Dampak Penyergapan Teroris oleh Densus 88 bagi Masyarakat Gg. H. Hasan Blok Gandaria Kelurahan Sawah Ciputat
(2)
(3)
(4)
(5)
i
ABSTRAK
Dian Anggraeny Utomo
Dampak Penyergapan Teroris oleh Densus 88 Bagi Masyarakat Gang. H. Hasan Blok Gandaria Kelurahan Sawah Ciputat.
NIM 1110054100021
Terorisme merupakan salah satu masalah sosial yang belum terpecahkan di Indonesia. Tindakan terorisme merupakan suatu tindakan yang terencana, terorganisir dan berlaku dimana saja dan kepada siapa saja. Tindakan teror bisa dilakukan dengan berbagai macam cara sesuai kehendak yang melakukan, yakni teror yang berakibat fisik dan/atau non fisik (psikis). Tindakan teror fisik biasanya berakibat pada fisik (badan) seseorang bahkan sampai pada kematian, seperti pemukulan atau pengeroyokan, pembunuhan, peledakan bom dan lainnya. Sedangkan, non fisik (psikis) bisa dilakukan dengan penyebaran isu, ancaman, penyendaraan, menakut-nakuti dan sebagainya. Akibat dari tindakan teror, kondisi korban teror mengakibatkan orang atau kelompok orang menjadi merasa tidak aman dan dalam kondisi rasa takut (traumatis). Penyergapan teroris yang belum lama ini terjadi di Gang H. Hasan, Blok Gandaria, Kelurahan Sawah, Ciputat pada hari rabu 1 Januari 2014 pukul 00.00 WIB yang melibatkan anggota POLRI dan DENSUS 88 dalam penyergapan teroris Dayat cs. Dari peristiwa ini, peneliti ingin meneliti bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh penyergapan tersebut terhadap masyarakat di Gang H. Hasan, Blok Gandaria.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan studi kasus. Jenis penelitian yang peneliti gunakan yaitu jenis penelitian deskriptif dengan metode pengumpulan data melalui observasi dan wawancara mendalam. Waktu penelitian ini yaitu selama 7 bulan dan dalam penelitian ini peneliti memilih enam informan yang sesuai dengan kriteria pemilihan informan.
Penelitian ini berhasil menyimpulkan bahwa penyergapan teroris di Gang H. Hasan, Blok Gandaria berdampak kepada masyarakat Kampung Sawah yaitu dampak psikis, ekonomi dan sosial. Dampak psikis yang dirasakan oleh masyarakat yaitu ketika perasaan takut, cemas dan trauma. Dampak ekonomi bagi masyarakat Kampung Sawah yaitu mereka yang bertempat tinggal dekat dengan lokasi teroris kehilangan harta bendanya. Dampak yang paling dirasakan oleh masyarakat Kampung Sawah yaitu dampak sosial, masyarakat menjadi lebih waspada dan tertutup jika bertemu dengan orang baru di lingkungannya.
(6)
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirohmanirohim
Alhamdulillah wa syukurillah, peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kita masih dapat merasakan hidup yang penuh berkah ini. Tidak lupa salawat serta salam senan tiasa peneliti junjung kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan bagi umatnya.
Skripsi peneliti yang berjudul “Dampak Penyergapan Teroris oleh Densus 88 Bagi Masyarakat di Gang H. Hasan, Blok Gandaria, Ciputat” diajukan untuk melengkapi salah satu persyaratan penyelesaian program strata 1 (S1) Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Uiniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati peneliti ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu hingga selesainya penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung kepada :
1. Bapak Dr. Arif Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan para Pembantu Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
2. Ibu Siti Napsiyah Ariefuzzaman, M.SW selaku ketua Prodi Kesejahteraan Sosial, dan juga sebagai dosen pembimbing peneliti. Berkat dukungan,
(7)
iii
kesabaran dan bimbingannya, peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu.
3. Bapak Ahmad Zaki, M.Si selaku dosen pembimbing akademik. Terimakasih atas nasehat serta bimbingannya.
4. Seluruh dosen prodi Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Terimakasih atas bimbingan dan nasihat-nasihatmu para dosenku. Peneliti bersyukur dan mengucapkan beribu-ribu terimakasih dapat bertemu dengan dosen-dosen Kesejahteraan Sosial, karena ibu dan bapak telah membawa peneliti sampai di titik dimana peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 5. Kedua orangtua peneliti, bapak Guntur Utomo yang tak pernah menyerah dan
selalu menjadi bapak yang baik bagi peneliti dan ibu Rini Umiasih tercinta, yang selalu sabar dan selalu menjadi ibu yang terbaik untuk anak-anaknya. Terimakasih kalian telah memberikan motivasi, kasih sayang, dukungan dan doa yang tiada henti untuk peneliti. Skripsi ini peneliti persembahkan untukmu ibu dan bapak serta kedua adik peneliti, Aini Rachmasari Utomo dan Muhlis Iqbal Utomo yang selalu memotivasi peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Lurah beserta staff Keluarahan Sawah yang telah mengizinkan peneliti untuk melakukan penelitian di Kampung Sawah.
7. Kepada bapak Bachtiar Imam Muhsi selaku ketua RT 04 RW 07 Kampung Sawah, Kelurahan Sawah, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan.
(8)
iv
Terimakasih atas bantuan dan jamuannya selama peneliti melakukan penelitian ini.
8. Teman-teman Aceng Mandiri yang setia dan selalu menjadi teman yang baik bagi peneliti. Kalian semua luar biasa, semoga kenangan, doa dan cita-cita kita semua dapat terwujud. Terimakasih Aceng-aceng atas dukungan, doa dan semangat kalian semua.
9. Seluruh teman-teman Kesejahteraan Sosial angakatan 2010 yang memberikan banyak kenangan selama 4 tahun ini. Terimakasih teman-teman karena kalian sudah menjadi teman setia selama 4 tahun ini.
10.Dan Tubagus Aditya Nugraha. Terimakasih atas doa, support, bantuan, dan kesabarannya untuk peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Semoga ini adalah langkah awal untuk peneliti menjadi pribadi yang lebih baik dan sukses kedepannya. Amin ya rabbal’alamin. Pepatah mengatakan “tak ada
gading yang tak retak”. Skripsi ini bukanlah gading, oleh karena itu tentulah banyak
retak atau kekurangannya. Mengingat hal tersebut peneliti mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini.
Jakarta, 24 September 2014 Peneliti
(9)
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakanh Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 11
1.Pembatasan Masalah ... 11
2. Perumusan Masalah ... 12
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12
1. Tujuan Penelitian ... 12
2. Manfaat Penelitian ... 13
D. Metodelogi Penelitian ... 13
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian... 15
2. Unit Analisis ... 17
3. Metode Pengumpulan Data ... 18
4. Metode Analisis Data ... 22
5. Teknik Keabsahan Data ... 23
6. Tempat dan Waktu Penelitian ... 24
(10)
vi
8. Tinjauan Pustaka ... 24
9. Sistematika Penulisan ... 26
BAB II LANDASAN TEORITIS ... 28
A. Terorisme ... 28
1. Definisi Terorisme ... 28
2. Kategori Terorisme ... 31
3. Alasan Terorisme ... 33
4. Model-Model Aksi Terorisme... 35
5. Bentuk Kejahatan Terorisme... 36
6. Taktik Terorisme ... 38
B. Teroris ... 43
1. Definisi Teroris ... 43
2. Penyebab Seseorang Menjadi Teroris ... 45
3. Motivasi Teroris ... 47
C. Definisi Dampak ... 48
D. Teori Psikodinamik ... 49
E. Teori Kecemasan Terhadap Terorisme ... 50
1. Definisi Kecemasan ... 50
2. Tanda dan Gejala Kecemasan ... 52
(11)
vii
F. Teori Kognisi Sosial ... 54
G. Pekerja Sosial dengan Terorisme (Social Work With Terorism) ... 55
1. Definisi Pekerja Sosial ... 55
2. Peran dan Fungsi Pekerja Sosial ... 56
BAB III PROFIL MASYARAKAT ... 62
A. Profil Kampung Sawah ... 62
1. Letak Geografis ... 62
2. Sarana dan Prasarana... 63
3. Jumlah Penduduk Kelurahan Kampung Sawah ... 67
4. Jumlah Penduduk RT 04 RW 07 Kampung Sawah ... 69
5. Profil Warga Gang H. Hasan, Blok Gandaria, Ciputat ... 70
C. Profil Informan... 72
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA ... 78
A. Temuan Penelitian ... 78
B. Analisis Data ... 79
1. Dampak Psikis ... 80
2. Dampak Ekonomi... 84
(12)
viii
BAB VII PENUTUP ... 93
A. Kesimpulan ... 93
B. Saran ... 95
DAFTAR PUSTAKA ... 98
(13)
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Informan Tabel 3.2 Data Wilayah Tabel 3.3 Orbitasi
Tabel 3.4 Sarana dan Prasana Tabel 3.5 Sarana Peribadatan Tabel 3.6 Sarana Pendidikan Tabel 3.7 Sarana Olahraga Tabel 3.8 Sarana Perdagangan
Tabel 3.9 Sarana Hiburan dan Penginapan Tabel 3.10 Sarana Perbankan dan Koperasi Tabel 3.11 Sarana Jalan
Tabel 3.12 Sarana Jembatan
Tabel 3.13 Jumlah Penduduk Kelurahan Sawah Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 3.14 Jumlah Penduduk Kelurahan Sawah Berdasarkan Agama
Tabel 3.15 Jumlah Penduduk Kelurahan Sawah Berdasarkan Pendidikan Akhir Tabel 3.16 Jumlah Penduduk Kelurahan Sawah Berdasarkan Hubungan Keluarga Tabel 3.17 Jumlah Penduduk Kelurahan Sawah Berdasarkan Status Kawin Tabel 3.18 Jumlah Penduduk Kelurahan Sawah Berdasarkan Usia
Tabel 3.19 Jumlah Penduduk Kelurahan Sawah Berdasarkan Pekerjaan Tabel 3.20 Daftar RT, RW dan Kepala Keluarga Kelurahan Sawah Tabel 3.21 Penduduk Kampung Sawah RT 04 RW 07
Tabel 3.22 Profil Warga JL. Ki. Hajar Dewantara, Gang Hj. Hasan, Blok Gandaria RT 04 RW 07
Tabel 3.23 Klasifikasi Dampak Informan
(14)
(15)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Terorisme di Indonesia bukan merupakan masalah baru.Ibarat tanaman, teroris di Indonesia sudah menjelma sebagai tanaman yang tumbuh subur. Tidak ada jaminan langkah-langkah para teroris akan berhenti karena setelah Dr. Azhari tertembak mati, masih ada Noordin M. Top. Setelah Noordin M.Top tewas dalam
baku tembak di Solo, kini masih ada “pengantin-pengantin” (calon pelaku bom bunuh diri) lainnya yang masih menghirup udara bebas.1
Tindakan terorisme merupakan suatu tindakan yang terencana, terorganisir dan berlaku dimana saja dan kepada siapa saja. Tindakan teror bisa dilakukan dengan berbagai macam cara sesuai kehendak yang melakukan, yakni teror yang berakibat fisik dan/atau non fisik (psikis). Tindakan teror fisik biasanya berakibat pada fisik (badan) seseorang bahkan sampai pada kematian, seperti pemukulan atau pengeroyokan, pembunuhan, peledakan bom dan lainnya. Sedangkan, non fisik (psikis) bisa dilakukan dengan penyebaran isu, ancaman, penyendaraan, menakut-nakuti dan sebagainya. Akibat dari tindakan teror,kondisi korban teror mengakibatkan
1Andri, Pengaruh Terorisme Terhadap Sistem Politik Indonesia, artikel diakses pada 17
September 2014 dari http://m.kompasiana.com/post/read/109644/3/pengaruh-terorisme-terhadap-sistem-politik-indonesia.html
(16)
2
orang atau kelompok orang menjadi merasa tidak aman dan dalam kondisi rasa takut (traumatis).2
Faktor pemicu terorisme antara lain pertentangan agama atau ideologi agama, etnis, kesenjangan ekonomi/kemiskinan serta tersumbatnya komunikasi antara rakyat dengan pimpinan pemerintah; selain itu munculnya paham separatisme dan fanatisme keagamaan.3
Indonesia merupakan salah satu negara yang dianggap memiliki ancaman besar terhadap tindakan terorisme. Dalam beberapa kasus yang terbesar dari segi jumlah korban dan pemberitaan internasional adalah Bom Bali I dan II, bom di lobi Hotel Marriot 1, di depan Kedutaan Filipina, di depan Kedutaan Australia, di Pasar Tentena, Poso dan yang terakhir adalah bom yang meledak di kawasan Mega Kuningan, tepatnya di Hotel JW Mariott dan Ritz Carlton pada tanggal 17 Juli tahun 2009.4
Sedangkan beberapa peristiwa aksi teroris yang telah tercatat di Indonesia antara lain di Gedung Atrium Senin, Jakarta pada tahun 1998, di Plaza Hayam Wuruk dan Masjid Istiqlal Jakarta pada tahun 1999, di Gereja GKPI dan Gereja Katolik Medan serta rumah Dubes Filipina pada tahun 2000, Peledakan di beberapa Gereja di malam Natal pada tahun 2000 dan 2001, Peledakan di Kuta Bali pada tahun 2002,
2Mudzakir, Pengkajian Hukum Tentang Perlindungan Hukum Bagi Korban Terorisme
(Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2008), h. 6-7.
3AC Mannulang, Menguak Tabu Intelejen: Teror Motif dan Rezim (Jakarta: Panta Rhei,
2001), h. 151.
4Sukawarsini Djelantik, Terorisme Tinjauan Psiko-Politis, Peran Media, Kemiskinan, dan
(17)
3
Peledakan di McDonald Makasar pada tahun 2002, Peledakan di JW Marriot pada tahun 2003, Peledakan di Kedubes Australia pada tahun 2004, dan Peledakan bom Bali II pada tahun 2005.5
Demi menyelamatkan keamanan dan keutuhan negara, pemerintah mengambil langkah serius untuk menanggulangi tindak terorisme.Hal tersebut diwujudkan dengan membentuk Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme (DKPT). Di bawah naungan Kemenko Polkam, lembaga ini bertugas membantu Menko Polkam merumuskan kebijakan pemberantasan terorisme. Pentingnya penanggulangan terorisme, pada 16 Juli 2010 atas rekomendasi Komisi I DPR, pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Peraturan Presiden Indonesia Nomor 46 tahun 2010 yang kemudian telah diubah melalui Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2012 dengan mengemban tugas menyusun, mengkoordinasi serta membentuk Satuan Tugas-Satuan Tugas yang terdiri dari unsur-unsur instansi pemerintah terkait dengan tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing.6
Terorisme maupun tindak kekerasan bukan hanya terjadi di Indonesia. Di berbagai belahan bumi dari dahulu hingga sekarang termasuk di Amerika Serikat banyak terjadi. Kristopher K. Robison, Edward M. Crenshaw, J. Craig Jenkins dalam penelitiannya yang berjudul Ideologies of Violence: The Social Originsof Islamist and
5Tri Poertranto, “Konsespsi Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme di Indonesia Dalam
Rangka Menjaga Keutuhan di NKRI”, artikel diakses pada 13 Januari 2014 dari
http://www.balitbang.kemhan.go.id/?q=content/konsepsi-pencegahan-dan-penanggulangan-terorisme-di-indonesia-dalam-rangka-menjaga-keutuhan-
6Peraturan Presiden No 12 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor
(18)
4
Leftist Transnational Terrorism mengemukakan bahwa setelah perang dingin usai, terorisme transnasional beralih dari terorisme sayap kiri (komunis) ke terorisme radikal Islam. Terorisme radikal Islam muncul karena fenomena modernisasi, persaingan agama, dan pemerintahan sekuler; sedangkan terorisme sayap kiri distimulasi oleh persaingan perang dingin. Akan tetapi, terdapat kesamaan dari kedua jenis terorisme ini yaitu melawan kapitalisme Barat.7
Penelitian yang dilakukan oleh Jeremy Waldron yang berjudul Terrorism and The Uses of Terror mencoba menjelaskan perbedaan pemaksaan biasa dengan intimidasi teroris. Terorisme melibatkan proses struktur pemilihan, tindakan, dan tujuan (kebutuhan) pelakunya. Pelaku memiliki karakteristik motivasi khusus yang mempengaruhi struktur strategi yang akan digunakannya. Salah satu tujuannya adalah untuk menebar ketakutan (teror) dan mengintimidasi masyarakat sipil.8
Sedangkan, agama Islam sendiri penuh dengan ajaran yang menentang kekerasan. Seperti salah satu penggalan ayat Al-Qur’an, sebagaimana dijelaskan dalam Surah Al-An’am/6:151 berikut:
ْْ أ ولتْقتَ ۖاًناسْحإنْيدل وْلاب ۖاً ْيش ب وكرْشتَأ ْۖمكْيلعْمكبرمرحاملْتأ ْولاعتْلق ْكََ
ْْمكقُْرننْْنۖنقَْمإْنمْم
ْْفنل ولتْقتَوۖن بام ا ْنمر امشح وفْل وبرْقتَو ْۖمهايإ ْْمكاصوْمكل ٰذۚ قْْلابَإ للامرْيتلاس
َْولقْعتْمكلعل ِ
"Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan janganlah kamu
7Kristopher K. Robinson, Edward M. Crenshaw, J. Craig Jenkins, Ideologies of Violence: The
Social Origins of Islamist and Leftist Transnational Terrorism, Social Force,Vol. 84, No. 4 (Jun., 206), pp. 2009-2026, diakses pada 3 April 2011 dari http://www.jstor.org
8Jeremy Waldron, Terrorism and the Uses of Terror, The Journal of Ethnics, Vol. 8, No. 1,
(19)
5
membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar".
Sebagaimana diketahui, terorisme bukanlah kejahatan biasa. Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang bersifat lintas negara, terorganisasi dan mempunyai jaringan luas, sehingga mengancam perdamaian dan keamanan nasional maupun internasional.
Aktivitas terorisme terselenggara karena adanya faktor-faktor yang melingkupinya, seperti masalah kesenjangan sosial ekonomi, ketidakadilan, kemiskinan, dan tekanan-tekanan globalisasi karena tidak efektifnya manajemen publik dimana kelompok teroris itu berasal.9
Selain itu, Indonesia merupakan salah satu negara yang dianggap memiliki ancaman besar, terutama dengan maraknya aksi teror bom di sejumlah tempat. Terorisme bisa dikatakan sebagai fenomena sosial yang sulit untuk dimengerti, bahkan oleh para teroris itu sendiri. Dengan seiring berjalannya waktu dan kemajuan teknologi, perkembangan terorisme mengakibatkan resiko besar bagi kehancuran alam dan kehidupan umat manusia.10 Serta merusak generasi muda penerus bangsa, dikarenakan banyak anak-anak yang mengalami trauma psikis terhadap peristiwa terorisme yang terjadi baik berdampak terhadap fisik maupun psikis setiap anak
9Alberto Abadie, Poverty, Political Freedom, and the Roots of Terrorism, (NBER Working
Paper No 1085, 2004), h. 3.
10A.M. Hendropriyono, Terorisme Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam (Jakarta: PT
(20)
6
tersebut. Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Bab III pasal 4 “Menjelaskan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.11
Berdasarkan bab 3 pasal 4 dapat dikatakan bahwa anak berhak untuk tumbuh dan berkembang secara baik. Namun dengan adanya penyergapan teroris tersebut menjadikan salah satu anak yang tinggal dekat dengan lokasi penyergapan menjadi susah berkembang dengan baik dikarenakan mengalami trauma sehingga sulit bergaul, berbicara dan berperilaku di lingkungan sekitar.12
Masalah terorisme ini juga mendapatkan perhatian besar dalam kebijakan luar negeri Indonesia di level regional khususnya di kawasan ASEAN dan level multilateral melalui forum PBB.13Dengan begitu, akibat dari peristiwa-peristiwa pemboman tersebut Indonesia sangat potensial untuk dijadikan sarang terorisme.Seperti yang diungkapkan oleh DR. A.C Manullang sebagai pengamat intelijen dan mantan Direktur Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN).14
Terkait dengan sebutan tersebut, belum lama ini pada awal tahun 2014 tepatnya pada malam pergantian tahun terjadi penggerebekan teroris di Kampung Sawah Jl. Ki. Hajar Dewantara, Gang Hj. Hasan, Blok Gandaria RT 04 RW 07
11Undang-Undang Nomor 23 tentang Perlindungan Anak. 12Wawancara Pribadi dengan Informan Yuni, Ciputat 24 Juli 2014.
13Anggih Tangkas Wibowo, “Sosialisasi Hasil Penelitian DIPA 20 November 2013”, artikel
diakses pada 13 Januari 2014 dari http://www.politik.lipi.go.id/in/kegiatan/909-sosialisasi-hasil-penelitian-dipa-20-november-2013.html
14Yostinus Tomi Aryanto, “Indonesia Potensi Sarang Teroris”, Tempo News Room, artikel
(21)
7
Kelurahan Sawah, Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan. Masyarakat dikejutkan karena pada malam pergantian tahun itu berbeda dari malam pergantian tahun sebelumnya. Pada malam pergantian tahun kali ini telah terjadi baku tembak antara teroris dan Densus 88 Polri. Pihak kepolisian sudah mengindikasikan akan adanya ancaman terorisme saat penyelenggaraan pergantian tahun 2013 ke 2014 lalu. Dari hasil penggerebekan di Kampung Sawah Ciputat, tim Densus 88 Polri menemukan sejumlah bom rakitan, 7 buah granat rakitan hitam, 3 granat pipa besi, 2 bom sumbu hitam serta bahan-bahan untuk bom rakitan seperti potasium nitrat, arang hitam, dan black powder. Dalam penggerebekan teroris di Ciputat itu, tim Densus 88 Polri dan Polda Metro Jaya melumpuhkan 6 teroris, termasuk Dayat 'Kacamata' yang disebut-sebut sebagai pemimpin penyerangan anggota Polri di Cirendeu dan Pondok Aren, Tangerang Selatan, Agustus 2013 lalu.15
Peristiwa terorisme di Kampung Sawah ini bukan pertama kali terjadi di Ciputat. Pada Maret 2010, tim dari Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri untuk pertama kalinya 'menginjakkan kaki' di Tangerang Selatan. Saat itu terjadi penggerebekan di sebuah rumah, toko penyedia jasa warung internet (warnet) Multiplus di Pamulang dan sebuah rumah di Gang Asem, Jl Setiabudi. Penyergapan saat itu menyebabkan 3 orang tewas ditembak karena dianggap melawan dan hendak melarikan diri saat ditangkap. Polisi juga menyatakan orang yang tewas dalam penggerebekan itu, salah satunya terduga teroris yang bernama Dulmatin, yang
15Mei Amelia R,“Penggrebekan Teroris di Ciputat”, artikel diakses pada 13 Januari 2014 dari
http://news.detik.com/read/2014/01/02/113054/2456408/10/kado-tahun-baru-polri-penggerebekan-teroris-di-ciputat
(22)
8
merupakan dalang dari peristiwa bom Bali 2002 lalu. Selanjutnya, pada September 2012, Densus 88 telah meringkus 2 terduga teroris di kawasan pemukiman Bintaro Sektor IX.Keduanya diduga kuat anggota kelompok teroris jaringan Muhammad Toriq, yang sebelumnya menyerahkan diri di kawasan Tambora, Jakarta Barat. Mereka dianggap bertanggung jawab atas ledakan bom di Beji, Depok, Jawa Barat.16
Tidak berhenti di tahun 2012, pada 7 Mei 2013 lalu tim Densus 88 kembali datang ke Pamulang. Penggerebekan teroris ini terjadi lagi di kawasan Ciputat pasalnya dalam sebuah rumah milik Sigit Indrajit beliau hendak melakukan aksi bom bunuh diri.Penangkapannya berawal dari penggerebekan di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat.Kemudian, Densus 88 juga menangkap seorang terduga teroris yang diduga terlibat dalam jaringan kelompok Abu Roban. Penangkapan itu dilakukan di kawasan Pondok Aren pada 8 Mei 2013 lalu. Seorang terduga teroris itu ditangkap bersamaan dengan penggerebekan teroris di Bandung, Jawa Barat.17
Adapun penyergapan yang dilakukan di Kampung Sawah adalah yang terbesar. Sebanyak 6 orang dilumpuhkan (tewas) dan sejumlah senjata api, peluru dan bom juga ikut di sita. Polisi juga menemukan di rumah kontrakan tempat persembunyian keenam teroris uang ratusan juta rupiah yang diduga fa'i (dana yang dikumpulkan untuk membiayai misi). Dari bukti uang tersebut diduga pula kelompok ini adalah perampok BRI di Panongan, Kabupaten Tangerang, pada tanggal 24 Desember 2013. Berdasarkan kasus diatas menimbulkan rasa cemas dan trauma
16Dimas Siregar, “Tangerang Selatan Favorit Persembunyian Teroris?”, Tempo.Co, artikel
diakses pada 21 Maret 2014 dari https://id.berita.yahoo.com/tangerang-selatan-favorit-persembunyian-teroris-002045456.html
(23)
9
tersendiri bagi masyarakat yang tinggal di Gang H. Hasan, Blok Gandaria, Kelurahan Sawah, Ciputat.18
Sebab, terorisme menjadi akar dari permasalahan yang kerap membuat suasana mencekam bagi masyarakat.Data tersebut didukung dari hasil observasi peneliti saat berkunjung ke tempat penyergapan teroris pada malam tahun baru 2014. Peneliti merasakan bahwa trauma masyarakat akan kejadian itu belum hilang dari benak mereka. Pernyataan tersebut didapatkan dari wawancara peneliti dengan salah satu informan saat peneliti berkunjung ke lokasi tersebut.
Dengan demikian, peneliti memilih tema terorisme karena beberapa alasan. Pertama, isu yang terjadi pada kejadian di Kampung Sawah ini merupakan isu baru. Dengan begitu, menutup kemungkinan ada yang meneliti dengan tema penelitian tersebut khususnya di Prodi Kesejahteraan Sosial.
Kedua, terorisme merupakan masalah yang penting untuk dikaji. Sebab, dengan adanya penelitian ini membuka pikiran terhadap pembaca, maupun masyarakat lain bahwa tindakan terorisme adalah tindakan yang sangat membahayakan bagi keamanan serta ketahanan negara ini. Sudah saatnya masyarakat mengetahui dan dengan penelitian ini dapat memberikan inspirasi serta peluang bagi para pekerja sosial untuk menangani peristiwa ini terlebih bagi masyarakat yang terdampak.
(24)
10
Ketiga, kasus teroris di Ciputat ini merupakan kasus dengan jumlah teroris terbanyak pada kasus terorisme sebelumnya yang mencapai 6 teroris (tewas) saat Densus 88 melakukan penyergapan teroris di sebuah rumah kontrakan Kampung Sawah, Ciputat. Sedangkan, kasus sebelumnya menewaskan teroris tidak lebih dari 3 teroris. Seperti penyergapan di sebuah rumah toko penyedia jasa warung internet (warnet) Multiplus di Pamulang dan sebuah rumah di Gang Asem, Jl Setiabudi yang menewaskan 3 terduga teroris pada September 2012 tertangkapnya 2 terduga teroris di kawasan pemukiman Bintaro Sektor IX, pada 7 Mei 2013 kembali terjadi kasus bom bunuh diri di sebuah rumah milik Sigit Indrajit, dan peristiwa tersebut bersamaan dengan penangkapan teroris di Pondok Aren, yang diduga dalam jaringan kelompok Abu Roban. Dengan demikian, banyaknya teroris yang tertembak usai penggerebekan yang dilakukan oleh tim Densus 88 dan Polri di Gang H. Hasan Blok Gandaria, Kelurahan Sawah, Ciputat merupakan kasus dengan jumlah teroris terbanyak dari kasus terorisme sebelumnya dan peristiwa ini sudah menjadi perbincangan dan pemberitaan lintas internasional.
Keempat, alasan lain peneliti memilih tema terorisme dalam penelitian ini, karena pada penggerebekan teroris di Kampung Sawah terjadi tepat pada malam pergantian tahun baru, padahari rabu tanggal 1 Januari 2014 pukul 00:00 WIB. Ini merupakan hal yang menarik bagi peneliti untuk melakukan penelitian di lokasi tepat warga menjadi korban dari para teroris yang bersembunyi di lingkungan mereka. Sebab, pada umumnyamalam pergantian tahun yang biasanya dirayakan dengan
(25)
11
bersenang-senang tetapi untuk kali pertamanya pada malam tahun 2014 lalu menjadi sejarah penting bagi warga Gang H. Hasan blok Gandaria, Kelurahan Sawah, Ciputat.
Kelima, peneliti ingin mengetahui lebih dalam dampak apa saja yang ditimbulkan dari penyergapan teroris oleh Densus 88 bagi masyarakat Gang H. Hasan, Blok Gandaria, Kelurahan Sawah, Ciputat. Sebab, pasca penggerebekan teroris di Kampung Sawah, Ciputat ada 20 rumah lain yang berdekatan dengan rumah
kontrakan tempat dimana Dayat “gembong teroris” Ciputat bersembunyi dengan
kelima rekannya. Aksi para teroris yang terus membumi di tengah-tengah masyarakat dapat menimbulkan bahaya tersendiri bagi bangsa ini.Bukan hanya kerusakan fisik, tetapi dapat menimbulkan trauma psikis, dampak ekonomi maupun sosial. Maka, alasan keempat ini yang menjadikan dasar penelitian bagi peneliti karena apakah dampak yang disebutkan sebelumnya juga dirasakan masyarakat Kampung Sawah khususnya yang bermukim di Gang H. Hasan blok Gandaria RT 04 RW 07, Ciputat.
Dengan demikian, berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai “Dampak Penyergapan Teroris oleh Densus 88 Bagi Masyarakat Gang H. Hasan, Blok Gandaria, Kelurahan Sawah, Ciputat”.
B.Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Agar penelitian yang dilakukan dan dibahas pada penulisan skripsi ini lebih terarah dan tidak meluas. Maka peneliti membatasi penelitian ini hanya di wilayah
(26)
12
Kampung Sawah Gang H. Hasan, Blok Gandaria RT 04 RW 07, Kelurahan Sawah, Ciputat.
Fokus penelitian ini hanya satu pembahasan yaitu mencari dampak yang ditimbulkan dari penyergapan teroris pada malam pergantin tahun baru 2014 bagi masyarakat Kampung Sawah Gang H. Hasan, Blok Gandaria RT 04 RW 07, Kelurahan Sawah, Ciputat.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka peneliti dapat merumuskan masalah yang akan menjadi acuan dalam penelitian ini, yaitu bagaimana dampak penyergapan teroris oleh Densus 88 Bagi masyarakat Gang H. Hasan, Blok Gandaria, Kelurahan Sawah, Ciputat?
C.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara mendalam dampak yang ditimbulkan dari peristiwa penyergapan teroris pada malam pergantian tahun baru 2014 bagi masyarakat Gang H. Hasan, Blok Gandaria, Kelurahan Sawah, Ciputat terhadap peristiwa terorisme.
(27)
13
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Praktis
(-) Menambah pengetahuan tentang terorisme dan kaitannya di bidang sosial. (-) Dengan mengetahui dampak masyarakat terhadap sosok teroris diharapkan
dapat dijadikan bahan analisis bagi pemerintah, DENSUS 88 dan POLRI. b. Manfaat Akademis
(-) Menambah referensi terkait dengan terorisme di bidang kesejahteraan sosial. (-) Diharapkan dapat menambah kontribusi keilmuan yang dapat dijadikan
dokumentasi Perguruan Tinggi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagai bahan rujukan bagi para mahasiswa yang berkontribusi pada studi sosial dalam dimensi terorisme di bidang kesejahteraan sosial.
c. Manfaat Sosial
Penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk lebih terbuka dan peduli terhadap lingkungannya.Dengan kepedulian dan kemauan untuk mencari tahu serta melaporkan hal-hal yang dianggap tidak wajar kepada pihak yang berwajib baik ketua RT ataupun pihak kepolisian demi terwujudnya wilayah yang bebas teroris.
D.Metodelogi Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur statistik atau
(28)
14
dengan cara-cara kuantifikasi. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menekankan pada quality atau hal terpenting suatu barang atau jasa. Hal terpenting suatu barang atau jasa yang berupa kejadian, fenomena, dan gejala sosial adalah makna di balik kejadian tersebut yang dapat dijadikan pelajaran berharga bagi pengembangan konsep teori. Penelitian kualitatif dapat didesain untuk memberikan sumbangannya terhadap teori, praktis, kebijakan, masalah-masalah sosial, dan tindakan.19
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan studi kasus. Dalam tradisi penelitian kualitatif, proses dan ilmu pengetahuan tidak sesederhana penelitian kualitatif, karena sebelum hasil-hasil penelitian kualitatif ditentukan atau ditemukan, tahapan penelitian kualitatif melampaui berbagai tahapan berpikir kritis-ilmiah, dimana sang peneliti berpikir secara induktif yaitu menangkap berbagai fakta dan fenomena-fenomena sosial melalui teorisasi berdasarkan apa yang diamati itu.20
Studi kasus adalah metode penelitian yang menggunakan berbagai sumber data (sebanyak mungkin data) yang bisa digunakan untuk meneliti, menguraikan, dan menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek individu, kelompok, suatu program, organisasi atau peristiwa secara sistematis. Penelaah berbagai sumber data ini membutuhkan berbagai macam instrumen pengumpulan data. Oleh karena itu, peneliti dapat menggunakan wawancara mendalam, observasi partisipan,
19M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012), h. 25.
20Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
(29)
15
dokumentasi-dokumentasi, rekaman, bukti-bukti fisik dan lainnya. Menurut Mulyana (2001:201), studi kasus peneliti berupaya secara seksama dan dengan berbagai cara mengkaji sejumlah besar variabel mengenai suatu kasus khusus. Dengan mempelajari semaksimal mungkin seorang individu, suatu kelompok atau suatu kejadian, peneliti bertujuan memberikan uraian yang lengkap dan mendalam mengenai subjek yang diteliti. Karena itu, studi kasus mempunyai cirri-ciri:
a. Partikularistik. Artinya studi kasus terfokus pada situasi, peristiwa, program atau fenomena tertentu.
b. Deskriptif. Hasil akhir metode ini adalah deskripsi detail dari topik yang diteliti. c. Heuristik. Metode studi kasus membantu khalayak memahami apa yang sedang
diteliti. Interpretasi baru, perspektif baru, makna baru merupakan tujuan dari studi kasus.
d. Induktif. Studi kasus berangkat dari fakta-fakta di lapangan, kemudian menyimpulkan ke dalam tataran konsep atau teori.21
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Dalam penelelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif. Sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mencari dampak masyarakat Kampung Sawah Gang H. Hasan, Blok Gandaria, Keluarhan Sawah, Ciputat. Penelitian deskriptif bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang
21 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jilid 1,(Jakarta: Prenada Media
(30)
16
fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu.22 Secara umum pendekatan kualitatif mempunyai karakteristik sebagai berikut:23
a. Intensif, partisipasi peneliti dalam waktu lama pada setting lapangan, peneliti adalah instrument pokok penelitian.
b. Perekaman yang sangat hati-hati terhadap apa yang terjadi dengan catatan-catatan di lapangan dan tipe-tipe lain dari bukti-bukti Dokumenter.
c. Analisis data lapangan.
d. Melaporkan hasil termasuk deskripsi detail, quotes dan komentar-komentar.
e. Tidak ada realitas yang tunggal, setiap peneliti mengkreasi realitas sebagai bagian dari proses penelitiannya. Realitas dipandang sebagai dinamis dan produk konstruksi sosial.
f. Subjektif berada hanya dalam referensi peneliti. Peneliti sebagai saran penggalian interpretasi data.
g. Realitas adalah holistik dan tidak dapat dipilah-pilah.
h. Peneliti memproduksi penjelasan unik tentang situasi yang terjadi dan individu-individunya.
i. Lebih pada kedalaman daripada keluasan.
j. Prosedur penelitian empiris-rasional dan tidak berstruktur.
k. Hubungan antara teori, konsep data: data memunculkan atau membentuk teori baru.
22Melly G. Tan, “Masalah Perencanaan Penelitian”, Metode-Metode Penelitian Masyarakat,
Koentjaraningrat, (Jakarta : PT. Gramedia, 1997), h. 42.
(31)
17
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif untuk mengetahui fenomena tentang aspek, kejiwaan, tanggapan, opini, perasaan, keinginan dan kemauan seseorang karena penelitian ini mengangkat suatu dampak yang timbul di masyarakat akibat peristiwa terorisme pada pergantian malam tahun baru 2014 di Kampung Sawah Gang H. Hasan, Blok Gandaria, Kelurahan Sawah, Ciputat.
2. Unit Analisis
Unit analisis bisa disebut dengan informan atau responden. Di dalam penelitian ini prosedur yang digunakan adalah prosedur purposif dalam menentukan informan, prosedur purposif adalah suatu strategi menentukan informan yang paling umum di dalam penelitian kualitatif, yaitu menentukan kelompok peserta yang menjadi informan sesuai dengan kriteria terpilih yang relevan dengan masalah peneletian tertentu.24 Penelitian ini memfokuskan pada masyarakat Kampung Sawah yang tinggal dekat dengan lokasi penggerebekan teroris pada malam tahun baru 2014. Karakteristik informan dalam penelitian ini adalah:
a. Warga yang tinggal berdekatan dengan lokasi penggerebekan teroris pada malam tahun baru 2014, yaitu warga yang tinggal di Gang H. Hasan, Blok Gandaria RT 04 RW 07 Gang Gandaria, Kelurahan Sawah, Ciputat.
b. Warga remaja yang berusia mulai dari 13 sampai 17 tahun.25 c. Warga dewasa yang berusia mulai dari 18 sampai 60 tahun. d. Warga lansia yang berusia diatas 60 tahun.26
24Ibid, h. 107.
25 Elizabeth B.Hurlock, Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
(32)
18 e. Berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.
f. Jumlah informan adalah 6 orang yang terdiri dari ketua RT, tokoh masyarakat, ibu rumah tangga, terapis pijat, pelajar dan pemilik kontrakan tempat teroris (Dayat) bersembunyi.
Untuk survei yang dilakukan peneliti, metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling nonprobabilitas, yaitu sampel yang tidak melalui teknik random (acak). Disini semua anggota populasi belum tentu memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi sampel, disebabkan oleh pertimbangan-pertimbangan tertentu oleh peneliti. Sampling non-probabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling purposif. Teknik ini mencakup orang-orang yang diseleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan penelitian. Sedangkan, orang-orang yang menjadi populasi tetapi tidak sesuai dengan kriteria tersebut tidak dijadikan sampel.27 Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 6 orang yang termasuk warga Kampung Sawah, Gang H. Hasan, Blok Gandaria, Kelurahan Sawah, Ciputat.
3. Metode Pengumpulan Data
Dalam usaha peneliti untuk menggambarkan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan 1 jenis data, yaitu:
26Ibid, h. 246.
(33)
19
Data Primer
Peneliti melakukan penelitian langsung ke lapangan guna mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan, yaitu dengan cara:
a. Observasi non-partisipan
Observasi adalah salah satu metode utama dalam penelitian kualitatif. Observasi adalah mengamati dan mendengar dalam rangka memahami, mencari jawaban, mencari bukti terhadap fenomena dampak terorisme (perilaku, kejadian-kejadian, keadaan, benda dan simbol-simbol terntentu) selama beberapa waktu tanpa mempengaruhi fenomena tersebut guna menemukan data dan analisis.28 Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi non partisipan dimana peneliti tidak menjadi suatu bagian dari masyarakat yang tinggal di wilayah Kampung Sawah yang diteliti. Bentuk ini juga memiliki kelemahan yaitu bila observee mengetahui bahwa mereka sedang diobservasi, maka perilakunya biasanya dibuat-buat atau tidak wajar. Akibatnya obsever tidak mendapatkan data yang asli. Observasi ini dilakukan di daerah Ciputat dengan objek observasi adalah masyarakat yang tinggal dekat dengan lokasi penggerebekan teroris pada malam tahun baru 2014 di Kampung Sawah, Ciputat Tangerang Selatan.
28 Imam Suprayogo, Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial Agama (Bandung: PT Remaja
(34)
20
b. WawancaraMendalam (Depth Interviews)
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknis wawancara mendalam (Depth Interviews). Wawancara mendalam adalah metode penelitian dimana peneliti melakukan kegiatan wawancara tatap muka secara mendalam dan terus-menerus (lebih dari satu kali) untuk menggali informasi dari responden. Oleh karena itu, responden disebut juga informan. Sebab wawancara dilakukan lebih dari sekali, maka
disebut juga “intensive-interviews”. Biasanya metode ini menggunakan sampel yang terbatas, jika peneliti merasa data yang dibutuhkan sudah cukup maka tidak perlu mencari sampel (responden) yang lain. Metode ini memungkinkan peneliti untuk mendapatkan alasan detail dari jawaban responden yang antara lain mencakup opininya, motivasinya, nilai-nilai ataupun pengalaman-pengalamannya.29
Metode wawancara yang digunakan adalah metode wawancara semi-structure yaitu sebuah metode dimana pewawancara biasanya memiliki daftar pertanyaan tertulis tapi memungkinkan untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan secara bebas, yang terkait dengan permasalahan.Artinya, wawancara dilakukan secara bebas, tetapi terarah dengan tetap disiapkan terlebih dahulu.30Hal ini bertujuan untuk dapat mengetahui spontanitas dan umpan balik tanpa adanya konstruksi dari interviewee. Sehingga data yang didapat akan lebih objektif dan sesuai dengan kenyataannya. Penelitian ini menggunakan metode wawancara untuk menggali informasi dan mendapatkan alasan detail yang mencakup opini, dampak, sebab-akibat dari
29 Rahmat Kriyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jilid 1, h. 63-64. 30 Rahmat Kriyanto, h. 99.
(35)
21
penyergapan teroris pada malam tahun baru 2014 di Gang H. Hasan, Blok Gandaria, Kelurahan Sawah, Ciputat.
Table 1.1 Tabel Informan No
. Nama Profesi/Posisi Alasan Pemilihan Informan
Keterangan
1. Zainab Ibu rumah
tangga
Informan sebagai pemilik kontrakan. Dengan memilih beliau sebagai informan akan diperoleh data terkait dengan kehadiran teroris Dayat cs.
Perempuan Usia 64
tahun
2. Yuni Terapis Pijat Informan Yuni adalah salah satu warga yang tinggal di rumah kontrakan bersama teroris Dayat cs. Selain itu, Yuni memiliki anak
yang mengalami dampak akibat penggerebekan teroris di
lingkungannya.
Perumpuan Usia 39
tahun
3. S Ibu rumah
tangga
Informan S adalah salah satu ibu rumah tangga yang dipilih dari
beberapa ibu rumah tangga lainnya. Dengan memilih S peneliti memperoleh data terkait
dengan peristiwa terorisme di lingkungannya.
Perempuan Usia (-)
4. A Pelajar Peneliti ingin mengetahui apakah
A salah satu pelajar mengalami dampak akibat penggerebekan teroris pada malam tahun baru.
Laki-laki Usia 16
tahun
5. Bachtia r
Ketua RT Dalam hal ini peneliti ingin mencari informasi terkait dampak
yang ditimbulkan dari peristiwa terorisme di Kampung Sawah melalui aparat keamanan yaitu
ketua RT.
Laki-laki Usia 46
tahun
6. H.
Murdi
Tokoh Masyarakat
Melalui tokoh masyarakat, peneliti ingin mengetahui peran
Laki-laki Usia 72
(36)
22
serta dampak yang ditimbulkan dari peristiw terorisme di
Kampung Sawah.
tahun
Jumlah Inform
an
6 Informan
4. Metode Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.31 Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain. analisis melibatkan pekerjaan dengan data, penyusunan, dan pemecahannya ke dalam unit-uit yang dapat ditangani, perangkumannya, pencarian pola-pola, dan penemuan apa yang penting dan apa yang perlu dipelajari dan pembuatan keputusan apa yang akan peneliti katakana kepada orang lain.32
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis data kualitatif model Strauss dan Corbin (Grounded Theory). Menurut Strauss dan Cobin (1990: 58) analisis data kualitatif, khususnya dalam penelitian Grounded Theory terdiri atas tiga jenis pengodean (coding) utama, yaitu (1) pengodean terbuka (open coding), (2) pengodean berporos (axial coding), dan (3) pengodean selektif (selective coding).
31Ibid, h. 168.
32Prof. Dr. Emzir, M.pd, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: Rajawali
(37)
23
Lebih jauh Strauss dan Cobin (1990: 59) menyatakan bahwa pengumpulan data dan analisis data merupakan proses antar jaringan (interwoven process) yang erat, dan harus terjadi secara bergantian karena analisis mengarahkan pengambilan sampel data.33
5. Teknik Keabsahan Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik keabsahan data dengan maksud apakah penelitian ini telah memenuhi nilai kebenaran dari data dan informasi yang telah digunakan dengan teknik triangulasi. Triangulasi dalam pengujian kredibelitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Triangulasi dibedakan menjadi 3 cara yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.34 Sedangkan menurut Dwidjowinoto ada beberapa macam triangulasi, yaitu triangulasi sumber, triangulasi waktu, triangulasi teori, triangulasi periset, dan triangulasi metode.35
Triangulasi yang digunakan oleh peneliti adalah triangulasi sumber yaitu membandingkan atau mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari sumber yang berbeda. Seperti contoh, membandingkan pengamatan dengan wawancara; membandingkan apa yang dikatakan umum dengan yang dikatakan pribadi.
33Ibid, h. 137.
34 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Cetakan ke-11, (Bandung:
Alfabeta, 2010), h. 273.
(38)
24
6. Tempat dan Waktu Penelitian
Peneliti mengambil tempat penelitian di Kampung Sawah, Gang H. Hasan, Blok Gandaria, Kelurahan Sawah, Ciputat. Adapun waktu penelitian untuk mengadakan penelitian tersebut selama 7 bulan yang dimulai dari bulan Februari 2014 sampai bulan Agustus 2014.
7. Teknik Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini dibuat sesuai dengan “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah skripsi, tesis, dan disertasi”, yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Jakarta Press Tahun 2007.
8. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan tinjauan atas kepustakaan (literatur) yang berkaitan dengan topik pembahasan penelitian yang dilakukan pada penulisan skripsi ini. Tinjauan pustaka digunakan sebagai acuan untuk membantu dan mengetahui dengan jelas penelitian yang akan dilakukan untuk penulisan skripsi ini.36 Adapun tinjauan pustaka dalam penulisan skripsi ini, peneliti menggunakan literatur berupa skripsi, dan tesis yang berkaitan dengan penelitian skripsi peneliti.
Skripsi dari Muhammad Ridwan, III (Praktisi Hukum) Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jakarta, 2004 yang berjudul “Dampak Hukum Dicabutnya Asas Retroaktif Pada UU No. 16 Tahun 2003 Dalam Kasus Tindak Pidana Terorisme
36Hamid Nasuhi, dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi),
(39)
25
Terhadap Putusan Yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap”. Isi pokok dari skripsi ini membahas tentang,pertama, apa dampak hukum yang akan timbul terhadap putusan berkekuatan hokum tetap dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang menimbulkan uji materil terhadap UU No. 16 Tahun 2003. Kedua, putusan Mahkamah Konstitusi dijadikan dasar upaya hukum peninjauan kembali bagi terpidana tindak pidana terorisme.
Tesis dari Yusmardi. N,Program Magister Kajian Stratejik Ketahanan Nasional Program Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta, 2005 yang berjudul
“Implikasi Kebijakan Amerika Serikat Dalam Memerangi Terorisme Bagi Islam Politik di Indonesia”. Tesis ini telah menjelaskan, pertama, strategi AS untuk menjelajahi kebiasaan penyelesaian konflik internasional dalam melaksanakan kebijakan memerangi terorisme (war on terrorism). Kedua, alasan sebagian komunitas Islam dalam meggunakan cara-cara kekerasan (teror) dalam upaya mencapai tujuan-tujuan politiknya. Ketiga, implikasi kebijakan war on terrorism Amerika Serikat bagi komunitas islam politik di Indonesia.
Tesis dari Rakhmat Damdami, Program Pascasarjana Program Studi Kajian Ketahanan Nasional Kekhususan Kajian Stratejik Intelejen Universitas Indonesia
Jakarta, 2011 yang berjudul “Jama’ah Anshorut Tauhid Sebagai Organisasi Hub Terorisme Berlatarbelakang Keagamaan di Indonesia”. Tesis ini menjelaskan peran Jama’ah Anshorut Tauhid sebagai organisasi Hub bagi terorisme berlatar belakang keagamaan di Indonesia.
(40)
26
Tesis dari I Wayan Wirawan, FISIP Departemen Ilmu Hubungan Internasional Program Pascasarjana Jurusan Ekonomi Politik Internasional Universitas Indonesia Jakarta, 2011 yang berjudul “Dampak Terorisme Terhadap Bisnis Penerbangan Internasional (Studi Kasus Pasca Tragedi WTC 11 September
2011 di Amerika Serikat)”. Tesis ini menjelaskan Dampak Terorisme Terhadap Bisnis Penerbangan Internasional (Studi Kasus Pasca Tragedi WTC 11 September 2011 di Amerika Serikat).
9. Sistematika Penulisan
Penulisan ini terdiri atas satu bab yang peneliti uraikan sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, didalamnya peneliti menguraikan masalah dengan teknik penulisan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat, metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
BAB II Kajian Teori, dalam bab ini akan dijelaskan teori-teori yang berhubungan dengan isi skripsi sebagai dasar pemikiran untuk membahas permasalahan dalam penelitian skripsi, yaitu: teori tentang terorisme, teori psikodinamik, kecemasan sosial dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan sosial, kognisi sosial dan teori pekerja sosial.
BAB III Profil Masyarakat, pada bab ini menjelaskan profil Kelurahan Sawah, kota Tangerang Selatan, masyarakat Kampung Sawah,
(41)
27
Gang H. Hasan, Blok Gandaria, Kelurahan Sawah, Ciputat serta profil informan.
BAB IV Temuan dan Analisis Data, pada bab ini akan dijelaskan dan dijabarkan data hasil penelitian yang telah didapatkan berikut analisis data berdasarkan statistika dan kesimpulan.
BAB V Penutup, pada bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan, dan saran.
(42)
28
BAB II
LANDASAN TEORITIS
TEROR, TERORISME, TERORIS
A. Terorisme
1. Definisi Terorisme
Jika kita berbicara tentang terorisme, maka hal ini sangat erat kaitannya dengan keamanan bagi suatu Negara. Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme, bahwa terorisme adalah perbuatan melawan hukum secara sistematis dengan maksud untuk menghancurkan kedaulatan bangsa dan Negara dengan membahayakan bagi badan, nyawa, moral, harta benda dan kemerdekaan orang atau menimbulkan kerusakan umum atau suasana teror atau rasa takut terhadap orang-orang secara meluas, sehingga terjadi kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, kebutuhan pokok rakyat, lingkungan hidup, moral, peradaban, rahasia Negara, kebudayaan, pendidikan, perekonomian, ideologi, perindustrian, fasilitas umum, atau fasilitas internasional.37
Sedangkan pendapat lain menjelaskan definisi terorisme adalah fenomena dalam masyarakat demokratis dan liberal atau masyarakat yang menuju transisi kesana. Terorisme termasuk ke dalam kekerasan politis (political violence), seperti: kerusuhan, hura-hura, pemberontakan, revolusi, perang saudara, geriliya,
37 Abdul Wahid, dkk, Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAM, dan Hukum (Bandung:
(43)
29
pembantaian, dan lain-lain. Terorisme politis memiliki karakteristik sebagai berikut:38 (1) merupakan intimidasi yang memaksa; (2) memakai pembunuhan dan penghancuran secara sistematis sebagai sarana untuk suatu tujuan tertentu; (3) korban
bukan tujuan, melainkan sarana untuk menciptakan perang urat syaraf, yakni “bunuh satu orang menakuti seribu orang”; (4) target aksi teror dipilih, bekerja secara rahasia,
namun tujuannya adalah publisitas; (5) pesan aksi itu cukup jelas, meski pelaku tidak selalu menyatakan diri secara personal; (6) para pelaku kebanyakan dimotivasi oleh
idealisme yang cukup keras, misalnya “berjuang demi agama dan kemanusiaan”.39 Sedangkan menurut Dr. Hafid Abbas dalam bukunya Beyond Terrorism yang dikutip dalam skripsi I Wayan Wirawan menjelaskan definisi Terorisme menurut Federal Bureau of Investigation FBI adalah pemakaian kekuatan atau kekerasan tidak sah melawan orang atau properti untuk mengintimidasi atau menekan suatu pemerintahan, masyarakat sipil atau bagian-bagiannya untuk memaksakan tujuan sosial atau politik.40
Selain itu, menurut Flemming dan Stohl dalam buku Cyber Terrorism yang ditulis oleh Andrew M. Colaric menyatakan:
“Terrorism is an act and must be defined as such”. It is the intentional act of inflicting fear in an individual, group, and/or society with the intent to influence a wider audience. It is said that there are two basic motivations in life: the pursuit of pleasure and the avoidance of pain. The focus of terrorism
38 Wilkinson, Paul, Terrorism and The Liberal State (London: The Macmillan Press Ltd.,
London, 1977), h. 49 dst.
39 Budi Hardiman, dkk, Terorisme Definisi, Aksi, dan Regulasi (Jakarta: Imparsial, 2005), h.
3.
40I Wayan Wirawan, “Dampak Terorisme Terhadap Bisnis Penerbangan Internasional (Studi
Kasus Pasca Tragedi WTC 11 September 2011 di Amerika Serikat)”, (FISIP Pascasarjana Jurusan Ekonomi Politik Internasional Universitas Indonesia, 2011), h. 25.
(44)
30
is to inflict such terror through violence as to make people do anything to avoid the possibility of future pain. In tis respect, a form of control is exercised on unwilling participants. In Title of the United States Code (18 CFR Section 2656f(d)), terrorism is defined as:
The term ‘terrorism’ means premeditated, politically motivated violence perpetrated against non-combatant targets by subnational groups or clandestine agents, usually intended to influence an audience.41
“Terorisme adalah suatu tindakan dan harus didefiniskan seperti itu”. Ini adalah tindakan yang disengaja untuk menimbulkan ketakutan dalam individu, kelompok, atau masyarakat dengan maksud untuk mempengaruhi khalayak yang lebih luas. Dikatakan bahwa ada dua motivasi dasar dalam kehidupan: mencapai kepuasan dan menghindari penderitaan. Fokus terorisme adalah untuk menimbulkan teror melalui kekerasan agar orang melakukan sesuatu untuk menghindari kemungkinan penderitaan di masa depan. Dalam hal ini, bentuk kontrol dilakukan dengan paksa pada para pastisipan yang sebenarnya tidak mau melakukannya.
Menurut Andrew M. Colarik dalam Title of the United States Code (18 CFR Section 2656f(d)), terorisme didefiniskan sebagai suatu hal yang direncanakan, kekerasan bermotif politik yang dilakukan terhadap sasaran yang tidak bersenjata oleh kelompok-kelompok subnasional atau agen rahasia, biasanya dimaksudkan untuk mepengaruhi masyarakat.
Dengan demikian, terorisme dapat didefinisikan sebagai tindakan yang dapat menimbulkan perasaan takut dan cemas terhadap korbannya. Tindakan yang sengaja dilakukan bertujuan untuk mempengaruhi masyarakat dengan cara meneror dan menghancurkan sebagai sarana tujuannya.
41 Andrew M. Colarik, Cyber Terrorism (United States of America: Idea Group Publishing,
(45)
31
2. Kategori Terorisme
Terorisme juga memiliki beberapa kategori, hal ini terlihat dari tujuan dan latar belakang dari kelompok teroris tersebut. Kategori-kategori tersebut dapat dikelompokan menjadi; (1)Kelompok yang mengejar tujuan agama, (2) Kelompok yang mengejar tujuan nasional atau Negara, (3) Kelompok yang bertujuan budaya, bahasa, dan daerah, (4) Kelompok yang termasuk dalam gerakan sayap kiri, (5) Kelompok yang termasuk dalam gerakan sayap kanan, (6) Kelompok yang menggunakan terorisme sebagai alat pemerintahan.
Religious dissidents will be the first type to be discussed. This discussion will include groups that use terrorist attacks to attempt to achieve their goals in terms of creating religious freedom for their groups or bringing groups that they see as more theologically correct to power.
Kelompok yang mengejar tujuan agama adalah kelompok yang menggunakan terorisme untuk mencapai tujuan mereka dalam membuat suatu kebebasan beragama untuk kelompok mereka sendiri atau membawa kelompok yang mereka anggap paling benar untuk dapat berkuasa.
Many active terrorist organizations have sought objectives related to a particular ethnic group, or linguistic group, or region of the country. These group seek to liberate themselves and their co-nationals from what they perceive to be a colonial situation or a repressive government.
Kelompok yang mengejar tujuan Nasional atau Negara yaitu berbagai organisasi teroris yang aktif untuk berusaha mencapai tujuan yang terkait dengan kelompok etnis tertentu, atau kelompok bahasa, atau wilayah Negara tertentu. Kelompok ini berusaha membebaskan diri mereka dan co-nasional dari apa yang mereka persepsikan menjadi situasi kolonial atau pemerintahan yang represif.
Ideologies have also served to define the political objectives of organizations using terror. There have been both lef-wing and right-wing groups that have used terrorist tactics. They will be considered separately in different chapters
(46)
32
since the goals and objectives of the two trypes of groups are so dissimilar, even though at times they have shared the goal of destroying the existing states. In many cases they appear in different contexts, with leftist groups opposing one kind of regime or government. However, both groups have at times operated in the same countries, even at the same time, when they have both been opposed to a middle of the road government.
Kelompok yang bertujuan budaya, bahasa dan daerah merupakan ideologi yang juga berfungsi untuk menentukan tujuan politik organisasi dengan menggunakan aksi teror. Baik di kelompok sayap kiri maupun kelompok sayap kanan menggunakan taktik teroris. Mereka akan dibagi secara terpisah dalam bagian-bagian yang berbeda karena tujuan dan sasaran dari dua jenis kelompok tersebut sangat berbeda, meskipun terkadang mereka sudah berbagi tujuan untuk menghancurkan Negara-negara tertentu. Dalam berbagai kasus mereka muncul pada konteks yang berbeda dengan kelompok-kelompok sayap kiri yang menentang satu jenis rezim atau pemerintahan. Namun, kedua kelompok telah beroperasi di Negara-negara yang sama, bahkan pada saat yang bersamaan pula, ketika keduanya sedang menentang pemerintahan.
The final type of terrorism described in this book is terrorism undertaken essentially by or on behalf of the government. Generally it will involve unofficial groups that use terror to reinforce governmental policies or deal with dissident groups. Governments will frequently use death squads or other such groups to instill fear rather than relying on the police or the armed forces.
Kelompok yang menggunakan terorisme sebagai alat pemerintah merupakan pembahasan terakhir pada jenis kelompok terorisme. Kelompok ini pada dasarnya dilakukan oleh atau atas nama pemerintah. Umumnya melibatkan kelompok-kelompok tidak resmi yang menggunakan teror untuk memperkuat kebijakan pemerintah atau berurusan dengan kelompok-kelompok penentang.Pemerintah lebih condong menggunakan tentara yang mematikan atau kelompok-kelompok sejenisnya untuk membuat masyarakat takut daripada mengandalkan polisi atau angkatan bersenjata.
(47)
33
Terrorist actions are often devided into domestic terrorism and international terrorism. International terrorism will usually include situations that involve a target in another country attacked by a group from another, thus creating an situations in which more than one government has an interest. Domestic terrorism is an internal affair and at least in theory less open to the involvement of other states. This distinction between domestic and international terrorism, however, can often be a false one.42
Aksi terorisme dibagi menjadi dua bagian, yaitu terorisme domestik dan terorisme internasional. Terorisme internasional biasanya mencakup situasi yang melibatkan tragedi Negara lain yang diserang oleh sekelompok lain, sehingga menciptakan situasi di mana lebih dari satu pemerintah memiliki kepentingan. Terorisme domestik adalah kepentingan internal dan kurang terbuka dengan Negara-negara lain. Perbedaan antara terorisme domestik dengan terorisme internasional, bagaimanapun tidak selalu salah.
Dengan demikian, kategori terorisme dapat didefinisikan sebagai indikator dari tujuan terorisme. Tujuan yang dimaksud yaitu; yang mengejar tujuan agama, yang mengejar tujuan nasional atau Negara, yang bertujuan budaya, bahasa, dan daerah, yang termasuk dalam gerakan sayap kiri, yang termasuk dalam gerakan sayap kanan, yang menggunakan terorisme sebagai alat pemerintahan dan dilakukan baik secara domestik ataupun internasional.
3. Alasan Terorisme
Mungkin kita tidak dapat menghilangkan asap tanpa memandamkan apinya. Begitulah yang seharusnya dilakukan, dalam pemberantasan tindakan terorisme kita tidak hanya fokus pada pelaku atau terorisnya saja.Namun, dibalik itu semua ada penyebab awal mulanya tindakan terorisme itu hadir ditengah-tengah kita.
42 Howell, L. D, The New Global Terrorism: Characteristics, Causes, Controls (New Jersey:
(48)
34
Menurut Howell dalam bukunya yang berjudul The New Global Terrorism menjelaskan alasan atau penyebab munculnya tindakan terorisme:
There have been numerous theories as to the causes of terrorism-include among the possibilities are: government structures and exploitatives economic systems; repression and discrimination; relative deprivation wherein a group sees its position in society slip in regrad to other groups are raising their standards of living; rapid charge that disrupts the social and political systems; imperialism and colonialsm; and disaster-natural or otherwise-that overwhelm the political society.
Regardless of the underlying causes in a social or political system, one factor is virtually universal. Violence is likely when some subgroup in the population has major grievances. The problems can be grounded in religious beliefs, ethnic concerns, ideological issues, or from a mixture of these factors. In fact, many persons implicitly identify the causes of terrorism in ethnic, religious, and ideological terms when they use the objectives of the terrorist to categorize the causes of the violence. In a large number of cases it is obvious that disparities in economic will being play a role in the grievences (Howell 2003: 177).43
Ada banyak teori tentang penyebab terorisme diantaranya struktur pemerintahan dan sistem ekonomi yang bersifat exploitative, penindasan dan diskriminasi; dimana suatu kelompok melihat posisinya dalam masyarakat berbeda dengan kelompok lain karena kelompok lain telah mengingatkan standar hidup; biaya naik dengan cepat yang mengganggu sistem sosial dan politik, imperialisme dan kolonialisasi, dan bencana-alam atau lainnya yang sering melanda masyarakat.
Terlepas dari penyebab terorisme dalam sistem sosial atau politik, ada salah satu faktor yang universal. Keluhan atau faktor utama dalam sub masyarakat atau populasi adalah kekerasan. Masalah yang timbul pada dasarnya adalah keyakinan agama, ke khawatiran etnis, isu-isu ideologis, atau dari berbagai faktor-faktor yang menjadi satu.Bahkan, banyak orang secara implisit mengidentifikasi penyebab terorisme dalam hal etnis, agama, dan ideologi ketika mereka menggunakan tujuan
(49)
35
teroris untuk mengkategorikan penyebab kekerasan.Dalam sejumlah besar kasus itu adalah jelas bahwa masalah utama adalah kesenjangan dalam ekonomi.
Dengan demikian, dalam buku Howell menjelaskan bahwa bukan hanya masalah yang timbul dari faktor politik maupun pemahaman agama yang berbeda saja yang dapat menyebabkan terjadi tindakan terorisme.Akan tetapi, tindakan terorisme atau lahirnya teroris dilihat dari faktor kesenjangan ekonomi pada diri teroris.
4. Model-Model Respon Aksi Terorisme
Pemerintah bisa memiliki respon yang berbeda-beda terhadap aksi terorisme di dalam negaranya. Macam-macam respon itu akan menghasilkan implikasi yang berbeda-beda menurut Gutteridge dan William dalam buku Budi Hardiman, sebagai berikut:
a. Membiarkan. Jika suatu pemerintahan membiarkan aksi teroritis atau tidak menunjukan ketegasan yang dapat dibaca oleh rakyatnya, terbukalah peluang bagi rakyat untuk memulai bertindak sendiri dengan membentuk organisasi-organisasi paramiliter. Gerakan dari rakyat ini dapat dilihat sebagai melemahkan sistem Negara dalam menjamin keamanan rakyatnya. Kontra-teror dari rakyat akan menghasilkan Kontra-teror baru, maka rantai kekerasan pun terbentuk.
b. Menekan aksi terorisme dengan kebijakan totaliter. Menstabilkan atau memperkuat kontrol atas totalitas politis dengan membentuk sistem satu partai, mendirikan spionase, cek rutin dokumen-dokumen personal, kontrol atas kebebasan berpergian, kontrol atas media massa dan komunikasi massa,
(50)
36
penyaringan anggota-anggota partai, menyusun hukum yang memungkinkan untuk menjaring musuh-musuh politis, dan sebagainya.
c. Kontra-teror terhadap teroris internasional plus demokrasi. Melakukan penyerangan terhadap basis-basis organisasi teroris atas nama demokrasi. d. Pendekatan lunak terhadap teroris. Memenuhi keinginan kaum teroris, seperti
bisa terjadi dalam aksi pembajakan pesawat. Di lain pihak suatu negosiasi dengan teroris dapat dicurigai oleh publik demokratis sebagai politik arkanum.
e. Pendekatan garis keras. Mengisolasi sel-sel kaum teroris, organisasi, pasokan logistik, dan pemimpin mereka. Hukum terhadap pelaku teror diperkeras. Intrumen-instrumen anti teroris dipercanggih dengan presisi yang tinggi.44
5. Bentuk Kejahatan Terorisme
Dalam jurnal Muladi yang di kutip oleh Eddy Faisal dalam tesisnya yang menjelaskan kekerasan adalah pondasi terorisme, bahkan dapat dikatakan terorisme merupakan puncak dari aksi kekerasan (Terrorism Is The Apex of Violence). Hal ini dikarenakan terorisme dapat menciptakan kekerasan ikutan (Collateral Damage) terhadap pihak ketiga yakni masyarakat umum yang seringkali bukan menjadi sasaran gerakan mereka.
Dilihat dari cara-cara yang digunakan: 1). Teror Fisik, yaitu teror untuk menimbulkan ketakutan, kegelisahan melalui sasaran fisik jasmani dalam bentuk pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, penyanderaan, penyiksaan dan
(51)
37
sebagainya, sehingga nyata-nyata dapat dilihat secara fisik akibat tindakan teror. 2). Teror Mental, yaitu teror dengan menggunakan segala macam cara yang bisa menimbulkan ketakutan dan kegelisahan tanpa harus menyakiti jasmani korban (psikologi korban sebagai sasaran) yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan tekanan batin yang luar biasa akibatnya bisa gila, bunuh diri, putus asa dan sebagainya.
Dilihat dari skala sasaran teror: 1). Teror Nasional, yaitu teror yang ditunjukan kepada pihak-pihak yang ada pada suatu wilayah dan kekuasaan Negara tertentu, yang dapat berupa: pemberontakan bersenjata, pengacauan stabilitas nasional dan gangguan keamanan nasional. 2). Teror Internasional. Tindakan teror yang ditujukan kepada bangsa atau Negara lain diluar kawasan Negara yang didiami oleh teroris, dengan bentuk: a). Dari Pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Dalam bentuk penjajahan, invansi, intervensi, agresi dan perang terbuka. b). Dari Pihak yang Lemah kepada Pihak yang Kuat. Dalam bentuk pembajakan, gangguan keamanan internasional, sabotase, tindakan nekat dan berani mati, pasukan bunuh diri dan sebagainya.45
Dengan demikian, bentuk kejahatan terorisme dapat didefinisikan sebagai bentuk kekerasan karena kekerasan dengan terorisme sangat erat hubugannya. Bentuk lain dari kejahatan terorisme adalah teror. Teror yang sering terjadi yaitu teror fisik
45Eddy Faisal, “Dampak Aksi Teroris Terhadap Masyarakat Indonesia Dalam Perspektif
Ketahan Nasional”, (Jakarta:Program Pascasarjana Program Studi Kajian Ketahanan Nasional
(52)
38
dan mental. Namun, selain teror fisik dan mental bentuk kejahatan terorisme adalah dengan melalui teror Nasional dan Internasional.
6. Taktik Terorisme
Taktik atau modus teror yang sering digunukan oleh para terorisme yang terjadi selama ini baik yang berskala internasional maupun nasional, biasanya meliputi:
a. Pengeboman, merupakan metode teror yang paling destruktif karena menggunakan bahan peledak yang dapat menimbulkan korban jiwa secara masal berikut kehancuran material, sehingga menjadikan pemboman sebagai metode terorisme paling banyak digunakan yakni 60 % dari seluruh aksi teror di dunia. Berdasarkan bahan atau media peledakannya dapat dikategorikan: 1) Bom konvensional yang menggunakan bahan peledak umum TNT (Trinito Toulene), PETN (Pentaerythritol Tetranitrat) maupun berbasis komponen plastik seperti C-4 atau Semtex (Semtin Explosive). 2) IED (Improvised Explosive Device) yakni bahan peledak dari racikan bahan kimiawi komersial seperti nitogliserin, pupuk urea, potassium dan belerang. Sedangkan berdasarkan mekanisme aktivitas peledakan dibedakan menjadi: 1) Pemboman tak langsung (Indirect Bombing) yakni meledakan bom secara tidak langsung menggunakan kendali jarak jauh (Remote Control) maupun kendali waktu (Timer). 2) Pemboman langsung (Direct Bombing) antara lain
(53)
39
melemparkan bom atau granat, menembakan peluncur roket serta penabrakan muatan bom terhadap sasaran.
b. Serangan Bunuh Diri (Kamikazel/Suicide Attack), merupakan aksi teror improvisasi yang menggabungkan metode pembunuhan dan pemboman yang bertujuan menimbulkan korban jiwa dari pihak subjek maupun objek aksi teror. Motif bunuh diri pelaku teror memiliki tujuan: 1) Penghilangan jejak aksi teror. 2) Ekspresi kejiwaan pelaku teror. 3) Ekploitasi pengaruh massa. c. Pembajakan, merupakan upaya penyanderaan terhadap warga sipil dengan
memanfaatkan fasilitas transportasi umum, terutama pesawat terbang, kendaraan darat termasuk kereta api dan kapal penumpang. Metode pembajakan sempat popular pada dasawarsa 1970-1980 oleh kelompok teroris yang berafiliasi dengan PLO.
d. Pembunuhan, taktik ini merupakan aksi terorisme yang tertua, dimana menjadi upaya penciptaan teror secara fisik melalui penghilangan kehidupan. Merujuk pada target sasaran maka teror pembunuhan dapat dibedakan menjadi: 1) Pembunuhan politik yakni upaya penghilangan nyawa terhadap seorang tokoh penting (prominen) seperti kepala Negara, pejabat pemerintahan, tokoh politik atau pemuka masyarakat yang mampu mengubah opini atau kebijakan publik. 2) Genosida/pembantaian masal yakni upaya penghilangan nyawa sekelompok orang, yang cenderung dilakukan oleh kelompok mayoritas terhadap minoritas sehubungan upaya pembersihan golongan etnis, agama maupun politik.
(54)
40
e. Penghadangan, biasanya dilanjutkan dengan penyanderaan seperti biasa terjadi di kawasan Negara-negara Arab Maghribi dan gurun sub-sahara (Mali, Niger, Mauritania dan Aljazair) terhadap sejumlah warga Barat.
f. Penculikan, biasanya diikuti tuntutan tembusan uang atau tuntutan politik lainnya.
g. Penyanderaan, merupakan metode yang merujuk pada konsep tawanan perang (Prisoner of War), dimana penyanderaan adalah upaya penawaran secara disengaja untuk memperoleh penebusan seperti dana, konpensasi politik maupun pertukaran tawanan, biasanya berhadapan langsung dengan aparat, menahan sandera ditempat umum.
h. Perampokan, biasanya sasarannya adalah Bank atau mobil lapis baja yang membawa uang banyak, untuk membiayai kegiatan terornya. Dikalangan para teroris hal ini disebut Fa’I atau harta benda milik orang yang dianggap kafir yang diyakini sah dirampas dalam kondisi perang. Namun, kemudian aksi perampokan maupun penjarahan (sebagai bentuk perampokan secara massa) dimanfaatkan pula sebagai teror pemicu Chaos.
i. Ancaman/intimidasi, merupakan bagian dari teror psikologi dengan cara menyebarkan pesan tersirat maupun tersurat yang mengandung ancaman pemicu ketakutan, keresahan dan keputusasaan terhadap target teror (seseorang atau sekelompok orang di daerah yang dianggap lawan) sehingga pada akhirnya menyerah atau menuruti keinginan pelaku teror. Intimidasi
(55)
41
kerap disebut teror terselubung dan menjadi bagian dari perang urat syaraf (Psy War).46
Tipologi Kelompok-Kelompok Teroris
Kelompok teroris terbagi atas 4 golongan, yaitu: nasionalis-separatis, fundamentalis agama, kelompok agama baru, dan pelaku revolusi sosial. Klasifikasi ini mengasumsikan bahwa kelompok-kelompok teroris dapat dikategorisasikan melalui latar belakang politik atau ideologinya. Kategori revolusioner sosial juga
dicap “idealis”, karena berperang dengan alasan yang radikal, untuk membela
keyakinan agama atau ideology politik. Meskipun beberapa kelompok tidak dapat dimasukan kedalam kelompok tertentu, tipologi umum diperlukan karena bentuk aksi terorisme berbeda-beda. Cara pandang kelompok yang termasuk dalam satu kategori umum yang sama cenderung mempunyai lebih banyak kesamaan dengan kelompok dari kategori berbeda.47
Ada 3 cara untuk menganalisis teroris dari beberapa pendekatan, diantaranya sebagai berikut:
a. Pendekatan Politik. Hipotesis yang menyatakan bahwa seorang teroris dilahirkan dan memiliki ciri-ciri kepribadian tertentu yang menuntun nasibnya untuk menjadi teroris termasuk analisis faktor lingkungan. Lingkungan yang kondusif termasuk lingkungan nasional dan internasional, selain sub-nasional
46Ibid, h. 48.
47 Suka Warsini Djaelantik, Terorisme Tinjauan Psiko-Politis, Peran Media, Kemiskinan dan
(56)
42
seperti universitas (merupakan lokasi umumnya teroris pertama kalinya mengenal ideologi Marxisme-Leninisme atau ajaran revolusioner lain).48 Russell dan Miller mengidentifikasikan universitas sebagai tempat rekrutmen utama teroris. Chalmers Johnson dan Martha Crenshaw sebagai ahli politik membagi prakondisi-prakondisi tersebut menjadi faktor permisif yang membahayakan strategi teroris sehingga menarik bagi para sempalan-politik dan mengarah pada faktor-faktor situasional.49 Salah satu contoh dari faktor situasional yang terjadi pada orang-orang Palestina yaitu kehilangan tanah air mereka di wilayah Palestina. Hal tersebut diperkuat oleh Jenkins bahwa kesalahan tentara Arab dalam perang 6 hari pada tahun 1967, menyatakan rakyat Palestina kehilangan harapan penyelesaian melalui perang militer konvensional untuk menangani masalah sehingga mengalihkan hal tersebut pada aksi-aksi terorisme.50
b. Pendekatan Organisasional. Grenshaw melakukan pendekatan organisasional untuk menganalisis terorisme dan melihatnya sebagai suatu strategi rasional pada suatu kelompok. Dalam pandangannya, terorisme bukanlah komitmen individu tetapi dilakukan oleh kelompok yang ingin mencapai keputusan kolektif berdasarkan kesamaan keyakinan.
c. Pendekatan Psikologis. Pendekatan psikologis mengatakan bahwa peran media dalam mempromosikan penyebaran terorisme tidak dapat diabaikan
48Ibid, h. 25
49 Johnson, Chalmers, Perspectives on Terrorism, dalam Walter Laqueur, ed., The Terrorism
Reader, (New York: New American Library, 1978), h. 31.
50 Jenkins, Brian, ed., Terrorism and Beyond: An International Conference on Terrorism and
(57)
43
dalam semua diskusi penyebab terorisme. Penyebaran terror dari satu tempat ke tempat lainnya mendapatkan perhatian kalangan akademisi pada awal dekade 1980-an. David G. Hubbard melakukan pendekatan psikologis untuk menganalisis penyebab terrorisme. 51 Sedangkan, Oots dan Wiegele mengusulkan suatu model penyebaran teroris berdasarkan teori psikologi. Beliau mengatakan bahwa kondisi psikologis calon teroris secara signifikan dipengaruhi stabilitas masyarakat.52
B. Teroris
1. Definisi Teroris
Teroris adalah pelaku aksi teror baik individu maupun kelompok yang didasari atas motivasi tertentu terkait faktor psikologis. Ditinjau dari aspek klinis kejiwaan, tindakan terorisme yang dilakukan oleh individu teroris dipengaruhi dorongan karakter psikopat agresi yang dicirikan seperti orientasi pada tindakan, sensitive terhadap rangsangan serta adanya mekanisme psikologis eksternalisasi dan terbelah yang serupa dengan gejala kejiwaan narsistik dan kepribadian ganda.53
Sementara secara kelompok aksi terorisme dilatarbelakangi adanya standarisasi rasionalitas komunal tertentu, yakni: 1) Logika Perlawanan (Fight) yakni terorisme sebagai bentuk perlawanan paling logis dalam menyelesaikan permasalahan atau menghilangkan ancaman. Logika ini serupa dengan motif terorisme klasik.2)
51 David G. Hubbard, The Psychodynamics of Terrorism (New York: Praeger, 1983), h.
45-53.
52 Oots, Kent Lyne dan Thomas C. Wiegele, Terrorist and Victim: Psychiatric and
Psysiological Approaches from Social Science Perspective, Terrorism: An International Journal, 8, No. 1, 1985, hal. 1-32.
53 Ken Conboy, Medan Tempur Kedua Kisah Panjang yang Berujung pada Peristiwa Bom
(58)
44
Logika Kepatuhan (Obedience) yakni pelaksanaan aksi terorisme sebagai bentuk kepatuhan terhadap kebijakan tokoh pimpinan.3) Logika Mekanisme atau Juru Selamat (Pairing) yakni terorisme sebagai bentuk penebusan dosa serta membuka jalan keselamatan masyarkat yang selama ini berada dalam kesesatan. Logika ini
dalam bentuk lokal seringkali ditemui pada konsep “Ratu Adil” maupun “Imam Mahdi”.Oleh karena itu, dalam banyak kasus kelompok teroris mengklaim sebagai gerakan separatis, pejuangan pembebasan dan tentara perang suci.
Menurut Ivan Hadar, terdapat empat tipe teroris yakni:
a. Tipe revolusioner, yaitu kelompok non-negara yang berupaya melawan atau mengubah Negara-bangsa, undang-undang dasar, atau menggulingkan pemerintah berkuasa.
b. Tipe Negara, yaitu aneka tindakan pemerintah resmi untuk meneror masyarakatnya sendiri. Caranya, menggunakan Death Squads sebagai bagaian kekerasan dan intimidasi lain.
c. State-sponsored, yaitu pemerintah berkuasa menyewa teroris non-negara atau pasukan bayaran untuk mendestabilisasi atau mengintimidasi lawan politik atau kelompok oposisi.
d. Entrepreneurial yang adalah kelompok non-negara maupun tentara bayaran yang bisa disewa untuk aneka tujuan politik dan ekonomi terbatas.54
Bryan Caplan membagi teroris kedalam tiga kelas atau jenis yang berbeda yakni simpatisan,teroris aktif dan teroris bunuh diri.55Selain itu, teroris adalah orang
(59)
45
yang berkaitan ataupun melakukan tindakan terorisme. Definisi lain mengatakan bahwa teroris merupakan orang yang memimpin kelompok bersenjata yang meneror masyarakat dalam rangka mengintimidasi secara politik.56
Ketika kita membahas teroris, maka hal tersebut tidak terlepas dari empat istilah penting, yaitu terorisme, teror, kelompok teroris dan tindak terorisme. Kelompok teroris didefinisikan sebagai suatu kelompok atau sub kelompok yang memiliki tujuan atau aktifitas untuk memfasilitasi atau melaksanakan tindak pidana terorisme.57
2. Penyebab Seseorang Menjadi Teroris
Seringkali kita mendengar bahwa seorang teroris terbentuk karena doktrin-doktrin agama yang irasional, sehingga mampu merubah seseorang menjadi sosok teroris yang melakukan aksi jihadnya yang biasa disebut dengan aksi terorisme. Pendapat lain mengatakan, bahwa seseorang dapat menjadi teroris biasanya mereka seorang pengangguran atau terasing secara sosial. Umumnya berpendidikan rendah, seperti para pemuda yang tinggal di Ghetto-Ghetto Al-jazair atau di jalur Gaza. Mereka mencoba bergabung dalam kelompok teroris karena rasa bosan atau ingin melakukan sesuatu petualangan yang penuh aksi untuk memperoleh keadilan. Selain
55Bryan Caplan, Terrorism:“The Relevance of The Rational Choice Model, Public Choice”,
vol. 128, no. 1-2, The Political Economy of Terrorism (Jul., 2006), pp. 91-107, artikel diakses pada 24 Maret 2014 dari http://www.jstor.org
56Jeff Cohen, 2002, “What is a terrorist?”, diakses pada 24 Maret 2014 dari
https://www.commondreams.org/views02/0501-02.html/
57The Anti-Terorism Act, Section 83, “the definition of ‘terrorist group, an enity that has as
one of its purpose or activities faciliting ir crying out any terrorist activity”, (Kanada: Departemen of Justice, 1 April 2008), diakses pada 24 Maret 2014 dari http://canada.justice.gc.ca/eng/anti-ter/sheet-fiche/DEF_TER/def_ter1.html/
(60)
46
itu, bagi individu lain mungkin termotivasi oleh keinginan memanfaatkan keterampilan khusus yang mereka miliki, seperti merakit bom. Pemuda yang lebih terdidik biasanya lebih termotivasi oleh alasan politik dan agama yang lebih murni.58
Seorang Psikolog Eric D. Shaw menyusun sebuah kasus yang disebut “model
jalur personal”, untuk menggambarkan teroris ketika memasuki profesi barunya.
Model jalur personal ini menunjukan bahwa teroris berasal dari individu terpilih,
berani mengambil risiko dan menderita akibat “rusaknya rasa percaya diri pada usia
dini”.
Suatu kelompok dapat dikatakan kelompok teroris apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
a. Mengeksploitasi kelemahan manusia secara sistematik, yaitu kekhawatiran atau ketakutan yang melumpuhkan;
b. Adanya penggunaan ancaman atau penggunaan kekerasan fisik; c. Adanya tujuan politik yang ingin dicapai;
d. Adanya sasaran yang umumnya masyarakat sipil; dan e. Dilakukannya perencanaan dan persiapan secara rasional.59
58 Rex A. Hudson dan Marilyn Majeska (ed), The Sociology and Psychology of Terrorism:
Who Becomes a Terrorist and Why?, (Washington DC: Divisi Penelitian The Library of Congress, 1999), h. 12, diakses pada tanggal 24 Maret 2014 dari
http://www.loc.gov/rr/frd/pdf-files/Soc_of_Terrorism,pdf
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
WILAYAH DI LINGKUNGAN GANG H. HASAN BLOK GANDARIA KELURAHAN SAWAH CIPUTAT.
KONDISI RUMAH KONTRAKAN YANG DI BOM.
JALAN ARAH MENUJU BLOK GANDARIA DARI JALAN AMD
(6)