PENERAPAN MIND MAPPING DALAM MENSTIMULASI KREATIVITAS DAN MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA ANAK USIA DINI :studi eksperimen kuasi pada anak kelompok B di TK Negeri Pembina Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau.

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

LEMBARAN PENGESAHAN... ii

SURAT PERNYATAAN... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... v

KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... vi viii DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv DAFTAR GAMBAR ... ABSTRAK...

xvi xvii

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah ... B.Rumusan Masalah ... C.Tujuan Penelitian ... D.Manfaat Penelitian ... E. Asumsi ... F. Hipotesis ...

1 15 16 17 18 19

BAB II KONSEP MIND MAPPING, KREATIVITAS DAN

KEMAMPUAN MEMBACA ANAK USIA DINI

A.Konsep Mind Mapping ... 1. Pengertian Mind Mapping ... 2. Langkah-langkah Membuat Mind Mapping... 3. Kegunaan Mind Mapping ... 4. Penerapan Mind Mapping dalam Rangka Menstimulasi Kreativitas dan Kemampuan Membaca Anak ... B.Konsep Kreativitas Anak Usia Dini ... 1. Pengertian Kreativitas ... 2. Ciri-Ciri Kreativitas ... 3. Kreativitas pada Anak Usia Dini ... 4. Faktor Pendukung dan Penghambat Kreativitas Anak ... 5. Pengembangan Kreativitas Anak ... C.Konsep Membaca ... 1. Pengertian Membaca ... 2. Perkembangan Kemampuan Membaca ... 3. Tahap Perkembangan Membaca ... 4. Kesiapan Membaca ... 5. Pendekatan dalam Pembelajaran Membaca ... D.Teori Belajar Pendukung ...

1. Teori Piaget ... 2. Teori Brunner ...

20 20 22 24 25 31 31 37 40 44 47 48 49 55 58 60 62 65 66 68


(2)

3. Teori Vygotsky ... 4. Teori Pemrosesan Informasi ... E. Penelitian yang Relevan...

70 71 74

BAB III METODE PENELITIAN

A.Desain Penelitian ... B.Lokasi dan Subjek Penelitian ... C.Definisi Operasional Variabel Penelitian ... D.Instrumen Penelitian ... E. Proses Pengembangan Instrumen ... F. Pengumpulan dan Analisis Data ... G.Tahap Penelitian ... H.Prosedur Penelitian ... I. Hasil Uji Coba Instrumen ... J. Hasil Pengujian Normalitas dan Homogenitas Data Awal Subjek Penelitian ... 77 79 80 82 84 89 93 94 96 102

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian ... 1. Deskripsi Penerapan Mind Mapping dalam Rangka

Menstimulasi Kreativitas dan Meningkatkan Kemampuan Membaca Anak Usia Dini ... a. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... b. Perencanaan ... c. Kegiatan Awal ... d. Kegiatan Inti ... 2. Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian ... a. Pengujian Hipotesis Kemampuan Membaca antara Anak yang Memperoleh Penerapan Mind Mapping (Kelompok Eksperimen) dengan Anak yang Tidak Menerima Penerapan Mind Mapping (Kelompok Kontrol) ... b. Pengujian Hipotesis Kreativitas antara Anak yang Mendapat Perlakuan Penerapan Mind Mapping dengan Anak yang Tidak Mendapat Perlakuan Penerapan Mind

Mapping ...

c. Peningkatan Kemampuan Membaca dan Kreativitas Anak setelah Penerapan Mind Mapping ... d. Analisis Setiap Indikator Kemampuan Membaca dan Kreativitas Anak pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... B.Pembahasan Hasil Penelitian ...

1. Peningkatan Kemampuan Membaca Anak Setelah Penerapan

Mind Mapping ...

2. Peningkatan Kreativitas Anak Setelah Penerapan Mind

Mapping... 112 112 112 113 114 115 122 123 134 143 144 155 151 160


(3)

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.Simpulan ... B.Rekomendasi ...

168 169

DAFTAR PUSTAKA ... 172 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

2.1 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 3.11 3.12 3.13 3.14 3.15 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13

Sepuluh Ciri Pribadi Kreatif ... Subjek Penelitian ... Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ... Klasifikasi Nilai Gain Ternormalisasi... Hasil Uji Validitas Instrumen Kemampuan Membaca Anak TK Kelompok B... Hasil Uji Validitas Instrumen Kreativitas Anak TK Kelompok B... Jumlah Item Pedoman Observasi yang Digunakan Sebagai Instrumen Penelitian Berdasarkan Validitasnya Menurut Variabel Penelitian... Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Menurut Variabel Penelitian... Uji Normalitas Data Pretest Kemampuan Membaca Kelompok Eksperimen... Uji Normalitas Data Pretest Kemampuan Membaca Kelompok Kontrol... Hasil Uji Normalitas Data Pretest Kemampuan Membaca Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... Hasil Uji Normalitas Data Pretest Kreativitas Anak Kelompok Eksperimen... Hasil Uji Normalitas Data Pretest Kreativitas Anak Kelompok Kontrol... Hasil Uji Normalitas Data Pretest Kreativitas KE dan KK... Hasil Uji Homogenitas Kemampuan Membaca KE dan KK... Hasil Uji Homogenitas Kreativitas Anak KE dan KK... Statistik Deskriptif Skor Pretest Kemampuan Membaca Anak... Hasil Uji Beda Kemampuan Membaca pada Kondisi Awal (Pretest)... Statistik Deskriptif Skor Posttest Kemampuan Membaca Anak... Perhitungan Gain Skor Kemampuan Membaca Anak KE... Perhitungan Gain Skor Kemampuan Membaca Anak KK... Statistik Deskriptif Skor Pretest Kreativitas Anak... Hasil Uji Beda Kreativitas pada Kondisi Awal (Pretest)... Statistik Deskriptif Skor Posttest Kreativitas Anak... Perhitungan Gain Skor Kreativitas Anak KE dan KK... Uji Perbedaan Rata-Rata Gain Skor Kreativitas Anak... Analisis Gain Ternormalisasi Kemampuan Membaca dan Kreativitas Anak Kelompok Eksperimen... Perolehan Rata-Rata Pretest, Posttest, dan Gain Setiap Indikator Kemampuan Membaca... Perolehan Rata-Rata Pretest, Posttest, dan Gain Setiap Indikator Kreativitas Anak... 38 80 83 91 97 99 100 101 103 104 105 106 108 108 110 111 124 125 128 130 131 135 136 139 141 142 144 145 148


(5)

DAFTAR GAMBAR 2.1 2.2 3.1 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10

Fungsi Belahan Otak Kiri dan Kanan ... Spesifikasi Fungsi Otak dan Proses Belajar ... Prosedur Penelitian ... Grafik Perolehan Hasil Pretest Kemampuan Membaca ... Grafik Perolehan Hasil Posttest Kemampuan Membaca ... Grafik Perolehan Hasil Pretest dan Posttest Kemampuan Membaca ... Kurva Uji t Dua Pihak Variabel Kemampuan Membaca ... Grafik Perolehan Hasil Pretest Kreativitas Anak ... Grafik Perolehan Hasil Posttest Kreativitas Anak ... Grafik Perolehan Hasil Pretest dan Posttest Kreativitas Anak ... Kurva Uji t Dua Pihak Variabel Kreativitas Anak ... Grafik Analisis Pencapaian Indikator Kemampuan Membaca ... Grafik Analisis Pencapaian Indikator Kreativitas ...

25 27 95 125 129 129 133 136 139 140 143 146 149


(6)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Arus globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat membutuhkan adanya manusia-manusia yang unggul dan siap berkompetisi. Untuk menjadi manusia yang unggul, salah satu syaratnya adalah memiliki kecerdasan. Dengan kecerdasan ini, manusia dapat menggali ilmu pengetahuan yang berguna bagi dirinya maupun bagi orang lain dan lingkungan di sekitarnya. Bila hal ini tidak dimiliki, maka dengan sendirinya manusia itu akan tersingkir dan terbawa oleh arus globalisasi itu sendiri.

Untuk menjadi cerdas, seseorang harus meningkatkan ilmu pengetahuannya. Membaca merupakan salah satu cara untuk memperoleh pengetahuan itu. Membaca tidak bisa dilepaskan dari proses memiliki pengetahuan. Dengan banyak membaca, maka wawasan dan pengetahuan seseorang akan semakin bertambah. Oleh sebab itu, tidak salah jika ada pepatah yang mengatakan bahwa membaca itu adalah jembatan ilmu. Makin banyak seseorang membaca, maka akan semakin bertambah ilmunya. Dengan demikian, kecerdasan seseorang menjadi semakin bertambah pula.

Membaca menjadi demikian penting mengingat berbagai informasi dan pengetahuan tidak hanya tersaji melalui media elektronik, tetapi juga banyak terdapat pada media cetak seperti buku, koran, majalah, tabloid, dan sebagainya. Penguasaan ilmu pengetahuan melalui media elektronik mungkin bisa dilakukan.


(7)

Akan tetapi, cara seperti ini memiliki beberapa kelemahan. Di antaranya ialah tidak semua orang bisa menyerap dengan cepat informasi yang disajikan itu. Bagi beberapa orang, mungkin informasi tersebut bisa langsung ditangkap. Namun, bagi sebagian orang lagi, butuh waktu untuk mengendapkan informasi tersebut sebelum kemudian memahaminya. Lain halnya dengan membaca, seseorang dapat menyerap informasi dari apa yang dibacanya sesuai dengan kecepatan pemahamannya masing-masing.

Kelemahan selanjutnya dari informasi yang tersedia pada media elektronik ialah ketersediaan media itu sendiri. Beberapa daerah yang mungkin masih terisolir masih sulit memperoleh informasi melalui media tersebut. Lagi pula, informasi atau pun ilmu pengetahuan itu lebih banyak dan lebih mudah diperoleh melalui media cetak. Dengan demikian, membaca merupakan kunci utama untuk memperoleh ilmu pengetahuan.

Oleh sebab itu, membaca hendaknya sudah menjadi kebiasaan bagi kita. Jika sudah terbiasa membaca, maka kegiatan ini akan menjadi kebutuhan bagi setiap individu. Kebiasaan membaca ini harus ditanamkan sejak dini. Anak-anak yang mengembangkan kebiasaan membaca yang baik, akan menjadi pembaca yang baik pula di kemudian hari. Kebiasaan membaca akan lebih mudah dilakukan ketika anak sudah memiliki kemampuan membaca.

Namun, kemampuan membaca pada anak-anak saat ini menunjukkan kondisi yang cukup memprihatinkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak Indonesia memiliki kemampuan membaca yang sangat rendah bila dibandingkan dengan anak-anak di negara lain. Penelitian lembaga internasional tentang


(8)

kemampuan membaca pada murid sekolah dasar menunjukkan bahwa anak-anak Indonesia hanya menduduki peringkat kedua dari bawah dari 30 negara yang diteliti (Prasetyono, 2008: 27). Untuk itu, perlu dilakukan berbagai upaya agar anak senang membaca dan mengembangkan minat bacanya.

Mengingat demikian pentingnya membaca bagi kehidupan seseorang, maka lebih cepat seseorang memiliki kemampuan membaca akan semakin baik. Untuk itu, banyak di antara orang tua dan guru yang mulai mengajarkan anaknya agar mampu membaca di usia dini. Namun, keterbatasan pengetahuan dari orang tua mau pun guru serta warisan dari cara-cara lama (sewaktu belajar membaca mereka diajari seperti itu), menyebabkan mereka mengajarkan membaca dengan cara-cara yang kurang menyenangkan bagi anak. Misalnya dengan cara menghafal huruf-huruf alfabet, mengeja, dan sebagainya. Cara-cara seperti itu kini dipandang sudah tidak sesuai lagi, karena cara seperti itu dinilai membebani anak dan kurang mengembangkan proses berpikir anak.

Berkaitan dengan hal tersebut, kini bermunculan berbagai macam metode yang ditujukan bagi penguasaan kemampuan membaca bagi anak usia dini khususnya. Ada yang mengajarkan membaca dengan memperkenalkan huruf satu persatu, kemudian membaca dengan suku kata-suku kata yang membentuk suatu pola, misalnya ba, bi bu, be, bo atau ma, mi, mu, me, mo, dan sebagainya. Lalu, ada pula yang mengajarkan membaca lewat pengenalan kata secara utuh. Salah satu dari ketiga metode itu tidak lebih baik daripada metode yang lainnya. Metode-metode mengajarkan membaca tersebut memiliki kelebihan atau pun kelemahannya masing-masing. Namun, yang paling penting pada saat


(9)

mengajarkan anak membaca, apa pun metodenya, pastikan anak senang dan menyukai kegiatan membaca tersebut. Sehingga anak secara alami akan mampu membaca dan menyukai membaca sepanjang hidupnya.

Dewasa ini, mengajarkan membaca, menulis, dan berhitung (calistung) bagi anak usia dini menjadi sebuah polemik. Sebagian pihak menuding bahwa hal itu dapat merampas kebebasan anak. Anak dipandang belum memiliki kesiapan untuk mempelajari calistung, oleh sebab itu calistung belum boleh diperkenalkan. Pendapat ini dilandasi oleh adanya sejumlah ahli yang mengatakan bahwa anak usia prasekolah tidak boleh belajar dan diajari membaca. Hal ini disebabkan usia anak adalah usia bermain dan anak secara mental belum siap membaca hingga usia enam tahun. Orang tua diingatkan untuk tidak mengajari anak membaca sebelum anak mencapai usia tersebut. Para ahli berpendapat, ketika anak diajari membaca mereka akan cenderung tertekan karena belum siap menerima pengajaran yang diberikan.

Di lain pihak, ada pula pendapat para ahli yang mengatakan bahwa mengajarkan membaca pada anak usia prasekolah bisa saja dilakukan. Calistung merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki anak agar dapat memperoleh berbagai keterampilan selanjutnya. Semakin awal seorang anak menguasainya akan semakin baik. Kemampuan membaca khususnya, dapat memperkaya dan memperluas kemampuan berpikir anak. Pendapat ini diperkuat dengan berbagai penelitian oleh para ahli. Team Dafa Publishing (2010: 12-13) merinci beberapa hasil penelitian tersebut seperti yang dipaparkan sebagai berikut.


(10)

kemampuan mental melalui rangsangan lingkungan. Ungkapan use it or lose it menunjukkan bahwa semakin banyak otak terangsang oleh aktivitas intelektual dan interaksi lingkungan, maka akan semakin banyak sambungan yang dibuat oleh sel-sel otak. Dalam hal ini, potensi otak dianggap tidak terbatas. Hal ini mengindikasikan bahwa jika otak semakin jarang digunakan, maka otak tidak akan berkembang.

2. Dilihat dari sisi perkembangan anak, perkembangan pada aspek bahasa terjadi dengan pesat pada usia prasekolah. Terdapat hubungan antara bahasa dan membaca. Sebenarnya, kesiapan anak untuk membaca sudah dimulai sejak lahir. Sejak bayi ia sudah dimulai diajak berbicara. Anak belajar mengenal bahasa dari lingkungannya. Artinya, belajar membaca merupakan kelanjutan dari bahasa berbicara atau mengenal bahasa yang sudah dikenal anak.

3. Anak usia prasekolah mulai mengenal hubungan tulisan, bunyi, dan maknanya, sehingga ia memahami fungsi tulisan dan bacaan. Ia mungkin senang membolak-balik buku, berpura-pura membacanya, serta mulai bertanya mengenai kata-kata tertentu yang tidak diketahuinya.

4. Menurut Hainstock, anak-anak usia prasekolah boleh diajari membaca, apalagi usia mereka adalah masa puncak alamiah menyerap berbagai kemampuan dan keterampilan. Termasuk menyerap kecakapan-kecakapan membaca.

Terlepas dari kontroversi di atas, mengajarkan calistung pada anak usia dini, khususnya membaca dapat dilakukan asalkan dengan cara yang menyenangkan. Cara tersebut sesuai dengan bakat dan minat anak, serta tidak menuntut hasil yang instan pada anak. Sehingga diharapkan anak akan menyukai membaca dan memiliki minat baca sejak dini.

Menumbuhkan minat baca pada anak tidaklah mudah. Namun, aktivitas ini harus ditumbuhkan sejak lahir hingga dewasa. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari University of Leicester, bahwa pengalaman membaca anak sejak dini sangat penting untuk mengembangkan kemampuan membaca di kemudian hari. Lebih lanjut menurut hasil penelitian ini menegaskan bahwa: ‘Usia saat seseorang belajar kata-kata adalah kunci untuk memahami bagaimana seseorang mampu membaca di kemudian hari’ (Olivia, 2009: 3).


(11)

Menurut Prasetyono (2008: 12), “Masa awal kehidupan anak hingga usia prasekolah, merupakan masa dimana anak memiliki rasa keingintahuan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa”. Masa ini merupakan kesempatan emas bagi kita untuk menstimulasi berbagai aspek perkembangan anak, tidak terkecuali kemampuan membaca. Oleh sebab itu, orang tua maupun guru hendaknya dapat memanfaatkan masa emas ini dengan sebaik mungkin.

Berbagai upaya mungkin telah dicoba oleh orang tua maupun guru agar anak bisa membaca. Namun, pada kenyataannya tidak semua anak dapat mengikuti metode standar yang bagi anak lain bukan masalah. Beberapa di antara mereka masih saja mengalami kesulitan dalam membaca. Menurut Olivia (2009: 13), “Kesulitan membaca pada anak secara umum bersumber pada beberapa hal antara lain kejenuhan, keterbatasan daya ingat (memori), serta lemahnya konsentrasi anak”.

Membaca merupakan kegiatan yang menuntut adanya ketekunan, sehingga hal ini terkesan membosankan bagi anak. Anak akan lebih tertarik pada aktivitas lain yang lebih menyenangkan, misalnya menggambar atau bermain. Ini sangat mungkin terjadi karena pada saat belajar membaca, yang dihadapi anak adalah huruf, huruf, dan huruf. Kejenuhan yang dialami anak ini sangatlah mungkin terjadi karena otak mereka mengalami kelelahan dalam menerima materi dalam suasana yang monoton.

Selain itu, tidak semua anak memiliki memori (daya ingat) yang baik. Sehingga mereka merasa bahwa belajar membaca merupakan suatu beban yang berat. Anak-anak juga terkenal dengan konsentrasinya yang pendek. Oleh sebab


(12)

itu, tidak sedikit anak yang mengalami masalah kurangnya konsentrasi, begitu pula dalam belajar membaca. Untuk itulah guru maupun orang tua hendaknya memiliki strategi yang tepat ketika mengajarkan anak, tidak hanya membaca tetapi juga kemampuan lain.

Selain kecerdasan yang salah satu cara memperolehnya melalui kegiatan membaca, arus globalisasi juga membutuhkan adanya manusia-manusia yang kreatif. Kehidupan yang kita nikmati saat ini, yang penuh dengan hasil-hasil kemajuan teknologi merupakan buah dari pemikiran kreatif sebelum kita. Mereka berhasil mewujudkan mimpi yang oleh sebagian besar orang merupakan sesuatu yang mustahil.

Arus transportasi dan komunikasi berkembang demikian pesatnya, sehingga jarak yang dulu hanya bisa ditempuh dalam jangka berhari-hari, berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan kini hanya ditempuh dalam jangka waktu beberapa menit saja. Demikian pula dalam komunikasi, jarak yang jauh bukan lagi menjadi masalah. Kemajuan-kemajuan itu tidak lain adalah hasil dari kreativitas manusia yang didahului dengan adanya mimpi atau khayalan. Namun, adanya kecenderungan dalam masyarakat yang menilai bahwa bermimpi dan berkhayal merupakan sesuatu yang negatif, menyebabkan kreativitas menjadi tidak berkembang.

Kecenderungan yang ada saat ini di kalangan pelajar maupun mahasiswa ialah sulitnya membuat atau menghasilkan sesuatu yang bermanfaat melalui ide-ide kreatif. Hal ini merupakan manifestasi dari pendidikan yang telah kita diterima sebelumnya. Sistem pendidikan kita kurang memperhatikan pengembangan


(13)

kreativitas dari siswa itu sendiri. Di sekolah, siswa mempelajari sesuatu sebatas yang diajarkan gurunya. Sementara itu, kecenderungan yang terjadi di lapangan,

para guru hanya mengajar apa yang diharapkan dan digariskan oleh kurikulum. Mereka kurang memiliki keberanian dalam mengambil keputusan untuk membuat

insiatif-inisiatif yang memungkinkan siswa mengembangkan kreativitasnya. Yang menjadi tujuan bagi sebagian besar guru adalah ketercapaian target kurikulum.

Sistem pendidikan seperti ini telah menghambat proses kreativitas anak, sehingga yang muncul hari ini adalah anak-anak yang miskin dengan ide-ide kreatif, anak yang takut tampil beda dengan ide kreatif tersebut. Padahal, seharusnya pendidikan itu hendaknya dapat mengembangkan segala potensi yang dibawa manusia sejak lahir. Potensi-potensi tersebut merupakan bekal bagi setiap individu untuk menjalani rentang kehidupannya. Terutama potensi kreativitas yang memungkinkan kita menemukan berbagai alternatif solusi ketika menghadapi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, peran pendidikan sebagai salah satu elemen yang turut serta dalam mengembangkan potensi anak perlu terus ditingkatkan.

Belum lagi di rumah, orang tua sering tanpa disadari telah mematikan daya kreativitas anak. Persepsi orang tua tentang bermain, ketidaktahuan tentang makna bermain bagi anak seringkali membuat orang tua melarang anaknya bermain. Hal ini justru dapat mematikan daya kreativitas anak, karena salah satu sarana mengembangkan kreativitas adalah melalui bermain.


(14)

Dari beberapa definisi kreativitas dari para ahli dapat diketahui bahwa pada intinya kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.

Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Gordon & Brown. Menurut Gordon & Browne (Moeslichatoen, 2004: 19), ‘Kreativitas merupakan kemampuan anak mencipta gagasan baru yang asli dan imajinatif, dan juga kemampuan mengadaptasi gagasan baru dengan gagasan yang sudah dimiliki’. Bila guru ingin mengembangkan kreativitas anak, guru harus membantu mereka mengembangkan kelenturan, dan menggunakan imajinasi, kesediaan untuk mengambil resiko, menggunakan diri sendiri sebagai sumber dan pengalaman belajar.

Menurut Moeslichatoen (2004: 11), “Anak TK cenderung mengekspresikan diri bila harus menanggapi sesuatu situasi”. Misalnya bila ditanyakan kepada anak TK apakah mereka menyukai adik kecilnya? Ia tidak menjawab ya atau tidak, melainkan: “Saya suka bila adik nyanyi bintang kecil dan tidak rewel”. Hal ini mengindikasikan jawaban yang benar-benar terjadi dalam diri anak. Jadi, ia menambahkan sesuatu yang berasal dari dalam dirinya dengan perkataan lain. Oleh sebab itu, ia dikatakan telah menciptakan sesuatu. Bila anak mengemukakan sesuatu yang diwarnai oleh kepribadiannya dan diperkaya dengan gagasan-gagasan sendiri inilah suatu kreativitas.


(15)

Pada dasarnya setiap manusia telah dikaruniai potensi kreatif sejak ia dilahirkan. Potensi kreatif ini dapat kita amati melalui keajaiban alamiah seorang bayi yang mampu mengeksplorasi sesuatu yang ada di sekitarnya. Jika bayi saja bisa memanfaatkan potensi kreatif dengan segala keterbatasannya, apalagi anak-anak maupun orang dewasa yang sudah memiliki fasilitas yang lengkap untuk mengembangkan potensi kreatif tersebut. Oleh sebab itu, kreativitas perlu dipupuk dan dikembangkan sejak usia dini.

Namun, pada kenyataannya perlakuan yang diterima anak usia dini baik di rumah maupun di lembaga prasekolah pada kenyataannya belum sepenuhnya dapat mengembangkan kreativitas pada anak usia dini. Kebanyakan di antara mereka dihadapkan pada tuntutan untuk menjadi anak yang manis dan penurut, duduk manis dan tidak banyak bicara. Belum lagi di rumah, kesibukan orang tua telah menyita waktu mereka dalam menjawab keingintahuan anak. Hal-hal inilah yang disinyalir dapat menghambat berkembangnya kreativitas pada diri anak.

Supriadi (Rahmawati dan Kurniati, 2003: 8-9) memaparkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jellen dan Urban pada tahun 1987 berkenaan dengan tingkat kreativitas anak usia 10 tahun di berbagai negara termasuk di Indonesia. Penelitian tersebut menunjukkan hasil yang mengejutkan. Indonesia menduduki peringkat paling bawah dari sembilan negara yang diteliti. Tingkat kreativitas anak Indonesia ternyata berada jauh di bawah Filipina, Amerika Serikat, Inggris dan Jerman. Bahkan di bawah negara India, RRC, Kamerun dan Zulu. Berbagai faktor diperkirakan menjadi penyebab rendahnya kreativitas anak Indonesia.


(16)

Beberapa faktor tersebut diantaranya ialah pola asuh orang tua yang otoriter dan sistem pendidikan yang kurang mendukung.

Dewasa ini, di Indonesia berkembang suatu bentuk pendidikan yang ditujukan bagi anak usia dini. Lahirnya bentuk pendidikan ini dilandasi oleh semangat pendidikan untuk semua (education for all) sebagai hasil dari konferensi Dakkar. Hasil konferensi ini memberikan kesadaran bagi semua pihak dalam dunia pendidikan, khususnya orang tua, guru, dan pemerintah. Bahwa pendidikan itu sebaiknya dimulai sejak usia dini. Kesadaran ini juga ditunjang oleh adanya penemuan para ahli neurolagi yang menyatakan bahwa kemampuan otak anak berkembang pesat justru pada saat mereka berusia 0-8 tahun, dan mencapai titik kulminasi pada usia 18 tahun. Oleh karena itu, masa yang sering disebut sebagai masa emas ini (golden age) merupakan masa yang paling tepat untuk menstimulasi perkembangan anak dalam berbagai aspek.

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Sistem Pendidikan Nasional, 2003: Pasal 1 ayat 14).

Oleh sebab itu, pendidikan untuk usia dini perlu menyediakan berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan yang meliputi kognitif, bahasa, sosial, emosi, fisik dan motorik. Untuk itu, perlu diupayakan suatu proses pembelajaran yang menyenangkan bagi anak usia dini untuk memfasilitasi pengembangan berbagai aspek tersebut. Salah satu


(17)

pendekatan yang dilakukan adalah bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain. Pada hakekatnya, semua anak senang bermain. Mereka menggunakan sebagian besar waktunya untuk bermain, baik sendiri, dengan teman sebayanya, maupun dengan orang dewasa di sekitarnya. Oleh karena itu, kegiatan bermain merupakan faktor penting dalam kegiatan pembelajaran dan esensi bermain harus menjadi jiwa dari setiap kegiatan pembelajaran anak usia dini.

Bermain merupakan bagian dari perkembangan kognitif anak. Piaget (Suyanto, 2005: 116) menyatakan ‘Bermain dengan objek yang ada di lingkungannya merupakan cara anak belajar’. Berinteraksi dengan objek dan orang, serta menggunakan objek itu sendiri untuk berbagai keperluan membantu anak memahami tentang objek, orang, dan situasi tersebut. Sementara itu, Erikson (Suyanto, 2005: 116) seorang penganut teori psikoanalis berpendapat ‘Bermain juga mengembangkan rasa percaya diri’. Bermain juga merupakan tuntutan dan kebutuhan yang esensial bagi anak. “Melalui bermain, anak akan dapat memuaskan tuntutan dan kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, emosi, sosial, nilai, dan sikap hidup” (Moeslichatoen, 2004:32). Melalui kegiatan bermain pula, anak dapat melatih kemampuan bahasanya dengan berbagai cara, seperti: mendengarkan beraneka bunyi, mengucapkan suku kata atau kata, memperluas kosa kata, berbicara sesuai dengan tata bahasa Indonesia, dan sebagainya.

Saat ini berbagai bentuk lembaga pendidikan anak usia dini mulai bermunculan di tengah masyarakat. Apalagi setelah perhatian pemerintah terhadap pendidikan ini mulai dirasakan cukup baik. Lembaga-lembaga tersebut tergolong


(18)

menjadi tiga bagian, PAUD formal, nonformal dan informal. Yang tercakup dalam PAUD formal antara lain Taman Kanak-Kanak (TK) dan Raudhatul Athfal (RA), sedangkan PAUD nonformal ialah Kelompok Bermain (KB) dan Busthanul Athfal (BA). Sementara itu, PAUD informal meliputi pendidikan keluarga dan masyarakat.

Sebagai salah satu bentuk pendidikan anak usia dini, TK mengemban sejumlah tugas mulia untuk membantu mengembangkan segenap aspek perkembangan anak. Tugas-tugas tersebut tercantum dalam tujuan pendidikan TK. Salah satu dari tujuan pembelajaran di TK adalah meningkatkan kemampuan berbahasa. Kemampuan berbahasa sangat diperlukan sebagai sarana untuk berkomunikasi, baik secara lisan maupun secara tertulis melalui interaksi dengan lingkungan. Pengalaman berbahasa anak yang diperoleh melalui proses interaksi baik dengan teman sebaya, orang tua, maupun dengan orang dewasa lainnya dapat menambah perbendaharaan kata anak. Dengan banyaknya perbendaharaan kata tersebut, anak akan menjadi mudah dan lancar dalam berkomunikasi. Sehingga ia dapat menyampaikan maksud, tujuan atau pun keinginannya tanpa kesulitan. Pengalaman berbahasa yang telah diperoleh anak ini diperlukan untuk membangun dan menjadi dasar untuk meningkatkan kemampuan membaca dini.

Berbagai macam metode dan teknik dapat diterapkan untuk membantu anak agar bisa membaca dan sekaligus mengembangkan kreativitasnya. Belakangan ini ditemukan suatu teknik untuk belajar membaca, yakni pemetaan pikiran atau lebih dikenal dengan mind mapping. Mind mapping sendiri adalah suatu metode visualisasi pengetahuan secara grafis untuk mengoptimalkan eksplorasi seluruh


(19)

area kemampuan otak. Mind mapping diperkenalkan oleh Buzan dan telah digunakan oleh jutaan orang pintar di dunia. Pada dasarnya mind mapping dihasilkan dari perpaduan antara pola berpikir lurus dan pola berpikir memencar.

Pola berpikir lurus dilakukan dengan menentukan kata atau objek, dilanjutkan dengan mencari kata yang berkaitan dengan objek sebelumnya. Setiap kata akan dihubungkan dengan tanda panah yang berarti kata tersebut akan mengarah pada persepsi kata berikutnya. Sedangkan pola berpikir memencar adalah mencari segala sesuatu yang ada hubungannya dengan tema yang diberikan, yang dalam pemetaan akan muncul sebagai cabang-cabang. Pola berpikir memencar akan membantu anak untuk belajar menghubungkan serta melihat gambaran secara menyeluruh tentang sebuah objek.

Pada peta pikiran terdapat unsur kata-kata, gambar serta warna. Huruf dan kata-kata melibatkan kerja otak kiri dapat digunakan untuk memperkenalkan sebanyak mungkin kata kepada anak usia dini. Sedangkan gambar dan warna melibatkan otak kanan, yang lebih cenderung mengasah kreativitas pada diri anak. Dengan demikian, terjadilah sinergi antara kedua belahan otak. Sehingga kerja otak menjadi lebih rileks dan tidak mudah mengalami kejenuhan. Makin banyak sambungan antara kedua belahan otak, akan semakin terasah kecerdasan anak. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Semiawan (Olivia, 2009: 1) bahwa ‘Otak anak yang berbakat juga mampu menghasilkan sinyal-sinyal dalam jumlah besar serta lebih tinggi lalu lintas antara belahan otak kiri dan kanannya’. Pada akhirnya akan dirasakan manfaat dari belajar dengan mind mapping, yakni


(20)

mengoptimalkan pengembangan ide dan kreativitas serta meningkatkan daya nalar.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca dan kreativitas adalah sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan. Mengingat demikian pentingnya kedua hal tersebut, maka semakin dini seseorang memiliki kemampuan tersebut tentu akan semakin baik. Oleh sebab itu, berbagai upaya dilakukan oleh guru maupun orang tua agar anak memiliki kedua keterampilan tersebut.

Oleh karena itu, penulis merasa tertarik melakukan penelitian untuk dapat mengetahui sejauh mana penerapan mind mapping ini dapat meningkatkan kreativitas dan kemampuan membaca dini pada anak. Maka penulis memfokuskan judul tesis ini, yaitu: “Penerapan Mind mapping dalam Rangka

Menstimulasi Kreativitas dan Meningkatkan Kemampuan Membaca Anak Usia Dini”. Penelitian ini merupakan sebuah studi eksperimen kuasi yang

dilakukan pada anak-anak kelompok B di Taman Kanak-Kanak (TK) Negeri Pembina Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau Tahun Ajaran 2010/2011.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimanakah guru menerapkan prinsip-prinsip mind mapping dalam rangka menstimulasi kreativitas dan meningkatkan kemampuan membaca anak usia


(21)

dini di TK Negeri Pembina Pangkalan Kerinci Provinsi Riau tahun ajaran 2010/2011?

2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan membaca antara anak yang mendapat perlakuan mind mapping (kelompok eksperimen) dengan anak yang tidak memperoleh perlakuan mind mapping (kelompok kontrol)?

3. Apakah terdapat perbedaan kreativitas antara anak yang mendapat perlakuan mind mapping (kelompok eksperimen) dengan anak yang tidak memperoleh perlakuan mind mapping (kelompok kontrol)?

C.Tujuan Penelitian

Pada dasarnya, yang merupakan tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui apakah penerapan mind mapping itu dapat menstimulasi kreativitas dan meningkatkan kemampuan membaca pada anak usia dini. Oleh sebab itu, maka berbagai kegiatan dalam penelitian ini diarahkan untuk menemukan jawaban dari permasalahan-permasalahan yang telah dikemukakan tadi. Adapun tujuan penelitian ini dijabarkan sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui bagaimana guru menerapkan prinsip-prinsip mind mapping dalam rangka menstimulasi kreativitas dan meningkatkan kemampuan membaca anak usia dini di TK Negeri Pembina Pangkalan Kerinci Provinsi Riau tahun ajaran 2010/2011

2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan membaca antara anak yang mendapat perlakuan mind mapping (kelompok eksperimen) dengan anak yang tidak memperoleh perlakuan mind mapping (kelompok kontrol).


(22)

3. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kreativitas antara anak yang mendapat perlakuan mind mapping (kelompok eksperimen) dengan anak yang tidak memperoleh perlakuan mind mapping (kelompok kontrol).

D.Manfat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang terkait di dalamnya, seperti: guru, siswa, dan peneliti sendiri. Khususnya bagi para praktisi pendidikan, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan atau pedoman dalam praktik pendidikan sehari-hari. Adapun manfaat tersebut sebagai berikut.

1. Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai teknik yang dapat digunakan dalam rangka mengembangkan kreativitas dan kemampuan membaca dini pada anak TK. Guru-guru mungkin telah memiliki banyak pengetahuan, khususnya berkenaan dengan peningkatan kemampuan membaca dini dan pengembangan kreativitas pada anak. Namun, melalui penelitian ini guru dapat memperkaya wawasannya tentang mengajarkan membaca dini melalui cara-cara yang lebih menyenangkan dan disukai oleh anak, serta dapat menstimulasi perkembangan otak kiri dan otak kanan anak secara seimbang.

2. Bagi Siswa

Anak-anak yang pada umumnya (sering ditemukan di lapangan) belajar membaca dengan cara-cara yang konvensional dimana guru memperkenalkan huruf satu persatu, kemudian mereka diminta menghafalkannya. Kegiatan ini sama sekali tidak bermakna bagi siswa, sehingga mereka akan merasa terbebani.


(23)

Melalui penelitian ini, siswa akan mendapat manfaat terutama dalam pengembangan kemampuan membaca yang diperoleh melalui kegiatan yang menyenangkan. Dengan demikian, anak akan cenderung mampu membaca dan akan menyukai kegiatan ini seumur hidupnya. Selain itu, mereka juga dapat mengembangkan kreativitasnya, terutama dalam kegiatan membaca. Perkembangan otak kiri dan otak kanan anak juga akan menjadi seimbang dengan penerapan mind mapping ini, karena dalam mengajarkan membaca, kedua wilayah otak ini akan dirangsang atau distimulasi secara seimbang.

3. Bagi Peneliti

Manfaat penelitian ini bagi peneliti sendiri ialah memperoleh pengetahuan lebih dalam, khususnya mengenai pembelajaran membaca dini bagi anak, sehingga penulis juga dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat bagi peneliti khususnya mengenai pengembangan kreativitas anak usia dini.

E.Asumsi

Penelitian ini berangkat dari beberapa asumsi, sebagai berikut.

1. Membaca memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia, khususnya untuk menunjang penguasaan keterampilan berbahasa (Tarigan, 1981: 1). Membaca bagi anak usia dini adalah salah satu upaya untuk menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca pada anak, sekaligus mempersiapkan anak masuk SD (Tampubolon, 1993: 62).

2. Dalam praktik pendidikan di Taman Kanak-Kanak, pembelajaran bahasa khususnya membaca sering dipahami secara sempit dan terbatas pada


(24)

kegiatan akademik untuk cepat mencapai hasil belajar, sehingga kreativitas anak cenderung diabaikan.

3. Manusia terlahir dengan membawa potensi kreatif. Persoalan yang terjadi selanjutnya adalah daya kreatif anak semakin berkurang oleh adanya aturan yang tidak perlu, pola kebiasaan, pola penghargaan dan pola asuh orang dewasa di sekitar anak (Rahmawati dan Kurniati, 2003: 47).

4. Kreativitas dalam diri anak dapat dikembangkan dengan intervensi dari orang dewasa di sekitar anak melalui stimulasi yang tepat.

5. Bila seseorang ingin mengembangkan kreativitas di dalam dirinya gunakan mind map dengan cepat tentang hal-hal yang dipikirkan (Buzan, 2007: 127).

F. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan dalam penelitian. Berdasarkan rumusan permasalahan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penulis menetapkan hipotesis-hipotesis penelitian sebagai berikut.

1. Terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan membaca anak yang mendapat perlakuan dengan penerapan mind mapping dengan anak yang tidak mendapat perlakuan penerapan mind mapping

2. Terdapat perbedaan yang signifikan pada kreativitas anak yang mendapat perlakuan dengan penerapan mind mapping dengan anak yang tidak mendapat perlakuan penerapan mind mapping.


(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pada penelitian ini ada dua kelompok subjek penelitian yaitu kelompok eksperimen (KE) yang akan mendapatkan perlakuan pembelajaran membaca dengan penerapan mind mapping dan kelompok kontrol (KK) yang melakukan pembelajaran membaca tanpa penerapan mind mapping. Kedua kelompok ini akan diberikan pretest dan posttest dengan menggunakan instrumen yang sama. Nazir (2009: 63) menyatakan “Eksperimen adalah observasi di bawah kondisi terkontrol (artificial condition) dimana kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh peneliti sendiri”. Dengan demikian, penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol. Selanjutnya, Fraenkel et.al (1999) menyatakan bahwa penelitian eksperimen adalah penelitian yang melihat pengaruh-pengaruh dari variabel bebas terhadap satu atau lebih variabel yang lain dalam kondisi yang terkontrol.

Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel, satu variabel bebas dan dua variabel terikat. Variabel bebas yaitu penerapan mind mapping (X), sedangkan variabel terikat adalah kemampuan membaca (Y1) dan kreativitas anak (Y2). Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Nonrandomized Pretest-Posttest Control Group Design” yang merupakan bagian dari


(26)

“Quasi-Experimental Design”. Penelitian ini dilakukan pada anak TK kelompok B dari dua kelas yang memiliki kemampuan yang homogen dan dipilih secara acak.

Desain penelitian ini dijabarkan sebagai berikut.

A O1 X O2

B O3 O4

Keterangan:

A : Kelompok eksperimen B : Kelompok kontrol

O1 : Pretest kelompok eksperimen O2 : Posttest kelompok eksperimen O3 : Pretest kelompok kontrol O4 : Posttest kelompok kontrol

X : Perlakuan penerapan mind mapping (Seniati, dkk, 2005: 126)

Secara umum, desain penelitian ini lebih baik, karena adanya pretest sebelum diberikan perlakuan. Dengan dilakukannya pretes tersebut, maka dapat diketahui kemampuan awal subjek penelitian terhadap variabel yang ingin kita teliti. Penelitian eksperimen yang baik akan menunjukkan hasil yang signifikan manakala kondisi awal dari subjek penelitian adalah sama atau seimbang. Jika hal ini tidak terpenuhi, maka hasil penelitian yang menyatakan terdapat perbedaan yang signifikan pada salah satu variabel terikat perlu dicermati lebih lanjut. Karena bisa jadi perbedaan tersebut terjadi karena memang kondisi awalnya sudah berbeda (tidak sama). Oleh sebab itu, beberapa


(27)

desain penelitian eksperimen memberlakukan pretest sebelum memberikan treatment.

B.Lokasi dan Subjek Penelitian

Responden dalam penelitian ini adalah seluruh siswa pada Taman Kanak-Kanak Negeri Pembina Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau, usia 4-6 tahun. Sedangkan subjek penelitian difokuskan kepada siswa yang tergabung dalam kelompok B, yaitu kelompok usia 5-6 tahun. Dari enam kelompok B yang terdapat di sekolah tersebut, dipilih dan ditetapkan dua kelas sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol secara acak.

Kelompok usia ini dipilih sebagai subjek penelitian karena pada umumnya siswa pada level usia ini diasumsikan telah menguasai sejumlah pengetahuan yang diperlukan untuk belajar membaca. Kemampuan-kemampuan tersebut antara lain adalah pengetahuan alphabet (alphabetic knowladge), kesadaran bunyi (phonological awareness), dan keterampilan memberi nama dengan cepat (rapid naming skills). Selain itu, pemilihan sampel ini juga didasari oleh pertimbangan bahwa anak usia tersebut lebih dekat dengan jenjang usia Sekolah Dasar (SD). Dimana pada jenjang pendidikan tersebut, kemampuan membaca yang lebih kompleks akan diajarkan pada anak.

Adapun subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(28)

Tabel 3.1 Subjek Penelitian

No Kelompok Jumlah anak Keterangan

1 B1 26 Kelompok Eksperimen

2 B2 26 Kelompok Kontrol

Sumber: Data Jumlah Anak TK Pembina Tahun Ajaran 2010/ 2011 Tabel 3.1 menunjukkan bahwa subjek penelitian terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok B1 sebagai kelompok eksperimen dan B2 sebagai kelompok kontrol yang masing-masing kelompok berjumlah 26 anak. Oleh karena itu, seluruh subjek dalam penelitian ini berjumlah sebanyak 52 anak.

C.Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini secara operasional didefinisikan sebagai berikut.

1. Membaca dini merupakan proses yang melibatkan aktivitas auditif (pendengaran) dan visual (penglihatan) untuk memperoleh makna dari simbol berupa huruf atau kata (Mediani, 2006: 1). Hal senada juga diungkapkan oleh Tampubolon (1993: 62) bahwa membaca dini merupakan kegiatan fisik dan mental untuk menemukan makna dari tulisan.

Lebih lanjut diungkapkan bahwa membaca dini adalah membaca yang diajarkan secara terprogram kepada anak prasekolah. Program ini menitikberatkan perhatian pada perkataan-perkataan utuh, bermakna dalam konteks pribadi anak-anak dan bahan-bahan yang diberikan melalui permainan


(29)

dan kegiatan yang menarik sebagai perantaraan pembelajaran (Soutgate, 1972; Steinberg, 1982; Smith, 1990; dan Tampubolon, 1993) dalam Kabanga (2008).

Berdasarkan definisi tentang membaca dini di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa kemampuan membaca dini merupakan tingkat keterampilan membaca dasar yang diupayakan, dimana anak memiliki kecakapan untuk memahami lambang-lambang bunyi dan kata sehingga anak dapat mengenal dan melafalkannya. Hal ini merupakan awal keterampilan membaca yang diperlukan untuk melangkah ke tingkat membaca selanjutnya.

Dengan demikian, penulis menetapkan beberapa indikator kemampuan atau kecakapan membaca dini sebagai berikut.

a. Anak mampu mengenal lambang-lambang bunyi atau kata

b. Anak mampu melafalkan lambang-lambang bunyi atau kata tersebut. c. Anak memahami lambang-lambang bunyi atau kata

2. Kreativitas merupakan kemampuan anak mencipta gagasan yang baru dan imajinatif, dan juga kemampuan mengadaptasi gagasan baru dengan gagasan yang sudah dimiliki (Gordon & Browne, 1985 dalam Moeslichatoen, 2004: 19)

Selain itu, kreativitas juga didefinisikan sebagai “Sebuah proses atau kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan” (Munandar, 1999: 21).

Berdasarkan definisi tentang kreativitas seperti yang diungkapkan di atas, maka penulis menetapkan indikator-indikator kreativitas sebagai berikut.


(30)

a. Kelancaran, yaitu kemampuan anak mengungkapkan sebanyak mungkin gagasan dan pikirannya dalam bentuk simbol, gambar, dan atau kata-kata, yang dituangkan ke dalam mind mapping.

b. Keluwesan, yaitu kemampuan anak menemukan, mengungkapkan, atau memetakan ide, pikiran maupun gagasan sentral ke cabang-cabang mind mapping-nya.

c. Keaslian, yaitu kemampuan anak menuangkan ide, gagasan, ataupun pikiran ke dalam mind mapping sesuai dengan imajinasinya sendiri.

d. Elaborasi, yaitu kemampuan anak menjelaskan atau menceritakan mind mapping yang telah dibuat bersama guru atau yang dibuatnya sendiri.

3. Anak usia dini yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anak yang sedang menempuh pendidikan di TK, khususnya kelompok B (usia 5-6 tahun) yang tergabung di TK Negeri Pembina Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau tahun ajaran 2010/2011.

D.Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini digunakan untuk menjaring berbagai data yang relevan. Instrumen yang digunakan berupa lembar unjuk kerja kemampuan membaca dini dan lembar observasi kreativitas anak serta dokumentasi.

Unjuk kerja digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan anak khususnya dalam hal membaca. Anak diminta untuk melakukan kegiatan membaca, melalui semacam instrumen yang telah dipersiapkan. Sehingga


(31)

memungkinkan guru maupun peneliti dapat memantau kemampuan membaca setiap anak.

Observasi digunakan untuk mengukur kreativitas dan kemampuan membaca anak yang ditunjukkan selama proses pembelajaran berlangsung. Tingkat kreativitas anak yang diamati dapat dilihat dari sudut kelancaran, keluwesan, keaslian, dan elaborasi. Data yang dihasilkan melalui lembar observasi ini merupakan skala ordinal karena instrumen ini menggunakan skala bertingkat sebagaimana dalam Sugiyono (2008: 93-94), dengan kisaran 0-4 dengan alternatif pilihan sebagai berikut: sering sekali = 4, sering = 3, kadang-kadang= 2, jarang = 1, dan tidak pernah = 0. Indikator-indikator dari alternatif pilihan itu adalah: sering sekali, artinya responden tidak pernah tidak melakukannya; sering, artinya responden pernah tidak melakukannya; kadang-kadang, artinya responden melakukan tetapi jarang; jarang artinya responden lebih sering tidak melakukannya; dan tidak pernah artinya responden tidak pernah melakukannya.

Adapun kisi-kisi instrumen penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.2

Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

No Variabel Indikator No item Jumlah item

Pulta Respon den 1. Membaca a. Mengenal

lambang-lambang bunyi/kata

1, 2, 3, 4, 5,

6, 7, 8, 9,

10, 17, 18,

19, 20

28 observa

si


(32)

E.Proses Pengembangan Instrumen

Data penelitian untuk kedua variabel dikumpulkan melalui lembar observasi yang telah disusun. Keabsahan atau kesahihan hasil penelitian sangat ditentukan oleh data yang dihasilkan alat ukur/instrumen yang digunakan. Untuk menguji apakah instrumen yang digunakan telah memenuhi syarat-syarat alat ukur yang baik atau tidak, sehingga menghasilkan data yang sesuai dengan apa yang diukur, terlebih dahulu dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas instrumen itu sendiri. Pengembangan instrumen dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut.

b.Melafalkan

lambang-lambang

bunyi/kata tersebut.

c. Memahami

lambang-lambang

bunyi/kata

11, 12, 13,

14, 15, 16

21, 22, 23,

24, 25, 26,

27, 28

2. Kreativitas a. Kelancaran

b. Keluwesan

c. Keaslian

d. Elaborasi

1, 2, 3, 4, 5,

6

7, 8, 9, 10,

11, 12

13, 14, 15

16, 17, 18

19, 23

20, 21, 22,

24, 25, 26

26 observa

si


(33)

1. Judgment Expert

Instrumen penelitian harus memperoleh judgment beberapa ahli yang berkaitan dengan variabel yang akan kita teliti. Judgment ini sangat berguna bagi peneliti dalam rangka memperoleh instrumen yang memenuhi syarat dan kriteria instrumen yang baik menurut para ahli yang berkompeten dalam bidang yang akan diteliti. Sehingga dengan instrumen tersebut dapat dikumpulkan atau diperoleh data yang baik pula. Pendapat ahli (judgment expert), dimaksudkan dalam rangka untuk memenuhi validitas konstruk (Contruct Validity). Setelah pengujian konstruk dari ahli selesai, maka diteruskan dengan ujicoba instrumen (Sugiyono, 2010: 352)

Instrumen dalam penelitian ini melalui proses judgment oleh dua orang dosen yang dipandang ahli di bidang membaca dini dan kreativitas anak. Berdasarkan hasil judgment instrumen kemampuan membaca dini yang dimintai pertimbangan kepada penimbang I, beliau menyatakan bahwa instrumen yang telah disusun sudah cukup mewakili aspek/indikator kemampaun membaca dini. Namun, beliau juga memberikan saran untuk mencermati konsistensi penggunaan kata “dapat” dan “mampu” dalam redaksi pernyataan atau butir item. Selain itu, beliau juga menyarankan untuk menyesuaikan contoh kata dalam redaksi pernyataan dengan tema yang sedang berlangsung dalam proses pembelajaran (lembar validasi instrumen terlampir).

Sedangkan instrumen yang diminta pertimbangannya kepada penimbang II mendapatkan beberapa masukan yang sangat berarti bagi penulis. Adapun


(34)

masukan tersebut adalah untuk instrumen kemampuan membaca, beliau menyarankan untuk melengkapi butir item dengan contoh huruf/kata yang digunakan dalam pembelajaran yang akan dilakukan. Selain itu, beliau juga menyarankan untuk menyertakan/membedakan antara definisi konseptual dengan definisi operasional dari variabel penelitian. Untuk variabel kreativitas, beliau menyarankan untuk mengembangkan instrumen menjadi lebih banyak butir itemnya (karena pada waktu dihadapkan kepada penimbang II, instrumen ini hanya memiliki 16 butir item yang mewakili empat indikator).

Setelah memperoleh masukan dari dua ahli tersebut, penulis langsung mengadakan perbaikan/revisi instrumen sesuai dengan saran yang telah diberikan. Untuk variabel kemampuan membaca yang tadinya berjumlah 26 butir item, berkembang menjadi 28 butir item. Demikian pula dengan redaksional butir item, telah ditetapkan konsistensi penggunaan kata dapat dalam setiap butir item. Sedangkan variabel kreativitas berkembang dari awalnya 16 menjadi 26 butir item (lembar validasi terlampir).

Meskipun telah melewati proses revisi, instrumen tersebut belum dapat langsung digunakan untuk kegiatan penelitian. Akan tetapi, harus diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya. Validitas dan reliabilitas penting untuk dapat menghasilkan data yang baik. Hal ini sependapat dengan Sugiyono (Ridwan, 2010: 109) mengatakan bahwa setelah pengujian konstruk selesai dari para ahli, maka diteruskan dengan uji coba instrumen. Instrumen yang telah disetujui para ahli tersebut dicobakan pada sampel di mana subjek penelitian digunakan.


(35)

2. Uji Validitas

Arikunto (Riduwan, 2008: 109) menyebutkan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Alat ukur yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Untuk menguji validitas alat ukur, terlebih dahulu ditentukan korelasi antara bagian-bagian dari alat ukur secara keseluruhan dengan cara mengkorelasikan setiap butir alat ukur dengan skor total yang merupakan jumlah skor tiap butir, dengan rumus Person product moment, sebagai berikut.

rXY=

Dimana:

rxy =koefisien korelasi X = skor tiap item Y = skor total

n = jumlah peserta tes

selanjutnya dihitung uji t dengan rumus: thitung = √

dimana: t = nilai thitung

r = koefisien korelasi hasil rhitung n= jumlah responden

Distribusi t (tabel t) untuk α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n – 2). Kaidah keputusan:


(36)

Jika thitung < ttabel, berarti tidak valid ( Ridwan, 2010: 110) 3. Uji Reliabilitas

Suatu alat ukur disebut mempunyai reliabilitas tinggi dan dapat dipercaya jika alat ukur itu mantap, dalam pengertian bahwa alat ukur itu stabil, dapat diandalkan (dependability) dan dapat diramalkan (predictability). Suatu alat ukur yang mantap tidak berubah-ubah pengukurannya dan dapat diandalkan karena penggunaan alat ukur tersebut berkali-kali akan memberikan hasil yang serupa (Nazir, 2009: 134).

Sehubungan dengan reliabilitas, Scarvia B. Anderson, dkk (Arikunto, 2010) menyatakan bahwa persyaratan bagi tes, yaitu validitas dan reliabilitas itu penting. Dalam hal ini, validitas lebih penting, dan reliabilitas perlu, karena menyokong terbentuknya validitas. Hal ini mengandung pengertian bahwa sebuah instrumen mungkin reliabel, tetapi tidak valid. Sebaliknya, sebuah instrumen yang valid biasanya reliabel. Oleh sebab itu, tinggi rendahnya validitas menunjukkan tinggi rendahnya reliabilitas instrumen.

Reliabilitas instrumen pada penelitian ini dihitung dengan metode split half (belah dua). Metode belah dua menggunakan sebuah tes dan dicobakan satu kali (single test-single trial method). Pada waktu membelah dua dan mengkorelasikan dua belahan, baru diperoleh reliabilitas setengahnya saja. Untuk mengetahui reliabilitas seluruh tes, dapat ditentukan dengan menggunakan rumus Spearman-Brown, seperti yang dijabarkan berikut ini.


(37)

r = korelasi Product Moment antara belahan (ganjil-genap) atau (awal-akhir)

(Ridwan, 2010: 113)

Perhitungan untuk menguji reliabilitas dilakukan setelah validitas instrumen terpenuhi. Jadi, butir item yang diuji reliabilitasnya adalah instrumen yang valid saja. Setelah butir item yang tidak valid dibuang, baru kemudian instrumen tersebut dibelah menjadi dua bagian. Kemudian dihitung korelasi antara belahan yang satu dengan belahan lain (korelasi antara total skor masing-masing belahan). Nilai korelasi yang diperoleh merupakan nilai korelasi untuk setengah instrumen. Untuk memperoleh korelasi seluruh item, nilai r yang diperoleh tersebut dimasukkan ke rumus Spearman Brown. Selanjutnya, nilai R Spearman Brown tersebut diinterpretasikan menurut kriteria yang digunakan untuk memperoleh kesimpulan, apakah instrumen tersebut reliabel, cukup reliabel, kurang reliabel atau pun tidak reliabel.

F. Pengumpulan dan Analisis Data

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, data yang ingin diperoleh dikumpulkan melalui instrumen yang berbentuk lembar observasi. Instrumen untuk mengukur kemampuan membaca disusun dalam bentuk cheklist(V) dengan beberapa pernyataan dan dua pilihan jawaban (ya/tidak). Instrumen seperi ini diberlakukan pemberian skor (1) untuk jawaban yang benar dan (0) untuk jawaban yang salah. Sedangkan instrumen yang digunakan untuk mengukur kreativitas anak diberikan skor 0 untuk Tidak Pernah (TP), 1 untuk


(38)

Jarang (J), 2 untuk Kadang-kadang (KD), 3 untuk Sering (S), dan 4 untuk Sangat Sering (SS).

Pemberian nilai/skor dengan perhitungan seperti di atas berlaku untuk pernyataan item/butir instrumen yang positif. Sedangkan untuk instrumen negatif, berlaku kebalikannya. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan dokumentasi. Dimana, peneliti bersama guru akan melakukan observasi dengan menggunakan instrumen yang telah disusun.

Data yang telah diperoleh dari pretest dan postest selanjutnya diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan sistem penskoran yang ditetapkan.

2. Membuat tabel skor pretest dan postest siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3. Menghitung gain score, yaitu selisih antara skor postest dengan pretest. 4. Peningkatan kompetensi yang terjadi sebelum dan sesudah perlakuan

dihitung dengan rumus gain ternormalisasi, yaitu:

Gain ternormalisasi (g)= (Hake dalam Meltzer,

2002 dalam Lindawati, 2010). Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut.


(39)

Tabel 3.3

Klasifikasi Nilai Gain Ternormalisasi Besarnya Gain (g) Interpretasi

g> 0,7 Tinggi

0,3< g <0,7 Sedang

g< 0,3 Rendah

Untuk menentukan uji statistik yang digunakan, terlebih dahulu ditentukan normalitas data dan homogenitas varians. Pengujian normalitas dengan menggunakan Uji Lyllifors. Pengujian model distribusi normal dengan menggunakan uji lillyfors sama seperti pada uji Kolmogorov-Smirnov, yaitu kumulasi proporsi dibandingkan dengan fungsi distribusi pada distribusi probabilitas normal.

Fungsi distribusi pada distribusi probabilitas normal ditemukan melalui tabel, sehingga data perlu ditransformasikan ke nilai baku. Selisih maksimum dalam bentuk harga mutlak, dengan rumus sebagai berikut.

T= sup I Φ-∑p I

Kriteria pengujiannya seperti berikut ini. Tolak H0 jika T > Ttabel

Terima H0 jika T ≤ Ttabel

5. Menguji homogenitas varians skor kemampuan membaca dan skor kreativitas menggunakan uji variansi dua peubah bebas dengan rumus sebagai berikut.


(40)

F = !"#$%$, 2010: 140

Dalam hal ini, berlaku ketentuan bila harga Fhitung lebih kecil atau sama dengan Ftabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak. H0 diterima berarti varians homogen.

Jika sebaran data normal dan homogen, uji signifikansi dengan statistik uji t dengan menggunakan uncorrelated data/independent sample t-test. Namun, apabila data tidak normal, maka pengujian dilanjutnya dengan analisis nonparametrik (Man whitney atau uji U ).

Setelah data diperoleh atau terkumpul, selanjutnya dilakukan analisis untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Analisis tersebut dilakukan dengan membandingkan rerata kedua kelompok dengan menggunakan uji t. Adapun rumus uji t tersebut adalah sebagai berikut.

t= , ,

- 2/3/ 213/../0..1 2// 21/ (Seniati, dkk, 2005:128) keterangan dari simbol-simbol tersebut sebagai berikut. M1 = rata-rata skor kelompok 1

M2 = rata-rata skor kelompok 2 SS1 = sum of square kelompok 1 SS2 = sum of square kelompok 2 n1 = jumlah subjek kelompok 1 n2 = jumlah subjek kelompok 2


(41)

Bila n1=n2, dan varians tidak homogen, maka dapat digunakan rumus berikut ini.

t = 6 6

-7/ 12/ 71 121 !"#$%$, 2010: 138 x1 = rata- rata skor kelompok 1 x2 = rata-rata skor kelompok 2 s1 = simpangan baku kelompok 1 s2 = simpangan baku kelompok 2 n1= jumlah subjek kelompok 1 n2 = jumlah subjek kelompok 2

Dengan dk = n1–1 atau dk = n2–1 , jadi derajat kebebasan (dk) bukan n1+ n2 – 2 (Phopan, 1973 dalam Sugiyono, 2010: 139)

Jika hasil perhitungan diperoleh nilai thitung>ttabel, pada tingkat kepercayaan 95% (α= 0,05), maka hipotesis dapat diterima. Penerimaan hipotesis ini mengandung makna bahwa perlakuan yang diberikan kepada subjek penelitian memberikan dampak yang positif.

G.Tahap Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dalam tiga tahap kegiatan, yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap analisis data.

1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan ini, peneliti melakukan studi kepustakaan mengenai kemampuan membaca pada anak usia dini, kreativitas anak dan mind mapping. Kemudian dilanjutkan dengan menyusun instrumen penelitian yang disertai


(42)

penelitian, mengolah data hasil uji coba, membuat rencana kegiatan untuk kelas eksperimen dan menentukan sekolah tempat penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap ini, kegiatan diawali dengan memberikan pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui kondisi awal kemampuan membaca dini dan kreativitas anak. Setelah pretes dilakukan, maka dilanjutkan dengan kegiatan pembelajaran membaca dini melalui penerapan mind mapping pada kelas eksperimen dan pembelajaran membaca dini tanpa penerapan mind mapping pada kelas kontrol. Penerapan pembelajaran dengan mind mpping tersebut dilakukan dalam beberapa kali pertemuan. Pada kelas eksperimen, selama proses pembelajaran berlangsung dilakukan observasi untuk mengetahui apakah terjadi perubahan kreativitas pada anak atau tidak.

Setelah kegiatan pembelajaran selesai, dilakukan postest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Postest bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan membaca dan kreativitas pada anak setelah diberikan perlakuan. 3. Tahap Analisis Data

Data-data yang diperoleh selama penelitian akan dianalisis, sehingga diperoleh suatu kesimpulan. Teknik analisa data statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif dan statistik inferensial yang digunakan untuk menguji hipotesis.

H.Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini dikelompokkan dalam tiga tahap, yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis data. Prosedur penelitian ini


(43)

dirancang untuk memudahkan dalam pelaksanaan penelitian. Selanjutnya prosedur penelitian ini dapat dilihat dalam bentuk diagram berikut ini.

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian Kesimpulan

Studi pendahuluan:

Identifikasi masalah, rumusan masalah, studi literatur, dll

Pengembangan & Validasi:SKH, SKM, instrumen penelitian

dan Uji coba

Pemilihan subjek penelitian

pretest

Kelas Eksperimen Pelaksanaan pembelajaran

Membaca dengan penerapan mind mapping

kelas Kontrol

pelaksanaan pembelajaran membaca dengan pembelajaran biasa/

tanpa mind mapping

postest

Obsevasi, unjuk kerja, dan dokumenta

si

Pengumpulan data


(44)

I. Hasil Uji Coba Instrumen

1. Hasil Uji Validitas Instrumen

Sebelum instrumen yang telah disusun digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu dilakukan ujicoba untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen tersebut. Perhitungan validitas dan reliabilitas dilakukan sebagai syarat untuk memperoleh instrumen yang baik.

Pelaksanaan ujicoba instrumen dimaksudkan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan pada item pedoman pengamatan (observasi), yang berkaitan dengan redaksi, alternatif jawaban yang tersedia maupun maksud yang terkandung dalam tiap pernyataan, serta kesesuaian antara pernyataan dengan indikator yang ingin diungkap.

Uji coba instrumen ini dilakukan terhadap anak TK kelompok B. Uji coba ini dilakukan di sekolah yang sama dengan lokasi penelitian, yaitu di TK Negeri Pembina Pangkalan Kerinci, Riau. Tetapi, kelas yang digunakan bukan kelas yang akan dijadikan subjek penelitian. Melainkan satu dari enam kelompok B yang ada di sekolah itu. Pada waktu itu dipilih kelas B4 sebagai kelas untuk uji coba instrumen. Pelaksanaan uji coba diikuti oleh 25 anak kelas tersebut. Nilai korelasi product moment (rhitung) yang diperoleh melalui proses pada program komputer. Selanjutnya ditentukan nilai thitung berdasarkan nilai rhitung yang telah diperoleh dengan menggunakan rumus berikut.

thitung= √ (Riduwan, 2010:110)

Kemudian dibandingkan antara nilai thitung yang didapat dengan nilai ttabel untuk α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n-2). Untuk α = 0,05 dan derajat


(45)

kebebasan (dk=25-2)=23, harga ttabel adalah sebesar 1,174. Kriteria pengambilan keputusan ialah butir instrumen dinyatakan valid jika thitung > 1,174. Sebaliknya, jika thitung < 1,174, maka butir item tersebut dinyatakan tidak valid dan tidak dapat digunakan dalam penelitian dan selanjutnya (dibuang). Adapun hasil ujicoba instrumen dapat diamati pada tabel berikut ini.

Tabel 3.4

Hasil Uji Validitas Instrumen Kemampuan Membaca Anak Tk Kelompok B

No t

hitung t tabel KETERANGAN KESIMPULAN INDIKATOR Butir

Item dk=23,α=0,05

Mengenal lambang

bunyi/kata 1 3,51 1,714 t hitung> t tabel valid Sda 2 3,51 1,714 t hitung> t tabel valid Sda 3 4,27 1,714 t hitung> t tabel valid Sda 4 4,27 1,714 t hitung> t tabel valid Sda 5 4,27 1,714 t hitung> t tabel valid Sda 6 4,27 1,714 t hitung> t tabel valid Sda 7 3,61 1,714 t hitung> t tabel valid Sda 8 4,05 1,714 t hitung> t tabel valid Sda 9 2,84 1,714 t hitung> t tabel valid Sda 10 2,68 1,714 t hitung> t tabel valid Melafalkan

lambang

bunyi/kata 11 0,34 1,714 t hitung< t tabel tidak valid Sda 12 0,55 1,714 t hitung< t tabel tidak valid Sda 13 0,19 1,714 t hitung< t tabel tidak valid Sda 14 3,51 1,714 t hitung> t tabel valid Sda 15 4,17 1,714 t hitung> t tabel valid Sda 16 2,81 1,714 t hitung> t tabel valid Mengenal

lambang

bunyi/kata 17 2,12 1,714 t hitung> t tabel valid Sda 18 2,68 1,714 t hitung> t tabel valid Sda 19 4,23 1,714 t hitung> t tabel Valid Sda 20 2,5 1,714 t hitung> t tabel Valid Memahami


(46)

bunyi/kata

Sda 22 3,31 1,714 t hitung> t tabel Valid Sda 23 1,93 1,714 t hitung> t tabel Valid Sda 24 1,75 1,714 t hitung> t tabel Valid Sda 25 2,37 1,714 t hitung> t tabel Valid Sda 26 4,85 1,714 t hitung> t tabel Valid Sda 27 2,05 1,714 t hitung> t tabel Valid Sda 28 1,97 1,714 t hitung> t tabel Valid

Berdasarkan pengolahan data ujicoba instrumen membaca dini tersebut diketahui bahwa untuk indikator pertama, yaitu anak mampu mengenal lambang bunyi/kata diwakili oleh 14 butir item. Setelah dilakukan validasi, diperoleh nilai thitung yang lebih besar daripada ttabel. Oleh sebab itu, kesemua butir item pada indikator pertama dinyatakan valid dan dapat digunakan dalam penelitian yang sesungguhnya.

Sedangkan untuk indikator kedua, yaitu anak mampu melafalkan lambang bunyi/kata yang diwakili oleh enam butir item, tiga diantaranya dinyatakan tidak valid, dan yang lainnya dinyatakan valid. Item yang tidak valid tersebut, yakni nomor 11, 12, dan 13 selanjutnya dibuang/tidak digunakan dalam penelitian.

Sementara itu, indikator ketiga yang diwakili oleh delapan butir item, tujuh butir item dinyatakan valid, sedangkan satu butir lainnya dinyatakan tidak valid. Oleh sebab itu, butir item yang tidak valid tersebut dibuang/tidak digunakan dalam penelitian. Berdasarkan analisis tersebut, diperoleh sebanyak 24 butir item yang valid untuk variabel kemampuan membaca dini.

Hasil pengujian validitas instrumen kreativitas anak dipaparkan dalam tabel berikut ini.


(47)

Tabel 3.5

Hasil Uji Validitas Instrumen Kreativitas Anak TK Kelompok B INDIKATOR BUTIR ITEM thitung ttabel

dk=23, α-0,05

KETERANGAN

KESIMPULAN

Kelancaran 1 6,64 1,714 t hitung>t tabel Valid Sda 2 7,87 1,714 t hitung>t tabel Valid Sda 3 5,29 1,714 t hitung>t tabel Valid Sda 4 5,11 1,714 t hitung>t tabel Valid Sda 5 6,72 1,714 t hitung>t tabel Valid Sda 6 5,22 1,714 t hitung>t tabel Valid Keluwesan 7 6,57 1,714 t hitung>t tabel Valid Sda 8 7,53 1,714 t hitung>t tabel Valid Sda 9 13,22 1,714 t hitung>t tabel Valid Sda 10 13,51 1,714 t hitung>t tabel Valid Sda 11 9,24 1,714 t hitung>t tabel Valid Sda 12 8,35 1,714 t hitung>t tabel Valid Keaslian 13 6,95 1,714 t hitung>t tabel Valid Sda 14 5,09 1,714 t hitung>t tabel Valid Sda 15 4,98 1,714 t hitung>t tabel Valid Sda 16 3,81 1,714 t hitung>t tabel Valid Sda 17 5,23 1,714 t hitung>t tabel Valid Sda 18 6,14 1,714 t hitung>t tabel Valid Sda 19 7,06 1,714 t hitung>t tabel Valid Elaborasi 20 4,64 1,714 t hitung>t tabel Valid Sda 21 6,44 1,714 t hitung>t tabel Valid Sda 22 5,58 1,714 t hitung>t tabel Valid Keaslian 23 6,93 1,714 t hitung>t tabel Valid Elaborasi 24 4,35 1,714 t hitung>t tabel Valid Sda 25 5,06 1,714 t hitung>t tabel Valid Sda 26 5,05 1,714 t hitung>t tabel Valid

Berdasarkan tabel 3.5 dapat dilihat bahwa semua butir item yang mewakili empat indikator, yaitu: kelancaran, keluwesan, keaslian, dan elaborasi dinyatakan valid. Sehingga instrumen tersebut dapat digunakan


(48)

secara utuh sebagai instrumen untuk mengamati kreativitas anak pada penelitian yang sesungguhnya.

Berdasarkan hasil uji coba kedua instrumen tersebut maka diperoleh kesimpulan seperti disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 3.6

Jumlah Item Pedoman Observasi yang Digunakan Sebagai Instrumen Penelitian Berdasarkan Validitasnya Menurut Variabel Penelitian No Variabel Kriteria pengujian

t (23, 005)

Jumlah butir item Valid Tidak

valid 1 Kemampuan membaca

dini

ttabel = 1, 174 24 4

2 Kreativitas 26 -

Jumlah 50 4

Tabel 3.6 menunjukkan jumlah butir item yang digunakan sebagai instrumen penelitian. Untuk variabel kemampuan membaca dini, instrumen yang valid sebanyak 24 butir item. Sementara itu, variabel kreativitas anak memiliki 26 butir item yang valid dan dipergunakan dalam penelitian.

2. Hasil Uji Reliabilitas

Untuk menguji tingkat reliabilitas instrumen, ditentukan dengan menggunakan metode spilt half. Yaitu dengan membagi dua instrumen tersebut berdasarkan item yang bernomor ganjil dan bernomor genap. Selanjutnya dihitung korelasi antara skor item bernomor ganjil dengan skor item yang


(49)

bernomor genap. Kemudian, nilai korelasi tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam rumus Spearman Brown untuk menentukan tingkat reliabilitasnya. Adapun kriteria pengujiannya ialah instrumen dinyatakan memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi jika nilai koefisien korelasi yang diperoleh > 0,70 (Guildford, 1956 dalam Ruseffendi, 2003: 209).

Berdasarkan hasil ujicoba instrumen diperoleh kesimpulan seperti tabel berikut ini.

Tabel 3.7

Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Menurut Variabel Penelitian

No Variabel Kriteria

pengujian

Hasil

perhitungan

Kesimpulan

1 Kemampuan membaca dini

r = 0,70

r = 0,929 Reliabel

2 Kreativitas r = 0,982 Reliabel

Tabel 3.7 tersebut menunjukkan bahwa instrumen kemampuan membaca dan kreativitas memiliki nilai rhitung yang lebih besar bila dibandingkan dengan rtabel. Dengan demikian, berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, dinyatakan bahwa instrumen tersebut mempunyai tingkat reliabilitas yang tergolong tinggi. Oleh sebab itu, kedua instrumen itu dapat digunakan dalam kegiatan penelitian selanjutnya.

Setelah kriteria sebuah instrumen yang baik terpenuhi, yakni validitas dan reliabilitasnya, maka kegiatan penelitian dilanjutkan dengan memberikan pretest kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol.


(50)

J. Hasil Pengujian Normalitas dan Homogenitas Data Awal Subjek Penelitian

1. Pengujian Normalitas Data

Sebelum pengolahan data selanjutnya dilakukan, perlu diuji normalitas data tersebut. Hal ini perlu dilakukan untuk menentukan analisis statistik apa yang tepat dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Selanjutnya, akan diuraikan pengujian normalitas data berdasarkan variabel yang diteliti. a. Pengujian Normalitas Data Kemampuan Membaca

Salah satu persyaratan dalam analisis kuantitatif adalah terpenuhinya asumsi kenormalan terhadap distribusi data yang dianalisis. Oleh karena itu, sebelum dilakukan uji beda, terlebih dahulu dilakukan analisis normalitas data yang telah dikumpulkan, baik pada kelompok eksperimen maupun pada kelompok kontrol.

Pengujian normalitas terhadap kedua kelompok data pretest kemampuan membaca tersebut menggunakan uji Lyllifors. Pengujian model distribusi normal dengan menggunakan uji Lillyfors sama seperti pada uji Kolmogorov-Smirnov, yaitu kumulasi proporsi dibandingkan dengan fungsi distribusi pada distribusi probabilitas normal. Fungsi distribusi pada distribusi probabilitas normal ditemukan melalui tabel, sehingga data perlu ditransformasikan ke nilai baku. Selisih maksimum dalam bentuk harga mutlak, dengan rumus:

T= sup I Φ-∑p I

Kriteria pengujiannya sebagai berikut. Tolak H0 jika T > Ttabel


(51)

Terima H0 jika T ≤ Ttabel

Untuk menguji normalitas data pretest kemampuan membaca kelompok eksperimen diajukan hipotesis sebagai berikut.

H0 = populasi data pretest kemampuan membaca kelompok eksperimen berdistribusi normal

H1 = populasi data pretest kemampuan membaca kelompok eksperimen berdistribusi tidak normal

Berdasarkan kriteria tersebut, dilakukan uji normalitas data pretest kemampuan membaca pada kelompok eksperimen seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 3.8

Pengujian Normalitas Data Pretest Kemampuan Membaca Kelompok Eksperimen

No X F p ∑p z Φ T

1 12 2 0,076923 0,076923 -1,41652 0,08 0,003077 2 14 4 0,153846 0,230769 -0,77601 0,22 -0,01077 3 15 5 0,192308 0,423077 -0,45575 0,325 -0,09808 4 16 3 0,115385 0,538461 -0,13549 0,445 -0,09346 5 17 3 0,115385 0,653846 0,184762 0,575 -0,07885 6 18 2 0,076923 0,730769 0,505019 0,695 -0,03577 7 19 5 0,192308 0,923077 0,825275 0,795 -0,12808 8 20 1 0,038462 0,961538 1,145531 0,875 -0,08654

9 22 1 0,038462 1 1,786044 0,96 -0,04

26

Tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai Tmaks adalah sebesar 0,128. Untuk menguji hipotesis pengujian normalitas data yang telah diajukan sebelumnya, harga Tmaks tersebut perlu dibandingkan dengan harga Ttabel. Nilai


(52)

T pada tabel nilai kritis uji Lillyfors untuk n= 26 dan taraf signifikansi 0,05 menunjukkan bahwa harga Ttabel sebesar 0,173. Kriteria pengujian adalah sebagai berikut.

Tolak H0 jika Tmaks> Ttabel, artinya data tidak berdistribusi normal Terima H0 jika Tmaks ≤ Ttabel, artinya data berdistribusi normal

Karena berdasarkan perhitungan diperoleh nilai Tmaks < Ttabel (0,128 < 0,173), maka diambil keputusan untuk menerima H0. Hal ini berarti bahwa data pretest kemampuan membaca kelompok eksperimen berdistribusi normal.

Selanjutnya, akan diuji pula normalitas data pretest kemampuan membaca kelompok kontrol dengan menggunakan prosedur yang sama seperti uji normalitas data pretest kemampuan membaca kelompok eksperimen. Hipotesis diajukan untuk menguji normalitas data. Adapun hipotesis tersebut dijabarkan sebagai berikut.

Ho= data pretest kemampuan membaca anak kelompok kontrol berdistribusi normal

Ha= data pretest kemampuan membaca anak kelompok kontrol tidak berdistribusi normal

Perhitungan uji normalitas tersebut selanjutnya ditampilkan pada tabel berikut ini.

Tabel 3.9

Uji Normalitas Data Pretest Kemampuan Membaca Kelompok Kontrol

No X F P ∑p z Φ T

1 10 1 0,0385 0,0385 -1,76 0,0392 0,0007 2 11 1 0,0385 0,0769 -1,46 0,0721 -0,005


(1)

menyeluruh. Penggunaan gambar dan warna pada mind mapping juga menarik minat anak untuk membacanya.

3. Terdapat perbedaan kreativitas antara anak yang mendapat perlakuan dengan penerapan mind mapping dengan anak yang tidak mendapat perlakuan penerapan mind mapping. Hasil perolehan tersebut selain menjawab hipotesis kedua, juga dapat memberikan gambaran bahwa penerapan mind mapping mampu menstimulasi kreativitas pada anak. Variabel kreativitas mengalami peningkatan tertinggi pada indikator kelancaran (fluency) bila dibandingkan dengan tiga indikator lainnya, yaitu: keluwesan, keaslian dan elaborasi. Dengan kata lain, kreativitas anak menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik oleh adanya penerapan mind mapping tersebut. Hal ini terjadi karena mind mapping memiliki sifat terbuka yang memungkinkan anak mampu mengalirkan ide-idenya ke berbagai arah.

B. Rekomendasi

Beberapa rekomendasi yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini sebagai berikut.

1. Guru, khususnya guru PAUD dapat menggunakan mind mapping sebagai salah satu teknik yang dapat digunakan dalam pembelajaran apapun, tidak hanya membantu anak belajar membaca, tetapi juga dapat meningkatkan kreativitas dalam diri anak melalui eksplorasi pengalaman anak sehari-hari. Karena mind mapping dapat melatih anak mengembangkan pola pikirnya. Mind mapping juga dapat membuat anak memiliki daya ingat yang baik,


(2)

sehingga belajar menjadi menyenangkan dan tidak lagi merupakan suatu beban. Diharapkan kepada para guru untuk tidak lagi menerapkan metode pembelajaran yang hanya bersifat mentransfer pengetahuan, melainkan membiasakan diri untuk mencari informasi mengenai metode dan teknik pembelajaran yang memungkinkan anak dapat membangun pengetahuan mereka sendiri di dalam otaknya. Oleh sebab itu, guru dituntut harus kreatif, menghargai karya anak, menerima anak apa adanya, ekspresif, motivator, peduli terhadap perkembangan anak, senang dan mau bermain dengan anak. 2. Penerapan mind mapping terbukti dapat meningkatkan kemampuan

membaca anak, terutama kemampuan memahami lambang-lambang bunyi/kata. Oleh karena itu, penulis merekomendasikan agar guru menggunakan mind mapping ini sebagai salah satu cara yang dapat mempermudah anak dalam memahami bacaan. Dan dalam bidang kreativitas, mind mapping terbukti dapat meningkatkan kreativitas anak terutama pada indikator kelancaran (fluency). Oleh sebab itu, teknik ini juga sangat baik digunakan untuk mengembangkan kreativitas anak, seperti kreativitas dalam menuangkan ide dan pikirannya.

3. Mengingat pentingnya membaca dan kreativitas dalam meningkatkan kualitas hidup seorang anak, diharapkan kepada seluruh guru untuk dapat membantu anak tersebut agar terus meningkatkan kemampuan membaca dan kemampuan berpikir kreatif mereka dengan menggunakan metode-metode maupun teknik yang bervariasi dalam kegiatan belajar seraya bermain.


(3)

4. Mengingat berbagai kelemahan dalam penelitian ini, peneliti menyarankan kepada peneliti-peneliti selanjutnya untuk mengadakan penelitian dalam waktu yang lebih lama, tema yang digunakan lebih bervariasi, kegiatan yang lebih variatif (tidak hanya bermain kartu kata) dan pastikan guru dapat memberikan treatment sesuai dengan yang diharapkan oleh peneliti. Selain itu, mengingat pentingnya kemampuan membaca dan kreativitas dikembangkan sejak dini, kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian dengan menggunakan metode dan teknik yang lain.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, R dan Hawadi. 2010. Menguatkan Bakat Anak. Jakarta: PT Grasindo Arikunto, S. 2010. Dasar- dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Bandung, V. 2011. Jurus Rahasia Mengajar Si Kecil Pintar Membaca. Jakarta:

PT Elex Media Komputindo

Buzan, T. 2009. Buku Pintar Mind Map (Edisi terjemahan). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Buzan, T. 2010. Buku Pintar Mind Map untuk anak (Edisi terjemahan). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Carol, S & Wasik, Barbara A. 2006. Early Education: Three, Four, and Five Year Olds Go To School. New Jersey: Pearson Education, Inc

Furqon. 2009. Statistika terapan untuk penelitian. Bandung: Alfa Beta

Hariyanto, A. 2009. Membuat Anak Anda Cepat Pintar Membaca. Jogjakarta: Diva Press

Holis, A. 2009. Belajar melalui bermain untuk mengembangkan kreativitas dan kognitif anak usia dini. Tesis. Bandung: SPs-UPI

Hurlock, E B. 1978. Perkembangan anak (edisi terjemahan). Jakarta: Erlangga Kabanga, T. 2008. Kegiatan pengembangan kemampuan membaca dan menulis

permulaan di TK Katolik Angela Paku dan TK Pertiwi Rantelemo. Tesis. Bandung: Sps-UPI

Kulup, L. 2008. Pembelajaran Membaca Pada Anak Usia Dini. Wahana. Vol. 2 Masitoh. 2002. Model Pembelajaran Berbahasa di TK berdasarkan Pendekatan

Whole Language. Tesis. Bandung: PPs-UPI

Maulani, S. 2007. Penerapan Pendekatan Pengalaman Berbahasa (Language Experience Approuch) dalam upaya meningkatkan kemampuan membaca dini anak taman kanak-kanak. Skripsi. Bandung: SPGTK-UPI

Mediani, K. (2006). Mengajarkan Membaca pada Anak prasekolah. (online) tersedia: Http://www.mail-archive.com/ balita-anda@ balita-anda.com/ msg 104356, html


(5)

Moeslichatoen. 2004. Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Rineka Cipta

Mulyadi. 2009. Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui pembelajaran Kooperatif pada Siswa Kelas I SD. Skripsi: Surakarta: UNSAB

Munandar, U. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta

Musthafa, B. 2007. Emergent Literacy, Pengembangan Bahasa Anak untuk Guru TK Se - DIY . Makalah seminar: Tidak diterbitkan (31 Juli 2007)

Musthafa, B. 2008. Dari Literasi Dini Ke Literasi Teknologi. Jakarta: PT Cahaya Insan Sejahtera

Mutiah, D. 2010. Psikologi bermain anak usia dini. Jakarta: Kencana Pranada Nazir, M. (2009). Metode penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

Olivia, F dan Lita Ariani. 2009. Belajar membaca yang menyenangkan untuk anak usia dini. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Olivia, F. 2008. Gembira Belajar dengan MIND MAPPING. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Patmonodewo, S. 2003. Pendidikan Anak Pasekolah. Jakarta: Rineka Cipta Prasetyono, DS. 2008. Rahasia Mengajarkan Gemar Membaca Pada Anak Usia

Dini. Jogjakarta: Think

Rachmawati, Y dan Euis Kurniati, 2003. Strategi Pengembangan Kreativitas Pada Anak Usia Taman Kanak-kanak. Jakarta: Depdiknas

Rahim, F. 2008. Pengajaran Membaca Di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara Rakhmat, J. Belajar cerdas: Belajar berbasiskan otak. Bandung: Kaifa

Riduwan, 2010. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfa Beta

Ruseffendi, 2003. Dasar- dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang: Unnes Press

Sanjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Goup


(6)

Santi, D. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini. Antara teori dan praktik. Jakarta: PT Indeks

Santrock, J. W. 2002. Life span development: perkembangan masa hidup, edisi kelima, jilid I. Jakarta: Erlangga

Semiawan, C. (1996). Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi: Proyek Pendidikan Tenaga Guru.

Seniati, L, dkk. 2005. Psikologi Eksperimen. Jakarta: PT. INDEKS Sudjana, 2002. Metode statistika. Bandung: PT Tarsito

Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfa Beta Sugiyono, 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfa Beta

Suyanto, S. 2005. Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Hikayat Publishing

Syaodih, E. 2010. Analsis Perkembangan Belajar Anak. Materi perkuliahan, ppt Tampubolon, (1993). Mengembangkan minat dan kebiasaan membaca pada anak.

Bandung: Angkasa

Team Dafa Publishing. 2010. Mengajari Bayi Membaca. Yogyakarta: Dafa Publishing

Wafiqni, N. 2009. Kemampuan membaca dan pembelajaran membaca dini dengan menggunakan metode cantol raudhoh dan metode Bermain Abjad Cara Alifiyah. Tesis. Bandung: SPs-UPI

Windura, S. 2008. Brain management series for learning strategy. Be An Absolute Genius: panduan praktis learn how to learn sesuai cara kerja alami otak. Jakarta: PT Elex Media Komputindo


Dokumen yang terkait

Perencanaan Sistem Drainase Di Kota Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan Riau

5 66 98

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KOGNITIF ANAK MELALUI METODE EKSPERIMEN PADA ANAK KELOMPOK B DI TK Mengembangkan Kemampuan Kognitif Anak Melalui Metode Eksperimen Pada Anak Kelompok B Di TK Aisyiyah 64 Surakarta Tahun Ajaran 2013 / 2014.

0 1 14

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA ANAK DENGAN METODE MIND MAPPING DI KELOMPOK B3 TK ISLAM BAKTI XI SURAKARTA.

0 0 12

UPAYA MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK MELALUI BERMAIN BALOK DI TK NEGERI PEMBINA SRAGEN PADA KELOMPOK B TAHUN UPAYA MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK MELALUI BERMAIN BALOK DI TK NEGERI PEMBINA SRAGEN PADA KELOMPOK B TAHUN PELAJARANAN 2010/2011.

0 0 16

PENDAHULUAN UPAYA MENINGKATKAN KREATIVITAS ANAK MELALUI BERMAIN BALOK DI TK NEGERI PEMBINA SRAGEN PADA KELOMPOK B TAHUN PELAJARANAN 2010/2011.

0 0 9

EFEKTIVITAS MEDIA DADU HURUF DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK : Kuasi Eksperimen di Kelompok B TK Negeri Centeh Bandung.

0 0 92

IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN BUDI PEKERTI PADA ANAK USIA DINI DI KELOMPOK B TK NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA.

0 21 163

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI PENGGUNAAN MEDIA PAPAN FLANEL PADA ANAK KELOMPOK B TK NEGERI PEMBINA KECAMATAN TAMAN KOTA MADIUN Turina Dyah Puspitorini TK NEGERI PEMBINA

0 4 11

PENERAPAN METODE ROLE PLAYING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERCERITA ANAK USIA DINI KELOMPOK B PADA TK PEMBINA CAWAS

3 2 92

Strategi Pemberdayaan Kaum Pedagang Perempuan di Pasar Baru Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau

0 0 13