Hubungan Status Gizi dengan Gangguan Menstruasi pada Remaja Putri di Akademi Kebidananan Cipto Medan Tahun 2015

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Remaja atau “adolescence” (Inggris), berasal dari bahasa latin “adolescere”
yang berarti tumbuh ke arah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan
hanya kematangan fisik saja tetapi juga kematangan sosial dan psikologis. Batasan
usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes RI adalah
antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Menurut BKKBN adalah 10 sampai 19
tahun. Masa remaja adalah masa transisi ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi
dan psikis (Widyastuti, 2011).
Usia remaja ditandai dengan terjadinya perubahan pada bentuk dan organ
reproduksi, datangnya haid ini pun menandakan bahwa fungsi tubuhnya berjalan
dengan normal dan baik. Selama masa pubertas, otak melepaskan hormon yang
mestimulasi indung telur (ovarium) untuk memproduksi hormon estrogen dan
progesterone kedua hormon ini yang akan mematangkan sel telur sehingga terjadi
menstruasi atau kehamilan jika ada pembuahan. Menstruasi merupakan pelepasan
dinding rahim (endometrium) yang disertai dengan perdarahan dan terjadi setiap
bulannya kecuali pada saat kehamilan. Menstruasi yang terjadi setiap bulannya
disebut sebagai siklus menstruasi. Menstruasi biasa terjadi pada usia 11 tahun dan
berlangsung hingga menopause (biasanya terjadi sekitar usia 45-55 tahun

(Misnadiarly, 2010).
Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari
keseimbangan antara zat gizi yang masuk kedalam tubuh dan penggunaannya. Gizi
adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara

1

2
normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan
pengeluaran zat zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan,
pertumbuhan dan fungsi normal dari organ organ serta menghasilkan energi
(Alamsyah, 2013).
Cakir M et al pada tahun 2007, di dalam penelitiannya menemukan 31,2%
remaja di Turki mengalami ketidakteraturan pola menstruasi. Perbedaan panjangnya
pola menstruasi antar wanita biasanya disebabkan karena tidak seimbangnya hormon
estrogen, progesteron, LH dan FSH karena suatu penyakit, status gizi maupun stress.
(Devirahma, 2012).
Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat
dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh.
(Almatsier, 2010). Hampir 50% remaja tidak sarapan setiap paginya. Penelitian lain

membuktikan masih banyak remaja (89%) yang meyakini kalau sarapan memang
penting. Namun mereka yang sarapan secara teratur hanya 60% (Daniel, 1997 dalam
Devirahma, 2012).
Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi kurus pada remaja umur 1618 tahun secara nasional sebesar 9,4 persen (1,9% sangat kurus dan 7,5% kurus) dan
prevalensi gemuk pada remaja umur 16-18 tahun sebanyak 7,3 persen yang terdiri
dari 5,7 persen gemuk dan 1,6 persen obesitas. Provinsi dengan prevalensi gemuk
tertinggi adalah DKI Jakarta (4,2%) dan terendah adalah Sulawesi Barat (0,6%).
Sulut termasuk dalam lima belas provinsi dengan prevalensi sangat gemuk.
Gambaran status gizi pada kelompok umur dewasa >18 tahun dapat diketahui
melalui prevalensi gizi berdasarkan indikator Indeks Masa Tubuh (IMT). Status gizi
pada kelompok dewasa berusia 18 tahun didominasi dengan masalah obesitas,
walaupun masalah kurus juga masih cukup tinggi. Hasil Rikesdas 2013 menunjukkan

3
bahwa prevalensi obesitas pada kelompok umur dewasa sebanyak 14,76% dan berat
badan lebih sebesar 11,48% dengan demikian prevalensi kelompok dewasa kelebihan
berat badan sebesar 26,23% sedangkan prevalensi penduduk dewasa kurus 11,09%
(Kemenkes, 2013).
Menurut laporan Rikesdas tahun 2013 provinsi dengan prevalensi kelebihan
berat badan pada penduduk >18 tahun terendah yaitu Nusa Tenggara Timur

(12,95%), Lampung (18,52%), Nusa Tenggara Barat (19,47%). Provinsi dengan
prevalensi kelebihan berat badan tertinggi yaitu Sulawesi Utara (40,54%),
Kalimantan Timur (35,38%) dan DKI Jakarta (34,67%). Prevalensi penduduk kurus
terendah di Provinsi Sulawesi Utara (5,6%) dan tertinggi di Nusa Tenggara Timur
(19,5%). Dua belas provinsi dengan orevalensi penduduk dewasa kurus diatas
prevalensi nasional yaitu Kalimantan Tengah, Banten, Sulawesi Selatan, Nusa
Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Di Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur.
Prevalensi penduduk obesitas terendah di provinsi Nusa Tenggara Timur (6,2%) dan
Tertinggi di Sulawesi Utara (24,0). Enam belas provinsi dengan prevalensi diatas
nasional yaitu Jawa Barat, Bali, Papua, di Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Tengah, Jawa
Timur, Bangka Belitung, Sumatera Utara, Papua Barat, Kepulauan Riau, Maluku
Utara. Berdasarkan karakteristik, masalah obesitas cenderung lebih tinggi pada
penduduk yang tinggal.
Tahun awal dimulainya menstruasi merupakan periode yang rentan terhadap
terjadinya gangguan menstruasi. Sebanyak 75% perempuan pada tahap remaja akhir
mengalami gangguan yang terkait dengan menstruasi. Menstruasi yang tertunda,
tidak teratur, nyeri dan perdarahan yang banyak yang menyebabkan remaja
perempuan menemui dokter . Menurut Beniarz J et al yang mendapatkan prevalensi

4

aminorea primer sebanyak 5,3%, aminorea sekunder 18,0%, oligominorea 50%,
polimenorea 10,5% dan gangguan campuran sebanyak 15,8% (Sianipar, 2009).
Seringkali pada masa remaja mengalami masalah kesehatan reproduksi salah
satunya adalah gangguan siklus menstruasi seperti dimenorea yaitu rasa nyeri pada
saat haid, hipermenorea haid lebih lama dari normal, dan amenorea yaitu tidak
datangnya haid. Banyak penyebab kenapa siklus menstruasi menjadi terganggu
diantaranya adalah fungsi hormon terganggu, kelainan sistemik, stres, kelenjar
gondok, hormon prolaktin berlebihan dan status gizi (Proverawati, 2009).
Penelitian yang dilakukan di Australia pada wanita usia 26-36 tahun diketahui
sebanyak 3,6% mengalami polimenorea dan 10% mengalami oligomenorea. Pada
wanita dengan rasio lingkar pinggang panggul≥ 0,76 (obesitas). Pada penelitian
menyimpulkan bahwa resiko terjadinya gangguan siklus menstruasi dua kali lebih
besar pada wanita yang mengalami obesitas dibandingkan dengan wanita normal
(Asniyah, 2010).
Masalah yang sering terjadi pada remaja adalah kurangnya asupan gizi yang
mengakibatkan menderita kurang gizi yaitu terlalu kurus (kurang energi kronik) dan
dapat terkena anemia karena kekurangan zat besi. Di samping itu masalah yang
sering muncul adalah kelebihan asupan gizi yang dapat menyebabkan obesitas. Hal
hal tersebut sangat mempengaruhi keadaan tubuh dan system produksi hormon yang
berkaitan erat dengan terjadinya menarche (Waryana, 2010).

Pada tahun 2004, World Healt Organization (WHO) mengelompokan
Indonesia sebagai negara yang memiliki kurang gizi pada penduduknya. Pada saat itu
angka gizi kurang dan gizi buruk diindonesia berjumlah 5.119.935 dari total
kelompok balita sejumlah 17.984.224 balita. Kelompok ini merupakan angka yang
menunujukan pertumbuhan yang sangat pesat (Alamsyah, 2013).

5
Data dari Depkes RI (2004), menunjukan 52% remaja perempuan menderita
anemia. Pada remaja Indonesia (berumur 15 sampai 19 tahun), angka tertinggi
kurang gizi kronis mencapai 36%.

Masalah kesehatan gizi pada remaja sering

berlanjut pada masalah gizi masa dewasa. Bila anaknya lahir hidup akan disertai
dengan gangguan pertumbuhan dan tingkat kecerdasan yang kurang. Wanita yang
menderita malnutrisi sebelum hamil atau selama minggu minggu kehamilan
cenderung melahirkan bayi yang menderita kerusakan otak dan sumsum tulang
karena system saraf pusat sangat peka pada 2 sampai 5 minggu pertama konsepsi
sedangkan ibu dengan malnutrisi sepanjang trimester 3 akan melahirkan bayi dengan
berat lahir rendah (BBLR) < 2500 g (Badriah, 2014).

Untuk mengetahui hubungan status gizi dengan gangguan menstruasi maka
penting dilakukan penelitian ini. Dimana masalah yang sering terjadi pada remaja
adalah kelebihan asupan gizi yang dapat menyebabkan obesitas, dimana sangat
mempengaruhi keadaan tubuh dan sistem reproduksi hormon yang berkaitan erat
dengan terjadinya menarche (Depkes RI). Oleh karena itu penelitian dilakukan untuk
mengetahui hubungan status gizi dengan gangguan menstruasi pada remaja putri di
Akademi Kebidanan Cipto Medan tahun 2015.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara status
gizi dengan gangguan menstruasi pada remaja putri di Akademi Kebidanan Cipto
Medan Tahun 2015 ?

6
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Status Gizi dengan Gangguan Menstruasi Pada
Remaja Putri di Akademi Kebidanan Cipto Medan Tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Distribusi karakteristik status gizi berdasarkan IMT pada

remaja putri di Akademi Kebidanan Cipto Medan Tahun 2015
b. Untuk mengetahui ada atau tidaknya gangguan menstruasi yang terjadi pada
remaja putri di Akademi Kebidanan Cipto Medan Tahun 2015.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Responden
Bagi remaja putri sebagai bahan informasi dan masukan dalam
menambah pengetahuan pada pendidikan kesehatan tentang status gizi dan
gangguan mentruasi.
2. Bagi Peneliti
Sebagai bahan masukan, informasi dan menambah wawasan tentang
status gizi dengan gangguan menstruasi pada remaja.
3. Bagi institusi Pendidikan
Sebagai bahan dasar referensi dan bahan penelitian acuan untuk
penelitian lebih lanjut mengenai hubungan status gizi dengan gangguan
menstruasi pada remaja.

7
4. Bagi tempat penelitian
Sebagai sumber informasi dan pengetahuan tentang hubungan status

gizi dengan gangguan menstruasi pada remaja untuk meningkatkan
kesejahteraan remaja dalam menjaga status gizi dan menstruasinya