METODE DAKWAH PROF. Dr. KH. ALI MASCHAN MOESA M.Si DI PESANTREN LUHUR AL HUSNA SURABAYA.

(1)

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh: ADON JUBAIDI NIM. B31213026

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN ) SUNAN AMPEL SURABAYA SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci: Metode dakwah, KH. Ali Maschan Moesa.

Masalah yang diteliti dalam sekripsi ini adalah apa saja metode dakwah KH. Ali Maschan Moesa dalam membentuk akhlak santri di pesantren Luhur al-Husna Surabaya.

Untuk memperoleh jawaban dari permasalahan tersebut, Penulis langsung terjun

ke lapangan, terlibat langsung dengan mad’u mengikuti jalannya dakwah, kemudian

melalui wawancara dengan KH. Ali Maschan Moesa dan menganalisis hasil observasi. Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan. penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan menggunakan analisis deskriptif yaitu menguraikan seluruh konsep yang ada hubungannya dengan pembahasan penelitian dan alasan peneliti menggunakan analisis deskriptif yaitu 1) Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan metode dakwah dengan lisan, dan dengan tindakan KH. Ali Maschan Moesa dalam membentuk akhlak santri di Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya. 2) Berusaha menampilkan secara utuh dan membutuhkan kecermatan dalam pengamatan dan pemaparan sehingga bisa dipahami secara menyeluruh hasil dari peneliti. 3) Peneliti dituntut untuk terjun langsung kelapangan guna memperoleh data yang peneliti inginkan, seperti data tentang metode dakwah apa saja yang dilakukan KH. Ali Maschan Moesa, ketika berdakwah dengan santrinya Di mana data yang didapatkan adalah melalui beberapa sumber referensi bacaan, observasi, wawancara, dan dokumentasi, dari data-data lapangan yang berupa berupa refrensi bacaan, observasi dan hasil wawancara akan di analisis sehingga akan memunculkan gambaran tentang metode dakwah KH. Ali Maschan Moesa dalam upaya membentuk akhlak santri di pesanten Luhur Al-Husna Surabaya.

Berdasarkan hasil penelitian di peroleh kesimpulan bahwa metode dakwah KH. Ali Maschan Moesa dalam upaya membentuk akhlak santrinya, terdiri dari metode dakwah lisan melalui metode ceramah dan bandongan kitab. Metode Dakwah bil-Qolam menggunakan media tulisan seperti menulis buku dan artikel. Metode Dakwah bil-Hal dengan menggunakan Prinsip ‘’Uswatun hasanah’’ terlebih dahulu di bandingkan dengan Mauidzotul hasanah’’ artinya beliau menerapkan suri tauladan terlebih dahulu dibandingkan dengan banyak berkata. dan Metode Dakwah bil-Mal dalam berbagai bidang diantaranya: Bidang keagamaan dan pendidikan, bidang layanan sosial kemasyarakatan.

Bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian selanjutnya, karena penelitian ini terfokus pada metode dakwahnya beliau saja maka diharapkan pada para peneliti selanjutnya untuk menggali lebih mendalam terkait, pesan, strategi, atau gaya komunikasi dakwah yang digunakan oleh KH. Ali Maschan Moesa, M.Si dalam mendidik akhlak santrinya di pesantren Luhur Al-Husna Surabaya .


(7)

PERNYATAAN DAN PERTANGGUNG JAWABAN ………. iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN …….……….……….... v

ABSTRAK ……….…. vi

KATA PENGANTAR ………..………....…. vii

DAFTAR ISI ……….…. ix

DAFTAR TABEL ………... xi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……….. 1

B. Rumusan Masalah ………. 8

C. Tujuan Penelitian .………. 8

D. Manfaat Penelitian ……… 8

E. Definisi Konseptual ……….. 9

F. Sistematika Pembahasan ……….. 12

BAB II : KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Kerangka Teoritik ………. 14

1. Pengertian Dakwah ………. 14

2. Metode Dakwah ……….. 18

3. Sumber Metode Dakwah ………. 20

4. Macam- Macam Metode Dakwah ………….….. 30

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan ……….………. 39

BAB III : METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ……… 44

B. Kehadiran Peneliti …..……… 45

C. Setting Penelitian ……… 46

D. Jenis dan Sumber Data ………... 46

E. Teknik Pengumpulan Data ………. 48


(8)

A.Setting Penelitian …..……...……… 56

1. Sejarah Pesantren Luhur al-Husna Surabaya …... 56

2. Biografi KH. Ali Maschan Moesa………... 61

B.Penyajian Data ………..………... 63

Metode Dakwah KH. Ali Maschan Moesa ……... 64

C. Temuan Penelitian dan Analisis Data …….……….... 81

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ………...………. 107

B. Saran-saran ………...……….. 108 Daftar Pustaka

Lampiran-lampiran Curriculum Vitae


(9)

Islam adalah agama dakwah. Artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah. Maju mundurnya umat Islam, sangat bergantung dan berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang dilakukannya, karena itu Al-Qur‟an dalam menyebutkan kegiatan dakwah dengan nama Ahsanu Qoul. Dengan kata lain bisa disimpulkan bahwa dakwah menempati posisi yang tinggi dan mulia dalam kemajuan agama Islam. Tidak dapat di bayangkan apabila kegiatan dakwah mengalami kelumpuhan yang disebabkan oleh berbagai faktor terlebih pada era globalisasi sekarang ini, di mana berbagai informasi masuk begitu cepat dan instan yang tidak dapat dibendung lagi. Umat Islam harus dapat memilah dan menyaring informasi tersebut sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Karena suatu kebenaran, maka Islam harus tersebar luas dan penyampaian kebenaran tersebut merupakan tanggung jawab umat Islam secara keseluruhan. Sesuai dengan misinya sebagai „’Rahmatal Lil Alamin’’, Islam harus ditampilkan dengan wajah yang menarik supaya umat lain beranggapan dan mempunyai pandangan bahwa kehadiran Islam bukan sebagai ancaman eksistensi mereka melainkan pembawa kedamaian dan ketentraman dalam kehidupan mereka sekaligus sebagai pengantar menuju kebahagiaan kehidupan dunia dan akhirat.


(10)

Implikasi dari pernyataan Islam sebagai agama dakwah menuntut umatnya agar selalu menyampaikan dakwah, karena kegiatan ini merupakan aktivitas yang tidak pernah usai selama kehidupan dunia masih berlangsung dan akan terus melekat dalam situasi dan kondisi apa pun bentuk dan coraknya.

Dakwah Islam adalah tugas suci yang di bebankan kepada setiap Muslim di mana saja ia berada, sebagaimana termaktub dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah Rasulululla Saw. Kewajiban dakwah menyerukan, dan menyampaikan agama Islam kepada masyarakat.

Dakwah Islam, dakwah yang bertujuan untuk memancing dan mengharapkan potensi fitrah manusia agar eksistensi mereka punya makna di hadapan Tuhan dan sejarah.1 Dengan begitu kebahagiaan ukhrawi merupakan tujuan final setiap muslim ketika mendakwahkan ajaran Islam. Untuk mencapai maksud tersebut diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dan penuh optimis dalam melaksanakan dakwah. Oleh karena itu seorang da`i harus memahami tujuan dakwah. Sehingga, segala kegiatannya benar-benar mengarah kepada tujuan seperti dikemukakan di atas. Seorang da`i harus yakin akan keberhasilannya, jika ia tidak yakin dapat menyebabkan terjadinya penyelewengan-penyelewengan di bidang dakwah.

Dan dalam memahami dari makna dakwah, bahwa dalam melaksanakan dakwah seorang da’i di hadapkan pada kenyataan bahwa individu-individu yang akan didakwahi memiliki keberagaman dalam

1


(11)

berbagai hal, seperti pikiran-pikiran (ide-ide), dan pengalaman keperibadian. Dengan keberagaman tersebut pastinya akan memberikan corak yang berbeda pula dalam menerima dakwah (materi dakwah) dan menyikapinya. karena itulah untuk mengefektifkan usaha dakwah, seorang da’i seharusnya memahami mad’u yang akan di hadapi. Disamping itu juga mehamami kondisi obyek yang dihadapi atau komunitas manusia yang menjadi sasaran pada saat dakwah berlangsung.

Dengan begitu dakwah sudah seharusnya dengan cara atau metode yang tepat dan pas. Dakwah harus tampil secara aktual, faktual dan kontekstual. Aktual dalam arti memecahkan masalah yang kekinian dan hangat di tengah masyarakat. Faktual dalam arti konkret dan nyata, serta kontekstual dalam arti relevan dan menyangkut problema yang sedang di hadapi oleh masyarakat.2 Dengan ini, saya meneliti mengenai metode dakwah KH. Ali Maschan Moesa, di Pesantren Luhur al-Husna Surabaya.

KH. Ali Maschan Moesa, adalah seorang da’i yang sangat dikenal di masyarakat luas khususnya masyarakat jawa timur karena beliau mampu memberikan suatu ajaran berupa pendidikan yang baik terhadap masyarakat dengan cara ataupun metode yang beliau miliki. Seperti ceramah agama di mimbar, pengajian-pengajian di majelis taklim, dan diskusi mengenai agama yang beliau lakukan. Beliau juga aktif berdakwah di semua lingkup, baik masyarakat kecil ataupun besar tanpa memilah dan memilih baik miskin

2


(12)

ataupun kaya. Selain itu beliau juga aktif berdakwah di luar jawa maupun luar negeri dan dalam dunia elektronik maupun media cetak.

Selain itu, beliau adalah seorang da’i yang memahami betul tentang permasalahan agama dan mengetahui betul situasi yang dibutuhkan ditengah-tengah masyarakat. Beliau merupakan sosok kiai karismatik yang dijadikan contoh atau tauladan bagi Santri Al-Husna, baik dari segi perilaku ataupun ucapannya. Sosok inilah sebagai figur yang dibutuhkan masyarakat untuk dapat ditiru dalam kehidupan keberagamaan. Sebagai seorang figur, KH. Ali Maschan Moesa mempunyai metode dakwah yang khas. Di sisi lain beliau juga memiliki keperibadian yang luar biasa di saat beliau menyampaikan dakwah Islam, hal ini dapat dilihat kemampuannya dalam mengajak santri untuk terus meningkatkan kualitas iman dalam menjalani kehidupan ini.

Dalam kancah perpolitikan Nasional beliau juga ikut andil dalam memajukan partai politik, hal ini diketahui dari diangkatnya beliau sebagai Ketua Umum Koorcab PMII Jawa Timur pada tahun 1984- 1986, sedangkan di tahun 1999-2008 beliau diangkat menjadi ketua PWNU Jawa Timur, dan di tahun 2009-2014 beliau pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)-RI dan masih banyak lagi pengalaman-pengalaman beliau yang pernah beliau lakukan.

Dimata santri al-Husna, beliau terkenal sosok yang kalem, sabar, dan semangat dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah, baik bersifat ucapan maupun perbuatan seperti ketika beliau takziah ke santri yang terkena musibah, memberikan fasilitas kepada santri yang terkena musibah, serta


(13)

kepada anak-anak kecil yang membutuhkan pengajaran ilmu agama, dan tak tanggung-tanggung beliau juga memberikan contoh akhlak atau sifat terpuji kepada santri secara langsung seperti beliau ikut membangunkan santri ketika shubuh dengan tidak memaksa persis seperti mencerminkan akhlak Rasulullah SAW.

Kemudian salah satu contoh dari dakwahnya, yaitu memberikan contoh kepada santrinya agar senantiasa peduli dan menolong sesama seperti membeli makanan dengan tujuan untuk menolong orang lain, selain itu beliau juga memberikan contoh bagi santri al-Husna untuk menjadi santri atau orang yang mempunyai etos kerja tinggi seperti ketika beliau memberikan contoh kepada santrinya dengan memperbaiki sarana prasana pesantren dengan tenaga sendiri tanpa bantuan orang lain.

Pendekatan secara persuasif juga dilakukan kepada santrinya seperti melihat kondisi kamar-kamar santri dan juga mengajak berbincang-bincang kepada santrinya dengan penuh kehangatan, ketulusan, dan kesabaran. Beliau juga sangat intens di pesantren, selain itu ketika melihat keperibadian beliau dalam keseharian di Pesantren al-Husna, beliau juga mengajarkan kepada santrinya untuk tampil sederhana, humoris, dan kalem.

Beliau adalah sosok kiai yang menunjukkan semangat dakwah kepada santrinya dengan memberikan suri tauladan dengan bentuk mengajar atau memberikan manfaat kepada orang lain dimanapun beliau berada, memberikan contoh ke santri untuk sering membaca buku dengan membawa


(14)

buku kemanapun pergi. kemudian beliau juga terkenal dengan sosok kiai yang gampang menghormati tamu dan tidak pilah-pilih baik tamu kecil maupun besar, keunikan beliau lagi mau bercengkrama langsung dengan santri.

Disisi lain, beliau juga sosok yang sangat di segani di pesantren Luhur al-Husna. Karena selain faktor beliau sebagai pengasuh pesantren luhur al-Husna. Beliau juga mempunyai riwayat pendidikan yang tinggi, mungkin ini merupakan keunikan dari beliau. Kiai yang mempunyai kapasitas keilmuan yang mumpuni, bahkan menjadi Guru Besar UIN Sunan Ampel di Bidang Sosiologi, gelarnya pun juga sedikit unik karena status beliau yang menjadi kiai namun ternyata beliau malah mempunyai gelar sosiologi yang merupakan gelar bagi kebanyakan orang Non Pesantren. Dan yang menarik lagi walaupun beliau mempunya predikat gelar akademi yang tinggi dan menjadi Guru Besar di bidang Sosiologi beliau juga sangat handal dibidang bahasa arab, tafsir dan tentunya mempunyai ilmu agama yang komprehensif.

Sehingga tidak heran dengan cara dan gaya beliau berdakwah dipesantren luhur al-Husna Surabaya beberapa persen lulusan dari pesantren Luhur al-Husna menjadi teladan dan sukses bagi orang lain diluar sana yang banyak menyeru terhadap masyarakat untuk terus berada dijalan Allah SWT. Seperti halnya Fathul Qodir, M.HI dan Ahmad Nur Ismail, M.Pd.I sebagai pembina pesantren di salah satu pesantren di indonesia, M. Khoirul Anas S.E.I bekerja disalah rumah sakit terkemuka di surabaya, Fendi Teguh


(15)

Cahyono M.Pd.I dan Khoirun Najih, M.Kom.I sebagai dosen, Dausat al-Baihaqi S.Pd.I sebagai guru, Junaidi Khab,S.Hum dan Masduri, S.Fil.I sebagai penulis di tingkat Nasional dan masih banyak lagi. kemudian Ada juga yang sampai sekolah keluar negeri, dan bahkan ada yang menjadi pimpinan organisasi, menjadi DPRD daerah.

Dari keterengan-keterangan di atas, penulis menganggap KH. Ali Maschan Moesa adalah sosok kiai yang unik dan layak diteliti dengan alasan banyaknya pengalaman beliau berdakwah, riwayat pendidikan beliau yang tinggi. dengan begitu, hal ini akan mempermudah penulis untuk menggali semakin dalam tentang metode-metode dakwah yang selama ini beliau terapkan untuk membentuk akhlak santri di Pesantren Luhur al-Husna Surabaya.

Kemudian yang menarik dari beliau adalah ketika beliau berdakwah dengan santri-santrinya di pesantren luhur al-Husna. beliau adalah sosok kiai yang menerapkan Uswatun hasanah terlebih dahulu di banding dengan Mauidzotul hasanah, disinilah letak kemenarikannya karena walaupun beliau mempunyai riwayat pendidikan yang tinggi, beliau tidak pernah sombong, gengsi terhadap santri-santri al-Husna. Beliau tidak sungkan-sungkan mengambil sampah dengan tangan beliau sendiri, memperbaiki sarana-prasana pesantren dengan tangan beliau sendiri. Dan masih banyak lagi metode-metode dakwah yang diterapkan beliau untuk mendidik santrinya di pesantren Luhur al-Husna seperti berdakwah mengikuti ulama-ulama salaf terdahulu dengan mengkajikan kitab-kitab klasik, dsb.


(16)

Dengan alasan-alasan ini dan dalam upaya meninjau metode dakwah seorang da’i dalam menyampaikan pesan kepada mad‟unya, Maka penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam terkait

‘’Metode Dakwah Prof. Dr. KH. Ali Maschan Moesa, M.Si di Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya’’. Dan penulis juga tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai dakwah yang dilakukan beliau di lingkungan pesantren Luhur al-Husna Surabaya.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pembatasan diatas, maka perumusan permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

Apa saja metode dakwah yang diterapkan KH. Ali Maschan Moesa, di Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya.

C. TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui bagaimana metode dakwah yang diterapkan KH. Ali Maschan Moesa, di Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat secara Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi atau sumbangsih terhadap pengembangan khazanah keilmuan di bidang dakwah, khususnya bidang komunikasi dan penyiaran Islam.


(17)

b. Untuk mengetahui seberapa pentingnya metode dalam berdakwah. 2. Manfaat secara Praktis

a. Bagi juru dakwah (Da’i, Da’iyah, Khususnya mahasiswa KPI), Penelitian ini bermanfaat dalam usaha meningkatkan kesadaran pentingnya mendakwahkan ajaran Islam dengan metode pendekatan lemah lembut yang cocok dan sesuai dengan mad‟u tanpa menyimpang dari al-Qur‟an.

b. Bagi Fakultas Dakwah UIN Sunan Ampel Surabaya khususnya Prodi Komunikasi Penyiaran Islam, penelitian ini bisa dijadikan tambahan literatur keilmuan untuk pembinaan dan penggembangan jurusan. c. Bagi penulis, hasil penelitian ini merupakan sebuah proses

pendewasaan berpikir dan aplikasi keilmuan yang di peroleh dibangku kuliah.

d. Bagi Pesantren, Sebagai kontribusi dalam menambah wawasan para santri al-Husna dalam menyampaikan dakwah.

e. Menambah wawasan aktivitas akademisi dan praktisi dakwah agar dapat mengembangkan metode dakwahnya di lapangan serta dakwah yang di sampaikan mudah di mengerti dan di terima mad’u dengan menggunakan metode yang ada.

E. DEFINISI KONSEP

Konsep pada hakikatnya merupakan istilah, yaitu satu kata atau lebih yang menggambarkan suatu gejala atau menyatakan suatu ide ( gagasan )


(18)

tertentu. Untuk memperoleh pemahaman mengenai penelitian yang akan dilakukan, maka penulis perlu menjelaskan definisi konsep sesuai dengan judul. Hal itu dikarenakan untuk menghindari kesalah pahaman dalam penelitian ini.

Metode Dakwah

Banyak ayat al-Qur'an yang mengungkapkan masalah dakwah. Namun, dari sekian banyak ayat itu, yang dapat dijadikan acuan utama dalam prinsip metode dakwah Qur'ani secara umum merujuk pada pernyataan ayat 125 surah An-Nahl.3





























































Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”4

Dalam ayat ini mengandung pesan tentang kewajiban dan metode dakwah, dari pernyataan ayat 125 surat An-Nahl tersebut dapat dijelaskan bahwa seruan dan ajakan menuju jalan Allah (din Al-Islam) itu harus menggunakan metode-metode, al-hikmah, al-mauidhotul al-hasanah, dan mujadalah bi al-lati hiya ahsan.

3

Asep Muhiddin, Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia. 2002. hlm 161

4


(19)

Menurut Ibnu Rusyd, dakwah dengan „‟hikmah‟‟ artinya dakwah dengan pendekatan substansi yang mengarah pada falsafah, dengan „‟nasihat yang baik‟‟, yang berarti retorika yang efektif dan popular, dan dengan „‟mujadalah yang lebih baik‟‟ maksudnya ialah metode dialektis yang unggul. Sesuai dengan ungkapan bijak dalam bahasa arab bahwa „‟bahasa kenyataan lebih fasih daripada bahasa ucapan‟‟. Kesadaran tentang pentingnya dakwah dengan bahasa kenyataan ini dapat diterjemahkan dengan pendekatan esensi, tidak semata pendekatan formalitas saja. Sebab, menurut Nurkholis Madjid, masyarakat yang cerdas dan maju umumnya lebih mementingkan esensi ini, bukan segi-segi formalitas belaka sekalipun segi-segi formal itu tidak ditinggalkan sama sekali.5

Dari segi bahasa metode bahasa berasal dari dua kata yaitu “meta

(melalui) dan ”hodos” (jalan,cara). Dengan demikian dapat kita artikan

bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan yang dalam Bahasa Arab disebut thariq. Metode berati cara yang diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud.6

Dakwah menurut pandangan para ilmuan sebagai berikut:

Menurut Ahmad Umar Hasyim dalam bukunya Al-Da‟wah al -Islamiyah: Manhajuha wa Ma‟alimuha, dakwah juga berarti proses

5

Asep Muhiddin, Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia. 2002. hlm 162

6


(20)

transimisi hidayah Allah terhadap mad’u (Obyek dakwah) sesuai dengan

Al-Qur‟an, Hadits Nabi, Sirah Nabi dan metode al-khulafa al-Rasyidin.

Sedangkan menurut Syekh Ali Mahfudz, dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat dan melarang mereka dari perbuatan jelek agar mereka mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat.7

Dari pendapat diatas dapat kita simpulkan bahwa, metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan seorang da’i (komunikator) kepada mad‟u unuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.8

F. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Agar Penulisan Proposal ini lebih mudah dipahami, maka tentunya perlu dibuat sistematika pembahasan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan ini, berisikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konseptual, dan sistematika pembahasan.

BAB II : KAJIAN KEPUSTAKAAN

Pada bab ini berisikan tentang Pengertian dakwah, Metode dakwah, Sumber Metode Dakwah, Macam-macam metode dakwah.

7

M. Syakur Dewa, kiat-kiat sukses para da’icetakan pertama (kediri : Pustaka „Azm, 2013) hal

18-19

8


(21)

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini berisikan tentang pendekatan dan jenis penelitian yang dipakai, kehadiran peneliti, setting penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan keabsahan data dan tahap – tahap penelitian.

BAB IV: PENYAJIAN DATA

Pada bab ini berisikan tentang penyajian data meliputi : Setting penelitian (Sejarah Singkat Pondok Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya dan Biografi KH. Ali Maschan Moesa,), Penyajian Data tentang (Metode Dakwah. KH. Ali Maschan Moesa,) dan Temuan Penelitian dan Analisis Data

BAB V: PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan yang nantinya akan memuat kesimpulan dan saran.


(22)

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Kerangka Teoritik

1. Pengertian Dakwah

Ditinjau dari etimologi atau bahasa, dakwah artinya adalah memanggil (to call), mengajak (to cummon), menyeru (to propose), mendorong (to urge) dan memohon (to pray).1

Dakwah dalam pengertian tersebut dapat dijumpai dalam ayat-ayat Alquran antara lain:

















































































Artinya: “ Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul (Muhammad) diantara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). Sungguh, Allah mengetahui orang-orang yang keluar (secara) sembunyi-sembunyi diantara kamu dengan berlindung (kepada kawannya), Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih’’. (QS. An-Nur: 63)2





















































1

Warson Munawir, Kamus Al-Munawir, (Surabaya:Pustaka Progressif, 1994) h 439

2


(23)



























































Artinya: “ Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) beriman (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik, meskipun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran’’(QS. Al-Baqarah: 221)3





















































Artinya: “dan hendaklah ada di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. Al-Imran: 104)4















































































Artinya: “kamu (umat Islam) adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada

3

Mushaf al-Azhar, Al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung: CV Penerbit Hilal, 2010) hal 35

4


(24)

yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”. (QS. Al-Imron: 110)5























































Artinya: “dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, Maka sesungguhnya aku dekat. aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku, hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran”. (QS. Al-Baqarah: 186)6

Dengan demikian, secara etimologi dakwah adalah merupakan suatu proses penyampaian (tabligh) atas pesan-pesan tertentu yang berupa ajakan atau seruan dengan tujuan agar orang lain memenuhi ajakan tersebut.

Sedangkan secara definisi, pengertian dakwah telah banyak dibuat oleh para ahli, dimana masing-masing definisi tersebut saling melengkapi. Walaupun berbeda susunan redaksinya, namun makna dan maksud hakikinya sama.

Dibawah ini akan penulis kemukakan beberapa definisi dakwah yang dikemukakan oileh para ahli mengenai dakwah.

5

Mushaf al-Azhar, Al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung: CV Penerbit Hilal, 2010) hal 64

6


(25)

a. Menurut Prof. Toha Yahya Omar, M.A

Dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk kesmaslahatan dan kebahagian mereka di dunia dan akhirat.7

b. Menurut Prof. A. Hasjmy

Dakwah Islamiyah yaitu mengajak orang lain untuk meyakini dan mengamalkan aqidah dan syariah Islamiyah yang terlebih dahulu telah diyakini dan diamalkan oleh pendakwah sendiri.8

c. Menurut Dr. Quraish Shihab

Dakwah adalah seruan atau ajakan keinsyafan atau usaha mengubah situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Perwujudan dakwah bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas.9

d. Menurut Asmuni Syukir

Dakwah Islam adalah ‘’suatu usaha atau proses yang diselenggarakan dengan sadar dan terencana untuk mengajak manusia ke jalan Allah, memperbaiki situasi ke arah yang lebih baik (dakwah bersifat pembinaan dan pengembangan) dalam rangka mencapai tujuan tertentu, yaitu bahagia di dunia dan akhirat’’.10

7

M. Syakur Dewa, kiat-kiat sukses para da’icetakan pertama (kediri : Pustaka ‘Azm, 2013) hal 20

8

M. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2004) h 13

9

M. Quraish Shihab, Membumikan Alquran, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan

Masyarakat, cetakan ke 12 (Bandung: Mizan 1994) h 194 10


(26)

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dakwah adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh orang yang beriman untuk menyeru kepada orang lain agar berbuat baik dan melakukan kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada hal yang mungkar agar mencapai kebahagiaan di dunia maupun akhirat dengan mengunakan media dan berbagai macam metode.

Bagi seorang muslim, dakwah merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kewajiban dakwah merupakan suatu yang tidak mungkin dihindarkan dari kehidupannya, karena melekat erat bersamaan dengan pengakuan diri sebagai penganut Islam (muslim).11 Dengan kata lain setiap muslim secara otomatis mengemban misi dakwah.

Dengan demikian dakwah merupakan bagian yang sangat esensial dalam kehidupan orang muslim, dimana esensinya berada pada ajakan dorongan (motivasi), rangsangan serta bimbingan terhadap orang lain untuk menerima ajaran Islam dengan penuh kesadaran demi keuntungan dirinya.

2. Metode Dakwah

Secara etimologi, metode bersal dari bahasa Yunani metodos yang artinya cara atau jalan.12 Jadi, metode dakwah adalah jalan atau cara dalam melaksanakan aktivitas dakwah untuk mencapai tujuan dakwah yang efektif dan efiesien.

11

Siti Muriah, Metode Dakwah Kontemporer (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000) h 6

12


(27)

Seorang dai dalam menentukan metode dakwahnya sangat memerlukan penegtahuan dan kecakapan di bidang metodologi. Selain itu, pola berfikir dengan pendekatan sistem, dimana dakwah merupakan suatu sistem dan metodologi merupakan salah satu dimensinya, maka metodologi mempunyai peranan dan kedudukan yang sejajar dengan unsur-unsur lainnya.

Dalam rangka dakwah Islamiyah agar masyarakat dapat menerima dakwah dengan lapang dada, tulus dan ikhlas maka penyampaian dakwah harus melihat situasi dan kondisi masyarakat objek dakwah. Kalau tidak, maka dakwah tidak dapat berhasil dan tidak tepat guna. Disini diperlukan metode yang efektif dan efisien untuk ditetapkan dalam tugas dakwah.

Landasan umum mengenai metode dakwah menurut Alquran An-Nahl ayat 125.



























































Artinya: “serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”. (QS. An-Nahl:125).13

13


(28)

Pada ayat tersebut terdapat kerangka metode dakwah yang sangat akurat. Kerangka dasar tentang metode dakwah yang terdapat dalam ayat tersebut adalah antara lain: Bil-Hikmah, Mauidzotul Hasanah dan Mujadalah.

3. Sumber Metode Dakwah

Sumber Metode Dakwah Dalam menyampaikan pesan dakwah kepada mad’u seorang da’i harus memiliki sumber metode dakwah, sehingga diharapkan ketika menyampaikan pesan dakwah akan sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan, menjadi jawaban dari persoalan yang dihadapi oleh umat. Adapun sumber metode dakwah tersebut, antara lain:

a. Al-Qur’an

Menurut Quraish Shihab materi dakwah yang disajikan oleh al-Qur’an dibuktikan kebenarannya dengan argumentasi yang dipaparkan atau dapat dibuktikan manusia melalui penalaran akalnya, kenyataan ini dapat ditemui hampir pada setiap permasalahan yang disajikan oleh al-Qur’an, ada kalanya al

-Qur’an menuntun manusia dengan redaksiredaksi yang sangat jelas dan dengan tahapan pemikiran yang sistematis sehingga manusia menemukan sendiri kebenaran yang dikehendakinya.14

14


(29)

Metode ini digunakan agar manusia merasa ikut berperan dalam menentukan suatu kebenaran. Dengan demikian ia merasa memiliki dan bertanggung jawab untuk mempertahankannya, untuk menunjang tercapainya target yang diinginkan dalam penyajian materi-materinya al-Quran menempuh metode sebagai berikut:

1) Mengemukakan kisah-kisah yang bertalian dengan salah satu tujuan materi, kisah-kisah dalam al-Qur’an berkisar pada peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi dengan menyebut pelakuk-pelaku dan tempat terjadinya, sebagaimana dilihat dari kisah-kisah para nabi.

2) Nasihat dan panutan, al-Quran menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia pada ide-ide yang dikehendakinya, nasihat itu tidak banyak manfaatnya jika tidak dibarengi dengan keteladan dan penyampai nasihat.

3) Kebiasaan-kebiasaan mempunyai peranan yang sangat besar dalam kehidupan manusia. Dengan kebiasaan seorang mampu melakukan hal-hal penting dan berguna tanpa memerlukan energi dan waktu yang banyak.15

15

Asep Muhyidin, Agus Ahmad Safei, Metode Penyebaran Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia,


(30)

Banyak ayat al-Quran yang mengungkapkan masalah dakwah. Namun dari sekian banyak ayat itu yang dapat dijadikan acuan utama dalam prinsip metode dakwah qurani secara umum menunjuk pada surat an-nahl: 125.



























































Artinya: “serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”. (QS. An-Nahl:125).16 b. Hadits

Begitu juga dengan hadis, ada beberapa hadis yang membahas tentang metode dakwah. Salah satunya yaitu hadis tentang upaya untuk menghadapi dan memberantas kemungkaran menurut kadar kemampuan masing-masing individu;

ْلقبف ْعطتْسي ْمل ْ إف اسلبف ْعطتْسي ْمَل ْ إف يب ْرِيغيلْاف اًركْ م ْمكْ م ْ أر ْ م

ب

ا ْيإْا فعْضأ كل

Artinya : "Dari Abu Said al-Khudri r.a. ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa diantara kalian melihat kemunkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu, maka dengan lisannya, dan

16


(31)

jika tidak mampu maka dengan hatinya. Yang demikian itu selemah-lemahnya iman" (HR. Muslim)17

b. Sejarah hidup para sahabat

Kekuasaan khulaf’ur rasyidin berumur kurang lebih 30 tahun. Struktur dakwah pada masa khulafa’ur rasyidin meliputi unsur-unsur dakwah sebagai berikut:

A. Da’i

Pengganti Rasulullah saw adalah Khulafa’ur rasyidin. Mereka

adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar Bin Khattab, Usman Bin Affan, dan Ali Bin Abi Thalib. Keempat sahabat Nabi ini berperan sebagai ulama yang menyebarkan Agama Islam sekaligus berperan sebagai

seorang Khalifah (pemimpin). Para da’i pada masa khulafa’ur rasyidin ini

adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar Bin Khattab, Usman Bin Afan, dan Ali Bin Abi Thalib. Mereka lah yang berperan dalam dakwah pada masa

khulafa’ur rasyidin dan mereka lah yang menggantikan Nabi dalam menjadi seorang kepala negara. Sehingga corak Da’i pada masa Khulafa’ur rasyidin ini adalah Al-Ulama wa Al-Umara’.

B. Mad’u

Kondisi mad’u pada masa khulafa’ur rasyidin adalah bersifat

ijabah, karena pada masa Rasulullah sudah banyak orang yang memeluk

Agama Islam. Khulafa’ur rasyidin hanya tinggal meneruskan perjuangan

dakwah Rasulullah, namun masih banyak umat yang belum menerima Islam sebagai Agamanya, seperti orang-orang Qurasyi dan Yahudi,

17


(32)

sehingga mad’u pada masa Khulafa’ur rasyidin bercorak ijabah dan

ummah. C. Materi

Materi yang diterapkan pada masa khulafa’ur rasyidin adalah aqidah, syari’ah dan mu’amalah. Adapun aqidah dengan cara

mentauhidkan atau mengEsakan Allah, sedangkan syari’ah dengan

diajarkannya tata cara tentang berwudhu, sholat dan mambaca Al-Qur’an,

adapun mu’amalah yaitu dengan ditetapkannya zakat bagi orang-orang muslim yang diserahkan kepada baitul maal dan pajak bagi orang-orang non-muslim.

D. Metode

Secara umum, metode pengembangan dakwah yang dilakukakan

khulafa’ur raasyidin adalah18

; Pertama, konsolidasi dalam pembinaan dan peningkatan kualitas sumber daya kaum muslim. Hal ini dilakukan melalui pengiriman dan penyebaran para cendekiawan sahabat (qurra huffadz dan fuqaha) dikalangan para sahabat besar (Akabir Ash-shahabah) ke wilayah-wilayah kekuasan yang semakin luas.

Kedua, melalui upaya futuhat, yakni proses penyebaran, penghadiran dan penyampaian risalah-risalah islam ke daerah-daerah tertentu dengan tidak memaksa masyarakat (mad’u.).

Dengan demikian, banyak daerah yang mengakui dan memasuki islam tanpa paksaan melainkan atas dasar kebebasan, kesadaran, dan

18


(33)

pilihan nuraninya. Kedua langkah pengembangan metode dakwah

strategis khulafa’ur rasyidin ini, secara lebih terperinci, dapat dikaji

dalam sejarah peradaban muslim. Adapun secara khusus langkah-langkah

metode pengembangan dakwah yang dijalankan oleh khulafa’ur rasyidin,

dapat dilihat dari spesifikasi kebijakan dan perjuangannya masing-masing.

1. Abu Bakar Ash-Shiddiq (632-634)

Beberapa langkah strategis yang dilakukan Abu Bakar dalam upaya mengembangkan dakwah islam, diantaranya adalah :

a) Menciptakan stabilitas melalui pembinaan, pembenahan, dan penyelesaian persoalan intern dikalangan kaum muslimin, yakni menumpas dan meluruskan situasi anarkis dalam negeri yang timbul akibat pemberontakan kaum munafik dan gerakan penentang kewajiban zakat yang lahir dari fanatisme kesukuan, dan munculnya pengakuan nabi palsu.

b) Mengalihkan perhatian pada upaya melakukan futuhat, ekspedisi ke Syiria demi pengembangan wilayah Islam.

c) Merintis majelis Syura.

d) Upaya memelihara dan mengumpulkan ayat-ayat Al-qur’an sebagai rujukan dasar dakwah.

2. Umar ibn Al-Khattab (13-24 H / 634-644 M)

Berikut adalah beberapa langkah dakwah yang dilakukan Umar ibn Al-khattab :


(34)

a) Pembenahan manajemen dan administrasi kepemerintahan

b) Pembenahan dan pembentukan pranata hukum dan sistem pengadilan

c) Penetapan sistem kalender hijriah

d) Memperkokoh majelis syura dan sistem konstitusi negara berdasarkan sistem teo demokratis

e) Upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, dengan dibangunnya beberapa sarana umum, seperti irigasi pertanian, sistem keuangan negara, bait al-maal dan sebagainya

f) Pembinaan masyarakat dan upaya futuhat keberbagai wilayah strategis bagi pengembangan dakwah.

3. Ustman ibn Affan (24-36 H / 644-656 M)

Berikut adalah beberapa langkah dakwah yang dilakukan oleh Khalifah Usman ibn Affan.

a) Mengadakan pembenahan dan menyelesaikan gerakan pembangkang, berupaya memelihara stabilitas wilayah yang semakin luas.

b) Menyebarkan para cendekiawan ke wilayah-wilayah kekuasan Islam.

c) Upaya menyeragamkan naskah mushaf Al-Qur’an, semi keutuhan dan kepentingan dakwah.

d) Mempertahankan dan memelihara sistem pemerintahan dengan


(35)

e) Mengadakan pembinaan dan futuhat ke wilayah Timur dan Barat 4. Ali ibn Abi Thalib (36-41 H / 656-661)

Berikut adalah beberapa langkah dakwah yang dilakukan oleh Khalifah Ali ibn Abi Thalib.

a) Berupaya menyelesaikan persoalan intern diantara laum muslimin b) Mengadakan kompromi politis dengan elit politisi

c) Berusaha menjadikan mesjid sebagai tempat menyelesaikan persoalan (sentral kegiatan)

d) Menampilkan sosok kepemimpinan yang tidak ambisius.

Dari beberapa macam langkah dan metode yang telah dipaparkan diatas, dapat kita ketahui bahwa metode yang telah dilakukan

khulafa’arrasyidin dalam berdakwah adalah melalui tiga cara berikut.

1. Lisan

Cara berdakwah yang dilakukan khulafa’urrasyidin dengan lisan atau ucapan antara lain adalah :

a) Metode Ceramah

Metode ceramah metode yang dilakukan untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah dengan cara ceramah yang dilakukan di masjid-masjid.

b) Metode Tanya-jawab

Metode Tanya-jawab adalah metode yang dilakukan dengan menggunakan Tanya-jawab untuk mengetahui sejauh mana ingatan atau pikiran seseorang dalam memahami atau menguasai materi


(36)

dakwah, disamping itu juga untuk merangsang perhatian mad’u. Seorang mad’u juga dapat mengajukan pertanyaan kepada seorang

da’i tentang materi yang belum dikuasai oleh mad’u, sehingga akan terjadi suatu hubungan timbal balik antara da’i dan, mad’u.

c) Metode Konseling

Pada masa khulafaurrasyidin, para Khalifah mengajarkan secara langsung cara membaca Al-quran, tata cara berwudhu’, shalat dan cara-cara yang lainya dalam hal apapun yang di rasa belum di ketahui oleh ummat.

d) Metode Diskusi

Misalnya, Abu Bakar, beliau berdiskusi dengan Chyrus, pemimipin Romawi dan terjadi kesempatan untuk berdamai .

e) Metode Propaganda

Didalam proses dakwah pasti terdapat unsur propaganda, guna

untuk mempengaruhi seorang mad’u.

2. Tulisan

Cara berdakwah yang dilakukan khulafa’urrasyidin dengan tulisan antara lain adalah :

a) Metode Karya Tulis

Metode karya tulis dengan dikumpulkannya lembaran-lembaran sebagai mushaf, dan pada masa khalifah Utsman bin Affan dibukukan menjadi sebuah Al-Qur’an.


(37)

b) Metode Korespondensi

Sebelum para da’i dikirim ke daerah-daerah yang akan di dakwahi, terlebih dahulu dikirim surat sebagai pengantar.

3. Perbuatan

Cara berdakwah yang dilakukan khulafa’urrasyidin dengan perbuatan

antara lain adalah :

a) Metode Missi (Bi’tsah)

Penyebaran Agama Islam ke berbagai wilayah dilakukan dengan

cara mengutus para da’i. Apabila ada yang menentang atau

memberontak maka dilakukan peperangan atau jihad. b) Metode Ekspansi

Penyebaran Agama Islam dilakukan dengan cara ekspansi atau perluasan wilayah. Ekspansi yang dilakukan meliputi kawasan Syiria dan Palestina, Irak dan Persia, Mesir, Khurasan, Armenia, Afrika Utara.

c) Metode Kelembagaan

Pada masa khalifah umar bin khatab sudah mampu mengatur dalam sebuah kelembagaan yang di sebut Baitul Mal yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan harta kekayaan Negara.

d) Metode Keteladanan

Para khulafa’urrasyidin memiliki sifat yang cerdik, pandai, adil,


(38)

e) Metode Silaturahim

Pada masa khulafa’urrasyidin, para khalifah berkunjung ke daerah-daerah kekuasaanya untuk mengetahui perkembangannya.

4. Macam-Macam Metode Dakwah a. Bi al-Hikmah

Kata hikmah sering kali diterjemahkan dalam pengertian bijaksana, yaitu suatu pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak objek dakwah mampu melaksanakan apa yang didakwahkan atas kemauannya sendiri, tidak ada paksaan, konflik maupun rasa tertekan. Dalam bahasa komunikasi disebut sebagai frame of reference, field of reference dan field of experience, yaitu situasi total yang mempengaruhui sikap pihak komunikan.19

Hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi yang dilaksanakan atas dasar persuasif. Karena dakwah bertumpu pada orentasi kemanusiaan maka konsekuensi logisnya adalah pengakuan dan penghargaan pada hak-hak yang bersifat demokratis, agar fungsi dakwah yang utama bisa bersifat informatif, sebagai mana ketentuan Alquran:































19


(39)

Artinya: “Maka berilah peringatan, karena Sesungguhnya engkau (Muhammad) hanyalah pemberi peringatan. Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka”. (QS. Al-Ghasiyyah:21-22).20

Jadi, hikmah adalah mengajak manusia menuju jalan Allah tidak terbatas pada perkataan lembut, memberi semangat, sabar, ramah, dan lapang dada, tetapi juga tidak melakukan sesuatu yang melebihi ukurannya, dengan kata lain harus bisa menempatkan sesuatu pada tempatnya.

b. Mau’izhotul Hasanah

Mau’izhatul hasanah atau nasehat yang baik, maksudnya adalah memberikan nasehat kepada orang lain dengan cara baik, yaitu petunjuk-petunjuk ke arah kebaikan dengan menggunakan bahasa yang baik, dapat diterima, berkenan di hati menyentuh perasaan, lurus di fikiran, menghindari sikap kasar tidak mencari atau menyebut kesalahan audience sehingga pihak objek dakwah dengan rela hati dan atas kesadarannya dapat mengikuti ajaran yang disampaikan oleh pihak subjek dakwah.21 Jadi dakwah bukanlah sebagai propaganda.

Sedangkan menurut Ali Aziz, maui’izhah hasanah adalah menyampaikan pesan dakwah atau nasehat-nasehat yang baik dengan cara yang dapat diterima oleh mitra dakwah.22

Seorang dai harus mampu menyesuaikan dan mengarahkan pesan dakwahnya sesuai dengan tingkat berfikir dan lingkup

20

Mushaf al-Azhar, Al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung: CV Penerbit Hilal, 2010) hal 592

21

Siti Muriah, Metode Dakwah Kontemporer (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000) h 43

22


(40)

pengalaman dari objek dakwahnya, agar tujuan dakwah sebagai ikhtiar untuk mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran Islam kedalam kehidupan pribadi atau masyarakat dapat terwujud. Sesuai dengan atsar sahabat Ali bin Abi Thalib Ra.:

اخ

اْ بط

ساَ لا

لع

رْ ق

ْم لْ قع

“Berbicaralah kamu dengan manusia sesuai dengan kadar kemampuannya.”23

c. Mujadalah

Mujadalah adalah berdiskusi dengan cara yang baik dari cara-cara berdiskusi yang ada.24

Mujadalah merupakan jalan cara terakhir yang digunakan untuk berdakwah yang digunakan untuk orang-orang yang taraf pemikirannya cukup maju dan kritis seperti ahli kitab yang memang telah memiliki bekal agama dari para utusan sebelumnya. Oleh karena itu, Alquran telah memberikan perhatian khusus kepada ahli kitab, yaitu melarang berdebat dengan mereka kecuali dengan cara terbaik. Firman Allah SWT:

































Artinya: “Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim di antara mereka”. (QS. Al-Ankabut:46).25

23

Fuad Syaifuddin Zuhri, An Ubaedi, Mahfudzhat, Bunga Rampai Peribahasa Arab,cet 1

(Jakarta: Rene Asia Publika, 2011)h 78 24

Siti Muriah, Metode Dakwah Kontemporer (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000) h 48

25


(41)

Dari ayat tersebut, kaum muslimin (terutama juru dakwah) dianjurkan agar berdebat dengan cara yang baik, sopan santun dan lemah lembut kecuali jika mereka telah memperlihatkan keangkuhan dan kedzaliman yang keluar dari batas kewajaran.

Selain tiga metode tersebut masih banyak metode yang dipakai oleh para Dai untuk menyiarkan dakwah secara Islamiyah seperti dakwah lisaan, dakwah qalaam, dakwah hal, dakwah bil-jidaal, dakwah bil-yad, dakwah bil-hikmah, dakwah bil-maal, dakwah bil-rihlah, dakwah bil-hijrah, dakwah bil-nikah, dakwah bil-qalbi dan dakwah bil-qitaal.26

a. Dakwah bil-Lisan

Metode dakwah dengan lisan (bil-lisan), maksudnya yaitu berdakwah dengan menggunakan kata-kata yang lemah-lembut yang dapat difahami oleh mad’u, bukan dengan kata-kata yang keras dan menyakitkan hati.

Rasulullah mengajarkan dakwah ini ketika beliau berkewajiban menjelaskan pokok-pokok dan intisari ajaran Islam kepada umatnya. ( kaum muslimin) melalui dialog (Tanya jawab) dan khutbah yang berisi nasehat dan fatwa. Selain itu beliau mengajarkan kepada para sahabatnya, setiap kali turunnya wahyu

26

Sulhawi Rubba, Dakwah Bi Al-Nikah Metodologi Islamisasi Ala Indonesiawi (Surabaya: Garisi,


(42)

yang dibawa Malaikat Jibril, yang kemudian dihafalkan dan ditulis di pelepah kurma.27

b. Dakwah bil-Qalam

Yaitu berdakwah dengan menggunakan keterampilan tulis menulis berupa artikel atau naskah yang kemudian dimuat di dalam majalah atau surat kabar, brosur, buletin, buku dan sebagainya. Dakwah seperti ini mempunyai kelebihan yaitu dapat dimanfaatkan dalam waktu yang lebih lama serta lebih luas jangkauannya, disamping itu juga dapat dipelajari secara mendalam dan berulang-ulang.

Ketika kita melihat teladan kita, Rasulullah Saw. Beliau memberikan contoh dalam dakwah ini. pada saat beliau melakukan Islamisasi via tulisan kepada para raja dan penguasa wilayah lain disekitarnya, seperti mengirimkan surat ke raja Persia, Abruwaiz bin Harmizan dan Hiraclius penguasa raja romawi. Surat-surat beliau yang berisi ajakan masuk Islam yang dikirimkannya ke beberapa tokoh penguasa wilayah disekitarnya, sebagian ada yang diterima dengan baik (masuk Islam) dan sebagian ada yang ditolak, seperti yang diterima raja persia.

c. Dakwah bil-Hal

Yakni dakwah yang dilakukan dengan berbagai kegiatan yang langsung menyentuh kepada masyarakat sebagai objek

27

Sulhawi Rubba, Dakwah Bil- Rihlah Metodologi Islamisasi dan Indonesiawi (Surabaya:


(43)

dakwah dengan karya subjek dakwah. Seperti bergotong royong memperbaiki jalan atau jembatan yang rusak.

d. Dakwah bil-Jidal

Yaitu berdakwah dengan cara berdebat, tukar pikiran, tukar argumentasi dengan cara yang baik dan tolong menolong dalam hal mencapai kebenaran. Bukan malah menganggap musuh atau lawan kepada peserta mujadalah atau diskusi (mad’u).

Sebagai contoh ketika Rasulullah Saw juga mengajak orang-orang kafir, penganut agama Yahudi dan Nasrani untuk tukar pikiran tentang masalah akidah yang benar.28

e. Dakwah bil-Yad

Dakwah bil-yad, tangan disini bisa difahami secara tekstual terkait dengan bentuk kemungkaran yang dihadapinya, tetapi juga bisa difahami dengan kekuasaan atau power, dan metode dengan kekuasaan sangat efektif apabila dilakukan oleh penguasa yang berjiwa dakwah.

Rasulullah melakukan dakwah ini ketika melakukan Islamisasi via politik. Dengan melalui proses musyawaroh kepada semua golongan penduduk yatsrib, dibuatlah sebuah kesepakatan bersama yang hasilnya dinamakan dengan ‘’Piagam Madinah’’. Piagam tersebut adalah undang-undang dasar berdirinya sebuah Negara Islam yang tertulis pertama kali di dunia. Dalam Negara

28

Sulhawi Rubba, Dakwah Bil- Rihlah Metodologi Islamisasi dan Indonesiawi (Surabaya:


(44)

Madinah tersebut, yang berstatus kepala Negara adalah Muhammad bin Abdullah. Dengan itu beliau bukan hanya sebagai Nabi dan Rasul saja, tetapi punya jabatan kenegaraan sebagai kaisar atau presiden.29

f. Dakwah bil-Hikmah

Menurut Syech Muhammad al-Nawawi al-Jawi dalam tafsirya mengakatakan bahwa hikmah adalah argument yang membuahkan kebenaran tanpa ada keraguan, kesangsian, dan kelemahan.30

g. Dakwah bil-Maal

Yaitu berdakwah dengan menggunakan harta atau ekonomi sebagai materi dakwahnya. Adapun yang termasuk kedalam dakwah bil maal ini adalah seperti pemberian bantuan dana kepada korban bencana alam.

Sebagai contoh ketika Rasulullah Saw melakukan Islamisasi via sodakoh. Tercatat dalam sejarah, beberapa orang sahabat yang berstatus sebagai budak yang dimerdekakan Nabi, seperti Bilal yang dikenal tokoh Muadzin panggilan sholat. Beliau mengajak para sahabat yang termasuk agnia (hartawan) untuk menyantuni anak

29

Sulhawi Rubba, Dakwah Bil- Rihlah Metodologi Islamisasi dan Indonesiawi (Surabaya:

Lisanalam Press, 2010) h 19 30


(45)

yatim dan memberi makan para duafa (para fakir miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), mualaf dll). 31

h. Dakwah bil-Rihlah

Yaitu berdakwah melalui kegiatan wisata religius, seperti ziarah, umrah, haji dan lain sebagainya.

Sebagai contoh ketika Rasulullah Saw beberapa kali mengajak para sahabat dimadinah untuk melaksanakan umrah ke mekah dan manasik haji ke arafah.

i. Dakwah bil-Hijrah

Yaitu berdakwah dengan cara yang telah diajarkan oleh Rasulullah, yaitu berpindah dari Makkah ke Madinah. Dalam konteks bil-hijrah sekarang ini bisa dilakukan melalui transmigrasi, imigrasi dan lain sebagainya.

j. Dakwah bil-Nikah

Dakwah bil-Nikah yaitu dakwah Islam yang dilakukan dengan melalui sistem pembentukan dan pembinaan keluarga muslim yang sakinah. Dari hasil pernikahan tersebut, lahirlah anak cucu mereka yang berstatus sebagai muslim, kemudian setelah balig, mereka nikah lagi dengan sesama muslim.32

Sebagai bukti ketika Rasulullah Saw melakukan dakwah ini, yaitu Nabi menikahi putri para sahabat dan para janda yang

31

Sulhawi Rubba, Dakwah Bil- Rihlah Metodologi Islamisasi dan Indonesiawi (Surabaya:

Lisanalam Press, 2010) h 20 32

Sulhawi Rubba, Dakwah Bi Al-Nikah Metodologi Islamisasi Ala Indonesiawi (Surabaya: Garisi,


(46)

ditinggal wafat suaminya yang mati shahid di medan perang dalam jihad fisabilillah dan semata-mata dengan tujuan mencari Ridho Allah SWT dan mengayomi mereka semua dengan adanya unsur dakwah.33

k. Dakwah bil-Qalbi

Yang dimaksud dengan dakwah bil-Qalbi adalah dalam berdakwah hendaknya hati tetap ikhlas dan tetap mencintai mad’u

dengan tulus. Apabila suatu saat mad’u atau objek dakwah

menolak pesan dakwah yang disampaikan atau bahkan mencemooh, mengejek, memusuhi dan menbencinya, maka hati dai tetap sabar tidak boleh membalas dengan kebencian, tetapi sebaliknya tetap mencintai objek dan dengan ikhlas hati hendaknya

mendoakan mad’u supaya mendapat hidayah dari Allah.

Sebagai contoh ketika Rasulullah Saw selalu berdoa kepada Allah SWT agar umat manusia masuk kedalam Islam, agama yang diridhoi oleh Allah SWT. Metode dakwah dengan tata cara berdoa ini disebut dengan metode dakwah bil-qalbi.34 Sebagaimana surah Al-Qsshash ayat 56 menerangkannya :



























33

Sulhawi Rubba, Dakwah Bil- Rihlah Metodologi Islamisasi dan Indonesiawi (Surabaya:

Lisanalam Press, 2010) h 20 34

Sulhawi Rubba, Dakwah Bil- Rihlah Metodologi Islamisasi dan Indonesiawi (Surabaya:


(47)

Artinya: Sungguh engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (Qs. Al-Qashash: 56)35

l. Dakwah bil-Qitaal

Adakalanya ketika berdakwah, seorang dai dihadang musuh dengan senjata. Maka dalam perang (qital) menghadapi musuh Allah dan Rasulnya merupakan bagian dari jihad yang harus dilandasi dengan niat menjalankan perintah Allah, bukan melampiaskan emosi, kemarahan ataupun dendam. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Furqon ayat 52.





























Artinya: “Maka janganlah engakau taati orang-orang kafir, dan berjuanglah terhadap mereka dengannya (Al Quran) dengan (semangat) Perjuangan yang besar”. (QS. Al-Furqon: 52)36

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Agar melengkapi refrensi dan pengembangan penelitian ini, peneliti mempelajari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lainnya yang berkaitan dengan fokus penelitian ini, sebagai bahan pembanding dan pertimbangan dalam penelitian ini. Salah satu yang menjadi objek pengusutan dalam penelusuran ini adalah kepustakaan Universitas Islam

35

Mushaf al-Azhar, Al-Quran dan Terjemahnya, (Bandung: CV Penerbit Hilal, 2010) hal 392

36


(48)

Negeri Sunan Ampel Surabaya. Di perpustakaan tersebut peneliti menemukan hasil penelitian dari mahasiswa antara lain:

1. Metode Dakwah KH. Machfud Ma’sum dalam membentuk Leadership Santri Di Pondok Pesantren Ihyaul Ulum Dukun Gresik. Penelitian ini dibuat oleh, Handika Rahmatullah, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, KPI, 2016. Penelitian tersebut mengupas tentang bagaimana metode dakwah dalam membentuk Leadership Santri Di Pondok Pesantren Ihyaul Ulum Dukun Gresik. Yang menjadi pembeda yaitu tentang metode dakwah yang beliau gunakan dalam membentuk Leadership Santri. Beliau menggunakan metode dakwah bil lisan, bil bil hal. Sedangkan persamaan penelitian ini yaitu sama-sama fokus meneliti metode dakwah yang beliau gunakan.

2. Metode Dakwah Tentang Lingkungan Hidup KH. Miftahul Luthfi Muhammad. Penelitian ini dibuat oleh, Ulwiyatul Unza, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, KPI, 2014. Penelitian tersebut mengupas tentang bagaimana metode dakwah lingkungan hidup yang dipakai KH. Miftahul Luthfi Muhammad dalam mewujudkan kampung yang indah, asri, bersih, hijau, dan sehat. Yang menjadi pembeda yaitu tentang metode dakwah yang beliau gunakan dalam mewujudkan lingkungan hidup. Beliau menggunakan metode dakwah bil lisan, bil qolam, bil hal dan silaturrahim. Sedangkan persamaan penelitian ini yaitu sama-sama fokus meneliti metode dakwah yang beliau gunakan.


(49)

3. Kepemimpinan ‘’Kyai Nasib’’ dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Pesantren (Studi Multisitus pada Pesantren Mahasiswa al-Hikam Malang, Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya dan Pesantren Mahasiswa an-Nur Surabaya). Penelitian ini dibuat oleh Muhammad Shodiq, paskasarjana, Manajemen Pendidikan, 2012. Penelitian tersebut mengupas tentang bagaimana kepemimpinan ‘’Kyai Nasib’’ dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Pesantren. Yang menjadi perbedaan pada penelitian ini adalah lebih fokus meneliti tipe

kepemimpinan ‘’Kyai Nasib’’,Strategi ‘’Kyai nasib’’, dan dampak

kepemimpinan ‘’Kyai Nasib’’ yaitu dalam hal ini lebih di arahkan pada KH. Ali Mascahn Moesa M.Si penelitian ini tidak fokus kepada metode dakwah beliau. Sedangkan persamaan penelitian ini adalah sama-sama meneliti KH. Ali Maschan Moesa, M.Si. dan juga Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya.

Sedangkan judul yang peneliti gunakan adalah Metode Dakwah Prof. Dr. KH. Ali Maschan Moesa, M.Si di Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya. Persamaan dengan judul-judul yang diteliti adalah sama-sama meneliti metode dakwah, tetapi yang menjadi pembeda dalam penelitian ini adalah objek penelitiannya yakni tentang metode dakwah KH. Ali Maschan Moesa, M.Si di Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya.


(50)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan

NO NAMA & JUDUL SKRIPSI PERSAMAAN PERBEDAAN

1 Metode Dakwah KH. Machfud

Ma’sum dalam membentuk Leadership Santri Di Pondok

Pesantren Ihyaul Ulum Dukun Gresik

sama-sama fokus meneliti metode dakwah yang beliau gunakan metode dakwah bil lisan, bil bil hal

2 Metode Dakwah Tentang

Lingkungan Hidup KH. Miftahul Luthfi Muhammad sama-sama fokus meneliti metode dakwah yang beliau gunakan metode dakwah bil lisan, bil qolam, bil hal dan silaturrahim

3 Kepemimpinan ‘’Kyai Nasib’’ dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Pesantren (Studi Multisitus pada Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang, Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya dan Pesantren Mahasiswa An-Nur Surabaya sama-sama meneliti KH. Ali Maschan Moesa, M.Si. dan juga Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya tipe kepemimpinan ‘’Kyai Nasib’’,Strategi

‘’Kyai nasib’’, dan dampak kepemimpinan


(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian “Metode Dakwah KH. Ali Maschan Moesa dalam membentuk akhlak santri di Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya” yaitu metode kualitatif. Metode Penelitian atau metode riset berasal dari bahasa inggris. Metode berasal dari kata Methodh, yang berarti ilmu yang menerangkan metode-metode atau cara-cara. Kata penelitian merupakan terjemahan dari bahasa inggris “reseach” yang terdiri dari kata re (mengulang) dan search (pencarian, pengejaran, penelusuran dan penyelidikan). Maka, research berarti melakukan pencarian. Sehingga metode penelitian diartikan sebagai suatu perangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisa, diambil kesimpulan dan selanjutnya dicari pemecahannya.1

Adapun metode yang di gunakan pada penelitian ini adalah „‟ Pendekatan kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif : ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat di amati dari orang-orang (subyek) itu sendiri‟‟.2

„‟Metode yang sangat bergantung kepada perspektif yang di gunakan serta permasalahan yang di teliti dalam rangka melakukan deskripsi (penggambaran), verstchen (pemahaman dan pemaknaan), interpretasi (penafsiran), pengembangan

1

Wardi Bachtiar, Metode Penelitian Dakwah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999) h 1

2

Arief Furchan, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, ( Surabaya : Usaha Nasional, 1992), h. 21-22.


(52)

dan eksplorasi‟‟.3

Metode deskriptif adalah langkah-langkah melakukan refresentasi objektif tentang semua informasi yang terdapat dalam masalah yang di selidiki. Dengan kata lain, metode ini tidak terbatas sampai dengan pengumpulan data, tetapi meliputi juga analisis dan interpretasi tentang arti data itu‟‟.4

Alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif yaitu demi kemudahan pada proses penelitian dalam menganalisis data-data dan informasi. Data- data yang telah di peroleh dari pelaksanaan penelitian nantinya berbentuk data tulisan dan lisan (data verbal), bukan data nominal atau yang menunjukkan angka-angka.

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Sebuah metode atau prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif dengan diarahkan pada latar belakang individu secara utuh atau menyeluruh (holistic) disebut dengan kualitatif. Pendekatan inilah yang digunakan penulis pada penelitian ini. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian dekriptif. Adapun yang dimaksud dengan jenis penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang hanya bertujuan memaparkan suatu peristiwa atau fakta terhadap objek yang diteliti saja.5 dengan melakukan pengamatan yang dilakukan dengan wawancara dan observasi subjek yang peneliti lakukan di pesantren al-Husna kepada KH. Ali Maschan Moesa, yang diverifikasi dengan hasil wawancara dan observasi significant others dari subjek.

3

Imam Suryo Prayogo, Metodologi Penelitian Sosial Agama, ( Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya, 2001), h 101-102 4

Soedjono dan H. Abdurrahman, Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan (Jakarta:

Rineka Cipta, 2005) h.24.

5


(1)

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Sesuai dengan rumusan masalah dan hasil penelitian yang diuraikan sebelumnya, maka peneliti menarik kesimpulan bahwa KH. Ali Maschan Moesa dalam melaksanakan proses dakwahnya untuk membentuk akhlak santrinya di Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya, beliau menerapkan empat cara metode dakwah yaitu :

1. Metode bil-Lisan

Dalam metode dakwah bi al lisan KH. Ali Maschan Moesa menggunakan cara dengan ceramah agama dan pengajian bandongan kitab.

2. Metode bil-Qolam

Dalam metode dakwah bi al qolam, KH. Ali Maschan Moesa menulis artikel-artikel yang beliau mau sampaikan di acara-acara yang bernuansa diskusi dan mengarang beberapa buku.

3. Metode bil- Hal

Dalam Metode dakwah bil-hal ini KH. Ali Maschan Moesa telah mengaplikasikannya suri tauladan yang baik kepada santri-santrinya seperti : berpola hidup sederhana baik dalam cara berpakaian, berpenampilan, selalu menghormati dan menghargai setiap orang dan tidak membeda-bedakan berdasarkan status sosialnya, tidak sungkan-sungkan mengambil sampah dengan tangan beliau sendiri, takziah ke


(2)

108

santri yang terkena musibah, memberikan fasilitas kepada santri yang terkena musibah, serta kepada anak-anak kecil yang membutuhkan pengajaran ilmu agama, membangunkan santri ketika shubuh, menolong sesama seperti membeli makanan dengan tujuan untuk menolong orang lain, memberikan contoh untuk menjadi santri yang mempunyai etos kerja tinggi, mau bercengkrama langsung dengan santri dengan cara melihat kondisi kamar-kamar santri dan juga mengajak berbincang-bincang kepada santrinya dengan penuh kehangatan, ketulusan, dan kesabaran, dan lain sebagainya.

4. Metode bil- Mal

Dalam hal ini KH. Ali Maschan Moesa mengaplikasikannya dalam beberapa bidang diantaranya adalah : Bidang keagamaan dan pendidikan, bidang layanan sosial kemasyarakatan.

B. Saran-Saran

Agar dalam penelitian ini memperoleh hasil sebagaimana peneliti harapkan, maka saran dari peneliti diharapkan dapat dijadikan masukan atau bahan-bahan pertimbangan oleh pihak-pihak terkait. Adapun saran dari peneliti antara lain:

1. Diharapkan KH. Ali Maschan Moesa lebih mengembangkan metode dakwah Bil-Qolam nya dipesantren Luhur Al-Husna agar santri al-Husna menjadi santri yang punya semangat membaca dan bisa mengembangkan dakwahnya dengan cara menulis.


(3)

109

2. Diharapkan KH. Ali Maschan Moesa terus melaksanakan aktivitas dakwahnya dan mempertahankan konsistensinya sebagai seorang dai. 3. Saran bagi para santri diharapkan untuk membaca dengan baik skripsi

ini agar bisa lebih mengenal KH. Ali Maschan Moesa lebih dekat lagi, khususnya dalam metode dakwah yang bervariasi dan aplikatif sesuai dengan perkembangan zaman yang beliau terapkan selama ini ketika berdakwah di pesantren Luhur al-Husna dan diharapkan untuk lebih aktif lagi dalam mengikuti kegiatan dakwah yang beliau selenggarakan agar lebih bisa menyerap keilmuan beliau dan sebagai sangu di masyarakat kelak.

4. Bagi para peneliti yang akan meneliti penelitian ini, selanjutnya diharapkan untuk menggali lebih mendalam lagi tentang metode dakwah yang digunakan oleh KH. Ali Maschan Moesa dalam mendidik akhlak santrinya di pesantren Luhur al-Husna Surabaya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Al-jawi, Sech Muhammad, Nawawi Kitab Tafsir An-nawawi Surabaya: Al- Hidayah Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta:

Rineka Cipta. 2010

Artikel KH. Ali Maschan Moesa, ‘’ Agama dan Pseudo Enemis.’’ Dalam Persfektif Mis understanding Of Vote and Voice (ed,) 2016, Surabaya,

Asep M. & Agus A.S., Metode Pengembangan Dakwah, 2002

Asep Muhyidin, Agus Ahmad Safei, Metode Penyebaran Dakwah, Bandung: Pustaka Setia, 2002

Aziz, Muhammad Ali, Ilmu Dakwah. Jakarta. CV. Kencana 2004.

Bachtiar, Wardi, Metode Penelitian Dakwah, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999 Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001 Departemen Agama RI, Proyek Penggandaan Kitab Suci Al-Qur’an, Al-Qur’an dan

Tafsirnya. Jakarta : YPPA, 1995

Dewa, Muhammad Syakur. Kiat-Kiat Sukses Para Da’i. Kediri. Pustaka’ Azm Eko Ardhana, Sutirman, Jurnalistik Dakwah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995 Furchan, Arief, dan Agus Maimun. Studi tokoh: Metode Penelitian Mengenai Tokoh.

Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2005.

Hadi, Sutrisno. Metode Research II,Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM,1989

Izzuddin, Solikhin Abu, New Quantum Tarbiyah. Yogyakarta: Pro- U Media 2012 Jalaluddin Rahmat, Islam Aktual : Refleksi Sosial Cendekiawan Muslim, Bandung:


(5)

Mizan, 1998

______________, Metode Penelitian Komunikasi Bandung : Remaja Rosdakarya, 1993 Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta : PT Gramedia, 1991

Moesa, Ali Maschan. Nasionalisme Kiai. Yogyakarta: LKIS, 2007

Moleong, J. Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2009 Muhiddin, Asep. Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia. 2002. Munawir, Warson, Kamus Al-Munawir, Surabaya:Pustaka Progressif, 1994

Muriah, Siti, Metode Dakwah Kontemporer, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000 Mushaf al-azhar, Al-Quran dan Terjemahnya, Bandung: CV Penerbit Hilal, 2010 Prayogo, Imam Suryo, Metodologi Penelitian Sosial Agama, Bandung : PT. Remaja

`Rosdakarya, 2001

Rubba, Sulhawi, Dakwah Bi Al-Nikah Metodologi Islamisasi Ala Indonesiawi Surabaya: Garisi, 2011

____________, Dakwah Bil- Rihlah Metodologi Islamisasi dan Indonesiawi Surabaya: Lisanalam Press, 2010

Shihab, M. Quraish, Membumikan Alquran, Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, cetakan ke 22 Bandung: Mizan 1985

_______________, Membumikan al-Quran, Bandung: Mizan, 1999

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan R&D Bandung: Alfabeta, 2013

Sunarto, A, Retorika Dakwah, Surabaya : Jaudar Press, 2014

Suparta, Munzier dan Harjani Hefni. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana. 2009.


(6)

Bandung: Tarsito, 1990

Syukir, Asmuni, Dasar-Dasar Strategi Dakwah, Surabaya: Al-Ikhlas, 1986 Tasmara, Toto, Komunikasi Dakwah, Jakarta: Media Pratama, 1987

Uredenbergt Jacob, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, Jakarta : PT Gramedia, 1998

Wahidin, Saputra. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: Rajawali Pers. 2012.

Zuhri, Fuad Syaifuddin, An Ubaedi, Mahfudzhat, Bunga Rampai Peribahasa Arab Jakarta: Rene Asia Publika, 2011