IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN SAINS DI SEKOLAH DASAR: Studi Tentang Kompetensi Guru di SDN Sukagalih 1 dan 6 Kota Bandung.

(1)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “ IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN SAINS DI SEKOLAH DASAR” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Desember 2012 Yang membuat pernyataan,


(2)

KATA PENGANTAR

Assalaamu ’Alaikum Wr. Wb.

Pertama-tama, penulis mengucapkan alhamdulillahi rabbil alamin sebagai rasa syukur dan terima kasih ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya serta kesehatan lahir dan batin kepada penulis sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan pada waktunya.

Pembangunan karakter bangsa merupakan gagasan besar yang dicetuskan para pendiri bangsa karena sebagai bangsa yang terdiri atas berbagai suku bangsa dengan nuansa kedaerahan yang kental, bangsa Indonesia membutuhkan kesamaan pandangan tentang budaya dan karakter yang holistik sebagai bangsa. Hal itu sangat penting karena menyangkut kesamaan pemahaman, pandangan, dan gerak langkah untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

Pembangunan karakter bangsa yang sudah diupayakan dengan berbagai bentuk, hingga saat ini belum terlaksana dengan optimal. Hal itu tercermin dari kesenjangan sosial-ekonomi-politik yang masih besar, kerusakan lingkungan yang terjadi di seluruh pelosok negeri, masih terjadinya ketidakadilan hukum, pergaulan bebas dan pornografi yang terjadi di kalangan remaja, kekerasan dan kerusuhan, korupsi yang dan merambah pada semua sektor kehidupan masyarakat.

Memperhatikan situasi dan kondisi karakter bangsa yang memprihatinkan tersebut, pemerintah mengambil inisiatif untuk memprioritaskan pembangunan karakter bangsa. Pembangunan karakter bangsa seharusnya menjadi arus utama pembangunan nasional. Artinya, setiap upaya pembangunan harus selalu dipikirkan keterkaitan dan dampaknya terhadap pengembangan karaker.

Dalam tesis ini diungkapkan tentang model pembelajaran Membaca dan Menulis dalam meningkatkan kemampuan membaca pemahaman dan menulis kreatif siswa. Model pendekatan pembelajaran kognitif bahasa akademik dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman dan menulis kreatif siswa. Melalui model pendekatan pembelajaran kognitif bahasa akademik siswa


(3)

dikondisikan dalam suasana pembelajaran yang dapat melibatkankannya dalam interaksi pembelajaran dengan suasana alamiah untuk berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Dengan demikian siswa memperoleh pengalaman belajar yang menarik dan menyenangkan melalui berlatih mengungkapkan ide dari pikirannya, perasaan dan pengalamannya dalam bentuk interaksi baik dengan kelompok atau pun guru.

Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapatkan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak yang sangat bermanfaat dalam penulisan tesis ini. Akhirnya, hanya kepada Allah SWT segalanya dikembalikan, semoga rahmat dan hidayah-Nya senantiasa dilimpahkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bandung, Desember 2012 Penulis,


(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan baik dan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak dapat diselesaikan tepat waktu tanpa adanya bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua puhak yang turut membantu, memberi dukungan, bimbingan serta do’a kepada penulis demi kelancaran studi dan penulisan tesis ini.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Dr. Wahyu Sopandi, M.A., sebagai pembimbing I dan dosen Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Sekolah Pascasarjana UPI Bandung yang selalu memberi arahan dan bimbingan selama penulis menempuh studi dan dalam penyusunan tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. H. Sapriya, M.Ed., sebagai pembimbing II dan dosen Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Sekolah Pascasarjana UPI Bandung yang selalu memberi bimbingan, motivasi, arahan dan dukungan kepada penulis selama menempuh studi dan dalam penyusunan tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr Bunyamin Maftuh M.Pd, MA., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dasar yang telah memberikan kesempatan demi kelancaran penyelesaian studi;


(5)

4. Dr. M. Solehuddin, M.Pd.,M.A selaku Asisten Derektur I Sekolah Pascasarjana UPI Bandung yang telah memotivasi penulis dalam menyelesaikan studi;

5. Rektor STKIP Kie Raha Ternate, beserta stafnya yang telah membantu membiayai studi dan memotivasi kami agar dapat menyelesaikan studi tepat waktu;

6. Ibu Cicih Sukarsih selaku kepala sekolah, Ibu Fitri, ibu Utit Sartika. Ibu sitti Hadijah, S Pd, Ibu Fitri Kania, S Pd, M Pd, Bapak Agus S Pd, M Pd. SD Negeri Kota Bandung yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian;

7. Siswa-siswi SD Negeri Kota Bandung yang telah ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan penelitian tesis;

8. Kepada suamiku tersayang “Abdullah Bandang dan anak-anakku yang ku cintai Ananda Hurul Ula dan Mutamimul Ula” yang senantiasa memotivasi dan memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi; 9. Kepada orang tua tercinta, Almarhum ayahanda Muhammad Dasim,

Ayahanda Soleman Bandang, Almarhumah Ibunda Saida Kharie, Ibunda Kalsum Tengku Idris yang senantiasa memberikan do’a kasih sayang;

10. Kepada kakak-kakakku tercinta Ismat dan kel, Abdul Samad dan Kel, Jumini dan kel, fatma dan kel, Halimah dan kel, Nornala dan kel. Jainab dan Kel, Sofyan dan Kel, Dakhrie dan Kel;

11.Kepada Teman-teman senasib, dan seperjuangan, dan sepenanggungan dari STKIP Kie Raha Ternate yang tak dapat disebutkan namanya satu persatu;


(6)

yang telah memberikan bantuan, dorongan dan menjadi teman diskusi yang baik selama perkuliahan dan penulisan tesis ini;

12.Semua rekan-rekan, Program Studi Pendidikan Dasar konsentrasi SAINS Ibu Sarah, Maulana, Ibu’Fitri, Rai Firdaus, teh Dewi, Septi, Ibu Yuli, P’Ramdan, P’Hilman, Eli, Ibu’Ida, P’Mukaram, moga kebersamaan ini dapat terus berlanjut selamanya;

13.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuannya selama ini.

Semoga amal baik Bapak, Ibu, rekan–rekan dan keluarga yang telah diberikan kepada penulis demi kelancaran tesis ini dapat menjadi amal shaleh dan mendapat balasan dari Allah SWT, amin.


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Definisi Operasional ... 11

1.Kompetensi guru terhadap pendidikan karakter ... 11

2.Pengertian Pendidikan Karakter ... 12

3.Pembelajaran Sains ... 13

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Kompetensi Guru ... 15

1. Definisi Kompetensi ... 15

2. Definisi Guru ... 17


(8)

4. Jenis-jenis Kompetensi Guru ... 20

5. Kompetensi Guru Sekolah Dasar ... 27

6. Peningkatan Kompetensi Guru Tingkat Pendidikan Dasar ... 33

B. Konsep Dasar Pendidikan Karakter ... 38

1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 38

2. Landasan Konseptual Pendidikan Karakter ... 43

3. Tujuan Pendidikan Karakter ... 50

4. Peran Guru dalam Membentuk Karater pada Pembelajaran Sains ... 50

C. Konsep Dasar Pembelajaran Sains... 54

1. Pengertian Konsep Dasar Pembelajaran Sains ... 54

2. Tujuan Pendidikan Sains ... 64

3. Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar … ... 67

D. Aplikasi Kompetensi Guru terhadap Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Sains ... 70

E. Pembelajaran dengan Pendekatan Pendidikan Karakter ... 74

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 78

B. Pendekatan Penelitian ... 79

C. Materi ... 80

D. Subyek Penelitian ... 81

E. Alur Penelitian ... 81


(9)

G. Instrumen Penelitian ... 86

H. Teknik Pengumpulan Data ... 89

I. Analisa Data Penelitian ... 94

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 97

1. Pemahaman guru tentang pendidikan karakter dalam pembelajaran sains ... 97

2. Kompetensi guru dalam merencanakan pembelajaran Sains dengan menggunakan pendekatan pendidikan karakter ... 102

3. Kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran Sains dengan menggunakan pendidikan karakter ... 107

4. Kompetensi guru dalam mengevaluasi pendidikan karakter dalam pembelajaran Sains ... 115

B.Pembahasan Hasil Penelitian ... 116

1. Pembahasan Hasil Pertama ... 117

2. Pembahasan Hasil Kedua ... 123

3. Pembahasan Hasil Ketiga ... 130

4. Pembahasan Hasil Keempat ... 139

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan ... 147

B. Rekomendasi ... 149

DAFTAR PUSTAKA ... 150


(10)

DAFTAR BAGAN


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan karakter bangsa merupakan gagasan besar yang dicetuskan para pendiri bangsa karena sebagai bangsa yang terdiri atas berbagai suku bangsa dengan nuansa kedaerahan yang kental, bangsa Indonesia membutuhkan kesamaan pandangan tentang budaya dan karakter yang holistik sebagai bangsa. Hal itu sangat penting karena menyangkut kesamaan pemahaman, pandangan, dan gerak langkah untuk mewujudkan kesejahteraandankemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

Masyarakat Indonesia yang terbiasa santun dalam berperilaku, melaksanakan musyawarah mufakat dalam menyelesaikan masalah, mempunyai kearifan lokal yang kaya dengan pluralitas, serta bersikap toleran dan gotong royong mulai cenderung berubah menjadi hegemoni kelompok-kelompok yang saling mengalahkan dan berperilaku tidak jujur. Semua itu menegaskan bahwa terjadi ketidakpastian jati diri dan karakter bangsa yang bermuara pada (1) disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila sebagai filosofi dan ideologi bangsa, (2) keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai esensi Pancasila, (3) bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, (4) memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa, (5) ancaman disintegrasi bangsa, dan (6) melemahnya kemandirian bangsa (Desain Induk Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025, 2010:16-19).


(12)

Krisis multidimensi yang mengakar dan menurunnya kualitas moral bangsa yang dicirikan oleh membudanyanya KKN dari level terendah sampai tertinggi, konflik (antar etnis, agama, politisi, remaja, dll) meningkatnya kriminalitas dan masih banyak lagi permasalahan bangsa Indonesia.

Pembangunan karakter bangsa yang sudah diupayakan dengan berbagai bentuk, hingga saat ini belum terlaksana dengan optimal. Hal itu tercermin dari kesenjangan sosial-ekonomi-politik yang masih besar, kerusakan lingkungan yang terjadi di seluruh pelosok negeri, masih terjadinya ketidakadilan hukum, pergaulan bebas dan pornografi yang terjadi di kalangan remaja, kekerasan dan kerusuhan, korupsi yang merambah pada semua sektor kehidupan masyarakat. Saat ini banyak dijumpai tindakan anarkis, konflik sosial, penuturan bahasa yang buruk dan tidak santun, dan ketidaktaataan berlalu lintas.

Penelitian yang dilakukan terhadap 1000 anak selama 23 tahun (Megawangi dalam Sundari, 2011:8-9) diteliti kepribadiannya ketika mereka berusia 3 tahun, 18 tahun, 21 tahun, dan 23 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang ketiak berusia 3 tahun didiagnosa sebagai “uncontrollable toddlers” atau anak yang sulit diatur, pemarah dan pembangkang. Setelah mereka berusia 18 tahun menjadi remaja bermasalah, agresif, dan sulit bergaul. Pada usia 21 tahun mereka sulit membina hubungan sosial dengan orang lain, dan ada yang terlibat dalam tindak criminal.


(13)

Sebaliknya pada anak-anak usia 3 tahun yang sehat jiwanya ternyatasetelah dewasa menjadi orang yang berhasil an sehat jiwanya.

Memang disadari, bahwa bangsa Indonesia mengalami kemajuan dalam bidang sains dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan keterampilan manusia Indonesia turut meningkat pesat, walau belum sebagus dibanding dengan negeri lain, seperti Jepang, Cina, dan Singapura yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak usia dini atau sejak pendidikan dasar. Namun dari segi moralitas dan karakter manusia Indonesia merosot tajam dibandingkan dengan Negara tetangga tersebut. Tawuran antar pelajar terjadi setiap saat, bentrok antar warga desa dan antar RT/RW selalu terjadi. Tidak cukup dengan itu, kekerasan intern umat beragama dan juga antar umat beragama mewarnai perilaku masyarakat beragama. Dan masih banyak yang lainnya seperti; suap menyuap, kongkalikong perpajakan, makelar kasus, birokrasi yang korup, kolusi korupsi dan nepotisme (KKN) ada dimana-mana.

Hal ini di perkuat oleh Wibowo (2011) dalam survei Transparency International kembali meluncurkan Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index/CPI) tahun 2011 bahwa :

Indonesia berada di peringkat ke-100 dari 183 negara. Sementara untuk kawasan Asia Tenggara, skor Indonesia (3,0) berada di bawah Singapura (9,2), Brunei (5,2), Malaysia (4,3), dan Thailand (3,4) (Rentang indeks berdasarkan angka 0-10. Semakin kecil angka indeks menunjukkan potensi korupsi negara tersebut cukup besar). "Jadi, pesan yang bisa ditangkap dari hasil ini adalah tidak ada perubahan yang signifikan dalam hal upaya pemberantasan korupsi di Indonesia" Berdasarkan data dalam laporan Komnas Perempuan 2011, yang di- kutip oleh Raz (2012) di salah satu media cetak nasional, yaitu :


(14)

Angka pemerkosaan sudah tinggi sekali. Data pada tahun 2011, kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia didominasi oleh angka perkosaan, yakni 400.939 dan angka terbanyak (70.115 kasus) perkosaan ternyata dilakukan dalam rumah tangga. Pelaku perkosaan dilakukan oleh suami, orangtua sendiri, bahkan saudara dan keluarga terdekat. Sementara perkosaan di tempat umum (publik) sebanyak 22.285 kasus, diantaranya yang akhir-akhir ini banyak dibicarakan dan di media massa tentang perkosaan di angkot. Selain itu, negara telah melakukan kekerasan yang sama karena telah membiarkan 1.561 kasus perkosaan yang tidak terselesaikan.

Memperhatikan situasi dan kondisi karakter bangsa yang memprihatinkan tersebut, pemerintah mengambil inisiatif untuk memprioritaskan pembangunan karakter bangsa. Pembangunan karakter bangsa seharusnya menjadi arus utama pembangunan nasional. Artinya, setiap upaya pembangunan harus selalu dipikirkan keterkaitan dan dampaknya terhadap pengembangan karaker. Hal itu tecermin dari misi pembangunan nasional yang memosisikan pendidikan karakter sebagai misi pertama dari delapan misi guna mewujudkan visi pembangunan nasional, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007), yaitu terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila, yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotongroyong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi ipteks.

Pentingnya membangun karakter sejak usia dini, pepatah dari Thomas Lickona (dalam Megawangi, 2009:21) “walaupun jumlah anak-anak hanya


(15)

25% dari jumlah total penduduk, tetapi menentukan 100% masa depan” oleh karna itu pendidikan karakter sedini mungkin adalah kunci masa depan. Pendidikan Karakter saat ini menjadi perhatian yang begitu penting dalam sistem pendidikan di Indonesia. Hal ini sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Sebagaimana tujuan pendidikan tersebut, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang tujuannya untuk mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Sejalan dengan hal tersebut, Presiden Susilo Bambang Yodhoyono dalam Temu Nasional Indonesia Summit, 2009 di Jakarta. menyampaikan pernyataan resmi dan meminta Mendiknas Muhammad Nuh untuk; (1) mengubah metodologi pembelajaran yang lebih berpusat kepada siswa, seperti : cooperative learning, problem solving, based learning, dan diskusi


(16)

kelas, metodologi pembelajaran sekarang ini dinilai tidak mendorong siswa menjadi kreatif dan inovatif sehingga sulit memunculkan semangat kemandirian anak didik; (2) menyelengarakan pendidikan berbasis karakter. Sekolah adalah tempat yang sangat strategis untuk pendidikan karakter, karena anak-anak dari semua lapisan mengenyam pendidikan di sekolah. Selain itu anak-anak banyak menghabiskan waktu di sekolah, sehingga apa yang didapatkannya di sekolah akan mempengaruhi pembentukan karakternya. Karena di sekolah merupakan lingkungan yang secara sengaja dikondisikan untuk kegiatan belajar mengajar dan di lingkungan sekolah guru menjadi panutan bagi murid-muridnya.

Dalam konteks pendidikan karakter, peran guru sangat vital sebagai sosok yang diidolakan, serta menjadi sumber inspirasi dan motivasi murid-muridnya. Sikap dan perilaku seorang guru sangat membekas dalam diri seorang murid, sehingga ucapan, karakter dan kepribadian guru dalam cermin murid.

Menurut Susetiawati (dalam Asmani, 2011:72) dalam konteks sistem pendidikan di sekolah, sekurang-kurangnya pendidikan karakter harus memperhatikan beberapa hal, yaitu :

1. Pendidikan karakter harus menempatkan kembali peran guru sebagai faktor yang sangat penting dalam pengembangan kepribadian peserta didik.

2. Menempatkan sosok guru sebagai orang yang paling tahu tentang kondisi dan perkembangan anak didiknya.

3. Sebagai bagian dari system pendidikan karakter, maka perlu digalakkan kembali sebuah sistem evaluasi afektif.


(17)

Pendapat di atas senada dengan Arifah (dalam Asmani, 2011:74) bahwa guru atau pendidik memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan generasi berkarakter, berbudaya dan bermoral. Dalam konteks pembangunan karakter bangsa, maka guru dengan segala tugas dan peranannya, memiliki peranan strategis dan sangat menentukan terpeliharanya karakter bangsa sebagai pondasi jati diri bangsa yang bermartabat. Sosok manusia yang berkarakter sebagai modal terbentuknya karakter bangsa, akan dilahirkan oleh sosok guru yang menjunjung tinggi profesionalisme dan berpegang teguh kepada sistim nilai yang menjadi pegangan bangsanya.

Kompetensi guru yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan atau kecakapan yang harus dimiliki seorang guru sebagai pendidik. Secara umum terdapat empat kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang guru yang professional yakni ; kompetensi pedagogik, kompetensi professional, kompetensi sosial, dan kompetensi personal. Kompetensi atau kemampuan personal berkait dengan kepribadian seorang guru yakni kepribadian yang mendidik seperti yang diungkapkan Ki Hajar Dewantoro dengan tiga model kepribadian yang kuat ; tut wuri handayani, ing madyo mangun karso dan ing ngarso sung tulodo.

Menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi terungkap bahwa tujuan pembelajaran sains di Sekolah Dasar, yakni agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaannya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA


(18)

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP

Untuk dapat mewujudkan tujuan di atas, maka dibutuhkan seorang guru sains yang cakap dan terampil dalam membentuk pendidikan yang berkarakter. Guru Sains, selain mengajarkan pelajaran IPA sebagai suatu konsep ilmiah yang informatif juga harus mampu memberikan gambaran hubungan sebab akibat dari bahan ajarnya kepada siswa. Dengan demikian guru harus mengembangkan pengetahuan peserta didik tentang IPA dan mengembangkan serta memberi pemahaman yang hakiki tentang hubungan kausalitas antara materi ajarnya (sains) dengan pendidikan berkarakter. Oleh karenanya, untuk melaksanakan proses pembelajaran seperti itu diperlukan guru IPA atau guru Sains yang memiliki kompetensi terhadap pendidikan karakter.

Pembelajaran sains dengan pendekatan pendidikan karakter, semestinya disampaikan tidak hanya secara informatif saja, akan tetapi mencoba mengajak siswa untuk mengembangkan pembelajaran dengan melakukan pengamatan secara langsung serta melakukan observasi terhadap objek atau peristiwa yang terjadi. Mengembangkan cara berfikir yang inkuiri tentang fenomena alam dan hakikat dari pada fenomena yang ditimbulkan. Guru


(19)

harus dapat menggambar suatu peristiwa secara bertahap sesuai dengan konsep pembelajaran sains, disamping itu dapat menguraikan faktor-faktor penyebab dari suatu peristiwa yang tidak berdiri sendiri akan tetapi ada penyebabnya.

Berdasarkan pemaparan masalah-masalah di atas, maka penulis memfokuskan pada implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran Sains di Sekolah Dasar Negeri Sukagalih 1 dan 6 Kota Bandung. Alasan penulis memilih SDN Sukagalih 1 dan 6 Kota Bandung karena berdasarkan informasi pada studi pendahuluan sekolah tersebut sedang menggalakkan penerapan pendidikan karakter.

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Masalah utama yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah bagaimana kompetensi guru dalam impelementasi pendidikan karakter pada pembelajaran Sains di kelas IV Sekolah Dasar Negeri Sukagalih 1 dan 6 Kota Bandung.

Berdasarkan masalah utama tersebut diajukan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Sejauh mana pemahaman guru terhadap karakter yang akan ditanamkan dalam pembelajaran Sains di Sekolah Dasar ?

2. Bagaimana kompetensi guru dalam merencanakan pembelajaran Sains dengan menggunakan pendekatan pendidikan karakter di Sekolah Dasar ? 3. Bagaimana kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran Sains


(20)

4. Bagimana kompetensi guru dalam mengevaluasi pembelajaran Sains dengan menggunakan pendidikan karakter di Sekolah Dasar?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi pendidikan karakter pembelajaran Sains di Sekolah Dasar Negeri Sukagalih 1 dan 6 Kota Bandung, berdasarkan kompetensi guru meliputi pemahaman, perencanaan, pelaksanaan dalam evaluasi pendidikan karakter.

Adapun tujuan khususnya, yaitu :

1. Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman guru terhadap pendidikan karakter dalam pembelajaran Sains di Sekolah Dasar.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis kompetensi guru dalam merencanakan pembelajaran Sains dengan menggunakan pendekatan pendidikan karakter di Sekolah Dasar.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran Sains dengan menggunakan pendidikan karakter di Sekolah Dasar.

4. Untuk mengetahui dan menganalisis kompetensi guru dalam mengevaluasi pembelajaran Sains dengan menggunakan pendidikan karakter di Sekolah Dasar.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi guru SD, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi guru yang ingin mengembangkan pendidikan karakter pada


(21)

pembelajaran Sains, sehingga dapat memperbaiki karakter anak bangsa sejak dini.

2. Bagi Prodi, dapat menjadi referensi/acuan dalam membuat dan mengembangkan pendidikan karakter pada pembelajaran Sains untuk perkuliahan maupun pengembangan keilmuan.

3. Bagi pengembangan ilmu, penelitian ini dapat memberikan gambaran yang jelas kepada pihak-pihak yang terkait dengan bidang pendidikan dapat merumuskan kurikulum pembelajaran pendidikan karakter ke dalam pembelajaran Sains.

E. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini, peneliti mendefinisikan peristilahan yang digunakan, sebagai berikut:

1. Kompetensi Guru Terhadap Pendidikan Karakter

Kompetensi adalah kata serapan yang berasal dari bahasa Inggris yakni competence artinya adalah kecakapan atau kemampuan. Kompetensi guru adalah kemampuan atau kecakapan yang harus dimiliki seorang guru sebagai guru. Secara umum terdapat 4 kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang guru yang professional yakni ; kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi personal. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru-guru dalam menguasai bahan pembelajaran secara material (subject matter); guru mengetahui, memahami dan dapat mejelaskan, membimbing dan mengarahkan siswa pada materi pembelajaran. Kompetensi professional


(22)

adalah kemampuan guru dalam melakukan pelayanan pendidikan sebagai seorang panutan yang sering menjadi idola siswa pada pendidikan dasar khususnya. Kompetensi sosial adalah kecakapan sosial yang dimiliki guru yang meliputi kemampuan berkomunikasi dengan baik, mampu membangun dan membina hubungan emosional dengan siswa dan sekitarnya. Kompetensi atau kemampuan personal berkait dengan kepribadian seorang guru yakni kepribadian yang mendidik.

2. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan atau education berasal dari bahasa latin educare yang diartikan sebagai menyuburkan (mengolah tanah agar menjadi subur dan menumbuhkan tanaman yang baik). Pendidikan dalam artian tersebut merupakan sebuah proses yang membantu menumbuhkan, mengembangkan, mendewasakan, menata, mengarahkan. Pendidikan juga berarti proses pengembangan berbagai macam potensi yang ada dalam diri manusia agar dapat berkembang dengan baik dan bermanfaat bagi dirinya dan juga lingkungannya (Haryati, 2010: 259).

Sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional maka pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia,


(23)

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Pasal 3 UU SISDIKNAS).

Selanjutnya, karakter adalah watak yang terbentuk dari nilai, moral, dan norma yang mendasari cara pandang, berfikir, sikap, dan cara bertindak seseorang serta yang membedakan dirinya dari orang lainnya. Karakter bangsa terwujud dari karakter seseorang yang menjadi anggota masyarakat bangsa tersebut.

Pendidikan karakter bangsa adalah pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai karakter pada diri peserta didik sehingga menjadi dasar bagi mereka dalam berpikir, bersikap, bertindak dalam mengembangkan dirinya sebagai individu, anggota masyarakat, dan warganegara. karakter yang akan ditanamkan dalam pendidikan sains yaitu reliji (religius), jujur (trust), disiplin (discipline), kreatif (creatif), rasa ingin tahu (curiosity), dan peduli lingkungan (care for the environment). Nilai-nilai karakter bangsa dan pendidikan sains yang dimiliki peserta didik tersebut menjadikan mereka sebagai warga negara Indonesia yang memiliki kekhasan dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain.

3. Pembelajaran Sains

Dari sekian banyak pendekatan defenisi pembelajaran sains yang diperoleh dari para ahli yang mendefenisikannya. Hakikat sains dapat disarikan dalam suatu defenisi yang lebih komprehensif yang mengaitkan dimensi sains sebagai pengetahuan, proses dan produk, penerapan dan


(24)

sarana pengembangan nilai dan sikap tertentu seperti yang diuraikan oleh Djudin (2011:4) berikut ini:

a. Sains adalah pengetahuan yang mempelajari, menjelaskan dan menginvestigasi fenomena alam dengan segala aspeknya yang bersifat empiris.

b. Sains dapat dianggap sebagai aplikasi. Dengan penguasaan pengetahuan dan produk sains dapat dipergunakan untuk menjelaskan, mengolah dan memanfaatkan, memprediksi fenomena alam serta mengembangkan disiplin ilmu lainya dan teknologi.

c. Sains dapat dianggap sebagai sarana untuk mengembangkan sikap dan nilai-nilai tertentu, misalnya nilai relijius, objektifitas, keteraturan, sikap keterbukaan dan nilai etika atau estetika.

Keterampilan proses sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan atau penyelidikan ilmiah (Standar Isi Permen 22 tahun 2006). Kerangka berpikir yang terdapat dalam Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA (http://www.puskur.net), disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur utama yaitu:

a. Sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; IPA bersifat open ended;

b. Proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan;

c. Produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum;

d. Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.


(25)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode merupakan suatu cara yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan, sedangkan penelitian merupakan sarana untuk mencari kebenaran. Pada dasarnya penelitian adalah upaya mengumpulkan data yang akan dianalisis. Dalam penelitian ini, penulis memilih metode penelitian deskriptif sebuah metode yang efektif untuk tujuan mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah maupun fenomena hasil rekayasa.

Menurut Sukmadinata (2005:74),

Penelitian deskriptif dalam bidang pendidikan dan kurikulum pengajaran merupakan hal yang cukup penting, mendeskripsikan fenomena-fenomena kegiatan pendidikan, pembelajaran, implementasi kurikulum pada berbagai jenis, jenjang dan satuan pendidikan.

Dalam penelitian deskriptif, peneliti tidak melakukan manipulasi atau memberikan perlakuan-perlakuan tertentu terhadap variabel, tetapi semua kegiatan, keadan, kejadian, aspek komponen dan variable berjalan apa adanya. Akan tetapi, seperti dikatakan John W Best (dalam Sukmadinata, 2005:74) bahwa “penelitian deskriptif tidak hanya berhenti pada pengumpulan data, pengorganisasian, analisis dan penarikan interpretasi serta penyimpulan, tetapi dilanjutkan dengan pembandingan, mencari kesamaan-perbedaan dan hubungan


(26)

kasual dalam berbagai hal”. Penemuan makna adalah fokus dari keseluruhan proses yang dilakukan. Dalam penelitian ini, peneliti hendak mengkaji secara mendalam Impelementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sains Di Sekolah Dasar.

B. Pendekatan Penelitian

Penelitian Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar lebih tepat jika menggunakan pendekatan kualitatif, karena pendekatan kualitatif lebih tepat digunakan kalau meneliti proses bukan hasil atau produk, untuk mengetahui kondisi obyektif dan mendalam tentang fokus penelitian. Hal ini sesuai dengan pemikiran Bogdam dan Biklen (dalam Sukmadinata, 2005:77) yang menyatakan “qualitative researchers are concerned with prosses rather than simply with outcome or product”.

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah “pendekatan deskriptif kualitatif, artinya penelitian yang berusaha mendeskripsi dan menginterpretasi kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang sedang tumbuh, proses sang sedang berlangsung, akibat yang sedang terjadi atau kecenderungan yang tengah berkembang” (Sumanto, 1990:47).

Pendekatan kualitatif dianggap sesuai dalam penelitian ini karena peneliti mempunyai alasan, yaitu : 1) lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan, 2) menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti dengan subyek penelitian, lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi


(27)

(Moleong, 2004:5). Sudjana (2004:189) mengatakan bahwa “tekanan penelitian kualitatif ada pada proses bukan hasil”.

Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang tepat digunakan dalam penelitian Impelementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sains Di Sekolah Dasar. Dalam penelitian ini, peneliti memperhatikan fenomena-fenomena yang terjadi di lapangan kemudian ditafsirkan dan diberi makna sesuai apa adanya dan berdasarkan ciri-ciri tersebut serta sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pendidikan karakter berdasarkan kompetensi guru pada pembelajaran Sains di Sekolah Dasar.

Penggunaan metode penelitian deskriptif ini untuk mengumpulkan suatu kenyataan yang ada atau yang terjadi di lapangan agar dapat dipahami secara mendalam, sehingga pada akhirya diperoleh temuan data yang diperlukan sesuai tujuan penelitian. Temuan data tersebut adalah gambaran atau deskripsi Impelementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar.

C. Materi

MAteroi yang disampaikan merupakan pengusaan pencapaian tujuan pembelajaran sesuai dengan Permendiknas No. 22 tahun 2006. Dalam hal ini pembelajaran Sains pada standar kopetensi “memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunannya dalam kehidupan sehari-hari” kompetensi dasar “mendeskripsikan energi panas dan bunyi yang terdapat di lingkungan sekitar


(28)

serta sifat-sifatnya” dan kompetensi dasar “menjelaskan perubahan energi bunyi melalui penggunaan alat musik” yang dilaksanakan dengan pendekatan pendidikan karakter.

D. Subyek penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah pihak-pihak terkait yang memiliki berbagai karakteristik, unsur, dan nilai yang berkaitan dengan pemahaman kompetensi guru dalam melaksana pendidikan karakter pada pembelajaran IPA dengan pokok bahasan Energi dan Penggunaannya dengan sub bab bunyi pada Sekolah Dasar. Oleh karena itu, yang dimaksud subyek penelitian dalam penelitian ini adalah guru yang mengajar IPA di kelas IV dan kepala sekolah pada Sekolah Dasar.

E. Alur Penelitian

Penelitian ini bertolak dari kerangka teoritis pembelajaran ilmu Pengatahuan Alam (IPA) dalam konteks pendidikan karakter. Situasi pembelajaran yang digunakan dengan menggunakan pendidikan karakter, adalah dalam pokok bahasan Energi dan Penggunaannya dengan sub bab bunyi. Dari analisis teori-teori pembelajaran tersebut, kemudian dirumuskan model pembelajaran yang berbasis pada pendekatan pendidikan karakter.

Untuk mengungkap kompetensi guru dalam pelaksanaan pembelajaran IPA pokok bahasan Energi dan Penggunaannya dengan sub bab bunyi. Maka dibuatlah alat pengumpul data, berupa pedoman observasi, pedoman wawancara, dan telaah dokumentasi.


(29)

Teknik analisis data yang digunakan untuk membahas data hasil observasi, wawancara, dan telaah dokumentasi, menggunakan teknik trianggulasi, sehingga data yang disajikan dalam laporan penelitian ini dapat teruji tingkat keabsahannya.

Data hasil pengamatan (observasi), wawancara, dan telaah dokumentasi, dijadikan sebagai bahan analisis empirik untuk membahas data hasil penelitian, sehingga pada akhirnya dirumuskan kesimpulan penelitian.

Keseluruhan alur dimaksud, digambarkan dalam bagan berikut :

KONSEPSI TENTANG : TELAAH TEORI PEMBELAJARAN  Teori Belajar

 Pendekatan Pembelajaran  Metode Pembelajaran


(30)

Tabel 1

Bagan 3.1 Alur Penelitian F. Tahapan Penelitian

1. Tahap Orientasi

Tahap orientasi ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang lengkap dan jelas mengenai masalah-masalah yang akan diteliti. Tahap orientasi ini merupakan kegiatan memasuki lapangan yang masih dalam


(31)

bentuk penjajagan. Kegiatan yang dilakukan mengarah kepada upaya untuk memperoleh informasi yang seluas-luasnya mengenai hal-hal yang bersifat umum dan berkenaan dengan masalah penelitian. Pada tahap ini kegiatan penelitian adalah menciptakan hubungan yang harmonis antara penelitan dengan responden.

Peneliti melakukan kunjungan dan pendekatan dengan guru pada Sekolah Dasar yang akan dijadikan tempat penelitian. Untuk memperoleh informasi seluas-luasnya dilakukan wawancara dengan guru tersebut. Dari hasil wawancara diperoleh informasi dan data tambahan yang berhubungan dengan masalah penelitian. Informasi yang didapat selanjutnya dianalisis dan dikonsultasikan dengan pembimbing untuk menentukan, memperjelas dan mempertajam fokus masalah dalam penelitian.

Untuk dapat terciptanya hubungan yang harmonis dengan responden, peneliti melakukan pendekatan antara lain dengan cara: (1) menjelaskan peran peneliti kepada responden, bahwa keberadaan peneliti bukan untuk mengevaluasi atau menilai, akan tetapi merupakan kegiatan belajar dari pengalaman di lapangan; (2) menjelaskan bahwa informasi yang diterima dijamin kerahasiaannya dan bukan untuk menilai sekolah serta tidak mempunyai pengaruh terhadap posisi responden di sekolah; dan (3) melakukan pendekatan/kunjungan berulang-ulang.


(32)

Tahap eksplorasi merupakan tahap mengumpulkan data. Kegiatan yang dilakukan sudah mengarah kepada hal-hal yang dianggap mempunyai hubungan dengan fokus masalah. Meskipun sudah tidak bersifat umum, tetapi sudah tidak mengarah dan berstrukur serta masih terbuka. pengumpulan data dilakukan berdasarkan prinsip penelitian kualitatif, yaitu berusaha memahami makna dari peristiwa manusia dalam situasi tertentu. Dengan demikian penekanannya terletak pada pemahaman yang timbul dari tafsiran terhadap interaksi, perilaku, dan peristiwa.

Pengumpulan data melalui teknik wawancara dilakukan dalam bentuk percakapan informal yang mengandung unsur spontanitas dengan memanfaatkan waktu luang. Meskipun dilakukan dengan informal, akan tetapi dalam menggali data atau informasi yang diperlukan diarahkan pada fokus penelitian. Wawancara dilakukan terhadap responden sebagai sumber data primer maupun terhadap responden sebagai sumber data sekunder. Setiap informasi yang diberikan responden selalu dicek kebenaranya dengan responden lainnya.

Dalam hal ini, digunakan teknik tringulasi, yaitu dengan membandingkan dan mengecek balik derajat kebenaran informasi atau data yang diperoleh dari responden, guru kelas IV maupun kepala sekolah dengan fakta yang ada dilapangan. Selain dengan teknik wawancara, pengumpulan data juga dilakukan dengan teknik observasi dan studi dokumentasi.


(33)

3. Tahap Member Check

Pengecekan data ini dilakukan dengan cara: (a) mengkonfirmasikan kembali hasil (data) kepada semua sumber data; (b) meminta hasil koreksi yang telah dicatat dari observasi kepada sumber data tertentu; dan (c) melakukan triangulasi dengan pihak-pihak yang relevan. Pada tahap ini data yang terkumpul dirangkum dan didiskusikan lagi dengan sumber-sumber data yang relevan untuk mengecek kebenarannya.

G. Instrumen Penelitian

Untuk mengungkap performance kompetensi guru terhadap pendidikan karakter dalam pembelajaran IPA, dirumuskan instrumen penelitian. Sesuai dengan lingkup penelitian, bahwa instrumen yang dirumuskan, ditujukan untuk mengungkap aspek-aspek sebagai berikut; (1) pemahaman guru terhadap pendidikan karakter dalam pembelajaran Sains; (2) kompetensi guru dalam merencanakan pembelajaran Sains dengan menggunakan pendekatan pendidikan karakter; (3) kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran Sains dengan menggunakan pendidikan karakter, dan (4) kompetensi guru dalam mengevaluasi pendidikan karakter dalam pembelajaran Sains.

Berikut disajikan paparan tentang masing-masing instrumen penelitian dimaksud :

1. Instrumen Pemahaman Guru Terhadap Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Sains


(34)

Instrumen untuk mengungkap pemahaman guru terhadap pendidikan karakter, seperti pengertian, latar belakang, prinsip-prinsip, dan langkah-langkah penggunaannya. Dalam hal ini, dibuat kisi-kisi pedoman wawancara dengan aspek-aspeknya pada tabel 3.1 dapat dilihat pada lampiran.

2. Instrumen Kompetensi Guru dalam Merencanakan Pembelajaran Sains dengan Menggunakan Pendekatan Pendidikan Karakter

Instrumen ini menfokuskan pada analisis kompetensi guru terhadap pendidikan karakter dalam membuat perencanaan pembelajaran. Aspek-aspek yang diungkap tentang kompetensi perencanaan pembelajaran, yaitu: (1) kompetensi dalam mengkaji kurikulum dan pendalaman materi yang akan disampaikan; (2) kompetensi dalam melaksanakan analisis materi pelajaran; (3) kompetensi dalam membuat program pelajaran; dan (4) kompetensi dalam membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, kisi-kisi pedoman wawancara dan dokumentasi yang digunakan, untuk tabel 3.2 dapat dilihat pada lampiran.

3. Instrumen Kompetensi Guru dalam Melaksanakan Pembelajaran Sains dengan Menggunakan Pendidikan Karakter

Instrumen kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran, menggunakan pedoman observasi yang memfokuskan pada langkah-langkah pembelajaran, mulai dari membuka pelajaran, menyampaikan materi pelajaran dalam kegiatan inti, sampai pada menutup kegiatan


(35)

pembelajaran. Untuk mengungkapkan aspek-aspek dimaksud, dibuat kisi-kisi pedoman observasi, untuk tabel 3.3 dapat dilihat pada lampiran. 4. Instrumen Kompetensi Guru dalam Mengevaluasi Pendidikan

Karakter dalam Pembelajaran Sains

Instrumen untuk mengungkapkan kompetensi guru dalam mengevaluasi pembelajaran, ditujukan untuk menganalisis kemampuan guru dalam melaksanakan penilaian yang mencerminkan pendekatan pendidikan karakter dalam pembelajaran IPA. Teknik yang digunakan, menggunakan pedoman wawancara dan observasi, dengan aspek-aspek yang diungkap, yaitu; (1) kemampuan dalam membuat kisi-kisi soal atau alat penilaian; (2) membuat pembobotan terhadap item-item soal yang disusun; (3) menyusun item-item soal dan (4) melaksanakan sistem penilaian. Kisi-kisi pedoman wawancara dan pengamatan tentang kemampuan guru dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran, untuk tabel 3.4 sampai dengan tabel 3.9 dapat dilihat pada lampiran.

H. Teknik pengumpulan Data

Prosedur penelitian kualitatif tidak terlalu menekankan pada desain awal yang sudah dirumuskan. Artinya desain dalam penelitian kualitatif ini, akan mengikuti perkembangan dari setting yang akan diteliti. Dalam penelitian kualitatif ini dilakukan kegiatan berupa mengumpulkan dan mencatat data secara terperinci dari berbagai masalah yang berhubungan dengan obyek penelitian. Pelaksanaan pengambilan data tersebut langsung dilakukan oleh


(36)

peneliti sendiri dengan melakukan pengamatan dan langsung berpatisipasi aktif dalam proses tersebut.

Penelitian kualitatif memfokuskan perhatian pada upaya untuk memahami perilaku pedagogik, persepsi, dan sikap dari sasaran penelitian. Jadi pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri, peneliti terjun langsung ke lapangan untuk mencari sejumlah informasi yang dibutuhkan berkenaan dengan pengetahuan guru dalam melaksanakan pendidikan karakter pada pembelajaran IPA dengan pokok bahasan sifat perubahan wujud benda pada Sekolah Dasar. Hal tersebut dilakukan untuk memahami kenyataan yang terjadi dilapangan mengenai: (1) pemahaman guru terhadap pendidikan karakter dalam pembelajaran Sains; (2) kompetensi guru dalam merencanakan pembelajaran Sains dengan menggunakan pendekatan pendidikan karakter; (3) kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran Sains dengan menggunakan pendidikan karakter, dan (4) kompetensi guru dalam mengevaluasi pendidikan karakter dalam pembelajaran Sains.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui dokumentasi, observasi (pengamatan), dan wawancara. Ketiga teknik pengumpulan data tersebut diharapkan dapat saling melengkapi, sehingga diperoleh informasi yang diharapkan.

1. Studi Dokumentasi

Metode dokumentasi berarti cara mengumpulkan data dengan mencatat data yang sudah ada berupa biodata guru, dan Rencana


(37)

Pelaksanaan Pembelajaran. Dengan studi dokumentasi ini, diharapkan aspek-aspek yang menjadi penekanan dalam hal pemahaman guru dalam melaksanakan pendekatan pendidikan karakter pada pembelajaran IPA dengan pokok bahasan Energi dan Penggunaannya dengan sub bab bunyi pada Sekolah Dasar, seperti:

a. Dokumen perencanaan pembelajaran yang dibuat guru dalam pembelajar IPA dengan menggunakan pendekatan pendidikan karakter pada Sekolah Dasar, yang meliputi analisis kurikulum, analisis materi, pendalaman materi, perencanaan program semester dan tahunan, dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

b. Dokumen sistem evaluasi pembelajaran yang dibuat guru dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan pendekatan pendidikan karakter pada Sekolah Dasar, yang meliputi: kisi-kisi, pembobotan, penulisan item soal, dan nilai siswa serta laporan praktikum siswa. 2. Observasi (pengamatan)

Observasi diperlukan untuk mendapatkan data berupa dokumen, baik mengenai prilaku pedagogik maupun sarana dan prasarana. Dalam setiap observasi, data yang diperoleh peneliti akan dikaitkan dengan dua hal yang penting, yakni informasi (misalnya bagaimana cara meneliti, sesuai atau tidak alat yang digunakan dan apa yang terjadi dan konteks (hal-hal yang berkaitan di sekitarnya). Hal ini karena segala sesuatu terjadi dalam


(38)

dimensi waktu dan termpat tertentu, sehingga apabila informasi lepas dari konteknya maka informasi tersebut akan kehilangan maknanya.

Pengamatan terhadap pendidikan karakter pembelajaran yang dilaksanakan guru dan murid dalam pembelajaran IPA dengan pokok bahasan Energi dan Penggunaannya dengan sub bab bunyi melalui pendekatan pendidikan karakter dilaksanakan selama beberapa kali pengamatan. Setiap melaksanakan pengamatan, menggunakan panduan pengamatan yang menggambarkan langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pendidikan karakter. Dengan pola ini seperti diharapkan data yang direkam melalui panduan pengamatan tersebut menggambarkan proses pembelajaran IPA dengan menggunakan pendekatan pendidikan karakter.

Sedangkan dilaksanakannya proses pengamatan sebanyak beberapa kali ditujukan supaya data yang menggambarkan proses pembelajaran IPA dengan pokok bahasan sifat perubahan wujud benda menggunakan pendidikan karakter proses chek and rechek. Dalam konsep penelitian kualitatif, pola membandingkan data dari beberapa kali pengamatan termasuk ke dalam salah satu teknik triangulasi.

Informasi yang digali melalui kegiatan observasi dalam penelitian ini adalah aspek-aspek sebagai berikut :


(39)

a. Pelaksanaan pendekatan kompetensi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPA dengan pokok Energi dan Penggunaannya dengan sub bab bunyi yang dilaksanakan guru dan murid siswa Sekolah Dasar. b. Pelaksanaan sistim evaluasi kompetensi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPA dengan pokok bahasan Energi dan Penggunaannya dengan sub bab bunyi yang dilaksanakan oleh guru dan siswa pada Sekolah Dasar.

3. Wawancara

Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan bentuk wawancara tidak berstruktur dan bersifat lebih informal. Pertanyaan-pertanyaan tentang pandangan, sikap dan keyakinan obyek dan subyek atau tentang keterangan lainnya dapat diajukan secara bebas kepada subyek.

Cara-cara pencatatan data di atas dapat dipilih sesuai dengan kemampuan peneliti. Apabila dihubungkan rumusan masalah penelitian, data yang dapat diperoleh melalui wawancara adalah merupakan penjabaran dari fokus penelitian sebagaimana dijelaskan di atas. Untuk memperoleh data tersebut, maka yang dijadikan responden untuk diwawancarai dalam penilitian ini adalah guru Sains kelas IV dan kepala sekolah dasar pada Sekolah Dasar.

Informasi yang digali melalui kegiatan observasi dalam penelitian ini adalah aspek-aspek sebagai berikut :


(40)

a. Pemahaman guru tentang pendidikan karakter dalam pembelajaran IPA pada beberapa Sekolah Dasar.

b. Perencanaan yang dilakukan guru dalam pembelajaran IPA dengan pokok bahasan Energi dan Penggunaannya dengan sub bab bunyi menggunakan pendidikan karakter pada Sekolah Dasar.

c. Kompetensi guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pendidikan karakter dalam pembelejaran IPA dengan pokok bahasan Energi dan Penggunaannya dengan sub bab bunyi pada Sekolah Dasar.

d. Kompetensi guru dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan peterampilan pendidikan karakter dalam pembelajaran IPA dengan pokok bahasan Energi dan Penggunaannya dengan sub bab bunyi pada Sekolah Dasar.

I. Analisa data Penelitian

Beberapa kegiatan yang dilaksanakan dalam analisis data penelitian ini, yaitu: (1) mengordinasikan data; (2) mengurutkan data; dan (3) membentuknya ke dalam suatu pola kecenderungan, kategori, atau satuan uraian dasar.

Proses tersebut tidak terpisah-pisah tetapi perlu dilakukan secara berkesinambungan. Hal ini dimaksudkan agar tema yang dimaksudkan benar-benar dengan apa yang disarankan oleh data lapangan.


(41)

Ada dua pijakan yang dijadikan dasar dalam analisis data ini yaitu, (1) analisis data yang dilakukan sewaktu peneliti masih berada dilapangan ketika pengumpulan data sedang berlangsung; dan (2) analisis data yang dilakukan setelah proses pengumpulan data atau setelah peneliti meninggalkan lapangan.

Analisis data pada saat penelitian dilakukan peneliti dengan cara mencatat data lapangan, melakukan member check kepada subyek penelitian, melakukan penyempurnaan analisis. Langkah berikutnya adalah menyusun kecenderungan-kecendurungan yang timbul sesuai dengan proses dan jenis data yang didapatkan untuk menangkap makna yang terkandung di dalamnya.

Setelah dari lapangan, maka dari data yang terkumpul dilakukan (1) reduksi data, yaitu merangkum laporan lapangan, mencatat dan memasukkan ke dalam file, mengklasifikasi sekaligus menemukan kecendrungan-kecenderungan yang timbul sesuai dengan fokus penelitian; (2) menunjukan data sehingga hubungan data yang satu dengan lainnya menjadi jelas dan saling membentuk satu kesatuan yang utuh, membandingkan sekaligus menganalisisnya secara lebih mendalam untuk memperoleh makna dari temuannya, dan (3) menarik kesimpulan. Data yang diperoleh dari lapangan kemudian dipaparkan dalam deskripsi hasil penelitian. Beberapa langkah yang dilakukan dalam


(42)

mendeskripsikan data penelitian ini, yaitu reduksi data, display data, kesimpulan dan verifikasi.

Dalam reduksi data yang dilakukan peneliti dimulai dengan menulis data lapangan secara terus-menerus dalam jumlah yang banyak. Kemudian tulisan tersebut direduksi, dirangkum sesuai dengan hal-hal yang pokok untuk mencari tema atau polanya. Pada dasarnya, bahwa laporan lapangan sebagai bahan mentah diluangkan, direduksi, disusun lebih sistimatis, ditonjolkan pokok-pokok yang penting, disusun secara sistimatis, sehingga mudah dikendalikan.

Mengenai display data, menunjuk pada pembuatan matrik, grafik, network, atau charts yang dapat digunakan untuk melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian tertentu secara efektif. Cara ini dapat lebih memudahkan peneliti dalam mengambil kesimpulan.

Kesimpulan dan verifikasi dilakukan sejak ada data yang dikumpulkan. Awalnya memang masih kabur, bias, diragukan, tetapi pada tahap berikutnya karena datanya bertambah terus, maka pada akhirnya dapat diambil kesimpulan yang lebih grounded. Bersamaan dengan aktifitas ini, verifikasi dapat dilakukan dengan mencari data baru.


(43)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Pertama, pemahaman guru terhadap terhadap karakter yang ditanamkan dalam pembelajaran sains di Sekolah Dasar Negeri Sukagalih 1 dan 6 Kota Bandung dalam tataran konsep belum optimal. Pernyataan ini dapat terlihat pada responden yang diteliti sebanyak lima guru dengan kualifikasi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, yaitu tiga guru bergelar Sarjana dan dua guru bergear Ahlimadya. tiga guru yang bergelar sarjana mempunyai pemahaman lebih baik di bandingkan dengan dua guru yang bergelar ahlimadya dalam hal penanaman karakter pendidikan sains seperti reliji (religius), jujur (trust), disiplin (discipline), kreatif (creatif), rasa ingin tahu (curiosity), dan peduli lingkungan (care for the environment). Guru lebih memahami pendidikan karakter sebagai sebuah kebijakan daripada sebagai sebuah program inovasi pembelajaran dalam mata pelajaran sains.

Kedua, kompetensi guru dalam tahap perencanaan sudah memadai, yang ditandai dengan dibuatnya rencana pembelajaran yang menggambarkan langkah-langkah pendidikan karakter. Pernyataan ini dapat terlihat pada responden yang diteliti sebanyak lima guru, bahwa empat guru lebih baik di bandingkan dengan satu guru dalam pembuatan RPP yang sesuai dengan PERMENDIKNAS No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Hal ini nampak dalam kegiatan belajar


(44)

mengajar yang ada dalam rencana pembelajaran yang dibuat guru, mencantumkan kegiatan-kegiatan siswa, seperti melakukan pengamatan, belajar berkelompok, menggunakan alat dan bahan percobaan, dan sebagainya.

Ketiga, kompetensi guru dalam melaksanakan pendidikan karakter pada pembelajaran sains dengan pokok Energi dan Penggunaannya dengan sub bab bunyi belum maksimal. Hal ini bisa dilihat dalam pelaksanaan pembelajaran baru memunculkan nilai karakter reliji (religius), jujur (trust), disiplin (discipline), dan peduli lingkungan (care for the environment). Sedangkan nilai karakter kreatif (creatif), rasa ingin tahu (curiosity), yang belum di munculkan seperti menciptakan situasi belajar yang bisa menumbuhkan daya pikir dan bertindak kreatif, menciptakan suasana yang mengundang rasa ingin tahu, menyediakan kotak temuan barang hilang, larangan menyontek, dan memelihara lingkungan kelas serta menyediakan tempat sampah di dalam kelas.

Keempat, kompetensi guru dalam mengevaluasi pendekatan karakter pada pembelajaran sains dengan pokok Energi dan Penggunaannya dengan sub bab bunyi yang sesuai PERMENDIKNAS No.20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, telah mencerminkan kemampuan yang memadai. Hal ini ditandai dengan dilaksanakannya penilaian yang menekankan pada proses dan hasil belajar. Kedua penilaian tersebut menjadi karakteristik dalam penerapan pendekatan pendidikan karakter pada pembelajaran sains pada materi Energi dan Penggunaannya dengan sub bab bunyi.


(45)

B. Rekomendasi

Pertama, dikarenakan pemahaman, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi guru terhadap pendidikan karakter dalam pembelajaran sains di Sekolah Dasar Negeri Sukagalih 1 dan 6 Kota Bandung termasuk kategori belum optimal, maka disarankan kepada kepala sekolah agar mengadakan atau mengajukan diklat bagi guru kepada lembaga penyelenggara diklat bagi guru (LPMP dan P4TK IPA), untuk memberikan perhatian terhadap pemahaman konseptual tentang pendidikan karakter hingga menyentuh pembinaan pada tataran praktis.

Kedua, bagi guru yang belum memahami secara konseptual dan belum memiliki kompetensi dalam melaksanakan pembelajaran, dengan menggunakan pendidikan karakter, agar melatih diri atau mengembangkan diri dalam meningkatkan kemampuan memahami pendekatan pendidikan karakter, baik secara konseptual atau teori maupun secara praktis serta cara pengembangannya. Berdasarkan temuan penelitian ini, program pembinaan dan pengembangan diri dalam upaya meningkatkan kemampuan memahami pendekatan pendidikan karakter.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S. (2009). Bahan Ajar Penentuan Struktur Senyawa Organik. Bandung : FPMIPA UPI.

Anonim. (2006). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA. tersedia : http://www.puskur.net ( 8 Agustus 2012).

Asmani, Jamal Ma’mur. (2011). 7 Tips Aplikasi Pakem. Jogjakarta : Diva Press.

Baedhowi. (2006).Kompetensi Guru. Jakarta : Rineka Cipta.

Dinar, Nia. (2007). Analisis Pengembangan Kompetensi Guru. Skripsi FPIPS UPI. Bandung : Tidak diterbitkan.

Djudin, Tomo. (2011). Menyoal Pembelajaran Sains Di Sekolah: Bagaimana Seharusnya?. tersedia : http://cobaberbagi.wordpress.com (23 oktober 2011).

Haelani, D. Fachrudin (2008). Pemahaman Guru Tentang Pendekatan Keterampilan Proses Dalam Pembelajaran IPA Pada SD Negeri di Bandung. Tesis Magister pada pendidikan IPA SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Haryati, S. (2010). “Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah Sebagai Sarana Membentuk Good Character Pada Siswa”, dalam Proceeding Seminar Aktualisasi Pendidikan Karakter Bangsa. Bandung : Widya Aksara Press.

Juhji. (2008). Hakikat Sains. [Online]. Tersedia:http://juhji-sd.blogspot.com [20 September 2011].

Kunandar. (2007). Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo.

Madjid, Abdul. (2007). Perencanaan Pembelajaran (Mengembangkan Standar Kompetensi Guru). Bandung : Remaja Rosdakarya.

Megawangi, R. (2009). Pendidikan Karakter : Solusi Yang Tepat Untuk Membangun Bangsa. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation.

Moleong, L. J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.


(47)

Muhaimin. (2004). Kompetensi Guru. Jakarta : Rieneka Cipta.

Mulyasa , E. (2005), Menjadi Guru Profesional, Menciptakan pembelajaran kreatif dan Menyenangkan. Bandung : Rosdakarya.

Pemerintah RI. (2010). Desain Induk Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025. Jakarta : Pemerintah Republik Indonesia.

Permendiknas No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.

Poerwadarminta, W. J. S. (2001). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Prasetyo, Z. K. (2009). “Melalui Pembiasaan dan Keteladanan Dalam Model

Pembelajaran Sains SLH Untuk Penguatan Karakter Pemula”, dalam Proceeding Seminar Nasional Pendidikan Sains, Revitalisasi Pendidikan Sains Dalam Pembentukan Karakter Anak Bangsa. Jogyakarta : UNY. Raz, Subki. (2012). Kriminalitas Meningkat, Hukum Indonesia Gagal Melindungi

Rakyatnya!. tersedia : http://hukum.kompasiana.com (8 maret 2012). Rusyan, A.Tabrani. (1993), Peningkatan Kemampuan Guru Pendidikan Dasar,

Bandung : Bina Budhaya.

Sanjaya, Wina. (2005) Perencanaan dan Desain sistem Pembelajaran. Jakarta: Fajar Inter Pratama.

Sauri, S. (2009) “Revitalisasi Pendidikan Sains Dalam Pembentukan Karakter

Anak Bangsa Untuk Menghadapi Tantangan Global”, dalam Proceeding Seminar Nasional Pendidikan Sains, Revitalisasi Pendidikan Sains Dalam Pembentukan Karakter Anak Bangsa Untuk Menghadapi Tantangan Global. Yogyakarta: UNY.

Sinjder, De. A. (2009) Seluas Segala Kenyataan. Yogyakarta: Kanisius.

Sundari, Fitri Siti. (2011) Analisis Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran IPA Kelas 4 Sekolah Dasar Laboratorium Percontohan UPI. TESIS Sekolah Pasca Sarjana UPI : Tidak diterbitkan.

Sudjana (2004). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung : Sinar Baru Algesindo.


(48)

Sukmadinata, Nana. Syaodih. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sumanto. (1990). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta : Andi Offset.

Suparno, P at al. (2002). Reformasi Pendidikan: Sebuah Rekomendasi. Yogyakarta : Kanisius.

Susianna, N. (2009) “Pendidikan Karakter Kristen Dalam Pembelajaran Sains Pada Topik Pencemaran Lingkungan”, dalam Proceeding Seminar Nasional Pendidikan Sains, Revitalisasi Pendidikan Sains Dalam Pembentukan Karakter Anak Bangsa Untuk Menghadapi Tantangan Global. Yogyakarta: UNY.

Susilowati, Endang. (2009). “Pembelajaran Sains untuk Membentuk Karakter Siswa”, dalam Proceeding Seminar Nasional Pendidikan Sains, Revitalisasi Pendidikan Sains Dalam Pembentukan Karakter Anak Bangsa Untuk Menghadapi Tantangan Global. Yogyakarta: UNY.

Suyanto. (2010). Urgensi Pendidikan Karakter. [Online]. Tersedia: http://easkitamandiribk.wordpress.com/urgensi-pendidikan (3 September 2011).

Syah, Muhibin. (2004). Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung : Rosdakarya.

Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta : Sinar Grafika Offset.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Usman, Uzer. (2007). Menjadi Guru Profesional. Bandung : Rosdakarya.

Waslimah. Iim (2007), Modul Problematika Pendidikan Dasar. TESIS Sekolah Pasca Sarjana UPI : Tidak diterbitkan.


(49)

Wibowo. Ary. (2011). Indonesia Peringkat Ke-100 Indeks Persepsi Korupsi 2011. tersedia : http://nasional.kompas.com ( 5 Januari 2012).

Widodo. (2009). “ Peran Pembelajaran Sains Yang Humanis Dalam Membentuk Karakter Siswa”, dalam Proceeding Seminar Nasional Pendidikan Sains, Revitalisasi Pendidikan Sains Dalam Pembentukan Karakter Anak Bangsa Untuk Menghadapi Tantangan Global. Yogyakarta : UNY.


(1)

Sarnawi M Dasim, 2012

Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Sains Di Sekolah Dasar

mengajar yang ada dalam rencana pembelajaran yang dibuat guru, mencantumkan kegiatan-kegiatan siswa, seperti melakukan pengamatan, belajar berkelompok, menggunakan alat dan bahan percobaan, dan sebagainya.

Ketiga, kompetensi guru dalam melaksanakan pendidikan karakter pada

pembelajaran sains dengan pokok Energi dan Penggunaannya dengan sub bab bunyi belum maksimal. Hal ini bisa dilihat dalam pelaksanaan pembelajaran baru memunculkan nilai karakter reliji (religius), jujur (trust), disiplin (discipline), dan peduli lingkungan (care for the environment). Sedangkan nilai karakter kreatif (creatif), rasa ingin tahu (curiosity), yang belum di munculkan seperti menciptakan situasi belajar yang bisa menumbuhkan daya pikir dan bertindak kreatif, menciptakan suasana yang mengundang rasa ingin tahu, menyediakan kotak temuan barang hilang, larangan menyontek, dan memelihara lingkungan kelas serta menyediakan tempat sampah di dalam kelas.

Keempat, kompetensi guru dalam mengevaluasi pendekatan karakter pada

pembelajaran sains dengan pokok Energi dan Penggunaannya dengan sub bab bunyi yang sesuai PERMENDIKNAS No.20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, telah mencerminkan kemampuan yang memadai. Hal ini ditandai dengan dilaksanakannya penilaian yang menekankan pada proses dan hasil belajar. Kedua penilaian tersebut menjadi karakteristik dalam penerapan pendekatan pendidikan karakter pada pembelajaran sains pada materi Energi dan Penggunaannya dengan sub bab bunyi.


(2)

B. Rekomendasi

Pertama, dikarenakan pemahaman, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi guru terhadap pendidikan karakter dalam pembelajaran sains di Sekolah Dasar Negeri Sukagalih 1 dan 6 Kota Bandung termasuk kategori belum optimal, maka disarankan kepada kepala sekolah agar mengadakan atau mengajukan diklat bagi guru kepada lembaga penyelenggara diklat bagi guru (LPMP dan P4TK IPA), untuk memberikan perhatian terhadap pemahaman konseptual tentang pendidikan karakter hingga menyentuh pembinaan pada tataran praktis.

Kedua, bagi guru yang belum memahami secara konseptual dan belum

memiliki kompetensi dalam melaksanakan pembelajaran, dengan menggunakan pendidikan karakter, agar melatih diri atau mengembangkan diri dalam meningkatkan kemampuan memahami pendekatan pendidikan karakter, baik secara konseptual atau teori maupun secara praktis serta cara pengembangannya. Berdasarkan temuan penelitian ini, program pembinaan dan pengembangan diri dalam upaya meningkatkan kemampuan memahami pendekatan pendidikan karakter.


(3)

Sarnawi M Dasim, 2012

Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Sains Di Sekolah Dasar

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S. (2009). Bahan Ajar Penentuan Struktur Senyawa Organik. Bandung : FPMIPA UPI.

Anonim. (2006). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA. tersedia : http://www.puskur.net ( 8 Agustus 2012).

Asmani, Jamal Ma’mur. (2011). 7 Tips Aplikasi Pakem. Jogjakarta : Diva Press.

Baedhowi. (2006).Kompetensi Guru. Jakarta : Rineka Cipta.

Dinar, Nia. (2007). Analisis Pengembangan Kompetensi Guru. Skripsi FPIPS UPI. Bandung : Tidak diterbitkan.

Djudin, Tomo. (2011). Menyoal Pembelajaran Sains Di Sekolah: Bagaimana Seharusnya?. tersedia : http://cobaberbagi.wordpress.com (23 oktober 2011).

Haelani, D. Fachrudin (2008). Pemahaman Guru Tentang Pendekatan Keterampilan Proses Dalam Pembelajaran IPA Pada SD Negeri di Bandung. Tesis Magister pada pendidikan IPA SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Haryati, S. (2010). “Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah Sebagai Sarana Membentuk Good Character Pada Siswa”, dalam Proceeding Seminar Aktualisasi Pendidikan Karakter Bangsa. Bandung : Widya Aksara Press.

Juhji. (2008). Hakikat Sains. [Online]. Tersedia:http://juhji-sd.blogspot.com [20 September 2011].

Kunandar. (2007). Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo.

Madjid, Abdul. (2007). Perencanaan Pembelajaran (Mengembangkan Standar Kompetensi Guru). Bandung : Remaja Rosdakarya.

Megawangi, R. (2009). Pendidikan Karakter : Solusi Yang Tepat Untuk Membangun Bangsa. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation.

Moleong, L. J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.


(4)

Muhaimin. (2004). Kompetensi Guru. Jakarta : Rieneka Cipta.

Mulyasa , E. (2005), Menjadi Guru Profesional, Menciptakan pembelajaran kreatif dan Menyenangkan. Bandung : Rosdakarya.

Pemerintah RI. (2010). Desain Induk Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025. Jakarta : Pemerintah Republik Indonesia.

Permendiknas No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.

Poerwadarminta, W. J. S. (2001). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Prasetyo, Z. K. (2009). “Melalui Pembiasaan dan Keteladanan Dalam Model

Pembelajaran Sains SLH Untuk Penguatan Karakter Pemula”, dalam Proceeding Seminar Nasional Pendidikan Sains, Revitalisasi Pendidikan Sains Dalam Pembentukan Karakter Anak Bangsa. Jogyakarta : UNY. Raz, Subki. (2012). Kriminalitas Meningkat, Hukum Indonesia Gagal Melindungi

Rakyatnya!. tersedia : http://hukum.kompasiana.com (8 maret 2012). Rusyan, A.Tabrani. (1993), Peningkatan Kemampuan Guru Pendidikan Dasar,

Bandung : Bina Budhaya.

Sanjaya, Wina. (2005) Perencanaan dan Desain sistem Pembelajaran. Jakarta: Fajar Inter Pratama.

Sauri, S. (2009) “Revitalisasi Pendidikan Sains Dalam Pembentukan Karakter

Anak Bangsa Untuk Menghadapi Tantangan Global”, dalam Proceeding Seminar Nasional Pendidikan Sains, Revitalisasi Pendidikan Sains Dalam Pembentukan Karakter Anak Bangsa Untuk Menghadapi Tantangan Global. Yogyakarta: UNY.

Sinjder, De. A. (2009) Seluas Segala Kenyataan. Yogyakarta: Kanisius.

Sundari, Fitri Siti. (2011) Analisis Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran IPA Kelas 4 Sekolah Dasar Laboratorium Percontohan UPI. TESIS Sekolah Pasca Sarjana UPI : Tidak diterbitkan.

Sudjana (2004). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung : Sinar Baru Algesindo.


(5)

Sarnawi M Dasim, 2012

Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Sains Di Sekolah Dasar

Sukmadinata, Nana. Syaodih. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sumanto. (1990). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta : Andi Offset.

Suparno, P at al. (2002). Reformasi Pendidikan: Sebuah Rekomendasi. Yogyakarta : Kanisius.

Susianna, N. (2009) “Pendidikan Karakter Kristen Dalam Pembelajaran Sains Pada Topik Pencemaran Lingkungan”, dalam Proceeding Seminar Nasional Pendidikan Sains, Revitalisasi Pendidikan Sains Dalam Pembentukan Karakter Anak Bangsa Untuk Menghadapi Tantangan Global. Yogyakarta: UNY.

Susilowati, Endang. (2009). “Pembelajaran Sains untuk Membentuk Karakter Siswa”, dalam Proceeding Seminar Nasional Pendidikan Sains, Revitalisasi Pendidikan Sains Dalam Pembentukan Karakter Anak Bangsa Untuk Menghadapi Tantangan Global. Yogyakarta: UNY.

Suyanto. (2010). Urgensi Pendidikan Karakter. [Online]. Tersedia: http://easkitamandiribk.wordpress.com/urgensi-pendidikan (3 September 2011).

Syah, Muhibin. (2004). Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung : Rosdakarya.

Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta : Sinar Grafika Offset.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Usman, Uzer. (2007). Menjadi Guru Profesional. Bandung : Rosdakarya.

Waslimah. Iim (2007), Modul Problematika Pendidikan Dasar. TESIS Sekolah Pasca Sarjana UPI : Tidak diterbitkan.


(6)

Wibowo. Ary. (2011). Indonesia Peringkat Ke-100 Indeks Persepsi Korupsi 2011. tersedia : http://nasional.kompas.com ( 5 Januari 2012).

Widodo. (2009). “ Peran Pembelajaran Sains Yang Humanis Dalam Membentuk Karakter Siswa”, dalam Proceeding Seminar Nasional Pendidikan Sains, Revitalisasi Pendidikan Sains Dalam Pembentukan Karakter Anak Bangsa Untuk Menghadapi Tantangan Global. Yogyakarta : UNY.