Mohon maaf apabila terdapat hal-hal yang kurang berkenan dalam skripsi ini.
Wassalamualaikum, Wr. , Wb
Bandung, Oktober 2013
(9)
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Bismillahirrahmanirrahiim,
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, serta shalawat beriring salam untuk Rasulullah Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, dengan judul INTERNALISASI/ PENGHAYATAN NILAI-NILAI KEDAERAHAN DALAM PROSES PENGASUHAN (Studi Fenomenologi Pasangan Suami Istri Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang).
1. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada, Bapak Prof. Dr. H. Mustofa Kamil, M. Pd, selaku Dekan u. p. Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan UPI, yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.
2. Kepada ketua jurusan Psikologi UPI, Ibu Dra. Herlina, M. Si dan sekretaris jurusan Bapak Helli Ihsan, M. Si, dosen-dosen Psikologi serta jajaran dan staf ahli.
3. Ibu Dr. Elly Malihah, M. Si., dan Bapak M. Ariez Musthofa, S. Ag., M. Si., yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini.
4. Bapak MIF Baihaqi, M. Si, yang telah mendukung untuk maju dengan judul skripsi ini serta memberikan dukungan moriil kepada penulis. Kepada Ibu Dr. H. Rahayu Ginintasasi, M. Psi., selaku penasehat akademik yang selalu memberikan bimbingan, perhatian dan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan.
5. Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga kepada Ayahanda H. Ridwanto dan Ibunda Hj. Supeni yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, pengorbanan baik materi maupun motivasi serta doa yang tulus yang tidak pernah berhenti.
(10)
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
iv
6. Kakak ku tercinta Dedek Purnama Sari, Abang ku terlucu Peri Aprianto, Mbah ku tersayang Hj. Zubaidah, bude, mak ari, paman, bibi, bang Ahmadsyah Putra, ST dan seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan semangat.
7. Penulis juga berterima kasih kepada responden yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan informasi selama proses penelitian.
8. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada teman-teman MMG IPA A 09 di Aceh terkhusus sahabatku dr. Meycha, bidan Mawaddah, Apoteker Khalil, Ustad Yusuf dan Hafid, Bu guru Diah, sahabat sekaligus tetanggu ku termanja Novi dan teman-teman sejawat yang telah memberikan bantuan dan semangat tak terhingga Kak Dency, Ririn, Eci, Kiki dan semua teman-teman angkatan 2009 lainnya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua
(11)
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
v ABSTRAK
Reni Permata Sari (0900545). “ Internalisasi/ Penghayatan Nilai-nilai Kedaerahan dalam Proses Pengasuhan (Studi Fenomenologi pada Pasangan Suami Istri Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang) ”. SKRIPSI. Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung 2013.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi. Peneltian kualitatif fenomenologi ini bertujuan untuk mengetahui internalisasi/ penghayatan nilai-nilai kedaerahan dalam proses pengasuhan pada pasangan suami istri Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang. Penelitian ini mendeskripsikan penghayatan nilai-nilai kedaerahan proses pengasuhan dari ketiga pasangan etnis tersebut ketika berada di kota Bandung.
Dalam penelitian ini pengumpulan subjek penelitian dilakukan dengan teknik purpose sampling. Penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam pada tiga pasangan suami istri dari Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang. Ketiganya merupakan pasangan dari etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang yang telah merantau di kota Bandung minimal satu tahun. Wawancara dilakukan satu kali masing-masing subjek, wawancara dilakukan di tempat kerja dan tempat tinggal subjek.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga subjek memiliki penghayatan nilai-nilai kedaerahan yang hampir sama satu sama lain. Pasangan Etnis Jawa tidak menerapkan proses pengasuhan yang berupa upacara adat kehamilan dan kelahiran ketika berada di kota Bandung. Pasangan Etnis Batak tidak menerapkan proses pengasuhan berupa upacara kelahiran dan begitu juga dengan pasangan Etnis Minang yang tidak menerapkan proses pengasuhan berupa upacara kelahiran dan upacara adat mandi Balimo.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti mengharapkan subjek tetap mempertahankan dan menerapkan nilai-nilai kedaerahan masing-masing etnis kepada anaknya ketika berdomisili di daerah perantauan.
(12)
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
vi ABSTRACT
Reni Permata Sari (0900545). “The internalization of the local values to the adoption process (Fenomenology study to the Javanese, Bataknese, and Minangnese couples).” SCRIPT.Psychology Major, Faculty of Science Education, Education of Indonesia University, Bandung 2013.
This observation uses fenomology qualitative. It is for internalization the local value to the adoption process for the Javanese, bataknese, and padangnese couples. It is description for the local process from the three couple in Bandung area.
In this observation to collect this subject is done by purpose technique sampling. Using deep interview technique to these three couples. They are minimum already stay in Bandung as long as one year. The interview is one times for the each subject, and do in their place.
The result of this observation show that these subject have closed local value each other. The Javanese couples don’t do the adoption process likes pregnant and birth ceremony when they live in Bandung. The Bataknese couple don’t do process of adoption likes birth ceremony and also the Minangnese couples, they also don’t do birth ceremony and Balimo ceremony.
Based on this observation, observer wish the subject can survive the tradition of the local value from the each ethnics to their children when they live in outside area.
(13)
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
vii DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ... LEMBAR PENGESAHAN ... LEMBAR PENGUJI ...
PERNYATAAN... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang ... 1
B.Fokus Penelitian ... 9
C.Rumusan Masalah ... 10
D.Tujuan Penelitian ... 11
E.Manfaat Penelitian ... 11
F. Subjek Penelitian ... 12
(14)
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
viii
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13
A. Internalisasi ... 13
1. Makna dan Hakekat Internalisasi ... 13
2. Proses Internalisasi... 15
a. Internalisasi Melalui Proses Pengembangan Kognisi ... 15
b. Internalisasi Melalui Proses Afiliasi dan Sosialisasi ... 20
c. Internalisasi Melalui Proses Pembinaan dan Pengasuhan ... 23
d. Internalisasi Melalui Perubahan Tingkah laku, Kognisi, dan Perasaan ... 25
B. Nilai-nilai Budaya Lokal... 26
1. Etnis Jawa ... 26
2. Etnis Batak ... 31
a. Pengertian Etnis Batak ... 31
b. Nilai 3H dalam Etnis Batak ... 31
3. Etnis Minang ... 34
a. Asal Usul Etnis Minangkabau ... 34
b. Sistem Kekerabatan Etnis Minangkabau ... 35
c. Kehidupan Masyarakat Minangkabau ... 38
d. Kebudayaan Etnis Minangkabau ... 38
C. Pengasuhan ... 50
1. Pengertian Pengasuhan ... 50
2. Tujuan Pengasuhan ... 53
3. Strategi Pengasuhan ... 55
BAB III METODE PENELITIAN ... 60
A. Desain Penelitian ... 60
B. Lokasi dan Sampel Penelitian ... 60
C. Instrumen Penelitian ... 61
(15)
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ix
E. Teknik Analisis Data... 64
F. Teknik Keabsahan Data ... 65
G. Proses Penelitian ... 66
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 68
A. Hasil Penelitian ... 68
B. Pembahasan... 88
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 111
A. Kesimpulan ... 111
B. Saran ... 112
DAFTAR PUSTAKA... 114 LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP PENULIS
(16)
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nilai-nilai Pengasuhan Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang…….. 41 Tabel 3.1 Pedoman Wawancara………. 62
(17)
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Surat Pengangkatan Dosen Pembimbing
Kartu Bimbingan Skripsi
Surat Kesediaan Subjek
Lembar Member Check Subjek
Verbatim Wawancara Subjek
Horizonalizing Subjek
(18)
1
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keluarga adalah institusi pendidikan primer, sebelum seorang anak mendapatkan pendidikan di lembaga lain. Pada institusi primer inilah seorang anak mengalami pengasuhan. Keberhasilan seorang anak dalam hubungan sosialnya tergantung dari pola pengasuhan yang diterapkan orangtua dalam keluarga. Pada umumnya pengasuhan diwujudkan dalam bentuk merawat, memelihara, mengajar, dan membimbing anak.
Baumeister (1991), mengatakan bahwa penghayatan diartikan sebagai meaning yang mengandung beberapa bagian kepercayaan yang saling berhubungan antara benda, kejadian dan hubungan. Baumeister menekankan bahwa meaning pada akhirnya memberikan arahan, intensi pada setiap individu, di mana perilaku menjadi memiliki tujuan, daripada hanya berperilaku berdasarkan insting atau impuls. Oleh karena itu, adanya kepercayaan tertentu yang diyakini individu untuk mencapai tujuannya. Sehingga, orangtua yang sangat menghayati nilai kebudayaan leluhurnya ingin sekali menerapkan nilai budaya tersebut dalam proses pengasuhan dengan maksud agar si anak kelak dapat tumbuh kembang membawa value yang telah dianut oleh orangtua agar mampu bermasyarakat dengan baik.
Pola asuh anak antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lainnya berbeda-beda. Sa’diyyah (1998) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa pola pengasuhan anak dalam sebuah keluarga dipengaruhi oleh umur kepala keluarga dan istri, usia saat menikah, status pekerjaan istri, jenis pekerjaan utama, besarnya keluarga, pendapatan keluarga, usia anak, jenis kelamin anak, dan nomor urut anak dalam keluarga. Hasil penelitian Siregar (2003) pada keluarga migran di salah satu kelurahan di Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor menunjukkan bahwa interaksi keluarga dengan masyarakat setempat akan mempengaruhi pola sosialisasi anak dalam hal penggunaan bahasa. Pengaruh masyarakat setempat membuat terjadinya pergeseran nilai-nilai kedaerahan yang dianut orangtua sebelumnya dalam proses pengasuhan.
(19)
2
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Gunarsa dan Gunarsa (1991) menyebutkan bahwa latar belakang pendidikan orangtua akan berpengaruh terhadap cara, pola dan kerangka berfikir, persepsi, pemahaman, dan kepribadian orangtua tersebut yang secara langsung atau tidak akan mempengaruhi pola komunikasi antara orangtua dan anak dalam lingkungan keluarga. Pengasuhan anak tidak sama bentuknya bagi tiap keluarga dan tiap etnis bangsa. Yang mempengaruhi pengasuhan anak tersebut meliputi faktor kebudayaan yang mendukungnya, seperti faktor pendidikan, faktor stratifikasi sosial, faktor mata pencaharian dan kebiasaan-kebiasaan hidup. Selain itu, banyak pula pengaruh faktor lingkungan seperti tempat tinggal dalam sebuah rumah serta sistem kekerabatan pada suatu masyarakat.
Seorang anak di sebuah keluarga akan diasuh menurut nilai budaya dan agama yang diyakini oleh kedua orangtuanya. Proses pengenalan nilai budaya dan agama tersebut dapat dilakukan melalui komunikasi verbal maupun komunikasi nonverbal antara orangtua dan anak. Pikunas (1976) seperti yang dikutip oleh Hastuti (2008) mendefinisikan sosialisasi sebagai proses belajar untuk mengenali nilai-nilai dan ekspetansi kelompok, dan meningkatkan kemampuan untuk mengikutinya (conform).
Penelitian Hernawati (2002) juga mengungkapkan bahwa persepsi dan harapan orangtua tentang perkembangan anak berbeda secara nyata menurut budaya. Pada etnis Jawa di Indonesia yang menganut budaya kolektivistik, seorang anak dalam keluarga Jawa yang memiliki tingkat ekonomi menengah ke bawah dibutuhkan kontribusinya dalam hal pemenuhan kebutuhan keluarga. Pada keluarga dengan tingkat ekonomi menengah ke atas, anak dipandang sebagai simbol martabat sebuah keluarga. Keduanya menganggap anak menentukan masa depan keluarga. Berbeda dengan di Amerika Serikat yang menganut budaya individualistik, dimana seorang anak tidak dianggap sebagai masa depan kedua orangtuanya.
Pola asuh anak dalam sebuah keluarga juga berkaitan erat dengan pola komunikasi dan relasi gender di dalamnya. Pada keluarga-keluarga yang tanggung jawab ekonominya sepenuhnya dilakukan oleh ayah (suami) maka peran ibu dalam mengasuh anak-anak sangatlah dominan. Oleh karena itu, nilai-nilai budaya yang dianut ibu lebih dominan diterapkan dalam proses pengasuhan. Sehingga, ayah mempunyai kesempatan
(20)
3
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
lebih sedikit untuk menerapkan nilai-nilai kedaerahan leluhurnya dalam proses pengasuhan.
Lingkungan sosial juga berpengaruh terhadap perkembangan anak yaitu mencakup faktor-faktor resiko dan faktor-faktor yang melindungi (protective and riskfactors). Faktor resiko merupakan variabel-variabel yang berhubungan secara signifikan terhadap kegagalan pertumbuhan seorang anak, sedangkan faktor yang melindungi adalah kondisi yang berhubungan positif terhadap keberhasilan perkembangan anak meskipun terjadi peningkatan faktor resiko yang harus dihadapi (Alfiasari, 2008:5). Cole (1993) dalam Brooks (1997) seperti yang dikutip oleh Alfiasari (2008) mengidentifikasi faktor resiko yang secara umum menyebabkan kegagalan perkembangan seorang anak, yang mana dalam jangka pendek akan menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan, kegagalan pertumbuhan, kegagalan perkembangan kognitif, dan juga kegagalan perkembangan sosial pada anak. Ini membuktikan bahwa nilai-nilai kedaerahan yang diterapkan orangtua pada anaknya kemungkinan terjadi pergeseran yang dipengaruhi oleh lingkungan sosial si anak itu sendiri.
Orangtua harus berperan sebagai media sosialisasi antara anak dan lingkungan. Orangtua mengajarkan nilai dari budaya mereka kepada anak dan budaya yang umum berlaku pada masyarakat dan mengajarkan realitas sebagai anggota ras/etnis tertentu dan bagaimana mengatasi perbedaan dengan realitas yang ada sehingga memperoleh rasa bangga sebagai suatu etnis bangsa bagi perkembangan anak sendiri (Sugeng Iwan, 2005).
Masyarakat Jawa salah satu bagian dari bangsa Indonesia, mempunyai budaya yang khas, termasuk di dalamnya cara pandang dan hal-hal yang terkait dengan anak. Budaya ini terus menerus dikembangkan agar apa yang menjadi cita-cita para leluhur dapat tercapai, yaitu terbentuknya masyarakat Jawa yang berbudaya. Keragaman budaya ini dapat mempengaruhi proses pengasuhan yang terjadi dalam masyarakat Jawa.
Dalam kebudayaan Jawa, orang yang sudah memasuki usia dewasa tidak hanya mempunyai kewajiban untuk mempunyai anak (keturunan), namun juga harus memperhatikan kesejahteraannya, mendidik mereka dengan baik hingga dewasa atau kadang diistilahkan menjadi orang Jawa (Mulder, 1985). Tanggungjawab ini termasuk di
(21)
4
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dalamnya menyediakan bekal-bekal untuk menjalani kehidupan. Proses ini dilakukan sejak sebelum ibu atau orangtua melahirkan anaknya. Dalam menyambut kelahiran anak, orangtua memasuki keadaan prihatin. Kedua orangtua, terutama ibunya, akan mengurangi makan dan melakukan pantangan-pantangan lainnya dan mengadakan slametan untuk menjamin kehamilan dan kelahiran yang baik, diantaranya slametan mitoni yang diadakan pada bulan ketujuh kehamilan. Setelah kelahiran pun, diadakan slametan lainnya, diantaranya upacara tedhak siti, yaitu ritual yang memberikan kesempatan kepada anak untuk “turun ke tanah” atau menapakkan kakinya di atas tanah. Siklus slametan tidak hanya berhenti disini, tetapi dirayakan pada semua masa krisis kehidupan sampai masa pernikahan (Depdikbud, 1981).
Aktivitas ritual-ritual tersebut dianggap memiliki arti yang cukup besar dalam perkembangan anak, namun orangtua menyadari bahwa kewajiban utama orangtua adalah menjaga agar anak-anaknya menjadi orang (dadi wong), yaitu menjadi anggota yang terhormat dalam masyarakat. Anak yang baru lahir hanyalah satu individu yang memiliki keunikan tersendiri, sehingga harus dididik dengan baik. Selama proses pendidikan, anak dididik agar mengetahui aturan-aturan budaya Jawa. Kesadaran pentingnya kebudayaan ini dinyatakan dalam pandangan bahwa anak-anak durung Jawa, yaitu belum menjadi orang Jawa, belum mengetahui aturan kehidupan dan masih dikuasai oleh dorongan naluriah dan emosi-emosinya (Mulder, 1985). Mereka dilatih sedikit demi sedikit untuk menguasai diri mereka sendiri. Mereka harus diisi sebagaimana adanya, dengan aturan-aturan kehidupan dan pengetahuan mengenai kebudayaan mereka (Taryati, 1994). Dengan kata lain orangtua melakukan proses internalisasi kebudayaan berdasarkan tahapan perkembangan anak, sehingga dihasilkan pemahaman yang baik.
Proses pengasuhan anak dalam masyarakat Jawa dilakukan sejak kecil. Sejak kecil, anak dibuat untuk merasa kerasan dalam lingkungan rumahnya yang hangat, sehingga rasa kepercayaan yang mendalam khususnya kepada ibu tumbuh pada diri anak, karena pada umumnya ibu menjadi pengasuh utama. Selama dalam asuhannya, anak harus menuruti petunjuk-petunjuknya, tetapi anak mempunyai kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sebagai individu yang mandiri. Seringkali anak-anak diberikan kesempatan untuk diasuh saudara dekat yang tidak punya anak atau kepada keluarga dari
(22)
5
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sanak saudara atau orang lain yang mempunyai sarana lebih baik dan lebih unggul dalam pengalaman dan kebijaksanaan, dimana anak dapat memperoleh manfaat darinya. Kebiasaan ini sering disebut dengan ngenger, yang berarti mengabdi pada seorang yang lebih unggul. Sekalipun orangtua mungkin mengetahui bahwa pengabdian ini seringkali tidak menyenangkan bagi anak yang bersangkutan, namun mereka memberikan alasan kepada anak, bahwa anak akan mengalami pendidikan berat. Anak akan mengalami liku-liku kehidupan pada usia muda untuk dapat merasakan kesukaran dan kemudian akan merasakan kesenangan apabila keadaan menjadi lebih baik (Taryati, 1994).
Etnis batak juga memiliki nilai atau keyakinan yang masih dipegang teguh oleh kebanyakan masyarakat atau keluarga berlatang belakang etnis Batak khususnya Batak Toba sampai saat ini. Dikenal dengan 7 filsafah kehidupan Batak yakni; Mardebata, Marpinompar, Martutur, Maradat, Marpangkirimon, Marpatik, dan Maruhum. Salah satu keyakinan yang terkandung dalam fislsafah Marpangkirimon yang juga masih dipegang teguh orang Batak adalah sebuah tujuan hidup yang dikenal dengan istilah 3H, yaitu hagabeon, hamoraon, dan hasangapon. Hal ini wujud dari kebudayaan yang terus menerus mewarisi dan mendarah daging bagi masyarakat Batak dan memberi banyak pengaruh dalam kehidupan berumah tangga bagi orang Batak (Tinambunan, 2010).
Nilai yang pertama yaitu hamoraon. Hamoraon (kekayaan) adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh seseorang. Kekayaan selalu identik dengan harta kekayaan dan anak. Tanpa anak akan merasa tidak kaya, walaupun banyak harta, seperti diungkapkan dalam bahasa Batak, Anakkonhido hamoraon diahu (anakku adalah harta yang paling berharga bagi saya) (Tinambunan, 2010).
Selanjutnya hagabeon adalah kebahagiaan dalam keturunan artinya keturunan memberi harapan hidup, karena keturunan itu ialah suatu kebahagiaan yang tak ternilai bagi orangtua, keluarga dan kerabat. Bagi orang Batak, kebahagiaan dalam berketurunan (gabe) ini terasa lengkap dalam sebuah keluarga apabila keluarga itu memiliki anak laki-laki dan perempuan. Sebuah keluarga Batak belum dikatakan gabe kalau hanya memiliki anak laki-laki atau hanya ada anak perempuannya saja (Harahap & Siahaan dalam Irmawati, 2007). Menjadi penekanan dalam nilai ini selanjutnya adalah bagi orangtua anak laki-laki adalah penerus keturunannya, sehingga anak laki-laki sering disebut
(23)
6
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sebagai sinuan tunas, artinya tunas yang baru. Ungkapan ini memperlihatkan bahwa anak laki-laki memiliki keistimewaan dalam pandangan orangtua, terlihat pula dari perbandingan jumlah anak laki-laki yang diinginkan lebih banyak dari anak perempuan (Tinambunan, 2010).
Nilai terakhir dari konsep 3H adalah hasangapon. Hasangapon (kemuliaan dan kehormatan) merupakan suatu kedudukan seseorang yang dimilikinya di dalam lingkungan masyarakat (Tinambunan, 2010). Simanjuntak (dalam Irmawati, 2007) menyatakan bahwa untuk mencapai hasangapon seseorang harus terlebih dahulu berketurunan (gabe) dan memiliki kekayaan (mora).
Filasafah hidup yang diyakini orang-orang dengan latar belakang etnis Batak akan memberi kekhasan tersendiri bagi orangtua etnis Batak termasuk dalam pengasuhan anak-anak mereka. Khususnya terkait pada nilai 3H yang sudah dipaparkan di atas, pengharapan yang sangat besar pada anak terlihat pada nilai hagabeon, orangtua Batak menggantungkan harapan hidup mereka pada anak khususnya anak laki-laki sebagai penerus marga (Tinambunan, 2010).
Penelitian oleh Irmawati (2002) menghasilkan kesimpulan kekayaan (hamoraon), anak (hagabeon), dan kehormatan (hasangapon) sangatlah penting bagi keluarga Batak. Namun diantara nilai-nilai tersebut, anak (hagabeon) merupakan nilai yang paling penting. Dalam nilai gabe, juga tercakup unsur-unsur kaya dan kehormatan. Aspirasi orangtua mengenai pendidikan anak ternyata agar anaknya mampu bersekolah sampai tingkat perguruan tinggi. Pembentukan motivasi berprestasi pada anak-anak Batak Toba sekalipun pada awalnya bersifat ekstrinsik namun kemudian hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi ini terinternalisasi menjadi motivasi intrinsik. Berbicara mengenai pola pengasuhan, orangtua cenderung bergaya authoritative. Sekalipun demikian, gaya authoritarian tetap masih ada berkaitan dengan keinginan agar anak bersikap taat pada aturan agama dan orangtua. Pola pengasuhan ini diikuti juga oleh sikap orangtua yang mendorong pencapaian pendidikan anak dibidang pendidikan/akademik berupa dukungan, kontrol dan kekuasaan, yang mereka perlihatkan dalam mengarahkan kegiatan anak pada pencapaian prestasi tertentu.
(24)
7
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Pengasuhan anak menjadi faktor penting dalam keluarga, orangtua Batak harus mampu mengasuh anak-anaknya dengan sebaik mungkin sehingga anak-anak mereka akan mampu membawa nama baik keluarga Batak. Penekanan pada prestasi anak menjadi hal yang sangat penting dalam pengasuhan orangtua Batak. Anak dituntun untuk dapat berprestasi dan sukses di masa depannya, dan orangtua berperan aktif sebagai fasilitator keberhasilan anak.
Khusus pada ibu dalam keyakinan etnis Batak wanita sangat dijunjung tinggi kehormatannya, ibu merupakan tonggak penting dalam sebuah keluarga, dimana ibu adalah kekuatan dalam keluarga. Tidak jarang dijumpai dalam keluarga Batak, ibu yang bekerja keras demi keluarganya. Disatu sisi ibu melaksanakan tugas-tugasnya di luar rumah dan di sisi lain juga mengatur segala keperluan di dalam rumah termasuk pengasuhan anak-anaknya (Tinambunan, 2010). Tugas wanita Batak dalam keluarga sudah diasosiasikan semenjak mereka anak-anak, terlebih lagi dalam masyarakat Batak yang “mengagungkan” anak laki-laki, ibu dituntun oleh keluarga harus mampu mendidik dan membesarkan anak agar berhasil sesuai dengan tuntutan keluarga (Maulina dan Sutatminingsih, 2005). Terlihat jelas bahwa latar belakang etnis orangtua, dalam hal ini etnis Batak, memberikan banyak pengaruh pada orangtua dalam menjalani keluarga dan mengasuh anak. Dimana nilai-nilai yang dibawa orangtua sebagai orang Batak menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi gaya pengasuhan orangtua pada anak-anak mereka. Keluarga Batak sendiri khususnya orangtua terhubung dengan nilai 3H yakni hagabeon-hamoraon-hasangapon.
Pembentukan karakteristik individu Minang selain didasarkan pada sistem nilai budaya yang ada, juga dapat dipengaruhi oleh sistem sosiolkultural yang berkembang dalam masyarakat. Adat matrilinial salah satu contoh hal yang juga berperan dalam pembentukan kepribadian terutama individu laki-laki Minangkabau. Unsur materialisme dalam budaya matrilinial, mempengaruhi orang Minang untuk selalu aktif dan berfikir realis. Pengertian matrilinial yang tepat secara terminology dalam masyarakat Minangkabau adalah suatu sistem kekerabatan yang berdasarkan garis keturunan ibu (Herdi Salioso, 2003).
(25)
8
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Walaupun garis keturunan dari keluarga ibu, hal ini tidak berlaku bahwa dalam proses pengasuhan anak semua tanggung jawab mendidik anak jatuh ditangan ibu. Akan tetapi, justru laki-lakilah yang memiliki tanggung jawab yang lebih besar daripada perempuan.
Laki-laki Minang yang sudah menikah menurut hukum adat mempunyai fungsi dan peran ganda, yaitu; fungsi pertama sebagai seorang mamak berperan terhadap etnis dan kaumnya, dan fungsi kedua sebagai seorang sumando yaitu seorang ayah dalam ikatan keluarga inti, yang berperan terhadap istri dan anaknya.
Sebagai seorang ayah dalam sistem tradisi Minangkabau ia disebut sebagai urang sumando atau tamu. Seorang sumando dalam tradisi lama ia tidak terlalu dibebankan tanggung jawab dalam pengurusan rumah tangganya, seperti; menafkahi istri dan anak-anaknya, mendidik anak-anak-anaknya, mencarikan jodoh anak-anak-anaknya, dan persoalan lain yang ada dalam keluarga inti pada umumnya. Pada sisi fisik atau lahiriyah tertentu fenomena ini tentu merupakan suatu hal yang menguntungkan sebagai seorang sumando, karena ia hanya tinggal pulang malam, makan dan bergaul dengan istrinya, lalu paginya ia pergi. Namun pada sisi psikologis ini suatu hal yang tidak menguntungkan, karena sama halnya dengan ia tidak diberi tanggung jawab, ia juga tidak punya hak atas keluarga, anak dan istrinya tersebut.
Sistem matrilinial pada sisi lain meletakkan Ayah sebagai mamak, dimana tuntutan etnis dan sistem adat mewajibkan laki-laki bertanggung jawab terhadap kaum dan etnis ibu sekaligus merupakan etnisnya. Dalam kaum atau etnisnya ia diberikan tanggung jawab untuk menjaga dan mengembangkan harta pusaka, kalau dapat ia harus memperluasnya untuk kesejahteraan anak dan keponakannya.
Walaupun begitu secara umum sistem nilai budaya matrilinial adalah bersifat normatif yang secara prinsip berorientasi pada sesuatu yang positif. Prisip dasar nilai normatif dari sistem matrilinial adalah berorientasikan pada beberapa aspek diantaranya: (1) Nilai budaya matrilinial menginginkan anak laki-laki untuk lebih mandiri, baik dalam bentuk financial maupun dalam bentuk personality, (2) Nilai tanggung jawab kaum laki-laki terhadap keluarganya, (3) Nilai perlindungan terhadap kaum perempuan, baik perlindungan dalam bentuk moral maupun dalam bentuk material, dan (4) Nilai komunalistik yaitu ikatan kekerabatan dalam masyarakat Minangkabau.
(26)
9
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Penciptaan karakter individu laki-laki Minang yang mandiri itu dapat dilihat dari pola asuh terhadap anak laki-laki dan sistem pembagian harta pusaka dalam sistem keluarga matrilinial. Pada umur 6-10 tahun anak laki-laki dalam tradisi Minang sudah diajarkan untuk tidur di luar rumah bersama teman sebaya dan kakak laki-lakinya yang sekampung agar tidak menjadi bahan olok-olok dengan pernyataan laki-laki pengecut dan anak manja, mereka tidur di surau, langgar atau rumah tinggal dimana tempat itu ber-fungsi bagi mereka sebagai tempat belajar Al-quran, ilmu agama bahkan belajar silat (Hamka, 1984).
Adapun studi pendahuluan peneliti pada sebuah keluarga etnis jawa yang berdomisili di Bandung. Pasangan suami istri ini tidak lagi menghayati nilai-nilai kedaerahan yang dianut sebelumnya. Kesibukan mereka yang sama-sama bekerja diluar membuat pola hidup mereka harus serba praktis. Pasangan ini memiliki dua orang anak yang berusia 4 tahun dan 2 tahun dimana untuk asupan makanan bagi anak yang kedua si ibu lebih memilih bubur kemasan daripada mengolah sendiri seperti yang pernah ibu mereka lakukan dahulu. Pasangan ini beralasan bahwa profesi mereka yang sama-sama berkarir menuntut si istri untuk bisa memanfaat waktu sebaik mungkin dan harganya juga tidak jauh beda dengan harus mengolah sendiri makanan si bayi dan tidak repot. Sehingga, membeli bubur kemasan dapat mempersingkat waktunya mengurus anak sebelum berangkat kerja. Dan suaminya pun tidak berkeberatan dengan hal tersebut karena mereka telah mendiskusikan lebih dahulu.
Berdasarkan data diatas membuat peneliti berkeinginan untuk lebih lanjut meneliti fenomena yang terjadi di lapangan tersebut. Hal ini juga telah didukung beberapa penelitian terdahulu dan beberapa teori basic sebagai landasan peneliti melakukan penelitiannya.
B. Fokus Penelitian
Karena Negara Indonesia ini terdiri banyak etnis bangsa, maka tentunya mempunyai perbedaan adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan lainnya. Selain itu, sebagian penduduk Indonesia yang beretnis Jawa, Batak, dan Minang yang tinggal berjauhan dari tempat kelahirannya (tinggal di tatar Sunda) kemungkinan sudah mulai melupakan
(27)
nilai-10
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
nilai kedaerahannya dalam proses pengasuhan anak atau masih memegang teguh nilai-nilai kedaerahan dari leluhur mereka.
Hal ini bisa juga dipengaruhi oleh kesibukan kerja mereka, kondisi tempat mereka tinggal dikarenakan hidup di kota besar membuat mereka mengharuskan pola hidup yang praktis, sehingga lebih menganut nilai-nilai modern. Oleh karena itu, baik secara langsung maupun tidak langsung akan mengurangi penghayatan pada nilai-nilai kedaerahan. Adapun fokus penelitiannya ini yaitu pada proses awal pengasuhan anak mulai usia bayi sampai usia 15 tahun dari hal tidur, memandikan, menggantikan popok, memberi makan, mengajarkan kedisiplinan, dan pengisian waktu luang
Hal-hal tersebut di atas merupakan pertimbangan-pertimbangan yang perlu dilakukan dalam penelitian ini dan juga minimnya penelitian yang menyangkut judul tersebut. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana penghayatan orangtua terhadap nilai kedaerahan dan faktor apa saja yang mempengaruhi penghayatan nilai-nilai kedaerahan dalam pengasuhan anak pada keluarga etnis Jawa, Batak, dan Minang yang selama minimal satu tahun tinggal di Kota Bandung. Proses pengasuhan anak pasangan suami istri yang memiliki latar belakang keluarga dari ketiga etnis tersebut, juga dikaji untuk melihat peran masing-masing pihak dalam pengasuhan dan kaitannya dengan pembentukan karakter anak.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Bagaimana internalisasi/penghayatan terhadap nilai-nilai kedaerahan dalam proses pengasuhan pada pasangan suami istri Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang?
2. Bagaimana internalisasi nilai kedaerahan dalam proses pengasuhan anak pada pasangan suami istri Etnis Jawa, Etnisn Batak, dan Etnis Minang yang telah berdomisili di Kota Bandung?
3. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi internalisasi/penghayatan nilai-nilai kedaerahan dalam proses pengasuhan pada pasangan suami istri Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang?
(28)
11
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan di atas, maka penelitian ini dimaksudkan untuk mencapai dua tujuan, sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini ingin mengetahui bagaimana penghayatan nilai-nilai kedaerahan pasangan suami istri yang berasal dari etnis Jawa, Batak, dan Minang dalam proses pengasuhan anak.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan penghayatan suami istri terhadap nilai kedaerahan dalam proses pengasuhan anak pada pasangan suami istri Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang ketika berdomisili di Bandung
b. Menganalisis faktor-faktor apa yang mempengaruhi penghayatan nilai-nilai kedaerahan dalam proses pengasuhan pada pasangan suami istri Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dari hasil penelitian ini diharapkan untuk memberi sumbangan pada mata kuliah:
a. Psikologi Sosial khususnya untuk mengetahui peran ayah dan ibu dalam proses pengasuhan anak yang dibentuk oleh sistem sosial.
b. Sosiologi, khususnya untuk memberi gambaran dan wawasan mengenai keberagaman nilai-nilai kedaerahan pada pasangan suami istri Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang dalam mengasuh anak.
c. Psikologi Perkembangan, khususnya perkembangan pengambilan keputusan orangtua menerapkan nilai-nilai kedaerahan yang dianut dalam mengasuh anak.
(29)
12
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Manfaat Praktis
Dari hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi pedoman orangtua yang merantau untuk tetap menggunakan nilai-nilai kedaerahan masing-masing dalam proses pengasuhan anak.
F. Subjek Penelitian
Subjek yang dipilih oleh peneliti adalah tiga pasangan suami istri yang masing-masing terdiri dari etnis Jawa, Batak, dan Minang yang berdomisili dengan kurun waktu minimal satu tahun di Kota Bandung yang memiliki anak mulai dari usia 0 - 15 tahun.
G. Metode Penelitian
Dengan mempelajari corak khas dari kebudayaan Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang yang dalam penelitian ini dibatasi pemahaman akan habitat, lingkungan sosial, sistem mata pencaharian, nilai pendidikan, nilai kerja, nilai anak, sistem kekerabatan dan gaya hidup, kiranya akan diperoleh gambaran yang jelas dan mendukung tentang penghayatan nilai kedaerahan dalam proses pengasuhan pada pasangan suami istri etnis Jawa, Batak, dan Minang.
Pendekatan yang lebih tepat dalam penelitian ini adalah bersifat kualitatif dengan menggunakan metode wawancara mendalam terlibat sebagai metode utama dalam pengumpulan data.
(30)
60
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan dalam menjawab masalah pada penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan desain studi fenomenologi. Metode penelitian kualitatif menurut Moleong (2012) adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Adapun pendekatan fenomenologi menurut Creswell (dalam Rahmat, 2009) adalah menunda semua penilaian tentang sikap yang alami sampai ditemukan dasar tertentu. Penundaan ini biasa disebut epoche (jangka waktu). Konsep epoche ini membedakan wilayah data (subjek) dengan interpretasi peneliti. Penelitian fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari atau kesadaran yang terjadi pada beberapa individu.
Metode penelitian fenomenologi dapat juga digunakan untuk memahami fenomena berdasarkan interaksi sosial (Laksmi, 2012). Kajian tersebut bertujuan untuk menggali kesadaran terdalam dari individu mengenai pengalaman atau peristiwa yang dialaminya (conscious experience) dan cara individu dalam memaknai pengalaman tersebut (Smith, 2001). Berdasarkan pemikiran fenomenologi, sebuah peristiwa tidak dapat memiliki makna sendiri, kecuali manusia membuatnya menjadi bermakna (Jones, dalam Laksmi, 2012). Fenomenologi bertujuan untuk menganalisis cara manusia menginterpretasikan tindakan sosialnya dan orang lain dan memberikan makna.
B. Lokasi dan Sampel Penelitian
Subjek penelitian adalah tiga pasangan suami istri yang masing-masing terdiri dari etnis Jawa, Batak, dan Minang yang berdomisili dengan kurun waktu minimal satu tahun di Kota Bandung yang memiliki anak mulai dari usia 0 - 15 tahun yang dipilih
(31)
61
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
secara Purposive Sampling. Teknik Purposive Sampling (Sontani dan Sambas, 2011) merupakan teknik penarikan sampel yang dilakukan berdasarkan karakteritik yang ditetapkan terhadap elemen populasi target yang disesuaikan dengan tujuan dan masalah penelitian.
C. Instrumen Penelitian
Adapun instrumen dalam penelitian kualitatif menurut Moleong (2012) adalah peneliti sendiri dengan menggunakan alat perekam dan catatan lapangan sebagai alat bantu dalam pengumpulan data. Selain itu instrumen penelitian juga dibantu oleh kisi-kisi wawancara sebagai pedoman untuk melakukan wawancara berdasarkan proses internalisasi menurut Bloom, dkk (1971), yaitu :
(32)
62
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Tabel 3.1 Pedoman Wawancara
Variabel
Dimensi Pernyataan
Internalisasi
Melalui Proses Pengembangan Kognitif
- Mengetahui nilai-nilai pengasuhan yang diperoleh subjek dari orangtua
- Mengetahui cara subjek menerapkan nilai-nilai tersebut pada keluarga
- Mengetahui pandangan subjek terhadap nilai-nilai dari daerah asal
- Mengetahui makna nilai-nilai pengasuhan yang diperoleh subjek - Mengetahui kapan subjek melaksanakan
penerapan nilai-nilai tersebut kepada anak-anak
- Mengetahui kepada siapa saja
penerapan nilai-nilai tersebut diterapkan - Mengetahui alasan subjek masih
menerapkan semua nilai-nilai tersebut Melalui
Afiliasi dan Sosialisasi
- Mengetahui cara subjek melaksanakan nilai-nilai yang dianut dari daerah asal ketika hidup di Bandung
- Mengetahui respon dan reaksi subjek terhadap nilai-nilai budaya Bandung - Mengetahui apakah subjek melakukan
pembaharuan terhadap nilai-nilai budaya Bandung
- Mengetahui penghargaan apa yang subjek berikan terhadap nilai budaya Bandung jika terdapat perbedaan
(33)
63
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Daftar Pertanyaan:
1. Bagaimana cara orangtua subjek mengasuh sewaktu bapak kecil berdasarkan adat istiadat di daerah asal?
2. Apakah cara tersebut masih subjek terapkan setelah berkeluarga?
3. Bagaimana cara subjek menerapkan hal tersebut dengan anak-anak saat ini? 4. Apakah mengerti tentang makna pola asuhan orangtua dahulu?misalnya
mengerti?maknanya gimana pak
5. Sejak kapan hal tersebut subjek terapkan di keluarga bapak saat ini?dan alasannya kenapa pak?
6. Kepada siapa saja hal tersebut subjek terapkan?apakah hanya kepada anak-anak atau seluruh anggota keluarga yang ada di rumah (ponakan, pembantu?
7. Apakah hal tersebut berlaku sama untuk anak laki-laki dan perempuan?alasan (sama/beda)
8. Bagaimana cara subjek menyeimbangkan hal tersebut (antara daerah asal dan di tempat tgl saat ini)
dengan nilai pengasuhan dari daerah asal subjek
- Mengetahui pengaruh system nilai yang konsisten terhadap gaya hidup keluarga subjek dan cara subjek
mengendalikannya Melalui
Pembinaan dan Pengasuhan
- Mengetahui reaksi anak-anak terhadap nilai daerah asal yang subjek terapkan - Mengetahui bagaimana cara subjek
menggabungkan kedua budaya tersebut Perubahan
Tingkah Laku, Kognisi dan Perasaan
- Mengetahui bagaimana cara anak subjek menerima pengasuhan dari subjek - Mengetahui bagaimana mengatur dan
(34)
64
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9. * Apakah subjek terus mempertahankan hal tersebut dari daerah asal hingga berdomisili di Bandung?
10.Bagaimana pendapat subjek tentang pola pengasuhan saat berada di Bandung? Bagaimana cara subjek menyikapinya?
11.Apakah hal tersebut (pola pengasuhan yang ada di Bandung) dapat sepenuhnya subjek terima dalam proses pengasuhan kepada anak-anak saat ini?
12.Apakah subjek ikut menerapkan hal yang baru tersebut atau tetap mempertahankan pola pengasuhan yang lama?Alasan
13.Jika ada perbedaan antara pola pengasuhan lama dan yang baru (daerah asal dan Bandung) bagaimana respon subjek tentang perbedaan tersebut?
14.*Bagaimana penerapan pola pengasuhan yang telah subjek lakukan sekarang?apakah telah tercampur atau pola pengasuhan yang subjek peroleh dari orangtua?
15.Dan bagaimana hasilnya setelah diterapkan saat ini (jika hasil dari pola pengasuhan baru apakah lebih baik dari pola pengasuhan yang diterapkan oleh orangtua subjek dahulu? 16.Apakah anak-anak subjek mematuhi dan melaksanakan pola pengasuhan yang diterapkan
saat ini (di kota Bandung)? Bagaimana tanggapan mereka?
17.Menurut subjek, Apakah perilaku anak-anak subjek menjadi lebih baik atau mengalami kemunduran dengan pola pengasuhan?
D. Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam (in depth interview). Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara terbuka yaitu subjek mengetahui bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud dan tujuan dari wawancara tersebut (Moleong, 2012). Selain itu wawancara dilakukan dengan tidak terstruktur, pertanyaan akan disesuaikan dengan keadaan dan ciri yang unik dari responden (Moleong, 2012).
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian fenomenologi menurut Creswell (dalam Kuswarno, 2009) adalah sebagai berikut :
(35)
65
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1. Peneliti memulai dengan mendeskripsikan secara menyeluruh pengalamannya. 2. Peneliti kemudian menemukan pernyataan (dalam wawancara) tentang bagaimana
orang-orang memahami topik, rinci pernyataan-pernyataan tersebut (horisonalisasi data) dan perlakukan setiap pernyataan memiliki nilai yang setara, serta kembangkan rincian tersebut dengan tidak melakukan pengulangan atau tumpang tindih.
3. Pengelompokan data ke dalam unit-unit bermakna (meaning unit), peneliti merinci unit-unit tersebut dan menuliskan sebuah penjelasan teksi (textural description) tentang pengalamannya, termasuk contoh-contoh secara seksama. 4. Merefleksikan pemikirannya dan menggunakan variasi imajinatif (imaginative
variation) atau deskripsi struktural (structural description), mencari keseluruhan makna yang memungkinkan dan melalui perspektif yang divergen (divergent perspectives), mempertimbangkan kerangka rujukan (phenomenon), dan mengkonstruksikan bagaimana gejala tersebut dialami.
5. Mengkonstruksikan seluruh penjelesannya tentang makna dan esensi (essence) pengalamannya.
6. Proses tersebut merupakan langkah awal peneliti mengungkapkan pengalamannya, dan kemudian diikuti pengalaman seluruh partisipan. Setelah semua itu dilakukan, kemudian tulislah deskripsi gabungannya (composite description).
F. Teknik Keabsahan Data
Dalam penelitian ini peneliti menguji keabsahan data dilakukan dengan cara :
1. Teknik Trianggulasi,
Dengan teknik keabsahan ini peneliti me-recheck temuannya dengan jalan membandingkan dengan berbagai teori.
(36)
66
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2. Pengecekan Anggota,
Dengan teknik ini, peneliti mengumpulkan para peserta yang telah ikut menjadi subjek penelitian dan mengecek kembali kebenaran data serta interpretasi yang telah dibuat oleh peneliti.
G. Proses Penelitian
Berikut adalah prosedur yang dilakukan di dalam penelitian ini :
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan dalam penelitian ini meliputi :
a. Pencarian informasi terkait dengan pengasuhan etnis Jawa, Batak, dan Minang mulai dari studi literature.
b. Melakukan studi pendahuluan berupa wawancara dengan salah satu pasangan suami istri yang berlatarbelakang dari salah satu ketiga etnis tersebut.
c. Membuat proposal penelitian, mencari subjek yang sesuai dengan penelitian dan membuat kerangka wawancara.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pada tahap ini peneliti memulai dengan bertemu subjek, terlebih dahulu peneliti menjelaskan maksud dan tujuan dari diadakannya penelitian ini. b. Peneliti membuat kesepakatan mengenai waktu hingga kerahasiaan data
yang diperoleh.
c. Peneliti melakukan wawancara sesuai dengan kerangka yang telah dipersiapkan dan ditetapkan sebelumnya.
3. Pengolahan Data
a. Peneliti melakukan analisis data dengan membuat transkrip rekaman hasil wawancara ke dalam tulisan.
b. Peneliti mengintervensi pernyataan-pernyataan penting yang relevan dengan topik.
(37)
67
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
c. Peneliti merinci pernyataan ke dalam makna dan dikelompokkan ke dalam tema-tema tertentu.
d. Peneliti mengintegrasikan tema-tema ke dalam deskripsi naratif serta membuat kesimpulan.
(38)
111
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang disertai dengan teori-teori yang mendukung mengenai Internalisasi/ Penghayatan Nilai-nilai Kedaerahan dalam Proses Pengasuhan Pasangan Suami Istri Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Pasangan Suami Istri Etnis Jawa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya internalisasi/ penghayatan nilai-nilai Jawa dalam pengasuhan yang berubah setelah berdomisili di Bandung. Terutama internalisasi dalam pengembangan kognisi dengan indikator mengingat dan memahami kembali proses pengasuhan berupa upacara adat seperti upacara adat kehamilan dan kelahiran. Sehingga, upacara tersebut mulai ditinggalkan responden ketika berdomisili di Bandung dengan salah satu alasan takut dikucilkan oleh warga setempat. Sedangkan untuk proses pengasuhan dalam menanamkan nilai-nilai kebaikan seperti kesopanan, kemandirian, pendidikan, keagamaan dan kedisplinan masih responden terapkan. Namun, internalisasi melalui proses afiliasi dan sosialisasi yang dilakukan responden dengan cara mengambil sesuatu yang positif dari budaya Jawa dan Sunda untuk diterapkan pada keluarga. Hal ini dilakukan responden agar mampu diterima oleh warga setempat dan menyesuaikan diri dengan budaya Sunda.
2. Pasangan Suami Istri Etnis Batak
Internalisasi/ penghayatan nilai-nilai Batak Toba dalam proses pengasuhan masih diterapkan responden kepada anaknya ketika berada di Bandung. Konsep nilai 3H yang menjadi tujuan hidup orang Batak Karo sangat dijunjung tinggi oleh responden terutama dalam hal pendidikan dan keagamaan yang akan diwariskan kepada anaknya. Hal tersebut dilakukan responden agar tetap bisa menghargai budaya Batak Karo sehingga tidak luntur yang menjadi ciri khas etnis responden ketika berdomisili di Bandung. Namun, hanya saja untuk upacara adat seperti upacara
(39)
112
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
kelahiran tidak lagi diterapkan oleh responden dengan alasan kurangnya memahami proses adat tersebut ketika berada di perantauan dan juga tidak adanya keluarga dekat yang dapat membantu responden jika melakukan proses adat di perantauan. Responden juga tidak mengabaikan budaya Sunda dengan cara menggabungkan nilai positif yang ada pada budaya Sunda untuk diterapkan proses pengasuhan kepada keluarga responden.
3. Pasangan Suami Istri Etnis Minang
Hasil penelitian menunjukan bahwa kurangnya internalisasi/ penghayatan proses pengasuhan responden dengan nilai-nilai Minang ketika telah berdomisili di Bandung. Walaupun demikian, responden mampu menyebutkan dan menjelaskan proses dan makna dari proses pengasuhan yang berupa upacara kelahiran, mendidik anak, hingga upacara pernikahan. Akan tetapi, responden tidak menerapkan semua pengasuhan adat Minang kepada anggota keluarganya saat ini disebabkan situasi dan kondisi yang berbeda dari daerah asal responden. Proses pengasuhan yang diterapkan saat ini kepada anak responden hasil kolaborasi budaya Sunda dan Minang yang positif, baik, dan sesuai dengan perkembangan zaman.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, untuk mencapai maksud dan tujuan peningkatan Internalisasi/ Penghayatan Nilai-nilai Kedaerahan dalam Proses Pengasuhan Pasangan Suami Istri Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang, yaitu:
1. Dari hasil penelitian, berdasarkan tanggapan pasangan suami istri Etnis Jawa, Etnis Batak, dan Etnis Minang terdapat permasalahan yang sama yaitu kurangnya penghayatan responden terhadap upacara-upacara adat yang menjadi tradisi/ ciri khas dari ketiga etnis tersebut, seperti upacara kehamilan, upacara kelahiran, dan upacara pernikahan untuk dipelajari lebih mendalam dengan mengetahui makna dari setiap proses upacara tersebut sehingga bisa diterapkan dimana pun walaupun tidak ada anggota keluarga yang berasal dari
(40)
113
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
daerah yang sama ketika berdomisili di Bandung dengan tidak mengabaikan atau menghapus budaya dan adat tempat tinggal responden saat ini.
2. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah penelitian tidak hanya dilakukan dalam hal internalisasi proses pengasuhan saja, namun dapat lebih dikembangkan dalam hal akulturasi proses pengasuhan, difusi proses pengasuhan, dan lebih memfokuskan variabel penelitian dengan sistem kekerabatan, sistem kekeluargaan, sistem perekonomian, sistem mata pencaharian dari ketiga etnis tersebut dan menambahkan dengan teori-teori terbaru.
(41)
114
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Mas’oed. 2008. Posisi Dan Peranan Bapak Sebagai Kepala Keluargadalam
Masyarakat Hukum Adat Minangkabau. Dikutip dari http://www.cimbuak.net, diakses pada tanggal 20 Oktober 2012.
Agustrisno, Junjungan S.B.P Simanjuntak, Abdul Rachman, Edi Saputra Siregar.1995. Pembinaan Budaya dalam Lingkungan Keluarga Daerah Sumatera Utara. Ed. Nismawati Tarigan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Alfiasari. 2008. Pengasuhan: Peran Strategis Orangtua dan Komunitas. Bogor: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Artikel: Yolnda K.H. Bogan. Parenting in 21st Century: A return to Community.
Bandura, Albert. 1974. Behavior Theory and The Models of Man. American Psychologist, 29, pp. 859-869.
---. 1977b. Social Learning Theory.Englewood Cliffs, NJ.Printince-Hall.
---. 1978. The Self System in Reciprocal Determinism. American Psychologist, 33, pp. 344-358.
---. 1982b. Self Efficasy Mechanism in Human Agency. American Psychologist, 37, pp. 122-147.
---. 1986. Social Foundation of Thought and Action: a Social Cognitive Theory. Englewood Cliffs, NJ.Prince-Hall.
---. 1990. “Clean Crusade: Citizenship in Action”. Social Education, Volume 54 (4) April/ May pp. 238-240.
Bastaman, H. D. 1996. Meraih Hidup Bermakna: Kisah Pribadi dengan Pengalaman Tragis. Jakarta: Paramadina.
(42)
115
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Bloom, Benjamin S. Et. al. 1971. Taxonomy of Education Objective Book 2 Affective Domain. New York/; David Mckay Company.Inc
Bourne Jr, L.E. & Ekstrand, B.R. 1973. Psychology: It’s Principles & Meanings. Illinois: Dryden Press.
Cantyas, Fitri. 2010. http://fitricahcilik.blogspot.com/2012/01/upacara-adat-jawa-kelahiran-manusia.htmltanggal 12 Juni 2013
Carkhuff, R. R. 1985. The Art of Helping Human Resourse Development.Massachusset: Publishing of Human Technology.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1994. Program Kegiatan Belajar Taman Kanak-Kanak: Garis-garis Besar Program Kegiatan Belajar. Jakarta: IGTKI-PGRI I D.I. Yogyakarta.
Depdikbud.1981. UpacaraTradisional Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta:DepartemenPendidikandanKebudayaan.
Durkheim, E. 1976. The Elementary Forms of The Religious Life Transalated by JosepWordswain. New York: The Humanities Colombia University. Frankl,V. E. 2006. Man’s Search forMeaning.Boston: Beacon Press.
Glicman, Carl D. 1981. Development Supervision Alternative Practice for Helping Teacher Improve Instruction Accupciation for Supervision and Curriculum Development. Alexandria: Virginia.
Gunarsa, S.D dan Gunarsa, S.Y. 1991. Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: BDK Gunung Mulia.
Hamka. 1984. Islam dan Adat Minangkabau. Jakarta: Panjimas.
Handayani, Trisakti dan Sugiarti. 2002. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang: UMM Press.
Hastuti, Dwi. 2008. Pengasuhan: Teori, Prinsip dan Aplikasinya. Bogor: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Hastuti, Dwi. 2010. Bab I Diktat KuliahPengasuhan. Bogor: Tidakditerbitkan.
Hernawati, N. 2002. Nilai Anak dan Pola Pengasuhan Berdasarkan Gender pada Anak Usia 2-3 Tahun di Kota Bogor. [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Institut Pertanian Bogor.
(43)
116
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Hermawati, Tanti. 2007. Budaya Jawa dan Kesetaraan Gender dalam Jurnal Komunikasi Massa Vol. 1, No. 1, Juli 2007, 25-34. Yogyakarta: Lembaga Penelitian IKIP Yogyakarta.
Hurlock, E. B. 1997. Perkembangan Anak Edisi 6 Jilid 2. (MM Tjandrasa:Penerjemah). Jakarta: Erlangga.
Iwan, Sugeng. 2005. Pengasuhan Anak Dalam Keluarga“The Next Lost Generation”. Dikutip dari www.orientalscholar.com.pdf, diakses tanggal 7 November 2012.
Jendrius.____. Perempuan dan Kerabat Perempuan dalam Masyarakat Matrilineal
Minangkabau Kontemporer. Dikutip dari
http://www.unand.ac.id/sosiologi/artikel/jendrius2.pdf, diakses pada tanggal 20 Oktober 2012.
J.B. Brooks. 2001. Parenting. Mayfield Publish Company (Chapter 1 dan Chapter 2).
Koentjoroningrat. 1986. PengantarIlmuAntropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Krech.Et. al. 1982. Individual in Society.Kogakusha Tokyo: Mc. Graw Hill.
Laksmi. 2010. Interaksi, Interpretasi dan Makna. Bandung: Karya Putra Darwati.
Lestari, Tri. 2005. Peranan Suami dalam Sosialisasi Anak pada Keluarga Migran Sirkuler Perempuan (Kasus Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah). [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu-IlmuSosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Lestari, Wahyu. 1989. Proses Sosialisasi, Enkulturasi dan Internalisasi Dalam Pengajaran Seni Tari Pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta [Tesis]. Yogyakarta: PPs IKIP Yogyakarta.
Lukas, E. 1986. Meaningful Living: A Logotherapy Guide to Health. (tanpa kota penerbit dan nama penerbit)
Milton, Charles R. 1981. Human Behavioral Organization Three level of Behavior. Englewood Cliffs, NJ.Printice-Hall.
Moleong, Lexy. 2012. Metode Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
(44)
117
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Navis, A.A. 1984. Alam Takambang jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Grafity Perss.
Olsen, Marvin E. 1968. The Process of Social Organization. New York/ Chicago/ Santra-Atlantik/ Dallas/ Montreae Toronto/ London Half, Rinchart and Wilton: New York.
Prasodjo, Nuraini W dan Nurmala K. Pandjaitan. 2003. Stratifikasi Sosial dalam Sosiologi Umum. Bogor: Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Pustaka Wirausaha Muda Bogor.
Putri, Sinta Susanto. 2006. Hubungan Nilai Anak, Pola Asuh dan Aktivitas Anak Sibuk [Skripsi]. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ranst, N.V. & Marcoen, A. (t,th). Structural Components of Personal Meaning in Life and Their Relationship with Death Attitudes and Coping Mechanisms in Late Adulthood. California: Sage Publication.
Reker, G. T., & Chamberlain, K., 2000. Exploring Existential Meaning : Optimizing Human Development Across the Life Span. California: Sage Publication.
Reker, G.T. 1997. Personal meaning, optimism, and choice: Existential predictors ofdepression in community and institutional velderly. Vol.37, Iss. 6; pg. 709, 8 pgs. Diaksespada6 Januari 2013, dari www.proquest.com
R.M. Berns. 1997. Child, Family, School, Community Social and Support. Harcourt Brace Collage Publihers (Bab Ecology Parenting).
Rohidi, TjetjepRohendi. 1994. Pendekatan SistemSosialBudayaDalamPendidikan. Semarang: IKIP Semarang Press.
Sa’diyyah, Nino Yayah. 1998. Pengaruh Karakteristik dan Pola Pengasuhan Terhadap
Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. [Tesis]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Salioso, Herdi. 2003. Kota Dumai Mutiara Pantai Timur Sumatera. Pekanbaru: UNRI Press.
Shaw, at.Al. 1992.“School Culture: Organization Value Orientation and Commitmen”.Jurnal of Education & Research 85 n 5 May-Jun.
Siregar, Rahma Sari. 2003. Sosialisasi Anak dalam Kekuarga yang tinggal bukan pada Lingkungan Budaya Asal (Kajian Masyarakat Migran di Salah Satu Kelurahan, Kecamatan Bogor Selatan, Kotamadya Bogor). [Skripsi].
(45)
118
Reni Permata Sari,2013
Internalisasi/ Penghayatan Nilai-Nilai Kedaerahan Dalam Proses Pengasuhan Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Bogor: Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Smith, Philip. 2001. Cultural Theory: an Introduction. Malden Massachusetss: Blackwell.
Soekanto, Soeyono. 1987. Masyarakat dan Kekuasaan. Jakarta: Rajawali Press.
Sontani, Uep Tatang & Sambas Ali Muhidin. 2011. Desain Penelitian Kualitatif. Bandung: Karya Andhika Utama.
Tinambunan, W. E. 2010. Pemberdayaan Komunitas Suku Sakai Dalam Mempertahankan Kebudayaan Daerah di Kabupaten Bengkalis. Lembaga Penelitian. UNRI, Pekanbaru
(1)
daerah yang sama ketika berdomisili di Bandung dengan tidak mengabaikan atau menghapus budaya dan adat tempat tinggal responden saat ini.
2. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah penelitian tidak hanya dilakukan dalam hal internalisasi proses pengasuhan saja, namun dapat lebih dikembangkan dalam hal akulturasi proses pengasuhan, difusi proses pengasuhan, dan lebih memfokuskan variabel penelitian dengan sistem kekerabatan, sistem kekeluargaan, sistem perekonomian, sistem mata pencaharian dari ketiga etnis tersebut dan menambahkan dengan teori-teori terbaru.
(2)
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Mas’oed. 2008. Posisi Dan Peranan Bapak Sebagai Kepala Keluargadalam Masyarakat Hukum Adat Minangkabau. Dikutip dari http://www.cimbuak.net, diakses pada tanggal 20 Oktober 2012.
Agustrisno, Junjungan S.B.P Simanjuntak, Abdul Rachman, Edi Saputra Siregar.1995.
Pembinaan Budaya dalam Lingkungan Keluarga Daerah Sumatera Utara. Ed. Nismawati Tarigan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Alfiasari. 2008. Pengasuhan: Peran Strategis Orangtua dan Komunitas. Bogor: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Artikel: Yolnda K.H. Bogan. Parenting in 21st Century: A return to Community.
Bandura, Albert. 1974. Behavior Theory and The Models of Man. American Psychologist, 29, pp. 859-869.
---. 1977b. Social Learning Theory.Englewood Cliffs, NJ.Printince-Hall.
---. 1978. The Self System in Reciprocal Determinism. American Psychologist, 33, pp. 344-358.
---. 1982b. Self Efficasy Mechanism in Human Agency. American Psychologist, 37, pp. 122-147.
---. 1986. Social Foundation of Thought and Action: a Social Cognitive Theory. Englewood Cliffs, NJ.Prince-Hall.
---. 1990. “Clean Crusade: Citizenship in Action”. Social Education, Volume 54 (4) April/ May pp. 238-240.
Bastaman, H. D. 1996. Meraih Hidup Bermakna: Kisah Pribadi dengan Pengalaman Tragis.
Jakarta: Paramadina.
(3)
Bloom, Benjamin S. Et. al. 1971. Taxonomy of Education Objective Book 2 Affective Domain. New York/; David Mckay Company.Inc
Bourne Jr, L.E. & Ekstrand, B.R. 1973. Psychology: It’s Principles & Meanings. Illinois: Dryden Press.
Cantyas, Fitri. 2010. http://fitricahcilik.blogspot.com/2012/01/upacara-adat-jawa-kelahiran-manusia.htmltanggal 12 Juni 2013
Carkhuff, R. R. 1985. The Art of Helping Human Resourse Development.Massachusset: Publishing of Human Technology.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1994. Program Kegiatan Belajar Taman Kanak-Kanak: Garis-garis Besar Program Kegiatan Belajar. Jakarta: IGTKI-PGRI I D.I. Yogyakarta.
Depdikbud.1981. UpacaraTradisional Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta:DepartemenPendidikandanKebudayaan.
Durkheim, E. 1976. The Elementary Forms of The Religious Life Transalated by JosepWordswain. New York: The Humanities Colombia University.
Frankl,V. E. 2006. Man’s Search forMeaning.Boston: Beacon Press.
Glicman, Carl D. 1981. Development Supervision Alternative Practice for Helping Teacher Improve Instruction Accupciation for Supervision and Curriculum Development. Alexandria: Virginia.
Gunarsa, S.D dan Gunarsa, S.Y. 1991. Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: BDK Gunung Mulia.
Hamka. 1984. Islam dan Adat Minangkabau. Jakarta: Panjimas.
Handayani, Trisakti dan Sugiarti. 2002. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang: UMM Press.
Hastuti, Dwi. 2008. Pengasuhan: Teori, Prinsip dan Aplikasinya. Bogor: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Hastuti, Dwi. 2010. Bab I Diktat KuliahPengasuhan. Bogor: Tidakditerbitkan.
Hernawati, N. 2002. Nilai Anak dan Pola Pengasuhan Berdasarkan Gender pada Anak Usia 2-3 Tahun di Kota Bogor. [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Institut Pertanian Bogor.
(4)
Hermawati, Tanti. 2007. Budaya Jawa dan Kesetaraan Gender dalam Jurnal Komunikasi Massa Vol. 1, No. 1, Juli 2007, 25-34. Yogyakarta: Lembaga Penelitian IKIP Yogyakarta.
Hurlock, E. B. 1997. Perkembangan Anak Edisi 6 Jilid 2. (MM Tjandrasa:Penerjemah). Jakarta: Erlangga.
Iwan, Sugeng. 2005. Pengasuhan Anak Dalam Keluarga“The Next Lost Generation”. Dikutip dari www.orientalscholar.com.pdf, diakses tanggal 7 November 2012.
Jendrius.____. Perempuan dan Kerabat Perempuan dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau Kontemporer. Dikutip dari http://www.unand.ac.id/sosiologi/artikel/jendrius2.pdf, diakses pada tanggal 20 Oktober 2012.
J.B. Brooks. 2001. Parenting. Mayfield Publish Company (Chapter 1 dan Chapter 2).
Koentjoroningrat. 1986. PengantarIlmuAntropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Krech.Et. al. 1982. Individual in Society.Kogakusha Tokyo: Mc. Graw Hill.
Laksmi. 2010. Interaksi, Interpretasi dan Makna. Bandung: Karya Putra Darwati.
Lestari, Tri. 2005. Peranan Suami dalam Sosialisasi Anak pada Keluarga Migran Sirkuler Perempuan (Kasus Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah). [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu-IlmuSosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Lestari, Wahyu. 1989. Proses Sosialisasi, Enkulturasi dan Internalisasi Dalam Pengajaran Seni Tari Pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta [Tesis]. Yogyakarta: PPs IKIP Yogyakarta.
Lukas, E. 1986. Meaningful Living: A Logotherapy Guide to Health. (tanpa kota penerbit dan nama penerbit)
Milton, Charles R. 1981. Human Behavioral Organization Three level of Behavior. Englewood Cliffs, NJ.Printice-Hall.
Moleong, Lexy. 2012. Metode Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
(5)
Navis, A.A. 1984. Alam Takambang jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau.
Jakarta: Grafity Perss.
Olsen, Marvin E. 1968. The Process of Social Organization. New York/ Chicago/ Santra-Atlantik/ Dallas/ Montreae Toronto/ London Half, Rinchart and Wilton: New York.
Prasodjo, Nuraini W dan Nurmala K. Pandjaitan. 2003. Stratifikasi Sosial dalam Sosiologi Umum. Bogor: Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Pustaka Wirausaha Muda Bogor.
Putri, Sinta Susanto. 2006. Hubungan Nilai Anak, Pola Asuh dan Aktivitas Anak Sibuk
[Skripsi]. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ranst, N.V. & Marcoen, A. (t,th). Structural Components of Personal Meaning in Life and Their Relationship with Death Attitudes and Coping Mechanisms in Late Adulthood. California: Sage Publication.
Reker, G. T., & Chamberlain, K., 2000. Exploring Existential Meaning : Optimizing Human Development Across the Life Span. California: Sage Publication.
Reker, G.T. 1997. Personal meaning, optimism, and choice: Existential predictors ofdepression in community and institutional velderly. Vol.37, Iss. 6; pg. 709, 8 pgs. Diaksespada6 Januari 2013, dari www.proquest.com
R.M. Berns. 1997. Child, Family, School, Community Social and Support. Harcourt Brace Collage Publihers (Bab Ecology Parenting).
Rohidi, TjetjepRohendi. 1994. Pendekatan SistemSosialBudayaDalamPendidikan. Semarang: IKIP Semarang Press.
Sa’diyyah, Nino Yayah. 1998. Pengaruh Karakteristik dan Pola Pengasuhan Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. [Tesis]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Salioso, Herdi. 2003. Kota Dumai Mutiara Pantai Timur Sumatera. Pekanbaru: UNRI Press.
Shaw, at.Al. 1992.“School Culture: Organization Value Orientation and Commitmen”.Jurnal of Education & Research 85 n 5 May-Jun.
Siregar, Rahma Sari. 2003. Sosialisasi Anak dalam Kekuarga yang tinggal bukan pada Lingkungan Budaya Asal (Kajian Masyarakat Migran di Salah Satu Kelurahan, Kecamatan Bogor Selatan, Kotamadya Bogor). [Skripsi].
(6)
Bogor: Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Smith, Philip. 2001. Cultural Theory: an Introduction. Malden Massachusetss: Blackwell.
Soekanto, Soeyono. 1987. Masyarakat dan Kekuasaan. Jakarta: Rajawali Press.
Sontani, Uep Tatang & Sambas Ali Muhidin. 2011. Desain Penelitian Kualitatif. Bandung: Karya Andhika Utama.
Tinambunan, W. E. 2010. Pemberdayaan Komunitas Suku Sakai Dalam Mempertahankan Kebudayaan Daerah di Kabupaten Bengkalis. Lembaga Penelitian. UNRI, Pekanbaru