Efektivitas kegiatan anjangsana dalam pembentukan kecerdasan emosional santriwati di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya.

(1)

EFEKTIVITAS KEGIATAN ANJANGSANA DALAM

PEMBENTUKAN KECERDASAN EMOSIONAL SANTRIWATI

DI YAYASAN PONDOK PESANTREN PUTRI AN-NURIYAH

SURABAYA

SKRIPSI

Oleh:

AINNA AL FIRDAUSI NIM. D71213075

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Ainna Al Firdausi, 2017. Efektivitas Kegiatan Anjangsana dalam Pembentukan Kecerdasan Emosional Santriwati di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya. Skripsi, Jurusan Pendidikan Islam, Prodi Pendidikan Agama Islam, UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci: Kegiatan Anjangsana, Silaturahmi, Pembentukan Kecerdasan Emosional.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana pelaksanaan kegiatan anjangsana di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya? (2) Bagaimana pembentukan kecerdasan emosional santriwati di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya? (3) Efektifkah kegiatan anjangsana dalam pembentukan kecerdasan emosional santriwati di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya?

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, sumber data yang diambil adalah meliputi literatur, sumber data lapangan dengan menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Adapun teknik analisa datanya dengan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan anjangsana dinilai efektif untuk membentuk kecerdasan emosional santriwati di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya, terbukti dengan adanya kegiatan tersebut santriwati saling mengetahui kondisi keluarga santriwati lainnya sehingga santriwati dapat saling memahami dan dapat bertoleransi sesama santriwati lainnya untuk membina hubungan baik dan mempererat rasa kekeluargaan.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka diharapkan kegiatan anjangsana ini dapat menjadi program percontohan untuk pondok pesantren, sekolah, maupun lembaga sosial lainnya guna membentuk generasi yang peduli terhadap sesamanya.


(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ...i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ...ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

MOTTO ...iv

PERSEMBAHAN ...v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...vi

ABSTRAK ...vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR TABEL ...xv

BAB I : PENDAHULUAN A. LatarBelakang ...1

B. RumusanMasalah ...6

C. TujuanPenelitian ...6

D. KegunaanPenelitian...7

E. Penelitian Terdahulu ...8

F. BatasanMasalah...10

G. DefinisiOperasional...11

H. SistematikaPembahasan ...12

BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Kegiatan Anjangsana ...15


(8)

2. Bentuk Kegiatan Anjangsana ... 17

3. Aspek-aspek dalam Kegiatan Anjangsana ... 19

4. Manfaat Kegiatan Anjangsana ... 22

B. Kecerdasan Emosional ...25

1. Pengertian Kecerdasan Emosional ...25

2. Ciri-ciri Kecerdasan Emosional ...28

3. Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional ...30

4. Komponen-komponen Kecerdasan Emosional ...35

5. Manfaat Kecerdasan Emosional ...39

6. Pembentukan Kecerdasan Emosional ...42

C. Efektivitas Kegiatan Anjangsana dalam Pembentukan Kecerdasan Emosional ...46

BAB III : METODE PENELITIAN A. Jenisdan Pendekatan Penelitian...51

B. Subjek dan Objek Penelitian ...54

C. Tahap-tahap Penelitian ...54

1. Tahap Pra Penelitian ...55

2. Tahap Pekerjaan Lapangan ...55

3. Tahap Analisis Data ...56

4. Tahap Penulisan Laporan ...56


(9)

1. Sumber Data ...57

2. Jenis Data ...58

E. Teknik Pengumpulan Data ...59

1. Observasi ...59

2. Wawancara ...61

3. Dokumentasi...62

F. TeknikAnalisis Data ...63

1. Reduksi Data ...64

2. Penyajian Data ...64

3. Verifikasi atau Penarikan Kesimpulan ...65

BAB IV : LAPORAN HASIL PENELITIAN A. GambaranUmumObyekPenelitian ...66

1. Profil Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya ...66

2. Letak Geografis Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya ...67

3. Sejarah Singkat Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya ...68

4. Visi dan MisiYayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya ...70

5. StrukturOrganisasiYayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya ...71


(10)

6. KeadaanUstadz/dzah dan Santriwati Yayasan Pondok Pesantren Putri

An-Nuriyah Surabaya ...72

7. SaranadanPrasaranaYayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah

Surabaya ...75

8. Prestasi Santriwati Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah

Surabaya ...76 B. Penyajian Data ...77

1. Pelaksanaan Kegiatan Anjangsana di Yayasan Pondok Pesantren Putri

An-Nuriyah Surabaya ...78

2. Pembentukan Kecerdasan Emosional Santriwati di Yayasan Pondok

Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya ...82

3. Efektivitas Kegiatan Anjangsana dalam Pembentukan Kecerdasan

Emosional Santriwati di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya ...87 C. Analisis Data ...90

1. Pelaksanaan Kegiatan Anjangsana di Yayasan Pondok Pesantren Putri

An-Nuriyah Surabaya ...90

2. Pembentukan Kecerdasan Emosional Santriwati di Yayasan Pondok

Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya ...91

3. Efektivitas Kegiatan Anjangsana dalam Pembentukan Kecerdasan

Emosional Santriwati di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya ...93


(11)

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ...98 B. Saran ...99

DAFTAR PUSTAKA ...101


(12)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari manusia ditakdirkan untuk hidup bersosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan cenderung untuk melakukan interaksi dan bersosialisasi dengan manusia lain, dengan bersosialisasi manusia perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya agar dirinya dapat diterima oleh masyarakat. Meski begitu tidak sedikit dari mereka sulit untuk menyesuaikan diri dengan baik.

Dalam bermasyarakat perlu adanya interaksi dengan orang lain, dimana interaksi ini terjadi apabila santriwati saling mengenal antara santriwati satu dengan santriwati lainnya. Santriwati dalam melakukan interaksi sosial, ia harus menghargai hak santriwati lain, mampu menciptakan suatu relasi yang sehat dengan santriwati lain, berperan aktif dalam kelompok, menjalin persaudaraan, dan lain-lain. Santriwati yang mampu menyesuaikan diri berarti dapat menjalin persahabatan dan persaudaraan dengan santriwati-santriwati yang ada di sekitarnya.

Nilai-nilai persaudaraan Islam merupakan persoalan penting yang perlu dipelihara dan sangat diutamakan dalam pandangan Islam sehingga terjalinnya hubungan yang akrab antara individu satu dengan individu yang lain. Persaudaraan atau yang lebih dikenal dengan istilah silaturahmi termasuk akhlak mulia yang sangat dianjurkan dan diseru oleh Islam.


(13)

2

Diperingatkan untuk tidak memutuskannya sebagaimana firman Allah swt yang berkaitan dengan menyambung silaturahmi;













“dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan

supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut

kepada hisab yang buruk.”(QS. Ar-Ra’d: 21)1

Ayat tersebut adalah salah satu dari sekian banyak ayat al-Qur’an

yang menjelaskan tentang silaturahmi. Jika dilihat dari banyaknya ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang silaturahmi sudah jelas bahwa, silaturahmi merupakan tonggak yang mengokohkan banyak hal, mulai dari persatuan, perhatian kasih sayang, mata pencaharian, hingga memudahkan seseorang memasuki surga-Nya.

Manusia yang menjalankan hubungan silaturahmi akan berpahala serta akan diberi sanksi bagi pemutus hubungan silaturahmi, sesuai hadits nabi berikut,

َيِضَر ةَرْ يَرُ َِِا ْنَع

ا

ِِّبهنلا ْنَع ُهْنَع ُهَ

َمِحهرلا هنِا َلاَق َمهلَسَو ِهِيَلَع ُهَا ىهلَص

ُهُتْعَطَق ِكَعَطَق ْنَمَو ُهُتْلَصَو ِكَلَصَو ْنَم ُهَا َلاَقَ ف ِنَْْهرلا َنِم ُةَنْجَش

2

“Dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya rahim itu berasal dari Arrahman lalu Allah berfirman, “Siapa menyambung Aku menyambungnya dan barangsiapa memutusmu Aku memutusnya.” (HR. Bukhari).

1

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya special for woman (Bandung: Sygma, 2007), h. 252.

2 Ahmad bin Muhammad Asy-Syafi’i Al-Qisthilani, Syarah Shahih Bukhari, (Beirut:Dar


(14)

Hadits tersebut menjelaskan bahwa rahim secara umum mencakup makna saling cinta, saling kasih sayang, dan berlaku adil. Rahim secara khusus mencakup memberikan nafkah kepada kerabat, memperhatikan keadaan mereka, dan pura-pura tidak tahu dengan kesalahan mereka.

Sebulan sekali santriwati Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya melakukan kegiatan silaturahmi yang biasa disebut anjangsana. Kegiatan tersebut dilakukan di tempat yang berbeda-beda sesuai dengan urutan rumah santriwati yang akan dituju. Kegiatan tersebut terjadi interaksi antar santriwati dengan santriwati, interaksi antar santriwati dengan keluarga santriwati, dan interaksi antar santriwati dengan lingkungan rumah santriwati yang dikunjungi.

Setiap santriwati pasti memiliki banyak kesibukan, kesibukan pada jadwal kegiatan di pondoknya juga mereka masih berstatus mahasiswa aktif yang ingin memiliki banyak pengalaman di dunia kampusnya. Namun, mereka harus bisa membagi waktu, pikiran, dan tenaganya untuk dapat berhasil di manapun. Terlebih mereka selalu berinteraksi dengan individu lain untuk bisa menyeimbangkan pola pikirnya.

Proses interaksi yang terjadi pada individu merupakan sesuatu yang penting, karena melalui proses interaksi individu tersebut belajar mengenal lingkungannya dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya untuk memperoleh kepribadian dan membangun kapasitasnya agar berfungsi dengan baik sebagai individu maupun sebagai anggota


(15)

4

kelompok suatu masyarakat.3 Keberagaman sifat santriwati dengan

santriwati yang lain di Yayasan Pondok Pesantren An-Nuriyah Surabaya itulah dapat menjadikan santriwati tersebut belajar dari keberagamannya dan bekal pengetahuan yang dimilikinya dapat digunakan untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Dengan demikian generasi yang lahir dari dunia pendidikan formal maupun informal dapat membangun bangsa dari segala bidang.

Silaturahmi erat kaitannya dengan proses interaksi dalam pelaksanaannya. Proses interaksi sendiri dalam seluruh tatanan sosial tidak bisa ditumpukan pada logika rasio yang cenderung linear dan sistemik. Ia memerlukan adanya dimensi lain sebagai penyeimbang, berupa kecerdasan

intuitif atau yang lebih dikenal dengan sebutan emotional question (EQ).

Sebuah kecerdasan yang bisa memotivasi kondisi psikologi menjadi pribadi-pribadi yang matang. Ia terwujud dalam bentuk kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan

emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh manusia.4

Peter Salovey dan John Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional berdasarkan kecerdasan pribadi yang dikemukakan Howard Gardner, yakni kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja, serta bagaimana bekerja sama dengan mereka. Juga kemampuan untuk membedakan dan

3

Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial : Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 115.

4

Utsman Najati, Belajar EQ dan SQ dari Sunah Nabi, (Jakarta: Hikmah, 2002), cet. ke-1, h. 2.


(16)

menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain. Dari definisi dasar ini, pengertian kecerdasan emosional dijabarkan menjadi lima wilayah utama, yakni kemampuan untuk mengenali emosi diri, kemampuan untuk mengola emosi, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, kemampuan untuk mengenali emosi orang

lain, dan kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain.5

Perkembangan emosi pada remaja seharusnya dapat mengantarkan remaja untuk bisa mengendalikan diri sendiri dalam berinteraksi kepada orang lain maupun lingkungannya. Sedangkan perkembangan kognisi remaja yang baik dapat menjadikan remaja memiliki wawasan luas dan pengetahuan yang lebih dari sebelumnya. Akan tetapi setiap remaja memiliki perkembangan emosi yang berbeda-beda karena dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal remaja. Apabila perkembangan emosi dan kognisi remaja tersebut belum optimal, maka akan timbul beberapa permasalahan dalam perkembangan remaja seperti, mudah marah, suka tersinggung, mudah putus asa, suka berburuk sangka terhadap teman, dan lain sebagainya.

Dari uraian latar belakang tersebut maka signifikansi penelitian ini adalah efektifkah kegiatan anjangsana dalam pembentukan kecerdasan emosional santriwati di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah

Surabaya. Maka penelitian ini berjudul “Efektivitas Kegiatan

5

Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 1995), h. 65.


(17)

6

Anjangsana dalam Pembentukan Kecerdasan Emosional Santriwati di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan kegiatan anjangsana di Yayasan Pondok

Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya?

2. Bagaimana pembentukan kecerdasan emosional santriwati di Yayasan

Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya?

3. Efektifkah kegiatan anjangsana dalam pembentukan kecerdasan

emosional santriwati di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, maka dapat diketahui beberapa tujuan dari penelitian. Antara lain adalah:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan anjangsana di Yayasan

Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya.

2. Untuk mengetahui pembentukan kecerdasan emosional santriwati di

Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya.

3. Untuk mengetahui efektivitas kegiatan anjangsana dalam pembentukan

kecerdasan emosional di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya.


(18)

D. Kegunaan Penelitian

Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan, sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

a. Menambah pengetahuan yang lebih matang dalam bidang

pengajaran dan menambah wawasan dalam bidang penelitian, sehingga dapat dijadikan sebagai latihan dan pengembangan kegiatan yang baik dalam membentuk kecerdasan emosional santriwati, juga sebagai konstribusi nyata bagi dunia pendidikan.

b. Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pengetahuan

tentang efektivitas kegiatan anjangsana dalam pembentukan kecerdasan emosional santriwati di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya khususnya dan masyarakat pada umumnya.

c. Untuk menjadi masukan dan bahan rujukan dalam membentuk

kecerdasan emosional santriwati melalui kegiatan anjangsana.

2. Secara Praktis

a. Bagi Santriwati

Dengan adanya penelitian ini, maka santriwati dapat mengetahui keefektivan kegiatan anjangsana dalam membentuk kecerdasan emosionalnya.


(19)

8

b. Bagi Pengasuh

Agar para pengasuh dapat memanfaatkan kegiatan anjangsana dalam membentuk kecerdasan emosional santriwatinya.

c. Bagi Pondok Pesantren

Sebagai salah satu sumbangan pemikiran untuk

meningkatkan kecerdasan emosional santriwati melalui kegiatan anjangsana.

E. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu adalah hasil kajian penelitian yang relevan dengan permasalahan. Beberapa penelitian yang terkait dengan kegiatan anjangsana dalam pembentukan kecerdasan emosional belum ditemukan di literatur penelitian yang ada di UIN Sunan Ampel Surabaya. Namun, beberapa penelitian dibawah ini dianggap berkaitan dengan judul yang diangkat penulis. Beberapa judul penelitian tersebut sebagai berikut :

Penelitian yang dilakukan oleh Iva Nofia, mahasiswa jurusan Bimbingan dan Konseling Isslam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN

Sunan Ampel Surabaya, tahun 2013 berjudul “Bimbingan dan Konseling

Islam dengan Terapi Silaturahmi Pada Seorang Remaja yang Mengalami

Depresi di Desa Sembayat Kabupaten Gresik”6

yang menjelaskan tentang depresi sebagai masalah bimbingan dan konseling Islam, bimbingan dan konseling Islam dalam mengatasi depresi, dan pelaksanaan bimbingan dan

6

Iva Nofia, Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi Silaturahmi Pada Seorang Remaja yang Mengalami Depresi di Desa Sembayat Kabupaten Gresik, Skripsi, FDK, BKI, UIN Sunan Ampel Surabaya.


(20)

konseling Islam dengan terapi silaturahmi pada seorang remaja yang depresi.

Penelitian yang dilakukan oleh Mashuda, mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Sunan

Ampel Surabaya, tahun 2010 berjudul “Pengaruh Keberagaman Santri

terhadap Kecerdasan Emosional di Pondok Pesantren Tahsinul Akhlak

Bahrul Ulum Surabaya”7

yang menjelaskan tentang keberagaman seseorang dalam mamahami, menghayati, dan mengamalkan aturan-aturan agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Menjelaskan juga tentang kemampuan seseorang dalam memanajemen emosi yang terkadang timbul ledakan-ledakan jiwa yang apabila tidak terkontrol akan berdampak pada hubungannya dengan orang lain.

Penelitian yang dilakukan oleh Agung Yudistira, mahasiswa jurusan Bimbingan dan Konseling Islam, Fakultas Dakwah dan

Komunkasi, UIN Sunan Ampel Surabaya, tahun 2017 berjudul “Efektivitas

Positive Thinking Training dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa SMA Negeri 2 Kota Mojokerto”8 yang menjelaskan tentang proses efektivitas positive thinking training dalam meningkatkan kecerdasan emosional.

7

Mashuda, Pengaruh Keberagaman Santriwati terhadap Kecerdasan Emosional di Pondok Pesantren Tahsinul Akhlak Bahrul Ulum Surabaya, Skripsi, FTK, PAI, UIN Sunan Ampel Surabaya.

8

Agung Yudistira, Efektivitas Positie Thinking Training dalam Meningkatkan

Kecerdasan Emosional Siswa SMA Negeri 2 Mojokerto, Skripsi, FDK, BKI, UIN Sunan Ampel Surabaya.


(21)

10

Penelitian diatas menjadi acuan dan landasan penyebab penulis melakukan penelitian ini, dari kedua penelitian yang telah dilakukan di atas, penulis yakin bahwa penelitian tentang efektivitas kegiatan anjangsana dalam pembentukan kecerdasan emosional, belum ada yang mengulasnya.

F. Batasan Masalah

Untuk memperoleh data yang relevan dan memberikan arah pembahasan pada tujuan yang telah dirumuskan, maka ruang lingkup penelitian akan diarahkan pada:

1. Pembahasan tentang Kegiatan Anjangsana

a. Pengertian Kegiatan Anjangsana

b. Bentuk Kegiatan Anjangsana

c. Aspek-aspek dalam Kegiatan Anjangsana

d. Manfaat Kegiatan Anjangsana

2. Pembahasan tentang Kecerdasan Emosional

a. Pengertian Kecerdasan Emosional

b. Ciri-Ciri Kecerdasan Emosional

c. Faktor yang mempengaruhi Kecerdasan Emosional

d. Komponen-komponen Kecerdasan Emosional

e. Pembentukan Kecerdasan Emosional


(22)

G. Definisi Operasional

Definisi operasional ini dimaksudkan untuk memperjelas dan mempertegas kata-kata atau istilah kunci yang diberikan dengan judul

penelitian “EFEKTIVITAS KEGIATAN ANJANGSANA DALAM

PEMBENTUKAN KECERDASAN EMOSIONAL SANTRIWATI DI

YAYASAN PONDOK PESANTREN PUTRI AN-NURIYAH

SURABAYA.”

1. Efektifivitas

Kata efektivitas berasal dari kata efektif yang memiliki arti tepat

mengenai sasaran.9 Efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh

atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil dan merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat dilihat dari tercapai tidaknya tujuan intruksional khusus yang

telah dicanangkan.10

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan efektivitas adalah keberhasilan penggunaan sesuatu dengan tepat dan dapat menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan tujuan.

2. Kegiatan Anjangsana

Kegiatan sejenis silaturahmi yang terdapat di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya. Kegiatan tersebut dilakukan sekali dalam sebulan. Acara tersebut diisi dengan kegiatan keagamaan

9

Sutrisno Hadi, Metodologi Research II, (Yogyakarta: Penerbit Fakultas UGM, 1996), h. 3

10

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 226.


(23)

12

diantaranya; khotmil al-Qur’an, Dhiba’an, dan bersosialisasi dengan

masyarakat sekitar.

3. Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional menurut W.Stren adalah kesanggupan jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat dalam situasi

yang baru.11 Kecerdasan (dalam bahasa Inggris disebut Intelligence

dan bahasa Arab disebut al-dzaka), menurrut arti bahasa adalah

pemahaman, kecepatan, dan kesempurnaan sesuatu.12 Jadi, kecerdasan

emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan

emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with

intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriates of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan

keterampilan sosial.13

H. Sistematika Pembahasan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang tata urutan penelitian ini, maka peneliti mencantumkan sistematika laporan penulisan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, hipotesis penelitian, ruang

11

Agus Sujanto, Psikologi Umum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), h. 66.

12

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), cet. ke-1, h. 317.

13

Daniel Goleman, Emotional Intelligence, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000), h.44.


(24)

13

lingkup dan pembatasan masalah, definisi operasional,

sistematika pembahasan. BAB II : KAJIAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan tinjauan tentang kegiatan Anjangsana yang meliputi: pengertian kegiatan anjangsana, bentuk kegiatan anjangsana, aspek-aspek dalam kegiatan anjangsana, manfaat kegiatan anjangsana. Kecerdasan Emosional yang meliputi: pengertian kecerdasan emosional, ciri-ciri kecerdasan emosional, faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional, komponen-komponen kecerdasan emosional, pembentukan kecerdasan emosional, manfaat kecerdasan emosional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang jenis dan pendekatan penelitian, subjek dan objek penelitian, tahap-tahap penelitian, sumber dan jenis data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data.

BAB IV : LAPORAN HASIL PENELITIAN Bab ini berisi tentang:

A. Profil Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah

Surabaya, meliputi: sejarah berdirinya Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya, letak geografis Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya, visi-misi Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya, struktur pengurus Yayasan Pondok Pesantren


(25)

14

Putri An-Nuriyah Surabaya, keadaan sarana dan prasarana Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya, keadaan ustadz serta keadaan santriwati Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya, prestasi santriwati Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya.

B. Penyajian data, meliputi data tentang kegiatan anjangsana

dan pembentukan kecerdasan emosional. BAB V : PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran-saran yang berkenaan dengan penelitian, kemudian dilanjutkan dengan daftar pustaka, dan lampiran-lampiran.


(26)

KAJIAN PUSTAKA

A. Kegiatan Anjangsana

1. Pengertian Kegiatan Anjangsana

Anjangsana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kunjungan untuk melepas rasa rindu, kunjungan silaturahmi (ke rumah tetangga,

saudara, kawan lama, sahabat).14

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia silaturahmi bermakna tali

persahabatan atau persaudaraan. 15 Di Indonesia sering ditemui kata

silaturahmi sebagai kata yang menggambarkan aktivitas hubungan antar sesama manusia. Aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas saling mempererat tali persaudaraan dan kekerabatan. Istilah silaturahmi di tengah-tengah masyarakat sering diartikan sebagai kegiatan kunjung-mengunjungi, saling bertegur sapa, saling menolong, dan saling berbuat kebaikan.

Silaturahmi adalah istilah yang cukup akrab dan populer didalam pergaulan umat Islam sehari-hari, namun pada hakikatnya istilah tersebut merupakan bentukan dari bahasa Arab dari kata silaturahim, dan silaturahim

ini berasal dari dua kata yakni shilah yang berarti perhubungan, hubungan,

14

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 53.

15

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 1065.


(27)

16

pemberian, dan karunia. Sedangkan kata rahim yang memiliki arti kerabat

atau peranakan.16

Istilah-istilah tersebut merupakan sebuah simbol hubungan baik penuh kasih sayang antar karib kerabat yang asal usulnya berasal dari rahim, dikatakan simbol karena rahim atau peranakan secara materi tidak bisa disambung atau tidak bisa dihubungkan dengan rahim lain. Dengan kata lain,

rahim yang dimaksud disini adalah qarabah atau nasab yang disatukan oleh

rahim ibu, dimana hubungan antara satu dengan yang lain diikat dengan hubungan rahim. Maka dapat dipahami bahwa pemaknaan terhadap istilah silaturahmi cenderung pada hubungan kasih sayang yang terbatas pada

hubungan-hubungan dalam sebuah keluarga besar atau qarabah.17

Silaturahmi dapat diartikan menyambung tali kasih sayang adalah merupakan bagian dari kebutuhan setiap makhluk hidup dan yang lebih utamanya disini adalah manusia, karena manusia merupakan makhluk sosial yakni makhluk yang membutuhkan hidup bersama. Hal ini terbukti dengan adanya dalam memenuhi kebutuhan manusia tidak mampu sendirian meskipun pada saat sekarang ini teknologi sudah mengalami perkembangan dan kemajuan, oleh karena itu maka tidak bisa dipungkiri lagi bahwa manusia harus senantiasa menjaga hubungan yang baik dengan orang lain.

16

Ahmad Warson dan Zainal Abidin, Kamus al-Munawir Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 2007), h. 215.

17


(28)

Dengan demikian istilah silaturahim dengan istilah silaturahmi memiliki maksud pengertian yang sama, namun dalam penggunaan bahasa Indonesia istilah silaturahmi memiliki pengertian yang lebih luas, karena penggunaan istilah ini tidak hanya terbatas pada hubungan kasih sayang antara sesama karib kerabat tetapi mengadakan silaturahmi dapat diaplikasikan dengan mendatangi keluarga atau teman dengan memberikan kebaikan berupa ucapan maupun perbuatan.

2. Bentuk Kegiatan Anjangsana

Kegiatan anjangsana atau yang lebih dikenal dalam dunia Islam dengan istilah bersilaturahmi adalah salah satu sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW, karena dalam silaturahmi banyak terkandung akan berbagai hikmah dan juga keutamaan silaturahmi itu sendiri. Sebagai manusia yang dijadikan sebagai makhluk sosial tentunya berhubungan dengan manusia lainnya tak akan terlepas dalam kehidupan sehari-hari, karena selalu membutuhkan pertolongan dari orang lain.

Terdapat banyak bentuk-bentuk untuk bersilaturahmi. Menurut M.

Quraish Shihab setidaknya ada empat macam bentuk persaudaraan, yaitu:18

a. Ukhuwah Ubudiyah, yaitu saudara kesemakhlukan atau kesetundukan kepada Allah SWT.

18 Rachmat Syafe’i, Al-Hadits, Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum, (Bandung: Pustaka Setia,


(29)

18

b. Ukhuwah Insaniyyah atau Basyariyyah, yaitu bersaudara karena berasal dari seorang ayah dan ibu.

c. Ukhuwah Wathaniyyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan dalam keturunan dan kebangsaan.

d. Ukhuwah fi ad-din al-islam, yaitu persaudaraan antar sesama muslim. Silaturahmi secara konkrit dapat diwujudkan dalam bentuk-bentuk antara lain sebagi berikut:

a. Berbuat baik atau ihsan terutama dengan memberikan bantuan materiil

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Adapun yang harus diprioritaskan untuk dibantu adalah karib kerabat dibanding dengan pihak-pihak lain yakni diantaranya anak yatim, orang miskin, ibnu sabil, dan lain-lain. karena jika karib kerabat tersebut seorang yang miskin maka bersedekah kepada karib kerabat tersebut bermakna ganda, yakni sedekah sekaligus silaturahmi. Dengan demikian jelas bahwa dari ukhuwah antar karib kerabat adalah lebih utama.

b. Memelihara dan meningkatkan rasa kasih sayang sesama kerabat

maupun orang lain dapat diaplikasikan dengan sikap saling kenal-mengenal, hormat-menghormati, bertukar salam, kunjung-mengunjungi,

surat-menyurat, jenguk-menjenguk, bantu-membantu, dan lain-lain.19

Penjelasan diatas bisa dikatakan silaturahmi dengan catatan hal-hal tersebut diorientasikan untuk meningkatkan persaudaraan. Selain itu, dapat

19


(30)

meningkatkan dan mempererat hubungan persaudaraan antar sesama karib kerabat apabila dilakukan dengan sesuainya cara untuk berinteraksi dengan manusia lain.

3. Aspek-Aspek dalam Kegiatan Anjangsana

Seorang muslim dapat dikatakan memiliki kemampuan berinteraksi dengan sesama yang baik jika ia mampu memahami dan mengamalkan beberapa sikap sosial. Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, ketika bertemu saling menyapa yang mana sikap ini akan memupuk keakraban, saling mengingatkan jika saudaranya salah, mampu bersikap toleransi, tenggang rasa akan mudah membina penyesuaian sosial dimana ia tinggal dan dapat diterima dengan gembira oleh individu lain. Berhubungan atau berinteraksi dengan sesama manusia adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi setiap orang karena

Islam memerintahkan agar umat manusia menjalin persaudaraan

(menyambung silaturahmi) yang dilandasi perasaan cinta dan kasih sayang serta melarang umatnya untuk memutuskan tali peraudaraan.

Kegiatan anjangsana yang memiliki arti kunjungan untuk melepas rindu, kunjungan silaturahmi (ke rumah tetangga, saudara, kawan lama, sahabat) erat kaitannya dengan proses interaksi dalam pelaksanaannya. Seseorang butuh penyesuaian sosial untuk bisa menyesuaikan diri dalam kegiatan tersebut dengan orang lain. Jersild dkk mengemukakan aspek-aspek dalam penyesuaian sosial, yaitu:


(31)

20

a. Kesadaran selektif

Penyesuaian yang sehat membutuhkan kemampuan individu untuk melaksanakan seleksi terhadap berbagai tekanan yang ada, untuk direspon secara tepat dengan tidak membahayakan diri individu tersebut. Kemampuan melakukan seleksi tergantung pada pengalaman dari hasil belajar.

b. Kemampuan toleransi

Merupakan kemampuan individu untuk menerima kehadiran individu lain dan menganggap orang lain sebagaimana adanya, mampu menerima nilai-nilai hidup serta kode-kode moral dan mampu mengembangkan hidupnya dengan baik tanpa mengabaikan kepentingan lingkungan.

c. Otonomi

Otonomi individu meliputi tiga aspek yaitu otonomi emosi, yakni kemampuan melakukan hubungan emosional secara bebas dengan orang lain, otonomi perilaku yakni kemampuan atau kecakapan pengambilan keputusan secara bebas dan otonomi nilai yakni kemampuan memaknai seperangkat prinsip benar dan salah serta apa yang penting dan yang tidak penting. Penyesuaian sosial dianggap berhasil ketika individu mampu memyerahkan ketiga aspek tersebut dalam kehidupan sosial.


(32)

d. Integritas pribadi

Individu mempunyai penyesuaian sosial yang sehat tidak merasa takut atau cemas jika menghadapi hal-hal yang baru. Selain itu juga tidak akan merasa panik jika suatu saat menghadapi kesulitan atau hambatan

dalam mencapai tujuan hidupnya.20

Dari teori diatas, dapat diketahui bahwa aspek penyesuaian sosial menurut Jersild meliputi kesadaran selektif, kemampuan toleransi, otonomi, dan integritas pribadi. Sedangkan menurut Hurlock, memiliki pemaparan yang berbeda tentang aspek-aspek penyesuaian sosial. Adapun aspek tersebut meliputi:

a. Penampilan nyata. Yaitu perilaku sosial seperti perilaku yang dinilai

berdasarkan standar kelompoknya, memenuhi harapan kelompok, dana akan menjadi anggota yang diterima kelompok.

b. Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok. Seseorang dapat

menyesuaikan diri dengan baik terhadap berbagai kelompok baik kelompok teman sebaya maupun kelompok orang dewasa. Hal tersebut secara sosial dianggap sebagai orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik secara sosial.

c. Sikap sosial. Menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap orang lain,

terhadap partisipasi sosial, dan terhadap perannya dalam kelompok sosial.

20

A.T Jersild, The Psychology of Adolesence, (New York: Mac Millan Publishing Company, 1978), h. 51.


(33)

22

d. Kepuasan pribadi. Seseorang harus merasa puas terhadap kontak

sosialnya dan terhadap peran yang dimainkannya dalam situasi sosial,

baik sebagai pemimpin maupun sebagai anggota.21

Jadi dapat dijelaskan bahwa aspek penyesuaian sosial menurut Hurlock meliputi penampilan nyata, penyesuaian nyata, penyesuaian diri terhadap beberapa kelompok, sikap sosial, dan kepuasan pribadi.

4. Manfaat Kegiatan Anjangsana

Berkunjung ke rumah saudara atau kerabat merupakan ibadah yang sangat mulia, mudah, dan membawa berkah. Karena itu merupakan ibadah yang paling indah yang berhubungan dengan manusia, sehingga perlu meluangkan waktu untuk melaksanakan amal shalih ini. Selain dapat meningkatkan dan mempererat tali persaudaraan antar sesama karib kerabat pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya, silaturahmi juga dapat memberikan manfaat lain baik di dunia maupun di akhirat. Manfaat silaturahmi antara lain:

a. Mendapat rahmat, nikmat, dan ihsan dari Allah SWT

Seseorang yang menyambung tali persaudaraan maka Allah SWT juga akan menghubungkannya, begitu pula sebaliknya. Dengan demikian maka orang-orang yang melakukan silaturahmi akan mendapatkan rahmat, nikmat, dan ihsan dari Allah SWT.

21

E.B Hurlock, Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1980), h. 255.


(34)

23

b. Masuk surga dan jauh dari neraka

Secara khusus disebut oleh Rasulullah SAW bahwa sesudah amalan pokok, silaturahmi dapat mengantarkan seseorang ke surga.

c. Lapang rizki dan panjang umur

Salah satu modal untuk mendapatkan rizki adalah dengan kita berhubungan baik dengan sesama manusia. Peluang-peluang bisnis misalnya akan terbuka dari banyaknya hubungan kita dengan masyarakat luas.

Sedangkan maksud dari pengertian dipanjangkan umur hanya sebatas pengertian simbolis, yang menunjukkan bahwa umur yang mendapatkan taufiq dari Allah SWT menjadi berkah dan bermanfaat bagi umat manusia sehingga namanya akan abadi dan akan senantiasa dikenang dalam waktu

yang lama.22

Bersilaturahmi antar kerabat khusus dan kerabat umum pada era globalisasi ini sangat diprlukan untuk mencapai kedamaian, kerukunan, dan persatuan. Pembinaan individu dan kerabat mendapat prioritas dalam Islam, diantaranya dengan melakukan silaturahmi. Pembinaan masyarakat dimulai individu, keluarga, kemudian masyarakat. Masyarakat akan merasakan kedamaian dan kenyamanan dalam hidup, manakala masing-masing individu dan keluarga rumah tangga melakukan tugas dan kewajiban silaturahmi secara baik yang didasarkan pada keimanan dan kasih sayang.

22


(35)

24

Kasih sayang merupakan sifat Allah SWT yang sangat banyak

disebutkan dalam al-Qur’an, maka sebagai manusia yang taat, percaya, dan

bertaqwa kepada-Nya tentu harus berupaya untuk meneladani sifat keutamaan Allah SWT tersebut dalam menjalani kehidupan, karena sesuai janji-Nya, Allah SWT akan menjadikan kasih sayang ada didalam hati orang-orang yang beriman dan beramal sholeh. Sebagaimana firman-Nya dalam surat Maryam ayat 96 sebagai berikut,









Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.(QS. Maryam: 96).23

Ayat tersebut dapat difahami secara logika bahwa setiap mukmin seharusnya hidup berdampingan dengan penuh kasih sayang, karena Allah SWT telah memberi masing-masing sifat kasih sayang, namun dalam realita pada masa sekarang adalah penuh dengan permusuhan, pertikaian, perselisihan, dan sifat-sifat tidak terpuji lainnya. Sedangkan Islam dalam

berbagai ayat al-Qur’an maupun hadits Nabi sebagai sumber ajaran Islam juga

menganjurkan pentingnya kasih sayang terhadap sesama.

23

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya special for woman (Bandung: Sygma, 2007), h. 312.


(36)

25

B. Kecerdasan Emosional

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan membaca, menulis, berhitung, sebagai jalur sempit keterampilan kata dan angka yang menjadi fokus di pendidikan formal (sekolah), dan sesungguhnya mengarahkan seseorang untuk mencapai sukses dibidang akademis. Tetapi definisi keberhasilan hidup tidak terpaut itu saja. Pandangan baru yang berkembang, ada kecerdasan lain diluar IQ, seperti bakat, ketajaman pengamatan sosial, hubungan sosial, kematangan

emosional yang harus juga dikembangkan.24

Istilah emotional intelegence yang dalam bahasa Indonesia

diterjemahkan dengan kecerdasan emosional yang pertama kali

diterjemahkan oleh Peter Salovey dari Hardward University dan John Mayer dari University of New Hampshire pada tahun 1990. Kemudian dipopulerkan oleh Daniel Goleman dalam sebuah buku “Emotional Intelegence”. Salovey dan Mayer menggunakan istilah kecerdasan emosional untuk menggambarkan sejumlah ketrampilan yang berhubungan dengan keakuratan penelitian tentang emosi diri sendiri dan orang lain, kemampuan mengelola perasaan untuk memotivasi, merencanakan, dan meraih tujuan kehidupan.

24


(37)

26

Dalam menjabarkan arti kecerdasan emosional, Salovey dan Mayer menggunakan pengertian “Kecerdasan Pribadi” yang dikemukakan oleh psikologi Horward Gardner sebagai definisi dasar, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi serta cara bekerja sama, juga kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain.

Definisi ini diperluas oleh Salovey dan Mayer dalam lima wilayah utama, yaitu:

a. Kemampuan untuk mengenali emosi diri sendiri

b. Kemampuan untuk mengelola dan mengekspresikan diri sendiri denga

tepat

c. Kemampuan untuk memotivasi diri sendiri

d. Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain

e. Kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain.25

Gardner menyebut kecerdasan emosional dengan istilah “Kecakapan Interpersonal” dan “Kecakapan Antarpersonal”. Kecakapan interpersonal adalah kemampuan yang bersifat kolektif terapi yang terarah ke dalam diri sendiri serta kemampuan untuk membentuk suatu model diri sendiri serta kemampuan untuk menggunakan model tersebut sebagai alat menempuh kehidupan secara efektif. Sedangkan kecakapan antarpersonal adalah

25

Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional: Mengapa EL Lebih Penting Daripada IQ, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 52.


(38)

27

kemampuan untuk memahami orang lain berupa pemahaman terhadap apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja sama dengan sesamanya dan mampu membedakan serta menanggapi dengan tepat suasana

hati, tempramen, motivasi dan hasrat orang lain.26

Menurut Aristoteles, kecerdasan emosional adalah suatu keterampilan langka, yaitu untuk marah pada orang yang tepat dengan kadar yang sesuai,

pada waktu yang tepat demi tujuan yang benar dan dengan cara yang baik.27

Wilayah EQ adalah hubungan pribadi dan berhubungan antar pribadi, EQ bertanggung jawab atas harga diri, kesadaran diri, kepekaan sosial, dan

kemampuan adaptasi sosial.28

Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh beberapa tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang dalam memahami, mengelola, memotivasi emosinya sendiri dan mampu memahami orang lain dan juga membina hubungan dengan orang lain.

Dari kesimpulan tersebut, kecerdasan emosional seseorang berarti dapat digolongkan menjadi dua bagian kemampuan, yaitu kemampuan interpersonal dan kemampuan personal yang mana keduanya tersebut dapat menjadikan seseorang tersebut menjadi sukses, baik dari dalam dirinya, maupun di tengah-tengah orang lain, dalam arti orang tersebut mampu

26

Ibid.,

27

Ibid., h. 9.

28


(39)

28

membina hubungan dengan orang lain dengan baik dan mampu secara bijaksana mengelola dirinya sendiri menjadi orang yang sukses.

2. Ciri-Ciri Kecerdasan Emosional

Emosi memainkan peranan penting dalam kehidupan seseorang. Kecerdasan emosional ditentukan oleh kecakapannya dibidang emosi dalam hal tersebut dapat dilatih dan ditingkatkan sejak diri secara terus menerus dan bukan kecerdasan yang bersifat bawaan sejak lahir, seperti kecerdasan intelektual, emosi dan akal adalah bagian suatu keseluruhan, itulah sebabnya istilah baru-baru ini diciptakan untuk menggambarkan kecerdasan hati

adalah EQ.29

Pelatihan dibidang emosional ini perlu dan penting dimulai pada masa kanak-kanak melewati berbagai aspek kehidupan dengan sukses. Menurut Goleman, aspek-aspek kecerdasan emosional adalah sebagai berikut:

a. Kemampuan mengenali emosi diri, yaitu:

1) Kemampuan individu untuk mengenali perasaan sesuai apa yang

terjadi, mampu memantau perasaan diri waktu ke waktu dan merasa selaras terhadap apa yang dirasakan.

2) Perbaikan dalam mengenali dan merasakan emosinya sendiri.

3) Lebih mampu memahami penyebab perasaan yang timbul.

4) Mengenali perbedaan perasaan dengan tindakan.

29


(40)

29

b. Kemampuan mengolah emosi, yaitu:

1) Untuk menangani perasaan sehingga perasaan dapat diungkap dengan

tepat.

2) Kemampuan untuk menenangkan diri.

3) Melepaskan diri dari kecemasan dan kemarahan yang menjadi-jadi.

c. Kemampuan memotivasi diri, yaitu:

1) Kemampuan untuk mengatur emosi sebagai alat untuk mencapai

tujuan.

2) Menunda kepuasan dan meregangkan dorongan hati.

3) Mampu berada dalam tahap flow.

d. Kemampuan mengenal emosi orang lain, yaitu:

1) Kemampuan untuk mengetahui perasaan orang lain.

2) Lebih mampu menerima sudut pandang orang lain.

3) Lebih baik dalam mendengarkan orang lain.

e. Kemampuan membina hubungan, yaitu:

1) Kemampuan mengelola emosi orang lain.

2) Berinteraksi secara mulus dengan orang lain.

3) Meningkatkan kemampuan menganalisis serta memahami

hubungan.30

30

Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional: Mengapa EL Lebih Penting Daripada IQ, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 52.


(41)

30

3. Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional

Perkembangan dan pertumbuhan manusia dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Adapun faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kecerdasan emosional tersebut adalah:

a. Faktor Otak

Faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi atau otak seseorang menurut psikologi perkembangan adalah pengalaman dan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. Seperti pendidikan, pelatihan,

pengalaman dan kejadian-kejadian yang dialami.31

EQ bekerja berdasarkan jaringan saraf asosiatif di otak, muka berfikir asosiatif adalah gaya berfikir EQ. Cara berfikirnya menggunakan hati dan tubuh. Kecerdasan ini merupakan jenis kecerdasan yang digunakan untuk menghasilkan efek-efek luar biasa oleh para atlet berbakat atau seorang penulis yang piawai.

Para ahli menganggap bahwa bagian otak yang disebut dengan sebutan sistem limbik, merupakan bagian otak yang mengurusi emosi-emosi manusia. Akan tetapi, sistem limbik tidak bisa dipisahkan dari korteks (terkadang disebut nonkorteks), karena kortekslah yang merupakan bagian terpenting otak yang dengannya otak bisa berfikir

(hingga bisa disebut dengan istilah akal). Korteks juga berperan penting

dalam memahami kecerdasan emosional.

31


(42)

31

Korteks memungkinkan kita mempunyai perasaan tentang perasaan kita sendiri. Sistem limbik, sering emosi otak terletak jauh dalam hemisfer otak besar dan terutama bertanggung jawab atas pengetahuan

emosi dan impuls. Sistem limbik meliputi hippo campus (tempat

berlangsungnya proses pembelajaran emosi dan tempat disimpannya

ingatan emosi), sedangkan amingdala (yang dipandang sebagai pusat

pengendalian emosi pada otak).32 Komponen ketiga dari sistem saraf yang

berhubungan dengan kecerdasan emosional dalam banyak hal justru paling menarik, karena komponen ini ikut mengatur bagaimana emosi secara biokimia dikirimkan ke berbagai bagian tubuh.

Amingdala adalah sekelompok sel yang berbentuk kacang almond

yang bertumpu pada batang otak. Amingdala merupakan gudang ingatan

emosi dan bagian tubuh yang memproses hal-hal yang berkaitan dengan emosi, seperti rasa sedih, marah, nafsu, kasih sayang dan sebagainya. Apabila amingdala hilang dari tubuh, maka manusia tidak akan mampu menangkap makna emosi dari suatu peristiwa. Keadaan ini disebut “Kebutaan Efektif”.33

b. Faktor Keluarga

Secara umum apabila berbicara mengenai keluarga maka tidak lepas dari konsep orang tua dan anak. Tugas kedua orang tua adalah

32

Muhammad Muhyiddin, Cara Islami Melejitkan Citra Diri, (Jakarta: Lentera, 2003), h. 34.

33

Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional: Mengapa EL Lebih Penting Daripada IQ, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 11.


(43)

32

mengasuh, membesarkan dan mendidik anak merupakan suatu tugas mulia yang tidak lepas dari berbagai halangan dan tantangan. Telah banyak usaha yang dilakukan orang tua maupun pendidik untuk mencari dan membekali diri dengan pengetahuan yang berkaitan dengan perkembangan anak. Lebih-lebih bila pada suatu saat dihadapkan pada

masalah yang menimpa diri anak.34

Orang tua memeggang peranan yang sangat penting terhadap perkembangan emosional anak, dimana lingkungan keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak dalam mempelajari emosi. Pengalaman masa kanak-kanak dapat memberikan pengaruh bagi perkembangan otak. Oleh karenanya jika anak-anak mendapatkan pelatihan emosi yang tepat, maka kecerdasan emosinya akan meningkat, begitupun sebaliknya.

Beberapa prinsip dalam mendidik dan melatih emosi anak, yaitu dengan menyadari dan mengakui emosi anak sebagai peluang kedekatan dalam mengajar, mendengar dengan penuh empati dan meneguhkan emosi anak, menentukan batas-batas emosi dan membantu anak dalam

memecahkan masalah yang sedang dihadapinya.35

34

Singgih D Sunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: Gunung Mulia, 2004), h. 3.

35

Daniel Goleman, Emotional Intelligence, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 41.


(44)

33

c. Faktor belajar

Faktor ini merupakan faktor yang lebih udah dikendalikan. Dengan pengendalian pra belajar lingkungan, seseorang akan mudah membina pola emosi yang positif dan menghilangkan pola emosi yang negatif sebelum berkembang menjadi kebiasaan yang tertanam kuat. Ada lima kegiatan belajar yang turut menunjang pola perkembangan emosi, yaitu:

1) Belajar coba dan ralat, hal ini melibatkan aspek reaksi. Anak akan

belajar mencoba-coba untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk tingkah laku ketika pemuasan didapatkannya dan menolak perilaku ketika sedikit atau tidak ada pemuasan yang didapatkannya.

2) Belajar dengan cara meniru, dengan cara mengamati hal-hal yang

membangkitkan emosi tertentu pada orang lain, biasanya anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati.

3) Belajar dengan cara mengidentifikasi, yaitu menirukan reaksi

emosional orang lain. Metode ini dilakukan karena kekaguman kepada orang lain dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya serta motivasi untuk menirukan orang yang dikagumi.

4) Belajar melalui pengkondisian, berani belajar dengan cara asosiasi.

Dalam metode ini obyek dan situasi pada mulanya gagal memancing reaksi emosional lalu kemudian berhasil dengan cara asosiasi. Metode ini berhubungan dengan aspek rangsangan.


(45)

34

5) Pelatihan, belajar dibawah bimbingan pengawasan. Kepada anak

diajarkan cara bereaksi bagaimana menerima atau menolak jika sesuatu emosi terangsang.

d. Faktor dukungan sosial

Dukungan sosial dapat berupa perhatian, penghargaan, pujian, nasehat, yang ada pada dasarnya memberikan kekuatan psikologis pada seseorang sehingga ia merasa kuat dan membuatnya menghadapi situasi yang sulit. Dukungan sosial dapat berupa suatu hubungan interpersonal yang didalamnya terdapat satu atau lebih bantuan dalam bentuk fisik,

informasi, dan pujian. Dukungan sosial dianggap mampu

mengembangkan aspek-aspek kecerdasan emosional sehingga

memunculkan perasaan berharga dalam mengembangkan kepribadian dan kontak sosial.

e. Faktor lingkungan sekolah

Guru memegang peranan penting dalam pengembangan potensi anak didik melalui teknik, gaya kepemimpinan, dan metode mengajarnya sehingga kecerdasan emosi anak (EQ) dapat berkembang secara

maksimal. Sistem pendidikan hendaknya tidak mengabaikan

perkembangan fungsi otak kanan terutama perkembangan emosi dan kondisi seseorang. Pemberdayaan pendidikan di sekolah hendaknya mampu memelihara keseimbangan antara perkembangan intelektual dan


(46)

35

psikologis anak sehingga dapat berekspresi secara bebas sesuai dengan perkembangannya.

4. Komponen-Komponen Kecerdasan Emosional

Daniel Goleman adalah seseorang yang telah mempopulerkan istilah “kecerdasan emosional”, walaupun istilah ini bukanlah istilah yang ia temukan sendiri. Menurutnya, “kecerdasan emosional” atau emotional intelligence merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri, dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya

dengan orang lain.36 Emosi yang lepas kendali dapat membuat orang pandai

menjadi bodoh. Tanpa kecerdasan emosi, orang tidak akan menggunakan kemampuan kognitif mereka sesuai dengan potensi yang maksimum. Kecerdasan emosi menentukan potensi kita untuk mempelajari

keterampilan-keterampilan praktis yang didasarkan pada lima unsurnya:37

a. Mengenali emosi diri

Merupakan karakteristik emosi untuk menunda kesenangan sesaat untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Hal ini sering juga disebut “menahan diri”. Orang yang cerdas secara emosi tidak memakai prinsip “harus memiliki segalanya saat itu juga”. Mengendalikan dorongan hati merupakan salah satu seni bersabar dan bersabar dan menukar rasa sakit

36

Muhammad Muhyiddin, ESQ Manajemen ESQ Power, (Yogyakarta: Diva Press, 2007), h. 83-84.

37


(47)

36

atau kesulitan saat ini dengan kesenangan yang jauh lebih besar dimasa yang akan datang. Kecerdasan emosi penuh dengan perhitungan.

b. Mengelola emosi diri

Merupakan kemampuan emosional yang meliputi kecakapan untuk tetap tenang dalam suasana apapun, menghilangkan kegelisahan yang timbul, mengatasi kesedihan atau berdamai dengan sesuatu yang menjengkelkan. Orang yang cerdas secara emosi tidak berada dibawah kekuasaan emosi. Mereka akan cepat kembali bersemangat apapun situasi yang menghadang dan tahu cara menenangkan diri. Mengelola emosi diri bukan berarti menekan perasaan. Salah satu ekspresi emosi yang bisa timbul bagi setiap orang adalah marah. Menurut Aristoteles, marah itu mudah. Tetapi untuk marah kepada orang yang tepat, tingkat yang tepat, waktu, tujuan, dan dengan cara yang tepat, hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang cerdas secara emosi. Ketiga hal tersebut diatas, merupakan kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi-emosi diri sendiri yang harus dimiliki oleh orang-orang yang dikatakan cerdas secara emosi.

c. Memotivasi Diri

Motivasi diri adalah dorongan hati untuk bangkit. Ia merupakan inti secercah harapan dalam diri seseorang yang membawa orang tersebut mempunyai cita-cita yang mendorongnya untuk meraih yang lebih tinggi. Motivasi merupakan kepercayaan bahwa sesuatu dapat dilakukan, bahkan


(48)

37

ketika masalah menghadangnya. Jika seseorang telah termotivasi, tidak ada seorang lain yang dapat mengambil kekuatan mereka untuk bergerak maju dan ketika motivasi itu datang dari dalam hati seseorang, mereka menjadi tak terkalahkan.

Orang dengan keterampilan ini cenderung sagat produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka hadapi. Ada banyak cara untuk memotivasi diri sendiri antara lain dengan banyak membaca buku atau artikel-artikel positif, tetap fokus pada impian-impian, evaluasi diri dan sebagainya.

d. Memahami Orang Lain (Empati)

Menyadari dan menghargai perasaan orang lain adalah hal terpenting dalam kecerdasan emosi. Hal ini juga biasa disebut dengan empati. Empati bisa juga berarti melihat dunia dari mata orang lain. ini berarti juga dapat membaca dan memahami emosi-emosi orang lain. memahami perasaan orang lain tidak harus mendikte tindakan kita. Menjadi pendengar yang baik tidak berarti harus setuju dengan apapun yang kita dengar. Keuntungan dari memahami orang lain adalah kita banyak pilihan tentang cara bersikap dan memiliki peluang lebih baik untuk berkomunikasi dan menjalin hubungan baik dengan orang lain.

Empati bermula dari kesadaran akan perasaan orang lain. lebih mudah untuk menyadari emosi orang lain jika mereka benar-benar menceritakannya secara langsung tentang apa yang dirasakan. Tetapi


(49)

38

selama mereka tidak menceritakannya, seseorang harus berusaha menanyakannya, membaca apa yang tersirat, menduga-duga, dan berupaya untuk meginterpretasikan isyarat-isyarat yang bersikap nonverbal. Orang yang ekspresif secara emosional adalah paling mudah untuk dibaca, tentunya lewat mata dan wajah mereka yang memberitahukan kita bagaimana perasaan mereka.

Seseorang yang mau membaca emosi orang lain haruslah berempati. Empati berbeda dengan simpati. Simpati hanya sekedar memahami masalah atau perlakuan seseorang. Empati lebih dari itu, empati bukan hanya memahami masalah orang lain tetapi juga merasakan apa yang dirasakan orang tersebut.

e. Kemampuan membina hubungan dengan orang lain

Memiliki perhatian mendasar terhadap orang lain. orang yang mempunyai kemampuan ini dapat bergaul dengan siapa saja, menyenangkan dan tenggang rasa terhadap orang lain yang berbeda dengan dirinya. Kecakapan jenis ini sangat membantu seseorang untuk berkomunikasi dan menjalin hubungan serta kepercayaan dengan orang lain. Gardner memecahnya menjadi empat jenis kemampuan, yakni: kepemimpinan, kemampuan membina hubungan dan mempertahankan persahabatan, kemampuan menyelesaikan konflik, dan keterampilan analisis sosial.


(50)

39

5. Manfaat Kecerdasan Emosional

Manfaat kecerdasan emosional dapat kita rasakan secara fisik maupun psikis.

a. Secara Fisik

Emosi yang baik adalah kekuatan terbesar bagi kesehatan kita. Hal ini berarti dengan mencerdaskan emosi kita akan dapat memberi manfaat positif bagi kesehatan fisik kita.

Menurut John A Schindler sakit yang disebabkan oleh emosi negatif lebih banyak adalah penyakit fisik. Penyakit itu mengakibatkan ribuan gejala yang bervariasi, seperti sakit leher, buang angin, atau radang

dinding lambung.38

Pada saat marah, sejumlah sel darah dalam sirkulasi darah meningkat sebanyak setengah juta per kubik mili meter, dan saat menjadi marah otot-otot dibagian luar perut menekan begitu ketat sehingg alat pencernaan menjadi sangat tegang sehingga banyak orang menderita sakit

perut hebat.39

Detak jantung meningkat luar biasa mencapai 180-220 atau lebih tinggi. Seperti orang yang terkena stroke ketika sedang marah, terjadi tekanan darah tinggi sehingga meledakkan aliran darah dalam oaknya. Demikian juga didalam kemarahan, urat nadi koroner didalam jantung

38

John A. Schendler, Bagaimana Menikmati Hidup 365 Hari dalam Setahun, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 17.

39


(51)

40

menekan cukup keras sehingga mengakibatkan kejang-kejang bahkan jantung koroner.

Emosi negatif juga mempengaruhi sistem syaraf otomis. Dampak syaraf yang umum adalah otot yang kejang, otot yang mengetat dan sangat sakit, baik dari bagian luar kaki, pembuluh darah, atau bagian perut. Dengan demikian otot yang mengetat secara emosional akan mengakibatkan rasa sakit pada bagian leher, perut, usus besar, kulit kepala, dan pembuluh darah.

Penyakit-penyakit fisik diatas diakibatkan karena lemahnya pengendalian emosi negatif, sedangkan mengendalikan atau mengganti emosi negatif menjadi emosi positif akan memberikan manfaat dalam berbagai hal, diantaranya:

1) Menghasilkan hormon optimal. Orang-orang yang cenderung

endorong kelenjar otak dalam cara yang tepat dan optimal untuk memproduksi suatu keseimbangan hormon. Sehingga menghasilkan ketenangan hati, tidak memperdulikan hal-hal yang merugikan, dorongan semangat hidup dan keceriaan.

2) Menghasilkan kerja yang menakjubkan. Contohnya seorang laki-laki

yang menderita infeksi ginjal dan cenderung marah serta sangat agresif, kemudian oleh seorang dukun Vood, emosi orang yang menderita infeksi ginjal tersebut diubah menjadi emosi yang cerah, memberikan dia semangat hidup, harapan dan kebenaran.


(52)

41

3) Menghindarkan dari pengaruh stress yang diakibatkan oleh emosi

negatif.40

b. Secara Psikis

Manfaat psikis dari kecerdasan emosi yaitu dapat menghindarkan

kita dari psikoneurosis atau neu rosisi yang terjadi akibat ketegangan

pribadi yang terus menerus dari konflik-konfliknya sehingga ketegasan

tidak segera mereda akan mengalami neurosis.

Psikoneurosis disebabkan dari faktor luar, misalnya pengalaman traumatis dan faktor dari dalam diri yaitu tidak dapat mengatasi

konflik-konflik dari dalam diri. Berikut ini adalah macam-macam psikoneurosis

sesuai gejalanya:

1) Neurosis kekhawatiran. Gejala psikoneurosis jenis ini adalah kekhawatiran atau was-was yang terus menerus tidak beralasan. Penderita menjadi gelisah, tidak tenang, dan sulit tidur. Kemudian termasuk juga takut, khawatir marah, semuanya itu membuat seseorang menjadi tegang, cemas, sehingga tidak dapat melihat kenyataan yang jelas.

2) Histeris. Penderita psikoneurosis jenis ini tidak sadar meniadakan fungsi salah satu anggota tubuhnya sendiri, sehingga sekalipun secara organis tidak ditemui adanya kelainan, anggota tubuh itu tidak dapat menjalankan fungsinya, namun orang tersebut menjadi lumpuh, buta,

40


(53)

42

atau tuli, tergantung pada anggota tubuh mana yang dibuatnya tidak berfungsi.

3) Neurosis obsesif-kompulsif. Jenis ini ditandai oleh pikiran-pikiran dan dorongan tertentu yang terus menerus. Orang yang bersangkutan tahu bahwa pikiran dan dorongan itu tidak benar dan tidak masuk akal, tetapi ia tidak melepaskannya. Misalnya, pikiran bahwa tangan itu adaah anggota tubuh yang penuh dengan kuman, karena kotor sehingga harus dicuci. Maka orang bersangkutan sangat sering

mencuci tangannya.41

Demikianlah salah satu penyebab penyakit psikis. Dengan kecerdasan emosi kita dapat mengendalikan emosi dan menggantikannya dengan emosi positif yang akan membuat hidup kita lebih optimis, percaya diri sehingga semua permasalahan dapat diatasi dengan cara yang tepat dan berfikir positif dalam menjalani hidup.

6. Pembentukan Kecerdasan Emosional

Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna dibanding makhluk lainnya. Manusia dianugerahkan akal dan fikiran dalam membuat pilihan yang bijak sewaktu berada dalam keadaan beremosi. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi memiliki beberapa kecakapan salah satunya yaitu mampu mengelola emosinya. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi mampu menjalin hubungan dengan baik kepada

41


(54)

43

orang disekelilingnya sehingga terjalin keharmonisan dalam hubungan

sosialnya.42

Cara membangun kecerdasan emosional banyak diusulkan oleh praktisi, salah satunya adalah usulan Claude Steiner. Berikut ini dijelaskan tentang langkah-langkah membangun kecerdasan gaya Claude Steiner yang

dimodifikasi oleh Agus Nggermanto seorang praktisi Quantum,43

langkah-langkah tersebut adalah:

a. Membuka Hati

Membuka hati ini adalah langkah awal dan utama, karena hati adalah simbol pusat emosi. Hatilah yang akan merasa damai ketika bahagia dalam kasih sayang dan cinta. Sebaliknya, hati akan merasa tidak nyaman ketika sedih, marah, dan patah hati. Dengan demikian kita mulai dengan membebaskan pusat kecerdasan kita dari impuls dan pengaruh yang membatasi perasaan kita untuk menunjukkan cinta satu sama lain.

b. Menjelajahi daratan emosi

Setelah membuka hati, seseorang akan dapat melihat kenyataan dan peran emosi dalam kehidupan dan dapat berlatih cara mengetahui apa yang dirasakan, seberapa kuat dan alasannya, sehingga mengetahui hambatan dan aliran emosi. Tahapan menjelajahi emosi adalah pernyataan

42

Gerungan W.A, Psikologi Sosial, (Bandung: Eresco, 1996), h. 43.

43


(55)

44

tindakan atau perasaan, menerima tindakan atau perasaan menggapai intuisi dan validasi percikan intuisi.

c. Mengambil tanggung jawab

Untuk memperbaiki dan mengubah kerusakan hubungan, kita harus mengambil tanggung jawab ketika suatu masalah terjadi antara kita dengan orang lain. setiap orang harus mengerti permasalahan, mengakui kesalahan dan keteledoran yang terjadi, membuat perbaikan dan bagi anak khususnya para remaja sangat penting untuk meningkatkan atau mengembangkan kecerdasan emosi, karena masa remaja adalah masa transisi menuju dewasa, banyak perubahan yang terjadi ketika menginjak masa remaja, baik fisik maupun psikis.

Untuk itu langkah-langkah yang bisa diambil untuk membangun

kecerdasan emosi bagi anak dan remaja menurut Maurice J. Elias, adalah:44

a. Sadari perasaan diri dan orang lain, ketika remaja tidak mampu

membedakan rasa bosan, marah, maka mereka akan cenderung merasa sedih, murung dan menarik diri dari pergaulan. Maka dari itu kesadaran memahami perasaan orang lain sangat penting untuk berinteraksi, sehingga tidak akan mengalami kerugian dalam pergaulan di masyarakat dan sekolah.

b. Tunjukkan empati dan cobalah memahami pandangan orang lain.

Beberapa keterampilan untuk dapat berempati diantaranya adalah non

44


(56)

45

verbal orang lain, kemampuan kognitif dan keragaman pengalaman hidup, hal tersebut dapat dilakukan dengan kegiatan pengabdian pada masyarakat, sehingga akan belajar mengalami aneka perspektif.

c. Menjaga ketenangan hati dan mengikuti aturan emas 24 karat. Menjaga

ketenangan hati berarti mengendalikan dorongan hati, hal tersebut akan membawa seorang lebih baik secara psikologis dan tingkah laku. Kemudian mengikuti aturan emas 24 karat adalah perlakuan orang lain bagaimana kita ingin orang lain memperlakukan kita, artinya hormati orang lain seperti kita ingin dihormati oleh orang lain dengan sebaik-baiknya.

d. Bersikap positif dan berorientasi pada tujuan dan rencana. Salah satu hal

penting tentang manusia adalah bahwa seseorang dapat menetapkan tujuan dan membuat rencana untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan mengetahui kekuatan ampuh optimisme dan harapan serta dalam keadaan berfifkir positif, akan terjadi reaksi biokimia dalam tubuh kita yang membentuk semangat tinggi dan keadaan penuh harap, sehingga cita-cita atau tujuan dapat tercapai dengan baik.

e. Menggunakan kecakapan sosial BEST dalam menangani hubungan:

B : Body Language (bahasa tubuh) maksudnya isyarat non verbal yang

ditunjukkan dengan tubuh. Misalnya orang yang marah akan mondar-mandir atau tetap berdiri tegap seakan mengancam.


(57)

46

E : Eye Contact (kontak mata) maksudnya dalam berbicara dengan

seseorang jangan sampai mata tertuju pada yang lain. seperti sambil menonton TV, atau membaca pesan di HP.

S : Speech (mengucapkan kata yang benar dan melewatkan

kata-kata yang salah) seharusnya dalam mengkritik atau menyindir lebih baik berbicara tentang diri sendiri. Seperti “saya suka berpakaian rapi” jika menyindir orang yang tidak berpakaian rapi.

T : Tone of Voice (nada suara) maksudnya dalam berbicara harus

menggunakan nadanya tulus dan lembut, jangan menyakitkan atau kasar. Maka dari penjabaran diatas, dapat diketahui bahwa indikator variabel kecerdasan emosi adalah: mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, empati dan membina hubungan dengan orang lain.

C. Efektivitas Kegiatan Anjangsana dalam Pembentukan Kecerdasan Emosional

Kegiatan anjangsana atau yang lebih dikenal dalam dunia Islam dengan istilah bersilaturahmi adalah salah satu sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW, karena dalam silaturahmi banyak terkandung akan berbagai hikmah dan juga keutamaan silaturahmi itu sendiri. Sebagai manusia yang dijadikan sebagai makhluk sosial tentunya berhubungan dengan manusia lainnya tak akan terlepas dalam kehidupan sehari-hari, karena selalu membutuhkan pertolongan dari orang lain.


(58)

47

Kegiatan anjangsana yang memiliki arti kunjungan untuk melepas rindu, kunjungan silaturahmi (ke rumah tetangga, saudara, kawan lama, sahabat) erat kaitannya dengan proses interaksi dalam pelaksanaannya. Seseorang butuh penyesuaian sosial untuk bisa menyesuaikan diri dalam kegiatan tersebut dengan orang lain. Jersild dkk mengemukakan aspek-aspek dalam penyesuaian sosial, yaitu: 45

1. Kesadaran selektif

2. Kemampuan toleransi

3. Otonomi

4. Integritas pribadi

Sedangkan menurut Hurlock, memiliki pemaparan yang berbeda tentang

aspek-aspek penyesuaian sosial. Adapun aspek tersebut meliputi: 46

1. Penampilan nyata

2. Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok

3. Sikap sosial

4. Kepuasan pribadi

Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna dibanding makhluk lainnya. Manusia dianugerahkan akal dan fikiran dalam membuat pilihan yang bijak sewaktu berada dalam keadaan beremosi. Seseorang

45

A.T Jersild, The Psychology of Adolesence, (New York: Mac Millan Publishing Company, 1978), h. 51.

46

E.B Hurlock, Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1980), h. 255.


(59)

48

yang memiliki kecerdasan emosi memiliki beberapa kecakapan salah satunya yaitu mampu mengelola emosinya. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi mampu menjalin hubungan dengan baik kepada orang disekelilingnya sehingga

terjalin keharmonisan dalam hubungan sosialnya.47

Daniel Goleman adalah seseorang yang telah mempopulerkan istilah “kecerdasan emosional”, walaupun istilah ini bukanlah istilah yang ia temukan sendiri. Menurutnya, “kecerdasan emosional” atau emotional intelligence merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri, dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan

baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain.48 Emosi yang

lepas kendali dapat membuat orang pandai menjadi bodoh. Tanpa kecerdasan emosi, orang tidak akan menggunakan kemampuan kognitif mereka sesuai dengan potensi yang maksimum. Kecerdasan emosi menentukan potensi kita untuk mempelajari keterampilan-keterampilan praktis yang didasarkan pada lima unsurnya:

1. Mengenali emosi diri

2. Mengelola emosi diri

3. Memotivasi Diri

4. Memahami Orang Lain (Empati)

5. Kemampuan membina hubungan dengan orang lain

47

Gerungan W.A, Psikologi Sosial, (Bandung: Eresco, 1996), h. 43.

48

Muhammad Muhyiddin, ESQ Manajemen ESQ Power, (Yogyakarta: Diva Press, 2007), h. 83.


(60)

49

Langkah-langkah yang bisa diambil untuk membangun kecerdasan emosi

bagi anak dan remaja menurut Maurice J. Elias, adalah:49

1. Sadari perasaan diri dan orang lain

2. Tunjukkan empati dan cobalah memahami pandangan orang lain

3. Menjaga ketenangan hati dan mengikuti aturan emas 24 karat

4. Bersikap positif dan berorientasi pada tujuan dan rencana

5. Menggunakan kecakapan sosial BEST dalam menangani hubungan,

a. Body Language (bahasa tubuh) b. Eye contact (kontak mata)

c. Speech (mengucapkan kata-kata yang benar dan melewatkan kata-kata yang salah)

d. Tone of Voice (nada suara)

Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, ketika bertemu saling menyapa yang mana sikap ini akan memupuk keakraban, saling mengingatkan jika saudaranya salah, mampu bersikap toleransi, tenggang rasa akan mudah membina penyesuaian sosial dimana ia tinggal dan dapat diterima dengan gembira oleh individu lain. Berhubungan atau berinteraksi dengan sesama manusia adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi setiap orang karena Islam memerintahkan agar umat manusia menjalin persaudaraan (menyambung silaturahmi) yang dilandasi

49


(61)

50

perasaan cinta dan kasih sayang serta melarang umatnya untuk memutuskan tali peraudaraan.

Tumbuh dan berkembangnya kecerdasan atau potensi dalam diri seseorang akan membuatnya memperoleh kemudahan-kemudahan dalam meningkatkan kualitas diri serta mengaktualisasikan tugas dan tanggung jawabnya sebagai makhluk yang mampu membina hubungan baik dengan orang lain.

Dengan adanya kegiatan anjangsana atau yang lebih dikenal dalam dunia Islam dengan istilah bersilaturahmi merupakan salah satu kegiatan yang dapat menjadikan seseorang berlatih untuk berempati dan membina hubungan dengan orang lain. Hal itu dirasa penting karena manusia merupakan makhluk sosial yang nantinya tumbuh menjadi pribadi yang dapat diterima di masyarakat.

Apabila kegiatan anjangsana ini dapat memberi efek yang besar dalam membentuk kecerdasan emosional dan bermanfaat bagi manusia untuk membina hubungan baik dengan manusia lain, maka kegiatan tersebut dapat ditularkan ke komunitas masyarakat lainnya sehingga hakikat manusia sebagai makhluk sosial dapat terpenuhi.


(62)

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah upaya dalam ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh faktor-faktor dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan

sistematis untuk mewujudkan suatu kebenaran.50 Pelaksanaan penelitian selalu

berhadapan dengan objek yang sedang diteliti, baik berupa manusia, peristiwa maupun gejala-gejala yang terjadi pada lingkungan yang diteliti. Hal ini merupakan variabel yang diperlukan dalam rangka penelitian yang akan dilakukan penulis, metode penelitian yang penulis terapkan dalam penelitian ini meliputi.

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian merupakan suatu usaha untuk mengumpulkan, mencatat, dan menganalisis suatu masalah. Selain itu juga dimaknai sebagai suatu penyelidikan secara sistematis, atau dengan giat dan berdasarkan ilmu pengetahuan mengenai sifat-sifat pada dari pada kejadian atau keadaan-keadaan dengan maksud untuk menetapkan faktor-faktor pokok atau menemukan paham-paham baru dalam mengembangkan metode-metode baru.51

Jenis penelitian yang penulis teliti ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Creswell mendefinisikan metode kualitatif merupakan

metode-50

Mardalis, Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), h.24

51


(63)

52

metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna oleh sejumlah individu atau sekelompok orang yang dianggap berasal dari masalah sosial atau

kemanusiaan.52

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, pendekatan ini sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari organisasi dan perilaku yang diamati dan diarahkan pada latar alamiah dan individu secara holistik

(menyeluruh).53

Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting,

seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur,

mengumpulkan data yang spesifik dari partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema umum, dan

menafsirkan makna data.54 Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor yang

dikutip oleh Lexy mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan

dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.55

Pada penelitian kualitatif, bisa saja melibatkan proses pengumpulan data, interpretasi, dan pelaporan hasil secara serentak dan bersama-sama,

52

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 283.

53

Joko Subagyo, Metode Penelitian (Dalam Teori dan Praktek), (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2011), h.1.

54

John W. Creswell, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h.4-5.

55

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h.4.


(1)

98

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penyajian data serta analisis data yang terkumpul, maka diperoleh suatu kesimpulan sebagai berikut:

1. Kegiatan anjangsana merupakan kegiatan ekstrakulikuler yang wajib diikuti oleh santriwati di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya. Pelaksanaan kegiatan anjangsana dilakukan 2 minggu sekali yaitu tepatnya pada hari sabtu dan minggu, dalam satu kegiatan anjangsana 2 minggu sekali tersebut, santriwati bisa berkunjung ke 3-4 rumah santriwati. Mereka menginap di salah satu rumah santriwati yang dituju tersebut. Setiap pelaksanaannya, santriwati membayar uang untuk keperluan kegiatan anjangsana seperti untuk kas, membantu shohibul bait, dan transportasi. Adapun kegiatan tersebut diisi dengan acara pembukaan yang didalamnya terdapat prakata shohibul bait dan perwakilan santriwati, setelah itu dilanjut acara kirim do’a kepada leluhur keluarga yang telah meninggal, dilanjut acara khotmil qur’an, selanjutnya acara diba’iyah, dan setelah itu ramah tamah. Semua rangkaian acara tersebut dilakukan di setiap rumah santriwati yang akan dikunjungi.

2. Pembentukan kecerdasan emosional santriwati di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya dinyatakan baik. Hal ini berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan pengurus pondok dan santriwati,


(2)

serta didukung dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat mendidik emosi santriwatinya. Indikator yang dinilai baik yaitu berbuat baik kepada sesama santriwati, saling memahami dan bertoleransi, mampu mengenal karakter santriwati lain, mampu membagi waktu antara kegiatan kampus dan kegiatan pondok pesantren.

3. Kegiatan anjangsana dinilai efektif untuk membentuk kecerdasan emosional santriwati di Yayasan Pondok Pesantren Putri An-Nuriyah Surabaya. Dengan mengikuti kegiatan anjangsana santriwati terlatih menjadi pribadi yang mampu mengenali emosinya dan emosi orang lain, mampu memotivasi diri, berempati, dan mampu membina hubungan baik dengan santriwati lain.

B. Saran

Dengan adanya kesimpulan yang telah dipaparkan diatas, maka penulis memberi saran-saran yang diharapkan dapat menjadi kontribusi pemikiran dan pembentukan kecerdasan emosional santriwati di masa yang akan datang menjadi lebih baik dari masa sekarang. Penulis memberikan beberapa saran:

1. Diharapkan para santriwati meningkatkan kesadaran masing-masing untuk menerapkan hubungan baik dengan santriwati lain, rasa kekeluargaanya lebih erat.

2. Untuk mencapai hasil yang maksimal santriwati perlu mendapat dorongan dalam berbagai kegiatan di pondok pesantren. Kegiatan anjangsana menunjang dalam pembentukan kecerdasan emosional santriwati harus dipertahankan, oleh karena itu para guru dan pengurus hendaknya memberi


(3)

100

pengawasan yang lebih dalam kegiatan apapun agar tercapai tujuan dari kegiatan tersebut.

3. Dalam kegiatan anjangsana, pengurus seharusnya lebih intens dalam mengawasi kegiatan ini, serta menumbuhkan semangat seorang santriwati untuk meningkatkan kepeduliannya terhadap sesama, dengan harapan akan terbentuk emosi santriwati yang lebih baik.


(4)

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendeketan Praktek. cet. ke-11. Yogyakarta: Rineka Cipta.

Creswell, John W. 2013. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Departemen Agama RI. 2007. Al-Qur’an dan Terjemahannya special for woman. Bandung: Sygma.

Elias, Maurice J. 2002. Cara-cara Efektif Mengasah EQ Remaja. Bandung: Kaifa. Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi.

Jakarta: Rineka Cipta.

Goleman, Daniel. 1995. Kecerdasan Emosional. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Goleman, Daniel. 2000. Emotional Intelligence. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Goleman, Daniel. 2002. Kecerdasan Emosional: Mengapa EL Lebih Penting Daripada IQ. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hadi, Sutrisno. 1996.Metodologi Research II. Yogyakarta: Penerbit Fakultas UGM. Hurlock, E.B. 1980. Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Ilyas, Yunahar. 2007. Kuliah Akhlak. cet. ke-9. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Irawan, Sarlito. 1982. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang.

Jersild, A.T. 1978. The Psychology of Adolesence. New York: Mac Millan Publishing Company.

M. Setiadi, Elly dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial : Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana.


(5)

102

Mardalis. 1999. Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.

Moleong, Lexy J. 2013. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Muhyiddin, Muhammad. 2003. Cara Islami Melejitkan Citra Diri. Jakarta: Lentera. Muhyiddin, Muhammad. 2007. ESQ Manajemen ESQ Power. Yogyakarta: Diva

Press.

Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakir. 2001. Nuansa-nuansa Psikologi Islam. cet. ke-1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Najati, Utsman. 2002. Belajar EQ dan SQ dari Sunah Nabi. cet. ke-1. Jakarta: Hikmah.

Nggermanto, Agus. 2005. Quantum Quetient. Bandung: Nuansa.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Schendler, John A. 1995. Bagaimana Menikmati Hidup 365 Hari dalam Setahun. Jakarta: Bumi Aksara.

Segal, Jeanne. 2001. Melejitkan Kepekaan Emosional. Bandung: Kaifa.

Subagyo, Joko. Metode Penelitian (Dalam Teori dan Praktek). Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.. Sujanto, Agus. 1993. Psikologi Umum. Jakarta: Bumi Aksara.

Sunar P, Dwi. 2010. Edisi Lengkap IQ, EQ, dan SQ. Yogyakarta: Flash Books. Sunarsa, Singgih D. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta:


(6)

Syafe’i, Rachmat. 2000. Al-Hadits, Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum. Bandung: Pustaka Setia.

Trianto. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Prestasi Pustakaraya. W.A, Gerungan. 1996. Psikologi Sosial. Bandung: Eresco.

Warson, Ahmad dan Zainal Abidin. 2007. Kamus al-Munawir Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif.