Tinjauaan Hukum Internasional Terhadap Perlakuan Diskriminatif terhadap Etnis Minoritas (studi kasus : Etnis Muslim Uighur di China)

(1)

TIN

PE

(STU

Diajuk

NJAUAAN

ERLAKU

UDI KAS

kan untuk M u

U

N HUKUM

UAN DISK

SUS : ETN

Melengkap untuk Menc JON HUKU FA UNIVERSI

M INTER

KRIMINA

MINORI

NIS MUS

SKRIP pi Tugas-tu capai Gelar Oleh NATHAN G 0902004 UM INTER AKULTAS ITAS SUM MEDA 2014  

RNASION

ATIF TER

ITAS

SLIM UIG

PSI

ugas dan M r Sarjana H

: GERI BOY 419 RNASIONA HUKUM MATERA U AN 4

NAL TER

RHADAP

GHUR DI

Memenuhi S Hukum Y AL UTARA

RHADAP

P ETNIS

I CHINA)

Syarat-syar

P

)

rat


(2)

TINJAUAAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP

PERLAKUAN DISKRIMINATIF TERHADAP ETNIS

MINORITAS

(STUDI KASUS : ETNIS MUSLIM UIGHUR DI CHINA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

JONATHAN GERI BOY 090200419

HUKUM INTERNASIONAL Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Internasional

Arif, SH, M.H.

NIP : 196403301993031002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Sulaiman, SH. Makdin Munthe, SH, M. Hum NIP: 197412281979031001 NIP : 195508081980031004

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

TINJAUAAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PERLAKUAN DISKRIMINATIF TERHADAP ETNIS MINORITAS

(STUDI KASUS : ETNIS MUSLIM UIGHUR DI CHINA) ABSTRAK

Prof. Sulaiman, SH* Makdin Munthe, SH.,M. Hum**

Jonathan Geri Boy ***

Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh ketertarikan penulis terhadap Diskriminasi yang dilakukan oleh Pemerintah China terhadap Etnis Muslim Uighur di Xinjiang. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pengaturan hukum internasional tentang hubungan antara negara dengan warga negara, konsepsi HAM terhadap pelanggaran hak asasi kaum minoritas, dan penegakan hukum terhadap pelanggaran HAM berat yang dilakukan pemerintah China terhadap suku muslim Uighur.

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai dengan analisa kasus dan hubungannya terhadap peraturan hukum yang mengatur permasalahan skripsi

.Berdasarkan hasil penelitian penulis mengambil kesimpulan bahwa Hak Asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki sejak manusia lahir atau saat dimulainya manusia tersebut berinteraksi dengan masyarakat. Hak tersebut tidak dapat diambil oleh siapapun bahkan negara seharusnya mempunyai tanggungjawab untuk melindungi hak-hak yang dimiliki oleh individu tidak peduli apakah individu terssebut termasuk dalam etnis mayoritas ataupun minoritas, khususnya etnis minoritas sudah diatur tentang perlindungan akan hak-haknya berdasarkan Hukum Internasional dalam instrmen-instrumen Internasional, dalam hal ini konflik antara pemerintah China dan etnis muslim Uighur dilatar belakangi oleh keinginan China untuk membentuk One china policy sehingga melakukan tindakan represif yang mendiskriminasikan etnis uighur, dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)

Kata Kunci : Ham berat, Etnis Minoritas, Extra ordinary crime *) Dosen Pembimbing I

**) Dosen Pembimbing II


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya :

Nama : Jonathan Geri Boy

NIM : 090200419

Judul : TINJAUAAN HUKUM INTERNASIONAL

TERHADAP PERLAKUAAN DISKRIMINATIF TERHADAP ETNIS

MINORITAS ( STUDI KASUS ETNIS MUSLIM UIGHUR DI CHINA)

Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul karya saya sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuat oleh orang lain

Apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut diatas, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku termasuk sanki pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh

Medan,

Jonathan Geri Boy


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan hormat syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa dan anakNya Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat yang hidup dan telah mencurahkan berkat dan karuniaNya yang melimpah sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan masa studi dan memperoleh gelar Sarjana Hukum jurusan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “TINJAUAAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PERLAKUAAN DISKRIMINATRIF TERHADAP ETNIS MINORITAS (STUDI KASUS : ETNIS MUSLIM UIGHUR DI CHINA). Tiada gading yang tak retak, andaikan retak jadikanlah sebagai ukiran, demikian sama halnya seperti skripsi ini yang masi jauh dari kata sempurna baik dalam proses penyusunan, pemilihan maupun rangkiaan kata demi kata, serta kelalaian dalam proses pengeditan. Dengan segala kerendahan hati, penulis bersedia menerima kritik dan saran yang membangun agar dapat menjadi acuan penulis dalam karya penulisan berikutnya.


(6)

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M. Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara beserta staf-stafnya

2. Bapak Arif, SH, MH, selaku Ketua Departemen Hukum Internasional dan Bapak Dr.Jelly Leviza, SH, M. Hum selaku Sekertari Departemen Hukum Internasional, yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk membuat skripsi ini,

3. Bapak Prof. Sulaiman, SH, selaku Pembimbing I, yang telah sabar menyediakan dan meluangkan waktunya untuk memberikan segala bimbingan dan saran kepada penulis dalam penyelesaiaan skripsi ini.

4. Bapak Makdin Munthe, SH, M. Hum, selaku Pembimbung II, yang juga telah sabar untuk mnyediakan dan meluangkan waktunya dalam memberikan segala bimbingan sert saran kepada penulis dalam penyelesaiaan skripsi ini.

5. Seluruh staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pengajaran tentang segala ilmu pengetahuan kepada penulis selama penulis menyelesaikan studinya.


(7)

6. Terkhususnya kepada kedua orang tua ku tercinta, Ayahanda Agenus Yohanes, SE, dan Ibunda dr. Riris Rosinta Helena Volka Aruan, terima kasih sebesar besarnya saya ucapkan karena telah membesarkan saya, dan mendidik saya, terima kasih untuk segala kasih sayang yang kalian berikan dan serta doa yang selalu kalian ucapkan dimanapun saya berada, sehingga saya dapat menyelesaikan studi dan skripsi ini,

7. Adek-adek saya tercinta Ruth Theresia dan Joshua Sandy Gilbert, kalianlah penyemangat bagi saya dalam menyelesaikan studi dan penulisan skripsi ini

8. Keluarga besar Fakultas Hukum, abang dan kakak senior serta adik-adik, terkhususnya keluarga besar yang sangat saya cintai GLC Projection, Wisman Goklas, SH, Jigoro Lumbanraja, SH, Alvonso Manihuruk SH, Maulana Zulfdli SH, IPDA Yudhi Anugrah Putra , Dina Krisyanti Rupang, SH, Rahmat Ari Septiawan, SH, Rivai Sialoho, SH, Leonardy Siringoringo, SH serta Sarah Sylviana, SH, terimakasih telah menjadi sahabat dan keluarga yang sangat baik selama penulis menjalankan studinya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis

Jonathan Geri Boy 


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 7

C.Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D.Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 9

1. Hak Asasi Manusia ... 9

2. Etnis Minoritas ... 13

3. Extra Ordinary Crime ... 15

F. Metode Penelitian ... 18

G.Sistematika Penulisan ... 18

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG HUBUNGAN ANTARA NEGARA DENGAN WARGA NEGARA ... 20

A.Pengertian Ras, Bangsa Dan Warga Negara ... 20

B.Pentingnya Memiliki Kewarganegaraan Dalam Negara ... 24

C.Tanggung Jawab Negara Terhadap Warga Negara Menurut Hukum Internasional ... 34

BAB III KONSEPSI HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI KAUM MINORITAS ... 43

A.Pengertian Dan Prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Internasional ... 43

B.Praktek Pelanggaran Hak Asasi Manusia Dan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan ... 51

1. Pembatasan Kebebasan Dalam Perspektif HAM ... 51

2. Bentuk-bentuk Pelanggaran HAM ... 54

3. Kejahatan Terhadap Kemanusiaan ... 58

C.Pengaturan Hukum Hak Asasi Manusia Terhadap Kaum Minoritas ... 61

1. Pengertian Diskriminasi Rasial ... 61

2. Perlindungan Terhadap Kaum Minoritas Dalam Hukum Internasional ... 62


(9)

BAB IV PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PELANGGARAN HAM BERAT YANG DILAKUKAN OLEH

PEMERINTAH CHINA TERHADAP SUKU MUSLIM UIGHUR .. 75

A.Sejarah Terjadinya Konflik Antara Suku Muslim UIGHUR dan Suku HAN di China ... 75

1. Sejarah Etnis Muslim UIGHUR ... 75

2. Latar Belakang Terjadinya Konflik Antara Etnis HAN dengan Etnis Muslim UIGHUR ... 78

B.Jenis-jenis Pelanggaran HAM Yang Dilakukan Pemerintah ChinaTerhadap Suku Muslim UIGHUR ... 82

1. Diskriminasi Pemerintahan China Terhadap Etnis Muslim UIGHUR .. 82

2. Pelanggaran HAM Yang Dilakukan Oleh Pemerintah China Terhadap Etnis Muslim UIGHUR ... 86

C.Penyelesaian Pelanggaran HAM Sebagai Extra Ordinary Crime Terhadap Perlakukan Pemerintah China Terhadap Suku UIGHUR di China ... 93

1. Analisa Kasus Tindak Pelanggaran HAM Terhadap Etnis UIGHUR di China ... 93

2. Penyelesaian Kasus Etnis UIGHUR di China Atas Pelanggaran HAM Berat Berdasarkan Hukum Internasional ... 101

a. Upaya Penyelesaian Pelanggaran HAM Melalui Jalur Diplomasi ... 101

b. Upaya Penyelesaian Konflik Melalui International Criminal Court (ICC) ... 104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 113

A.Kesimpulan ... 113

B.Saran ... 114

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

TINJAUAAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PERLAKUAN DISKRIMINATIF TERHADAP ETNIS MINORITAS

(STUDI KASUS : ETNIS MUSLIM UIGHUR DI CHINA) ABSTRAK

Prof. Sulaiman, SH* Makdin Munthe, SH.,M. Hum**

Jonathan Geri Boy ***

Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh ketertarikan penulis terhadap Diskriminasi yang dilakukan oleh Pemerintah China terhadap Etnis Muslim Uighur di Xinjiang. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pengaturan hukum internasional tentang hubungan antara negara dengan warga negara, konsepsi HAM terhadap pelanggaran hak asasi kaum minoritas, dan penegakan hukum terhadap pelanggaran HAM berat yang dilakukan pemerintah China terhadap suku muslim Uighur.

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai dengan analisa kasus dan hubungannya terhadap peraturan hukum yang mengatur permasalahan skripsi

.Berdasarkan hasil penelitian penulis mengambil kesimpulan bahwa Hak Asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki sejak manusia lahir atau saat dimulainya manusia tersebut berinteraksi dengan masyarakat. Hak tersebut tidak dapat diambil oleh siapapun bahkan negara seharusnya mempunyai tanggungjawab untuk melindungi hak-hak yang dimiliki oleh individu tidak peduli apakah individu terssebut termasuk dalam etnis mayoritas ataupun minoritas, khususnya etnis minoritas sudah diatur tentang perlindungan akan hak-haknya berdasarkan Hukum Internasional dalam instrmen-instrumen Internasional, dalam hal ini konflik antara pemerintah China dan etnis muslim Uighur dilatar belakangi oleh keinginan China untuk membentuk One china policy sehingga melakukan tindakan represif yang mendiskriminasikan etnis uighur, dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)

Kata Kunci : Ham berat, Etnis Minoritas, Extra ordinary crime *) Dosen Pembimbing I

**) Dosen Pembimbing II


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan Hukum Internasional,terutma setelah Perang Dunia I, telah memberikan status kepada individu sebagai subjek hukum Internasional yang mandiri dalam tata hukum internasional.Pembentukan pengadilan Internasional Nuremberg Tokyo telah mendudukkan individu sebagai subjek hukum yang dituntut atas kejahatan kemanusiaan.Selanjutnya, individu dalam hukum Internasional hak asasi manusia, juga dapat membela hak-haknya secara langsung,yang pada awalnya berlaku menurut masyarakat Eropa dalam Konvensi Eropa serta berlaku dalam Konvensi Amerika.

Kepentingan Individu mulai terasa memerlukan perlindungan terhadap pemerintahannya. Individu menuntut hak-hak yang diperlukan kebebasan dari campur tangan pemerintahannya. Individu menuntut hak-hak yang diperlukan sesuai dengan martabat manusianya, baik sebagai orang perseorangan maupun sebagai kesatuan.Landasan teori pembenaran tuntutan itu didasarkan pada hukum alam. Teori yang mengajarkan bahwa kekuasaan pemerintah memiliki batasan. Dengan pembatasan itu, hukum alam memberikan individu hak-hak yang bebas dari campur tangan pemerintah, termasuk dalam hak-hak itu adalah hak asasi manusia.1

       1

Dedi Supriyadi, Internasional ( dari konsepsi sampai aplikasi),Bandung, Pustaka Setia, 2011, hlm . 231


(12)

Pengakuan Individu dalam Hukum Internasional hak asasi manusia juga dicantumkan dalam Pasal 14 Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial, dan Protokol Opsional Konvenan Hak-hak Sipil dan Politik,yang memberikan hak petisi atau prosedur pengaduan bagi individu. Demikan juga, hak buruh untuk menyampaikan pengaduan yang diatur dalam Konvensi ILO.2

Semua perkembangan tersebut memberikan harapan bagi HAM, walaupun hukum internasional tidak terlepas dengan kepentingan “politik” negara. Demikian juga, pemberlakuan prosedur internasional tidak terlepas dari sifat politik. Dikatakan harapan yang besar muncul karena hukum internasional hak asasi manusia secara konsisten mengatur kewajiban internasional bagi semua negara untuk mempromosikan, menghormati, melindungi, memenuhi-memfasilitasi dan menyediakan hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial dan hak budaya setiap orang dan kelompok.

Dalam perkembangan sejarah, pembatasan atas kekuasaan pemerintah kemudian ditetapkan dalam hukum positif Negara, baik di negara-negara Eropa Kontinental maupun di negara-negara Anglo Saxon. Pada tahun 1579 misalnya, Universitas Utrecht telah menetapkan bahwa “pelaksanaan agama dapat diatur lebih lanjut oleh provinsi jika setiap orang tetap bebas beragama dan tidak boleh diselidiki karena menganut sesuatu agama.”3

Di inggris pada tahun 1212 telah ditetpkan Magna Charta yang merupakan perjanjian perdamaiaan antara raja dan warga bersenjata. Pada tahun 1679 ditetapkan Habeas Corpus Act I yang menjamin hak-hak individu dalam       

2

Hafish Adi , Hubungan hukum Internasional dengan HAM, , diakses dari http://brucelee.blogspot.com (diakses pada 31 juli 2013,pukul 23:00 wib)

3


(13)

penahanan. Pada tahun 1689 ditetapkan Bill of Rights yang menetapkan hak dan kebebasan rakyat dan penggantian mahkota.Pada tahun 1776 ditetapkan Declaration of Rightsoleh Virginia di Amerika Utara yang merupakan perumusan pertama HAM negara Anglo Saxon.Atas pengaruh paham yang berkembang di Inggris dan di Amerika Serikat pada tahun 1789, Prancis menetapkan Declaration of Rights yang dianggap sebagai bagian dari Undang-Undang Dasarnya. Deklarasi itu berisikan 17 Pasal yang menetapkan HAM dan warga negaara.

Pengaturan HAM dalam talam tataran Internasional sesudah ditetapkannya Deklarasi Universal tentang HAM berkembang secara regional khusus untuk bidang kehidupan tertentu dan secara universal. Pada tahun 1950an, disepakati Perjanjian Eropa untuk melindungi HAM dan kebebasan fundamental. Dalam perkembangan selanjutnya, perjanjiaan itu dikembangkan dengan ketentuan-ketentuan tamban yang ditetapkan dalam bentuk protokol

Pengaturan HAM juga berkembang dalam hukum internasional yang mengatur bidang khusus, sebagai contoh lima konvensi yang disepakati dalam konfrensi organisassi perburuhan Internasional, yaitu :

1. Freedom of Assocation dan Protection of te Right to Organise Convention 1948 ;

2. The Right to Organise And Collective Bargaining Convention 1949 3. The Equal Remuneration Convention 1951

4. The abolition of Forced Labour Convetion 1957 5. The Discrimination Convention 19584

       4


(14)

Langkah penting PBB selanjutnya yang berkaitan dengan HAM adalah menjadikan ketentuan-ketentuan HAM yang mengikat secara moral menjadi ketentuan-ketentuan konvensi internasional yang mengikat secara hukum, ketentuan-ketentuaan tersebut berhasil disepakati tahun 1966 yang mulai berlaku pada tahun 1976. Ketentuan-ketentuan itu dituangkan dalam dua perjanjiaan internasional, yaitu :

1. The International Convenant on Economic,Social,and Cultural Rights 2. The International Convenant on Civil and Polictical Rights beserta

Optional Protocol5

Ketentuan-ketentuan dalam dua convenant itu pada umum mencerminkan ketentuan Universal Declaration of Human Rights, tetapi tidak semua ketentuan convenant tercakup dalam deklarasi tersebut.

Banyak Dokumen internasional tentang HAM telah menyebut tentang kebebasan beragama.Dalam Deklarasi Universal tentang HAM yang diadopsi PBB tahun 1948, pasal 18, 26,dan 29, disebut mengenai pokok-pokok kebebasan beragama.Pasal 18 mengatakan bahwa setiap orang mempunyai hak kebebasan berpikir, berkesadaran dan beragama, termasuk kebebasan memilih dan memeluk agama dan menyatakan agamanya itu dalam pengajaran, pengamalan, dan beribadahnya ,baik secara sendiri-sendiri maupun dalam kelompok. Dalam Konvenan Internasional tentang Hak-Hak sipil dan Politik yang disahkan oleh PBB pada tanggal 16 Desember 1966, pada pasal 18 juga dinyatakan hal yang

       5


(15)

sama dengan apa yang disebutkan dalam Pasal 18 Deklarasi Universal tentang HAM PBB tersebut.

Kemudian dalam konvenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi dan Sosial serta Budaya yang disahkan oleh PBB tanggal 16 Desember 1966, Pada pasal 13 dinyatakan bahwa semua negara pihak yang meratifikasi konvenan itu harus menghormati kebebasan orang tua atau wali untuk menjamin bahwa pendidikan anak mereka di sekolah-sekolah dilakukan sesuai dengan agama mereka. Dalam deklarasi tentang Penghapusan segala bentuk Intoleransi dan diskriminasi berdasarkan agama atau kepercayaan yang diaanut dan didukung PBB tahun 1981 pada pasal 1 juga dinyatakan bahwa setiap orang bebas untuk memilih dan menganut agama dan memanifestasikannya secara pribadi dan berkelompok, baik dalam beribadat, pengamalan maupun pengajarannya.

Dalam Konvenan Internasional tentang hak-hak anak yang diadopsi oleh PBB tanggal 20 November1989, khususnya pasal 14, 29 dan 30, dinyatakan bahwa Negara wajib memberikan jaminan kebebasan untuk mewujudkan agama dan kepercayaannya serta pengembangan diri kepribadian budaya tempat dimana anak tinggal, terutama bagi anak yang berada dalam kelompok minoritas dijamin tidak akan dirampas haknya dalam masyarakat untuk dapat melaksanakan ajaran agamanya maupun menikmati kebudayaannya sendiri.

Dalam dokumen Durban Review Conference bulan April 2009, paragraf 13 juga dinyatkan bahwa negara-negara PBB memperteguh komitmen mereka bahwa semua pernyataan yang bersifat kebencian keagamaan adalah termasuk diskriminasi yang harus dilarang dengan hukum .Demikanlah beberapa dokumen


(16)

internasional yang merupakan kesepakatan bangsa-bangsa anggota PBB untuk menegakkan HAM dibidang diskriminasi

Dampak pengaturan HAM dalam hukum Internasional tersebut yaitu pengakuan dan penghormatan HAM untuk melindungi kepentingan individu terhadap tindakan sewenang-wenang pemerintahnya. Dengan perlindungan itu, individu dapat hidup sesuai dengan martabatnya sebagai manusia. Pengakuan,penghormatan, dan perlindungan HAM merupakan urusan domestik negara yang bersangkutan.Akan tetapi,dengan diaturnya HAM dalam hukum Internasional, pengakuaan,penghormatan, dan perlindungan HAM tidak saja berkaitan dalam hubungan antara pemerintah dan warganya. Pengakuan, penghormatan,dan perlindungan HAM beraitan dengan hubungan Pemerintah suatu negara dan warga negaranya dengan negara lain. Dengan kata lain, pengakuan penghormatan dan perlindungan HAM,menjadi urusan internasional. HAM diatur, diawasi pelaksanaannnya, dan orang yang melakukan pelanggaran dikenai sanksi oleh masyarakat internasional. Adanya pengawasan demikian memang merupakan “Intervensi masyarakat Internasional dalam urusan domestik warganya”6

       6


(17)

B. RUMUSAN MASALAH

Dari uraiaan latar belakang di atas penulis mengangkut beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini antara lain :

1. Pengaturan Hukum Internasional tentang hubungan antara negara dan warga negaranya

2. Konsepsi Hak Asasi Manusia terhadap pelanggaran Hak Asasi kaum minoritas

3. Penegakan HAM dalam pelanggaran yang dilakukan negara China kepada kelompok Etnis Muslim Uighur menurut hukum internasional

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN 1. Tujuan Penulisan

Tujuan penulis melaksanakan penelitian ini adalah

a) Untuk mengetahui pengaturan hukum internasional terhadap hubungan antara negara dan warga negara

b) Untuk mengetahui konsepsi Hak Asasi Manusia terhadap pelanggaran hak kaum minoritas

c) Untuk mengetahui penegakan HAM dalam kasus pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintahan China kepada kelompok etnis minoritas Muslim Uighur bila ditinjau dari hukum internasional


(18)

2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah a. Secara Teoritis

Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuaan hukum internasional, khususnnya terkait mengenai Tinjauan hukum internasional terhadap perlakuaan Diskriminatif terhadap etnis minoritas

b. Secara praktis

Memberikan sumbangan pemikiran yuridis tentang perlakuaan diskriminatif terhadap etnis minoritas kepada Almamater Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebagai bahan masukan bagi sesama rekan-rekan mahasiswa

D. KEASLIAN PENULISAN

Adapun judul tulisan ini adalah Tinjauan Hukum Internasional terhadap perlakuan diskriminatif terhadap etnis minoritas (studi kasus : Etnis Muslim Uighur di China), dimana judul skripsi ini sebelumnya belum pernah ada yang menulisnya, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama.Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan

Penulisan ini disusun berdasarkan literatur-literatur yang berkaitan dengan perlakuan diskriminatif terhadap etnis minoritas. Oleh karena itu penulisan ini adalah asli karya penulis7

       7


(19)

E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 1. Hak Asasi Manusia

Secara umum,materi utama tentang Hak Asasi Manusia terdapat pada Deklarasi HAM, yang secara historis pada tanggal 10 Desember 1948, dimana tujuh belas Majelis Umum PBB menerima dan memproklamasikan Deklarasi Universal tentang Hak-Hak Asasi manusia.Deklerasi tersebut menjadi tonggak sejarah nagi perkembangan HAM sebagai standar umum untuk mencapai keberhasilan bagi semua rakyat dan bangsa

Deklerasi tersebut terdiri atas 30 pasal yang menyerukan agar rakyat menggalakan dan menjamin pengakan yang efektif dan penghormatan terhadap HAM dan kebebasan-kebebasan yang telah ditetapkan dalam deklarasi. Deklarasi Universal tersebut diterima oleh 49 negara, sedangkan 9 negara lainnya abstein.Isinya meliputi hak-hak sipil dan politik tradisional, beserta hak-hak ekonomi, sosial,budaya.Hak-ha yang diuraikan dalam deklarasi tersebut dapat dikatakan sebagai sinestis dantara konsep liberal barat dan konsepsi sosialis. .Dalam Deklarasi Universal tersebut belum ada ketentuan mengenai hak rakyat untuk menentukan nasib sendiri8

Materi muatan pokok Universal Declaration of Human Rights, diantaranya:

       8


(20)

1. Pasal 1 dan 2 Deklarasi menegaskan bahwa semua orang dilahirkan dengan martabat dan hak-hak yang sama dan berhak atas semua hak dan kebebasan sebagaimana yang ditetapkan oleh Deklarasi,tanpamembeda-bedakan baik dari segi ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik maupun yang lain asal-usul kebangsaan atau sosial, hak milik, kelahiran atau kedudukan yang lain

2. Pasal 3 sampai Pasal 21 menempatkanhak-hak sipil dan politik yang menjadi hak semua orang,hak-hak itu antara lain :

a) Hak untuk hidup

b) Kebebasan dan keamanan pribadi

c) Bebas dari perbudakan dan penghambatan

d) Bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tidak berkeprimanusiaan, ataupun yang merendahkan derajat kemanusiaan

e) Hak untuk memperoleh pengakuan hukum dimana saja sebagai pribadi

f) Hak untuk pengampunan hukum yang efektif

g) Bebas dari penangkapan, penahanan atau pembuangan yang sewenang-wenang

h) Hak untuk peradilan yang adil dan dengar pendapat yang dilakukan oleh pengadilan yang independen dan tidak ada memihak


(21)

i) Hak untuk praduga tidak bersalah

j) Bebas dari campur tangan sewenang-wenang terhadap keleluasaan pribadi,keluarga, temtap tinggal maupun surat menyurat

k) Bebas dari serangan kehormatan dan nama baik

l) Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu

m) Bebas bergerak, hak untuk memperoleh suaka, hak atas suatu kebangsaan, hak untuk menikah dan membentuk keluarga, hak untuk memiliki hak milik

n) Bebas berpikir, berkesadaran dan beragama, dan menyatakan pendapat

o) Hak untuk menghimpun dan berserikat, hak untuk mengambil bagian dalam pemerintah, dan hak atas akses yang sama terhadap pelayanan masyarakat

3. Pasal 22 sampai pasal 27 berisikan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang menjadi hak bagi semua orang, Hak-hak ini, antara lain

a. Hak atas jaminan sosial b. Hak untuk bekerja

c. Hak untuk membentuk dan bergabung pada serikat-serikat buruh


(22)

e. Hak atas standar hidup yang layak dibidang kesehatan dan kesejahteraan

f. Hak atas pendidikan

g. Hak untuk berpartisipasi dalam kebudayaan masyarakat9

Hak-hak diklaim terhadap seseorang atau otoritas tertentu, dan dengan demikian menimpakan kewajiban dan beban. Hak-hak asasi manusia,karena sifat pelaksanannya universal, mewajibkan semua individu dan lembaga masyarakat untuk menghormati hak-hak orang lain sebagaimana diingatkan oleh filsuf temporer Simone Weil, yaitu

“Tujuan dari setiap kewajiban dalam bidang urusan kemanusiaan,selalu adalah manusia itu sendiri.Satu-satunya alasan kewajiban terhadap setiap orang adalah bahwa dia, baik laki-laki maupun perempuan, manusia tanpa memerlukan persyaratan lain yang perlu dipenuhi, dan bahkan tanpa suatu pengakuan terhadap kewajiban seperti itu dari pihak individu yang bersangkutan”10

       9

Ibid, hlm. 237

10

Peter davies, Hak-Hak Asasi Manusia, Jakarta,Yayasan Obor Indonesia, 1994 ,hlm. 200


(23)

2. ETNIS MINORITAS

Konflik etnis tidak mendapat perhatian penuh PBB. Dalam pengertiannya kata etnis memang sulit untuk didefinisikan karena hampir mirip dengan istilah etnik istilah etnik sendiri merujuk pada pengertian kelompok orang-orang, sementara etnis merujuk pada orang-orang dalam kelompok, namun Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) etnis itu sama artinya dengan etnik, dan pengertiannya dalam KBBI sendiri sebagai berikut:“et·nik /étnik/ a Antar bertalian dengan kelompok sosial di sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa,; etnis”11

Etnis adalah sebuah kata dari dunia para pakar sosiologi dan atropologi di beberapa negara, etnis merupakan kata yang ‘bersih’ untuk ‘suku’ dalam situasi lain, etnis menunjuk kepada agama, atau bahasa atau warna kulit, atau asal usul daerah atau tempat tinggal sekarang ini. Untuk tujuan-tujuan penyelesaiaan konflik atau bahkan untuk bahasa hubungan internasional, istilah ‘konflik etnis’ itu dapat digunakan dalam pengertian ‘konflik kelompok’ yang lebih umum hal ini tidak dimaksudkan untuk mengesampingkan ilmu etnologi, akan tetapi untuk melihat kenyataan bahwa pertikaiaan antar kelompok lebih luas dari sekedar konflik etnis12

       11

Achmanto Mendatu, Artikel Etnik dan Etnisitas, dikutip dari

www.smartpsikologi.blogspot.com diakses pada tanggal 27 Januari 2014, pada pukul 17:20 WIB

12


(24)

Hasil konflik itu sama saja,dan tidak penting untuk berargumentasi tentang konflik mana yang etnis mana yang tidak. Topik konflik internal biasanya berkenan dengan minoritas, baik yang etnis maupun tidak.

Konflik etnis, lebih dari bidang lain manapun dari hak-hak asasi manusia, telah dijadikan sasaran penelitian, analisis, pertukaran dan kerjasama diantara banyak pakar baik di dalam maupun di luar daerah yang terkena,terbuangnya secara percuma pengalaman akademis dan politik di dunia akademis bagi pembangunan nyata adalah cukup besar, tetapi akan dapat dikurangi bila ada kemauaan dan diciptakan kerangka kerja yang longgar untuk kerja sama13

Pada tahun 1948, ketika draf Deklarasi Universal Hak-hak asasi Manusia dibuat, PBB merupakan suatu badan yang sangat berbeda, PBB umumnya terdiri dari negara-negara yang menang dalam Perang Dunia II. Mereka ingin sekali menghindari kekeliruaan masa lalu dan menyelamatkan generasi yang akan datang dari genosida orang Yahudi dan minoritas-minoritas lain di Eropa pada tahun-tahun 1930-an. Sub-Commission on the Protection of Minorities yang telah diberikan tugas untuk mendengarkan pengaduan-pengaduan yang lengkap dan buktinya tentang “pola-pola yang konsisten dari pelanggarn-pelanggaran yang besar terhadap Hak Asasi Manusia”, namun kebanyakan dalam prosedur ini tidak berhubungan dengan minoritas sebagaimana adanya akan tetapi individu-individu atau para pembangkang politik, hanya pada

       13


(25)

masalah Afrika Selatan dan hak rakyat Palestina saja, PBB secara konsisten telah aktif dalam apa yang kita sebut sebagai hak-hak etnis atau kelompok14

Akhirnya,konflik etnis merupakan suatu bidang yang terlibat dalam bentuk yang tidak bisa dipisahkan baik dari pembangunan maupun bagian tradisional hak-hak asasi manusia. Tidak ada rencana pembangunan akan dapat berhasil apabila konflik dan kekerassan merajarela. Para pekerja lapangan tidak akan hidup aman, dan penanaman modal tidak dapat dibenarkan jika penghancuran kehidupan dan hak milik sudah pasti akan terjadi15

3. EXTRA ORDINARY CRIME

Ungkapan Extraordinary crime masih memiliki penafsiran dan belum ada standarisasi yang cukup baku, dimana bentuk kejahatan bagaimana yang patut untuk dimasukkan dalam kategori extraordinary crime. Ada beberapa pemikiran yang dapat dikategorikan sebagai pengelompokan dimana sebuah kejahatan termasuk dalam kategori extaordinary crime, kejahatan itu adalah kejahatan yang sangat kriminogen dan victimogen¸ dan secara pootensial dapat merugikan berbagai dimensi kepentingan,i keamanan ketertiban, sistematis, atau terorganisasi, mengancam stabilitas politik, masa depan pembangunan dan lain-lain. Pakar Hukum Internasional, Muladi memberikan contoh korupsi sebagai kejahatan yang

       14

Ibid, hlm . 179

15


(26)

termasuk dalam extraordinary crime, karena berpotensi mengakibatkan kerugian dalam berbagai dimensi, yaitu :

1. Ancaman terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat

2. Merusak lembaga dan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai etika dan keadilan,bersifat diskriminatif dan etika, dan kompetisi bisnis yang jujur

3. Mencedarai pembangunan yang berkelanjutan dan “the rule of law”

4. Kemungkinan keterkaitan antara korupsi dengan bentuk kejahatan lainnya, khususnya kejahatan yang terorganisasi dan kejahatan ekonomi termasuk money laundry ( tindak pidana korupsi merupakan “predicate crime”) terorisme, perdagangan manusia dan lain-lain

5. Tindak pidana korupsi yang besar ( high level corruption) berpotensi merugikan keuangan atau perekonomian negara dalam jumlah besar sehingga dapat membahayakan bagi stabilitas politik

6. Korupsi tidak mustahil sudah bersifat “transnational” dengan membahayakan sarana-sarana canggih

7. Menimbulkan bahaya terhadap Human security, termasuk dunia pendidikan, pelayanan pendidikan, dan fungsi pelayanan sosial.


(27)

8. Merusak mental pejabat dan mereka yang bekerja dalam wilayah kepentingan umum16

Dapat dirumuskan bahwa kejahatan serius terhadap HAM adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) karena memiliki kekhususan, yaitu :

1. Kejahatan HAM berat adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dengan latar belakang motif kekuasaan, dilakukan secara sistematis dan meluas

2. Kejahatan HAM berat berakibat pada terkoyaknya nurani kemanusiaan, karena begitu dahsyatnya akibat yang ditimbulkan 3. Kejahatan HAM berat merupakan pengkhianatan manusia yang

terbesar atas kemausiannya, dan jika yang melakukan adalah negara beserta agen-agennya maka itu adalah pengkhianatan luar biasa atas tanggung jawab yang seharusnya ditunaikan

4. Kejahatan HAM berat menimbulkan teror, rasa khawatir, ketakutan, pada diri sendiri masyarakat, dan dapat menghilangkan kepercayaan terhadap masyarakat, terhadap negara, besertanya aparatnya atas kegagalan yang terjadi

5. Kejahatan HAM berat diakui oleh dunia sebagai kejahatan yang paling serius yang harus diselesaikan oleh seluruh negara dan bahkan menjadi yuridikasi Internasional, jika penyelesaiannya tidak dapat diselesaikan pada tingkat nasional

       16

Muladi, Solusi Memerangi Suap, dikutip dari www.habibcentre.co.id, diakses pada tanggal 3 Oktober 2013, pukul 22:38


(28)

F. METODE PENELITIAN

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mempergunakan dan melakukan pengumpulan data-data untuk mendukung dan melengkapi penulisan skripsi ini dengan cara Library Research (penulisan kepustakaan) sebagai bahan utama yaitu melakukan penelitian dari berbagai sumber berita seperti surat kabar, internet, dan sebagainya yang erat kaitannya dengan penulisan skripsi ini17

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab terbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memamparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut

BAB I : PENDAHULUAN, Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang Masalah,Rumusan Permasalahan, Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan, Keasliaan Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan

BAB II : PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG

HUBUNGAN ANTARA NEGARA DENGAN WARGA NEGARA, Dalam bab ini berisi tentang Pengertian ras, bangsa dan warga negara, Pentingnya memiliki kewarganegaraan dalam suatu Negara, Tanggung jawab negara terhadap warga negara menurut hukum internasional

       17

Ronny Hatinjo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum, Jakarta,Ghalia Indonesia, 1990, hlm. 48


(29)

BAB III : KONSEPSI HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI KAUM MINORITAS, Dalam bab ini membahas tentang Pengertian serta Prinsip-prinsip HAM dalam hukum Internasional, Praktek Pelanggaran HAM dan kejahatan terhadap kemanusiaan, Pengaturan Ham terhadap kaum minoritas

BAB IV : PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN HAM BERAT OLEH PEMERINTAHAN CHINA TERHADAP SUKU MUSLIM UIGHUR, Dalam bab ini membahas tentang Sejaarah terjadinya konflik antara Suku muslim Uighur dan Suku Han di China, Jenis-jenis pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Pemerintah China terhadap suku Muslim Uighur, Penyelesaiaan Pelanggaran HAM berat sebagai extra ordinary crime terhadap perlakuan Pemerintah China terhadap Suku Uighur di China

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN, Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian-rangkaian bab-bab sebelumnya, yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini, yang juga dilengkapi dengan saran-saran


(30)

BAB II

PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG HUBUNGAN

ANTARA NEGARA DENGAN WARGA NEGARA

A. PENGERTIAN RAS,BANGSA DAN WARGA NEGARA

Negara adalah subyek hukum Internasional asli (original subject of international)18. Negara juga adalah subyek hukum yang terpenting (par excellence), dibanding dengan subyek-subyek hukum Internasional lainnya,sebagai subyek hukum internasional negara memiliki hak-hak dan kewajiban menurut hukum internasional.

Sarjana filsafat hukum terkemuka, HLA Hart, menggambarkan negara sebagai gambaran dari dua fakta yang didalamnya memuat unsur-unsur dari negara,dimana dia berpendapatan bahwa

“The expression of a ‘state’ is not the same of some person or thing inherently or ‘by nature’ outside the law;it is a way of refrring to two facts first,that a population inhabiting a territory lives under that form of ordered government provided by a legal system within its characteristic structure of legislative,Courts,and primary rules ; and secondly that the government enjoy a vaguely defined degree of independence”19

       18

Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, Keni Media, Bandung, 2001, hlm. 1

19

Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional ,Binacipta, Bandung, 1982 hlm. 156


(31)

Hart tidak berupaya memberikan definisi mengenai negara, Hart hanya menjelaskan ciri-ciri negara, yaitu :

1. Penduduk 2. Wilayah 3. Pemerintahan 4. Sistem hukum 5. Indenpendensi

Dalam Negara, Penduduk dalam hal ini harus mempunyai rakyat yang tetap adalah syarat yang paling utama dan terutama dalam terbentuknya suatu negara yang merupakan subyek yang terpenting dalam Hukum Internasional.

Dimana dalam hal ini pengertian Penduduk adalah sekumpulan manusia yang hidup bersama disuatu tempat tertentu sehingga merupakan suatu kesatuan masyarakat yang diatur oleh suatu tertib hukum nasional, sekumpulan manusia ini mungkin saja berasal dari ras,keturunan yang berlainan,kepercayaan yang berbeda dan memiliki kepentingan yang saling bertentangan.perbedaan tersebut itulah yang membuat adanya pertentangan antara kelompok yang satu dengan yang lainnya atau kelompok yang minoritas dengan kelompok yang minoritas,karena hidup dalam satu wilayah yang sama,tentu saja suatu penduduk yang hidup dalam suatu negara mempunyai ras dan sifat yang berbeda-beda, jadi pengertian Penduduk merupakan sekumpulan manusia yang terdiri dari berbagai macam ras yang berkumpul dalam suatu wilayah tertentu kemudian membentuk suatu Bangsa sehingga lahirlah Negara, yang kemudian penduduk yang mendiami Negara tersebut mempunyai suatu warga negara dimana tempat mereka tinggal


(32)

Pengertian ras adalah golongan manusia yang mempunyai ciri-ciri fisik ,dimana berdasarkan ciri-ciri fisik ras dibedakan atas :

1. Ciri Kualitas meliputi warna kulit, bentuk rambut, lipatan mata, dan bentuk bibir

2. Ciri Kuantitas meliputi bentuk badan, berat badan dan bentuk kepala

Sedangkan Menurut G.Cuvier ada 3 pembagian ras yaitu :

1. Kulit Putih ( Leukoderm)

Cirinya : bagian wajah menonjol, rambut lurus atau berombak, hidung mancung, badan tinggi, dan warna kulit agak terang 2. Kulit Hitam ( melanodem)

Cirinya : warna kulit gelap, rambut keriting, hidung lebar, wajah gempal/prognat dan bibir tebal

3. Kulit kuning (xantoderm)

Cirinya : wajah mendatar, pipi menonjol, celah mata datar, rambut hitam/lurus/tebal kulit kekuning-kuningan

Pengertian Bangsa menurut Otto Baeur merupakan sekelompok manusia yang memiliki karakter dan sifat yang hampir sama karena persamaan nasib dan pengalaman sejarah dan budayanya yang saling sama dan juga tumbuh berkembang bersama dengan tumbuh kembangnya bangsa

Dari pendapat dari Otto Baeur dapat disimpulkan bahwa bangsa adalah sekelompok orang yang dipersatukan karena dianggap memiliki identitas


(33)

bersama,dan mempunyai kesamaan bahasa, agama ideologi, budaya, dan/atau sejarah dan dianggap memiliki keturunan yang sama,dimana suatu bangsa pada hakikatnya mempunyai unsur-unsur sebagai berikut

1. Cita-cita bersamamyang mengikat dan menjadi satu kesatuan 2. Perasaan senasib sepenanggungan

3. Karakter yang sama 4. Suatu kesatuan wilayah

5. Terorganisir dalam suatu wilayah hukum

Sama seperti halnya organisasi yang memiliki anggota,negara yang merupakan organisasi tertentu pun memiliki anggota yang lazim disebut sebagai warga negara20. Menurut Abdul Bari Azed,

“Warganegara adalah sekelompok manusia yang ada dalam wewenang suatu negara, hubungan keduanya adalah hubungan timbal balik,dimana masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban21”

Setelah sekumpulan manusia yang berbeda ras dengan segala perbedaan berkumpul dalam suatu wilayah dalam satu jangka waktu tertentu, maka timbullah perasaan senasib sepenanggungan, dan mempunyai satu tujuan ataupun cita cita yang mengikat antara satu ras dengan ras yang lainnya maka muncullah Istilah bangsa yang dilahirkan berdasarkan karena adanya persamaan tujuan, sehingga       

20

Sudargo Gautama, Warga negara dan Orang Asing,berikut peraturan dan

contoh-contoh, Bandung , Alumni, 1992 hlm. 4

21

Abdu Bari Azed, Intisari kuliah masalah kewarganegaraan, Jakarta, IND-HILL-CO, 1995, hlm. 1


(34)

untuk mencapai suatu tujan ataupun cita-cita tersebut, sekumpulan manusia yang berbeda ras tersebut kemudian disebut menjadi suatu Bangsa.

Bangsa inilah kemudian yang menjadi cikal bakalnya adanya suatu Negara, untuk mencapai tujuan tertentu dan karena adanya rasa sepenanggungan smaka dibentuklah Negara, setiap Negara mempunyai warganegaranya masing-masing, dimana warganegara ini adalah suatu identitas untuk menunjukkan adanya persamaan cita-cita dan tujuan dalam suatu negara, yang berasal dari penduduk yang menempati suatu negara dalam jangka waktu yang telah ditentukan, dengan menjadi warga negara suatu negara maka, berarti mempunyai suatu cita-cita dan tujuan yang sama.

B. PENTINGNYA MEMILIKI KEWARGANEGARAAN DALAM

NEGARA

Salah satu unsur negara adalah warga negara, dari berbagai teori yang telah dikembangkan oleh Ilmu Negara, negara ada untuk warga negaranya. Jika mengacu pada paham demokrasi eksistensi negara adalah, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat,kewarganegaraan merupakan ikatan hukum antara seseorang dengan negaranya

Kewarganegaraan adalah hak asasi manusia dan landasan identitas, martabat, keadilan, perdamaiaan dan keamanan. Menjadi orang yang tidak memiliki kewarganegaraan berarti tidak memiliki perlindungan hukum atau hak untuk berpartisipasi dalam proses politik, tidak mendapat akses yang memadai untuk kesehatan, dan pendidikan, prospek kerja yang buruk dan kemiskinan,


(35)

pembatasan hak kekayaan sendiri, pembatasan perjalanan, pengucilan sosial, kerentanan terhadap perdagangan manusia, pelecehan dan kekerasan,22

Dalam hukum internasional hanya warga negaralah yang dapat masuk dan menetap dalam suatu negara. Oleh karena itu orang yang tanpa kewarganegaraan dapat berakhir tanpa status kependudukan bahkan lebih buruk lagi yaitu penahanan jangka panjang23

Seseorang yang tidak memiliki kewarganegaraan tidak mendapat perlindungan hukum, ia juga tidak menikmati hak-haknya sebagai warga negara sebagaimana mestinya misalnya tidak dapat ikut serta dalam proses-proses politik karena tidak memiliki hak untuk memberikan suara, tidak terjaminya hak untuk mendapatkan pendidikan, hak atas perawatan kesehatan, hak untuk memiliki pekerjaan, hak atas perawatan kesehatan, tidak memperoleh dokumen pernikahan, tidak dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan dokumen perjalanan, dan bagi mereka yang tidak memiliki kewarganegaraan,dan berada diluar negara asal atau negara tempat tinggal sebelumnya dapat ditahan jika mereka kembali ketempat tersebut24

Setiap negara berdaulat dalam menentukan siapa yang menjadi warganegaranya, hal ini juga berarti tidak ada negara manapun yang berhak mencampuri masalah kewarganegaraan negara lain 25 , seseorang dapat

       22

UNHCR, “Nationality Rights for All : A Progress Report and Global Survey on Statelessness

23

UNCHR “Mencegah dan mengurangi keadaan tanpa kewarganegaraan : Konvensi 1961 tentang pengurangan keadaan tanpa kewarganegaraan”, hlm. 2

24

Marilyn Achiron, Kewarganegaraan dan tak berkewarganegaraan, Buku panduan untuk anggota parlemen,hlm. 6

25

Harsanto Nursadi Hukum Internasional diakses dari http://pustaka.ut.ac.id (diakses pada tanggal 1 Oktober 2013, pukul 00.16)


(36)

memperoleh atau kehilangan status kewarganegaraanya dengan dua cara, Pertama, orang itu secara aktif berusaha memperoleh atau untuk melepaskannya, cara ini biasa disebut dengan sistem aktif, kedua, seseorang memperoleh atau kehilangan status kewarganegarannya tanpa berbuat apapun, cara ini disebut dengan sistem pasif,

Asas kewarganegaraan adalah pedoman bagi negara untuk menentukan siapakah yang menjadi warga negaranya, ada beberapa asas yang dikenal pada saat ini antara lain asas kewerganegaraan yang dilihat dari segi kelahiran, yaitu ius soli dan ius sanguinis, dan asas kewarganegaraan dari segi perkawinan yaitu asas kesatuan hukum dan asas persamaan drajat

1. Dari Segi Kelahiran

Menurut asas ini, seseorang mendapatkan kewarganegaraannya berdasarkan kelahiran, ada dua teori kewarganegaraan yang melandaskan pada kelahiran seseorang, yaitu ius soli dan ius sanguinis,kedua istilah ini berasal dari bahassa latin. Ius yang berarti hukum, dalil, atau pedoman, soli yang berasal dari kata solum yang memiliki arti negeri, tanah, atau daerah, jadi ius soli adalah kewarganegaraan seseorang yang ditentukan berdasarkan tempat kelahirannya. Misalnya seorang anak yang lahir di negara x akan mendapatkan kewarganegaraan di negara x, sementara itu ius sanguinis adalah kewarganegaraan seseorang yang ditentukan oleh keturunan, misalnya seorang anak yang lahir dari orangtua yang


(37)

berkewarganegaraan Y maka anak tersebut mendapatkan kewarganegaraan dari negara Y26.

Setiap negara bebas menggunakan asas yang akan digunakannya dalam menentukan kewarganegaraan warganegaranya, ada yang menggunakan ius sanguinis, ada juga yang menggunakan ius soli. Perbedaan ini dapat menyebabkan seseorang tidak memiliki kewarganegaraan,atau memiliki lebih dari satu kewarganeegaraan. Misalnya, Negara X menganut asas ius soli, sedangkan negara Y menganut asas ius sanguin. Dimana seseorang tidak dapat memiliki kewarganegaraan apabila seseorang tersebut lahir di negara Y dari orangtua yang berkewarganegaraan X, hal ini disebut sebagai Apatride yaitu kondisi dimana seseorang tidak mendapatkan kewarganegaraan. Sedangkan Bripratide adalah kondisi dimana seseorang mendapatkan lebih dari satu kewarganegaraan, hal ini dapat terjadi apabila orangtua berkewarganegaraan Y dan anaknya lahir di negara X. Masing-masing negara dapat memberikan kewarganegaraannya terhadap anak tersebut, karena orangtua dari anak tersebut berkewarganegaraan Y yang menganut asas ius sanguin, sedangkan negara X juga dapat memberikan kewarganegaraannya terhadap anak tersebut karena anak tersebut lahir di negara X yang menganut asas ius soli

.

       26

Koerniatmanto soetoprawiro, hukum kewarganegaraan dan keimigrasian Indonesia, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1994, hlm. 2


(38)

2. Dari segi Perkawinan

Suatu perkawinan campuran dapat menyebabkan perubahan status kewarganegaraan seseorang, ada dua asas yang digunakan dalam hal ini, yaitu asas kesatuan hukun dan asas persamaan drajat. Asas kesatuan hukum bertolak dari hakikat ikatan suami istri dalam keluarga. Asas ini pada umumnya pihak istri yang mengikuti kewarganegaraan suami, dan kemudian muncul gerakan emansipasi wanita yang beranggapan bahwa asas ini telah merendahkan wanita karena wanita harus selalu mengikuti kewarganegaraan suaminya, gerakan ini berpendapat bahwa wanita sama seperti laki-laki yang memiliki kebebasan untuk memilih, sehingga muncullah asas persamaan drajat dalam menentukan kewarganegaraan dari segi perkawinan. Dalam asas ini suatu perkawinan tidak mengubah kewarganegaraan masing-masing pihak27

Penggunaan asas kewarganegaraan dari segi perkawinan yang berbeda antara negara dapat menyebabkan status bipatride maupun apatride, melalui perkawinan seorang wanita dapat memiliki lebih dari satu kewarganegaraan ataupun dapat kehilangan kewarganegaraan. Misalnya negara X menganut asas kesatuan hukum sedangkat negara Y menganut asas persamaan drajat. Bipatride dapat terjadi apabila seorang laki-laki dari negara X menikahi seorang wanita dari negara Y, sebaliknya apatride

       27


(39)

terjadi apabila seorang laki-laki yang berasal dari negara Y menikahi seorang wanita yang berasal dari negara X28.

Dalam kaitannya dengan perlindungan kelompok etnis yang tidak memiliki kewarganegaraan adalah pemberian kewarganegaraan dengan menggunakan asas perkawinan bai asas kesatuan hukum maupun asas persamaan drajat. Kedua asas ini dapat mengurangi jumlah jumlah orang yang tidak memiliki kewarganegaraan baik istri maupun suami dapat memilih mempertahankan kewarganegaraannya ataupun mengikuti pasangannya. Sehingga tidak menjadi soal siapa yang tidak memiliki kewarganegaraan selama salah satu pasangannya memiliki kewarganegaraaan. Tetapi dalam asas kesatuan hukum yang pada umumnya istri yang mengikuti kewarganegaraan suami, jika suami tidak memiliki kewarganegaraan maka istri terancam kehilangan kewarganegaraannya. Oleh karena itu, jika ditujukan untuk mengurangi jumlah orang yang tidak memiliki kewarganegaraan, penggunaan asas kesatuan hukum ditetapkan jika yang tidak memiliki kewarganegaraan adalah istri, bukan suami.

Perlindungan terhadap orang yang tidak memiliki kewarganegaraan banyak disorot oleh publik internasional, sehingga diadakannya beberapa konvensi yang mengatur tentang perlindungan seseorang ataupun sekelompok orang maupun etnis yang tidak memiliki kewarganegaraan tempat dimana mereka tinggal, mengingat akan pentingnya

       28


(40)

kewarganegaraan yang harus dimiliki oleh setiap orang yang mendiami suatu negara, berikut adalah beberapa konvensi yang mengatur bahwa betapa pentingnya memiliki kewarganegaraan dalam suatu negara, yaitu ;

1. Convention Relating to the Stateless Persons

Ditetapkan pada Conference of Plenipotentiaries convened by Economic and Social Councilmelalui resolusi 526 A (XVII) 26 April 1954 dan mulai berlaku pada 6 Juni1960. Konvensi 1954 merupakan instrumen hukum Internasional utama yang mendefinisikan dan mengatur status dan perlakuan terhadap orang-orang tanpa kewarganegaraan. Dalam Pasal 1 Konvensi 1954 dikatakan bahwa yang dimaksud dengan orang tanpa kewarganegaraan adalah “a person who is not considered as a national by any State under the operation of its law”. Rumusan ini diakui sebagai kebiasaan Internasional29. Konvensi ini menyatakan bahwa orang-orang tanpa kewarganegaraan dapat mempertahankan hak dan kebebasan mendasar tanpa diskriminasikan. Hak tersebut termasuk hak milik, akses gratis ke pengadilan, akses terhadap pekerjaan, perumahan setidaknya seperti yang diberikan kepada orang asing, dan pendidikan dasar dan bantuan publik setara dengan apa yang warga negara dapatkan

Convention Relating to the Stateless Persons, berdasar pada asas pokok yaitu tidak seorangpun yang tidak berkewarganegaraan dapat diperlakukan lebih buruk dari orang asing maupun yang berkewarganaan

       29


(41)

lain. Hak lain yang dijamin dalam konvensi ini dan tidak diatur dalam konvensi manapun adalah hak akan meminta bantuan administrasi terhadap orang-orang tanpa kewarganegaraan, hak akan identitas diri, dan dokumen perjalanan dan mengecualikan orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan yang btidak memiliki kewarganegaraan yang tidak memiliki kewarganegaraan ini dari persyaratan-persyaratan timbal balik.

2. Convention on the reduction of Statelessness

Ditetapkan pada tanggal 30 Agustus 1961 oleh Conference of Plenipotentiaries, melali Resolusi Majelis Umum 896 (IX). Mulai berlaku pada 13 Desember 1975. Konvensi 1961 menguraikan tentang mekanisme untuk mencegah dan mengurangi keadaan tanpa kewarganegaraan Pasal 1 sampai Pasal 4 mengatur tentang perlindungan terhadap keadaanm tanpa kewarganegaraan untuk anak-anak. Negara harus memberikan akses terhadap kewarganegaraan bagi anak yang kemungkinan tidak berkewarganegaraan jika anak tersebut lahir di negaranya atau lahir di luar negeri tetapi kembali ke negaranya sendiri, Pasal 5 sampai Pasal 7 mengatur tentang perlindungan kepemilikan kewarganegaraan atau jaminan memperoleh kewarganegaraan lain sebelum pengambilan kewarganegaraan seseorang, Pasal 8 dan Pasal 9 mengatur tentang penghilangan kewarganegaraan kecuali jika orang tersebut mendapatkannya dengan cara yang tidak sah, Pasal 10 memberikan jaminan terhadap penolakan tanpa kewarganegaraan dalam kasus transfer wilayah, dan memastikan proses dan jaminan prosedural mengenai


(42)

keputusan kewarganegaraan, termasuk juga pemberitahuaan yang memadai dan hak untuk banding.

3. International Convenant on Civil dan Political Rights

Ditetapkan melalui Resolusi Majelis Umum 220 A (XXI) 16 Desember 1966 dan mulai berlaku pada 23 Maret 1976. Dalam pasal 24 ayat 2 International Convenant on Civil an Political Rights menyatakan bahwa “every child shall be registered immediately after birth and shall have a name”

Sedangkan dalam Pasal 24 ayat 3 menyatakan bahwa “every child has the right to acquire a nationally”. Ketentuan ini bertujuan mencegah anak dari ketiadaan perlindungan negara, karena anak tersebut tidak memiliki kewarganegaraan. Ketentuan ini tidak mengharuskan suatu negara untuk memberikan kewarganegaraannya untuk masing-masing anak yang lahir di wilayah negara tersebut. Namun, negara diminta untuk melakukan tindakan yang tepat, baik secara internal maupun bekerjasama dengan negara lain untuk memastikan setiap anak memiliki kewarganegaraan ketika ia dilahirkan. Dalam hali ini tidak ada diskriminasi sehubungan dengan akuisisi kewarganegaraan dalam hukum nasional negara tersebut baik untuk anak sah, anak yang lahir diluar nikah, anak yang lahir dari orangtua yang tidak memiliki kewarganegaraan, maupun anak yang didasarkan oleh status kewarganegaraan salah satu atau kedua orangtua30

       30

Office of the United Nations high Commisioner for Human Rights “General comment

No 17 Rights of the Child (art 24) : 07/04/1989” diakses dari , http://www.unchr.com, (Diakses


(43)

4. Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination against Women

Ditetapkan Majelis Umum PBB pada tanggal 18 Desember 1979 dan mulai beraku pada tanggal 3 September 1981. Pasal 9 Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women berisi ketentuan untuk memberikan hak wanita yang sama seperti hak yang dimiliki oleh laki-laki yaitu untuk memperoleh dan merubah kewarganegaraan mereka dan untuk memberikan kewarganegaraan bagi anak-anak mereka, dimana dengan ketentuan tersebut, seorang dapat terhindar dari keadaan tanpa kewarganegaraan karena seorang wanita berhak memberikan kewarganegaraannya untuk anak-anaknya.

5. Convention on the Nationally of Married Women.

Ditetapkan melalui Resolusi Majelis Umum 1040 (XI) 29 Januari 1957 dan mulai berlaku pada tanggal 11 Agustus 1958. Convention on The Nationally of Married Women melindungi kewarganegaraan wanita dalam hal kehilangan dan akuisisi kewarganegaraan oleh suaminya. Latar belakang Konvensi ini adalah karena status hukum wanita yang dikaitkan dengan pernikahan, hal ini membuat wanita bergantung pada kewarganegaraan suami mereka daripada wanita sebagai individu yang berdiri sendiri,dengan adanya konvensi ini, wanita tidak berhak lagi untuk mengikuti kewarganegaraan suaminya karena alasan pernikahan dimana dalam konvensi ini telah diatur wanita berhak untuk mempertahankan kewarg anegaraan yang dimilikinya sebelum diadakannya pernikahan.


(44)

C. TANGGUNGJAWAB NEGARA TERHADAP WARGANEGARA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

Komunitas hukum internasional saat ini dikelilingi dengan pembicaraan tentang pertanggungjawaban. Negara-negara, organisasi-organisasi internasional dan organisasi-organisasi non-pemerintah membicarakan tentang pentingnya membuat individu-individu bertanggungjawab atas tindakan-tindakan yang dilakukan atas nama jabatan yang melanggar hak-hak asasi manusia yang paling dijungjung tinggi.31

Dalam Hukum Internasional, bahasan tentang hak dan kewajiban dasar (fundamental) negara telah berlangsung sangat lama,dan bahkan sebagian besar muatan dalam hukum Internasional mengatur tentang hak dan kewajiban negara terhadap warganega. Schwarzenberger menyatakan hak dan kewajiban adalah dasar atau fundamental apabila memenuhi 3 (tiga) syarat berikut32

1. Hak dan Kewajiban tersebut harus benar-benar memiliki arti yang penting dalam hubungan Internasional

2. Hak dan Kewajiban tersebut mengalahkan hal-hal (isu) lainnya 3. Hak dan Kewajiban tersebt membentuk atau menjadi bagian

penting dari sistem yang diketahui atau yang ada sehingga apabila diabaikan maka akan berakibat pada hilangnya karekteristik hukum Internasional.

       31

Steven R. ratner dan Jason S. abrams, Melampaui warisan Nuremberg,

pertanggungjawaban untuk kejahatan terhadap Hak Asasi Manusia dalam Hukum Internasional,

Jakarta, ELSAM, 2008, hlm. 3

32


(45)

Pegangan untuk ruang lingkup terhadap apa yang dimaksud dengan hak-hak dan kewajiban dasar tersebut adalah batasan seperti yang dinyatakan L.Oppenheim. Oppenheim menyatakan bahwa hak-hak dan kewajiban negara adalah hak dan kewajiban yang biasa dinikmati oleh negara-negara.33

Adapun prinsip-prinsip mengenai hak dan kewajiban negara seperti temuat dalam rancangan Deklarasi ILC 1949 dapat digunakan sebagai pedoman. Adapun hak- hak dan kewajiban tersebut adalah34 :

1. Hak-hak Negara

a) Hak atas kemerdekaan ( pasal 1 )

b) Hak untuk melaksanakan juridikasi terhadap wilayah, orang dan benda yang berada didalam wilayahnya

c) Hak untuk mendapatkan kedudukan hukum yang sama dengan negara-negara lain

d) Hak untuk menjalankan pertahanan diri sendiri atau kolektif

2. Kewajiban Negara

a) Kewajiban untuk tidak melakukan intervensi terhadap masalah-masalah yang terjadi di negara lain

b) Kewajiban untuk tidak menggerakkan pergolakan sipil di negara lain

c) Kewajiban untuk memperlakukan semua orang yang berada di wilayahnya dengan memperhatikan hak-hak asasi manusia       

33

S.Tasrif, Hukum Internasional tentang pengakuan dalam teori dan praktek, Bandung, abardin, 1987, hlm. 15

34


(46)

d) Kewajiban untuk menjaga wilayahnya agar tidak membahayakan perdamaiaan dan keamanan Internasional e) Kewajiban untuk menyelesaikan sengketa secara damai

f) Kewajiban untuk tidak membantu untuk menggunakan kekuatan atau ancaman senjata

g) Kewajiban untuk tidak mengakui wilayah-wilayah yang diperoleh melalui cara-cara kekerasan

h) Kewajiban untuk melaksanakan kewajiban internasional dengan itikad baik

i) Kewajiban untuk mengadakan hubungan dengan negara-negara lain sesuai dengan hukum Internasional

Pada dasarnya, ada dua macam teori pertanggungjawaban negara yaitu sebagai berikut

1. Teori risiko (risk theory)

Kemudian melahirkan prinsip tanggung jawab mutlak (absolute libility atau strict liability) atau tanggung jawab mutlak (objective responbility). Yaitu bahwa suatu negara mutlak bertanggung jawab atas kegiatan yang menimbulkan akibat yang sangat membahayakan (Human affects of untra-hazardous activities) walaupun kegiatan itu sah menurut hukum.


(47)

2. Teori kesalahan (fault theory)

Melahirkan prinsip tanggungjawab subjektif (subjective responbility) atau tanggung jawab atas dasar kesalahan (liability based on fault), yaitu bahwa tanggung jawab negara atas perbuatannya baru dikatakan ada jika dapat dibuktikan dengan adanya unsur kesalahan pada perbuatan itu.

Menurut Profesor Higgins, hukum tentang tanggung jawab negara adalah hukum yang mengatur akuntanbilitas (accountability) terhadap pelanggaran hukum internasiona35 Jika suatu negara melanggar kewajiban Internasional,negara tersebut bertanggung jawab untuk pelanggaran yang dilakukannya. Menurutnya kata accountability mempunyai dua pengertian yaitu Pertama, Negara memiliki keinginan untuk melaksanakan perbuatan dan/atau kemampuan mental (mental capacity) untuk menyadari hal-hal yang akan dilakunannya. Kedua Tanggungjawab (liability) untuk tindakan negara yang melanggar hukum Internasional (International wrongful behaviour) dan tanggung jawab tersebut harus dilaksanakannya.

Menurut Shaw, karakteristik penting adanya tanggung jawab ( negara) bergantung pada faktor berikut :

       35

Dedi Supriyadi,M.Ag, Hukum Internasional (dari konsepsi sampai implikasi),


(48)

1. Adanya kewajiban Hukum Internasional yang berlaku antara dua negara tertentu

2. Adanya perbuatan atau kelalaian yang melanggar kewajiban hukum internasional yang melahirkan tanggung jawab negara

3. Adanya kerusakan atau kerugian sebagai akibat adanya tindakan yang melanggar hukum atau kelalaian.

Secara garis besar, tanggung jawab negara dapat dibagi menjadi sebagai beriikut :

1. Negara beserta komponennya dan organ-organ yang dimilikinya memiliki tanggung jawab untuk menghormati,menegakkan dan memajukan pemenuhan hak ekonomi, sosial, dan budaya. Negara tidak diperkenankan mencampuri ataupun menghalang-halangi segala upaya yang dilakukan oleh warganegaranya untuk memenuhi hak mereka. Intervensi hanya diperbolehkan dalam hal mendorong masyarakat agar mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka

2. Negara berkewajiban untuk mengeluarkan segala peraturan perundang-undangan dan instrument lainnya yang menjamin terpenuhinya hak ekonomi, sosial, dan budaya bagi seluruh warganegaranya tidak hanya menguntungkan pihak ataupun kelompok tertentu

3. Negara harus berperan aktif dalam mengupayakan pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya, bagi seluruh warganegaranya, serta tidak


(49)

megurangi hak-hak warganegara tertentu. Dan harus dipastikan bahwa setiap warganegara memiliki akses dan kesempatan yang sama untuk menikmati hak ekonomi, sosial dan budayanya36

Pada dasarnya, suatu negara dapat bertanggung jawab apabila suatu perbuatan atau kelalaian yang dapat dipertautkan kepadanya melahirkan pelanggaran terhadap suatu kewajiban internasional, baik yang lahir dari suatu perjanjian internasional maupun dari sumber hukum internasional lainnya. Tanggung jawab Negara merupakan suatu prinsip fundamental dalam hukum internasional yang bersumber dari doktrin kedaulatan dan persamaan hakantar negara37

Menurut hukum Internasional pertanggungjawaban Negara timbul dalam hal suatu Negara timbul dalam hal suatu negara merugikan negara lain. Pertanggungjawaban negara dibatasi pada pertanggungjawaban atas perbuatan yang melanggar hukum Internasional, perbuatan suatu negara yang merugikan negara lain tetapi tidak melanggar hukum internasional, tidak menimbulkan pertanggungjawaban negara. Misalnya perbuatan negara yang menolak masuknya orang asing kedalam wilayahnya, tidak menimbulkan pertanggungjawaban negara. Hal ini disebabkan, negara menurut hukum internasional berhak menolak atau menerima orang asing ke dalam wilayahnya38

       36

Hari Mardiansyah, Tanggung jawab Negara kepada warganegara, diakses dari http://hari-mardiansyah.blogspot.com (diakses pada tanggal 28 februaari 2014, pukul 03:34)

37

Adithiya Diar, Tanggung jawab Negara dalam penegakan hak asasi manusia, diakses dari http://boyyendratmin.blogspot.com (diakses pada tanggal 28 Februari 2014 pada pukul 03:45)

38

F. Sugeng Istanto, Hukum Internasional, Yogyakarta, Atma Jaya Yogyakarta, 1998, hlm. 77


(50)

Karl Zemanek menjelaskan bahwa yang mendasari munculnya tanggung jawab negara pada hakikatnya adalah pelanggaran terhadap hak subjektif negara lain, pelanggaran terhadap norma hukum internasional merupakan Jos Cogens dan tindakan-tindakan yang berkualifikasi sebagai kejahatan internasional seperti misalnya, tindakan agresi, perbudakan, genosida, apartheid, kolonialisme, dan juga pencemaran lapisan atmosfer dan laut secara besar-besaran.39 Sedangkan perbuatan suatu negara tidak dianggap pelanggaran kewajiban internasional jika perbuatan itu terjadi sebelum terkaitnya suatu negara oleh suatu kewabiban internasional. Hal ini sudah merupakan asas internasional yang berlaku umum yaitu bahwa suatu perbuatan harus dinilai menurut hukum yang berlaku pada saat perbuatan itu terjadi, bukan ketika terjadinya sengketa akibat perubahan yang bisa saja terjadi bertahun tahun setelah perbuatan tersebut

Secara historis prinsip tanggung jawab negara memiliki kaitan erat dengan Hak asasi manusia. HAM yang dewasa ini telah diatur dalam hukum HAM Internasional pada awalnya dikembangkan melalui prinsip tanggung jawab negara atas perlakuan orang asing (state responbility for the treatment of aliens)40. Dalam konteks penegakan HAM, negara juga merupakan pengemban subjek hukum utama. Negara diberikan kewajiban melalui deklarasi dan konvenan-konvenan tentang HAM sebagai entitas utama yang bertanggung jawab secara penuh untuk melindungi, menegakkan, dan memajukan HAM warganegaranya.

Tanggung jawab negara tersebut dapat terlihat dalam UDHR 1948, International convenant on civil and political rights (ICCPR) 1966, dan       

39

Rhona K.M. Smith, Christina Ranheim, dkk, Hukum hak asasi manusia, Yogyakarta, PUSHAM UII, 2008, hlm. 75

40


(51)

International convenant on economic, social and cultural rights (ICESCR) 1966. Dalam mukaddimah UDHR 1948 menegaskan bahwa :

” As a common standard of achievement for a people and all nations, to the end that every individual and every organ of society, keeping this Declaration constantly in mind, shall strive by teaching and education to promote respect for these rights and freedoms and by progressive measures, national and international, to secure their universal an effective recognition and observance, both among the peoples of member states themselves and among the peoples of territories under their jurisdiction”41

Sebagai satu standar umum keberhasilan untuk semua bangsa dan semua negara, dengan tujuan agar setiap orang dan setiap badan dalam masyarakat dengan senantiasa mengingat pernyataan ini, akan berusaha dengan jalan mengajar dan mendidik untuk menggalakkan penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan tersebut, dan dengan jalan tindakan-tindakan progresif yang bersifat nasional maupun internasional, menjamin pengakuan dan penghormatannya secara universal dan efektif, baik oleh bangsa-bangsa dari negara-negara anggota sendiri maupun oleh bangsa-bangsa dari daerah-daerah yang berada dibawah kekuasaan hukum mereka.

       41


(52)

Dalam mukaddimah ICCPR 1966 menegaskan tentang tanggung jawab negara dalam penegakan hak-hak sipil dan politik adalah sebagai berikut :

“Recognizing that, in accordance with the Universal Declaration of Human Rights, the ideal of free human beings enjoying civil and political freedom and freedom from fear and want can only be achived if conditions are created whereby everyone may enjoy his civil and political rights, as well as his economic, social and cultural rights”.42

Mengakui bahwa,berdasarkan piagam-piagam perserikatan bangsa-bangasa negara-negara wajib untuk memajukan penghormatan universal dan pentaatan atas hak asasi dan kebebasan manusia.

Sedangkan pada pasal 2 (1) ICCPR 1966 menegaskan bahwa tanggung jawab perlindungan dan pemenuhan atas semua hak dan kebebasan yang dijanjikan di dalam konvenan ini adalah di pundak negara, khususnya yang menjadi negara pihak ICCPR. Negara-negara pihak diwajibkan untuk menghormati dan menjamin hak-hak yang diakui dalam konvenan ini, yang diperuntukkan bagi semua individu yang berada di dalam wilayah dan tunduk pada yudridikasinya, tanpa diskriminasi seperti apapun.43

       42

Mukaddimah ICCPR 1966

43


(53)

BAB III

KONSEPSI HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI KAUM MINORITAS

A. PENGERTIAN DAN PRINSIP-PRINSIP HAK ASASI MANUSIA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

Secara etimologis, hak asasi berasal dari bahasa arab yaitu haqq dan asasiy. Kata haqq adalah bentuk tunggal yang diambil dari kata haqqa, yahiquq, haqqan, yang artinya adalah benar, nyata, pasti, tetap, dan wajib, berdasarkan pengertian tersebut haqq adalah melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Sementara itu kata asasiy berasal dari kata assa, yaussu, asasaan, yang artinya adalah membangun, mendirikan, dan meletakkan. Kata asas adalah bentuk tunggal dari kata asus yang berarti asal, esensial, asas, pangkal, dasar dari segala sesuatu. Sehingga dalam bahasa Indonesia HAM dapat diartikan sebagai hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia44.

Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang dimiliki oleh manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif melainkan semata mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia45. Dalam arti ini, maka meskipun setiap orang terlahir dengan ras, suku, jenis kelamin, bahasa, budaya, agama, dan       

44

Majda El Muhtaj, Dimensi-dimensi HAM mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan budaya,

Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada , 2008, hlm. 17

45

Jack Donnely, Universal Human Rights in Theory and Practice London, Cornell University Press, 2013, hlm. 21


(54)

kewarganegaraan yang berbeda-beda, ia tetap mempunyai hak-hak yang harus dijunjung tinggi oleh siapapun juga. Dalam masyarakat abad pertengahan permasalah HAM ini belum muncul, saat itu kepentingan individu dirasakan secara bersama-sama dengan kepentingan antar individu dan masyarakatnya. Kehidupan individu dan pemerintahannya merupakan satu kesatuan berdasarkan kepercayaan agama yang sama.46

Hak-hak asasi manusia internasional adalah ideologi universal pertama di dunia. Cita-cita agama, politik, filsafat, dan ekonomi memiliki penganutnya di berbagai bagian dunia, akan tetapi hak-hak asasi manusia merupakan sebuah gagasan yan sekarang ini telah diterima di seluruh dunia47.Hak asasi manusia pada dasarnya ada sejak manusia dilahirkan, karena hak tersebut melekat sejak keberadaan manusia itu sendiri, namun persoalan hak asasi manusia baru mendapat perhatian ketika mengimplemantisakan dalam kehidupan manusia dan menjadi perhatian saat adanya hubungan dan keterkaitan antara individu dan masyarakat48.

Hak asasi ( fundamental rights) artinya hak yang bersifat mendasar, pokok ataupun juga prinsipil49,dimana adanya hak pada seseorang berarti bahwa ia mempunyai suatu keistimewaan yang membuka keinginan baginya untuk diperlakukan sesuai dengan keistimewaan yang dimilikinya, sebaliknya juga

       46

Dedi Supriyadi,Op-cit,. hlm: 223

47

Peter davies, Hak-hak asasi manusia, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1994, hlm. 1

48

Ahmad kosasi, Ham dalam prespektif islam, Jakarta, Salemba Dinniyyah, 2003, hlm. 20

49

Pius A Pranoto dan M Dahlan Al Barry, Kamus ilmiah popular, , Surabaya, Arkola, 1994, hlm: 48


(55)

demikian ada suatu kewajiban pada seseorang yang diminta dari suatu sikap atas dirinya terhadap keistimewaan yang ada pada orang lain.

Hukum Internasional telah lama mengatur tentang hak dan kewajiban individu, akan tetapi pengaturan masalah HAM dalah hukum internasional belumlah lama. Setelah terjadinya Perang Dunia II, timbul kesadaran bahwa penghormatan atas HAM sangat penting untuk menjamin agar orang dapat hidup sesuai dengan martabat manusianya, pengalaman sekitar keadaan dalam Perang Dunia II menunjukkan bahwa tidak ada penghormatan atas HAM yang memungkinkan timbulnya kediktatoran dan tirani, yang kemudian dalam tataran Internasional dapat menimbulkan ketegangan dan perang. Untuk kepentingan perdamaiaan diharapkan semua negara menghormati HAM, oleh karena itu, PBB yang dibentuk pada akhir Perang Dunia II menetapkan dalam piagam pendiriannya dengan tujuan untuk mencapai kerjasama internasional dalam mempromosikan dan mendorong penghormatan HAM dan kebebasan fundamental bagi semua orang, tanpa suatu pembedaan50

Kepedulian internasional terhadap HAM merupakan gejala yang relative baru. Meskipun kita dapat menunjuk pada sejumlah traktat atau perjanjian internasional yang mempengaruhi isu kemanusiaan sebelum Perang Dunia II, baru setelah dimasukkan ke dalam piagam PBB pada tahun 1945, kita dapat berbicara mengenai adanya perlindungan HAM yang sistematis di dalam sistem Internasional51

       50

Todung mulya lubis, Jalan panjang Hak Asasi Manusia, Jakarta,Gramedia Pustaka Utama, 2005, hlm. 216

51

Scott Davidson, Hak asasi manusia; Sejarah, teori, dan praktek dalam pergaulan


(56)

Sejarah hak asasi dimulai dari gagasan hak asasi manusia yang muncul sebagai akibat dari reaksi atas kesewenang-wenangan penguasa yang memerintah otoriter. Munculnya penguasa yang otoriter mendorong orang yang tertekan hak asasinya untuk menyatakan keberadaannya sebagai mahluk yang bermartabat. Kemudian dalam perkembangan perjuangan dalam hal mendukung perlindungan hak asasi manusia dimulai dari gerakan hak asasi manusia di dunia, yaitu :

1. Gerakan Renaisance ( Abad XV)

Gerakan ini muncul di Eropa dan bertujuan mengugah kembali kesadaran manusia akan martabat sebagai mahluk berakal.

2. Gerakan Reformasi ( Abad XVI)

Gerakan ini terjadi di lingkungan agama Kristen pada tahun 1517 yang dipimpin oleh Marthin Luther. Tujuan gerakan ini adalah membebaskan diri dari ikatan kepausan dan melahirkan agama Protestan.Z

3. Revolusi Amerika

Revolusi Amerika adalah perang kemerdekaan rakyat Amerika Serikat melawan penjajahan Inggeris. Revolusi ini kemudian melahirkan Declaration of independence ( Deklarasi Kemerdekaan) dan Amerika Serikat menjadi negara merdeka tanggal 4 Juli 1776.

4. Revolusi Prancis

Revolusi Prancis adalah penentangan rakyat Prancis pada rajanya sendiri Louis XVI yang bertindak sewenang-wenang dan absolut. Revolusi Prancis menghasilkan Declaration dres drotis de I’homme et


(57)

du citoyen (Pernyataan Hak-hak manusia dan warga negara). Pernyataan ini memuat tiga hal yaitu, hakatas kebebasan (liberty), kesamaan (egality), dan persaudaraan (fraternite).

HAM memperoleh legitimasinya melalui pengesahan PBB terhadap Universal Declaration of Human Rights (UDHR) pada tanggal 10 Desember 1948. UDHR adalah sebuah pernyataan yang bersifat anjuran yang diadopsi oleh Majelis Umum Persatuan Bangsa-Bangsa. Sebagai sebuah pernyataan yang bersifat universal, piagam ini baru mengikat secara moral namun belum secara yuridis. Tetapi dokumen ini mempunyai moril, politik dan edukatif yang sangat besar, melambangkan “Commitment” moril dari dunia internasional pada norma-norma dan hak-hak asasi. Kesadaran masyarakat internasional akan pentingnya perlindungan HAM sangat meningkat dalam beberapa decade terakhir. Sejak tahun 1989, negara-negara maju dan negara-negara berkembang telah banyak memproklamirkan dukungan terhadap HAM Internasional dengan tulus. Hal ini dikarenakan bahwa paham yang terkandung dalam HAM memiliki sifat universalitas yang luar biasa dalam mengharagai prinsip manusia sebagai mahluk manusia.

Magnis Suseno52 menjelaskan bahwa inti dari paham HAM terletak dari kesadaran bahwa masyarakat atau umat manusia tidak dapat dijungjung tinggi kecuali setiap manusia, individu, tanpa diskriminasi, tanpa pengecualian,

       52

Frans Magnis Suseno, Etika Politik; Prinsip-prinsip moral dasar kenegaraan modern,


(58)

dihormati keutuhannya. Sementara itu Anthony Flew53 memberikan uraiannya tentang hak dengan mengatakan A person entitlement as a member of society, including” liberties” such as the right to use public highway and claim righs, such as the right to defence counsel. “To have a right” said Mill, “is to have something society ought to protect me in the possession of”

Jadi, apapun yang diartikan atau dirumuskan dengan hak asasi, gejala tersebut tetap merupakan suatu manifestasi dari nilai-nilai yang kemudian dikonkretkan menjadi kaedah hidup bersama. Sistem nilai yang menjelma dalam konsep HAM tidaklah semata-mata produk Barat, melainkan memiliki dasar pijakan yang kokoh dari seluruh budaya dan agama. Pandangan dunia tentang HAM adalah pandangan kesemestaan bagi eksistensi dan proteksi kehidupan dan martabat manusia54

Wacana HAM terus berkembang seiring dengan intesitas kesadaran manusia atas hak dan kewajiban yang dimilikinya. Namun demikian, wacana HAM menjadi actual karena sering dilecehkan dalam sejarah manusia sejak awal hingga kurun waktu ini. Gerakan dan diseminisasi HAM terus berlangsung bahkan dengan menembus batas-batas territorial sebuah negara. Manfred Nowak menegaskan Human rights must be considered one of the major achievents of modern day philosophy. Ruth Gavison juga menegaskan the twentieth century is often described as “the age of rights”. Begitu derasnya kemauan dan daya tarik desak HAM, maka jika ada sebuah negara diidentifikasikan melanggar dan mengabaikan HAM, dengan sekejap mata nation-state di belahan bumi ini       

53

Anthony Few, A dictionary of philosophy, New York, Martin’s press, 1984, hlm. 306

54


(59)

memberikan respon, terlebih beberapa negara yang dijuluki sebagai adi kuasa memberikan kritik, tudingan bahkan kecaman keras seperti embargo dan sebagainya55.

Beberapa prinsip dasar Hak asasi manusia dapat dijumpai dalam beberapa instrument HAM Internasional mulai dari DUHAM, ICCPR 1966, ICESR 1966,berbagai instrument HAM di Benua Amerika, Eropa, Afrika dan Arab Saudi, Prinsip-prinsip dasar HAM diantaranya adalah56 :

1. Prinsip Universalitas

Bahwa Hak Asasi manusia adalah hak yang bersifat melekat dan dimiliki oleh manusia karena kodratnya sebagai manusia, oleh karena itu Hak asasi tidak memandang perbedaan karena adanya perbedaan latar belakang budaya, suku, status sosial, agama, jenis kelamin, dan lain-lain.

2. Prinsip Indivisible

Hak Asasi Manusia tidak dapat dicabut, artinya bahwa karena HAM dimiliki manusia secara kodrati maka sesungguhnya negara tidak dapat dengan sewenang-wenang mencabut HAM, pembatasan HAM hanya bisa dilakukan hukum bukan oleh kekuasaan. Hukum yang dibuat sebagai pembatasan HAM warga negara adalah hukum yang dibuat oleh lembaga yang memiliki kewenangan untuk membuat hukum serta dibuat dengan cara-cara dan mekanisme yang konstitusional.

       55

Ibid, hlm. 3  56

Cekli Setya Pratiwi, Memahami Prinsip-prinsip HAM, diakses dari


(1)

Dalam kasus ini Negara China bukanlah negara yang meratifikasi Statuta Roma yang berarti pemerintah China tidak mengakui eksistensi keberadaan International Criminal Court sebagai suatu lembaga peradlian Internasional yang mempunyai tugas untuk mengadili para pelaku tindak kejahatan luar biasa berdasarkan Stauta Roma, hal ini juga berarti bahwa dalam Hukum Nasional pemerintah China juga tidak mengakui adanya Statuta Roma yang menjadi dasar hukum International Crime Court. Namun hal ini bukan berarti pelanggaran genosida dan pelanggaran terhadap kemanusiaan yang terjadi di China tidak dapat diselidiki dan diadili oleh International Crime Court, karena International Crime Court mempunyai yuridiksi terhadap warga negara yang berasal dari non-State party, hal ini terdapat dalam Statuta Roma 1998, yakni117.

1. Dalam kasus yang diserahkan oleh Dewan Keamanan PBB kepada ICC

2. Dalam kasus warga negara dari non-state parties melakukan kejahatan di wilayah atau teritorial negara anggota Statuta Roma, atau negara yang sudah menerima yuridiksi ICC berkaitan dengan kejahatan tersebut

3. Dalam kasus negara non state parties sudah menyetujui untuk melaksanakan yuridiksi berkaitan dengan kejahatan tertentu.


(2)

Jadi, walaupun Negara China bukan merupakan negara peserta bukan berarti negara China dapat bebas akan segala tuntutan yang ditujukan kepadanya mengenai pelanggaran HAM yang dilakukannya terhadap etnis minoritas muslim Uighur , karena International Crime Court mempunyai persyaratan yang mengatur tentang berlakunya yuridiksi International Crime Court terhadap negara yang bukan merupakan anggota peserta. Disamping itu International Crime Court juga tidak mengakui adanya imunita personal yang artinya yaitu kekebalan seseorang terhadap hukum Sebaliknya Pasal 27 Statuta Roma 1998, merekomendasikan bahwa pejabat negara akan bertanggung jawab terhadap segala tindakan yang dilakukannya atas nama negara, jika terjadi suatu kejahatan Internasional, dimana pejabat negara mendapatkan hak personal imunitas

Hal ini dipertegas dalam pasal 28 Statuta Roma 1998 yang menyebutkan ”Responbility of commanders and other superior in addition to other grounds of criminal responbility under this statute for crimes within the juridiction of the court” yang artinya menetapkan bahwa seorang atasan baik militer maupun sipil harus bertanggungjawab secara pidana ketika terjadi tindak kejahatan dalam yuridiksi ICC. Pasal ini bertujuan untuk dapat menghukum the most responsible person dan untuk menghapus praktek impunitas atau kekebalan, dimana secara umum impunitas di pahami sebagai tindakan yang mengabaikan penegakan hukum.


(3)

Permasalahan yang terjadi antara Pemerintah China dan kelompok masyarakat etnis Uighur, menjadi suatu permasalahan atau konflik yang sangat besar bagi dunia Internasional, dimana Pemerintah China telah melakukan propaganda terhadap etnis Han untuk menyudutkan Etnis Uighur, yang dapat dikatakan sebagai kejahatan Genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan, karena Pemerintah China mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang melanggar hak asasi paling mendasar yaitu kebebasan dalam beragama, kebebasan dalam berpendapat, Kebebasan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak, serta penyerangan yang ditujukan kepada etnis Muslim Uighur yang merupakan etnis minoritas sehingga mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, dapat disebut sebagai Kejahatan Genosida.

Peranan PBB melalui Dewan Keamanan sangat penting dalam penyelesaian konflik ini agar tidak terjadi berlarut-larut. Dewan Keamanan PBB harus menyerahkan kasus ini kepada ICC untuk dapat diselidiki, mengingat konflik ini dapat dikategorikan sebagai Kejahatan luar biasa (extra ordinarry crime) yang merupakan bagian dari yuridiksi ICC berdasarkan Statuta Roma 1998 yang merupakan sumber hukum dari ICC.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Hak Asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki sejak manusia lahir atau saat dimulainya manusia tersebut berinteraksi dengan masyarakat. Hak tersebut tidak dapat diambil oleh siapapun bahkan negara seharusnya mempunyai tanggungjawab untuk melindungi hak-hak yang dimiliki oleh individu tidak peduli apakah individu terssebut termasuk dalam etnis mayoritas ataupun minoritas, khususnya etnis minoritas sudah diatur tentang perlindungan akan hak-haknya berdasarkan Hukum Internasional dalam instrmen-instrumen Internasional

2. Konflik antara Pemerintah China dan etnis Muslim Uighur dilatar belakangi oleh beberapa hal yaitu, keinginan China untuk menerapkan One China Policy, dan menguasai daerah otonomi Xinjiang yang merupakan tempat bermukimnya etnis minoritas Uighur, sehingga Pemerintah China melakukan tindakan represif terhadap etnis Muslim Uighur, yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinarry crime)

3. Berdasarkan pada pasal 33 Piagam PBB, para pihak yang bersengketa (etnis muslim uighur dan pemerintah China) dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi dengan menggunakan mediasi terlebih dahulu. Apabila cara tersebut tidak berhasil, Dewan Keamanan PBB dapat mengajukan kasus yang terjadi ke peradilan internasional seperti International Criminal Court yang diatur dalam statuta roma tahun 1998.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

1. BUKU

Dedi Supriyadi, Internasional ( dari konsepsi sampai aplikasi),Bandung, Pustaka Setia, 2011

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Perenda Media, 2005 Syahmin A.K, Hukum Internasional Publik, Bandung,Binacipta, 2003

Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, Keni Media, Bandung, 2001

Sudargo Gautama, Warga negara dan Orang Asing,berikut peraturan dan contoh-contoh, Bandung , Alumni, 1992

Steven R. ratner dan Jason S. abrams, Melampaui warisan Nuremberg, pertanggungjawaban untuk kejahatan terhadap Hak Asasi Manusia dalam Hukum Internasional, Jakarta, ELSAM, 2008

Dedi Supriyadi,M.Ag, Hukum Internasional (dari konsepsi sampai implikasi), Bandung, Pustaka Setia, 2013

Rhona K.M. Smith, Christina Ranheim, dkk, Hukum hak asasi manusia, Yogyakarta, PUSHAM UII, 2008

Majda El Muhtaj, Dimensi-dimensi HAM mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan budaya, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada , 2008

Ahmad kosasi, Ham dalam prespektif islam, Jakarta, Salemba Dinniyyah, 2003

Todung mulya lubis, Jalan panjang Hak Asasi Manusia, Jakarta,Gramedia Pustaka Utama, 2005

Frans Magnis Suseno, Etika Politik; Prinsip-prinsip moral dasar kenegaraan modern, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001

Hesti Armiwulan Sochmawardiah, SH, Diskriminasi Rasial Dalam Hukum HAM,  Studi  tentang  diskriminasi  terhadap  etnis  Tionghoa,    Yogyakarta,  Genta  Publishing, 2013 


(6)

2. SITUS INTERNET

Hafish Adi , Hubungan hukum Internasional dengan HAM, , diakses dari http://brucelee.blogspot.com

Achmanto Mendatu, Artikel Etnik dan Etnisitas, dikutip dari www.smartpsikologi.blogspot.com

Muladi, Solusi Memerangi Suap, dikutip dari www.habibcentre.co.id Harsanto Nursadi Hukum Internasional diakses dari http://pustaka.ut.ac.id Office of the United Nations high Commisioner for Human Rights “General comment No 17 Rights of the Child (art 24) : 07/04/1989” diakses dari , http://www.unchr.com

Hari Mardiansyah, Tanggung jawab Negara kepada warganegara, diakses dari http://hari-mardiansyah.blogspot.com

Adithiya Diar, Tanggung jawab Negara dalam penegakan hak asasi manusia, diakses dari http://boyyendratmin.blogspot.com

Cekli Setya Pratiwi, Memahami Prinsip-prinsip HAM, diakses dari http://ceklipratiwi.staff.umm.ac.id

Combating Terorism, we have no choice, diakses dari http://daillyonline.com/news/terorism-in-China.htm

Muslim Uighur di Xinjiang china, Stranger in their own land diakses dari http://opinians.blogspot.com

ahegga primananda alfath, Selayang Pandang International Criminal Court), diakses dari http://taheggaalfath/2011/09/selayang-pandang-international/criminal.htm

3. PERATURAN UNDANG-UNDAN

Rome Statute of The International Criminal Court 1998 Universal Declaration of The Human Rights 1948 United Nations Charter

Declaration on the Rights of Persons Belonging to National or Ethnic, Religious and Linguistic Minorities 1992

International Covenant on Civil and Political Rights 1966

International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination 1965