EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK MELALUI TEKNIK BERCERITA UNTUK MENGEMBANGKAN KARAKTER SISWA.

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……… I

KATA PENGANTAR……….. Ii

UCAPAN TERIMA KASIH……… Iv

DAFTAR ISI ……… vii

DAFTAR TABEL………. X DAFTAR GAMBAR ………... xi

DAFTAR GRAFIK……….. xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penellitian ………... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ………... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Asumsi Penellitian ... 7

F. Hipotesis Penelitian ... 8

G. Struktur Organisasi Penelitian ... 8

BAB II KONSEP DASAR BIMBINGAN KELOMPOK DAN TEKNIK BERCERITA UNTUK MENGEMBANGKAN KARAKTER SISWA A. Konsep Dasar Karakter ... 10

1. Definisi Karakter ... 10

2. Aspek-aspek Karakter ... 12

3. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam Karakter ... 13

4. Prinsip-prinsip Pengembangan Karakter ... 13

5. Strategi Pengembangan Karakter ... 14

B. Layanan Bimbingan Kelompok sebagai Strategi Pengembangan Karakter ... 17

1. Definisi Bimbingan Kelompok ... 17

2. Tujuan Bimbingan Kelompok ... 18

3. Tahapan Bimbingan Kelompok ... 19

4. Fungsi Bimbingan Kelompok ... 21

5. Azas Bimbingan Kelompok ... 22

6. Keuntungan Menyelanggarakan Bimbingan Kelompok ... 22

C. Teknik Bercerita sebagai Intervensi Pengembangan Karakter ………... 23

1. Definisi Bercerita ... 23

2. Langkah-langkah Bercerita ... 24

3. Manfaat Bercerita ... 27

4. Macam-macam Bercerita ... 27

5. Identifikasi Cerita dalam Bercerita... 29 6. Urgensi Teknik Bercerita dalam Layanan Bimbingan


(2)

D. Hasli Penelitian Terdahulu yang Relevan ...………. 32

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 34

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 34

C. Definisi Operasional Variabel .. ... 35

D. Proses Pengembangan Instrumen & Program ... 38

E. Teknik Pengumpulan Data ... 46

F. Analisis Data ... 46

G. Prosedur Penelitian ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 56

1. Profil Karakter Siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung ... 56

a. Profil Pencapaian Aspek Karakter Siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung ... 57

b. Profil Pencapaian Indikator karakter Kelas X SMA PGRI 1 Bandung ... 58

2. Profil Individual Karakter Siswa Kelas X4 SMA PGRI 1 Bandung ... 63

3. Uji Coba Program Bimbingan Kelompok Melalui Teknik Bercerita ... 71

4. Efektivitas Program Bimbingan Kelompok Melalui Teknik Bercerita ... 74

a. Pendahuluan ... 74

b. Proses Pelaksanaan Penelitian ... 75

1) Tindakan Siklus I ... 75

2) Tindakan Siklus II ... 82

3) Tindakan Siklus III ... 91

c. Pelaksanaan Post Test ... 99

d. Evaluasi Akhir ... 100

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 103

1. Profil Karakter Siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung ... 103

2. Analisis Efektivitas Program Bimbingan Kelompok Melalui Teknik Bercerita ... 113

3. Batasan Penelitian ... 126

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 127


(3)

DAFTAR PUSTAKA ... 130 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Pengungkap Karakter Siswa (IPKS)... 38

Tabel 3.2 Pola Skor Alternatif Respon Model Summated Ratings (Likert) pada (IPKS) ... 39 Tabel 3.3 Hasil Judgement Angket ... 40

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 42

Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Reliabilitas ... 42

Tabel 3.6 Interpretasi Kategori Profil Karakter Siswa ... 44

Tabel 3.7 Interval Skor Profil Karakter Siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung ... 47

Tabel 3.8 Rencana Operasional Program Bimbingan Kelompok melalui Teknik Bercerita untuk Mengembangkan Karakter Siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung ... 52 Tabel 4.1 Profil Individual Karakter Siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung Sebelum Mendapatkan Tindakan ... 63

Tabel 4.2 Analisis Kebutuhan Layanan Bimbingan bagi Siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung yang Memiliki Masalah Karakter ... 69

Tabel 4.3 Rencana Operasional Program Bimbingan Kelompok melalui Teknik Bercerita untuk Mengembangkan Karakter Siswa ... 72 Tabel 4.4 Muatan Cerita dalam Pengembangan Satuan Kegiatan Layanan Bimbingan Kelompok (SKLBK) untuk Mengembangkan Karakter Siswa ... 73 Tabel 4.5 Rangkaian Pertemuan Pelaksanaan Tindakan Siklus I ... 76

Tabel 4.6 Pencapaian Indikator Keberhasilan Siklus I ... 78

Tabel 4.7 Rangkaian Pertemuan Pelaksanaan Tindakan Siklus II ... 84

Tabel 4.8 Pencapaian Indikator Keberhasilan Siklus II ... 86

Tabel 4.9 Rangkaian Pertemuan Pelaksanaan Tindakan Siklus III ... 93

Tabel 4.10 Pencapaian Indikator Keberhasilan Siklus III ... 94

Tabel 4.11 Gambaran Perbedaan Profil Karakter Siswa pada setiap Aspek Sebelum & Setelah mendapatkan Tindakan... 101

Tabel 4.12 Uji Wilcoxon Program Bimbingan Kelompok Melalui Teknik Bercerita untuk Membangun Karakter Siswa ... 103

Tabel 4.13 Profil Individual Karakter Siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung Setelah Mendapatkan Tindakan ... 114

Tabel 4.14 Perbedaan Skor Karakter Siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung Sebelum dan Sesudah Tindakan ... 118


(5)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Profil Karakter Siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung ... 56 Grafik 4.2 Profil Pencapaian Aspek Karakter Siswa SMA PGRI 1 Bandung

... 57 Grafik 4.3 Profil Pencapaian Indikator Karakter Siswa Kelas X SMA PGRI

1 Bandung pada Aspek Pengetahuan Moral ... 59 Grafik 4.4 Profil Pencapaian Indikator Karakter Siswa Kelas X SMA PGRI

1 Bandung pada Aspek Perasaan Moral ... 61 Grafik 4.5 Profil Pencapaian Indikator Karakter Siswa Kelas X SMA


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Desain Penelitian ... 50 Gambar 4.1 Efektivitas Program Bimbingan Kelompok Melalui Teknik

Bercerita untuk Mengembangkan Karakter Siswa ...


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan salah satu unsur yang dapat menciptakan kemajuan peradaban dan kualitas hidup bangsa. Dalam penyelenggaraan pendidikan faktor pembentukan karakter dan kecakapan hidup merupakan hal yang perlu diperhatikan.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II pasal 3, secara eksplisit menguraikan tujuan membangun manusia holistik berbasis karakter dan spiritual sebagai berikut:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pembentukan karakter merupakan kebutuhan asasi dalam proses berbangsa dan bernegara. Dasim, et al. (2011:55) menjelaskan kebijakan pemerintah dalam menetapkan pendidikan karakter sebagi misi pertama dari delapan misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 perlu didukung dan implementasikan oleh berbagai komponen masyarakat sesuai dengan bidangnya masing-masing, termasuk di dalamnya oleh kalangan pendidikan.

Selanjutnya menurut Kartadinata (2010:43) pendidikan karakter harus dikembangkan dalam bingkai utuh Sistem Pendidikan Nasional sebagai rujukan normatif. Proses pendidikan karakter akan melibatkan ragam aspek perkembangan peserta didik, baik kognitif, konatif, afektif, maupun psikomotorik sebagai suatu keutuhan (holistik) dalam konteks kehidupan kultural. Pendidikan karakter adalah pendidikan sepanjang hayat, sebagai proses perkembangan ke arah manusia kaafah. Pendidikan pengembangkan karakter adalah sebuah proses berkelanjutan


(8)

ingin tetap eksis. Pendidikan karakter memerlukan keteladanan dan sentuhan mulai dari sejak dini sampai dewasa. Pembentukan karakter perlu keteladanan, perilaku nyata dalam setting kehidupan otentik dan tidak bisa dibangun secara instan. Oleh karena itu pendidikan karakter harus menjadi sebuah gerakan moral yang bersifat holistik, melibatkan berbagai pihak dan jalur, dan berlangsung dalam setting kehidupan alamiah.

Banyak pakar, filsuf, dan orang-orang bijak yang mengatakan bahwa faktor moral adalah hal utama yang harus dibangun terlebih dahulu agar bisa membangun sebuah masyarakat yang tertib, aman dan sejahtera. Salah satu kewajiban utama yang harus dijalankan oleh para orang tua dan pendidik adalah melestarikan dan mengajarkan nilai-nilai moral kepada anak-anak. Nilai-nilai moral yang ditanamkan akan membentuk karakter yang merupakan fondasi penting bagi terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang beradab dan sejahtera (Megawangi, 2004:1).

Pendidikan merupakan salah satu kunci untuk membangun peradaban bangsa, yang diharapkan tidak hanya mengedepankan aspek kognitif saja, melainkan dimensi kualitas manusia yaitu karakter. Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013 dengan Instrumen Tugas Perkembangan didapatkan aspek perkembangan yang rendah diantaranya yaitu kematangan emosional, penerimaan diri dan pengembangannya, landasan perilaku etis, kematangan hubungan dengan teman sebaya, dan kesadaran tanggung jawab. Kenyataan yang ada dan menjadi permasalahan yakni peserta didik dinilai kurang memiliki kesantunan seperti penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, siswa belum memiliki kesadaran untuk berbuat baik, kurang empati terhadap temannya sendiri, kurang memiliki pengendalian diri, rasa percaya diri, rasa rendah diri dan rasa tanggung jawab individu, membudayanya ketidakjujuran, mencontek ketika ulangan harian atau ujian akhir sekolah, dan pengaruh peer group yang kuat terhadap sikap siswa yang menyimpang. Hal tersebut mengindikasikan bahwa siswa kurang memiliki pembentukan karakter yang kuat.


(9)

Menurut Zuriah (2007:112) kemerosotan akhlak, moral dan etika peserta didik disebabkan gagalnya pendidikan agama di sekolah. Kondisi tersebut tampak dalam batas tertentu, sejak dari jumlah jam yang sangat minim, materi pendidikan agama yang terlalu teoretis, sampai pada pendekatan pendidikan agama yang cenderung bertumpu pada aspek kognisi daripada aspek afeksi dan psikomotorik peserta didik. Berhadapan dengan masalah-masalah seperti ini, pendidikan agama kurang fungsional dalam membentuk karakter peserta didik.

Sekolah telah lama dianggap sebagai lembaga sosial yang memiliki fokus pengembangan intelektual dan moral bagi siswanya. Pengembangan karakter di tingkat sekolah tidak dapat melalaikan dua tugas khas ini. Oleh karena itu, pembentukan karakter di dalam sekolah memiliki sifat bidireksional, yaitu pengembangan kemampuan intelektual dan kemampuan moral. Dua arah pengembangan ini diharapkan menjadi semacam idealisme bagi para siswa agar mereka semakin mampu mengembangkan ketajaman intelektual dan integritas diri sebagai pribadi yang memiliki karakter kuat.

Megawangi (2009:93) menjelaskan pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik siswa agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan kepada siswa adalah nilai-nilai universal yang dijunjung tinggi oleh seluruh agama, tradisi, dan budaya. Nilai-nilai universal harus menjadi perekat bagi seluruh anggota masyarakat walaupun berbeda latar belakang budaya, suku, dan agama.

Pendidikan karakter yang diterapkan dalam lembaga pendidikan menjadi salah satu sarana pembudayaan dan pemanusiaan. Menciptakan sebuah lingkungan hidup yang menghargai hidup manusia, menghargai keutuhan dan keunikan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, serta menghasilkan sosok pribadi yang memiliki kemampuan intelektual dan moral yang seimbang sehingga masyarakat akan menjadi semakin manusiawi.


(10)

proses pembelajaran, manajemen kelas dan sekolah, integrasi materi karakter dalam seluruh aspek kehidupan kelas, kerjasama orang tua dan masyarakat dan sebagainya.

Brooks dan Goble (1997) menjelaskan pendidikan karakter yang secara sistematis diterapkan dalam pendidikan dasar dan menengah merupakan sebuah daya tawar berharga bagi seluruh komunitas. Para siswa mendapatkan keuntungan dengan memperoleh perilaku dan kebiasaan positif yang mampu meningkatkan rasa percaya dalam diri mereka, membuat hidup mereka lebih bahagia dan lebih produktif. Tugas-tugas guru menjadi lebih ringan dan lebih memberikan kepuasan ketika siswa memiliki disiplin yang lebih besar di dalam kelas. Orang tua bergembira ketika anak-anak mereka belajar untuk menjadi lebih sopan, memiliki rasa hormat dan produktif. Para pengelola sekolah akan menyaksikan berbagai macam perbaikan dalam hal disiplin, kehadiran, beasiswa, pengenalan nilai-nilai moral bagi para siswa maupun guru, demikian juga berkurangnya tindakan vandalisme di dalam sekolah.

Berbagai macam persoalan yang telah dipaparkan tidak akan berkurang jika tidak segera memulai proses pembentukan karakter dalam konteks pendidikan, baik secara langsung melalui sistem pembelajaran terpadu yang berbasis karakter maupun penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling di sekolah.

Layanan bimbingan dan konseling sebagai salah satu bagian penting dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah, mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sama dalam membina perkembangan siswa termasuk membangun karakter. Prinsip bimbingan dan konseling adalah “guidance and counseling for all”, artinya individu memiliki hak yang sama dalam mendapatkan layanan bimbingan dan konseling, siapa pun individu itu, dari mana pun individu itu berasal, dan bagaimana pun kondisi individu. Layanan bimbingan dan konseling merupakan upaya untuk membangun karakter siswa.

Bimbingan merupakan suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan agar individu tersebut mampu memahami dirinya, mampu mengarahkan dirinya, dan memiliki nilai-nilai moral


(11)

sehingga bertindak wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Pendidikan karakter sangat baik apabila telah dimulai sejak dini, termasuk dalam wilayah formal, informal, dan nonformal. Pendidikan karakter pada usia ini sangat membutuhkan contoh (sebagai modelling) dan pembiasan dalam kehidupan sehari-hari (sebagai habit). Dalam wilayah pengetahuan dan emosi, pendidikan karakter dapat dilakukan melalui cara-cara yang sesuai DAP (Developmentally Appropriate Practices), seperti bermain, bercerita, bercakap-cakap, dan pengalaman nyata (Arismantoro, 2008)

Bercerita merupakan salah satu jenis permainan yang disarankan oleh Vigotsky bagi anak di samping delapan jenis permainan lainnya, yaitu: membangun balok dan puzzle, membuat peta, membuat pola, bermain dramatik, menulis jurnal, membaca, permainan aktivitas motorik kasar, dan motorik halus. Menurut Vigotsky (Supriatna, 2004:232) bercerita betujuan mengembangkan kemampuan berbahasa, aktivitas, berpikir logis, pengaturan diri, pertimbangan memori yang mendalam, pertimbangan perilaku serta pola umum dan makna cerita.

Tresnawati (2009) menjelaskan bercerita menjadi bagian yang penting dalam aspek perkembangan anak. Saat membaca atau mendengarkan cerita anak akan belajar mengembangkan bahasa, emosi, sosialisasi, kognitif, partisipatif, kebiasaan bekerja dan pengembangan fisik motoriknya.

Priyono (2011) menjelaskan teknik bercerita dalam konteks bimbingan, dipandang sebagai alat dalam mencapai tujuan bimbingan. Melalui bercerita, konselor atau pembimbing memberi pengalaman belajar kepada siswa untuk mencapai tujuan bimbingan yang telah dirancang. Dengan demikian, tujuan dalam penyampaian cerita dirancang untuk mencapai tujuan bimbingan sesuai dengan yang direncanakan. Penggunaan teknik bercerita merupakan kegiatan anak dalam menyimak pembacaan dan penuturan kisah yang terdapat dalam buku cerita anak oleh konselor, dengan diikuti penceritaan kembali (retelling) isi cerita tersebut oleh anak, lalu didiskusikan oleh masing-masing kelompok, kemudian konselor


(12)

dan anak merefleksikan isi cerita agar dapat menjadi contoh dalam kehidupan sehari-hari.

Atas dasar pemikiran tersebut, maka perlu dikaji keefektifan program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Lickona (1992:53) menjelaskan pentingnya tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yakni pengetahuan tentang moral (moral knowing), perasaan/sikap moral (moral feeling/loving) dan perilaku/tindakan moral (moral action).

Batasan masalah penelitiannya yaitu pembahasan konsep mengenai karakter yang dikembangkan melalui moral. Individu yang berkarakter yakni individu yang bermoral atau yang memiliki kualitas moral. Dalam penelitian, moral menjadi komponen penentu dari karakter.

Rumusan masalah penelitian dijabarkan dalam pertanyaan penelitian berikut.

1. Bagaimanakah profil karakter siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung ? 2. Bagaimanakah muatan cerita yang dapat mengembangkan karakter siswa

Kelas X SMA PGRI 1 Bandung ?

3. Bagaimana keefektifan program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian adalah mengetahui keefektifan program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung. Secara khusus penelitian bertujuan untuk mengkaji :


(13)

1. Profil karakter siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung.

2. Muatan cerita yang dapat mengembangkan karakter siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung.

3. Keefektifan program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita dalam mengembangkan karakter siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian adalah sebagai berikut. 1. Bagi konselor

Konselor dapat mengaplikasikan hasil penelitian berupa program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk membangun karakter siswa sebagai salah satu layanan bimbingan dan konseling.

2. Bagi pihak sekolah

Pihak sekolah mendapat bahan acuan untuk mengembangkan program-program kesiswaan yang dapat membangun karakter siswa sehingga tercapai hasil belajar yang optimal. Selain itu pihak sekolah dapat memfasilitasi terlaksananya program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk membangun karakter siswa sebagai salah satu layanan bimbingan dan konseling.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian dapat dijadikan acuan bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti keefektifan program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk membangun karakter siswa pada setiap jenjang pendidikan SD, SMP dan PT, membandingkan gambaran umum tingkat karakter siswa sekolah menengah pertama pada setiap jenjang kelas, jenis kelamin dan tingkat prestasi.

E. Asumsi Penelitian


(14)

1. Pendidikan karakter mengajarkan nilai-nilai tertentu seperti kasih sayang, keadilan, kejujuran, tanggung jawab, dan keberanian dalam mengungkapkan kebenaran (Schopenhauer,1860).

2. Orang yang berkarakter sebagai sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggungjawab, menghormati orang lain dan karakter mulia lainnya (Lickona, 1992).

3. Orang yang berkarakter adalah orang yang menerapkan nilai-nilai baik dalam tindakannya, dan bersumber dari hati yang baik (Ryan & Bohlin, 1999). 4. Membangun karakter yakni dengan menumbuhkan karakter yang merupakan

the habits of mind, heart, and action, yang antara ketiganya (pikiran, hati dan tindakan) saling berhubungan (Bohlin, Farmer & Ryan, 2001).

5. Bercerita merupakan cara untuk menunturkan atau menyampaikan cerita secara lisan kepada orang lain yang dengan cerita tersebut dapat disampaikan pesan-pesan yang baik, dari cerita yang disampaikan juga dapat diambil suatu pelajaran (Priyono, 2011).

6. Untuk membangun karakter siswa diperlukan layanan bimbingan dan konseling yang tepat. Oleh karena itu diperlukan pengujian keefektifan layanan bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa.

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian adalah “program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita efektif untuk mengembangkan karakter siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung”.

G. Struktur Organisasi Penelitian

Skripsi ini terdiri atas lima bab. Sistematika yang digunakan dalam penyusunan skripsi adalah sebagai berikut.


(15)

BAB I Pendahuluan, berisi latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, asumsi, hipotesis, metode penelitian, dan struktur organisasi penelitian.

BAB II Kajian Pustaka. Berisi pemaparan teori-teori yang melandasi penyusunan skripsi mengenai konsep dasar karakter, layanan bimbingan kelompok sebagai strategi pengembangan karakter, teknik bercerita sebagai intervensi pengembangan karakter, dan hasil penelitian terdahulu yang relevan.

BAB III Metode Penelitian, membahas tentang pendekatan penelitian, metode penelitian, desain penelitian, populasi dan sampel penelitian, devinisi operasional variabel, instrumen penelitian, proses pengembangan instrumen dan program, teknik pengumpulan data, analisis data dan prosedur penelitian.

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, terdiri dari hasil penelitian dan pembahasan penelitian.

BAB V Kesimpulan dan Saran, menyajikan penafsiran dan pemaknaan terhadap hasil analisis temuan penelitian serta saran penelitian bagi konselor, pihak sekolah dan peneliti selanjutnya.


(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukannya pencatatan dan analisis data hasil penelitian secara eksak dengan menggunakan perhitungan-perhitungan statistik mengenai tingkat efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk membangun karakter siswa secara nyata dalam bentuk angka sehingga memudahkan proses analisis dan penafsirannya. Dalam penelitian, data utama dari hasil penelitian dengan pendekatan kuantitatif didukung dengan data berdasarkan hasil observasi dari pendekatan kualitatif.

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode penelitian tindakan (action research). Penelitian tindakan dipilih atas dasar pertimbangan mencari solusi dari permasalahan cara untuk mengembangkan karakter siswa dengan pengoptimalan teknik bercerita yang diujicobakan, karena pada metode penelitian tindakan terdapat proses evaluasi dan perbaikan di setiap siklus. Penelitian tindakan bertujuan untuk menggambarkan proses tindakan berupa layanan bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk membangun karakter siswa.

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah siswa Kelas X yang secara administratif terdaftar dan aktif dalam pembelajaran di SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013. Pertimbangan dalam menentukan populasi penelitian di SMA PGRI 1 Bandung adalah sebagai berikut.

a. Siswa/i kelas X adalah siswa yang berada pada usia remaja awal yang mengalami transisi secara fisik dan psikologis.


(17)

b. Siswa/i kelas X adalah siswa yang mengalami perubahan pola sosial (social adjusment) dan perubahan pola sekolah dari sekolah menengah pertama ke sekolah menengah atas.

c. Kelas X SMA PGRI 1 Bandung memiliki tuntutan akademik yang sangat tinggi, kompetitif dan disiplin yang tinggi. Prestasi akademik siswa dapat dicapai apabila siswa dapat membangun karakter yang kuat.

d. SMA PGRI 1 Bandung merupakan salah satu SMA swasta dengan status ekonomi orang tua siswa yang menengah ke bawah dan itu menjadikan siswa mengalami berbagai masalah di sekolah yang berdampak pada pembentukan karakter siswa.

2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang didasarkan tujuan tertentu. Pemilihan sampel berdasarkan:

a. ciri-ciri populasi yaitu siswa yang mengalami gejala-gejala karakter yang lemah; dan

b. kriteria tingkat pembentukan karakter siswa. Subjek penelitian adalah siswa-siswi yang termasuk pada tingkatan karakter yang lemah.

Penentuan sampel penelitian yakni berdasarkan hasil observasi awal dan hasil angket pengungkap karakter siswa dengan mengambil siswa yang memiliki karakter lemah, yang menjadi sampel penelitian sebanyak 16 siswa Kelas X-4 SMA PGRI 1 Bandung. Dasar pertimbangan penetapan jumlah subjek yang akan diberi treatment didasarkan atas gejala masalah yang dihadapi oleh 16 siswa tersebut.

C. Definisi Operasional Variabel 1. Karakter

Karakter didefinisikan sebagai ciri khas siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung dalam menampilkan pengetahuan, perasaan dan perilaku berdasarkan nilai-nilai moral. Pengetahuan ditunjukkan dengan kesadaran, penentuan sudut


(18)

moral. Perasaan ditunjukkan dengan kesadaran akan jati diri, percaya diri, empati, cinta kebenaran, pengendalian diri dan rendah hati. Perilaku ditunjukkan dengan kompetensi, keinginan dan kebiasaan untuk berbuat baik berdasarkan nilai-nilai moral.

Secara operasional yang dimaksud karakter dalam penelitian merupakan skor total dari aspek-aspek dan indikator-indikator berikut.

a. Pengetahuan moral (moral knowing)

Aspek pengetahuan moral terdiri dari indikator berikut.

1) Kesadaran moral merupakan kemampuan siswa dalam memahami pertimbangan moral dan atas dorongan sendiri.

2) Pengetahuan tentang nilai-nilai moral merupakan kemampuan siswa dalam memahami rasional dari adanya nilai moral.

3) Penentuan sudut pandang merupakan kemampuan siswa dalam memilih suatu konsep dari seperangkat pengetahuan yang dimilikinya.

4) Logika moral merupakan kemampuan siswa dalam penalaran dan pertimbangan mengenai sesuatu hal yang benar dan salah.

5) Kemampuan mengambil keputusan merupakan kemampuan siswa dalam menentukan suatu pilihan pemahaman moral dengan berbagai pertimbangan dan konsekuensinya.

6) Pengetahuan diri merupakan kemampuan siswa untuk dapat menilai kekuatan dan kelemahan dirinya baik fisik maupun psikis secara tepat dan objektif. b. Perasaan moral (moral feeling)

Aspek perasaan moral terdiri dari indikator berikut.

1) Kesadaran jati diri merupakan kemampuan siswa dalam merasakan dan menyadari sifat-sifatnya dan segala potensi yang dimiliki.

2) Percaya diri merupakan kemampuan siswa dalam merasakan suatu keyakinan terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan.

3) Empati terhadap derita orang lain merupakan kemampuan siswa dalam memahami pikiran seseorang, dan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.


(19)

4) Cinta kebenaran merupakan kemampuan siswa dalam merasakan kejujuran, tangggung jawab dan peduli terhadap sesama.

5) Pengendalian diri merupakan kemampuan siswa dalam menahan segala tekanan yang menganggu dirinya dengan kesabaran.

6) Rendah hati merupakan kemampuan siswa dalam menyadari segala harkat dan derajatnya.

c. Perilaku moral (moral action)

Aspek perilaku moral terdiri dari indikator berikut.

1) Kompetensi untuk berbuat baik berdasarkan nilai-nilai moral merupakan kemampuan untuk mengubah penilaian dan perasaan moral kedalam tindakan moral.

2) Keinginan berbuat baik berdasarkan nilai-nilai moral merupakan dorongan atau hasrat dari siswa untuk bertindak berdasarkan nilai moral.

3) Kebiasaan berbuat baik berdasarkan nilai-nilai moral merupakan tindakan yang rutin selalu dilakukan siswa berdasarkan nilai moral.

2. Teknik Bercerita

Teknik bercerita merupakan teknik yang dilakukan oleh konselor dengan tujuan untuk membangun karakter siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung dengan cara menunturkan atau menyampaikan cerita secara lisan dan dengan cerita tersebut dapat disampaikan pesan-pesan yang baik, dari cerita yang disampaikan juga dapat diambil suatu pengalaman sehingga siswa memiliki nilai-nilai moral. Langkah-langkah dalam bercerita meliputi yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh konselor untuk merancang rencana layanan bimbingan yang akan disampaikan kepada siswa meliputi identifikasi kebutuhan siswa, menetapkan tujuan/kompetensi yang akan dicapai, menetapkan tema cerita yang akan disampaikan, dan menetapkan teknik dan media yang digunakan dalam bercerita. Tahap pelaksanaan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh konselor untuk menyampaikan cerita kepada siswa sesuai dengan rencana yang telah dipersiapkan meliputi pembukaan, kegiatan inti,


(20)

D. Proses Pengembangan Instrumen dan Program Bimbingan Kelompok melalui Teknik Bercerita untuk Mengembangkan Karakter Siswa

1. Proses Pengembangan Instumen

Angket atau kuesioner dalam penelitian dipergunakan untuk memperoleh data tentang profil karakter siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung. Langkah pertama yaitu dirumuskan kisi-kisi instrumen berdasarkan indikator yang memuat aspek pengetahuan moral, perasaan moral dan perilaku moral. Perumusan kisi-kisi instrumen dapat dilihat pada Tabel 3.1 yakni sebagai berikut.

Tabel 3.1

Kisi-kisi Instrumen Pengungkap Karakter Siswa

Aspek Indikator Sebaran Item

+

Moral Knowing 1. Siswa memiliki kesadaran moral 1,2,3,4,5,6,7,8 8

2. Siswa memiliki pengetahuan tentang nilai moral

9,10,11,12,13, 14,15,16,

8

3. Siswa dapat menentukan sudut pandang 17,18,19,20,21, 5

4. Siswa memiliki logika moral 22,23 2

5. Siswa dapat mengambil keputusan 24,25,26 3

6. Siswa memiliki pengetahuan diri 27,28,29 3

Moral Feeling 1. Siswa memiliki kesadaran akan jati dirinya 31,32,33 3

2. Siswa memiliki kepercayaan diri 34,35,36 3

3. Siswa memiliki empati 37,38,39,40 4

4. Siswa mencintai kebenaran 41,42,43,44 4

5. Siswa dapat mengendalikan diri 45,46,47,48 4

6. Siswa memiliki sikap rendah hati 49,50,51,52,

53,54,55

7 Moral Action 1. Siswa memiliki kompetensi untuk berbuat

baik berdasarkan nilai-nilai moral

56,57,58,59 4

2. Siswa memiliki keinginan untuk berbuat baik berdasarkan nilai-nilai moral

60,61, 2

3. Siswa memiiki kebiasaan untuk berbuat baik berdasarkan nilai-nilai moral

62,63,64,65,66 5

a. Verifikasi Data

Verifikasi data adalah suatu langkah pemeriksaan terhadap data yang diperoleh dalam rangka pengumpulan data, sehingga verifikasi data bertujuan untuk menyeleksi atau memilih data yang memadai untuk diolah.

b. Penskoran


(21)

menyediakan empat alternatif jawaban. Secara sederhana, tiap opsi alternatif respon mengandung arti dan nilai skor dapat dilihat pada Tabel 3.2 yakni sebagai berikut.

Tabel 3.2

Pola Skor Alternatif Respon

Model Summated Ratings (Likert) pada (IPKS) Instrumen Pengungkap Karakter Siswa

Pernyataan

Skor Empat Opsi Alternatif Respons SS S KS TS

Favorable (+) 4 3 2 1

Pada alat ukur, setiap item diasumsikan memiliki nilai 1 - 4 dengan bobot tertentu sebagai berikut.

1) Untuk pilihan jawaban sangat sesuai (SS) memiliki skor 4 pada pernyataan positif atau skor 1 pada pernyataan negatif.

2) Untuk pilihan jawaban sesuai (S) memiliki skor 3 pada pernyataan positif atau skor 2 pada pernyataan negatif.

3) Untuk pilihan jawaban kurang sesuai (KS) memiliki skor 2 pada pernyataan positif atau 3 pada pernyataan negatif.

4) Untuk pilihan jawaban tidak sesuai (TS) memiliki skor 1 pada pernyataan positif dan skor 4 pada pernyataan negatif.

c. Uji Coba Alat Ukur

Kuesioner sebagai alat pengumpul data yang dipergunakan telah melalui beberapa tahap pengujian, sebagai berikut.

1) Uji Kelayakan Instrumen

Uji kelayakan instrumen bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan instrumen dari segi bahasa, konstruk, dan konten. Penimbang dilakukan oleh tiga dosen ahli/dosen dari Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB) untuk mengetahui kelayakan instrumen tersebut. Kelompok panel penilai terdiri dari Dr. Ilfiandra, M.Pd., Dra. Hj. Setiawati, M.Pd., dan H.Nandang Budiman, S.Pd.,M.Si.


(22)

Masukan dari tiga dosen ahli dijadikan landasan dalam penyempurnaan alat pengumpul data yang dibuat. Hasil judgement dari dosen ahli dapat dilihat pada Tabel 3.3 yakni sebagai berikut.

Tabel 3.3

Hasil Judgement Angket

Kesimpulan No Item Jumlah

Memadai 31,32,33,34,35,36,37,38,39,40,41,42,43,44,45,46,47,48,49 ,50,51,52,53,54,55,57,58,59,60,61,62,64,65,66,67,68

36 Revisi 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,2

3,24,25,26,27,28,29,30

30

Buang 56,63 2

Total 66

2) Uji Keterbacaan Item

Sebelum instrumen pengungkap karakter siswa (IPKS) diuji secara empiris, instrumen terlebih dahulu diuji keterbacaan kepada sampel setara yaitu kepada 4 orang siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung, untuk mengukur keterbacaan instrumen. Setelah uji keterbacaan pernyataan-pernyataan yang tidak dipahami kemudian direvisi sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat dimengerti oleh siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung dan kemudian dilakukan uji validitas eksternal.

Berdasarkan hasil uji keterbacaan, responden dapat memahami dengan baik seluruh item pernyataan yang ada baik dari segi bahasa maupun makna yang terkandung dalam pernyataan. Dengan demikian, dapat disimpulkan seluruh item pernyataan dapat digunakan dan mudah dimengerti oleh siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013.

3) Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas dan reliabilitas instrumen dapat diketahui setelah dilakukan uji coba instrumen. Uji coba angket dilaksanakan terhadap siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013. Siswa terlebih dahulu diberikan penjelasan mengenai cara-cara pengisian angket sebelum mengisi angket.


(23)

a) Uji Validitas Item

Pengujian validitas butir yang dilakukan dalam penelitian melibatkan seluruh item yang terdapat dalam angket pengungkap karakter siswa. Uji validitas butir dilakukan untuk mengetahui butir pernyataan yang digunakan merupakan bagian dari kelompok yang diukur.

Pengujian validitas butir item yang dilakukan dalam penelitian adalah dengan mengkorelasikan skor butir dengan skor total. Pengolahan data dalam penelitian dilakukan secara manual. Kegiatan uji validitas butir item dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan dalam penelitian dapat digunakan untuk mengukur apa yang diukur (Sugiyono, 2009:267). Pengujian validitas alat pengumpul data menggunakan rumus korelasi pearson product-moment dengan skor mentah.

Rumus Korelasi Product-Moment

Keterangan :

hitung

r = Koefisien korelasi

xi = Jumlah skor item

yi = Jumlah skor total (seluruh item) n = Jumlah responden

(Arikunto, 2002:245) Pengujian validitas dilakukan terhadap 66 item pernyataan dengan jumlah subjek 165 siswa. Dari 66 item diperoleh 65 item yang valid dan 1 item tidak valid. Hasil uji validitas instrumen dapat dilihat pada Tabel 3.4 yakni sebagai berikut.

  2 2 2 2 . . . . y y n x x n y x xy n r xy


(24)

Tabel 3.4

Hasil Uji Validitas Instrumen

Kesimpulan Item Pernyataan Jumlah

Valid 1,2,3,5,6,7,8,10,11,12,13,14,16,17,18,19,20,21,22,23,24,26,28, 31,32,33,35,36,37,38,39,40,41,42,43,44,45,46,47,48,49,50,51, 53,56,57,58,59,60,61,62,63,64,65,66

65

Tidak valid 30 1

b) Uji Reliabilitas

Reliabilitas instrumen merupakan penunjuk sejauh mana hasil pengukuran dengan menggunakan instrumen tersebut dapat dipercaya. Reliabilitas intrumen ditunjukkan sebagai derajat keajegan (konsistensi) skor yang diperoleh oleh subjek penelitian dengan instrumen yang sama dalam kondisi yang berbeda. Derajat konsistensi diperoleh sebagai proporsi varians skor perolehan subjek.

Metode yang digunakan dalam uji reliabilitas adalah metode Alpha dengan memanfaatkan program Microsoft Office Excel. Hasil uji reliabilitas menunjukan nilai reliabilitas instrumen sebesar 0,89649 dengan tingkat kepercayaan 95%, artinya tingkat korelasi atau derajat keterandalan sangat tinggi, yang menunjukkan bahwa instrumen yang digunakan sudah baik dan dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data. Adapun interpretasi nilai reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 3.5 yakni sebagai berikut.

Tabel 3.5

Interpretasi Nilai Reliabilitas Nilai Keterangan

0,00 – 0,199 derajat keterandalan sangat rendah 0,20 – 0,399 derajat keterandalan rendah

0,40 – 0,599 derajat keterandalan cukup 0,60 – 0,799 derajat keterandalan tinggi

0,80 – 1,00 derajat keterandalan sangat tinggi

(Arikunto, 2006:276) d. Jurnal Kegiatan Harian

Jurnal kegiatan harian adalah instrumen yang digunakan untuk mengungkap apresiasi siswa terhadap proses kegiatan pascaperlakuan pada setiap


(25)

yang harus dicapai dalam setiap sesi kegiatan. Mengingat instrumen ini akan diisi oleh anak setiap selesai kegiatan, maka bentuk instrumen disederhanakan. Instrumen ini berupa daftar isian empat kuadran. Setiap kuadran merefleksikan pandangan siswa dalam memaknai proses kegiatan, yakni: (1) aku adalah; (2) aku punya; (3) aku dapat; dan (4) aku akan.

e. Observasi

Observasi dilakukan untuk mengetahui keadaan siswa dan siswi Kelas X SMA PGRI 1 Bandung serta mencari informasi lain guna dijadikan acuan untuk pelaksanaan penelitian. Selain itu observasi juga bertujuan untuk mengamati perilaku siswa sebagai tahapan dalam action research. Observasi dilakukan oleh observer, yaitu wali kelas dan juga dilakukan oleh peneliti sebagai praktikan selama proses tindakan. Observasi dilakukan dengan cara deskriptif. Melalui observasi yang dilakukan pada saat intervensi diharapkan dapat mengungkap sikap dan perilaku siswa, proses kegiatan yang dilakukan, tingkat partisipasi, proses kegiatan serta kemampuan dan hasil yang diperoleh dari kegiatan.

f. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dilaksanakan dengan melakukan pengamatan terhadap hasil gambar-gambar yang diambil saat pelaksanaan kegiatan penelitian berlangsung.

2. Proses Pengembangan Program Bimbingan Kelompok melalui Teknik Bercerita untuk Mengembangkan Karakter Siswa

Proses pengembangan program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa yakni sebagai berikut; a) perencanaan program meliputi need assessment beradasarkan profil karakter siswa, rancangan program, validasi program, dan revisi program; b) pelaksanaan program meliputi pelaksanaan tindakan siklus I, siklus II, dan Siklus III serta pelaksanaan post-test; dan c) evaluasi program meliputi ruang lingkup komponen proses dan komponen hasil.


(26)

yang dikembangkan, landasan operasional, deskripsi kebutuhan, visi dan misi program, tujuan program, personel, sasaran program, mekanisme program, rancana operasional, pengembangan tema, pengembangan satuan layanan, dan evaluasi. Penilaian dalam satuan kegiatan layanan bimbingan kelompok (SKLBK) diantaranya yaitu tema/topik, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan, strategi/teknik,, media, waktu, langkah layanan meliputi (eksperientasi, identifikasi, analisis, generalisasi, evaluasi dan tindak lanjut), materi layanan, dan sumber rujukan.

a. Uji Validasi Program

Hasil pengolahan data profil karakter siswa yang dijadikan landasan dalam rancangan program bimbingan terlebih dahulu dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu kuat dan lemah. Hasil pengelompokan data berdasarkan kategori dan interpretasinya dapat dilihat pada Tabel 3.6 berikut.

Tabel 3.6

Interpretasi Kategori Profil Karakter Siswa KATEGORI INTERPRETASI

Kuat Siswa pada kategori ini masih berada pada tingkat pembentukan karakter yang optimal pada setiap aspeknya, yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku yang berdasarkan nilai-nilai moral. Dengan kata lain siswa pada kategori ini memiliki pembentukan karakter yang konsisten dan atas dorongan sendiri. Lemah Siswa pada kategori ini masih berada pada tingkat pembentukan

karakter yang kurang optimal pada setiap aspeknya, yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku siswa yang berdasarkan nilai-nilai moral. Dengan kata lain siswa pada kategori ini memiliki pembentukan karakter yang mudah berubah dan mudah dipengaruhi oleh orang lain.

Berdasarkan Tabel 3.6 pemberian layanan difokuskan berdasarkan kualifikasi interpretasi skor ketegori profil karakter siswa.

Uji validasi program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa yakni menggunakan teknik delphi. Teknik delphi yaitu suatu proses pengambilan keputusan mengenai struktur dan konten program,


(27)

yang digunakan untuk memperoleh tanggapan tertulis dan mengumpulkan pendapat dari beberapa pakar atau ahli.

Pengembangan program bimbingan kelompok untuk mengembangkan karakter siswa yang dianalisis yaitu: rumusan judul, penggunaan istilah, sistematika program, rumusan rasional program, rumusan tujuan program, rumusan komponen program, rumusan kompetensi pembentukan karakter, kesesuaian antar komponen program, struktur Satuan Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling (SKLBK), teknik evaluasi, dan rumusan indikator keberhasilan.

Teknik yang digunakan dalam menganalisis kelayakan program, adalah sebagai berikut.

1) Uji rasional program melibatkan pakar bimbingan dan konseling.

2) Uji keterbacaan (readability) program melibatkan guru pembimbing di sekolah.

3) Uji kepraktisan (usebility) progam bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa yang dikembangkan dilakukan dalam diskusi terfokus, membahas: a) kontribusi progam terhadap pencapaian tujuan pendidikan dan tujuan bimbingan dan konseling; b) peluang keterlaksanaan penerapan progam; c) kesesuaian progam dengan kebutuhan siswa; d) kemampuan guru pembimbing untuk menerapkan progam; e) pemahaman pengelola progam; dan f) keterjalinan kerja sama.

Disamping itu pula dilakukan kegiatan diskusi terfokus untuk menganalisis kepraktisan model melibatkan beberapa guru pembimbing di SMA PGRI 1 Bandung.

b. Uji Coba Program

Sesuai dengan kebutuhan layanan bimbingan, maka uji coba program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita, disusun berdasarkan persentase aspek terendah yakni siswa yang memiliki karakter lemah. Pelaksanaan tindakan


(28)

paling diutamakan untuk ditangani meliputi tiga aspek yakni perilaku moral, pengetahuan moral, dan perasaan moral.

Uji coba program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita dapat berubah dan mengalami perbaikan berdasarkan hasil dari siklus sebelumnya. Rancangan program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita yang disusun tidak terlepas dari tahapan serta langkah-langkah pelaksanaan teknik storytelling dalam konteks layanan bimbingan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian yaitu data mengenai profil karakter siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung. Angket yang digunakan adalah angket terstruktur dengan bentuk jawaban tertutup. Responden hanya perlu menjawab pernyataan dengan cara memilih alternatif respon yang telah disediakan.

F. Analisis Data 1. Pengolahan Data

Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran yang jelas mengenai profil karakter siswa yang diperoleh berdasarkan angket yang telah disebar pada siswa kelas X SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013. Data yang diperoleh akan diolah dan menjadi landasan dalam rancangan program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa. Gambaran umum karakteristik sumber data penelitian yaitu profil karakter siswa yang akan dijadikan landasan dalam rancangan program bimbingan terlebih dahulu dilakukan pengelompokan data menjadi dua kategori yaitu kuat dan lemah.

Dengan demikian, interval skor untuk menentukan masing-masing kategori karakter siswa kelas X SMA PGRI 1 Bandung. Interval skor profil karakter siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung dpaat dilihat pada Tabel 3.7 yakni sebagai berikut.


(29)

Tabel 3.7

Interval Skor Profil Karakter Siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung

Rentang Skor Kategori

≥ 162,6 Kuat

≤ 162,5 Lemah

Data yang telah terkumpul disajikan dalam bentuk persentase. Selain itu untuk mengelompokkan sampel atau peserta menggunakan skor ideal. Penentuan kedudukan sampel atau peserta dengan skor ideal yaitu penentuan kedudukan dengan membagi skor karakter siswa yang didapat. Selanjutnya penentuan kedudukan dengan skor ideal ini dilakukan dengan cara pengelompokan atas 2 kategori yakni Kuat (K) dan Lemah (L).

Teknik analisis data dilakukan dengan menjawab pertanyaan penelitian yang telah disusun pada bab sebelumnya, yakni sebagai berikut.

a) Pertanyaan pertama mengenai profil karakter siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung dijawab dengan pengolahan data dilakukan dengan cara mengelompokkan siswa kedalam 2 kategori yaitu Kuat (K) dan Lemah (L). Hal ini bertujuan untuk mengetahui profil karakter siswa.

b) Pertanyaan kedua mengenai muatan cerita yang dapat membangun karakter siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung dijawab dengan cara menyesuaikan muatan cerita dengan tujuan bimbingan, materi dan kondisi sasaran atau siswa yang akan dibimbing sebagai hasil dari penyebaran instrumen pengungkap karakter siswa.

c) Pertanyaan ketiga mengenai keefektifan program bimbingan kelompok melaui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung dijawab dengan uji efektivitas program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita dilakukan dengan menganalisi hasil treatment, yaitu membandingkan skor profil karakter siswa sebelum tindakan (pre-test) dan setelah tindakan (post-pest.)

Pada penelitian ini dilakukan pengujian normalitas sebaran data. Uji normalitas dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa data sampel berasal


(30)

dari populasi yang berdistribusi normal. Pengujian normalitas sebaran data dilakukan dengan cara membandingkan nilai Kolmogorov-Smirnov (K-S) dan Probabilitas dengan nilai signifikannya adalah 0,05. Dengan dasar pengambilan keputusan bahwa: P dari koefesien K-S > 0,05, maka data berdistribusi normal, dan P dari koefesien K-S < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal. Perhitungan dalam pengujian normalitas sebaran data ini menggunakan program SPSS 16.0 for windows. Uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Uji ini menggunakan data yang berskala minimal ordinal.

Selanjutnya untuk mengetahui efektivitas program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita, maka dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang telah dirumuskan. Hipotesis dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut.

Program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita efektif untuk mengembangkan karakter siswa”

Selanjutnya  1 adalah kelompok setelah mengikuti program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita, sedangkan2 adalah kelompok sebelum mengikuti program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita. Hipotesis ini dijabarkan dalam hipotesis statistik sebagai berikut. Ho:  1 = 2

1

H : 1 > 2

Ho: Bimbingan kelompok melalui teknik bercerita tidak efektif untuk membangun karakter siswa.

1

H : Bimbingan kelompok melalui teknik bercerita efektif untuk membangun karakter siswa.

Kriteria pengujiannya adalah Ho ditolak jika Asymp. Sig. (2-tailed) < 0,05. Pengujian Ho menggunakan Uji Wilcoxon dengan bantuan SPSS 16 for windows.


(31)

G. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian mengacu kepada siklus penelitian dengan menggunakan Model Spiral dari Stephen Kemmis dan Mc Tagart (Arikunto, 2006:97). Penelitian tindakan dilaksanakan dalam proses berdaur (cyclical) yang terdiri dari empat tahapan, planning (perencanaan), action (pelaksanaan), observation/evaluation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah-langkah penelitian yang dilaksanakan adalah sebagai berikut.

1. Pendahuluan

Tahap ini merupakan analisis kondisi objektif lapangan di SMA PGRI 1 Bandung. Analisis dilakukan dengan mengamati kondisi lapangan pada saat pelaksanaan observasi awal, meliputi perilaku siswa pada saat proses pembelajaran, kegiatan siswa pada saat istirahat, dan kasus-kasus yang sering ditemukan.

Upaya mengamati kondisi objektif lapangan dilakukan untuk mengetahui perilaku siswa dan siswi yang memiliki karakter yang lemah, dengan cara mengobservasi perilaku siswa, mengidentifikasi masalah lalu mendapatkan fokus dari permasalahannya, menyebarkan instrumen pengungkap karakter siswa, dan wawancara kepada guru bimbingan dan konseling dan guru wali kelas.

Rincian kegiatan yang dilakukan pada tahap awal yakni sebagai berikut. a. Permohonan izin penelitian kepada pihak lembaga yakni SMA PGRI 1

Bandung.

b. Mengamati kondisi siswa selama pelaksanaan observasi melalui kasus-kasus yang ditemukan dan melakukan wawancara kepada guru bimbingan dan konseling, guru wali kelas mengenai perilaku siswa di sekolah.

c. Menganalisis gejala-gejala masalah dari perilaku siswa yang karakternya kurang baik melalui penyebaran instrumen pengungkap karakter siswa. Berdasarkan hasil observasi awal, selanjutnya merencanakan tindakan yang dapat mengembangkan karakter siswa dengan melaksanakan program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita.


(32)

2. Proses Pelaksanan Penelitian

Kegiatan pelaksanaan penelitian dilakukan secara berdaur (siklus) menggunakan prosedur sesuai dengan tahap yang dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart (Arikunto, 2006:97).

Penggunaan pelaksanaan metode di awal pelaksanaan tindakan ditemukan adanya kekurangan, maka perencanaan dan pelaksanaan tindakan perbaikan sesuai dengan model spiral masih bisa dilanjutkan pada siklus selanjutnya sampai tujuan yang diinginkan tercapai. Penelitian menggunakan beberapa siklus atau sampai ditemukan perubahan yang diinginkan pada subjek. Model penelitian tindakan menurut Kemmis dan Mc. Taggart (Arikunto, 2006:97) yang disajikan dalam bagan berikut.

Gambar 3.1 Desain Penelitian

Adapun tahap-tahap penelitian meliputi perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi.

a. Perencanaan Tindakan

Berdasarkan hasil observasi awal, maka selanjutnya merumuskan rancangan tindakan bagi siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung. Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan tindakan adalah sebagai berikut.


(33)

1) Mengidentifikasi siswa yang memiliki masalah perilaku yang kurang sesuai atau karakter yang lemah. Terdapat tiga masalah pokok yang akan diberikan bantuan yaitu pengetahuan tentang moral, perasaan tentang moral dan perilaku yang berdasarkan nilai-nilai moral.

2) Penetapan fokus permasalahan yaitu membangun karakter siswa pada aspek pengetahuan tentang moral, perasaan tentang moral dan perilaku yang berdasarkan nilai-nilai moral. Dalam penelitian upaya untuk membangun karakter siswa melalui penerapan teknik bercerita berdasarkan pada tujuan bimbingan yang telah dirancang. Tujuan yang dirumuskan merupakan tujuan bimbingan yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa, bukan tujuan dari cerita itu sendiri. Teknik bercerita sebagai alat untuk mencapai tujuan bimbingan.

3) Penyusunan rancangan intervensi program untuk membangun karakter siswa melalui layanan bimbingan kelompok dengan teknik bercerita. 4) Dalam program intervensi ditetapkan strategi pemberian bantuan dengan

menentukan jenis dan muatan cerita yang akan diberikan untuk mengembangkan karakter siswa. Muatan dan tema cerita disesuaikan dengan tujuan, materi dan kondisi sasaran atau siswa yang memiliki karakter yang lemah. Cerita yang akan disampaikan diambil dari cerita-cerita yang telah ada, tetapi dimodifikasi dan disesuaikan dengan tujuan kegiatan yang hendak dicapai. Teknik atau media yang digunakan disesuaikan dengan isi cerita, tujuan kegiatan, karakteristik siswa yang memiliki karakter lemah.

5) Persiapan tersebut di atas kemudian disusun secara tertulis dalam bentuk Satuan Kegiatan Layanan Bimbingan Kelompok (SKLBK).

Rencana operasional program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk membangun karakter siswa dapat dilihat pada Tabel 3.8 yakni sebagai berikut.


(34)

Tabel 3.8

Rencana Operasional Program Bimbingan Kelompok melalui Teknik Bercerita untuk Mengembangkan Karakter Siswa Kelas X

SMA PGRI 1 Bandung

No Kegiatan Juli Agustus September Oktober 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Perencanan Program

1

Need assessment berdasarkan profil karakter siswa 2 Rancangan

Program

3 Validasi Program 4 Revisi Program Pelaksanaan Program

1

Pelaksanaan Tindakan Siklus I

a. Wortel, telur & biji kopi. b. Laki-laki

setinggi lutut c. Kura-kura dan

kelinci

2

Pelaksanaan Tindakan Siklus II

a. Sakadang kuya jeung sadakang monyet.

b. Perangkap tikus c. Burung gereja

yang tidak dapat bernyanyi

3

Pelaksanaan

Tindakan Siklus III a. Kisah bebek

buruk rupa b. Paku dipagar 4 Pelaksanaan

Post-Test.


(35)

b. Pelaksanaan Tindakan

Implementasi program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung. Pelaksanaan intervensi dilakukan oleh peneliti sebagai pembimbing yang bertugas melaksanakan pemberian tindakan terhadap siswa yang memiliki karakter yang lemah. Pelaksanaan intervensi didokumentasikan melalui pedoman observasi, jurnal harian, dan studi dokumentasi.

Rincian kegiatan pelaksanaan intervensi dipaparkan sebagai berikut. 1) Pelaksanaan tindakan dimulai dari perencanaan dan tindakan dengan

menggunakan teknik bercerita. Pembukaan, awal pertemuan dengan siswa dan membuka kegiatan yang akan dilaksanakan. Pada saat pembukaan, aktivitas yang dilakukan yaitu: (1) mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok; (2) menciptakan rapport dan memotivasi siswa dalam mengikuti kegiatan dengan menjelaskan kegiatan yang perlu dilakukan dalam kelompok dan cara mendiskusikan isi cerita; (3) mengatur tempat duduk siswa sesuai dengan formasi yang dirancang, bisa dalam bentuk melingkar, setengah lingkaran, bentuk U dan sebagainya; (4) menyiapkan media yang akan digunakan; (5) menggali pengalaman awal siswa terkait dengan materi kegiatan bimbingan yang akan disampaikan melalui bercerita; (6) menyampaikan topik dan tujuan bimbingan serta (7) aturan-aturan yang harus diikuti selama proses bercerita. Kegiatan inti, yaitu menuturkan atau menyampaikan cerita yang telah disiapkan kepada siswa. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan meliputi: (1) vokal, hendaknya memperhatikan suara saat menyampaikan cerita, aspek yang diperhatikan meliputi volume suara, intonasi, warna suara irama dan cara pengucapannya; (2) mimik pantomimik, yaitu peragaan tubuh dan ekspresi wajah saat menyampaikan cerita; (3) pengelolaan kelas, memperhatikan keterlibatan siswa saat bercerita, perhatian yang merata kepada seluruh siswa; (4) penggunaan media disesuaikan dengan teknik cerita yang akan dipilih apakah menggunakan papan flannel, gambar, boneka dsb. Setelah


(36)

memahami materi bimbingan yang disampaikan melalui cerita dan bagaimana sebuah cerita dapat diterapkan dalam perilaku kehidupan di masa yang akan datang.

2) Observasi pelaksanaan teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa.

3) Refleksi berupa pembentukan karakter siswa yang sesuai dengan nilai-nilai moral berdasarkan temuan dalam proses pelaksanaan teknik bercerita. 4) Secara berkelanjutan dilanjutkan pada siklus satu, dua hingga tiga yang

diharapkan dapat ditemukan perubahan perilaku siswa. c. Pengamatan (Observation/Evalution)

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan instrumen observasi yang telah disusun, untuk memperoleh seperangkat data tentang pelaksanaan tindakan, kendala-kendala yang dihadapi, serta data tentang pelaksanaan treatmen. Evaluasi dimaksudkan sebagai evaluasi dari keseluruhan kegiatan layanan bimbingan kelompok melalui teknik bercerita. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan jurnal kegiatan harian setelah pelaksanaan tindakan di setiap siklus untuk melihat perubahan perilaku siswa.

Pengamatan/evaluasi dilakukan dari siklus I hingga siklus III secara terus menerus. Hasil pengamatan ini kemudian didiskusikan antara peneliti dan observer, sehingga menghasilkan refleksi yang berpengaruh pada perencanaan siklus berikutnya.

b. Refleksi (Reflecting)

Refleksi merupakan bagian yang penting untuk memahami proses dan hasil perubahan yang terjadi dari pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan selama penelitian berlangsung sehingga pada siklus berikutnya merupakan revisi dan daur ulang dari siklus sebelumnya yang dapat dijadikan sebagai perenungan untuk melakukan treatmen yang lebih baik.

3. Analisis Hasil

Hasil penelitian yang sudah ada lalu dianalisis secara mendalam. Analisis hasil dan pemaknaan data juga digunakan sebagai umpan balik terhadap intervensi


(37)

yang dilakukan. Analisis yang dilakukan mengenai hambatan yang ditemui pada saat pelaksanaan tindakan, respon siswa, kelebihan dan kekurangan dari teknik storytelling, proses serta hasil tindakan.

4. Kesimpulan

Kesimpulan merupakan pemakanaan terhadap analisis hasil penelitian yang sudah dilakukan dan menjadi evaluasi akhir dari setiap pelaksanaan tindakan.


(38)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis serta pembahasan data empiris penelitian, dapat disimpulkan bahwa tujuan penelitian telah tercapai yakni dengan diperolehnya program bimbingan kelompok melalui tenik bercerita efektif untuk mengembangkan karakter siswa. Selanjutnya secara rinci terdapat beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan hasil penelitian, sebagai berikut.

1. Mayoritas siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013 memiliki pembentukan karakter yang berada pada kategori kuat. Siswa pada kategori ini telah berada pada tingkat pembentukan karakter yang optimal pada setiap aspeknya, yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku yang berdasarkan nilai-nilai moral. Dengan kata lain siswa pada kategori ini memiliki pembentukan karakter yang konsisten dan atas dorongan sendiri.

2. Muatan cerita dalam program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita dapat mengembangkan karakter siswa secara signifikan pada aspek pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral.

3. Program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita efektif untuk mengembangkan karakter siswa.

B. Saran

1. Bagi Konselor

Berdasarkan hasil penelitian dapat dirumuskan beberapa saran bagi konselor dalam melaksanakan program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa. Bagi konselor hendaknya melakukan beberapa hal berikut ini: a) mengembangkan program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1) perencanaan program (need assesment


(39)

berdasarkan profil karakter siswa, rancangan program, validasi program, revisi program); (2) pelaksanaan program (pelaksanaan treatment, pelaksanan post-test); (3) evaluasi program; dan (4) penguatan program untuk tahun berikutnya; b) menggunakan instrumen yang lebih beragam untuk mengungkap profil karakter siswa pada setiap jenjang kelas bagi rancangan program selanjutnya; c) mengaplikasikan hasil penelitian berupa program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa sebagai salah satu layanan bimbingan dan konseling; dan d) melaksanakan kerjasama antar personel sekolah dengan kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru wali kelas, dan guru mata pelajaran pada saat pelaksanaan program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa.

2. Bagi Pihak Sekolah

Secara langsung dalam penelitian pentingnya keterlibatan dari pihak sekolah. Bagi pihak sekolah hendaknya melakukan beberapa hal berikut ini: a) personel sekolah selayaknya saling bekerja sama dalam pelaksanaan program pendidikan karakter di sekolah; dan b) memanfaatkan hasil penelitian yaitu berupa profil karakter siswa sebagai penilaian kebutuhan untuk program pendidikan karakter di sekolah.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian dilakukan sebatas menelaah profil karakter siswa secara umum sehingga penelaahan profil karakter siswa secara mendalam berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi dan menggunakan teknik atau strategi bimbingan dan konseling yang bervariasi masih diperlukan.

Bagai peneliti selanjutnya hendaknya melakukan beberapa hal berikut ini: a) memperdalam kajian teoretis dan analisis mendalam mengenai pengembangan karakter dan teknik bercerita untuk menemukan konsep yang lebih relevan serta sistematis yang didasarkan pada kajian para ahli; b) mengamati perubahan perilaku siswa berdasarkan hasil post-test dan perlu ditindaklanjuti mengingat


(40)

diberikan kepada sampel penelitian yang lebih banyak dan dapat mewakili jumlah populasi penelitian; d) meneliti profil pengembangan karakter siswa dengan pendekatan pembelajaran moral melalui teknik dilema moral; e) meneliti profil pengembangan karakter siswa berdasarkan pendidikan, status sosial-ekonomi, agama dan gender; f) meneliti layanan bimbingan dan konseling yang efektif untuk mengembangkan karakter siswa; dan g) meneliti faktor-faktor determinan yang mempengaruhi pengembangan karakter siswa.


(41)

DAFTAR PUSTAKA .

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. _______. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Arismantoro. (2008). Tinjauan Berbagai Aspek Charachter Building: Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter?. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Asmani, Jamal Ma’mur. (2011). Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Jogjakarta : DIVA Press.

Asri Budiningsih, (2004). Pembelajaran Moral : Berpijak pada Karaktersitik Siswa dan Budayanya. Jakarta: Rineka Cipta.

Bohlin, Farmer & Ryan. (2001). Building Character in Schools : A Resource Guide. California : Jossey-Bass.

Brooks, D. & Goble, F. (1997). The Case for Character Education : The Role of School in Teaching Values and Virtue. California :Studio 4.

Cremers, A. (1995). Tahap-tahap Perkembangan Moral. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Dasim, B., Yadi, R., dan Nandang, R. (2011). Membentuk Karakter Mahasiswa Calon Guru melalui Penciptaan Kultur Akademik, Ilmiah, Edukatif, dan Religius. Kerja sama UPI dengan Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Dirjendikti Mendiknas.

Davies, Alison. (2007). Storytelling in the Classroom : Enhancing Traditional Oral Skills for Teachers and Pupils. London: Paul Chapman Publishing. Erwintri. (2012). Bimbingan Kelompok. [Online]. Tersedia di

http://ewintri.wordpress.com/2012/01/02/bimbingan-kelompok/#more-125.

Haven, Kendall. (2000). Super Simple Storytelling : A Can-do Guide for Every Classroom, Every Day. Colorado : Teacher Ideas Press.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2003). Pusat Bahasa Depdiknas. Jakarta : Balai Pustaka.


(42)

Kemendiknas. (2010). Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta : Balitbang Puskurbuk.

Kemendiknas. (2011). Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta : Balitbang Puskurbuk.

Kohlberg, L. (1980). Stages of Moral Development as a Basis of Moral Education. Dalam Mursey, B. (ed). Moral Development, Moral Education, and Kohlberg. Birmingham, Alabama: Religious Education Press.

Lickona, T. (1992). Educating for Character, How Our School Can Teach Respect and Responbility. New York : Bantam Books.

Lickona, T., E. Schaps, and C. Lewis. (2003). Eleven Principles of Effective Character Education. Washington, D.C : Character Education Partnership.

Megawangi, R. (2004) Pendidikan Karakter. Depok: Indonesia Heritage Foundation (IHF).

Megawangi, R. (2009) Pendidikan yang Patut dan Menyenangkan. Penerapan Teori Developmentally Appropriate Practices (DAP). Depok: Indonesia Heritage Foundation (IHF).

Meyer, J. & Bogdan, G. (2001). Our "First Education." In, L. Berry, A Pilgrimage of Color: 2001 National Conference, Social Science Monograph Series. Morehead, KY: Morehead State University, 205-228.

Miler, Eric. (2011). Theories of Story and Storytelling. Universitas New York. Natawijaya, R. (1987). Pendekatan-pendekatan dalam Penyuluhan Kelompok I.

Bandung: Dipenogoro.

Nurihsan, Juntika. (2002). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung: Mutiara.

Nurihsan, Juntika. (2005). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung: Mutiara.

Peterson, C. & Seligman, M.E.P. (2004). Character Strengths and Virtues. Newyork. Oxpord University Press.

Prayitno. (1995). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta Press.


(43)

Prayitno. (2004). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta Press.

Priyono, Rini. (2011). Efektivitas Bimbingan Kelompok dengan Menggunakan Teknik Bercerita untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Anak Korban Bencana Alam (Penelitian Tindakan Terhadap Siswa Kelas V SDN Bronggang Cangkringan Korban Bencana Alam Letusan Gunung Merapi Yogyakarta Tahun 2010). Skripsi PPB FIP UPI. Bandung : Tidak diterbitkan.

Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok : Metode, Teknik dan Aplikasi. Bandung: Rizqi Press.

Ryan & Bohlin. (1999). Building Character in School. San Fransisco : Josey-Bass,1999.

Shara, Marcheline. (2009). Penerapan Teknik Bercerita. [Online].Tersedia:

http://sdn-tilote.blogspot.com/2009/04/penerapan-teknik-cerita-berantai-untuk.html [12 April 2011].

Schopenhauer. (1860). Family Socialization & Academic Achievment. Boston University Press. Journal of Education. Vol 177, Number 1,1995.

Somdani. (2010). Layanan Bimbingan Kelompok melalui Cerita dalam Mengembangkan Budi Pekerti Siswa Sekolah Dasar Negeri 1 Cikopo Kecamatan Bungursari Purwakarta. Tesis Prodi BK SPs UPI. Bandung. Tidak diterbitkan.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Suherman A.S., Uman dan Sudrajat, Dadang. (1998). Evaluasi dan Pengembangan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Publikasi Jurusan PPB FIP UPI.

Suliyono, Joko. (2012). 6 Hari Jago SPSS 17. Yogyakarta : Cakrawala.

Supriatna, Mamat. (2004). Konseling Kelompok. Bandung: Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UPI.

Surya, M. (2012). Revitaliasasi Konseling dalam Membangun Karakter Siswa. Majalah Bimbingan dan Konseling [Media Cetak], Edisi I/Th.I/ISSN:2089-225X/2012, 5.


(44)

Tresnawati, Enyas. (2009). Meningkatkan Keterampilan Menyimak Cerita Dongeng Melalui Tenik Bercerita di Kelas 1 SDN Cibodas II Kecamatan Soreang. Skripsi PGSD FIP UPI. Bandung: Tidak diterbikan.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Wardani. (2009). Hubungan Antara Penerapan Konsep Kepemimpinan dengan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter. Skripsi Jurusan Teknonologi Pendidikan FIP UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Wyne, E.A. (1991). Character and Academics in The Elementary School. In J.S. Benninga (Ed), Moral, Character, and Civic Education In The Elementary School (pp. 139-155). New York : Teachers College Press. Zen, Ella Farida. (2009). Teknik Bercerita dalam Bimbingan dan Konseling.

[Online].Tersedia: http://ellafaridatizen.wordpress.com/2008/05/22/teknik-bercerita-dalam-bimbingan-konseling-seri-5/. [11 Maret 2012].

Zuriah. N, (2007) Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara.


(1)

berdasarkan profil karakter siswa, rancangan program, validasi program, revisi program); (2) pelaksanaan program (pelaksanaan treatment, pelaksanan post-test); (3) evaluasi program; dan (4) penguatan program untuk tahun berikutnya; b) menggunakan instrumen yang lebih beragam untuk mengungkap profil karakter siswa pada setiap jenjang kelas bagi rancangan program selanjutnya; c) mengaplikasikan hasil penelitian berupa program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa sebagai salah satu layanan bimbingan dan konseling; dan d) melaksanakan kerjasama antar personel sekolah dengan kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru wali kelas, dan guru mata pelajaran pada saat pelaksanaan program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa.

2. Bagi Pihak Sekolah

Secara langsung dalam penelitian pentingnya keterlibatan dari pihak sekolah. Bagi pihak sekolah hendaknya melakukan beberapa hal berikut ini: a) personel sekolah selayaknya saling bekerja sama dalam pelaksanaan program pendidikan karakter di sekolah; dan b) memanfaatkan hasil penelitian yaitu berupa profil karakter siswa sebagai penilaian kebutuhan untuk program pendidikan karakter di sekolah.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian dilakukan sebatas menelaah profil karakter siswa secara umum sehingga penelaahan profil karakter siswa secara mendalam berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi dan menggunakan teknik atau strategi bimbingan dan konseling yang bervariasi masih diperlukan.

Bagai peneliti selanjutnya hendaknya melakukan beberapa hal berikut ini: a) memperdalam kajian teoretis dan analisis mendalam mengenai pengembangan karakter dan teknik bercerita untuk menemukan konsep yang lebih relevan serta sistematis yang didasarkan pada kajian para ahli; b) mengamati perubahan perilaku siswa berdasarkan hasil post-test dan perlu ditindaklanjuti mengingat siswa masih labih dalam bertindak; c) pelaksanaan treatment atau tindakan


(2)

diberikan kepada sampel penelitian yang lebih banyak dan dapat mewakili jumlah populasi penelitian; d) meneliti profil pengembangan karakter siswa dengan pendekatan pembelajaran moral melalui teknik dilema moral; e) meneliti profil pengembangan karakter siswa berdasarkan pendidikan, status sosial-ekonomi, agama dan gender; f) meneliti layanan bimbingan dan konseling yang efektif untuk mengembangkan karakter siswa; dan g) meneliti faktor-faktor determinan yang mempengaruhi pengembangan karakter siswa.


(3)

DAFTAR PUSTAKA .

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. _______. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Arismantoro. (2008). Tinjauan Berbagai Aspek Charachter Building: Bagaimana

Mendidik Anak Berkarakter?. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Asmani, Jamal Ma’mur. (2011). Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Jogjakarta : DIVA Press.

Asri Budiningsih, (2004). Pembelajaran Moral : Berpijak pada Karaktersitik

Siswa dan Budayanya. Jakarta: Rineka Cipta.

Bohlin, Farmer & Ryan. (2001). Building Character in Schools : A Resource

Guide. California : Jossey-Bass.

Brooks, D. & Goble, F. (1997). The Case for Character Education : The Role of

School in Teaching Values and Virtue. California :Studio 4.

Cremers, A. (1995). Tahap-tahap Perkembangan Moral. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Dasim, B., Yadi, R., dan Nandang, R. (2011). Membentuk Karakter Mahasiswa

Calon Guru melalui Penciptaan Kultur Akademik, Ilmiah, Edukatif, dan Religius. Kerja sama UPI dengan Direktorat Pendidik dan Tenaga

Kependidikan Dirjendikti Mendiknas.

Davies, Alison. (2007). Storytelling in the Classroom : Enhancing Traditional

Oral Skills for Teachers and Pupils. London: Paul Chapman Publishing.

Erwintri. (2012). Bimbingan Kelompok. [Online]. Tersedia di

http://ewintri.wordpress.com/2012/01/02/bimbingan-kelompok/#more-125.

Haven, Kendall. (2000). Super Simple Storytelling : A Can-do Guide for Every

Classroom, Every Day. Colorado : Teacher Ideas Press.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2003). Pusat Bahasa Depdiknas. Jakarta : Balai Pustaka.

Kartadinata, Sunaryo. (2010). Isu-Isu Pendidikan : Antara Harapan dan


(4)

Kemendiknas. (2010). Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta : Balitbang Puskurbuk.

Kemendiknas. (2011). Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta : Balitbang Puskurbuk.

Kohlberg, L. (1980). Stages of Moral Development as a Basis of Moral

Education. Dalam Mursey, B. (ed). Moral Development, Moral Education, and Kohlberg. Birmingham, Alabama: Religious Education

Press.

Lickona, T. (1992). Educating for Character, How Our School Can Teach

Respect and Responbility. New York : Bantam Books.

Lickona, T., E. Schaps, and C. Lewis. (2003). Eleven Principles of Effective

Character Education. Washington, D.C : Character Education

Partnership.

Megawangi, R. (2004) Pendidikan Karakter. Depok: Indonesia Heritage Foundation (IHF).

Megawangi, R. (2009) Pendidikan yang Patut dan Menyenangkan. Penerapan

Teori Developmentally Appropriate Practices (DAP). Depok: Indonesia

Heritage Foundation (IHF).

Meyer, J. & Bogdan, G. (2001). Our "First Education." In, L. Berry, A Pilgrimage of Color: 2001 National Conference, Social Science Monograph Series. Morehead, KY: Morehead State University, 205-228.

Miler, Eric. (2011). Theories of Story and Storytelling. Universitas New York. Natawijaya, R. (1987). Pendekatan-pendekatan dalam Penyuluhan Kelompok I.

Bandung: Dipenogoro.

Nurihsan, Juntika. (2002). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung: Mutiara.

Nurihsan, Juntika. (2005). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung: Mutiara.

Peterson, C. & Seligman, M.E.P. (2004). Character Strengths and Virtues. Newyork. Oxpord University Press.

Prayitno. (1995). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta Press.


(5)

Prayitno. (2004). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Rineka Cipta Press.

Priyono, Rini. (2011). Efektivitas Bimbingan Kelompok dengan Menggunakan Teknik Bercerita untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Anak Korban Bencana Alam (Penelitian Tindakan Terhadap Siswa Kelas V SDN Bronggang Cangkringan Korban Bencana Alam Letusan Gunung Merapi Yogyakarta Tahun 2010). Skripsi PPB FIP UPI. Bandung : Tidak diterbitkan.

Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok : Metode,

Teknik dan Aplikasi. Bandung: Rizqi Press.

Ryan & Bohlin. (1999). Building Character in School. San Fransisco : Josey-Bass,1999.

Shara, Marcheline. (2009). Penerapan Teknik Bercerita. [Online].Tersedia: http://sdn-tilote.blogspot.com/2009/04/penerapan-teknik-cerita-berantai-untuk.html [12 April 2011].

Schopenhauer. (1860). Family Socialization & Academic Achievment. Boston University Press. Journal of Education. Vol 177, Number 1,1995.

Somdani. (2010). Layanan Bimbingan Kelompok melalui Cerita dalam Mengembangkan Budi Pekerti Siswa Sekolah Dasar Negeri 1 Cikopo Kecamatan Bungursari Purwakarta. Tesis Prodi BK SPs UPI. Bandung. Tidak diterbitkan.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Suherman A.S., Uman dan Sudrajat, Dadang. (1998). Evaluasi dan

Pengembangan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung:

Publikasi Jurusan PPB FIP UPI.

Suliyono, Joko. (2012). 6 Hari Jago SPSS 17. Yogyakarta : Cakrawala.

Supriatna, Mamat. (2004). Konseling Kelompok. Bandung: Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UPI.

Surya, M. (2012). Revitaliasasi Konseling dalam Membangun Karakter Siswa.

Majalah Bimbingan dan Konseling [Media Cetak], Edisi


(6)

Tresnawati, Enyas. (2009). Meningkatkan Keterampilan Menyimak Cerita Dongeng Melalui Tenik Bercerita di Kelas 1 SDN Cibodas II Kecamatan Soreang. Skripsi PGSD FIP UPI. Bandung: Tidak diterbikan.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Wardani. (2009). Hubungan Antara Penerapan Konsep Kepemimpinan dengan Perilaku Siswa dalam Pendidikan Berbasis Karakter. Skripsi Jurusan Teknonologi Pendidikan FIP UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.

Wyne, E.A. (1991). Character and Academics in The Elementary School. In J.S. Benninga (Ed), Moral, Character, and Civic Education In The

Elementary School (pp. 139-155). New York : Teachers College Press.

Zen, Ella Farida. (2009). Teknik Bercerita dalam Bimbingan dan Konseling.

[Online].Tersedia:

http://ellafaridatizen.wordpress.com/2008/05/22/teknik-bercerita-dalam-bimbingan-konseling-seri-5/. [11 Maret 2012].

Zuriah. N, (2007) Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara.