Analisis Kandungan Timbal (Pb) Pada Permen Dan Bungkus Permen Yang Sering Dikonsumsi Oleh Anak-anak Kecil Secara Spektroskopi Serapan Atom (SSA)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kandungan timbal pada permen dan bungkus permen

Timbal (Pb) tidak hanya terdapat pada cat pewarna pada bungkus tetapi juga
terdapat pada permen. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
mahasiswa dari korea selatan terhadap permen yang sering dikonsumsi oleh anakanak kecil, menunjukkan bahwa logam berat seperti Pb terdapat juga pada permen
dan bungkusnya. Pada penelitian tersebut telah menunjukkan bahwa pada
beberapa sampel permen yang sering dikonsumsi oleh anak-anak kecil tersebut
mengandung logam Pb yang cukup tinggi terutama pada bungkus permen.
Banyaknya merek permen yang beredar di korea selatan dengan jenis yang
berbeda dan desain bungkus yang beraneka ragam membuat tertarik anak-anak
kecil untuk membelinya dan logam Pb pada cat pewarna bungkus dapat
terkontaminasi ke tangan mereka, dimana banyak anak-anak yang masih punya
kebiasaan untuk mengemut tangan sehingga jika logam Pb ini masuk kedalam
tubuh maka dapat menimbulkan penyakit kanker.

Kandungan timbal (Pb) ini dapat dengan mudah ditemukan pada permen dan
bungkus permen dengan merek yang beredar sekarang. Dimana timbal (Pb) ini

diketahui terdapat pada cat pewarna bungkus permen. Pada cat pewarna bungkus
tersebut memiliki pigmen yang berfungsi sebagai pemberi warna pada cat.
Pigmen pada cat ini mengandung logam timbal (Pb) tapi dalam bentuk senyawa
yaitu antara lain: Pb3O4 (pigmen red 105) dan Ca2PbO4 (pigmen brown 10).
Timbal (Pb) ini terdapat pada permen karena adanya beberapa faktor yaitu bahan
baku pembuatan permen yang telah mengandung timbal (Pb), media produksi
permen yang berbasis logam, kemasan permen yang mengandung timbal dan zat
aditif dalam permen (Ki-Cheol Kim,2008).

2.2. Kandungan Logam Berat

Istilah “logam” secara khas memberikan suatu unsur yang merupakan konduktor
listrik yang baik dan mempunyai konduktivitas panas, rapatan, kemudahan
ditempa, kekerasan, dan keelektropositifan yang tinggi. Istilah “logam berat”
digunakan secara luas dalam literatur ilmiah untuk memberikan terhadap logam
beracun. Defenisi “logam berat” terutama berdasarkan (1) gaya berat spesifik
logam (lebih besar dari 4 atau 5), (2) tempatnya pada Tabel Periodik, sebagai
contoh, unsur-unsur dengan jumlah atom 22-34 dan 40-52, serta lantanida dan
aktinida, dan (3) tanggapan spesifik biokimiawi di dalam hewan dan tumbuhan
(Connel, D.W. 1995).


Logam juga dapat menyebabkan timbulnya suatu bahaya pada makhluk
hidup. Hal ini terjadi jika sejumlah logam mencemari lingkungan. Logam-logam
tertentu sangat berbahaya jika ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam
lingkungan, karena logam tersebut mempunyai sifat merusak tubuh makhluk
hidup. Disamping hal tersebut, beberapa logam sangat diperlukan dalam proses
kehidupan makhluk hidup (Darmono, 1995).

Disamping hal tersebut, beberapa logam sangat diperlukan dalam proses
kehidupan makhluk hidup. Dalam hal ini logam dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu logam esensial dan nonesensial. Logam esensial adalah logam yang sangat
membantu di dalam proses fisiologis makhluk hidup dengan jalan membantu kerja
enzim atau pembentukan organ dari makhluk yang bersangkutan. Sedangkan
logam nonesensial adalah logam yang peranannya dalam tubuh makhluk hidup
belum diketahui, kandungannya dalam jaringan hewan sangat kecil dan apabila
kandungannya tinggi akan merusak organ – organ tubuh makhluk yang
bersangkutan (Vogel, A.I. 1994).

Logam berat (heavy metal) atau logam toksik (toxic metal) adalah bentuk
umum yang digunakan untuk menjelaskan sekelompok elemen-elemen logam

yang kebanyakan tergolong berbahaya bila masuk ke dalam tubuh makhluk hidup.

Logam berat yang terdapat baik di lingkungan maupun di dalam tubuh manusia
dalam konsentrasi yang sangat rendah disebut juga sebagai trace metals. Trace
metals seperti Cadmium (Cd), Timbal (Pb) dan Merkuri (Hg) mempunyai berat
jenis sedikitnya 5 kali lebih besar daripada air (Nugroho, A. 2006).

Logam berat dapat menimbulkan efek gangguan terhadap kesehatan
manusia, tergantung pada bagian mana dari logam tersebut yang terikat dalam
tubuh serta besarnya dosis paparan. Efek toksik dari logam berat mampu
menghalangi kerja enzim sehingga menggangu metabolisme tubuh, menyebabkan
alergi, bersifat mutagen, tetratogen, atau karsinogenik bagi manusia maupun
hewan (Widowati, W. 2008).

2.3. Timbal (Pb)

Timbal (Pb) adalah logam yang berwarna abu-abu kebiruan, dengan rapatan
yang tinggi (11,48 g ml- 1 pada suhu kamar). Ia mudah melarut dalam asam nitrat
yang sedang pekatnya (8M) (Vogel, A.I,1994). Timbal mempunyai kimiawi
kation yang dapat ditetapkan secara baik, kebanyakan garam timbal hanya larut

sebagian dalam air (Cotton,F.A,2009). Timbal merupakan senyawa yang
mengandung toksik yang tinggi dan lebih dikenal dalam masyarakat daripada
arsenik saat ini. Polusi timbal dianggap oleh para ahli menjadi masalah
lingkungan utama yang dihadapi dunia modern (Meyer, 1990).
Logam berat secara langsung maupun tidak langsung dapat membahayakan
manusia seperti Timbal (Pb) dapat mengakibatkan penghambatan sistem
pembentukan hemoglobin sehingga menyebabkan anemia, sistem ginjal, sistem
produksi dan dapat merusak sel-sel. Walaupun jumlah timbal yang diserap sedikit,
logam ini ternyata menjadi sangat berbahaya. Hal ini disebabkan senyawasenyawa timbal dapat memberikan efek racun terhadap organ yang terdapat di
dalam tubuh (Palar, H. 2008).

Timbal dapat ditemukan dalam bentuk senyawa inorganik dan organik.
Semua bentuk Pb tersebut berpengaruh sama terhadap toksisitas pada manusia.
Timbal adalah logam toksik yang bersifat kumulatif sehingga mekanisme
toksisitasnya dibedakan menurut beberapa organ yang dipengaruhinya. Timbal di
dalam tubuh terutama terikat dalam gugus –SH dalam molekul protein dan hal ini
menyebabkan hambatan pada aktivitas kerja sistem enzim, penggunaan Pb untuk
proses pembuatan makanan kaleng sudah banyak menurun, tetapi sumber
toksisitas Pb pada anak umur sekitar 2 tahun ialah 45% dari makanan
terkontaminasi, 45% dari debu, dari barang yang dijilat atau dimakan 8% dan 1%

dari udara. Bayi dan anak-anak biasanya lebih peka terhadap toksisitas Pb dari
pada orang dewasa. Gejala keracunan akut Pb pada anak dimulai dengan
hilangnya nafsu makan (anoreksia), kemudian diikuti dengan rasa sakit perut dan
muntah, tidak berkeinginan untuk bermain, berjalan sempoyongan, sulit berkatakata, ensepalopati dan akhirnya koma (Darmono, 1995).

2.4. Permen (Candy)
Permen adalah sejenis gula-gula (confectionary)/makanan berkalori tinggi
yang pada umumnya berbahan dasar gula, air, dan sirup fruktosa. Permen adalah
gula-gula (confectionery) yang dibuat dengan mencampurkan gula dengan
konsentrasi tertentu ke dalam air yang kemudian ditambahkan perasa dan
pewarna. Permen yang pertama kali dibuat oleh bangsa Cina, Timur tengah,
Mesir, Yunani dan Romawi tidak menggunakan gula tetapi menggunakan madu.
Mereka

menggunakan

madu

untuk


melapisi

buah

atau

bunga

untuk

mengawetkannya atau membuat bentuk seperti permen (Minifie,B.W.1989).
Candy atau permen merupakan makanan yang manis dan umumnya
memiliki bentuk seperti batangan atau pieces. Permen sangat digemari oleh semua
kalangan. Menurut jenisnya dikelompokkan menjadi dua macam yaitu permen
kristalin (krim) dan permen non kristalin (amorphous). Permen kristalin biasanya
mempunyai rasa yang khas dan apabila dimakan terdapat rasa krim yang
mencolok. Contoh permen kristalin adalah fondant, dan fudge. Sedangkan permen

non kristalin (amorphous) terkenal dengan sebutan “without form”, berdasarkan
teksturnya dibedakan menjadi hard candy (hard boiled sweet), permen kunyah

(chewy candy) (Winarno,F.G.2008). Tidak seperti permen keras yang hanya
terdiri dari satu jenis permen, Permen lunak terdiri dari beberapa jenis permen.
Permen yang tergolong sebagai permen lunak diantaranya:
1. Permen Jelly
Permen jelly adalah permen bertekstur lunak, yang diproses dengan
penambahan komponen hidrokoloid seperti agar, gum, pektin, pati, karegenan,
gelatin, dan lainlain yang digunakan untuk modifikasi tekstur sehingga
menghasilkan produk yang kenyal. Permen jelly harus dicetak dan diproses
aging terlebih dahulu sebelum dikemas.
2. Taffy
Taffy adalah permen lunak dan kenyal yang dibuat dari gula mendidih yang
ditarik hingga porous kemudian benang tipis taffy dipotong dan digulung pada
gulungan kertas minyak. Taffy terbuat dari molases, mentega, dan gula palm
(brown sugar). Taffy sering diberi pewarna dan perasa. Di Inggris, taffy
disebut toffy, sedikit lebih keras dibandingkan taffy di Amerika.
3. Nougat
Nougat popular di Eropa khususnya Prancis, Spanyol, dan Italia. Nougat
adalah permen yang terbuat dari kacang panggang (kenari atau hazelnut) dan
buah kering yang dimasak dalam madu atau gula hingga membentuk pasta.
Ada dua macam nougat yaitu putih dan cokelat. Nougat putih dibuat dari putih

telur yang dikocok sampai halus, sedangkan nougat cokelat terbuat dari gula
yang menjadi karamel dan memiliki tekstur keras.
4. Karamel
Karamel ditemukan di Arab. Awalnya karamel adalah gula hangus yang
digunakan oleh para putri untuk perontok rambut bukan sebagai permen.
Karamel dihasilkan saat gula dipanaskan pada suhu sekitar 320-350°C

sehingga menjadi cairan kental dengan warna keemasan hingga coklat gelap.
Penambahan vanila, sirup jagung, mentega, dan susu menghasilkan permen
yang lengket dan berawarna coklat.
5. Marshmallow
Marshmallow adalah jenis permen yang memiliki tekstur seperti busa.
Marshmallow terbuat dari sirup jagung, gelatin atau putih telur, gula, dan pati
yang dicampur dengan tepung gula. Marshmallow pada skala pabrik dibuat
dengan mesin ekstrusi. Marshmallow sering dimakan setelah dipanggang di
atas api sehingga bagian luar marshmallow mengalami karamelisasi
sedangkan bagian dalam sedikit mencair (De Man,J.M.1980).
6. Permen Karet
Permen karet (chewing gum) merupakan yang pada dasarnya terbuat dari
lateks alami atau sintetis yang dikenal dengan nama poliisobutilen. Permen

karet pertama yang dijual di pasaran dibuat oleh John Bacon Curtis pada tahun
1800an tetapi paten pertama dari permen karet dimiliki oleh William F.
Semple pada tahun 1869. Permen karet (chewing gum) memiliki banyak
macam varietas, yaitu:


Gum balls, yaitu permen karet bundar yang biasa dijual dalam gum ball
machines dan terdiri dari berbagai warna.



Bubble gum, yaitu permen karet yang memiliki karakteristik unik yaitu
dapat ditiup.



Sugarfree gum, yaitu permen karet yang terbuat dari pemanis buatan.




Candy & Gum Combination, yaitu kombinasi antara permen konvensional
dengan permen karet.



Functional gum, yaitu permen karet yang memiliki fungsi tertentu,
misalnya Nicogum yang membantu mengatasi kecanduan perokok dan
Vibe Energy Gum yang mengandung kafein, ginseng, dan teh hijau.

Hard candy dengan kandungan total solid sebanyak 97% memberikan tekstur
yang baik dan memberikan umur simpan yang optimal. Akan tetapi jika semua
hanya terdiri dari sukrosa maka akan menjadi lewat jenuh, sehingga karbohidrat
ini menjadi tidak stabil. Masalah ini dapat diatasi dengan menggunakan campuran
sukrosa dan sirup glukosa. Sirup glukosa yang digunakan dapat meningkatkan
viskositas dari permen sehingga permen tetap tidak lengket dan mengurangi
migrasi molekul karbohidrat. Permen yang jernih dapat dihasilkan dengan
kandungan air yang rendah dan penambahan sirup glukosa yang akan
mempertahankan viskositas tinggi (Faridah,2008).

Produk ini dibuat dengan mendidihkan campuran gula dan air bersama

dengan bahan pewarna dan pemberi rasa sampai tercapai kadar kira-kira 3%.
Biasanya suhu digunakan sebagai penunjuk kandungan padatan. Sesudah didihkan
sampai mencapai kandungan padatan yang diinginkan (kurang lebih 1500C) sirup
dituangkan pada cetakan dan dibiarkan tercetak. Seni membuat permen dengan
daya tahan yang memuaskan terletak pada pembuatan produk dengan kadar air
minimum dan dengan sedikit saja kecenderungan untuk mengkristal. Kristalisasi
dalam produk-produk ini berakibat mengurangi penampilan yang jernih seperti
kaca dan membentuk masa yang kabur. Kekurangan ini disebut graining, dan
mengakibatkan penampilan yang kurang memuaskan dan terasa kasar pada lidah.

Kritalisasi akan terjadi secara spontan tetapi dapat dicegah dengan
menggunakan bahan-bahan termasuk sirup glukosa dan gula invert yang tidak
mengkristal tetapi sangat menghambat terjadinya kristalisasi pada permen. Bahan
ini ditambahkan pada ramuan dan dibuat selama proses pemasakan dengan katalis
seperti tartrat untuk menghidrolisis sukrosa (Buckle, K.A,2007).

Beberapa komposisi permen secara umum yang terdapat pada permen yaitu :
1. Sukrosa dan glukosa
Permen yang sering kita konsumsi memiliki rasa yang sangat manis lantaran
mengandung sukrosa atau gula pasir. Glukosa pada permen memiliki peran
untuk memperbaiki tekstur permen agar terasa lembut.
2. Sakarin atau Siklamat
Sakarin di dalam permen berguna sebagai pemanis buatan agar permen lebih
manis.
3. Asam malat
Kandungan asam malat pada permen berguna untuk memberi rasa asam atau
segar seperti buah-buahan.
4. Asam Sitrat
Digunakan sebagai pengawet alami yang menghindarkan dari antioksidan.
5. Zat pewarna
Zat pewarna pada permen yang digunakan pada permen ada yang bersifat alami
dan sintetik. Pewarna alami yang digunakan pada permen berasal dari buahbuahan, susu, coklat atau berasal dari bahan-bahan rempah. Pewarna sintetik
juga sekarang sudah digunakan sebagai pewarna pada permen karena warna
yang diberikan lebih baik dibandingkan dengan pewarna alami, misalkan :
Bahan pewarna Tartrazin, Sunset Yellow, dan Eritrosin (Isabella,2010).
6. Zat tambahan lainnya
Zat tambahan lain yang digunakan sebagai pemberi rasa pada permen agar
memiliki rasa yang menarik sehingga menarik minat untuk membelinya.
Biasanya

yang

digunakan

(Sherrington,K.B.1994).

adalah

Susu,

Coklat

ataupun

Kopi

Komposisi pada sampel permen adalah sebagai berikut :
1. Sampel permen A
Komposisi permen adalah Sirup glukosa, gula, air, penstabil (gelatin sapi),
humektan (sorbitol), pengatur keasamaan asam sitrat, asam laktat, perisa
(stroberi, apel, lemon), bahan pelapis minyak nabati, pewarna tartrazin Cl.
19140 (E102), merah alura Cl. 16035 (E129), dan biru berlian Cl. 42090
(E133).
2. Sampel permen B
Sirup gukosa, gula, air, penstabil (gelatin sapi), humektan (sorbitol), pengatur
keasaman sitrat, asam laktat, ektrak buah (stroberi, melon dll.), pewarna
(karmoisin Cl. 14720, tartrazin Cl.19140, biru berlian Cl.42090).
3. Sampel permen C
Gula, glukosa, susu kental manis, mentega, kakao, trikalsium fosfat,
pengemulsi nabati, perisa (stroberi, coklat, melon, susu), ekstrak buah
(stroberi, melon), pewarna (karmoisin Cl.14720, tartrazin Cl. 19140, biru
berlian Cl. 42090).
4. Sampel permen D
Gula, sirup glukosa, ektrak mint bubuk (1%), perisa artifisial berleymint,
mentol kristal, dan pewarna biru berlian Cl. 42090.

Pada produksi permen dengan skala industri sekarang ini menggunakan peralatan
yang lebih modern untuk menghasilkan produk permen yang lebih baik. Ada
beberapa proses yang dilakukan dalam pembuatan permen atau candies antara
lain:

1)

Whipping dan Aeration
Untuk memperoleh hasil yang baik, biasanya ke dalam bahan dicampurkan
surfaktan dan protein, kemudian dilakukan beating (whipping) campuran
bahan secara mekanis. Proses ini menyebabkan udara atau nitrogen akan
tertahan oleh protein, sehingga tekstur permen tidak keras.

2)

Pembentukan atau pencetakan
Pembentukan atau pencetakan permen dapat dilakukan menggunakan alat
ekstruder atau dengan menggunakan alat cetakan (moilding).

3)

Rolling dan cutting
Merupakan proses dalam pembuatan permen berbentuk batangan atau pieces,
terutama terhadap produk-produk plastis seperti karamel, fudge, nougat dan
berbagai pasta. Campuran bahan permen-permen yang berbentuk plastis
karena kandungan airnya, lemak dan suhunya, kemudian dialirkan ke suatu
roller untuk menghasilkan lempengan dengan ketebalan tertentu. Lempengan
atau lembaran ini kemudian di alirkan ke peralatan cutting (pemotongan) untuk
dipotong-potong sesuai bentuk yang diinginkan.

4)

Die Forming
Proses ini banyak digunakan dalam pengolahan hard candy dan beberapa jenis
karamel dan toffee. Permen-permen tersebut dibentuk menjadi normal,
flavored pieces, filled pieces (bonbon) dan pulled candy. Prinsip proses ini
adalah pendinginan sirup yang telah didihkan dalam kondisi yang terkontrol
sampai bertekstur plastis. Kemudian dibentuk menjadi “rope” atau bentuk tali
yang dengan menggunakan peralatan dengan saluran keluar berbentuk “dies”
dilakukan pengepresan membentuk berbagai bentuk atau pola yang
dikehendaki. Kemudian segera dialirkan ke alat pendingin dan pembungkus.
Modifikasi dari prinsip ini dilakukan pada karamel dan permen kunyah (chewy
candies). Dalam hal ini “rope” juga dihasilkan, tetapi langsung dialirkan ke
peralatan “cut and wrap machine”, yang menggunakan sistem pemotongan
dengan pisau yang berputar dengan cepat yang memotong “rope” menjadi

potongan-potongan yang kecil. Potongan-potongan kecil atau pieces tersebut
kemudian dialirkan ke bagian alat pengemas.

5)

Panning
Terdapat dua macam “panning” gula yaitu hard panning dan soft panning.
Dalam hard panning, lapisan sirup dan gula berturut-turut dibentuk di atas
“center” (bahan yang digunakan untuk mengisi bagian tengah permen) yang
cocok, misalnya kacang-kacangan dan dikeringkan dengan dengan udara
hangat. Soft panning dilakukan dengan cara yang sama dengan hard panning
tetapi merupakan proses dingin. Center yang lunak digunakan, misalnya pasta,
jelly, atau karamel lunak dan dilakukan pelapisan dengan gula atau sirup
glukosa. Setelah dilakukan pelapisan sampai ukuran dan berat yang benar,lalu
permen dikeringkan.

6) Pelapisan (Edible Coating)
Kadang-kadang produk-produk permen diberi lapisan luar yang berupa coklat,
“confectioner glaze” untuk pengkilatan, mineral oil untuk mengkilatkan dan
zein (salah satu fraksi protein jagung).

7)

Pengemasan atau pengepakan
Produk permen yang telah diproduksi, dikemas dalam bahan pengemas primer,
berupa kertas, edible film atau plastik, yang selanjutnya dikemas dengan
pengemas sekunder baik berupa karton maupun kaleng (Donald,M.1984).

2.5. Sistem Pengemasan (Bungkus)

Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi sekeliling
yang tepat bagi bahan pengan dan dengan demikian membutuhkan pemikiran dan
perhatian yang lebih besar daripada yang biasanya diketahui. Kebanyakan
pengemasan digunakan untuk membatasi antara bahan pangan dan keadaan
normal sekelilingnya untuk menunda proses kerusakan dalam jangka waktu yang

diinginkan. Penyebab kerusakan pangan dapat terjadi karena perubahan fisik
karena suhu, seperti pelunakan coklat atau pemecahan emulsi. Perubahanperubahan biokimia dan kimia karena mikroorganisme atau karena interaksi
antara berbagai komponen dalam produk, seperti pencoklatan pada daging adalah
contoh perubahan kimia yang tidak dapat dikendalikan seluruhnya oleh
pengemasan. Namun, secara nyata pengemasan akan berperan sangat penting
dalam mempertahankan bahan tersebut dalam keadaan bersih dan dalam keadaan
higienis.

Bahan pengemasan yang digunakan untuk bahan pangan dapat berupa bahan
kemasan tipis yang fleksibel. Istilah plastik tipis yang fleksibel (flexible film)
termasuk bahan-bahan yang dibuat dari aluminium foil, kertas, selulosa yang
diregenerasi dan sekelompok polimer organik. Masing-masing dapat dibentuk
dalam ukuran, komposisi kimia, struktur fisik dan sifat-sifat lain yang berbedabeda. Plastik tipis yang bersifat fleksibel ini mempunyai perbedaan dalam
ketahanan terhadap asam, basa, lemak dan minyak dan pelarut organik (Buckle,
K.A,2007).

Banyak sekali material yang dapat digunakan sebagai bahan kemasan,
diantaranya adalah logam, kayu, plastik, gelas dan kertas. Pemilihan bahan
kemasan ini sangatlah penting dan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Mempunyai kekuatan mekanis sehingga dapat menjaga mutu,
penampilan dan kandungan produk.
2. Mempunyai penampilan yang menarik.
3. Tidak beracun dan dapat digabungkan dengan bahan minuman.
4. Aman bagi kesehatan.
5. Memberi perlindungan terhadap gas dan bau.
6. Memberi perlindungan terhadap pengaruh cahaya.
Setiap kemasan mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing (Kantor
Bea Cukai,1997.,Desrosier,1998).

Pengemasan modern adalah perlindungan sempurna terhadap produk dari
sinar matahari, panas, debu/kotoran, insekta dan lain-lain sehingga sangat higienis
dan terjaga kualitasnya untuk jangka waktu luang. Sistem pengemasan modern
melibatkan berbagai macam informasi mengenai produk, seperti komposisi,
merek, nama produk, produsen, kode produksi, dan tanggal kadaluarsa selain itu
dapat memudahkan pengangkutan dan penyimpanan.

Adapun kekurangan pengemasan modern antara lain bahan bakunya
kebanyakan dari sumber daya alam yang tidak diperbaharuhi sehingga untuk
memproduksinya memerlukan banyak energi, biayanya mahal, baik selama proses
maupun setelah jadi barang. Penggunaan pengemasan modern hanya sesaat,
kemudian dibuang sebagai sampah, dan tidak dapat atau sulit diuraikan oleh
mikroorganisme pengurai dikarenakan beberapa diantaranya mengandung zat
berbahaya dan beracun ( www.republik.co.id (Siregar,2004)).

Permen umumnya menggunakan plastik sebagai pembungkusnya. Bahan
pembungkus untuk permen terdiri dari foil yang dilapisi LDPE, PVDC, Selophan,
Plastik Polietilen serta paduan Alumunium foil dan kertas glasin (Wax paper).
Alumunium foil merupakan salah satu jenis kemasan fleksibel dengan kemurnian
alumunium tidak kurang dari 99,45%, 0,45% besi, 0,1% Silikon dan mempunyai
ketebalan kurang dari 0,152 mm.

Plastik yang digunakan sebagai pembungkus pada permen juga memiliki
kelemahan yaitu mempunyai permeabulitas yang tinggi terhadap gas organik dan
oksigen, maka masih mungkin bahan akan teroksidasi dan mengalami kerusakan.
Bahan plastik ini tersusun oleh monomer-monomer yang tidak larut oleh air.
Monomer dapat berpindah dari plastik kepada makanan lalu masuk kedalam tubuh
manusia sehingga dapat menimbulkan penyakit yang kronis seperti kanker.
Perpindahan ini terjadi oleh karena adanya panas, asam, dan lemak. Udara dapat
menembus plastik melalui pori-pori plastik sehingga dapat menimbulkan
terjadinya pengembunan uap air didalam kemasan ketika suhu menjadi turun.

2.6. Pewarna Pada Kemasan

Warna yang terdapat pada kemasan berasal dari cat yang digunakan untuk
mewarnai bungkus permen agar terlihat menarik. Adapun komponen-komponen
penyusun pada cat yang digunakan pada bungkus permen adalah sebagai berikut:

1. Binder atau resin
Binder merupakan perekat cat ayng terbuat dari bahan alam atau sintetik atau
polimer. Bahan alam yang digunakan sebagai perekat seperti getah dammar,
gim arab, minyak linsed dan lain-lain. Jika dibutuhkan cat dengan daya tahan
tinggi terhadap sinar matahari, maka resin yang tepat adalah Acrylic atau
polyurethane, namun jika dibutuhkan cat dengan kekuatan tinggi terhadap
kimia, gesekan, benturan dll, maka digunakan resin Epoxy.

2. Pigmen
Pigmen merupakan bahan padat yang memberikan warna pada cat dimana
pigmen ini dalam bentuk partikel yang sangat kecil yang digunakan dalam
suatu media tetapi tetap tidak larut dalam media cat. Sifat-sifat dari pigmen
yaitu mendukung warna, opacity, menaikan ketahanan film terhadap sinar
ultraviolet, menaikan ketahanan terhadap korosi, dan menaikan sifat
ketahanan. Beberapa jenis pigmen yang mengandung timbal (Pb) antara lain:

a. Red lead
Red lead sering disebut sebagai pigmen red 105 dengan nama formulanya
Pb3O4.
b. Basic lead silicochromate
Pigmen ini mengandung senyawa PbSiO3 dan PbCrO4, dimana memiliki
kualitas yang baik pada cat.

c. Calcium Plumbate
Pigmen ini dikenal juga dengan pigmen brown 10 dengan formula Ca2PbO4.
Calcium plumbate merupakan agen pengoksidasi yang sangat ampuh yang
dimana bereaksi dengan asam dan lemak. Pigmen ini sangat mendukung
kekuatan pada cat.

3. Solvent
Solvent atau diluent merupakan suatu cairan yang memiliki kemampuan untuk
melarutkan suatu material. Salah satu solvent yang sering digunakan adalah
thinner karena memiliki kemampuan untuk mengencerkan cat sesuai yang
diinginkan. Selain itu juga ada cat yang menggunakan pelarut air tetapi tidak
dianggap sebagai solvent karena tidak melarutkan resin.

4. Additive
Bahan additive ini sering ditambahkan pada cat namun dalam jumlah sedikit
tapi memberi kontribusi yang sangat besar terhadap sifat cat, sehingga cat
dapat diproses, disimpan dan dipakai seperti harapan kita. Selama proses
pembuatan,

penyimpanan

dan

pemakaian

dinilai

kualitasnya

secara

menyeluruh, kemudian kelemahan dan masalah yang timbul dicoba untuk
diatasi dengan variasi jenis dan takaran beberapa additive. Additive
ditambahkan ke dalam cat disesuaikan dengan solvent apa yang dipakai.

Penggunaan logam berat seperti timbal juga terdapat pada cat yang
digunakan pada bungkus permen, karena timbal merupaka komponen utama pada
cat agar warna yang dihasilkan lebih bagus dan terang.

2.7. Ambang Batas Logam Berat Dalam Permen

Sesuai dengan peraturan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
Nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 tentang batas maksimum cemaran logam
dalam makanan dan obat mengatur bahwa batas maksimum cemaran logam pada
permen adalah Pb (timbal) 1,0 mg/Kg (BPOM, 2009).

2.8. Teknik Sampling

Suatu sampel yang ideal harus memiliki semua sifat intensif yang identik
dengan keseluruhan materi dari mana dia berasal. Faktor-faktor yang harus
diperhatikan terutama adalah variasi yang diperbolehkan dalam materi, ketepatan
metode pengujian dan keadaan dari materi yang digunakan.
Skema sampling baru dapat dinyatakan bila rata-rata sampel memberikan
sebuah estimasi yang tidak menyimpang/bias dari rata-rata populasi sampel.
Sampel juga harus memberikan sebuah estimasi yang tidak menyimpang dari
varians populasi. Kedua hal tersebut dapat tercapai bila setiap unit ukuran yang
mungkin terpilih mempunyai kesempatan yang sama harus mencapai estimasi
nilai pusat dan penyebarannya seteliti mungkin. Untuk materi tersebut, berat
sampel yang diambil secara acak harus makin besar dengan makin bertambahnya
variasi komposisi, tergantung pada ketelitian analisis yang dikehendaki dan sifat
ukuran partikelnya.

Jika suatu materi yang akan diambil sampelnya dibagi-bagi menjadi unitunit sampling, maka ada dua cara sampling acak. Sejumlah sampel dapat dipilih
secara acak dari badan materi atau sampling dapat distratifikasi dengan pertama
kali memilih dari sejumlah unit-unit sampling dan kemudian dilakukan sekali lagi
sampling di dalam unit-unit tersebut dengan prosedur acak. Jika suatu estimasi
rata-rata populasi adalah tidak menyimpang dengan estimasi varians minimum,
maka jumlah sampel yang diambil untuk tiap strata adalah diambil dengan ukuran
strata dan standar deviasinya yaitu :

�� (�0 )�
��
=
∑ �� (�0 )�

dimana nr, jumlah sampel dari strata r, n jumlah total sampel, Wr bobot statistik
strata (σ0)r, deviasi standar dengan strata ke r.
Jumlah sampel di dalam strata harus sesuai dengan ukuran strata, ini dikenal
sebagai sampling representatif yang memberikan estimasi yang tidak bias dari
rata-rata populasi, tetapi menghasilkan varians estimasi yang besar, kecuali bila
varians homogen di seluruh strata.(Khopkar,S.M.2010)

2.9. Metode Destruksi

Dalam analisa logam timbal (Pb) menggunakan Spektroskopi Serapan
Atom, senyawa yang akan dianalisa harus dimodifikasi terlebih dahulu menjadi
unsur-unsur dan untuk mengubahnya menjadi unsur dapat dilakukan perlakuan
destruksi. Dalam metode destruksi ini dikenal dua jenis yaitu metode destruksi
kering dan destruksi basah.

2.9.1. Destruksi Kering

Dalam destruksi metode kering modifikasi senyawa menjadi unsur
dilakukan dengan pengabuan sampel dan memerlukan suhu pemanasan yang
tinggi. Dalam menentukan suhu pengabuan yang akan dilakukan pada sampel
perlu dilakukan peninjauan terhadap jenis dan sifat-sifat fisika maupun kimia
unsur yang akan dianalisa. Bila sampel yang akan dianalisa memiliki sifat yang
mudah menguap seperti halnya kadmium dan kromium maka proses modifikasi
senyawa dengan metode ini akan menghasilkan hasil yang kurang baik
dikarenakan pada suhu tinggi senyawa tersebut akan menguap habis. (Suhu yang
digunakan untuk mendestruksi kadmium dan kromium adalah 3200C – 4200C.

Semakin rendah suhu yang digunakan dalam modifikasi dengan metode
destruksi kering maka semakin lama pula waktu yang diperlukan untuk proses ini,
sedangkan semakin tinggi suhu pengabunan maka semakin besar pula
kemungkinan hasil yang diperoleh tidak sesuai dikarenakan semakin besar
kemungkinan kehilangan unsur yang akan dianalisis karena menguap.
(http://www.pkm.dikti.net).

2.9.2. Destruksi Basah

Dalam metode ini perlakuan yang dilakukan dengan pemanasan sampel dan
penambahan asam-asam pekat atau campuran dari asam-asam pekat. Jika asam
yang digunakan cukup untuk mengoksidasi sampel, maka sampel dipanaskan
dalam suhu yang cukup tinggi, dan jika pemanasan dilanjutkan dalam waktu yang
cukup lama, dan sebagian besar sampel telah teroksidasi sempurna (Altmatsier,
1987).

Metode destruksi ini digunakan dengan tujuan untuk menghindari
kehilangan mineral akibat pemanasan yang dilakukan. Zat-zat yang digunakan
dalam metode ini adalah menggunakan HNO3, H2SO4, dan H2O2. Destruksi basah
pada umumnya digunakan untuk menganalisa arsen, timah, seng, dan tembaga.
Ada tiga macam cara kerja destruksi basah dapat dilakukan, yaitu :
1.

Destruksi basah menggunakan HNO3dan H2SO4

2.

Destruksi basah menggunakan HNO3, H2SO4, dan HClO4

3.

Destruksi basah menggunakan HNO3, H2SO4, dan H2O2

Metode ini memiliki keunggulan dari metode kering yaitu metode yang
digunakan sederhana, oksidasi kontinu, dan unsur-unsur yang digunakan mudah
larut sehingga dapat ditentukan dengan metode analisis tertentu seperti
Spektroskopi Serapan Atom. Metode ini juga memiliki kekurangan yaitu reaksi

yang berlangsung sangat kuat dan dapat mengeluarkan residu, maka pemanasan
harus dilakukan dengan senang hati-hati (Raimon,1992).

2.10. Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri Serapan Atom adalah metode pengukuran kuantitatif suatu
unsur yang terdapat dalam suatu cuplikan berdasarkan penyerapan cahaya pada
panjang gelombang tertentu oleh atom-atom bentuk gas dalam keadaan dasar.

2.10.1. Prinsip dan Dasar Teori

Spektrofotometer Serapan Atom berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom
di mana atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu
tergantung pada sifat unsurnya.Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai
cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom.Transisi elektronik
suatu unsur bersifat spesifik.Dengan absorpsi energi, berarti lebih banyak
memperoleh energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke
tingkat eksitasi (Khopkar, 2007).
Jika cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada nyala
yang mengandung atom-atom bersangkutan, maka sebagian cahaya itu akan
diserap, dan jauhnya penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom
dalam keadaan dasar yang berada dalam nyala. Hal ini merupakan dasar
penentuan kuantitatif logam-logam dengan menggunakan SSA (Walsh, A., 1955).

Berdasarkan proses atomisasi, maka metode spektrofotometri serapan atom
dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
1. Spektrofotometri Serapan Atom dengan Atomisasi Nyala
Gambar 2.1. berikut menunjukkan bentuk skema komponen-komponen dasar dari
suatu spektrofotometer serapan atom.

Tabung Katoda
Cekung

Pemotong
Berputar

Monokromator

Detektor Penguat

Pencatat

Nyala

Motor
Sumber Tenaga

Bahan Contoh Oksigen
Bakar

Gambar 2.1. Komponen-komponen Spektrofotometer Serapan Atom
(Day, R.A. Jr.,Underwood,A.L.1988)

1.1. Sumber Tenaga
Suatu sumber radiasi yang digunakan harus memancarkan spektrum atom dari
unsur yang ditentukan. Spektrum atom yang dipancarkan harus terdiri dari garis
tajam yang mempunyai setengah lebar yang sama dengan garis serapan yang
dibutuhkan oleh atom-atom dalam contoh.Sumber sinar yang lazim dipakai adalah
lampu katoda berongga (Hallow chatode lamp).

1.2. Nyala dan Sistem Pembakar-Pengabut

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan
menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Untuk
spektroskopi nyala suatu persyaratan yang penting adalah bahwa nyala yang
dipakai hendaknya menghasilkan temperatur lebih dari 20000K. Untuk memenuhi
persyaratan ini digunakan suatu gas pembakar bersama-sama dengan suatu gas
pengoksidasi/oksidator, seperti udara ataupun gas dinitrogen oksida (N2O)
(Haswell, S.J, 1991). Tujuan sistem pembakar-pengabut adalah untuk mengubah
larutan uji menjadi atom-atom dalam bentuk gas. Fungsi pengabut adalah
menghasilkan kabut atau aerosol larutan uji. Larutan yang akan dikabutkan ditarik

ke dalam pipa kapiler oleh aksi semprotan udara yang ditiupkan melalui ujung
kapiler, diperlukan aliran gas betekanan tinggi untuk menghasilkan aerosol yang
halus.

1.3. Monokromator

Dalam spektroskopi serapan atom fungsi monokromator adalah untuk
memisahkan garis resonansi dari semua garis yang tak diserap yang dipancarkan
oleh sumber radiasi.

1.4. Detektor

Detektor pada spektrofotometer serapan atom berfungsi menggunggah intensitas
radiasi yang datang menjadi arus listrik. Pada Spektrofotometer serapan atom
yang umum dipakai sebagai detektor adalah tabung penggandaan foton (PMT =
Photo Multiplier Tube Detector) (Mulja,1997).

1.5. Pencatat

Pencatat merupakan sistem pencatatan hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka
atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau
intensitas emisi.

Sumber

umum

pada

absorpsi

atomic

adalah

tabung

katoda

berongga.Tabung ini mengandung katoda dan anoda yang cekung dan silindrik
dalam suatu atmosfir gas inert (sering kali argon) pada tekanan rendah.Tabungnya
dijalankan dengan sumber tenaga yang memberikan beberapa ratus volt.Atomatom gas terionisasikan di dalam lucutan listrik dan benturan ion-ion berenergi
dengan permukaan katoda.Mengusir atom-atom logam yang telah tereksitasikan.
Hal ini mengakibatkan terjadinya spectrum garis dari logam yang menampakkan
diri sebagai suatu basa di dalam ruangan pada katoda berongga (Day,R.A, 1988).

2. Spektrofotometri Serapan Atom dengan Atomisasi tanpa Nyala
Metode tanpa nyala lebih disukai dari metode nyala.Bila ditinjau dari sumber
radiasi, haruslah bersifat sumber yang kontiniu.Di samping itu sistem dengan
penguraian optis yang sempurna diperlukan untuk memperoleh sumber sinar
dengan garis absorpsi yang semonokromatis mungkin.Seperangkat sumber yang
dapat memberikan garis emisi yang tajam dari suatu unsure spesifik tertentu
dikenal sebagai lampu pijar hollow cathode.Lampu ini memiliki dua elektroda,
satu diantaranya berbentuk silinder dan terbuat dari unsure yang sama dengan
unsur yang dianalisis. Lampu ini diisi dengan gas mulia bertekanan rendah.
Dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar, dan atomatom logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikan. Atom akan
tereksitasikan kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu.
Suatu garis yang diinginkan dapat diisolasi dengan suatu monokromator.
Tinggi puncak diukur pada saat garis absorpsi dan garis emisi mempunyai
lebar (pada setengah tinggi) yang sama. Lampu hollow cathodeyang dibuat dari
bermacam unsure sekarang sudah tersedia. Lampu tersebut memudahkan
pekerjaan karena tidak perlu lagi menukar lampu. Misalkan saja : (Ca, Mg, Al);
(Fe, Cu, Mn); (Cu, Zn, Pb, Sn) dan (Cr, Co, Cu, Fe, Mn serta Ni) dikenal sebagai
hollow cathode multi unsur (Khopkar,S.M, 2007).

Keuntungan Spektrofotometer Serapan Atom :
1. Karena absorpsi bergantung pada populasi keadaan dasar, maka kepekaan
mungkin lebih tinggi khususnya untuk unsure-unsur yang sukar dieksitasikan
(misalnya seng yang dapat ditentukan kurang dari 0,5 ppm, sedang batas
terendah pada emisi mungkin sama dengan 500 ppm).
2. Populasi keadaan dasar jauh kurang peka terhadap suhu nyala daripada
populasi yang tereksitasi.
3. Interferensi dari garis-garis spectrum dari unsur-unsur lain dan emisi latar
belakang nyala dapat diperkecil (Day,R.A, 1988)

2.10.2. Optimasi Peralatan Spektrofotometri Serapan Atom

Pada peralatan optimasi Spektrofotometri Serapan Atom agar memberikan
wacana dan sejauh mana sensitivitas dan batas deteksi alat terhadap sampel yang
akan dianalisis, optimasi pada peralatan SSA meliputi :


Pemilihan persen (%) pada transmisi



Lebar celah (slith width)



Kedudukan lampu terhadap focus slit



Kemampuan arus lampu Hallow Cathode



Kedudukan panjang gelombang (λ)



Set monokromator untuk memberikan sinyal maksimum



Pemilihan nyala udara tekanan asetilen



Kedudukan burner agar memberikan absorbansi maksimum



Kedudukan atas kecepatan udara tekan



kedudukan atas kecepatan asetilen

2.10.3. Kegunaan Spektrofotometer Serapan Atom

Metode Spektrofotmeter Serapan Atom (SSA) telah mengalami perkembangan
yang sangat pesat. Sampai saat ini telah digunakan untuk mendeteksi
(menganalisa) hampir keseluruhan unsur-unsur logam dalam sistem periodik
unsur. Metode SSA digunakan unutk menganalisa sampel yang terdapat didalam
bentuk bahan-bahan biologi, pertanian, makanan dan minuman, air, tanah, pupuk,
dan juga bahan-bahan pencemar lingkungan. Pada tahun terakhir ini alat SSA
semakin sensitif dan canggih dan dapat digabungkan dengan komputer dan
pengolahan datanya (Walsh, 1995).

2.10.4. Gangguan-gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom

Yang dimaksud dengan gangguan pada Spektrofotometri Serapan Atom adalah
peristiwa-peristiwa yang menyebabkan pembacaan absorbansi unsur yang
dianalisis menjadi lebih kecil atau lebih besar dari nilai yang sesuai dengan
konsentrasinya dalam sampel. Gangguan-gangguan yang terjadi adalah sebagai
berikut :

1. Gangguan yang berasal dari sampel yang mana dapat

mempengaruhi

banyaknya sampel yang mencapai nyala. Hal tersebut dapat berpengaruh
terhadap laju aliran bahan bakar/gas pengoksidasi. Sifat-sifat tersebut
meliputi viskositas, tegangan permukaan, berat jenis, dan tekanan uap.
Gangguan yang lain adalah pengendapan unsur yang dianalisa sehingga
jumlah atom yang mencapai nyala menjadi lebih sedikit dari konsentrasi
yang seharusnya terdapat dalam sampel.
2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah/banyaknya atom yang
terjadi didalam nyala. Meliputi disosiasi senyawa yang tidak sempurna dan
ionisasi atom-atom dalam nyala. Disosiasi tidak sempurna disebabkan oleh
terbentuknya senyawa yang bersifat refraktorik (sukar diuraikan didalam
nyala api), misal oksida garam-garam fosfat, silikat, aluminat dari logam
alkali tanah. Ionisasi ion dalam nyala dapat terjadi jika suhu yang
digunakan untuk atomisasi tinggi. Jika suhu yang digunakan terlalu tinggi
maka akan menggangu pengukuran absorbansi karena spektrum atom
tersebut mengalami ionisasi yang tidak sama dengan spektrum atom dalam
keadaan netral.
3. Gangguan oleh absorbansi yang disebabkan bukan oleh absorbansi atom
yang dianalisis, yakni absorbansi oleh molekul-molekul yang tidak
terdisosiasi dalam nyala. Hal ini juga dapat terjadi karena suhu atomisasi
terlalu tinggi, penambahan senyawa penyangga, dan pengektraksian unsur
yang akan dianalisis.

4. Gangguan oleh penyerapan non-atomik (non atomic absorption)
Gangguan jenis ini berarti terjadinya penyerapan cahaya dari sumber sinar
yang bukan berasal dari atom-atom yang akan dianalisis. Penyerapan
tersebut terjadi karena penyerapan cahaya oleh partikel-partikel padat yang
berada didalam nyala (Rohman, 2007).