BHINEKA TUNGGAL IKA : STUDI TENTANG PEMAHAMAN DAN SIKAP SANTRI TERHADAP SEMBOYAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DI PESANTREN LUHUR AL-HUSNA SURABAYA.
BHINEKA TUNGGAL IKA
(Studi Tentang Pemahaman dan Sikap Santri Terhadap Semboyan
Negara Kesatuan Republik Indonesia di Pesantren Luhur Al-Husna
Surabaya)
SKRIPSI
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Strata Satu (S-1) Dalam Bidang Ilmu Ushuludin Dan Filsafat
Oleh:
Muhammad Khoirudin
E02212025
PROGAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2016
i
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pemhaman dan sikap santri pesantren
luhur al-Husna Surabaya terhadap semboyan NKRI (Negara Kesatuan Repblik
Indonesia) yaitu Bhineka tunggal ika serta unsur-unsur yang mengkonstruk
pemahaman dan sikap santri tersebut. metode yang digunakan dalama penelitian
ini adalah penelitian lapangan. Sumber data yang dipakai mengacu pada
wawancara, observasi serta dokumen dokumen yang ada pada pesantren tersebut.
hasil penelitian ini menggambarkan bahwa santri dalam pesantren luhur al-Husna
ini memiliki kemampuan untuk memahami dan bersikap sewajarnya terhadap
perbedaan yang ada. Santri dalam pesantren ini melihat perbedaan sebagai hal
yang harus dijaga keharmonisannya, dengan cara saling menghargai antarsuku
satu dengan suku yang lainnya, antara satu budaya dengan budaya lainnya.
Adanya sebuah keharmonisan yang terjadi antara satu dengan yang lainnya ini
merupakan realitas sosial yang terjadi. Realitas sosial dalam kaitanya dengan hal
ini ada beberapa hal yang mengkonstruk pola fikir masyarakat. Menurut Peter L.
Berger dan Thomas Luckman konstruksi sosial terbagi menjadi tiga macam dalam
dialektikanya membaca realitas sosial, eksternalisasi, dalam hal ini santri
memakai bahasa yang dipakai oleh santri yang lainnya meskipun beda suku dan
bahasa. obyektifasi, kaitannya dengan ini santri memahami bhineka tunggal ika
ini dari sekolah umum yang kemudian ketika sudah di pesantren luhur al-Husna
ini mereka mendapatkan ilmu tentang kebhinekaan dari pengasuh dan ustadz. Dan
yang terakhir Internalisasi proses ini dilakukan santri ketika mereka menggunakan
bahasa Indonesia untuk berhubungan dengan santri yang satu dengan yang
lainnya.
Kata Kunci: Semboyan NKRI, Santri, Konstruksi Sosial
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI............................................................................................................ iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ........................................................ iv
PENGESAHAN ........................................................................................................ v
PERYATAAN KEASLIAN .................................................................................... vi
MOTTO .................................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... xii
DAFTAR TABLE ................................................................................................. xiv
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian..................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian................................................................................... 5
E. Kerangka Teori ........................................................................................ 6
F. Telaah Pustaka......................................................................................... 8
G. Metode Penelitian ................................................................................. 12
H. Sistematika Penulisan ........................................................................... 21
BAB II: BHINEKA TUNGGAL IKA DAN TEORI KONSTRUKSI SOSIAL
A. Bhineka Tunggal Ika ............................................................................. 23
B. Eksistensi Bhineka Tunggal Ika dalam Kehidupan Sosial .................... 26
C. Teori Konstruksi Sosial ......................................................................... 35
BAB III: PENYAJIAN DATA PENELITIAN
A. Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya .................................................... 40
B. Keadaan Sosial Santri ........................................................................... 46
C. Pemahaman Serta Sikap Santri Terhadap Semboyan Bhineka Tunggal
Ika .......................................................................................................... 50
BAB IV: ANALISIS DATA
A. Temuan Hasil Penelitian ..................................................................... 59
B. Konfirmasi Temuan Dengan Teori ..................................................... 63
xii
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB V: Penutup
A. Kesimpulan ......................................................................................... 68
B. Saran ................................................................................................... 67
Daftar Pustaka ........................................................................................................ 70
Lampiran
xiii
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Bhinneka Tunggal Ika yang kita kenal sebagai semboyan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) merupakan sebuah cita-cita dari para pembangun bangsa
ini. Sempalan kata-kata yang dikarang oleh Mpu Tantular ini seakan-akan sudah
menajadi suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari Republik ini. Hal ini terjadi
karena semboyan Bhinneka Tunggal Ika sudah menjadi 4 pilar kehidupan berbangsa
dan bernegara. 4 pilar ini terdiri dari Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhineka
Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.1
Kita sebagai bangsa yang memiliki kemajemukan Suku, Agama, dan Ras bisa
lebih mengoptimalkan adanya semboyan Bhinneka Tunggal Ika, “berbeda-beda tapi
tetap satu jua” itu sendiri. Karena perlu pembaca ketahui, meskipun mempunyai
semboyan tersebut, tingkah laku beberapa rakyat Indonesia masih ada yang bersikap
intoleran terhadap hal-hal yang tidak sependapat, tidak sefikiran dan tidak sewilayah
dengan mereka. Jika menarik kembali ke belakang, dimana asal dan usulnya
semboyan Bhinneka Tunggal Ika itu sendiri merupakan sebuah cita-cita leluhur
pembangun bangsa ini.
1
Skretariat Jendral MPR RI, 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (2012: MPR RI, Jakarta),
xiv
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
Indonesia adalah Negeri yang kaya keberagaman budaya. Kemajemukan
budaya tersebut merupakan suatu keniscayaan yang pasti kita jumpai dalam setiap
masyarakat di manapun. Namun demikian, meskipun secara fisik manusia telah
mampu untuk tinggal bersama dalam masyarakat majemuk, secara sosial- spiritual
mereka belum memahami arti sesungguhnya dari hidup bersama dengan orang yang
memiliki perbedaan kultur. 2
1
Dari berbagi macam perang dan konflik, maka konflik yang paling
mengerikan dan merugikan adalah konflik antar-sukubangsa. Konflik antar suku
bangsa lebih banyak terjadi dan lebih mengerikan dari pada berbagai perang antar
negara dalam perang antar Negara. ada Konvensi Jenewa yang melindungi hak-hak
kemanusiaan dari prajurit, sedangkan dalam konflik antar sukubangsa intinya adalah
penghancuran suku bangsa pihak lawan dan segala atribut-atributnya. Seperti yang
kita ketahui, kasus yang terjadi di Ambon dan Maluku yang menelan ribuan korban
tewas yang menggambarkan konflik agama dan suku secara berdempetan. Kekerasan
demi kekerasan berlanjut, bermula dari konflik kecil merembet menjadi konflik yang
besar, seperti konflik antar etnis dan antar agama. Kasus yang lain yang
mencerminkan kasus antar suku, seperti pembantaian oleh suku dayak terhadap suku
Madura di Sampit, Kalimantan Tengah yang telah menewaskan ratusan warga
Madura. Di poso Sulawesi tengah dimulai dari perkelahian antar warga berubah
menjadi konflik agama islam dan Kristen. Hal ini sangat mencoreng nama Indonesia.
2
Zakiyuddin Baidhawy, Reinvensi Islam Multikultural,(Surakarta: Pusat Studi Budaya dan
Perubahan Sosial, 2005), ix
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
Sebagai Negara yang sangat menjunjung tinggi akan loyalitasnya dengan persatuan
bangsa, dengan semboyan bangsa ini yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Konflik-konflik
besar yang terjadi kebanyakan memiliki kesamaan yaitu dimulai daripada konflikkoncil yang dianggap kecil.
Melihat dari Fenomena-fenomena yang telah disebutkan sebelumnya di atas,
yang sangat merisaukan masa depan bangsa ini, penulis merasa perlu melakukan
penelitian mendalam terhadap masalah sikap Santri terhadap Kemajemukan Suku dan
Ras di pesantren Luhur Alhusna. Meskipun pesantren ini semua santri memeluk
agama islam, akan tetapi pesantren ini memiliki santri yang berbeda suku, dan ras
dari berbagai pulau di Indonesia.
Di dalam kehidupan sehari-hari, sangat mungkin terjadi Gesekan-gesekan
antar santri. Akan tetapi gesekan yang terjadi kemungkian tidak sampai pada
kerusuhan antar kelompok suku, karena sekala masih kecil dan masih wajar. Akan
tetapi, bukankah ada peribahasa, sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit? Bisa
saja di pesantren tidak terjadi apa-apa, karena mungkin kalah jumlah, dan kelompok
tertentu merasa menjadi minoritas, tetapi waktu diluar menjadi beringas dan kejam
akibat sakit hati yang terpendam cukup lama. Hal seperti itu bisa saja terjadi, dan ada
peluang untuk kejadian seperti pembantaian, perusakan bahkan kerusuhan antar
kelompok. Maka dari itu, bagaimana kita sebagai akademisi bisa menyadarkan
masyarakat yang ada, persatuan itu penting adanya, melalui semboyan Bhinneka
Tunggal Ika ini.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
Selain pemaparan yang penulis kemukakan diparagraf di atas, hal yang
menarik untuk melakukan penelitian di pesantren luhur Alhusna ini yaitu gaya
pengasuh yang lebih menekankan pada nasionalisme para santri. pemikiran pengasuh
pesantren luhur alhusna, yang menekankan bahwa nasiaonalisme tidak dibangun
dengan sentiment ke imanan. Akan tetapi dibangun atas nama pluralitas (al-ummah),
rasa persaudaraan (al-qauniyah), solidaritas dalam keragaman (al-syu’ubiyah),
kesederajatan (al-musawah), dan cinta tanah air (al-wathaniyah). semua hal tentang
nasionalisme ini dapat ditemui pada saat pengasuh pesantren menyampaikan
pengajian, baik di dalam pesantren maupun di tempat undangan pengajian umum
serta dalam buku-buku pengasuh Pesantren Luhur Al-husna yang bertemakan
Nasionalisme. Dari pemaparan yang disampaikan oleh pengasuh dalam sebuah kajian
kitab ini banyak mengkonstruk pola fikir santri terhadap kesadaran tentang adanya
berbedaan. Tetapi berbedaan yang ada harus mewujudkan sikap menghargai
perbedaan itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merasa sangat perlu
merumuskan masalah agar pembahasan mengarah pada satu titik konkrit dan sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai. Adapun perumusan masalah tersebut adalah :
1. Bagaimana pemahaman Santri Pesantren Luhur Al-Husna tentang makna
semboyan Bhinneka Tunggal Ika?
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
2. Bagaimana sikap santri pesantren luhur Al-husna dalam mengamalkan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari?
3. Bagaimana konstruksi sosial dalam membentuk sikap kebhinekaan santri
Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya?
C.
Tujuan Penelitian
Untuk mencapai hasil yang optimal dalam melakukan apapun, seorang harus
memeiliki tujuan yang akan dicapai. Begitu pula dengan penulisan penelitian ini.
Tujuan yang hendak penulis jelaskan, yaitu :
1.
Untuk mengetahui pehaman santri pesantren Luhur al-husna tentang makna yang
terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika
2.
Untuk mengetahui pengamalan semboyan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Untuk mengetahui konstruksi sosial yang membetuk sikap kebhinekaan santri
Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya?
D.
Manfaat Penelitian
Dalam kerangka penelitian ini paling tidak terdapat beberapa manfaat yang
dapat di ambil, di antaranya:
1. Secara Teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai semboyan Bhinneka
Tunggal Ika sebagai wujud sikap ke pluralitasan masyarakat Indonesia.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
b. Memberikan wawasan kepada Masyarakat mengenai Bhinneka Tunggal Ika
sebagai Semboyan Bangsa Indonesia yang nantinya bisa diharapkan sebagai
wadah untuk kehidupan yang rukun, adil, dan makmur.
c. Untuk menambah khasanah keilmuan pada mata kuliah Civic Education.
Secara Praktis
a. Menjawab adanya keraguan yang ada di tengah-tengah masyarakat terhadap
semboyan Bhinneka Tunggal Ika hanya dipahami sebagai kata-kata tanpa
makna karena masih banyaknya sikap intoleran terhadap perbedaan yang
ada.
b. Masyarakat Indonesia Umumnya dan Umat Islam Indonesia lebih
menghargai adanya perbedaan dan keragaman yang terdapat di Indonesia
c. Memberikan kesadaran kepada masyarakat Indonesia khususnya umat islam
bahwa perbedaan itu bukan suatu penghalang untuk menjalin suatu kerja
sama walau berbeda suku, agama, dan ras.
E. Kerangka Teori
Permasalahan yang penulis angkat dalam penelitian ini benar-benar nyata
terjadi di dalam masyarakat Pesantren Luhur Al-husna Surabaya, Oleh karena itu
penulis mencoba melihat masalah yang ada di masyarakat tersebut dengan
menggunakan teori konstruksi sosial. Karena dalam teori ini Berger dan Lucman
menjelaskan proses kehidupan manusia terjadi proses dialektis. Proses dialektis
tersebut meliputi 3 kejadian yang terjadi bersamaan, yaitu :
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
Eksternalisasi. Eksternalisasi merupakan usaha mengekspresikan diri manusia
ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Proses ini merupakan
bentuk pencurahan diri untuk menguatkan eksistensi individu dalam masyarakat.
Pada tahap ini masyarakat dilihat sebagai produk manusia.3
Objektifikasi, objektifikasi merupakan hasil yang telah dicapai, baik mental
maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Produk manusia
kemudian berada di luar dari manusia. Dunia manusia yang terjadi dalam
eksternalisasi, menurut mereka (Berger dan Luckman) dapat mengalami proses
pembiasaan yang kemudian mengalami pelembagaan.4 Kelembagaan berasal dari
proses atas aktivitas manusia. Setiap tindakan yang sering di ulangi, akan menjadi
pola. Pembiasaan yang berupa pola, dapat dilakukan kembali di masa mendatang
dengan cara yang sama dan juga dapat dilakukan dimana saja. Dibalik pembiasaan ini
sangat mungkin terjadi inovasi.
Internalisasi, internalisasi merupakan suatu pemahaman individu secara
langsung atas peristiwa objek sebagai ungkapan makna. Dalam internalisasi, individu
mengidentifikasi diri dengan berbagai lembaga sosial atau organissasi sosial dimana
individu menjadi anggotanya.5
Etnis merupakan konstruksi sosial dan budaya yang mempeoleh arti dalam
serangkaian interkasi. Etnis yang telah bercampur dengan etnis lain yang antar
mereka bersinggungan bahkan berhimpitan tidak lagi berada pada situasi fisik yang
3
Berger, Petter L. & Thomas Lucman, Tafsir Sosial Atas Kenyataanm, (Jakarta; LP3S, 1990), 75
Peter L. Berger and Thomas Lucman, Tafsir Sosial, 75-76
5
Peter L. Berger and Thomas Lucman, Tafsir Sosial, 87
4
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
tegas. Dalam suasana yang multi etnis budaya, dan suku seperti yang tergambarkan
pada Pesantren Luhur Al-husna itu, kesuku bangsaan menjadi sesuatu yang tegas
dalam serangkaian interkasi. Di satu sisi ia merupakan potensi yang membentuk
identitas, dan ciri-ciri pembeda satu dengan lainnya, seperti warna kulit, ostur tubuh,
bahasa dan sebagainya. Di sisi lain kesukubangsaan merupakan faktor yang bisa
menimbulkan konflik sosial karena identitas tadi digunakan sebagai pembeda yang
eksklusif dan menjadi pemisah.
F.
Telaah Pustaka
Kajian mengenai Semboyan Bhinneka Tunggal Ika akan banyak mengaitkan
antara keberagaman kultur, budaya, agama dan ras masyarakat Indonesia, dan akan
banyak memakai istilah-istilah Pluralisme serta multikulturalisme karena Bhineka
Tunggal Ika, mempunyai latar dari kemajemukan bangsa Indonesia. Hal semacam ini
banyak ditulis, di soroti dan di teliti oleh para pakar di bidangnya, diantaranya adalah
Yudi Latif6, Zuli Qodir7 dan I Nyoman Pursika8. Dalam Tulisan Yudi yang berjudul
“Bhinneka Tunggal Ika, Suatu Konsepsi Dialog Keragaman Budaya” yang ditulisnya
di dalam buku Fiqih Kebhinekaan ini lebih mengerucut pada sisi Bhinneka Tunggal
Ika sebagai wadah untuk berdialog antar budaya. Masyarakat yang multi keragaman
seperti Indonesia ini harusnya memanfaatkannya sebagai langkah yang revolusioner
Yudi Latif, “Bhinneka Tunggal Ika, Suatu Konsepsi Dialog Keragaman Budaya”, dalam Fikih
Kebinekaan (Bandung; PT. Mizan Store, 2015), 279
7
Zuli Qodir, “Kebhinekaan, Kewargaan, dan Multikulturalisme”, Jurnal Unisia, Vol 31, No 68
(2008), 1
8
I Nyoman Pursika, “kajian analitik terhadap semboyan bhinneka tunggal ika”, Jurnal Pendidikan dan
pengajaran, Vol 42, No 1 (Apr 2009), 1
6
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
untuk mengembangkan serta memajukan bangsa dalam sektor kebudayaan, dimana
masyarakat bergotong royong dengan penuh semangat membangun Indonesia sebagai
Negara yang mempunyai karakter yang beragam. Karakter itulah nantinya bisa di
arahkan sebagai dasar kehidupan yang damai. Yudi juga menambahkan memberi isi
pada kehidupan kebangsaaan berarti memberi prasyarat budaya untuk bagkit. Seperti
mitos lama yang mempercayai bahwa kemenangan suatu kelompok etnis-keagamaan
harus dibayar oleh kekalahan kelompok lain harus diakhiri, kepercayaan baru harus
dimunculkan dengan ejembaran untuk berbagi kebahagiaan dengan merayakan
kemenangan secara bersama-sama. Lebih jauh lagi yudi juga meneulis bahwa
kekayaan Indonesia sebagai negeri multicultural tidak boleh dibiarkan terus berjalan
dalam situasi “Plural Monokulturalisme” yang berjalan sendiri-sendiri tanpa
berinteraksi.
Berbeda dengan Yudi, Zuli dalam artikel tulisannya di dalam jurnal Unisia
yang berjudul
“Kebhinekaan, Kewargaan, dan Multikulturalisme” menegaskan
bahwa pada adanya silang sengkarut perdebatan tentang kebhinekaan yang terdapat di
Indonesia. Tulisan Zuli ini mengkritisi adanya kegagalan dalam mengelola
Multikultural yang ada di Indonesia pada zaman orde baru. Negara gagal dalam
mengelola kebhinekaan karena hanya mengakomodir apa yang menjadi imajinasi
kekuasaan tentang kebhinekaan, bukan hakikat kebhinekaan yang menjadi ruh dan
nyawa keindonesiaan. Pendekatan kebudayaan tidak pernah dilakukan oleh para
penguasa negeri ini dalam melihat kebhinekaan. Kebhinekaan dilihat dalam kaca
mata politik dan ekonomi semata, sehingga jika dipandang tidak akan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
menguntungkan secara ekonomi dan politik maka kebhinekaan yang merupakan ibu
kandung nusantara tidak menjadi prioritas dalam praktek politik kekuasaan.
Kolonel “Asbun” Sudomo adalah arsitek yang mengharamkan pembahasan
SARA di Indonesia, sehingga siapa saja dituduh subversive untuk yang
membahasanya. Dengan demikian banyak akibat yang akan diderita bagi mereka
yang membahasnya. Sebagai alternative ke depan, Indonesia harus memikirkan
kembali rekonsiliasi atas pergolakan-pergolakan yang pernah terjadi seperti dalam
konflik kekerasan sosial yang memakan banyak korban jiwa dan material, sehingga
Indonesia menjadi juara dunia dalam konflik. Tawarannya adalah negosiasi Negara
dengan masyarakat yang multi SARA, sebagai basis Indonesia dipertimbangkan.
Bernada yang sama dengan tulisan dari zuli tentang alternative pemahaman
Bhineka Tunggal Ika menjadi suatu keharusan yang untuk dipahami dan dijalankan
oleh masyarakat Indonesia karena menjadi semboyan Negara, maka dari itu I
Nyoman Pursika dalam tulisannya yang berhjudul “Kajian Analitik Terhadap
Semboyan ”Bhinneka Tunggal Ika”” berusaha menjelaskan akan pentingnya menjaga
kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia dengan menekankan pentingnya
pemahaman terhadap Bhineka Tunggal ika.
Bhinneka Tunggal Ika merupakan pernyataan jiwa dan semangat bangsa
Indonesia yang mengakui realitas bangsa yang majemuk, namun tetap menjunjung
tinggi kesatuan. Bhinneka Tunggal Ika merumuskan dengan tegas adanya harmoni
antara Kebhinnekaan dan ketunggalikaan, antara keanekaan dan keekaan, antara
kepelbagaian dan kesatuan, antara hal banyak dan hal satu, atau antara pluralisme dan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
monisme. Bhinneka Tunggal Ika adalah cerminan keseimbangan antara unsur
perbedaan yang menjadi ciri keanekaan dengan unsur kesamaan yang menjadi ciri
kesatuan. Mensinergikan perbedaan dalam kebhinekaan perlu dilakukan untuk
mengantisipasi terjadinya bahaya disintegrasi, sekaligus untuk mewujudkan cita-cita
integrasi. Kuncinya, harus ada kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk melihat
kesamaan pada sesuatu yang berbeda.
Perbedaan dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia merupakan suatu
kenyataan. Karena itu janganlah membeda-bedakan kenyataan yang memang sudah
berbeda. Membeda-bedakan sesuatu yang berbeda hanya akan menimbulkan bahaya
disintegrasi. Perbedaan dalam kebhinnekaan perlu disinergikan atau dikelola dengan
cara mendayagunakan aneka perbedaan menjadi modal sosial untuk membangun
kebersamaan. Untuk itu diperlukan adanya kesadaran, kemauan, dan kemampuan
untuk melihat kesamaan pada sesuatu yang berbeda.
Melihat tulisan dari beberapa penulis yang terdapat di atas dapat dikatakan
bahwa penelitian yang akan dilakukan berbeda dengan penelitian terdahulu. Jika
penelitian terdahulu berbicara masalah kbhinekaan untuk tataran wilayah umum,
seperti
menggunakan
atau
mensinergikan
keberagaman
yang
ada
untuk
mengembangkan sector kebudayaan yang ada, sedangkan pada penelitian yang
dilakukan penulis ini lebih condong pada mensinergikan kebhinekaan untuk
keharmonisan hidup dalam keberagaman pada santri di dalam sebuah lingkup yang
bernama pesantren.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
G.
Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara menurut aturan system tertentu mengarahkan suatu
kegiatan praktis agar terlaksana secara rasional guna untuk mencapai hasil yang
optimal. dengan demikia agar penelitian tentang Kebhinekaan dalam perspektif santri
ini dapat terarah dan sistematis, maka dalam hal menulis ini menggunakan metode
penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (Field Research), berpacu
pada pengertian lapangan sendiri adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan
metode pengumpulan data baik dengan cara wawancara, observasi dan pemeriksaan
dokumen.
Penggunan metode penelitian dalam sebuah penelitian akan memudahkan
peneliti untuk mengungkap masalah yang ada dalam masyarakat. Metodologi adalah
suatu proses yang kita gunakan untuk mendekati permasalahan dalam mencari
jawaban. Dengan ungkapan lain, metodologi adalah suatu pendekatan umum yang
digunakan untuk mengkaji topik penelitian. 9
Sedangkan dalam melaksanakan penelitian skripsi ini penulis mengunakan jenis
penelitian kualitatif dengan metode diskriptif kualitatif. Alasan penulis memilih
metode dekriptif kualitatif adalah:
9
Dedy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta;Remaja Rosde karya, 2002), 145.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
a.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi atau gambaran mengenai
pemahaman dan sikap santri Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya Terhadap
Semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b.
Untuk memperoleh data akurat, peneliti merasa perlu untuk terjun langsung ke
lapangan dan memposisikan dirinya sebagai instrument penelitian, sebagai salah
satu ciri penelitian kualitatif.
Menurut Lexy J. Moleong yang mengutip pendapat bagdan dan taylor bahwa
penelitian kualitatif adalah prosedur yang menghasilkan data diskriptif berupa kata–
kata tertulis atau tulisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sedangkan
menurut Kurt dan Miller Mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi
tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
penelitian manusia dan wawasannya sendiri serta berhubungan dengan orang-orang
tersebut dalam bahasannya dan istilahnya.10
Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian jenis deskriptif adalah pendekatan
penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau jenis fenomena.
Dalam pendekatan ini peneliti hanya ingin mengetahui hal-hal yang berhubungan
dengan suatu penelitian deskriptif sehingga dalam penelitiannya tidak perlu
merumuskan hipotesis.11
Dengan demikian penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan deskriptif
adalah penelitian yang berdasarkan atas pandangan fenomenologis. Dalam suatu
10
11
Lexy J. moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya 2001), 3
Lexy J. moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif…… 3
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
setting holistic atau secara utuh berusaha memahami suatu kejadian dalam kaitannya
dengan individu dalam situasi yang sedang terjadi saat itu. Lokasi penelitian
dilakukan di Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya. Secara Geografis Pesantren ini
terletak di kelurahan Jemursari, Kecamatan Wonocolo kota Surabaya.
Sebagai usaha untuk memperoleh kevalidan data dalam penelitian ini
digunakan sumber data. Sumber data ini diperoleh dari santri, dan pengurus pesantren
Luhur Al-Husna Surabaya, yang diharapkan dapat memberikan informasi terkait
penulisan penelitian ini.
2. Jenis & Sumber Data
Validitas merupakan sesuatu yang sangat penting dan mutlak sifatnya
dalam setiap penelitian. Dalam studi kasus di mana peneliti merupakan instrumen
utama dalam mengumpulkan dan menginterpretasikan data, maka validitas hasil
penelitian merupakan sesuatu yang sangat riskan sifatnya.
Sumber data pertama adalah Dokumen. Informasi dokumenter sangat relevan
untuk setiap topik dalam penelitian studi kasus. Proses pengumpulan dokumen
(bahan-bahan
tertulis)
sebagai
dasar
penelitian
dapat dilakukan
dengan
pengumpulan data.
Sumber data selanjutnya adalah Wawancara. Wawancara bisa dilakukan secara
formal dan direncanakan sebelumnya. Bisa juga bersifat informal. Wawancara
bertujuan untuk memperoleh informasi dengan menyelidiki pengalaman masal lalu
dan masa kini para partisipan, guna menemukan perasaan, pemikiran dan persepsi
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
15
mereka. Dalam pengumpulan data kualitatif, tanggapan orang-orang yang
diwawancarai terhadap pertanyaan anda menentukan bagaimana wawancara
berkembang, serta menindak lanjuti jawaban mereka dengan pertanyaan-pertanyaan
selanjutnya.12
Memperoleh data dalam bentuk yang sudah jadi (tersedia) melalui publikasi
dan informasi yang dikeluarkan diberbagai organisasi atau perusahaan.13 Peneliti
menggunakan data pada studi pustaka yang berkaitan dengan materi yang
mendukung penelitian ini. Data ini bisa diperoleh dari berbagai sumber seperti;
buku-buku, surat kabar, majalah, jurnal, artikel dan lain-lain. Kedua data ini
akan saling melengkapi dan menguatkan satu sama lain.
Selain jenis di atas, penulis juga memerlukan sumber data yang dapat
mendukung judul skripsi. sumber data merupakan subyek dari mana data diperoleh.
sumber data tersebut salah satuya ialah meliputi peneliti, subyek penelitian (Informan
inti dan informan pendukung).14
3.
Metode Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian, maka metode pengumpulan data sangat berfungsi
demi keberhasilan penelitian guna untuk mendapatkan data yang valid dan obyektif.
12
Christine Daymon, Immy Holloway., Metode-Metode Riset Kualitatif dalam Public Relations &
Marketing Communications, Yogyakarta: Penerbit Bentang Anggota IKAPI, 2008, hlm 262.
13
Rosady Ruslan., Metode Penelitian (Public Relations dan Komunikasi)…. hlm 30.
14
Moleong J Lexy, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: remaja rosdakarya, 2007), 14
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
16
untuk itu, penulis menggunakan metode pengumpulan data bisa dengan
menggunakan teknik dari dokumen-dokumen yang telah ada.15
Metode pengumpulan data ini yakni melalui pencarian dan penemuan buktibukti berupa teks. teks yang dimaksud adalah data yang berupa buku, soft field,
jurnal, catatan, arsip-arsip resmi, rekaman, serta berita dan sebagainya yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti. selain itu sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dokumentasi, yaitu dengan cara mengabadikan suatu data
untuk diarsipkan sebagai dokumen yang berasal dari buku-buku lain yang
mendukung pengalaman dan ketajaman analisis penelitian.16
Dalam proses pengumpulan data terdapat beberapa metode untuk dapat
mendapatkan data yang valid dan obyektif, maka dibutuhkan cara dan teknik dalam
proses pengumpulan data dalm penelitian ini. adapaun beberapa metode yang
diguakan dalam pengumpulan data dari penelitian ini diantaranya ialah.
a. Observasi
secara umum dalam penggunaaanya metode observasi adalah serangkaian
catatan dan pengamatan terhadapa gejala-gejala yang menjadi obyek peneliti
secara struktural, yang sesuai dengan tujuan dari penelitian ini sperti
menggunakan dan memanfaatkan melalui panca indra (mata, lidah, kulit,
telinga & Hidung).
15
16
Moleong J Lexy, Metode Penelitian Kualitatif …. Hlm 19
sugiyono, metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2011). 227
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17
Penulis menggunakan metode ini sebagai alat untuk mengamati perilaku
Kebhinekaan didalam diri Santri Pesantren Luhur Al-husna. Alasan penulis
menggunakan metode ini adalah untuk memberikan penyajian secara jelas
bagaiamana proses kejadiannya.
b.
Wawancara
metode yang penulis gunakan selanjutnya adalah dengan melakukan
proses wawancara. wawancara adalah proses penggalian data dengan cara
tanya jawab sambil bertatap muka maupun tidak antara peneliti dengan
informan. adapun teknik bertanya dalam wawancara terbagai menjadi dua
kelompok yaitu wawancara berstruktur, dimana pewawancara menyiapkan
serta
menyusun
pertanyaan
sebelum
melakukan
wawancara.
tehnik
wawancara yang kedua adalah wawancara tidak terstruktur. artinya
pertanyaan yang ditanyakan ke informan adalah pertanyaan tanpa penyusuan
atau persiapan. biasanya hal ini dilakukan mengikuti dan melihat situai dan
kondisi selama proses wawancara.
c. Dokumentasi
Dalam proses penggunaannya sebagai metode pengumpulan data yang di
peroleh dari dokumen-dokumn, yakni data yang berupa catatan, gambar,
buku, koran, jurnal dan lain sebagainya yang berkaitan dengan pembahasan
penelitan. adapun buku-buku yang digunakan ialah segala yang berhubungan
dengan kbhinekaan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
18
4. Keabsahan Data
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid maka dalam penulisan
penelitian ini, penulis menggunakan cara menyesuaikan antara teori dengan data yang
diperoleh dari lapangan.
data yang diperoleh dari lapangan merupakan proses yang terjadi dengan cara
terjun langsung kelapangan untuk melakukan serangkaian penelitian, yang mengacu
pada metode pengumpulan data, proses ini berupa, wawancara, observasi atau
pengamatan, dan dokumentasi sehingga mendapatkan data yang akurat.
5.
Metode Analisa Data
Analisis data adalah proses dimana mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan atau observasi, dan
dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan
kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari. Kemudian membuat kesimpulan sehingga mudah
untuk dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Analisis data sendiri disusun oleh ppenulis dengan tujuan agar data yang telah
didapatkan dapat menjadi sebuah informasi sehingga data tersebut dengan mudah
dipahami dan bermanfaat dalam menjawab permasalahan-permasalahan yang terdapat
dalam konteks penelitian khususnya fokus masalah.
Dalam penulisan ini penulis menganalisa pemahaman dan sikap santri
pesantren Luhur Al-Husna ini terhadap semboyan Bhineka Tunggal Ika, dengan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
19
menggunakan pendekatan Sosiologi kemudian dibandingkan dengan sumber data
lainnya, yang telah diperoleh untuk dapat ditemukan hasil. Tahapan yang dilakuakn
pada pendekatan sosiologi ini adalah dengan cara mengetahui pemahaman dan sikap
santri yang terkandung dalam teks, kemudian disesuaikan dengan sumber data
lainnya yang masih terkait dengan judul yang dikaji.17
Dalam penelitian ini untuk mendiskripsikan secara tepat dan jelas maka penulis
menarik kesimpulan yang berdasar pada rumusan masalah yang sudah penulis
tetapkan. Hasil analisi merupakan jawaban dari persoalan yang sudah ditetapkan. 18
Untuk menajdi sebuah jawaban tentunya akan dibutuhkan proses. Berikut
penjelasan proses dalam menganalisa sebuah data.
a. Tahap Reduksi Data
Tahap ini berupa observasi dan wawancara pada santri. Sehingga tahap ini
diperoleh dari lapangan secara langsung, kemudian didiskripsikan melalui
tulisan lebih rinci dan sistematis. seterusnya data dipisah sesui pokok
pembahasan yang berguna untuk memenuhi kebutuhan dalam fokus
penulisan penelitian. pada reduksi data ini akan memberikan gambaran
secara sistematis dan siap diproses lebih lanjut tentang hasil penelitian dan
pengamatan di lapangan, yang berguna untuk menarik kesimpulan akhir.
b. Penyajian data
17
18
Moleong J. Lexy. Metode penelitian kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 35
Sugiyono, metode Penelitian, 119
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
Pada tahap ini penulis menyajikan data yang sudah diperoleh dari proses
reduksi data. Penyajian data ini disajikan dengan bentuk deskripsi dan
gambaran tentang pemahaman dan sikap santri terhadap Semboyan
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia.
hal
ini
bertujuan
untuk
mendapatkan sebuah pemahaman yang jelas. kemudain data dikorelasikan
dengan teori yang digunakan dalam penelitian ini, hal ini berguna untuk
mendapatkan pengertian dan pemahaman tentang Bhineka Tunggal Ika
sejalan dan sesui dengan teori yang sudah digunakan, serta untuk mencari
penemuan-penemuan baru dalam penelitian.19
c. Kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir pada sebuah penelitian.
Analisis merupakan tahap yang paling menentukan pada bagian ini,
karena hasil dari tahap analisis merupakan jawaban dari persoalan yang
telah ditetapkan dan digunakan pada penelitian ini. selanjutnya adalah
mendiskripsikan pemahaman dan sikap santri terhadap Semboyan Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan jelas dan rinci. kemudian menarik
kesimpulan
berdasarkan
pada
bagian
rumusan
masalah,
dimana
kesimpulan ini jawaban dari pertanyaan yang sudah diajukan di dalam
rumusan masalah.
19
Ibid, 131.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
d. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini penulis pertama kali menjelaskan latar belakang penulisan
penelitian ini. Dalam Bab satu ini, pembahasan yang ditulis oleh penulis terfokus
pada argument penulisa dalam pemilihan topik penelitian ini. Setelah itu penulis
membatasi penulisan penelitian dengan memberikan rumusan masalah dan
menjelaskan tujuan dari rumusan tersebut. Kemudian penyebutan manfaat secara
teoritis maupun praktis daripada penulisan penelitian ini juga tidak lepas dari
pembahasan dalam bab ini. Sistematika penulisan sebagai acuhan penulisan secara
sistematis memberikan efek bagus tidaknya penulisan penelitian ini. penelitian bisa
dikatakan sistematis jika ada metodologinya. Oleh sebab itu pemaparan metodologi
dalam penelitian ini menjadi suau keharusan agar tidak terjadi kesalah pahaman
terhadap pembaca nantinya. Untuk memperkuat penelitian, penulis juga menyajika
beberapa teori yang terkait dalam pembahasan ini.
Bab selanjutnya yaitu bab dua menjelaskan tentang kajian pustaka yang pernah
ditulis atau dibahas oleh seorang peneliti baik dari kalangan akademik, mahasiswa
ataupun dosen. tentunya tulisan yang di ambil memiliki tema yang sama dengan apa
yang ditulis oleh penulis. Kemudian dalam pembahasan di bab kedua ini penulis juga
mencantumkan teori-teori yang sesuai dengan penelitian ini. karena apapun yang
dilakukan oleh seorang peneliti, tanpa ada teori yang mendasari, penelitian tersebut
hanya akan menjadi sebuah cerita.
Bab ketiga membahas tentang sejarah berdirinya Pesantren Luhur Al-Husna
Surabaya, sosio Kultural yang ada di dalam pesantren beserta konflik-konflik kecil
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dalam Pesantren tersebut. Pada Bab
keempat membahas tentang analisa tentang hasil pengamatan, yang menggunakan
teori konstruksi sosial Peter L. Berger dan Thomas Lucman, Eksternalisasi,
Obyektifasi dan Internalisasi.
Setelah penulis memaparkan sedemikian rupa tentang hasil penelitian
Kebhinekaan santri di dalam Pesantren Luhur Al-husna, tibalah penulis untuk
memberikan kesimpulan mengenai hal tersebut. Selain itu penulis juga memberikan
saran demi kelayakan karya tulis selanjutnya yang memiliki tema yang sama dengan
penulis tulis, Terutama dalam hal kebhinnekaan. Bagian bagian tersebut penulis
kemas dalam satu bab yaitu bab kelima.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
BAB II
BHINEKA TUNGGAL IKA DAN TEORI KONSTRUKSI
SOSIAL
A.
Bhineka Tunggal ika
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang tertulis di dalam pita berwarna dasar
putih yang dicengkram oleh cakar Elang Garuda Pancasila adalah semboyan yang
berasal bahasa Jawa Kuno. Frase ini sangat dalam maknanya, karena
menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, walaupun keluar
memperlihatkan perbedaan atau keragaman.
Bhinneka Tunggal Ika yang kita kenal sebagai semboyan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) merupakan sebuah cita-cita dari para pembangun
bangsa ini. Sempalan kata-kata yang dikarang oleh Mpu Tantular ini seakan-akan
sudah menajadi suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari Republik ini. Hal
ini terjadi karena semboyan Bhinneka Tunggal Ika sudah menjadi 4 pilar
kehidupan berbangsa dan bernegara. 4 pilar ini terdiri dari Pancasila, UndangUndang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia.1 Bait yang dijadikan
semboyan resmi Negara Indonesia ini sangat panjang, yaitu Bhineka Tunggal Ika
Tan Hana Dharmma Mangrwa. Semboyan Bhineka Tunggal Ika dikenal untuk
pertama kalinya pada masa Majapahit era kepemimpinan Wisnuwardhana.
Perumusan semboyan Bhineka Tunggal Ika ini dilakukan oleh Mpu Tantular
1
Skretariat Jendral MPR RI, 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (2012: MPR RI,
Jakarta), xiv
23
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
dalam kitab Sutasoma. Perumusan semboyan ini pada dasarnya merupakan
pernyataan kreatif dalam usaha mengatasi keanekaragaman kepercayaan dan
keagamaan.
Dalam kata utuhnya semboyan Bhineka Tunggal Ika Kutipan tersebut
berasal dari pupuh2 139, bait 5, kekawin Sutasoma yang lengkapnya sebagai
berikut:
Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa, (Konon Buddha dan Siwa merupakan
dua zat yang berbeda), Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen (Mereka
memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?), Mangkang Jinatwa
kalawan Śiwatatwa tunggal (sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa
adalah tunggal, Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa (Terpecah
belahlah itu, tetapi satu jualah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran).3
Sebagai semboyan resmi Negara Republik Indonesia, Bhinneka Tunggal ika
ini tidak semena-mena langsung dipilih, akan tetapi melalui proses yang cukup
panjang. semboyan itu menempuh proses kristalisasi mulai pergerakan nasional
1928 sampai berdirinya negara Republik Indonesia 1945, yang kemudian dilanjut
pembentukan panitia teknis Lencana Negara dibawah koordinator Sultan Hamid
II, dengan susunan M. Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantara, M A
Pellaupessy, Moh Natsir dan RM Ng Purbatjaraka sebagai anggota 4 pada Tanggal
10 Januari 1950, pembentukan panitia ini bertujuan untuk membuat rancangan
lambang negara dan pada akhirnya diajukan kepada pemerintah. Selanjutnya,
dipilihlah satu rancangan dari dua yang diajukan kepada pemerintah, yaitu karya
2
Menurut Wikipedia puhuh adalah bentuk puisi tradisional jawa yang memiliki jumlah suku kata
dan rima tertentu di setiap baitnya. Lihat https://id.wikipedia.org/wiki/pupuh (Rabu, 20 Desember
2015, 20.03 WIB)
3
Skretariat Jendral MPR RI, 4 Pilar Kehidupan Berbangsa, 70
4
Tempo,
“
Lambang
Garuda
Pancasila
Dirancang
Oleh
Sultan”,
Http//m.tempo.co/rad/news/2010/01/27/063221646/lambang-garuda-pancasila-dirancang-seorangsultan, (Rabu, 13 Desember 2015, 7.43 WIB)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
Sultan Hamid II. Setelah
terpilih, rancangan tersebut terus dilakukan
penyempurnaan setelah terjadi dialog antara Sultan Hamid II (Perancang), Ir.
Soekarno (Presiden RIS) dan Moh. Hatta. Hasilnya merupakan kesepakatan,
untuk mengganti pita yang dicengkram oleh burung garuda. Semula Burung
tersebut mencengkram pita merah putih dan seterusnya diganti dengan pita putih
bertuliskan Bhineka Tunggal ika. Tanggal 8 Februari kemudian, diajukan kepada
Presiden RIS Soekarno, kemudian mendapat masukan kembali dari beberapa
kalangan dan partai. Pada akhirnya diresmikanlah serta dikenalkan ke masyarakat
Indonesia di Jakarta pada tanggal 15 Februari 1950.
Bhinneka Tunggal Ika yang kemudian terurai dalam prinsip-prinsip yang
terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika yang dijadikan acuan bagi bangsa
Indonesia dalam berbangsa dan bernegara. Semboyan ini mengandung adanya
Unsur pluralistik dan multikulturalistik dalam kehidupan yang terikat pada suatu
kesatuan yaitu Republik Indonesia.
Semboyan BhinekaTunggal Ika sebagaimana diungkapkan Suhandi Sigit
Dalam buku Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara mengemukakan
bahwa ungkapan Bhinneka Tunggal Ika dapat ditemukan dalam Kitab Sutasoma
yang ditulis oleh Mpu Tantular pada abad XIV (empat belas) di masa Kerajaan
Majapahit. Dalam kitab tersebut Mpu Tantular menulis “Rwaneka dhatu winuwus
Buddha Wiswa, Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa
kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa”
(Bahwa agama Buddha dan Siwa (Hindu) merupakan zat yang berbeda, tetapi
nilai-nilai kebenaran Jina(Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecah belah,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
tetapi satu jua, artinya tak ada dharma yang mendua).5 Dengan demikian,
Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan yang merupakan kesepakatan
bangsa, yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Oleh
karena itu untuk dapat dijadikan acuan secara tepat dalam hidup berbangsa dan
bernegara, makna Bhinneka Tunggal Ika perlu difahami secara tepat dan benar
untuk selanjutnya difahami bagaimana cara untuk mengimplementasikan secara
tepat dan benar pula.
B.
Eksistensi Bhineka Tunggal Ika dalam Kehidupan Sosial
Dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air seperti Indonesia ini,
merupakan suatu hal yang wajar terdapat kemajemukan ras, suku, dan agama.
Pancasila dengan sila-sila yang terdapat didalamnya mencita-citakan kehidupan
yang harmonis, tentram, adil, bijaksana dalam kehidupan yang layak.
Semboyan nasional Bhinneka Tunggal Ika yang dipakai oleh bangsa
Indonesia jelas mempertegas pengakuan adanya “kesatuan dalam keberagaman
atau keragaman dalam kesatuan” dalam seluruh spektrum kehidupan kebangsaan
kita. Pluralitas kehidupan bangsa Indonesia sudah sejak lama menjadi bahan
kajian para ahli antropologi, sosiologi, histori dan para pakar lainnya. Hildred
Geertz menggambarkan keberagaman kehidupan bangsa Indonesia sebagai
berikut:
Terdapat lebih dari tiga ratus kelompok etnis yang benbeda-beda di Indonesia,
masing-masing kelompok mempunyai identitas budayanya sendiri- sendiri, dan
lebih dari dua ratus lima puluh bahasa kelompok dari umat beragama itu. Setiap
kelompok umat beragama (termasuk agama yang tidak dikelola secara resmi oleh
5
Skretariat Jendral, Pilar Berbangsa, 196
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
pemerintah) juga ikut bertanggung jawab atas terciptanya toleransi dan
terwujudnya kerukunan hidup antarumat beragama di Tanah Air.6
Dengan masyarakat yang majemuk atau beragam tersebut tentulah untuk
menciptakan cita-cita pancasila merupakan hal yang sulit, akan tetapi bisa
dilakukan. Dengan syarat masyarakat mau bekerja sama, menyisihkan ego diri
masing-masing dan mau mengutamakan kepentingan bersama. Semangat
Kebhinekaan merupakan hal yang dapat merubah sesuatu yang awalnya tidak
mungkin dijalankan, menjadi mungkin dijalankan.
Bhineka tunggal ika melambangkan suatu masayrakat yang terdiri atas
macam-macam unsur Budaya, suku, ras, dan agama. Yusri FM dalam tulisannya
disebuah jurnal pendidikan menyatakan bahwa ada tiga istilah untuk
menggambarkan masyarakat yang memiliki macam-macam unsur Budaya, suku,
ras, dan agama, yaitu pluralitas, keragaman, dan multikultural.7 Lebih lanjut Yusri
menjelaskan bahwa keragaman itu berpengaruh terhadap tingkah laku, sikap, dan
pola pikir manusia, sehingga manusia memiliki cara-cara, kebiasaan, aturanaturan bahkan adat istiadat yang berbeda satu sama lain. Bilamana keadaan di atas
tidak dapat dipahami dengan baik oleh pihak satu dan lainnya, maka akan sangat
rawan terjadi persinggungan-persinggungan yang kemudian berbuah pada adanya
konflik.
Beragamnya kultur dan budaya mengakibatkan rentan bagi timbulnya
konflik antar budaya dan kultur yang berbeda. Persoalan tersebut menjadi salah
satu penyebab utama dari terjadinya konflik sosial. Multikulturalisme sebagai
Heldred Geertz, ”Indonesian Cultures and Communities”, dalam Ruth T. (peny.), Indonesia
(New Haven: Yale University Press, 1963), 24.
7
Muhammad Yusri FM “Prinsip Pendidikan Multikulturalisme Ajaran Agama-Agamadi
Indonesia”, Jurnal Kependidikan Islam, Vol 3 No.2, (2008), 1
6
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
penghormatan dan penghargaan terhadap bentuk keberagamaan dan perbedaan
baik etnis, suku, agama maupun simbol-simbol perbedaan lainnya menjadi
penting untuk ditanamkan dalam dkehidupan sehari-hari.8
Konflik atau perselisishan di dalam agama manapun sangat tidak
dianjurkan. Seperti di dalam kitab suci umat Islam di singgung pada surat Annisa
ayat 1,
�
(Studi Tentang Pemahaman dan Sikap Santri Terhadap Semboyan
Negara Kesatuan Republik Indonesia di Pesantren Luhur Al-Husna
Surabaya)
SKRIPSI
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Strata Satu (S-1) Dalam Bidang Ilmu Ushuludin Dan Filsafat
Oleh:
Muhammad Khoirudin
E02212025
PROGAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2016
i
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pemhaman dan sikap santri pesantren
luhur al-Husna Surabaya terhadap semboyan NKRI (Negara Kesatuan Repblik
Indonesia) yaitu Bhineka tunggal ika serta unsur-unsur yang mengkonstruk
pemahaman dan sikap santri tersebut. metode yang digunakan dalama penelitian
ini adalah penelitian lapangan. Sumber data yang dipakai mengacu pada
wawancara, observasi serta dokumen dokumen yang ada pada pesantren tersebut.
hasil penelitian ini menggambarkan bahwa santri dalam pesantren luhur al-Husna
ini memiliki kemampuan untuk memahami dan bersikap sewajarnya terhadap
perbedaan yang ada. Santri dalam pesantren ini melihat perbedaan sebagai hal
yang harus dijaga keharmonisannya, dengan cara saling menghargai antarsuku
satu dengan suku yang lainnya, antara satu budaya dengan budaya lainnya.
Adanya sebuah keharmonisan yang terjadi antara satu dengan yang lainnya ini
merupakan realitas sosial yang terjadi. Realitas sosial dalam kaitanya dengan hal
ini ada beberapa hal yang mengkonstruk pola fikir masyarakat. Menurut Peter L.
Berger dan Thomas Luckman konstruksi sosial terbagi menjadi tiga macam dalam
dialektikanya membaca realitas sosial, eksternalisasi, dalam hal ini santri
memakai bahasa yang dipakai oleh santri yang lainnya meskipun beda suku dan
bahasa. obyektifasi, kaitannya dengan ini santri memahami bhineka tunggal ika
ini dari sekolah umum yang kemudian ketika sudah di pesantren luhur al-Husna
ini mereka mendapatkan ilmu tentang kebhinekaan dari pengasuh dan ustadz. Dan
yang terakhir Internalisasi proses ini dilakukan santri ketika mereka menggunakan
bahasa Indonesia untuk berhubungan dengan santri yang satu dengan yang
lainnya.
Kata Kunci: Semboyan NKRI, Santri, Konstruksi Sosial
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI............................................................................................................ iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ........................................................ iv
PENGESAHAN ........................................................................................................ v
PERYATAAN KEASLIAN .................................................................................... vi
MOTTO .................................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... xii
DAFTAR TABLE ................................................................................................. xiv
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian..................................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian................................................................................... 5
E. Kerangka Teori ........................................................................................ 6
F. Telaah Pustaka......................................................................................... 8
G. Metode Penelitian ................................................................................. 12
H. Sistematika Penulisan ........................................................................... 21
BAB II: BHINEKA TUNGGAL IKA DAN TEORI KONSTRUKSI SOSIAL
A. Bhineka Tunggal Ika ............................................................................. 23
B. Eksistensi Bhineka Tunggal Ika dalam Kehidupan Sosial .................... 26
C. Teori Konstruksi Sosial ......................................................................... 35
BAB III: PENYAJIAN DATA PENELITIAN
A. Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya .................................................... 40
B. Keadaan Sosial Santri ........................................................................... 46
C. Pemahaman Serta Sikap Santri Terhadap Semboyan Bhineka Tunggal
Ika .......................................................................................................... 50
BAB IV: ANALISIS DATA
A. Temuan Hasil Penelitian ..................................................................... 59
B. Konfirmasi Temuan Dengan Teori ..................................................... 63
xii
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB V: Penutup
A. Kesimpulan ......................................................................................... 68
B. Saran ................................................................................................... 67
Daftar Pustaka ........................................................................................................ 70
Lampiran
xiii
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Bhinneka Tunggal Ika yang kita kenal sebagai semboyan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) merupakan sebuah cita-cita dari para pembangun bangsa
ini. Sempalan kata-kata yang dikarang oleh Mpu Tantular ini seakan-akan sudah
menajadi suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari Republik ini. Hal ini terjadi
karena semboyan Bhinneka Tunggal Ika sudah menjadi 4 pilar kehidupan berbangsa
dan bernegara. 4 pilar ini terdiri dari Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhineka
Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.1
Kita sebagai bangsa yang memiliki kemajemukan Suku, Agama, dan Ras bisa
lebih mengoptimalkan adanya semboyan Bhinneka Tunggal Ika, “berbeda-beda tapi
tetap satu jua” itu sendiri. Karena perlu pembaca ketahui, meskipun mempunyai
semboyan tersebut, tingkah laku beberapa rakyat Indonesia masih ada yang bersikap
intoleran terhadap hal-hal yang tidak sependapat, tidak sefikiran dan tidak sewilayah
dengan mereka. Jika menarik kembali ke belakang, dimana asal dan usulnya
semboyan Bhinneka Tunggal Ika itu sendiri merupakan sebuah cita-cita leluhur
pembangun bangsa ini.
1
Skretariat Jendral MPR RI, 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (2012: MPR RI, Jakarta),
xiv
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
Indonesia adalah Negeri yang kaya keberagaman budaya. Kemajemukan
budaya tersebut merupakan suatu keniscayaan yang pasti kita jumpai dalam setiap
masyarakat di manapun. Namun demikian, meskipun secara fisik manusia telah
mampu untuk tinggal bersama dalam masyarakat majemuk, secara sosial- spiritual
mereka belum memahami arti sesungguhnya dari hidup bersama dengan orang yang
memiliki perbedaan kultur. 2
1
Dari berbagi macam perang dan konflik, maka konflik yang paling
mengerikan dan merugikan adalah konflik antar-sukubangsa. Konflik antar suku
bangsa lebih banyak terjadi dan lebih mengerikan dari pada berbagai perang antar
negara dalam perang antar Negara. ada Konvensi Jenewa yang melindungi hak-hak
kemanusiaan dari prajurit, sedangkan dalam konflik antar sukubangsa intinya adalah
penghancuran suku bangsa pihak lawan dan segala atribut-atributnya. Seperti yang
kita ketahui, kasus yang terjadi di Ambon dan Maluku yang menelan ribuan korban
tewas yang menggambarkan konflik agama dan suku secara berdempetan. Kekerasan
demi kekerasan berlanjut, bermula dari konflik kecil merembet menjadi konflik yang
besar, seperti konflik antar etnis dan antar agama. Kasus yang lain yang
mencerminkan kasus antar suku, seperti pembantaian oleh suku dayak terhadap suku
Madura di Sampit, Kalimantan Tengah yang telah menewaskan ratusan warga
Madura. Di poso Sulawesi tengah dimulai dari perkelahian antar warga berubah
menjadi konflik agama islam dan Kristen. Hal ini sangat mencoreng nama Indonesia.
2
Zakiyuddin Baidhawy, Reinvensi Islam Multikultural,(Surakarta: Pusat Studi Budaya dan
Perubahan Sosial, 2005), ix
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
Sebagai Negara yang sangat menjunjung tinggi akan loyalitasnya dengan persatuan
bangsa, dengan semboyan bangsa ini yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Konflik-konflik
besar yang terjadi kebanyakan memiliki kesamaan yaitu dimulai daripada konflikkoncil yang dianggap kecil.
Melihat dari Fenomena-fenomena yang telah disebutkan sebelumnya di atas,
yang sangat merisaukan masa depan bangsa ini, penulis merasa perlu melakukan
penelitian mendalam terhadap masalah sikap Santri terhadap Kemajemukan Suku dan
Ras di pesantren Luhur Alhusna. Meskipun pesantren ini semua santri memeluk
agama islam, akan tetapi pesantren ini memiliki santri yang berbeda suku, dan ras
dari berbagai pulau di Indonesia.
Di dalam kehidupan sehari-hari, sangat mungkin terjadi Gesekan-gesekan
antar santri. Akan tetapi gesekan yang terjadi kemungkian tidak sampai pada
kerusuhan antar kelompok suku, karena sekala masih kecil dan masih wajar. Akan
tetapi, bukankah ada peribahasa, sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit? Bisa
saja di pesantren tidak terjadi apa-apa, karena mungkin kalah jumlah, dan kelompok
tertentu merasa menjadi minoritas, tetapi waktu diluar menjadi beringas dan kejam
akibat sakit hati yang terpendam cukup lama. Hal seperti itu bisa saja terjadi, dan ada
peluang untuk kejadian seperti pembantaian, perusakan bahkan kerusuhan antar
kelompok. Maka dari itu, bagaimana kita sebagai akademisi bisa menyadarkan
masyarakat yang ada, persatuan itu penting adanya, melalui semboyan Bhinneka
Tunggal Ika ini.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
Selain pemaparan yang penulis kemukakan diparagraf di atas, hal yang
menarik untuk melakukan penelitian di pesantren luhur Alhusna ini yaitu gaya
pengasuh yang lebih menekankan pada nasionalisme para santri. pemikiran pengasuh
pesantren luhur alhusna, yang menekankan bahwa nasiaonalisme tidak dibangun
dengan sentiment ke imanan. Akan tetapi dibangun atas nama pluralitas (al-ummah),
rasa persaudaraan (al-qauniyah), solidaritas dalam keragaman (al-syu’ubiyah),
kesederajatan (al-musawah), dan cinta tanah air (al-wathaniyah). semua hal tentang
nasionalisme ini dapat ditemui pada saat pengasuh pesantren menyampaikan
pengajian, baik di dalam pesantren maupun di tempat undangan pengajian umum
serta dalam buku-buku pengasuh Pesantren Luhur Al-husna yang bertemakan
Nasionalisme. Dari pemaparan yang disampaikan oleh pengasuh dalam sebuah kajian
kitab ini banyak mengkonstruk pola fikir santri terhadap kesadaran tentang adanya
berbedaan. Tetapi berbedaan yang ada harus mewujudkan sikap menghargai
perbedaan itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merasa sangat perlu
merumuskan masalah agar pembahasan mengarah pada satu titik konkrit dan sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai. Adapun perumusan masalah tersebut adalah :
1. Bagaimana pemahaman Santri Pesantren Luhur Al-Husna tentang makna
semboyan Bhinneka Tunggal Ika?
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
2. Bagaimana sikap santri pesantren luhur Al-husna dalam mengamalkan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari?
3. Bagaimana konstruksi sosial dalam membentuk sikap kebhinekaan santri
Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya?
C.
Tujuan Penelitian
Untuk mencapai hasil yang optimal dalam melakukan apapun, seorang harus
memeiliki tujuan yang akan dicapai. Begitu pula dengan penulisan penelitian ini.
Tujuan yang hendak penulis jelaskan, yaitu :
1.
Untuk mengetahui pehaman santri pesantren Luhur al-husna tentang makna yang
terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika
2.
Untuk mengetahui pengamalan semboyan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Untuk mengetahui konstruksi sosial yang membetuk sikap kebhinekaan santri
Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya?
D.
Manfaat Penelitian
Dalam kerangka penelitian ini paling tidak terdapat beberapa manfaat yang
dapat di ambil, di antaranya:
1. Secara Teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai semboyan Bhinneka
Tunggal Ika sebagai wujud sikap ke pluralitasan masyarakat Indonesia.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
b. Memberikan wawasan kepada Masyarakat mengenai Bhinneka Tunggal Ika
sebagai Semboyan Bangsa Indonesia yang nantinya bisa diharapkan sebagai
wadah untuk kehidupan yang rukun, adil, dan makmur.
c. Untuk menambah khasanah keilmuan pada mata kuliah Civic Education.
Secara Praktis
a. Menjawab adanya keraguan yang ada di tengah-tengah masyarakat terhadap
semboyan Bhinneka Tunggal Ika hanya dipahami sebagai kata-kata tanpa
makna karena masih banyaknya sikap intoleran terhadap perbedaan yang
ada.
b. Masyarakat Indonesia Umumnya dan Umat Islam Indonesia lebih
menghargai adanya perbedaan dan keragaman yang terdapat di Indonesia
c. Memberikan kesadaran kepada masyarakat Indonesia khususnya umat islam
bahwa perbedaan itu bukan suatu penghalang untuk menjalin suatu kerja
sama walau berbeda suku, agama, dan ras.
E. Kerangka Teori
Permasalahan yang penulis angkat dalam penelitian ini benar-benar nyata
terjadi di dalam masyarakat Pesantren Luhur Al-husna Surabaya, Oleh karena itu
penulis mencoba melihat masalah yang ada di masyarakat tersebut dengan
menggunakan teori konstruksi sosial. Karena dalam teori ini Berger dan Lucman
menjelaskan proses kehidupan manusia terjadi proses dialektis. Proses dialektis
tersebut meliputi 3 kejadian yang terjadi bersamaan, yaitu :
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
Eksternalisasi. Eksternalisasi merupakan usaha mengekspresikan diri manusia
ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Proses ini merupakan
bentuk pencurahan diri untuk menguatkan eksistensi individu dalam masyarakat.
Pada tahap ini masyarakat dilihat sebagai produk manusia.3
Objektifikasi, objektifikasi merupakan hasil yang telah dicapai, baik mental
maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Produk manusia
kemudian berada di luar dari manusia. Dunia manusia yang terjadi dalam
eksternalisasi, menurut mereka (Berger dan Luckman) dapat mengalami proses
pembiasaan yang kemudian mengalami pelembagaan.4 Kelembagaan berasal dari
proses atas aktivitas manusia. Setiap tindakan yang sering di ulangi, akan menjadi
pola. Pembiasaan yang berupa pola, dapat dilakukan kembali di masa mendatang
dengan cara yang sama dan juga dapat dilakukan dimana saja. Dibalik pembiasaan ini
sangat mungkin terjadi inovasi.
Internalisasi, internalisasi merupakan suatu pemahaman individu secara
langsung atas peristiwa objek sebagai ungkapan makna. Dalam internalisasi, individu
mengidentifikasi diri dengan berbagai lembaga sosial atau organissasi sosial dimana
individu menjadi anggotanya.5
Etnis merupakan konstruksi sosial dan budaya yang mempeoleh arti dalam
serangkaian interkasi. Etnis yang telah bercampur dengan etnis lain yang antar
mereka bersinggungan bahkan berhimpitan tidak lagi berada pada situasi fisik yang
3
Berger, Petter L. & Thomas Lucman, Tafsir Sosial Atas Kenyataanm, (Jakarta; LP3S, 1990), 75
Peter L. Berger and Thomas Lucman, Tafsir Sosial, 75-76
5
Peter L. Berger and Thomas Lucman, Tafsir Sosial, 87
4
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
tegas. Dalam suasana yang multi etnis budaya, dan suku seperti yang tergambarkan
pada Pesantren Luhur Al-husna itu, kesuku bangsaan menjadi sesuatu yang tegas
dalam serangkaian interkasi. Di satu sisi ia merupakan potensi yang membentuk
identitas, dan ciri-ciri pembeda satu dengan lainnya, seperti warna kulit, ostur tubuh,
bahasa dan sebagainya. Di sisi lain kesukubangsaan merupakan faktor yang bisa
menimbulkan konflik sosial karena identitas tadi digunakan sebagai pembeda yang
eksklusif dan menjadi pemisah.
F.
Telaah Pustaka
Kajian mengenai Semboyan Bhinneka Tunggal Ika akan banyak mengaitkan
antara keberagaman kultur, budaya, agama dan ras masyarakat Indonesia, dan akan
banyak memakai istilah-istilah Pluralisme serta multikulturalisme karena Bhineka
Tunggal Ika, mempunyai latar dari kemajemukan bangsa Indonesia. Hal semacam ini
banyak ditulis, di soroti dan di teliti oleh para pakar di bidangnya, diantaranya adalah
Yudi Latif6, Zuli Qodir7 dan I Nyoman Pursika8. Dalam Tulisan Yudi yang berjudul
“Bhinneka Tunggal Ika, Suatu Konsepsi Dialog Keragaman Budaya” yang ditulisnya
di dalam buku Fiqih Kebhinekaan ini lebih mengerucut pada sisi Bhinneka Tunggal
Ika sebagai wadah untuk berdialog antar budaya. Masyarakat yang multi keragaman
seperti Indonesia ini harusnya memanfaatkannya sebagai langkah yang revolusioner
Yudi Latif, “Bhinneka Tunggal Ika, Suatu Konsepsi Dialog Keragaman Budaya”, dalam Fikih
Kebinekaan (Bandung; PT. Mizan Store, 2015), 279
7
Zuli Qodir, “Kebhinekaan, Kewargaan, dan Multikulturalisme”, Jurnal Unisia, Vol 31, No 68
(2008), 1
8
I Nyoman Pursika, “kajian analitik terhadap semboyan bhinneka tunggal ika”, Jurnal Pendidikan dan
pengajaran, Vol 42, No 1 (Apr 2009), 1
6
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
untuk mengembangkan serta memajukan bangsa dalam sektor kebudayaan, dimana
masyarakat bergotong royong dengan penuh semangat membangun Indonesia sebagai
Negara yang mempunyai karakter yang beragam. Karakter itulah nantinya bisa di
arahkan sebagai dasar kehidupan yang damai. Yudi juga menambahkan memberi isi
pada kehidupan kebangsaaan berarti memberi prasyarat budaya untuk bagkit. Seperti
mitos lama yang mempercayai bahwa kemenangan suatu kelompok etnis-keagamaan
harus dibayar oleh kekalahan kelompok lain harus diakhiri, kepercayaan baru harus
dimunculkan dengan ejembaran untuk berbagi kebahagiaan dengan merayakan
kemenangan secara bersama-sama. Lebih jauh lagi yudi juga meneulis bahwa
kekayaan Indonesia sebagai negeri multicultural tidak boleh dibiarkan terus berjalan
dalam situasi “Plural Monokulturalisme” yang berjalan sendiri-sendiri tanpa
berinteraksi.
Berbeda dengan Yudi, Zuli dalam artikel tulisannya di dalam jurnal Unisia
yang berjudul
“Kebhinekaan, Kewargaan, dan Multikulturalisme” menegaskan
bahwa pada adanya silang sengkarut perdebatan tentang kebhinekaan yang terdapat di
Indonesia. Tulisan Zuli ini mengkritisi adanya kegagalan dalam mengelola
Multikultural yang ada di Indonesia pada zaman orde baru. Negara gagal dalam
mengelola kebhinekaan karena hanya mengakomodir apa yang menjadi imajinasi
kekuasaan tentang kebhinekaan, bukan hakikat kebhinekaan yang menjadi ruh dan
nyawa keindonesiaan. Pendekatan kebudayaan tidak pernah dilakukan oleh para
penguasa negeri ini dalam melihat kebhinekaan. Kebhinekaan dilihat dalam kaca
mata politik dan ekonomi semata, sehingga jika dipandang tidak akan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
menguntungkan secara ekonomi dan politik maka kebhinekaan yang merupakan ibu
kandung nusantara tidak menjadi prioritas dalam praktek politik kekuasaan.
Kolonel “Asbun” Sudomo adalah arsitek yang mengharamkan pembahasan
SARA di Indonesia, sehingga siapa saja dituduh subversive untuk yang
membahasanya. Dengan demikian banyak akibat yang akan diderita bagi mereka
yang membahasnya. Sebagai alternative ke depan, Indonesia harus memikirkan
kembali rekonsiliasi atas pergolakan-pergolakan yang pernah terjadi seperti dalam
konflik kekerasan sosial yang memakan banyak korban jiwa dan material, sehingga
Indonesia menjadi juara dunia dalam konflik. Tawarannya adalah negosiasi Negara
dengan masyarakat yang multi SARA, sebagai basis Indonesia dipertimbangkan.
Bernada yang sama dengan tulisan dari zuli tentang alternative pemahaman
Bhineka Tunggal Ika menjadi suatu keharusan yang untuk dipahami dan dijalankan
oleh masyarakat Indonesia karena menjadi semboyan Negara, maka dari itu I
Nyoman Pursika dalam tulisannya yang berhjudul “Kajian Analitik Terhadap
Semboyan ”Bhinneka Tunggal Ika”” berusaha menjelaskan akan pentingnya menjaga
kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia dengan menekankan pentingnya
pemahaman terhadap Bhineka Tunggal ika.
Bhinneka Tunggal Ika merupakan pernyataan jiwa dan semangat bangsa
Indonesia yang mengakui realitas bangsa yang majemuk, namun tetap menjunjung
tinggi kesatuan. Bhinneka Tunggal Ika merumuskan dengan tegas adanya harmoni
antara Kebhinnekaan dan ketunggalikaan, antara keanekaan dan keekaan, antara
kepelbagaian dan kesatuan, antara hal banyak dan hal satu, atau antara pluralisme dan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
monisme. Bhinneka Tunggal Ika adalah cerminan keseimbangan antara unsur
perbedaan yang menjadi ciri keanekaan dengan unsur kesamaan yang menjadi ciri
kesatuan. Mensinergikan perbedaan dalam kebhinekaan perlu dilakukan untuk
mengantisipasi terjadinya bahaya disintegrasi, sekaligus untuk mewujudkan cita-cita
integrasi. Kuncinya, harus ada kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk melihat
kesamaan pada sesuatu yang berbeda.
Perbedaan dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia merupakan suatu
kenyataan. Karena itu janganlah membeda-bedakan kenyataan yang memang sudah
berbeda. Membeda-bedakan sesuatu yang berbeda hanya akan menimbulkan bahaya
disintegrasi. Perbedaan dalam kebhinnekaan perlu disinergikan atau dikelola dengan
cara mendayagunakan aneka perbedaan menjadi modal sosial untuk membangun
kebersamaan. Untuk itu diperlukan adanya kesadaran, kemauan, dan kemampuan
untuk melihat kesamaan pada sesuatu yang berbeda.
Melihat tulisan dari beberapa penulis yang terdapat di atas dapat dikatakan
bahwa penelitian yang akan dilakukan berbeda dengan penelitian terdahulu. Jika
penelitian terdahulu berbicara masalah kbhinekaan untuk tataran wilayah umum,
seperti
menggunakan
atau
mensinergikan
keberagaman
yang
ada
untuk
mengembangkan sector kebudayaan yang ada, sedangkan pada penelitian yang
dilakukan penulis ini lebih condong pada mensinergikan kebhinekaan untuk
keharmonisan hidup dalam keberagaman pada santri di dalam sebuah lingkup yang
bernama pesantren.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
G.
Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara menurut aturan system tertentu mengarahkan suatu
kegiatan praktis agar terlaksana secara rasional guna untuk mencapai hasil yang
optimal. dengan demikia agar penelitian tentang Kebhinekaan dalam perspektif santri
ini dapat terarah dan sistematis, maka dalam hal menulis ini menggunakan metode
penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (Field Research), berpacu
pada pengertian lapangan sendiri adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan
metode pengumpulan data baik dengan cara wawancara, observasi dan pemeriksaan
dokumen.
Penggunan metode penelitian dalam sebuah penelitian akan memudahkan
peneliti untuk mengungkap masalah yang ada dalam masyarakat. Metodologi adalah
suatu proses yang kita gunakan untuk mendekati permasalahan dalam mencari
jawaban. Dengan ungkapan lain, metodologi adalah suatu pendekatan umum yang
digunakan untuk mengkaji topik penelitian. 9
Sedangkan dalam melaksanakan penelitian skripsi ini penulis mengunakan jenis
penelitian kualitatif dengan metode diskriptif kualitatif. Alasan penulis memilih
metode dekriptif kualitatif adalah:
9
Dedy Mulyana, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta;Remaja Rosde karya, 2002), 145.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
a.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi atau gambaran mengenai
pemahaman dan sikap santri Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya Terhadap
Semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b.
Untuk memperoleh data akurat, peneliti merasa perlu untuk terjun langsung ke
lapangan dan memposisikan dirinya sebagai instrument penelitian, sebagai salah
satu ciri penelitian kualitatif.
Menurut Lexy J. Moleong yang mengutip pendapat bagdan dan taylor bahwa
penelitian kualitatif adalah prosedur yang menghasilkan data diskriptif berupa kata–
kata tertulis atau tulisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sedangkan
menurut Kurt dan Miller Mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi
tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
penelitian manusia dan wawasannya sendiri serta berhubungan dengan orang-orang
tersebut dalam bahasannya dan istilahnya.10
Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian jenis deskriptif adalah pendekatan
penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau jenis fenomena.
Dalam pendekatan ini peneliti hanya ingin mengetahui hal-hal yang berhubungan
dengan suatu penelitian deskriptif sehingga dalam penelitiannya tidak perlu
merumuskan hipotesis.11
Dengan demikian penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan deskriptif
adalah penelitian yang berdasarkan atas pandangan fenomenologis. Dalam suatu
10
11
Lexy J. moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya 2001), 3
Lexy J. moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif…… 3
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
setting holistic atau secara utuh berusaha memahami suatu kejadian dalam kaitannya
dengan individu dalam situasi yang sedang terjadi saat itu. Lokasi penelitian
dilakukan di Pesantren Luhur Al-Husna Surabaya. Secara Geografis Pesantren ini
terletak di kelurahan Jemursari, Kecamatan Wonocolo kota Surabaya.
Sebagai usaha untuk memperoleh kevalidan data dalam penelitian ini
digunakan sumber data. Sumber data ini diperoleh dari santri, dan pengurus pesantren
Luhur Al-Husna Surabaya, yang diharapkan dapat memberikan informasi terkait
penulisan penelitian ini.
2. Jenis & Sumber Data
Validitas merupakan sesuatu yang sangat penting dan mutlak sifatnya
dalam setiap penelitian. Dalam studi kasus di mana peneliti merupakan instrumen
utama dalam mengumpulkan dan menginterpretasikan data, maka validitas hasil
penelitian merupakan sesuatu yang sangat riskan sifatnya.
Sumber data pertama adalah Dokumen. Informasi dokumenter sangat relevan
untuk setiap topik dalam penelitian studi kasus. Proses pengumpulan dokumen
(bahan-bahan
tertulis)
sebagai
dasar
penelitian
dapat dilakukan
dengan
pengumpulan data.
Sumber data selanjutnya adalah Wawancara. Wawancara bisa dilakukan secara
formal dan direncanakan sebelumnya. Bisa juga bersifat informal. Wawancara
bertujuan untuk memperoleh informasi dengan menyelidiki pengalaman masal lalu
dan masa kini para partisipan, guna menemukan perasaan, pemikiran dan persepsi
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
15
mereka. Dalam pengumpulan data kualitatif, tanggapan orang-orang yang
diwawancarai terhadap pertanyaan anda menentukan bagaimana wawancara
berkembang, serta menindak lanjuti jawaban mereka dengan pertanyaan-pertanyaan
selanjutnya.12
Memperoleh data dalam bentuk yang sudah jadi (tersedia) melalui publikasi
dan informasi yang dikeluarkan diberbagai organisasi atau perusahaan.13 Peneliti
menggunakan data pada studi pustaka yang berkaitan dengan materi yang
mendukung penelitian ini. Data ini bisa diperoleh dari berbagai sumber seperti;
buku-buku, surat kabar, majalah, jurnal, artikel dan lain-lain. Kedua data ini
akan saling melengkapi dan menguatkan satu sama lain.
Selain jenis di atas, penulis juga memerlukan sumber data yang dapat
mendukung judul skripsi. sumber data merupakan subyek dari mana data diperoleh.
sumber data tersebut salah satuya ialah meliputi peneliti, subyek penelitian (Informan
inti dan informan pendukung).14
3.
Metode Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian, maka metode pengumpulan data sangat berfungsi
demi keberhasilan penelitian guna untuk mendapatkan data yang valid dan obyektif.
12
Christine Daymon, Immy Holloway., Metode-Metode Riset Kualitatif dalam Public Relations &
Marketing Communications, Yogyakarta: Penerbit Bentang Anggota IKAPI, 2008, hlm 262.
13
Rosady Ruslan., Metode Penelitian (Public Relations dan Komunikasi)…. hlm 30.
14
Moleong J Lexy, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: remaja rosdakarya, 2007), 14
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
16
untuk itu, penulis menggunakan metode pengumpulan data bisa dengan
menggunakan teknik dari dokumen-dokumen yang telah ada.15
Metode pengumpulan data ini yakni melalui pencarian dan penemuan buktibukti berupa teks. teks yang dimaksud adalah data yang berupa buku, soft field,
jurnal, catatan, arsip-arsip resmi, rekaman, serta berita dan sebagainya yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti. selain itu sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dokumentasi, yaitu dengan cara mengabadikan suatu data
untuk diarsipkan sebagai dokumen yang berasal dari buku-buku lain yang
mendukung pengalaman dan ketajaman analisis penelitian.16
Dalam proses pengumpulan data terdapat beberapa metode untuk dapat
mendapatkan data yang valid dan obyektif, maka dibutuhkan cara dan teknik dalam
proses pengumpulan data dalm penelitian ini. adapaun beberapa metode yang
diguakan dalam pengumpulan data dari penelitian ini diantaranya ialah.
a. Observasi
secara umum dalam penggunaaanya metode observasi adalah serangkaian
catatan dan pengamatan terhadapa gejala-gejala yang menjadi obyek peneliti
secara struktural, yang sesuai dengan tujuan dari penelitian ini sperti
menggunakan dan memanfaatkan melalui panca indra (mata, lidah, kulit,
telinga & Hidung).
15
16
Moleong J Lexy, Metode Penelitian Kualitatif …. Hlm 19
sugiyono, metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2011). 227
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17
Penulis menggunakan metode ini sebagai alat untuk mengamati perilaku
Kebhinekaan didalam diri Santri Pesantren Luhur Al-husna. Alasan penulis
menggunakan metode ini adalah untuk memberikan penyajian secara jelas
bagaiamana proses kejadiannya.
b.
Wawancara
metode yang penulis gunakan selanjutnya adalah dengan melakukan
proses wawancara. wawancara adalah proses penggalian data dengan cara
tanya jawab sambil bertatap muka maupun tidak antara peneliti dengan
informan. adapun teknik bertanya dalam wawancara terbagai menjadi dua
kelompok yaitu wawancara berstruktur, dimana pewawancara menyiapkan
serta
menyusun
pertanyaan
sebelum
melakukan
wawancara.
tehnik
wawancara yang kedua adalah wawancara tidak terstruktur. artinya
pertanyaan yang ditanyakan ke informan adalah pertanyaan tanpa penyusuan
atau persiapan. biasanya hal ini dilakukan mengikuti dan melihat situai dan
kondisi selama proses wawancara.
c. Dokumentasi
Dalam proses penggunaannya sebagai metode pengumpulan data yang di
peroleh dari dokumen-dokumn, yakni data yang berupa catatan, gambar,
buku, koran, jurnal dan lain sebagainya yang berkaitan dengan pembahasan
penelitan. adapun buku-buku yang digunakan ialah segala yang berhubungan
dengan kbhinekaan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
18
4. Keabsahan Data
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid maka dalam penulisan
penelitian ini, penulis menggunakan cara menyesuaikan antara teori dengan data yang
diperoleh dari lapangan.
data yang diperoleh dari lapangan merupakan proses yang terjadi dengan cara
terjun langsung kelapangan untuk melakukan serangkaian penelitian, yang mengacu
pada metode pengumpulan data, proses ini berupa, wawancara, observasi atau
pengamatan, dan dokumentasi sehingga mendapatkan data yang akurat.
5.
Metode Analisa Data
Analisis data adalah proses dimana mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan atau observasi, dan
dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan
kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari. Kemudian membuat kesimpulan sehingga mudah
untuk dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Analisis data sendiri disusun oleh ppenulis dengan tujuan agar data yang telah
didapatkan dapat menjadi sebuah informasi sehingga data tersebut dengan mudah
dipahami dan bermanfaat dalam menjawab permasalahan-permasalahan yang terdapat
dalam konteks penelitian khususnya fokus masalah.
Dalam penulisan ini penulis menganalisa pemahaman dan sikap santri
pesantren Luhur Al-Husna ini terhadap semboyan Bhineka Tunggal Ika, dengan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
19
menggunakan pendekatan Sosiologi kemudian dibandingkan dengan sumber data
lainnya, yang telah diperoleh untuk dapat ditemukan hasil. Tahapan yang dilakuakn
pada pendekatan sosiologi ini adalah dengan cara mengetahui pemahaman dan sikap
santri yang terkandung dalam teks, kemudian disesuaikan dengan sumber data
lainnya yang masih terkait dengan judul yang dikaji.17
Dalam penelitian ini untuk mendiskripsikan secara tepat dan jelas maka penulis
menarik kesimpulan yang berdasar pada rumusan masalah yang sudah penulis
tetapkan. Hasil analisi merupakan jawaban dari persoalan yang sudah ditetapkan. 18
Untuk menajdi sebuah jawaban tentunya akan dibutuhkan proses. Berikut
penjelasan proses dalam menganalisa sebuah data.
a. Tahap Reduksi Data
Tahap ini berupa observasi dan wawancara pada santri. Sehingga tahap ini
diperoleh dari lapangan secara langsung, kemudian didiskripsikan melalui
tulisan lebih rinci dan sistematis. seterusnya data dipisah sesui pokok
pembahasan yang berguna untuk memenuhi kebutuhan dalam fokus
penulisan penelitian. pada reduksi data ini akan memberikan gambaran
secara sistematis dan siap diproses lebih lanjut tentang hasil penelitian dan
pengamatan di lapangan, yang berguna untuk menarik kesimpulan akhir.
b. Penyajian data
17
18
Moleong J. Lexy. Metode penelitian kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 35
Sugiyono, metode Penelitian, 119
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
Pada tahap ini penulis menyajikan data yang sudah diperoleh dari proses
reduksi data. Penyajian data ini disajikan dengan bentuk deskripsi dan
gambaran tentang pemahaman dan sikap santri terhadap Semboyan
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia.
hal
ini
bertujuan
untuk
mendapatkan sebuah pemahaman yang jelas. kemudain data dikorelasikan
dengan teori yang digunakan dalam penelitian ini, hal ini berguna untuk
mendapatkan pengertian dan pemahaman tentang Bhineka Tunggal Ika
sejalan dan sesui dengan teori yang sudah digunakan, serta untuk mencari
penemuan-penemuan baru dalam penelitian.19
c. Kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir pada sebuah penelitian.
Analisis merupakan tahap yang paling menentukan pada bagian ini,
karena hasil dari tahap analisis merupakan jawaban dari persoalan yang
telah ditetapkan dan digunakan pada penelitian ini. selanjutnya adalah
mendiskripsikan pemahaman dan sikap santri terhadap Semboyan Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan jelas dan rinci. kemudian menarik
kesimpulan
berdasarkan
pada
bagian
rumusan
masalah,
dimana
kesimpulan ini jawaban dari pertanyaan yang sudah diajukan di dalam
rumusan masalah.
19
Ibid, 131.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
d. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini penulis pertama kali menjelaskan latar belakang penulisan
penelitian ini. Dalam Bab satu ini, pembahasan yang ditulis oleh penulis terfokus
pada argument penulisa dalam pemilihan topik penelitian ini. Setelah itu penulis
membatasi penulisan penelitian dengan memberikan rumusan masalah dan
menjelaskan tujuan dari rumusan tersebut. Kemudian penyebutan manfaat secara
teoritis maupun praktis daripada penulisan penelitian ini juga tidak lepas dari
pembahasan dalam bab ini. Sistematika penulisan sebagai acuhan penulisan secara
sistematis memberikan efek bagus tidaknya penulisan penelitian ini. penelitian bisa
dikatakan sistematis jika ada metodologinya. Oleh sebab itu pemaparan metodologi
dalam penelitian ini menjadi suau keharusan agar tidak terjadi kesalah pahaman
terhadap pembaca nantinya. Untuk memperkuat penelitian, penulis juga menyajika
beberapa teori yang terkait dalam pembahasan ini.
Bab selanjutnya yaitu bab dua menjelaskan tentang kajian pustaka yang pernah
ditulis atau dibahas oleh seorang peneliti baik dari kalangan akademik, mahasiswa
ataupun dosen. tentunya tulisan yang di ambil memiliki tema yang sama dengan apa
yang ditulis oleh penulis. Kemudian dalam pembahasan di bab kedua ini penulis juga
mencantumkan teori-teori yang sesuai dengan penelitian ini. karena apapun yang
dilakukan oleh seorang peneliti, tanpa ada teori yang mendasari, penelitian tersebut
hanya akan menjadi sebuah cerita.
Bab ketiga membahas tentang sejarah berdirinya Pesantren Luhur Al-Husna
Surabaya, sosio Kultural yang ada di dalam pesantren beserta konflik-konflik kecil
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dalam Pesantren tersebut. Pada Bab
keempat membahas tentang analisa tentang hasil pengamatan, yang menggunakan
teori konstruksi sosial Peter L. Berger dan Thomas Lucman, Eksternalisasi,
Obyektifasi dan Internalisasi.
Setelah penulis memaparkan sedemikian rupa tentang hasil penelitian
Kebhinekaan santri di dalam Pesantren Luhur Al-husna, tibalah penulis untuk
memberikan kesimpulan mengenai hal tersebut. Selain itu penulis juga memberikan
saran demi kelayakan karya tulis selanjutnya yang memiliki tema yang sama dengan
penulis tulis, Terutama dalam hal kebhinnekaan. Bagian bagian tersebut penulis
kemas dalam satu bab yaitu bab kelima.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
BAB II
BHINEKA TUNGGAL IKA DAN TEORI KONSTRUKSI
SOSIAL
A.
Bhineka Tunggal ika
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang tertulis di dalam pita berwarna dasar
putih yang dicengkram oleh cakar Elang Garuda Pancasila adalah semboyan yang
berasal bahasa Jawa Kuno. Frase ini sangat dalam maknanya, karena
menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, walaupun keluar
memperlihatkan perbedaan atau keragaman.
Bhinneka Tunggal Ika yang kita kenal sebagai semboyan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) merupakan sebuah cita-cita dari para pembangun
bangsa ini. Sempalan kata-kata yang dikarang oleh Mpu Tantular ini seakan-akan
sudah menajadi suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari Republik ini. Hal
ini terjadi karena semboyan Bhinneka Tunggal Ika sudah menjadi 4 pilar
kehidupan berbangsa dan bernegara. 4 pilar ini terdiri dari Pancasila, UndangUndang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia.1 Bait yang dijadikan
semboyan resmi Negara Indonesia ini sangat panjang, yaitu Bhineka Tunggal Ika
Tan Hana Dharmma Mangrwa. Semboyan Bhineka Tunggal Ika dikenal untuk
pertama kalinya pada masa Majapahit era kepemimpinan Wisnuwardhana.
Perumusan semboyan Bhineka Tunggal Ika ini dilakukan oleh Mpu Tantular
1
Skretariat Jendral MPR RI, 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (2012: MPR RI,
Jakarta), xiv
23
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
dalam kitab Sutasoma. Perumusan semboyan ini pada dasarnya merupakan
pernyataan kreatif dalam usaha mengatasi keanekaragaman kepercayaan dan
keagamaan.
Dalam kata utuhnya semboyan Bhineka Tunggal Ika Kutipan tersebut
berasal dari pupuh2 139, bait 5, kekawin Sutasoma yang lengkapnya sebagai
berikut:
Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa, (Konon Buddha dan Siwa merupakan
dua zat yang berbeda), Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen (Mereka
memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?), Mangkang Jinatwa
kalawan Śiwatatwa tunggal (sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa
adalah tunggal, Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa (Terpecah
belahlah itu, tetapi satu jualah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran).3
Sebagai semboyan resmi Negara Republik Indonesia, Bhinneka Tunggal ika
ini tidak semena-mena langsung dipilih, akan tetapi melalui proses yang cukup
panjang. semboyan itu menempuh proses kristalisasi mulai pergerakan nasional
1928 sampai berdirinya negara Republik Indonesia 1945, yang kemudian dilanjut
pembentukan panitia teknis Lencana Negara dibawah koordinator Sultan Hamid
II, dengan susunan M. Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantara, M A
Pellaupessy, Moh Natsir dan RM Ng Purbatjaraka sebagai anggota 4 pada Tanggal
10 Januari 1950, pembentukan panitia ini bertujuan untuk membuat rancangan
lambang negara dan pada akhirnya diajukan kepada pemerintah. Selanjutnya,
dipilihlah satu rancangan dari dua yang diajukan kepada pemerintah, yaitu karya
2
Menurut Wikipedia puhuh adalah bentuk puisi tradisional jawa yang memiliki jumlah suku kata
dan rima tertentu di setiap baitnya. Lihat https://id.wikipedia.org/wiki/pupuh (Rabu, 20 Desember
2015, 20.03 WIB)
3
Skretariat Jendral MPR RI, 4 Pilar Kehidupan Berbangsa, 70
4
Tempo,
“
Lambang
Garuda
Pancasila
Dirancang
Oleh
Sultan”,
Http//m.tempo.co/rad/news/2010/01/27/063221646/lambang-garuda-pancasila-dirancang-seorangsultan, (Rabu, 13 Desember 2015, 7.43 WIB)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
Sultan Hamid II. Setelah
terpilih, rancangan tersebut terus dilakukan
penyempurnaan setelah terjadi dialog antara Sultan Hamid II (Perancang), Ir.
Soekarno (Presiden RIS) dan Moh. Hatta. Hasilnya merupakan kesepakatan,
untuk mengganti pita yang dicengkram oleh burung garuda. Semula Burung
tersebut mencengkram pita merah putih dan seterusnya diganti dengan pita putih
bertuliskan Bhineka Tunggal ika. Tanggal 8 Februari kemudian, diajukan kepada
Presiden RIS Soekarno, kemudian mendapat masukan kembali dari beberapa
kalangan dan partai. Pada akhirnya diresmikanlah serta dikenalkan ke masyarakat
Indonesia di Jakarta pada tanggal 15 Februari 1950.
Bhinneka Tunggal Ika yang kemudian terurai dalam prinsip-prinsip yang
terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika yang dijadikan acuan bagi bangsa
Indonesia dalam berbangsa dan bernegara. Semboyan ini mengandung adanya
Unsur pluralistik dan multikulturalistik dalam kehidupan yang terikat pada suatu
kesatuan yaitu Republik Indonesia.
Semboyan BhinekaTunggal Ika sebagaimana diungkapkan Suhandi Sigit
Dalam buku Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara mengemukakan
bahwa ungkapan Bhinneka Tunggal Ika dapat ditemukan dalam Kitab Sutasoma
yang ditulis oleh Mpu Tantular pada abad XIV (empat belas) di masa Kerajaan
Majapahit. Dalam kitab tersebut Mpu Tantular menulis “Rwaneka dhatu winuwus
Buddha Wiswa, Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa
kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa”
(Bahwa agama Buddha dan Siwa (Hindu) merupakan zat yang berbeda, tetapi
nilai-nilai kebenaran Jina(Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecah belah,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
tetapi satu jua, artinya tak ada dharma yang mendua).5 Dengan demikian,
Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan yang merupakan kesepakatan
bangsa, yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Oleh
karena itu untuk dapat dijadikan acuan secara tepat dalam hidup berbangsa dan
bernegara, makna Bhinneka Tunggal Ika perlu difahami secara tepat dan benar
untuk selanjutnya difahami bagaimana cara untuk mengimplementasikan secara
tepat dan benar pula.
B.
Eksistensi Bhineka Tunggal Ika dalam Kehidupan Sosial
Dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air seperti Indonesia ini,
merupakan suatu hal yang wajar terdapat kemajemukan ras, suku, dan agama.
Pancasila dengan sila-sila yang terdapat didalamnya mencita-citakan kehidupan
yang harmonis, tentram, adil, bijaksana dalam kehidupan yang layak.
Semboyan nasional Bhinneka Tunggal Ika yang dipakai oleh bangsa
Indonesia jelas mempertegas pengakuan adanya “kesatuan dalam keberagaman
atau keragaman dalam kesatuan” dalam seluruh spektrum kehidupan kebangsaan
kita. Pluralitas kehidupan bangsa Indonesia sudah sejak lama menjadi bahan
kajian para ahli antropologi, sosiologi, histori dan para pakar lainnya. Hildred
Geertz menggambarkan keberagaman kehidupan bangsa Indonesia sebagai
berikut:
Terdapat lebih dari tiga ratus kelompok etnis yang benbeda-beda di Indonesia,
masing-masing kelompok mempunyai identitas budayanya sendiri- sendiri, dan
lebih dari dua ratus lima puluh bahasa kelompok dari umat beragama itu. Setiap
kelompok umat beragama (termasuk agama yang tidak dikelola secara resmi oleh
5
Skretariat Jendral, Pilar Berbangsa, 196
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
pemerintah) juga ikut bertanggung jawab atas terciptanya toleransi dan
terwujudnya kerukunan hidup antarumat beragama di Tanah Air.6
Dengan masyarakat yang majemuk atau beragam tersebut tentulah untuk
menciptakan cita-cita pancasila merupakan hal yang sulit, akan tetapi bisa
dilakukan. Dengan syarat masyarakat mau bekerja sama, menyisihkan ego diri
masing-masing dan mau mengutamakan kepentingan bersama. Semangat
Kebhinekaan merupakan hal yang dapat merubah sesuatu yang awalnya tidak
mungkin dijalankan, menjadi mungkin dijalankan.
Bhineka tunggal ika melambangkan suatu masayrakat yang terdiri atas
macam-macam unsur Budaya, suku, ras, dan agama. Yusri FM dalam tulisannya
disebuah jurnal pendidikan menyatakan bahwa ada tiga istilah untuk
menggambarkan masyarakat yang memiliki macam-macam unsur Budaya, suku,
ras, dan agama, yaitu pluralitas, keragaman, dan multikultural.7 Lebih lanjut Yusri
menjelaskan bahwa keragaman itu berpengaruh terhadap tingkah laku, sikap, dan
pola pikir manusia, sehingga manusia memiliki cara-cara, kebiasaan, aturanaturan bahkan adat istiadat yang berbeda satu sama lain. Bilamana keadaan di atas
tidak dapat dipahami dengan baik oleh pihak satu dan lainnya, maka akan sangat
rawan terjadi persinggungan-persinggungan yang kemudian berbuah pada adanya
konflik.
Beragamnya kultur dan budaya mengakibatkan rentan bagi timbulnya
konflik antar budaya dan kultur yang berbeda. Persoalan tersebut menjadi salah
satu penyebab utama dari terjadinya konflik sosial. Multikulturalisme sebagai
Heldred Geertz, ”Indonesian Cultures and Communities”, dalam Ruth T. (peny.), Indonesia
(New Haven: Yale University Press, 1963), 24.
7
Muhammad Yusri FM “Prinsip Pendidikan Multikulturalisme Ajaran Agama-Agamadi
Indonesia”, Jurnal Kependidikan Islam, Vol 3 No.2, (2008), 1
6
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
penghormatan dan penghargaan terhadap bentuk keberagamaan dan perbedaan
baik etnis, suku, agama maupun simbol-simbol perbedaan lainnya menjadi
penting untuk ditanamkan dalam dkehidupan sehari-hari.8
Konflik atau perselisishan di dalam agama manapun sangat tidak
dianjurkan. Seperti di dalam kitab suci umat Islam di singgung pada surat Annisa
ayat 1,
�