Efektivitas Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Mengembangkan Karakter Hormat Peserta Didik.

(1)

(Studi Pra Eksperimen pada Peserta Didik Kelas X SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh

Niken Dwi Cahyani 0906789

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

Oleh

Niken Dwi Cahyani

Sebuah Skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Niken Dwi Cahyani 2014

Universitas Pendidikan Indonesia Juni 2014

Hak cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

Tahun Ajaran 2013-2014)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH: Pembimbing I

Dr. H. Mamat Supriatna, M.Pd. NIP. 19600829 198703 1 002

Pembimbing II

Dra. Hj. Setiawati, M.Pd. NIP. 19621112 198610 2 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. H. Nandang Rusmana, M.Pd. NIP. 19600501 198603 1 004


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……….. i

UCAPAN TERIMA KASIH………... ii

ABSTRAK………..….. iv

DAFTAR ISI……… v

DAFTAR TABEL………... vii

DAFTAR GRAFIK………... viii

DAFTAR BAGAN………... ix

DAFTAR GAMBAR……… x

BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah………... 6

C. Tujuan Penelitian……….. 7

D. Penjelasan Istilah……….. 7

E. Manfaat Penelitian………...…………. 11

F. Struktur Penulisan………...………….. 12

BAB II KARAKTER HORMAT DAN BIMBINGAN PRIBADI-SOSIAL…… 13

A. Konsep Karakter Hormat……….. 13

B. Konsep Bimbingan Pribadi-Sosial……… 26

C. Asumsi Penelitian………. 34

D. Hipotesis Penelitian………... 34

E. Penelitian Terdahulu………. 35

F. Kerangka Pemikiran………. 37

BAB III METODE PENELITIAN………... 38

A. Lokasi dan Subjek Penelitian……… 38

B. Pendekatan dan Desain Penelitian……… 39


(5)

D. Pengembangan Bimbingan Pribadi-Sosial……… 56

E. Prosedur dan Tahapan Penelitian……….. 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….. 60

A. Hasil Penelitian………. 60

B. Pembahasan……….……..… 83

C. Keterbatasan Penelitian ……… 91

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI…..……….. 92

A. Kesimpulan………... 92

B. Rekomendasi………... 93

DAFTAR PUSTAKA………... 95

DAFTAR LAMPIRAN……… 99 RIWAYAT HIDUP


(6)

Efektivitas Bimbingan Pribadi-Sosial untuk Mengembangkan Karakter Hormat Peserta Didik

(Studi Pra Eksperimen pada Peserta Didik Kelas X SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014)

Niken Dwi Cahyani (0906789)

Pembimbing: Dr. H. Mamat Supriatna, M.Pd. dan Dra. Hj. Setiawati, M.Pd. ABSTRAK: Penelitian bertujuan untuk menghasilkan rumusan bimbingan pribadi-sosial yang efektif untuk mengembangkan karakter hormat peserta didik kelas X SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014. Pendekatan yang digunakan adalah kuantitatif dengan metode pra eksperimen dan desain penelitian One Group Pretest-Posttest Design. Teknik sampling menggunakan purposive sampling. Alat pengungkap data yang digunakan yaitu Instrumen Penelitian Karakter Hormat Peserta Didik SMA dengan bentuk skala sikap. Statistik parametrik digunakan untuk analisis data. Hasil penelitian yaitu: (1) gambaran karakter hormat peserta didik; (2) rumusan bimbingan pribadi-sosial yang layak menurut pakar dan praktisi; dan (3) gambaran efektivitas bimbingan pribadi-sosial untuk mengembangkan karakter hormat peserta didik.

Kata Kunci: Bimbingan Pribadi-Sosial, Karakter Hormat, Peserta Didik SMA.

ABSTRACT: The purpose of this research is to produce an effective personal-social guidance’s formula to develop the student’s character of respect, class of X in SMA PGRI 1 Bandung Academic Year 2013/2014. The approach used quantitative, pre-experimental methods and research design One Group Pretest-Posttest Design. The sampling technique used purposive sampling. The Instrument that used in this research is The Instrumental Research of High School Students Character of Respect which shaped attitude scale. Parametric statistic used in this research to analysis data. The results of the research are: (1) description of student’s character of respect, (2) formulation of the personal-social guidance that appropriate according to the experts and practitioners, and (3) description of effectiveness personal-social guidance’s formula to develop the character of respect students.


(7)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sebuah usaha yang diselenggarakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Lengeveld (Tim MKDP Landasan Pendidikan UPI, 2009: 25) mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap pihak lain yang belum dewasa agar mencapai kedewasaan.

Di dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikemukakan bahwa:

"Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab".

Ketentuan undang-undang tersebut dapat dimaknai bahwa pendidikan nasional mendorong terwujudnya generasi penerus bangsa yang memiliki karakter religius, berakhlak mulia, cendekia, mandiri, dan demokratis (Zuchdi, dkk., 2010). Seiring dengan tujuan pendidikan ini pula, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mulai tahun 2010 mencanangkan pembangunan karakter bangsa dengan empat nilai inti, yaitu jujur, cerdas, tangguh, dan peduli. Gagasan itu diperkuat dalam Kurikulum

2013 (Ya‟kub, 2013) yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan

diantaranya untuk:

1. Memperkuat budaya sekolah melalui pengintegrasian kurikuler, ko-kurikuler, dan ekstrako-kurikuler, serta penguatan peran Guru Bimbingan dan Konseling (BK).

2. Terkait dengan memperkuat NKRI. Melalui kegiatan ekstrakurikuler kepramukaanlah, peserta didik diharapkan mendapat porsi tambahan pendidikan karakter, baik menyangkut nilai-nilai kebangsaan, keagamaan, toleransi dan lainnya.


(8)

Uraian di atas memiliki arti bahwa mengembangkan karakter peserta didik bukan hanya menjadi tugas guru Bimbingan dan Konseling saja, tetapi juga kepala sekolah, wali kelas, guru mata pelajaran, serta staf pendidik lainnya di sekolah memiliki tugas yang sama, bukan hanya untuk meningkatkan kecerdasan intelektual, melainkan untuk mengembangkan karakter mereka seperti yang tertera dalam undang-undang tersebut. Oleh karenanya, kecerdasan tidak boleh dimaknai secara sempit yang berpusat pada kemampuan akademik semata, melainkan kepada kemampuan-kemampuan lainnya.

Upaya untuk mengembangkan kecerdasan genersi penerus bangsa yang sesuai dengan amanah Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ialah dengan mengembangkan kemampuan intrapersonal, interpersonal, dan interaktif pada peserta didik (Supriatna, 2010b). Karakter hormat merupakan salah satu kecerdasan interpersonal menurut Wu (Supriatna, 2010a). Dengan demikian, salah satu cara untuk mengembangkan kecerdasan genersi penerus bangsa tersebut ialah dengan cara mengembangkan karakter hormat peserta didik yang merupakan bagian dari kecerdasan interpersonal.

Menurut Stevenson (2006), hormat merupakan satu dari lima puluh aspek pembentuk karakter individu. Karakter memiliki bagian-bagian khas yang membentuknya menjadi satu kesatuan utuh. Bagian-bagian dari katakter itu diantaranya ialah bertanggung jawab, suka menolong, jujur, serta hormat. Setiap bentuk karakter itu memiliki kekuatan masing-masing dan perlu dilatih untuk memantapkan kepribadian individu. Pandangan tersebut sejalan dengan pendapat Dimerman (2009) yang menyatakan “if our children could somehow get an injection of good character, a lot of the practical details would take care of themselves”. Artinya, jika anak dapat menunjukkan karakter yang baik, maka setiap partikel dari karakter itu akan menjaga mereka. Pengembangan karakter hormat di kalangan peserta didik ini amatlah penting, sehingga keberadaannya terdapat dalam tujuan program Bimbingan dan Konseling komprehensif di sekolah menurut American School Counselor Association (2004) dan menurut Connecticut State Department of


(9)

Education (2008) yang disebut dengan respect self and others” (menghormati diri sendiri dan orang lain). Pengembangan karakter hormat juga merupakan upaya untuk mencapai salah satu kompetensi kemandirian peserta didik yang dikembangkan oleh

Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (2008) yakni „Landasan Perilaku Etis‟. Menurut Lickona (1991), “two universal moral values form the core of a public, teachable morality: respect and responsibility” dalam arti, dua bentuk inti nilai moral secara universal yang harus diajarkan kepada publik adalah karakter hormat dan tanggung jawab. Lickona (1991: 68) juga menyatakan “to educate for

respect… is to educate for character”, untuk mengajarkan rasa hormat ialah dengan

mengajarkan karakter. Sementara itu, Borba (Shwalb & Shwalb, 2006) menyebutkan bahwa karakter hormat merupakan salah satu dari tujuh kebajikan utama (essential virtues) yang membentuk dasar moralitas. Di dalam tujuan program Bimbingan dan Konseling di sekolah yang telah dikembangkan oleh ASCA (2004) dikatakan bahwa

students will acquire the knowledge, attitudes and interpersonal skills to help them

understand and respect self and others”. Artinya, salah satu tujuan program

Bimbingan dan Konseling di sekolah dimaksudkan agar peserta didik memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan interpersonal untuk membantu mereka memahami serta menghormati dirinya dan orang lain. Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Dillon (2003) yang menyatakan: “respect, most generally, has cognitive dimensions (beliefs, acknowledgments, judgments, deliberations, commitments), affective dimensions (emotions, feelings, ways of experiencing things), and conative

dimensions (motivations, dispositions to act and forbear from acting)” dalam arti, karakter hormat memiliki tiga dimensi, yakni: (1) dimensi kognitif yang meliputi keyakinan, pengakuan, penilaian, pertimbangan, dan komitmen; (2) dimensi afektif yang meliputi emosi, perasaan, cara mengekspresikan sesuatu; dan (3) dimensi konatif yang meliputi motivasi, dan kecenderungan untuk bertindak dan menahan diri). Jika peserta didik dibimbing untuk mengembangkan karakter hormat, maka mereka akan mampu menampilkan pengetahuan, perasaan, dan tindakan yang dimanifestasikan dalam bentuk sikap dan perilaku yang baik dalam keseharian yang


(10)

akan dipahaminya sebagai karakter bukan lagi sebagai tuntutan. Oleh karena itu, mengembangkan karakter hormat di kalangan peserta didik memerlukan perhatian khusus dari guru Bimbingan dan Konseling di sekolah guna menciptakan situasi pendidikan yang kondusif.

Pentingnya memiliki karakter homat bagi setiap peserta didik ternyata tidak sesuai dengan kondisi yang terjadi dalam realita. Hafid (2012) menyatakan bahwa:

“Naiknya grafik jumlah kenakalan/kriminalitas remaja setiap tahun menunjukkan permasalahan remaja yang cukup kompleks. Ini tidak hanya diakibatkan oleh satu perilaku menyimpang, tetapi akibat berbagai bentuk pelanggaran terhadap aturan agama, norma masyarakat, atau tata tertib sekolah yang dilakukan remaja.”

Pandangan di atas bermakna bahwa perilaku generasi muda saat ini sudah tidak lagi memperhatikan agama, tata aturan, serta nilai yang berlaku di masyarakat, sehinga diperlukan adanya suatu program di sekolah untuk memberikan pengetahuan-pengetahuan mengenai karakter yang baik bagi peserta didik untuk membentengi mereka dalam bersikap dan bertindak.

Lebih lanjut Hafid (2012) menyatakan bahwa aksi kemerosotan moral remaja lainnya yakni perilaku geng motor. Dilansir dari http://www.radioaustralia.net.au (Hafid, 2012) sebagai berikut.

“Lembaga Pengawas Kepolisian Indonesia (IPW) mencatat ada tiga perilaku buruk geng motor yaitu balapan liar, pengeroyokan dan judi berbentuk taruhan. Tak tanggung-tanggung, menurut data IPW, judi taruhan tersebut berkisar pada Rp 5 sampai 25 juta per sekali balapan liar. IPW juga mencatat aksi brutal yang dilakukan geng motor di Jakarta telah tewaskan sekitar 60 orang setiap tahunnya. Mereka menjadi korban aksi balap liar, perkelahian, maupun korban penyerangan geng motor.”

Fenomena-fenomena di atas menujukkan bahwa karakter hormat di kalangan peserta didik belum sepenuhnya diinternalisasi dan diamalkan, sehingga perilaku-perilaku menyimpang yang tidak sesuai norma dan etika masih terjadi. Menurut Wangid (2010) bukti secara empiris lainnya menunjukkan masih banyak peserta didik yang belum bisa berperilaku secara normatif. Hal ini terjadi antara lain dari sisi peran


(11)

yang semestinya dilakukan oleh seorang konselor sekolah dalam pengembangan aspek pribadi dan sosial peserta didik yang belum maksimal.

Penelitian tentang karakter telah dilakukan oleh beberapa ahli. Satu diantaranya ialah Lesmana (2012). Hasil penelitian Lesmana (2012) tentang pengembangan karakter peserta didik menunjukkan proporsi peserta didik yang berada pada aspek pengetahuan moral dengan kategori kuat sebanyak 138 orang (83,64%), pada aspek perasaan moral sebanyak 137 orang (83,03%), dan pada aspek perilaku berdasarkan nilai moral dengan kategori lemah sebanyak 147 orang (89,09%).

Rekomendasi penelitian Lesmana (2012: 192) itu menyatakan bahwa di sekolah tempat penelitian tersebut masih diperlukan penelitian tentang layanan Bimbingan dan Konseling yang efektif untuk mengembangkan karakter peserta didik. Hal ini sejalan dengan hasil Analisis Tugas Perkembangan dari Inventori Tugas Perkembangan yang disebar kepada 158 peserta didik kelas X di SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013 diketahui bahwa sebanyak 36 orang peserta didik teridentifikasi memiliki tingkat perkembangan yang rendah dari aspek perkembangan landasan perilaku etis. Artinya, sebanyak 22,78% peserta didik kelas X mengalami hambatan untuk berperilaku etis dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, karakter hormat yang merupakan partikel pembentuk karakter individu ini penting untuk dikembangkan agar peserta didik mampu menampilkan perilaku-perilaku yang sesuai dengan etika dalam lingkungan masyarakat.

Fakta empiris dan uraian teoretis yang telah dipaparkan di atas mengindikasikan bahwa mengembangkan karakter hormat di kalangan peserta didik menuntut perhatian besar dengan cara merumuskan serta menyelenggarakan suatu bimbingan yang efektif bagi peserta didik untuk mengembangkan karakter mereka. Bimbingan pribadi-sosial sebagai bagian yang terintegrasi dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah seyogyanya mampu melayani dan membantu peserta didik untuk mencapai perkembangan yang optimal. Oleh karena itu, diadakanlah suatu


(12)

penelitian yang berjudul Efektivitas Bimbingan Pribadi-Sosial untuk Mengembangkan Karakter Hormat Peserta Didik.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Karakter hormat adalah salah satu partikel pembentuk karakter individu.

Lickona (1991: 68) menyatakan “to educate for respect… is to educate for

character”, untuk mengajarkan rasa hormat ialah dengan mengajarkan karakter. Pentingnya mengembangkan karakter hormat di kalangan peserta didik tercantum dalam tujuan program Bimbingan dan Konseling di sekolah yang telah dikembangkan oleh ASCA (2004), Connecticut State Department of Education (2008), dan merupakan kemampuan yang penting diupayakan untuk mencapai salah satu kompetensi kemandirian peserta didik menurut Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (2008). Tujuan pengembangan karakter hormat ialah agar peserta didik memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan interpersonal untuk membantu mereka menghargai dirinya, orang lain, dan alam sekitar yang pengembangannya melibatkan aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan peserta didik.

Tujuan pengembangan karakter hormat telah tercantum dalam program Bimbingan dan Konseling di sekolah, namun kenyataannya peserta didik belum mampu menampilkan karakter hormat secara optimal. Terbukti dalam hasil penelitian Lesmana (2012) di SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013 yang menunjukkan bahwa sebanyak 147 orang peserta didik (89,09%) terkategori lemah pada aspek perilaku berdasarkan nilai moral. Selain itu, diketahui sebanyak 36 siswa (22,78%) dari total sebanyak 158 siswa kelas X di sekolah yang sama pada tahun ajaran yang sama, teridentifikasi memiliki tingkat perkembangan yang rendah dari aspek perkembangan landasan perilaku etis berdasarkan hasil penyebaran Analisis Tugas Perkembangan.

Berangkat dari fenomena yang telah dijabarkan dalam latar belakang masalah di atas, Bimbingan Pribadi-Sosial untuk mengembangkan karakter hormat peserta didik kelas X di SMA PGRI 1 Bandung penting untuk diteliti. Oleh karena itu,


(13)

rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana Bimbingan Pribadi-Sosial yang Efektif untuk Mengembangkan Karakter Hormat Peserta Didik Kelas X di SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014?

Adapun pertanyaan penelitian dalam penelitian ini dijabarkan sebagai berikut. 1. Bagaimana gambaran karakter hormat peserta didik kelas X SMA PGRI 1

Bandung?

2. Bagaimana rumusan bimbingan pribadi-sosial yang layak menurut pakar dan praktisi untuk mengembangkan karakter hormat peserta didik kelas X SMA PGRI 1 Bandung?

3. Bagaimana gambaran efektivitas bimbingan pribadi-sosial dalam mengembangkan karakter hormat peserta didik kelas X SMA PGRI 1 Bandung?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum, tujuan dari penelitian ini ialah untuk menghasilkan Bimbingan Pribadi-Sosial yang Efektif untuk Mengembangkan Karakter Hormat Peserta Didik Kelas X di SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014. Secara khusus, tujuan penelitian ini ialah untuk menghasilkan gambaran tentang:

1. Karakter hormat peserta didik kelas X SMA PGRI 1 Bandung.

2. Rumusan bimbingan pribadi-sosial yang layak menurut pakar dan praktisi untuk mengembangkan karakter hormat peserta didik kelas X SMA PGRI 1 Bandung. 3. Efektivitas bimbingan pribadi-sosial dalam mengembangkan karakter hormat

peserta didik kelas X SMA PGRI 1 Bandung.

D. Penjelasan Istilah

Terdapat dua istilah dalam permasalahan ini, yaitu: (1) karakter hormat dan (2) bimbingan pribadi-sosial.

1. Karakter Hormat

Beberapa ahli menyebut karakter hormat dalam istilah yang berbeda. Langer


(14)

menyebutnya “respect”, Stevenson (2006) menyebutnya “character goal: respectful”, sedangkan Anderson (2013) menyebutnya “character trait: respect”.

Perbedaan-perbedaan istilah itu merujuk pada satu istilah yang sama yakni “karakter hormat”.

Adapun pengertian karakter hormat menurut para ahli ialah sebagai berikut:

a. Lickona (1991) menyatakan “two universal moral values form the core of a public, teachable morality: respect and responsibility” (dua bentuk inti nilai moral secara universal yang harus diajarkan kepada publik adalah karakter hormat dan tanggung jawab). “To educate for respect… is to educate for character”, (untuk mengajarkan rasa hormat ialah dengan mengajarkan karakter). Karakter terdiri atas: (1) moral knowing (moral awareness, knowing moral values, perspective-taking, moral reasoning, decision-making, and self-knowledge); (2) moral feeling (conscience, self-esteem, empathy, loving the good, self-control, and humility); dan (3) moral action (competence, will, and habit). Artinya, mengajarkan karakter hormat sama artinya dengan mengajarkan karakter secara utuh, karena hormat sendiri merupakan inti dari karakter. Di dalamnya juga terdapat tiga hal utama seperti karakter, yaitu: pengetahuan karakter hormat, perasaan karakter hormat, dan tindakan karakter hormat. Dimensi pengetahuan karakter hormat terdiri atas: (1) kesadaran hormat, (2) pengetahuan nilai-nilai hormat, (3) mengambil pemikiran perspektif, (4) memberi alasan hormat, (5) membuat keputusan, dan (6) pengetahuan diri. Dimensi perasaan karakter hormat terdiri atas: (1) kata hati/nurani, (2) penghargaan diri, (3) empati, (4) mencintai kebaikan, (5) pengendalian diri, dan (6) kerendahan hati. Dimensi tindakan karakter hormat terdiri atas: (1) kompetensi, (2) kemauan, dan (3) kebiasaan. b. Popov dkk. (1997: 221) menyatakan “respect is an attitude of honoring people

and caring about their right” (karakter hormat merupakan sikap memuliakan manusia dan mempedulikan hak mereka).

c. Dillon (2003) menyatakan “respect, most generally, has cognitive dimensions (beliefs, acknowledgments, judgments, deliberations, commitments), affective dimensions (emotions, feelings, ways of experiencing things), and conative


(15)

dimensions (motivations, dispositions to act and forbear from acting)” (karakter hormat memiliki tiga dimensi, yakni: (1) dimensi kognitif yang meliputi keyakinan, pengakuan, penilaian, pertimbangan, dan komitmen; (2) dimensi afektif yang meliputi emosi, perasaan, cara mengekspresikan sesuatu; dan (3) dimensi konatif yang meliputi motivasi, dan kecenderungan untuk bertindak dan menahan diri).

Pendapat para ahli di atas menujukkan bahwa karakter hormat melibatkan aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan. Dalam aspek pengetahuan, individu memiliki kesadaran untuk menghargai keunikan diri, orang lain, dan alam sekitar sebagai makhluk ciptaan Tuhan, individu juga mengetahui nilai-nilai moral dalam menghargai alam yang didefinisikan dengan memahami aturan dalam masyarakat, memikirkan tindakan dari berbagai perspektif, memiliki alasan untuk menghargai, dapat membuat keputusan, dan mengenal diri. Dalam aspek perasaan, individu memilki kata hati, penghargaan diri, rasa empati, mencintai kebaikan, memiliki pengendalian diri, dan rendah hati. Dalam aspek tindakan, individu memiliki kompetensi, kemauan, dan kebiasaan untuk menghargai diri, orang lain, dan alam sekitar.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa karakter hormat ialah pengetahuan, perasaan, dan tindakan individu yang ditunjukkan dengan kesadaran, pemahaman, pemikiran-perspektif, alasan, pembuatan-keputusan, pengenalan, kata-hati, penghargaan, empati, mencintai, pengendalian, kerendahan-kata-hati, kompetensi, kemauan, dan kebiasaan menghargai diri sendiri, orang lain, dan alam sekitar.

Secara operasional, karakter hormat dalam penelitian ini ialah sikap peserta didik kelas X di SMA PGRI 1 Bandung terhadap diri, orang lain, dan alam sekitar yang dinyatakan dengan persetujuan atau ketidaksetujuan yang dituangkan dalam pernyataan-pernyataan dari aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan menghargai. Indikator-indikator dari aspek pengetahuan, yaitu: (1) kesadaran, (2) pemahaman, (3) pemikiran- perspektif, (4) alasan, (5) pembuatan-keputusan, dan (6) pengenalan. Indikator-indikator dari aspek perasaan, yaitu: (1) kata-hati, (2) penghargaan,


(16)

(3) empati, (4) mencintai, (5) pengendalian, dan (6) kerendahan-hati. Indikator-indikator dari aspek tindakan, yaitu: (1) kompetensi, (2) kemauan, dan (3) kebiasaan.

2. Bimbingan Pribadi-Sosial

Definisi bimbingan pribadi-sosial menurut para ahli ialah sebagai berikut: a. Bimbingan pribadi-sosial merupakan usaha bimbingan, dalam menghadapi dan

memecahkan masalah pribadi-sosial, seperti penyesuaian diri, menghadapi konflik dan pergaulan (Sukardi, 1993: 11).

b. Bimbingan pribadi sosial adalah bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi pergumulan-pergumulan dalam hatinya sendiri dalam mengatur dirinya sendiri dibidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seks dan sebagainya, serta bimbingan dalam membina hubungan kemanusiaan dengan sesama di berbagai lingkungan (pergaulan sosial) (Winkel & Hastuti, 2006).

c. Bimbingan pribadi-sosial merupakan bimbingan untuk membantu para individu dalam memecahkan masalah-masalah pribadi-sosial… Diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah dirinya. Bimbingan ini merupakan layanan yang mengarah pada pencapaian pribadi yang seimbang dengan memperhatikan keunikan karakteristik pribadi serta ragam permasalahan yang dialami oleh

individu… Diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yang kondusif,

interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan sistem pemahaman diri dan sikap-sikap yang positif, serta keterampilan-keterampilan pribadi-sosial yang tepat (Nurihsan, 2007: 15-16).

Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa esensi dari bimbingan pribadi-sosial adalah usaha bimbingan dalam membantu individu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang bersumber dari dalam maupun luar dirinya dalam hal penyesuaian diri maupun menyelesaikan konflik agar dapat berinteraksi dengan baik di lingkungan pergaulan sebagai pribadi yang seimbang,


(17)

yang pelayanannya diselenggarakan dengan cara mengupayakan terciptanya lingkungan kondusif, interaksi yang akrab, mengembangkan pemahaman diri, sikap-sikap positif, dan keterampilan-keterampilan pribadi dan sosial yang tepat.

Secara operasional, bimbingan pribadi-sosial yang dimaksud dalam penelitian ini ialah layanan bimbingan pribadi-sosial yang merupakan bagian dari program bimbingan dan konseling di sekolah. Rumusan bimbingan pribadi-sosial ini dikembangkan berdasarkan gambaran karakter hormat peserta didik kelas X di SMA PGRI 1 Bandung tahun ajaran 2013-2014. Struktur bimbingan pribadi-sosial yang dibuat dalam penelitian ini terdiri atas rasional, deskripsi kebutuhan, sasaran, tujuan, tahapan kegiatan, pengembangan tema, pengembangan satuan kegiatan layanan bimbingan (SKLB), dan evaluasi.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini sedikitnya bermanfaat bagi tataran: (1) teoretis, dan (2) praktis. Manfaat teoretis dari penelitian ini ialah menambah khasanah keilmuan bimbingan dan konseling mengenai keefektifan bimbingan pribadi-sosial dalam mengembangkan karakter hormat peserta didik.

Dalam tataran praktis, penelitian ini bermanfaat bagi: (1) guru bimbingan dan konseling, (2) orang tua dan pendidik, dan (3) jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan serta peneliti selanjutnya.

1. Bagi guru BK, penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan karakter hormat bagi para peserta didik mereka.

2. Bagi orang tua dan pendidik, penelitian ini berguna untuk memperkaya pedoman mengenai upaya mengembangkan karakter hormat bagi remaja dengan berlandaskan pada bimbingan pribadi-sosial.

3. Bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan serta peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat digunakan sebagai umpan balik untuk penelitian selanjutnya, tentang pendekatan bimbingan yang efektif untuk mengembangkan karakter individu.


(18)

F. Struktur Penulisan

Skripsi ini tersusun atas lima bab yang masing-masing bab berisi judul dan sub judul.

Bab I ialah Pendahuluan; yang mencakup latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, penjelasan istilah, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi.

Bab II ialah Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran, dan Hipotesis Penelitian; yang mencakup materi secara teoretik dan mendalam.

Bab III ialah Metode Penelitian; yang berisi penjabaran terperinci mengenai: (1) lokasi dan subjek populasi/sampel penelitian, (2) desain penelitian dan justifikasi dari pemilihan desain, (3) metode penelitian dan justifikasi penggunaan metode penelitian, (4) definisi operasional, (5) instrumen penelitian, (6) proses pengembangan instrumen, (7) teknik pengumpulan data, dan (8) analisis data.

Bab IV ialah Hasil Penelitian dan Pembahasan; yang berisi pemaparan data dan pembahasan data.

Bab V ialah Kesimpulan; yang berisi penafsiran dan pemaknaan hasil analisis temuan penelitian, serta rekomendasi yang ditujukan kepada para pembuat kebijakan, para pengguna hasil penelitian, dan para peneliti berikutnya.


(19)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA PGRI 1 Bandung. Tujuan penelitian di sekolah tersebut ialah untuk mengembangkan karakter hormat di kalangan peserta didik kelas X SMA PGRI 1 Bandung yang dilakukan dengan menyelenggarakan Bimbingan Pribadi-Sosial.

Alasan pemilihan subjek penelitian Kelas X adalah sebagai berikut:

1. Dari sisi psikologis, peserta didik kelas X tergolong sebagai remaja yang tengah mengalami masa transisi dari sekolah menengah pertama menuju sekolah menengah atas, sehingga pada masa ini terjadi perubahan dalam penyesuaian yang menuntut kemampuan peserta didik untuk menghargai lingkungan baru, teman baru, guru baru, serta aturan baru. Lebih penting lagi ialah menghargai diri dalam peran sosial yang baru sebagai siswa sekolah menengah atas.

2. Dalam penerapan Kurikulum 2013, setiap mata pelajaran yang disampaikan dalam proses pembelajaran juga mengandung pendidikan karakter kebangsaan. Oleh karena itu, pengembangan karakter hormat peserta didik kelas X ini diselaraskan dengan kondisi itu agar karakter hormat mereka bisa dikembangkan secara optimal.

Populasi penelitian adalah seluruh peserta didik kelas X SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2013-2014. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 152 orang peserta didik yang terbagi ke dalam 5 kelas. Secara terinci, jumlah peserta didik di setiap kelas ialah sebagai berikut.

Tabel 3.1

Data Peseerta Didik Kelas X di SMA PGRI 1 Bandung

No. Kelas Jumlah

1 X MIA 1 35

2 X MIA 2 33


(20)

No. Kelas Jumlah

4 X IIS 2 29

5 X IIS 3 29

Jumlah 152

Teknik sampling yang digunakan ialah purposive sampling. Purposive sampling ialah teknik sampling yang digunakan atas dasar pertimbangan-pertimbangan tertentu atau tujuan tertentu (Arikunto, 2010: 183). Dalam penelitian ini, anggota sampel ditentukan berdasarkan kategori karakter hormat yang dimilikinya. Sampel penelitian terdiri atas 33 orang peserta didik (21,71%) yang berada pada kategori rendah karakter hormat.

B. Pendekatan dan Desain Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif yakni suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukannya pencataan data hasil penelitian secara nyata dalam bentuk angka-angka. Pendekatan kuantitatif tidak hanya memberikan sebuah cara menghitung angka-angka dalam riset konseling, tetapi lebih dari itu untuk memberikan beberapa batasan dan isu-isu yang muncul dari kuantitas pengalaman manusia (McLeod, 2003).

Metode penelitian yang digunakan ialah pra-eksperimen. Sugiyono (2011) memaparkan bahwa metode pra-eksperimen ialah:

“Suatu metode penelitian yang belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh karena masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel dependen. Hal ini dapat terjadi karena tidak adanya variabel kontrol, dan sampel tidak dipillih secara random.”

Dalam penelitian ini, metode pra-eksperimen yang dimaksud ialah metode yang mengujicobakan bimbingan pribadi-sosial untuk mengembangkan karakter hormat peserta didik kelas X SMA PGRI 1 Bandung tahun ajaran 2013-2014.


(21)

2. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan ialah one group pretest-posttest design (desain satu kelompok subjek). Arikunto (2006) memaparkan bahwa desain satu kelompok subjek adalah:

“Eksperimen yang dilaksanakan pada satu kelompok saja tanpa kelompok kontrol, dengan alasan bahwa pretest memberikan landasan untuk membuat komparasi perubahan yang dialami oleh subjek yang sama sebelum dan sesudah dilaksanakan eksperimen treatment.”

Dalam one group pretest-posttest design, obervasi dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum eksperimen dan sesudah eksperimen (Arikunto, 2006: 85). Observasi yang dilakukan sebelum eksperimen atau sebelum treatment disebut pretest (O1). Treatment merupakan perlakuan yang diberikan, dalam hal ini pelaksanaan layanan bimbingan pribadi-sosial (X). Sedangkan observasi yang dilakukan sesudah eksperimen disebut posttest (O2). Berikut adalah skema model one group pretest-posttest design.

O1 X O2

Arikunto (2006) Keterangan:

O1 = Pretest kepada sampel penelitian sebelum treatment dengan menggunakan instrumen karakter hormat

X = Treatment kepada sampel penelitian dengan menggunakan bimbingan pribadi-sosial yang dipandang layak menurut pakar dan praktisi

O2 = Posttest kepada sampel penelitian setelah treatment dengan menggunakan instrumen karakter hormat

C. Pengembangan Instrumen

1. Definisi Konseptual Karakter Hormat

Beberapa ahli menyebut karakter hormat dalam istilah yang berbeda. Lickona (1991) menyebut karakter hormat dengan istilah “respect”, Langer (1999) menyebutnya “self-respect”, Stevenson (2006) menyebutnya “character goal:


(22)

respectful”, sedangkan Anderson (2013) menyebutnya “character trait: respect”. Perbedaan-perbedaan istilah itu merujuk pada satu istilah yang sama yakni “karakter hormat”. Adapun pengertian karakter hormat menurut para ahli ialah sebagai berikut: a. Cranor (1975) menyatakan “respect is a disposition to take into account the want,

desires, commands, enterprises of others in acting” (karakter hormat ialah kecenderungan untuk mempertimbangkan keinginan, hasrat, perintah, dan usaha dalam bertindak).

b. Lickona (1991) menyatakan “respect means showing regard for the worth of someone or something. It includes respect for self, respect for the right and dignity of all persons, and respect for the environment that sustains all life. Respect is the restraining side of morality; it keeps us from hurting what we ought to value” (karakter hormat berarti menunjukkan penghargaan atas nilai seseorang atau sesuatu. Karakter hormat mencakup menghargai diri sendiri, menghargai hak dan martabat semua orang, dan menghargai lingkungan yang menopang semua kehidupan. Karakter hormat mengendalikan sisi moralitas manusia untuk tidak saling menyakiti).

Menurut Lickona (1991), “two universal moral values form the core of a public, teachable morality: respect and responsibility” dalam arti, dua bentuk inti nilai moral secara universal yang harus diajarkan kepada publik adalah karakter hormat dan tanggung jawab. “To educate for respect… is to educate for character”, untuk mengajarkan rasa hormat dan tanggung jawab ialah dengan mengajarkan karakter. Karakter terdiri atas: (1) moral knowing (moral awareness, knowing moral values, perspective-taking, moral reasoning, decision-making, and self-knowledge); (2) moral feeling (conscience, self-esteem, empathy, loving the good, self-control, and humility); dan (3) moral action (competence, will, and habit). Artinya, mengajarkan karakter hormat sama artinya dengan mengajarkan karakter secara utuh, karena hormat sendiri merupakan inti dari karakter. Di dalamnya juga terdapat tiga hal utama seperti karakter, yaitu: pengetahuan karakter hormat, perasaan karakter hormat, dan tindakan karakter hormat. Dimensi pengetahuan


(23)

karakter hormat terdiri atas: (1) kesadaran hormat, (2) pengetahuan nilai-nilai hormat, (3) mengambil pemikiran perspektif, (4) memberi alasan hormat, (5) membuat keputusan, dan (6) mengenali diri. Dimensi perasaan karakter hormat terdiri atas: (1) kata hati/nurani, (2) penghargaan diri, (3) empati, (4) mencintai kebaikan, (5) pengendalian diri, dan (6) kerendahan hati. Dimensi tindakan karakter hormat terdiri atas: (1) kompetensi, (2) kemauan, dan (3) kebiasaan. c. Popov, dkk. (1997: 221) menyatakan “respect is an attitude of honoring people

and caring about their right” (karakter hormat merupakan sikap memuliakan manusia dan mempedulikan hak mereka).

Menurut Popov, dkk. (1997), hal terpenting dalam karakter hormat ialah menghargai orang yang lebih tua. Sebab, setiap individu pasti mengetahui bahwa orang tua dan guru telah hidup lebih lama dan tentunya menjadi lebih bijak dan mampu mengajarkan banyak hal kepada mereka. Setiap individu juga harus menghargai aturan yang dibuat orang tua dalam keluarga maupun aturan-aturan guru di sekolah dan memahami bahwa aturan-aturan itu dibuat untuk menciptakan lingkungan yang damai dan rapi. Selain itu, untuk menjadi orang yang memiliki karakter hormat artinya ialah individu menghormati dirinya sendiri, dalam arti individu melindungi privasinya jika ada orang lain yang mengganggu atau mengancam, “if anyone violates your right, even if it is an elder, this must be stopped. Every woman, man, and child was created by God, and we all deserve respect” menurutnya, jika seseorang melanggar hak pribadi individu, meskipun yang melanggar lebih tua usianya, harus dihentikan. Sebab, setiap perempuan, laki-laki, dan anak-anak adalah ciptaan Tuhan dan semuanya memiliki hak yang sama untuk dihormati.

d. Dillon (2003) menyatakan “respect, most generally, has cognitive dimensions (beliefs, acknowledgments, judgments, deliberations, commitments), affective dimensions (emotions, feelings, ways of experiencing things), and conative dimensions (motivations, dispositions to act and forbear from acting)” (karakter hormat memiliki tiga dimensi, yakni: (1) dimensi kognitif yang meliputi


(24)

keyakinan, pengakuan, penilaian, pertimbangan, dan komitmen; (2) dimensi afektif yang meliputi emosi, perasaan, cara mengekspresikan sesuatu; dan (3) dimensi konatif yang meliputi motivasi, dan kecenderungan untuk bertindak dan menahan diri).

Menurut Dillon (2003) “respect is generally regarded as having a behavioral component” dalam arti karakter hormat melibatkan komponen perilaku. Dalam menghormati sebuah objek, individu menganggap hal itu sesuai dengan perilaku, pikiran, dan perasaannya. Karakter hormat melibatkan sikap menahan diri dari perlakuan tertentu, atau hanya bertindak dalam cara tertentu yang dianggap layak atau sesuai. Kemudian, karakter hormat menurut Birch (Dillon, 2003) juga melibatkan “pengalaman deontic”, yakni pengalaman bahwa seseorang harus memperhatikan dan merespon dengan tepat.

e. Stevenson (2006: 226) menyatakan, “respectful means honoring and being considerate of others. When you respect someone or something, you appreciate its uniqueness” (karakter hormat berarti memuliakan dan berbaik hati kepada orang lain. Ketika menghormati seseorang atau sesuatu, berarti juga menghargai keunikannya).

Menurut Stevenson (2006) seseorang mungkin bersikap sopan kepada orang lain, tetapi untuk benar-benar menghormati, harus melihat sudut pandang lain dari mereka yang perlu dihargai juga. Kemudian, dalam mempraktikkan karakter hormat, individu juga belajar mengembangkan self-respect (menghormati diri sendiri) sebaik mungkin.

f. Dimerman (2009: 215) menyatakan “real respect means acknowledging the dignity and value of other persons, and spreads to other living things and the planet as a whole” (karakter hormat ialah menunjukkan rasa menghargai kepada orang lain, mengakui martabat dan nilai orang lain, dan menyebar ke makhluk hidup lain dan planet secara keseluruhan).

Kemudian, Dimerman (2009: 214) juga menuliskan “respect stops meaning obedience in the sense of the traditional… the more valid meaning of showing


(25)

regard for another person” yang jika diartikan ialah himbauan untuk berhenti mengartikan karakter hormat sebagai ketaatan dalam persepsi tradisional, akan tetapi lebih tepatnya karakter hormat ialah menunjukkan perhatian/kepedulian kepada orang lain.

g. Anderson (2013) menyatakan “respect is showing high regard for self, others, and property” (karakter hormat berarti menunjukkan penghargaan yang tinggi kepada diri sendiri, orang lain, dan benda-benda lainnya).

Pendapat para ahli di atas menujukkan bahwa karakter hormat melibatkan aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan. Dalam aspek pengetahuan, individu memiliki kesadaran untuk menghargai keunikan diri, orang lain, dan alam sekitar sebagai makhluk ciptaan Tuhan, individu juga mengetahui nilai-nilai moral dalam menghargai alam yang didefinisikan dengan memahami aturan dalam masyarakat, memikirkan tindakan dari berbagai perspektif, memiliki alasan untuk menghargai, dapat membuat keputusan, dan dapat mengenali diri secara utuh. Dalam aspek perasaan, individu memiliki kata hati, penghargaan diri, rasa empati, mencintai kebaikan, memiliki pengendalian diri, dan rendah hati. Dalam aspek tindakan, individu memiliki kompetensi, kemauan, dan kebiasaan untuk menghargai diri, orang lain, dan alam sekitar.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa karakter hormat ialah pengetahuan, perasaan, dan tindakan individu yang ditunjukkan dengan kesadaran, pemahaman, pemikiran-perspektif, alasan, pembuatan-keputusan, pengenalan, kata-hati, penghargaan, empati, mencintai, pengendalian, kerendahan-kata-hati, kompetensi, kemauan, dan kebiasaan menghargai diri sendiri, orang lain, dan alam sekitar.

2. Definisi Operasional Karakter Hormat

Karakter hormat ialah pengetahuan, perasaan, dan tindakan individu yang ditunjukkan dengan kesadaran, pemahaman, perspektif, alasan, keputusan, pengenalan, kata-hati, penghargaan, empati, mencintai, pengendalian,


(26)

kerendahan-hati, kompetensi, kemauan, dan kebiasaan menghargai diri sendiri, orang lain, dan alam sekitar.

Secara operasional, karakter hormat dalam penelitian ini ialah sikap peserta didik kelas X di SMA PGRI 1 Bandung terhadap diri, orang lain, dan alam sekitar yang dinyatakan dengan persetujuan atau ketidaksetujuan yang dituangkan dalam pernyataan-pernyataan dari aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan menghargai. Indikator-indikator dari aspek pengetahuan, yaitu: (1) kesadaran, (2) pemahaman, (3) pemikiran-perspektif, (4) alasan, (5) pembuatan-keputusan, dan (6) pengenalan. Indikator-indikator dari aspek perasaan, yaitu: (1) kata-hati, (2) penghargaan, (3) empati, (4) mencintai, (5) pengendalian, dan (6) kerendahan-hati. Indikator-indikator dari aspek tindakan, yaitu: (1) kompetensi, (2) kemauan, dan (3) kebiasaan.

Konstruk karakter hormat dalam penelitian ini ialah sebagai berikut: a. Aspek pengetahuan, meliputi:

1) Kesadaran, dalam arti kesadaran tentang adanya etika untuk menghargai orang lain;

2) Pemahaman, dalam arti pemahaman untuk menghargai aturan dalam lingkungan;

3) Pemikiran-perspektif, dalam arti memikirkan perilaku berdasarkan sudut pandang orang lain;

4) Alasan, dalam arti memiliki alasan untuk menghargai diri dan orang lain; 5) Pembuatan-keputusan, dalam arti memikirkan perilaku yang mengandung

penghargaan terhadap setiap keputusan yang dibuat; dan 6) Pengenalan, dalam arti mengenal batas-batas kemampuan diri. b. Aspek perasaan, meliputi:

1) Kata-hati, dalam arti menghargai setiap perilaku berdasarkan kata hati; 2) Penghargaan, dalam arti perasaan untuk menghargai diri;

3) Empati, dalam arti merasakan perasaan orang lain seolah berada di posisinya; 4) Mencintai, dalam arti menghargai lingkungan sekitar;


(27)

5) Pengendalian, dalam arti mengendalikan perasaan pribadi untuk menghargai diri dan orang lain; dan

6) Kerendahan-hati, dalam arti memiliki rasa rendah hati terhadap orang lain dan lingkungan.

c. Aspek tindakan, meliputi:

1) Kompetensi, dalam arti menunjukkan kemampuan untuk menghargai diri, lingkungan, dan orang lain.

2) Kemauan, dalam arti menunjukkan keinginannya untuk menghargai nilai-nilai dalam masyarakat; dan

3) Kebiasaan, dalam arti menunjukkan penghargaan terhadap aturan dalam lingkungan.

3. Kisi-kisi Instrumen

Instrumen ini diberi nama Instrumen Penelitian Karakter Hormat Peserta Didik SMA. Tujuannya adalah untuk mendapat gambaran karakter hormat peserta didik kelas X SMA PGRI 1 Bandung.

Kisi-kisi instrumen untuk mengungkap kategori karakter hormat peserta didik dikembangkan berdasarkan definisi operasional. Sebelum uji kelayakan, kisi-kisi instrumen penelitian karakter hormat peserta didik sekolah menengah atas ini ialah sebagai berikut.

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Penelitian Karakter Hormat Peserta Didik Kelas X SMA (Sebelum Uji Kelayakan)

Variabel Aspek Indikator

Item/

Pernyataan

(+) (-)

Karakter

Hormat Pikiran

a. Pilihan 1, 3, 5, 7 2, 4, 6, 8 8

b. Pengetahuan 9, 13, 15, 16 10, 11, 12, 14

8

c. Pemahaman 19, 20, 21, 22

17, 18, 23, 24


(28)

Variabel Aspek Indikator

Item/

Pernyataan

(+) (-)

Perasaan

a. Ekspresi 26, 28, 29, 32

25, 27, 30, 31

8

b. Pengalaman 35, 36, 37, 38

33, 34, 35, 39, 40

8

Tindakan

a. Kepedulian 41, 42, 45, 46

43, 44, 47, 48

8

b. Pertimbangan 50, 54, 55, 56

49, 51, 52, 53

8

c. Keterampilan 58, 59, 60, 61

57, 62, 63, 64

8

Jumlah Item/Pernyataan 64

4. Pedoman Skoring dan Penafsiran

Indikator yang dirumuskan dalam kisi-kisi selanjutnya diturunkan ke dalam butir-butir pernyataan. Butir-butir pernyataan itu memiliki lima alternatif jawaban yang disusun dalam bentuk skala Likert. Skala ini berisikan seperangkat pernyataan yang merupakan pendapat mengenai subjek sikap (Natawidjaja, 1985). Setiap pernyataan memperlihatkan pendapat positif maupun negatif dari masing-masing responden. Kelima alternatif jawaban yang dapat dipilih ialah: (1) “Sangat Setuju” (SS), (2) “Setuju” (S), (3) “Ragu-ragu” (R), (4) “Tidak Setuju” (TS), dan (5) “Sangat Tidak Setuju” (STS).

Setiap jenis jawaban memiliki skor yang berbeda untuk pernyataan positif dan negatif. Berikut ini merupakan kriteria skoring skala sikap mengenai karakter hormat peserta didik.

Tabel 3.3

Pola Skor Opsi Alternatif Respons

Arah dari Pernyataan SS S R TS STS

Positif 4 3 2 1 0


(29)

Skor yang diperoleh selanjutnya diubah dari skor mentah menjadi skor baku (z). Kemudian, data skor dikelompokkan menjadi tiga kategori yakni tinggi, sedang, dan rendah dengan penafsiran sebagai berikut.

Tabel 3.4

Penafsiran Skor Kategori Karakter Hormat Peserta Didik

Kategori Rentang Interpretasi

Tinggi z > 1 Peserta didik mampu menunjukkan penghargaan atas nilai seseorang atau sesuatu yang mencakup kemampuan untuk menghargai diri sendiri, menghargai hak dan martabat orang lain, dan menghargai lingkungan yang menopang semua kehidupan, serta mampu mengendalikan sisi moralitas mereka untuk tidak saling menyakiti. Sedang -1 > z > 1 Peserta didik mampu menunjukkan penghargaan

atas nilai seseorang atau sesuatu namun belum mencakup kemampuannya untuk menghargai diri sendiri, menghargai hak dan martabat orang lain, dan menghargai lingkungan secara optimal, peserta didik juga mampu untuk tidak saling menyakiti namun belum mampu secara optimal mengendalikan sisi moralitas mereka.

Rendah z < -1 Peserta didik belum mampu menunjukkan penghargaan atas nilai seseorang atau sesuatu, dalam arti belum mampu untuk menghargai diri sendiri, menghargai hak dan martabat orang lain, dan menghargai lingkungan yang menopang semua kehidupan, serta belum mampu mengendalikan sisi moralitas mereka untuk tidak saling menyakiti.

5. Uji Kelayakan Instrumen

Instrumen yang telah disusun selanjutnya ditimbang oleh ahli, yaitu dosen dari Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan sebelum diujicobakan. Pada uji kelayakan instrumen, terdapat perubahan yang cukup signifikan dari konstruk instrumen penelitian karakter hormat peserta didik ini. Dari 64 butir pernyataan yang telah disusun, ternyata bentuk kalimat pernyataan-pernyataannya belum memadai untuk mengungkap sikap menghargai dari peserta didik karena konstruknya pun


(30)

belum memadai. Oleh karena itu, dibuat kembali konstruk baru yang lebih memadai. Sehingga, antara penyataan dan definisi operasinal menjadi lebih sinkron. Setelah divalidasi oleh ahli akhirnya terdapat 57 pernyataan yang akan diujicobakan kepada subjek penelitian.

Tabel 3.5

Kisi-kisi Instrumen Penelitian Karakter Hormat Peserta Didik Kelas X SMA (Setelah Uji Kelayakan)

Variabel Aspek Indikator

Item/

Pernyataan

(+) (-)

Karakter Hormat

Pengetahuan

a. Kesadaran 2, 3 1, 4 4

b. Pemahaman 6, 7 5 3

c. Pemikiran-perspektif

18, 26 27 3

d. Alasan 17, 24 19, 23, 28 5

e. Pembuatan-keputusan

- 8, 12, 13, 20

4

f. Pengenalan 21, 22 15 3

Perasaan

a. Kata-hati 9 33, 41 3

b. Penghargaan 11, 16 31 3

c. Empati 14, 32, 34 - 3

d. Mencintai 37 38, 39, 44 4

e. Pengendalian 25, 40, 43 10, 50 5 f. Kerendahan-hati 35, 36, 42,

51

- 4

Tindakan

a. Kompetensi 29, 30, 45, 46

- 4

b. Kemauan 47, 48, 49,

52

- 4

c. Kebiasaan 53, 54, 57 55, 56 5

Jumlah Seluruh Item/Pernyataan 57

Pedoman skoring pada kisi-kisi instrumen setelah uji kelayakan ini memiliki pola skor opsi alternatif respon yang sama seperti ditunjukkan oleh Tabel 3.3 di atas.


(31)

6. Uji Keterbacaan

Uji keterbacaan dilakukan kepada 5 orang peserta didik kelas X di sekolah yang berbeda, yakni di SMA Kartika Siliwangi 2 Bandung. Uji keterbacaan bertujuan untuk mengukur sejauh mana instrumen dapat dipahami oleh peserta didik SMA. Prosedur pelaksanaan uji keterbacaan instrumen ialah dengan mempersilakan peserta didik untuk membaca petunjuk pengerjaan instrumen dan butir-butir pernyataan. Langkah selanjutnya ialah mempersilakan peserta didik untuk bertanya jika ada kalimat atau kata yang tidak dipahami dalam petunjuk dan butir pernyataan.

Hasil dari uji keterbacaan itu ialah: (1) petunjuk pengerjaan instrumen sudah dipahami dan (2) pernyataan pada setiap item mudah dimengerti dan dipahami. Artinya, instrumen penelitian untuk mengembangkan karakter hormat peserta didik SMA ini sudah memadai dan dapat diujicobakan kepada subjek penelitian sesungguhnya, yakni di SMA PGRI 1 Bandung dan dilakukan penghitungan statistik untuk mengetahui validitas dan reliabilitas dari instrumen tersebut.

7. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas item menunjukkan bahwa hasil dari suatu pengukuran menggambarkan segi atau aspek yang diukur (Sukmadinata, 2009). Sugiyono (2011) menyatakan bahwa “suatu instrumen dapat dikatakan valid artinya instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.”

Langkah-langkah pengolahan data untuk menentukan validitas item dilakukan dengan menggunakan program SPSS 20. Pengujian validitas item menggunakan rumus Spearman Brown sehingga tidak memerlukan asumsi normalitas dan linieritas regresi. Semakin tinggi nilai validasi soal, maka hal ini menunjukkan semakin valid instrumen yang akan digunakan. Adapun pengujian validitas item menggunakan rumus sebagai berikut.


(32)

Keterangan:

rxy = koefisien korelasi X dan Y X = skor belahan awal

Y = skor belahan akhir N = jumlah sampel

Berdasarkan pengolahan data, hasil uji validitas item menunjukkan dari 57 butir item/pernyataan instrumen penelitian karakter hormat peserta didik SMA, terdapat 49 butir item yang dinyatakan valid dan 8 butir item yang tidak valid. Berikut ini merupakan item-item pernyataan setelah validasi.

Tabel 3.6

Hasil Uji Validitas Instrumen

Kesimpulan No. Item Jumlah

Valid 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47,

49, 50, 51, 53, 54, 55, 56, 57

49

Tidak Valid 9, 12, 14, 23, 24, 32, 48, 52 8

Total 57

Kedelapan item yang tidak valid itu tidak dipergunakan lagi sebagai alat pengungkap data, sehingga jumlah item yang terpakai dalam instrumen berjumlah 49 item.

Setelah uji validitas, langkah selanjutnya ialah uji reliabilitas. Pengujian reliabilitas instrumen bertujuan untuk melihat tingkat keterandalan atau kemantapan sebuah instrumen. Reliabilitas berkenaan dengan tingkat keajegan atau ketetapan hasil pengukuran (Sukmadinata, 2009). Pengujian reliabilitas alat pengumpul data menggunakan rumus Koefisien Alpha Cronbach dengan rumus berikut.

(Arikunto, 2010) Keterangan :

r 11 = reliabilitas instrumen k = banyaknya butir soal


(33)

∑σ b = jumlah varians butir

σ = varians total

Metode penghitungan koefisien reliabilitas instrumen menggunakan program SPSS 20 dengan metode Alpha. Kriteria untuk mengetahui tingkat reliabilitas menggunakan klasifikasi menurut Arikunto (2006) sebagai berikut.

0.91 − 1.00 Derajat keterandalan sangat tinggi 0.71 − 0.90 Derajat keterandalan tinggi

0.41 − 0.70 Derajat keterandalan sedang 0.21 – 0.40 Derajat keterandalan rendah

< 20 Derajat keterandalan sangat rendah

Berdasarkan hasil perhitungan statistik untuk mengetahui tingkat reliabilitas instrumen diperoleh hasil reliabilitas sebesar 0,728. Sesuai dengan kriteria, reliabilitas instrumen ini berada pada kategori tinggi, artinya instrumen memiliki tingkat keterandalan tinggi untuk dijadikan sebagai alat pengungkap data.

Adapun kisi-kisi instrumen penelitian setelah uji coba ditunjukkan pada Tabel berikut.

Tabel 3.7

Kisi-kisi Instrumen Penelitian Karakter Hormat Peserta Didik Kelas X SMA (Setelah Uji Coba)

Variabel Aspek Indikator

Item/

Pernyataan

(+) (-)

Karakter Hormat

Pengetahuan

a. Kesadaran 2, 3 1, 4 4

b. Pemahaman 6, 7 5 3

c. Permikiran-perspektif

8, 9 10 3

d. Alasan 11 12, 13 3

e. Pembuatan-keputusan

- 14, 15, 16 3

f. Pengetahuan 17, 18 19 3

Perasaan

a. Kata-hati 20, 21 2

b. Penghargaan 22, 23 24 3


(34)

Variabel Aspek Indikator

Item/

Pernyataan

(+) (-)

d. Mencintai 26 27, 28, 29 4

e. Pengendalian 30, 31, 32 33, 34 5 f. Kerendahan-hati 35, 36, 37,

38

- 4

Tindakan

a. Kompetensi 39, 40, 41, 42

- 4

b. Kemauan 43, 44 - 2

c. Kebiasaan 45, 46, 49 47, 48 5

Jumlah Seluruh Item/Pernyataan 49

8. Teknik Analisis Data

Data yang diungkapkan melalui instrumen yang telah disebarkan adalah data tentang gambaran karakter hormat peserta didik. Adapun langkah-langkah yang ditempuh untuk mengolah data yang diperoleh adalah sebagai berikut.

a. Verifikasi Data

Verifikasi data memiliki tujuan untuk menyeleksi data yang dianggap layak untuk diolah. Tahapan verifikasi data yang dilakukan ialah sebagai berikut.

1) Melakukan pengecekan jumlah instrumen,

2) Memberikan nomor urut pada setiap instrumen untuk menghindari kesalahan pada saat melakukan rekapitulasi data,

3) Melakukan tabulasi data, yakni perekapan data yang diperoleh dari responden dengan melakukan penyekoran sesuai tahapan penyekoran yang telah ditetapkan, dan

4) Melakukan penghitungan statistik sesuai dengan analisis yang dibutuhkan.

Dari 152 subjek penelitian yang mengisi instrumen karakter hormat, semuanya dinyatakan layak untuk dilakukan tabulasi data dan penyekoran karena semua subjek mampu mengisi instrumen karakter hormat dengan baik tanpa ada pernyataan yang terlewat.


(35)

b. Penyekoran Data

Penyekoran dilakukan secara sederhana dengan kriteria pemberian skor sebagai berikut.

Tabel 3.8

Kategori Pemberian Skor Alternatif Jawaban

Arah dari Pernyataan Skor Lima Pilihan Alternatif Respon

SS S R TS STS

Positif 4 3 2 1 0

Negatif 0 1 2 3 4

c. Pengolahan Data

Setelah seluruh data terkumpul dan diolah, langkah selanjutnya ialah menganalisis data sebagai bahan acuan dalam menyusun rumusan bimbingan pribadi-sosial untuk mengembangkan karakter hormat peserta didik SMA. Data-data yang diperoleh dari hasil penyebaran instrumen kemudian diolah dengan menetapkan kategori karakter hormat, yakni tingkat tinggi, sedang, atau rendah.

Langkah-langkah dalam menentukan kategori karakter hormat peserta didik dalam tiga tingkatan itu adalah sebagai berikut:

1) Menentukan jumlah skor setiap peserta didik, 2) Menghitung rata-rata skor setiap peserta didik,

3) Menghitung simpangan baku dari keseluruhan skor peserta didik, 4) Mengubah skor mentah menjadi skor baku (z) dengan rumus berikut

z = Xi – X

S (Furqon, 2008: 67). Keterangan:

Xi : Skor total X : Skor rata-rata S : Simpangan baku


(36)

5) Setelah diperoleh jumlah skor baku (z), data dikelompokkan menjadi tiga kategori yakni tinggi, sedang, dan rendah dengan pedoman sebagai berikut.

Tabel 3.9

Pengategorian Karakter Hormat Peserta Didik Kategori Rentang Skor

Tinggi z > 1

Sedang -1 > z > 1

Rendah z < -1

Kedudukan peserta didik dalam tingkat karakter hormat menentukan banyaknya peserta didik yang mendapatkan perlakuan/treatment. Setelah mendapatkan perlakuan, diadakan tes yang bersifat mengukur kembali karakter hormat peserta didik untuk melihat ada atau tidaknya perubahan yang disebut dengan posttest.

Langkah-langkah analisis data pra-eksperimen dengan model pretest posttest design dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Uji hipotesis dengan mencari rata-rata nilai tes awal (pretest) dan rata-rata tes akhir (posttest).

Hipotesis yang diuji adalah:

Ho : µ1 = µ2 Ha : µ1≠ µ2

Ho : rata-rata pretest sama dengan rata-rata posttest Ha : rata-rata pretest tidak sama dengan rata-rata posttest

2) Uji normalitas distribusi skor pretest dan posttest, dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Pengujian normalitas menggunakan program SPSS 20.0 for Windows. Kriteria pengujian normalitas yakni dengan membandingkan nilai signifikansi, yaitu jika nilai Sig > 0.05 maka data berdistribusi normal, dan sebaliknya. Jika nilai Sig < 0.05 maka data tidak berdistribusi normal.


(37)

3) Analisis hasil uji normalitas sebagai prasyarat uji hipotesis dua rata-rata dilakukan untuk menguji signifikansi pada setiap indikator kelas eksperimen dengan bantuan program SPSS 20.0 for Windows. Apabila hasil rekapitulasi pengujian data normal terpenuhi, maka perhitungan menggunakan uji hipotesis dua rata-rata dengan statistik parametrik t-test. Jika normalitas sampel tidak terpenuhi, maka perhitungan menggunakan statistika nonparametrik dengan Uji Mann-Whitney atau U-tes.

D. Pengembangan Bimbingan Pribadi-Sosial 1. Definisi Konseptual Bimbingan Pribadi-Sosial

Bimbingan pribadi-sosial ialah bagian yang terintegrasi dalam penyeleggaraan program pendidikan yang dapat membantu peserta didik dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan secara optimal dan membantu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dialami peserta didik dengan alternatif penyelesaian masalah yang beragam. Bimbingan pribadi-sosial ini merupakan komponen dalam keseluruhan program bimbingan dan konseling di sekolah.

Beberapa ahli telah menyebutkan definisi dari bimbingan pribadi-sosial sebagai berikut.

a. Sukardi (1993: 11) menyatakan bahwa bimbingan pribadi-sosial merupakan usaha bimbingan, dalam menghadapi dan memecahkan masalah pribadi-sosial, seperti penyesuaian diri, menghadapi konflik dan pergaulan.

b. Winkel & Hastuti (2006) menyatakan bahwa bimbingan pribadi sosial adalah bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi pergumulan-pergumulan dalam hatinya sendiri dalam mengatur dirinya sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seks dan sebagainya, serta bimbingan dalam membina hubungan kemanusiaan dengan sesama di berbagai lingkungan (pergaulan sosial).


(38)

c. Nurihsan (2007: 15-16) menyatakan bahwa bimbingan pribadi-sosial merupakan bimbingan untuk membantu para individu dalam memecahkan masalah-masalah pribadi-sosial… Diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah dirinya. Bimbingan ini merupakan layanan yang mengarah pada pencapaian pribadi yang seimbang dengan memperhatikan keunikan karakteristik pribadi serta ragam permasalahan yang dialami oleh individu… Diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan sistem pemahaman diri dan sikap-sikap yang positif, serta keterampilan-keterampilan pribadi-sosial yang tepat.

Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa esensi dari bimbingan pribadi-sosial adalah usaha bimbingan dalam membantu individu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang bersumber dari dalam maupun luar dirinya dalam hal penyesuaian diri maupun menyelesaikan konflik agar dapat berinteraksi dengan baik di lingkungan pergaulan sebagai pribadi yang seimbang, yang pelayanannya diselenggarakan dengan cara mengupayakan terciptanya lingkungan kondusif, interaksi yang akrab, mengembangkan pemahaman diri, sikap-sikap positif, dan keterampilan-keterampilan pribadi dan sosial yang tepat.

2. Definisi Operasional Bimbingan Pribadi-Sosial

Secara operasional, bimbingan pribadi-sosial yang dimaksud dalam penelitian ini ialah layanan bimbingan pribadi-sosial yang merupakan bagian dari program bimbingan dan konseling di sekolah. Bimbingan pribadi-sosial ini dikembangkan berdasarkan gambaran umum karakter hormat peserta didik kelas X di SMA PGRI 1 Bandung tahun ajaran 2013-2014. Struktur bimbingan pribadi-sosial yang dibuat dalam penelitian ini terdiri atas rasional, deskripsi kebutuhan, sasaran, tujuan, tahapan kegiatan, pengembangan tema, pengembangan satuan kegiatan layanan bimbingan (SKLB), dan evaluasi.


(39)

3. Tahapan Bimbingan Pribadi-Sosial

Agar dapat menghasilkan bimbingan pribadi-sosial untuk mengembangkan karakter hormat pada peserta didik yang efektif, dilakukanlah tahapan kegiatan berikut ini.

a. Tahap need assessment tentang karakter hormat peserta didik SMA.

b. Tahap penyusunan rumusan bimbingan pribadi-sosial untuk mengembangkan karakter hormat berdasarkan analisis dari hasil need assessment.

c. Tahap uji kelayakan bimbingan pribadi-sosial kepada pakar dan praktisi lapangan.

d. Tahap pelaksanaan treatment untuk mengembangkan karakter hormat pada peserta didik dengan rumusan bimbingan yang telah disusun.

e. Tahap pelaksanaan posttest untuk memperoleh data mengenai perubahan karakter hormat pada peserta didik setelah dilakukan posttest.

E. Prosedur dan Tahapan Penelitian

Prosedur yang ditempuh dalam penelitian ini ada tiga tahap yaitu: (1) persiapan, (2) pelaksanaan, dan (3) pelaporan.

1. Persiapan

a. Penyusunan proposal penelitian serta melakukan seminar proposal penelitian pada mata kuliah Metode Riset.

b. Pengajuan surat permohonan dosen pembimbing skripsi pada tingkat fakultas. c. Pengajuan permohonan izin penelitian dari Jurusan Psikologi Pendidikan dan

Bimbingan yang memberikan rekomendasi untuk melanjutkan ke tingkat fakultas. Surat izin penelitian yang telah disahkan kemudian disampaikan kepada Kelapa SMA PGRI 1 Bandung.

2. Pelaksanaan

a. Pengembangan instrumen penelitian (meliputi penyusunan kisi-kisi, penimbangan instrumen, uji keterbacaan, merevisi instrumen sesuai hasil


(40)

penimbangan para ahli dan hasil uji keterbacaan, serta penghitungan validitas dan reliabilitas instrumen).

b. Pelaksanaan uji coba instrumen pada seluruh peserta didik kelas X SMA PGRI 1 Bandung tahun ajaran 2013-2014.

c. Penentuan sampel treatment yaitu kelompok peserta didik yang tingkat karakter hormatnya berada pada kategori rendah.

d. Pengembangan rumusan bimbingan pribadi-sosial untuk mengembangkan karakter hormat pada peserta didik berdasarkan hasil analisis data penelitian. e. Pelaksanaan uji coba rumusan bimbingan pribadi-sosial sebagai bagian dari

treatment penelitian.

f. Pelaksanaan posttest untuk menguji efektivitas bimbingan pribadi-sosial untuk mengembangkan karakter hormat di kalangan peserta didik kelas X SMA PGRI 1 Bandung tahun ajaran 2013-2014.

3. Pelaporan

Kegiatan ini merupakan tahap akhir dari tahapan-tahapan penelitian. Pada tahap pelaporan, seluruh kegiatan dan hasil penelitian dianalisis dan dilaporkan dalam bentuk karya ilmiah (skripsi) untuk kemudian dipertanggungjawabkan.


(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan

Penelitian tentang Efektivitas Bimbingan Pribadi-Sosial untuk Mengembangkan Karakter Hormat Peserta Didik dengan menggunakan metode pra eksperimen dan memiliki jumlah sampel sebanyak 33 orang peserta didik ini terbukti efektif untuk mengembangkan karakter hormat peserta didik kelas X SMA PGRI 1 Bandung Tahun 2013/2014 dengan rincian sebagai berikut.

1. Gambaran karakter hormat peserta didik kelas X SMA PGRI 1 Bandung Tahun 2013/2014 secara umum berapa pada kategori sedang, dari aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan. Indikator-indikator yang tergolong dalam kategori sedang terdiri dari: (a) pemahaman, (b) pemikiran-perspektif, (c) pembuatan-keputusan, (d) pengenalan, (e) pengendalian, dan (f) kebiasaan.

2. Rumusan bimbingan pribadi-sosial yang layak untuk mengembangkan karakter hormat peserta didik menurut pakar dan praktisi memuat struktur, yaitu: (a) rasional, (b) deskripsi kebutuhan, (c) tujuan, (d) sasaran, (e) tahapan layanan, (f) pengembangan tema yang dioperasionalkan melalui pengembangan Satuan Kegiatan Layanan Bimbingan (SKLB), serta (g) evaluasi dan tindak lanjut. 3. Bimbingan pribadi-sosial terbukti efektif untuk mengembangkan karakter hormat

peserta didik kelas X SMA PGRI 1 Bandung Tahun 2013/2014. Hal ini berbanding lurus dengan peningkatan skor yang signifikan pada aspek-aspek karakter hormat secara umum dan semua indikator yang membangunnya. Indikator-indikator yang menjadi prioritas layanan adalah: (a) pemikiran-perspektif, (b) pembuatan keputusan, (c) pengenalan, (d) empati, dan (e) pengendalian. Namun, indikator-indikator yang mengalami peningkatan paling menonjol tidak hanya indikator yang menjadi prioritas layanan tetapi juga indikator yang bukan menjadi prioritas layanan, yaitu: (a) kesadaran, (b) pemikiran-perspektif, (c) pengendalian, dan (d) kebiasaan. Artinya, dari


(42)

kelima indikator prioritas layanan, hanya ada dua indikator yang betul-betul mengalami peningkatan skor yaitu pemikiran-persepktif dan pengendalian.

B. Rekomendasi

Rekomendasi untuk mengembangkan bimbingan pribadi-sosial ini ditujukan bagi guru bimbingan dan konseling dan peneliti selanjutnya, sebagai berikut.

1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

Berdasarkan hasil penelitian, karakter hormat peserta didik kelas X SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 secara umum berkategori sedang dan bimbingan pribadi-sosial terbukti efektif untuk mengembangkan karakter hormat peserta didik. Sebagai upaya tindak lanjut bimbingan, guru bimbingan dan konseling dapat:

a. Mengaplikasikan bimbingan pribadi-sosial ini sebagai upaya untuk mengembangkan karakter hormat, disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat pencapaian karakter hormat peserta didik.

b. Menggunakan instrumen karakter hormat peserta didik SMA yang telah terbukti reliabel dalam mengungkap karakter hormat peserta didik kelas X.

c. Mengembangkan metode lainnya dalam bimbingan klasikal dan kelompok misalnya dengan metode assertive training (pelatihan ketegasan) atau sosiodrama. d. Memfasilitasi peserta didik untuk meningkatkan karakter hormat dengan strategi

layanan lainnya, misalnya dalam bentuk: (1) kemah dan out bond yang dapat membentuk karakter hormat yang lebih kuat dalam diri peserta didik, dan (2) bimbingan teman sebaya (peer guidance) untuk menguatkan karakter hormat, dengan menunjuk beberapa peserta didik untuk menjadi fasilitator bimbingan pribadi-sosial.


(43)

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Keterbatasan penelitian baik dari segi proses maupun hasil menstimulus peneliti untuk merekomendasikan hal-hal di bawah ini untuk peneliti selanjutnya agar dapat:

a. Mengembangkan populasi penelitian di jenjang kelas selain kelas X untuk membandingkan perbedaan karakter hormat peserta didik kelas X, XI atau XII. b. Menerapkan bimbingan pribadi-sosial untuk mengembangkan karakter hormat di

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau Madrasah Aliyah (MA).

c. Melaksanakan treatment sesuai dengan waktu ideal menurut teori atau pendekatan penelitian yang berlaku agar peningkatan karakter hormat peserta didik dapat lebih maksimal.

d. Mengembangkan penelitian dengan menggunakan pendekaan yang berbeda (kuasi eksperimen atau eksperimen murni).


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2008). Naskah Akademik Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: ABKIN.

Anderson. (2013). Character Education: Character Trait Respect. Tersedia: www.worldofteaching.com/powerpoints/english/Respect.ppt‎. {15 Juli 2013} American School Counselor Association. (2004). ASCA National Standards for

Students. Alexandria, VA: Author.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakartka: Bumi Aksara.

_________. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaplin, J.P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. (Alih bahasa: Kartini Kartono). Jakarta:Grafindo.

Connecticut State Department of Education. (2008). Comprehensive School Counseling: A Guide to Comprehensive School Counseling Program Development. State of Connecticut: State Board of Education.

Cranor, C. (1975). “Toward a Theory of Respect for Persons”. American Philosophical Quarterly. Vol. 12, No. 4 (Oct., 1975), pp. 309-319

Dillon, R.S. (2003). Stanford Encyclopedia of Phylosophy: Respect. [Online]. Tersedia: http://plato.stanford.edu/entries/respect/. {03 Oktober 2011}.

Dimerman, S. (2009). Character is The Key: How to Unlock The Best in Our Children and Ourselves. Ontario: Friesens.


(45)

Furqon. (2008). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IPM SPSS 21 (Edisi 7). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hafid, G. (2012). Kriminalitas Remaja di Sekitar Kita. [Online]. Tersedia: http://hizbut-tahrir.or.id/2012/11/05/kriminalitas-remaja-di-sekitar-kita/. {22 Juli 2013}

Hudson, S.D. (1980). “The Nature of Respect,” Social Theory and Practice 6: 69-90.

Gysbers, N.C. & Henderson, P. (2006). Developing and Managing Your School Guidance and Counseling Program. Fourth Edition. Alexandria: American Counseling Association.

Langer, E.J. (1999). Self-Esteem Vs. Self-Respect. [Online]. Tersedia: http://www.psychologytoday.com/articles/199911/self-esteem-vs-self-respect. 23 September 2013.

Lesmana, A.R. (2012). Efektivitas Bimbingan Kelompok melalui Teknik Bercerita untuk Mengembangkan Karakter Siswa. (Skripsi). Bandung: PPB FIP UPI.

Lickona, T. (1991). Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Book.

McLeod, J. (2003). Doing Counselling Research:Second Edition. England: Sage Pub.

Natawidjaja, R. (1985). Proses Penyusunan Skala Sikap. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan IKIP FIP.

Nurihsan, A.J. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: Refika Aditama.


(46)

Popov, L.K., dkk. (1997). The Family Virtues Guide: Simple Ways to Bring Out the Best in Our Children and Ourselves. New York: A Plume Book.

Puspita, R. (2007). Program Bimbingan Pribadi-Sosial untuk mengembangkan Kecerdasan Interpersonal Siswa Program Akselerasi. (Skripsi). Bandung: PPB FIP UPI.

Rahmawati, I. (2012). Program Bimbingan Pribadi-Sosial untuk Meningkatkan Kohesivitas Kelompok. Skripsi tidak diterbitkan. Bandung: Jurusan PPB FIP UPI.

Shwalb, D.W. & Shwalb, B.J. (2006). “Research and Theory on Respect and Disrespect: Catching Up with the Public and Practitioners”. New Directions for Child and Adolescent Development. No. 114, Winter 2006.

Stevenson, N. (2006). Young‎ Person’s‎ Character‎ Education‎ Handbook.‎USA: JIST Publishing Inc.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan (Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Sukardi, D.K. (1993). Analisis Inventori Minat dan Kepribadian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

___________. (2008). Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. . Jakarta: Rineka cipta.

Sukmadinata, N.S. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Praktik: Mengembangkan Potensi dan Kepribadian Siswa. Bandung: Maestro.

_______________. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.

Supriatna, M. (2010a). Model Konseling Aktualisasi Diri untuk Mengembangkan Kecakapan Pribadi Mahasiswa. (Disertasi). Bandung: PPs UPI.


(1)

93

Niken Dwi Cahyani, 2014

Efektivitas Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Mengembangkan Karakter Hormat Peserta Didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kelima indikator prioritas layanan, hanya ada dua indikator yang betul-betul mengalami peningkatan skor yaitu pemikiran-persepktif dan pengendalian.

B. Rekomendasi

Rekomendasi untuk mengembangkan bimbingan pribadi-sosial ini ditujukan bagi guru bimbingan dan konseling dan peneliti selanjutnya, sebagai berikut.

1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

Berdasarkan hasil penelitian, karakter hormat peserta didik kelas X SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 secara umum berkategori sedang dan bimbingan pribadi-sosial terbukti efektif untuk mengembangkan karakter hormat peserta didik. Sebagai upaya tindak lanjut bimbingan, guru bimbingan dan konseling dapat:

a. Mengaplikasikan bimbingan pribadi-sosial ini sebagai upaya untuk mengembangkan karakter hormat, disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat pencapaian karakter hormat peserta didik.

b. Menggunakan instrumen karakter hormat peserta didik SMA yang telah terbukti reliabel dalam mengungkap karakter hormat peserta didik kelas X.

c. Mengembangkan metode lainnya dalam bimbingan klasikal dan kelompok misalnya dengan metode assertive training (pelatihan ketegasan) atau sosiodrama. d. Memfasilitasi peserta didik untuk meningkatkan karakter hormat dengan strategi

layanan lainnya, misalnya dalam bentuk: (1) kemah dan out bond yang dapat membentuk karakter hormat yang lebih kuat dalam diri peserta didik, dan (2) bimbingan teman sebaya (peer guidance) untuk menguatkan karakter hormat, dengan menunjuk beberapa peserta didik untuk menjadi fasilitator bimbingan pribadi-sosial.


(2)

94

94

Niken Dwi Cahyani, 2014

Efektivitas Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Mengembangkan Karakter Hormat Peserta Didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Keterbatasan penelitian baik dari segi proses maupun hasil menstimulus peneliti untuk merekomendasikan hal-hal di bawah ini untuk peneliti selanjutnya agar dapat:

a. Mengembangkan populasi penelitian di jenjang kelas selain kelas X untuk membandingkan perbedaan karakter hormat peserta didik kelas X, XI atau XII. b. Menerapkan bimbingan pribadi-sosial untuk mengembangkan karakter hormat di

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau Madrasah Aliyah (MA).

c. Melaksanakan treatment sesuai dengan waktu ideal menurut teori atau pendekatan penelitian yang berlaku agar peningkatan karakter hormat peserta didik dapat lebih maksimal.

d. Mengembangkan penelitian dengan menggunakan pendekaan yang berbeda (kuasi eksperimen atau eksperimen murni).


(3)

95

Niken Dwi Cahyani, 2014

Efektivitas Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Mengembangkan Karakter Hormat Peserta Didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2008). Naskah Akademik Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: ABKIN.

Anderson. (2013). Character Education: Character Trait Respect. Tersedia:

www.worldofteaching.com/powerpoints/english/Respect.ppt‎. {15 Juli 2013}

American School Counselor Association. (2004). ASCA National Standards for Students. Alexandria, VA: Author.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakartka: Bumi Aksara.

_________. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaplin, J.P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. (Alih bahasa: Kartini Kartono). Jakarta:Grafindo.

Connecticut State Department of Education. (2008). Comprehensive School Counseling: A Guide to Comprehensive School Counseling Program Development. State of Connecticut: State Board of Education.

Cranor, C. (1975). “Toward a Theory of Respect for Persons”. American Philosophical Quarterly. Vol. 12, No. 4 (Oct., 1975), pp. 309-319

Dillon, R.S. (2003). Stanford Encyclopedia of Phylosophy: Respect. [Online]. Tersedia: http://plato.stanford.edu/entries/respect/. {03 Oktober 2011}.

Dimerman, S. (2009). Character is The Key: How to Unlock The Best in Our Children and Ourselves. Ontario: Friesens.


(4)

96

96

Niken Dwi Cahyani, 2014

Efektivitas Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Mengembangkan Karakter Hormat Peserta Didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Furqon. (2008). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IPM SPSS 21 (Edisi 7). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hafid, G. (2012). Kriminalitas Remaja di Sekitar Kita. [Online]. Tersedia: http://hizbut-tahrir.or.id/2012/11/05/kriminalitas-remaja-di-sekitar-kita/. {22 Juli 2013}

Hudson, S.D. (1980). “The Nature of Respect,” Social Theory and Practice 6: 69-90.

Gysbers, N.C. & Henderson, P. (2006). Developing and Managing Your School Guidance and Counseling Program. Fourth Edition. Alexandria: American Counseling Association.

Langer, E.J. (1999). Self-Esteem Vs. Self-Respect. [Online]. Tersedia: http://www.psychologytoday.com/articles/199911/self-esteem-vs-self-respect. 23 September 2013.

Lesmana, A.R. (2012). Efektivitas Bimbingan Kelompok melalui Teknik Bercerita untuk Mengembangkan Karakter Siswa. (Skripsi). Bandung: PPB FIP UPI.

Lickona, T. (1991). Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Book.

McLeod, J. (2003). Doing Counselling Research:Second Edition. England: Sage Pub.

Natawidjaja, R. (1985). Proses Penyusunan Skala Sikap. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan IKIP FIP.

Nurihsan, A.J. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: Refika Aditama.


(5)

97

Niken Dwi Cahyani, 2014

Efektivitas Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Mengembangkan Karakter Hormat Peserta Didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Popov, L.K., dkk. (1997). The Family Virtues Guide: Simple Ways to Bring Out the Best in Our Children and Ourselves. New York: A Plume Book.

Puspita, R. (2007). Program Bimbingan Pribadi-Sosial untuk mengembangkan Kecerdasan Interpersonal Siswa Program Akselerasi. (Skripsi). Bandung: PPB FIP UPI.

Rahmawati, I. (2012). Program Bimbingan Pribadi-Sosial untuk Meningkatkan Kohesivitas Kelompok. Skripsi tidak diterbitkan. Bandung: Jurusan PPB FIP UPI.

Shwalb, D.W. & Shwalb, B.J. (2006). “Research and Theory on Respect and Disrespect: Catching Up with the Public and Practitioners”. New Directions for Child and Adolescent Development. No. 114, Winter 2006.

Stevenson, N. (2006). Young‎ Person’s‎ Character‎ Education‎ Handbook.‎USA: JIST Publishing Inc.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan (Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Sukardi, D.K. (1993). Analisis Inventori Minat dan Kepribadian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

___________. (2008). Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. . Jakarta: Rineka cipta.

Sukmadinata, N.S. (2007). Bimbingan dan Konseling dalam Praktik: Mengembangkan Potensi dan Kepribadian Siswa. Bandung: Maestro.

_______________. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.

Supriatna, M. (2010a). Model Konseling Aktualisasi Diri untuk Mengembangkan Kecakapan Pribadi Mahasiswa. (Disertasi).Bandung: PPs UPI.


(6)

98

98

Niken Dwi Cahyani, 2014

Efektivitas Bimbingan Pribadi-Sosial Untuk Mengembangkan Karakter Hormat Peserta Didik

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

_________. (2010b). Pendidikan Karakter melalui Ekstrakurikuler. [Online]. Tesedia:

http://file.upi.edu/direktori/fip/jur._psikologi_pend_dan_bimbingan/19600829 1987031-mamat_supriatna/25._pendidikan_karakter_via_ekstra.pdf. {29 November 2012}.

Tim MKDP Landasan Pendidikan UPI. (2009). Landasan Pendidikan. Bandung: Sub Koordinator MKDP Landasan Pendidikan UPI.

Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Wangid, M.N. (2010). Peran Konselor Sekolah dalam Pendidikan Karakter.

[Online]. Tersedia: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132063919/.pdf {29 November 2012}.

Winkel, W.S & Hastuti, M.M.S. (2006). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

Ya`kub, E.M. (2013). Kurikulum 2013 Dorong Enam Perubahan. [Online]. Tersedia: http://www.antaranews.com/berita/385550/kurikulum-2013-dorong-enam-perubahan. {15 Juli 2013}.

Yusuf, S. (2009). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizqi Press.

Zuchdi, D., dkk. (2010). Pendidikan Karakter dengan Pendekatan Komprehensif: Terintegrasi dalam Perkuliahan dan Pengembangan Kultur Universitas.