Densus 88 & Teroris Fobia.

o Senin
4

123
17
OJan

o Selasa 0 Rabu 0 Kamis

18

19
OPeb

5
20

6
21

.Mar


OApr

7
22
OMei

8
23

.

Jumat
9
10
11
24
25
26


OJun

OJul

o Sabtu 0 Minggu

@

27

0 Ags OSep

13

14

28

OOkt


29

15

ONov

30

16

31

ODes

Densus 88 & Teroris Fobia
Oleh MURADI

S

EUSAI proses politik

kasus Bank Century di
parlemen, jajaran Polri,
khususnya Detasemen Khusus
88 Antiteror (Densus 88 AT)
mendulang prestasi dengan
menangkap teroris di Aceh dan
menewaskan teroris yang paling diburu setelah tewasnya
Noordin M. Top di Pamulang.
Terlepas dari kasus gembong
teroris di Aceh, masih simpang
siur, apakah merupakanjaringan Jemaah Islamiyah (JI) atau
pecahan dari eks GAM, prestasi Densus 88 AT harus tetap diapresiasi sebagai bagian dari
komitmen memberantas terorisme di Indonesia hingga ke
akamya.
Akan tetapi, keberhasilan
Densus 88 AT tersebut tetap
mengundang nada sumir dari
publik, mengingat terbongkarnya jaringan tersebut seolaholah mengalihkan isu kasus

Bank Century, kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Australia dan rencana

kedatangan Presiden Obama
bulan ini. Publik melihat, proses pengepungan gerombolan
teroris di Aceh dan kemudian
di Pamulang menjadi antiklimaks dari kemenangan suara
rakyat di DPR yang menegaskan ada pelanggaran dalam kasus Bank Century.
Bisa jadi keberhasilan Densus 88 AT di tengah keterpojokan pemerintah dalam kasus
Bank Century ini bagian dari
proses yang normal. Hal ini
mengingatkan kita pada keberhasilan Densus 88 AT menembak mati Noordin M. Top saat
dugaan adanya kriminalisasi
KPK yang menjadi ikon perseteruan Polri dengan KPK
Setidaknya ada Bga alasan
penguat keberhasilan Densus
88 AT tersebut sebagai prestasi
yang momentum waktunya disesuaikan dengan kebutuhan.
Pertama, proses pengejaran
dan penangkapan dari Aceh
hingga Pamulang beIjalan simultan dan beIjarak kurang
dari satu minggu. Dalam pendekatan intelijen, proses tersebut tidak disiapkan dalam hitungan hari, tetapi jauh-jauh
hari. Artinya, apabila hasil Pansus Bank Century, kunjungan

Yudhoyono ke Australia, serta
rencana kedatangan Obama
pada bulan yang sarna, besar
kemungkinan, proses identifikasi, pengejaran hingga peme-

taan aktivitas para gembong terorisme tersebut dilakukan setidaknya tiga bulan lalu. Dengan harapan, pada bulan ketiga agenda politik tersebut menjadi berita, keberhasilan Densus 88 AT menjadi semacam
bukti pemerintah terus bekeIja.
Dengan demikian, secara bertahap berita negatif tentang pemerintah, perlahan hilang.
Kedua, setelah tewasnya Noordin M. Top, praktis kelompok teroris di Indonesia hampir semua
tiarap, bahkan beberapa menyerah dan menjadi informan Polri.
Hal ini secara logika memudahkan Densus 88 AT dalam memetakan dan memburu sisa-sisa
anggota JI. Namun, hal tersebut
tidak dilakukan secara mendadak, apalagi Kepala Densus 88
AT, Tito Karnavian menyadari,
pemberantasan terorisme di Indonesia memiliki karakteristik
yang khas sehingga membutuhkan proses pendekatan yangjuga
berbeda. Kasus pengepungan teroris di Aceh dan Pamulang adalah bagian dari strategi tersebut
untukmeng-counter pemberitaan negatif sekaIigus menjaga
pencitraan Polri dan juga pemerintah tetap baik.
Ketiga, secara kelembagaan

baik Polri maupun pemerintah
masih kesulitan dalam upaya
memberantas tindak pidana
korupsi. Hal ini disadari benar
sehingga tetap dibutuhkan
program unggulan agar Polri
khususnya dan pemerintah
umumnya memiliki berbagai
keberhasilan, di tengah keterpurukan dalam pemberantasan
korupsi. Densus 88 AT sebagai
unit ..yang memiliki kekhususan
.

dalam pemberantasan teroris-.
me memiliki beban tidak ringan. Bila kebuntuan terkait
dalam pemberantasan korupsi,
serta-merta pemberantasan terorisme dikedepankan.
Ketiga alasan tersebut memiliki korelasi kuat dengan pencitraan Indonesia di mata dunia
dan teroris fobia yang terus
menguat menjelang keberangkatan Yudhoyono ke;Australia

dan rencana Obama ke Indonesia. Komitmen meroberantas
terorisme dibuktikan dengan
pengepungan dan penangkapan sejumlah teroris di Aceh dan
Pamulang, bahkan 'salah satu
yang tewas adalah ;Dulmatin,
otak utama Born Bali,!.
Situasi tersebut secara politis
justru sedikit banyak memberikan dilema bagi SBY. Di satu
sisi, pencitraan positif dari komunitas internasional terkait
keberhasilannya dalam mengurangi ruang gerak kelompok terorisme di Indonesia. Namun
di sisi lain, pernyataan bemada
sumir di dalam negeri terkait
dengan berbagai keberhasilan
Densus 88 AT tersebut merupakan cara-cara yang kurang
patut dikedepankan,
mengingat langkah-Iangkah Yudhoyono mengedepankan teroris
fobia sebagai langkah untuk
mengambil hati Australia dan
AS di kemudian hari akan
menjadi bumerang.

Akan lebih bijak misalnya
upaya pemberantasan terorisme di Indonesia yang ditenggarai dengan sejumlah keberhasilan dan prestasi juga ditopang
langkah-Iangkah efektif dan
strategis dalam pemberantasan
::

~1IiL.\:iI:

ko~psi. bl~h karena itu, label
pencitraan Indonesia tidak melulu tentang keamanan semata,
tetapi juga efektivita,s penyelenggaraan pemerintahan. Dengan begitu, keterkaitan antara
Densus 88 AT dan teroris fobia
dapat diikuti oleh KPK dan
lembaga penegak hukum lainnya dengan korupsi fobia.***
Penulis, staf pengajar Ilmu .
Pemerintahan FISIP Unpad
Bandung.

Kliping Humas Unpad 2010
-


----

---