Studi Evaluasi: Pelaksanaan Terapi Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2014

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Batu Saluran Kemih

2.1.1

Proses Pembentukan Batu Saluran Kemih
Batu saluran kemih terbentuk dari beberapa kondisi, yakni proses

supersaturasi dari ion-ion yang terdapat dalam urin (kalsium, oksalat, asam urat,
dan fosfat) dan kurangnya inhibitor (penghambat) terbentuknya batu seperti sitrat,
magnesium, seng, makromolekul dan pirofosfat (Wells et al., 2012).
Batu saluran kemih ini terbentuk dari garam-garam ion yang
berkondensasi membentuk massa padat melalui proses supersaturasi, dimana
adanya hubungan ratio konsentrasi dari garam ion tersebut dengan kelarutannya
yang dapat diukur dengan algoritma komputer. Jika nilai supersaturasi lebih kecil

dari nilai 1 (satu), kristal-kristal zat garam itu akan terurai, namun jika nilai
supersaturasinya berada diatas nilai 1 (satu), kristal zat garam tersebut akan
terbentuk dan bertambah besar (Coe et al., 2005).
Proses supersaturasi ini terjadi akibat hasil dari peningkatan kadar zat
terurai, seperti ion pembentuk zat garam ini disertai ada atau tidaknya penurunan
volume air. Ketika konsentrasi ion pembentuk batu ini melebihi kadar kelarutannya
didalam urin, maka ion ini akan bersatu untuk membentuk kristal (Wells et al.,
2012).
Menurut Stoller dalam buku Smith’s General Urology Seventh Edition
(2008), proses supersaturasi dari batu saluran kemih bergantung pada:
1. Nilai pH urin
2. Kekuatan ikatan ionik
3. Konsentrasi zat terurai
4. Faktor kompleks yang memengaruhi beberapa jenis ion yang spesifik,
seperti contohnya natrium yang cenderung berikatan dengan oksalat.
Proses pembentukan batu adalah suatu tahapan yang kompleks, dimulai
dari urin yang mengalami tahap supersaturasi dengan kadar garam pembentuk batu,
seperti ion dan molekul dari zat terlarut untuk membentuk kristal dan inti. Ketika

Universitas Sumatera Utara


5

terbentuk maka kristal ini akan mengikuti aliran urin keluar atau tertahan di ginjal
dan menjadi awal permulaan yang kemudian terjadi tahap pembentukan dan tahap
agregasi yang pada akhirya terbentuk batu (Pearle dan Lotan, 2012).

Nukletisasi akan terjadi
Inhibitor tidak bekerja

Hasil
pembentukan

Pertumbuhan kristal akan terjadi
Konsentrasi
produk

Agregasi kristal akan terjadi
Inhibitor akan berkompetisi dan mencegah
proses kristalisasi

Nukletisasi antar ion heterogen akan terjadi
Matriks akan terlibat

Hasil
larutan

Kristal tidak akan terbentuk
Batu yang terbentuk akan larut
Gambar 2.1. Stadium saturasi
Sumber: Pearle, M.S. dan Lotan, Y., Urinary Lithiasis: Etiology, Epidemiology,
and Pathogenesis. Dalam: Wein et al., eds. 2012. Campbel-Walsh
Urology. Tenth Edition. USA: Elsevier Saunders, h. 1260.
Menurut Williams et al. (eds) (2008), ada beberapa etiologi penyebab
terbentuknya batu saluran kemih, diantaranya:
1. Diet
Kekurangan vitamin A dapat mengakibatkan terjadinya pengelupasan
sel epitel ginjal sehingga akan memicu kondisi yang sesuai untuk
terbentuknya batu.
2. Perubahan kelarutan urin
Dehidrasi atau kekurangan cairan akan meningkatkan konsentrasi zat

terlarut menjadi lebih besar dari pelarutnya sehingga mampu memicu
zat terlarut tersebut untuk saling berikatan dan membentuk batu.

Universitas Sumatera Utara

6

3. Penurunan sitrat
Adanya sitrat dalam urin sekitar 300-900 mg/24 jam dalam bentuk asam
sitrat, akan mencegah pembentukan batu kalsium fosfat. Ekskresi dari
sitrat dipengaruhi oleh hormon dan menurun konsentrasinya saat
terjadinya menstruasi.
4. Infeksi ginjal
Infeksi dapat memicu terbentuknya batu terutama infeksi bakteri.
Bakteri yang paling sering ditemukan di inti batu saluran kemih adalah
Staphylococcus dan Escherichia coli.

5. Tidak adekuatnya proses pengeluaran urin atau urin yang statis
Batu akan cenderung terbentuk jika pengeluaran urin sering tidak
sempurna.

6. Pembatasan pergerakan (immobilisation) yang lama
Pembatasan pergerakan oleh karena beberapa faktor, seperti paraplegia
(kelumpuhan otot ektremitas bawah) akan berdampak kepada proses
pemecahan kalsium dari tulang dan menyebabkan peningkatan kalsium
dalam urin.
7. Hiperparatiroidisme
Hiperparatiroidisme

memicu

terjadinya

kondisi

hiperkalsemia.

Hiperparatiroidisme ini menyebabkan peningkatan proses eliminasi
kalsium dalam urin.

2.1.2


Jenis Ion Pembentuk Batu Saluran Kemih
Menurut Stoller (2008), ada beberapa jenis ion yang berperan dalam

pembentukan batu saluran kemih, diantaranya:
1. Kalsium
Merupakan yang paling sering ditemukan pada kristal batu saluran
kemih. Lebih dari 95% kalsium akan terfiltrasi di glomerulus dan
direabsorbsi kembali di tubulus proksimal, tubulus distal, dan dalam
jumlah kecil di tubulus kolektivus. Kurang dari 2% akan diekskresikan

Universitas Sumatera Utara

7

keluar melalui urin. Obat diuretik akan menyebabkan kondisi
hipokalsiuria sehingga terjadi penurunan ekskresi kalsium.
Tabel 2.1. Kondisi sistemik yang berhubungan dengan pembentukan batu
Penyakit/Kondisi
Mekanisme yang berhubungan

Hiperkalsemia

Hiperparatiroidisme primer

Hiperkalsiuria
Pengendapan

Infeksi saluran kemih

kalsium

fosfat

dan

magnesium amonium fosfat dalam urin
yang bersifat basa
Batu struvit
Penurunan amonium dalam urin


Asidosis tubulus distal ginjal

Penurunan pH
Chronic Inflammatory Bowel Disease

Peningkatan penyerapan oksalat

Penyakit Gout (meningkatkan resiko Hiperurisemia
batu asam urat dan batu kalsium
oksalat)
Penurunan amonium dalam urin

Resistensi insulin

Penurunan pH urin
Hilangnya bikarbonat dan cairan

Riwayat ileostomi

Penurunan volume urin

Penurunan pH urin
Pembatasan pergerakan yang lama
Penyakit

kongenital,

Hiperkalsiuria

dan Urin yang statis

pembedahan
Sumber: Wells et al., 2012. Kidney Stone. University of Mississipi Health Care:
Clinical Reviews 22 (2): 32.
2. Oksalat
Merupakan produk normal hasil metabolisme. Pada kondisi normal,
sekitar 10-15% oksalat akan ditemukan di dalam urin yang terbentuk
oleh karena faktor diet makanan. Ekskresi normal oksalat dalam urin

Universitas Sumatera Utara


8

berkisar antara 20-45 mg/hari dan tidak berpengaruh terhadap usia.
Hiperoksaluria bisa terjadi pada pasien yang menderita gangguan
saluran pencernaan bawah, terutama pada inflammatory bowel disease,
small bowel resection, dan bowel bypass. Sekitar 5-10% pada penderita

ini akan terbentuk batu ginjal.
3. Fosfat
Merupakan buffer yang penting dan merupakan ion yang sering
berikatan dengan kalsium dalam pembentukan batu. Ekskresi dari fosfat
pada usia dewasa berkaitan dengan diet makanan yang mengandung
fosfat, seperti daging, produk susu, dan sayur-sayuran. Fosfat dalam
jumlah kecil akan terfiltrasi di glomerulus dan direabsorbsi utama pada
tubulus proksimal, namun adanya hormon paratiroid dapat juga
menghambat proses reabsorpsi ini.
4. Asam urat
Merupakan produk hasil metabolisme purin, nilai pKa (kadar keasaman
yang ditandai dengan atom hidrogen dalam molekul) asam urat adalah
5,75. Sekitar 10% asam urat ini akan lolos dari proses filtrasi dan

akhirnya dikeluarkan pada saat miksi.
5. Natrium
Walaupun bukan penyusun utama dalam proses pembentukan batu
saluran kemih, natrium berperan penting dalam mengatur proses
kristalisasi garam kalsium dalam urin. Konsumsi diet yang tinggi
natrium akan meningkatkan jumlah ekskresi kalsium dalam urin.
Sebaliknya, konsumsi diet natrium yang rendah akan membantu
menurunkan angka pembentukan batu kalsium kembali.
6. Sitrat
Sitrat memegang kunci peranan utama dalam pencegahan pembentukan
batu kalsium. Keadaan metabolik asidosis oleh karena puasa,
hipokalemia atau hipomagnesemia, akan menurunkan pengeluaran
sitrat dalam urin. Hormon estrogen meningkatkan ekskresi sitrat dan
menjadi faktor yang menurunkan insidensi terbentuknya batu pada

Universitas Sumatera Utara

9

wanita, terutama pada saat kehamilan. Kondisi alkalosis akan
meningkatkan ekskresi sitrat.
7. Magnesium
Konsumsi diet magnesium yang rendah berhubungan dengan
peningkatan insidensi terbentuknya batu saluran kemih. Magnesium
merupakan komponen dari batu struvit. Namun mekanisme pasti
hubungan magnesium dengan proses pembentukan batu masih belum
diketahui. Konsumsi suplemen magnesium juga tidak dapat mencegah
proses pembentukan batu.
8. Sulfat
Sulfat dapat membantu mencegah pembentukan batu dengan berikatan
dengan kalsium sehingga menghalangi proses pembentukan kalsium
dengan ion lainnya.

Walaupun

sudah

ditemukannya

ion

inhibitor

untuk

mencegah

terbentuknya batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat yaitu sitrat, namun belum
diketahuinya ion inhibitor yang memengaruhi kristalisasi batu asam urat (Pearle
dan Lotan, 2012).

2.1.3

Jenis Batu Saluran Kemih
Dalam guidelines yang dikeluarkan European Association of Urology

(EAU) pada tahun 2014, dikelompokkan batu saluran kemih berdasarkan etiologi
penyebabnya, antara lain: infeksi, non-infeksi, penyebab genetik, dan efek samping
obat.
Stoller (2008) mengelompokkan batu saluran kemih menjadi dua
golongan, yaitu:
1. Batu kalsium
2. Batu non-kalsium (struvit, asam urat, Cystine, Xantine, Indinavir).
Menurut Pearle dan Lotan dalam buku Campbell-Walsh Urology Tenth
Edition (2012), klasifikasi batu pada saluran kemih atas dengan faktor pemicunya

antara lain:

Universitas Sumatera Utara

10

Tabel 2.2. Klasifikasi batu berdasarkan etiologi
Batu non-infeksi
 Calsium oxalate


Batu infeksi

Genetik



Calsium Phosphate



Magnesium ammonium phosphate



Ammonium urate



Xanthine



Urid acid



Carbonate apatite



Cystine

2,8-dihydroxyadenine

Batu obat
Sumber: Turk, C., Knoll, T., Petrik, A. et al., 2014. Guidelines on Urolithiasis.
European Assosiation of Urology.
a. Batu kalsium
i. Hiperkalsiuria; didefinisikan sebagai ekskresi kalsium dalam urin
yang melebihi 4 mg/kg/hari atau lebih dari 7 mmol/hari pada lakilaki dan 6 mmol/hari pada perempuan.
ii. Hiperoksaluria; penyebabnya adalah gangguan tahapan biosintesis
(hiperoksaluria primer), malabsorpsi saluran cerna yang disebabkan
oleh inflammatory bowel disease, dan konsumsi oksalat yang tinggi.
iii. Hiperurikosuria; didefinisikan sebagai kadar asam urat dalam urin
yang melebihi 600 mg/hari. Penyebabnya adalah konsumsi purin
yang tinggi dan penyakit yang didapat atau herediter.
iv. Hipositraturia; keseimbangan asam basa sangat berpengaruh besar
terhadap ekskresi sitrat dalam urin, seperti asidosis metabolik akan
mengurangi kadar sitrat dalam urin. Sebaliknya, pada keadaan
alkalosis kadar sitrat dalam urin akan meningkat, diikuti peningkatan
kadar hormon paratiroid, estrogen, growth hormone, dan vitamin D.
v. pH urin yang rendah; segala gangguan yang mengakibatkan
penurunan pH urin akan memicu terbentuknya batu.

Universitas Sumatera Utara

11

vi. Asidosis tubular ginjal (Renal Tubular Acidosis); ditandai dengan
kerusakan tubular ginjal dalam sekresi ion hidrogen atau reabsorpsi
bikarbonat.
b. Batu asam urat
Batu asam urat

Volum urin
rendah

pH urin
rendah
Diare

Hiperurikosuri
a
Diet protein
hewani tinggi

Peny. Gout
Obesitas(Resistensi insulin)

Kelainan
Mieloproliferatif

Obat
Urikosuria

Kelainan
kongenital

Gambar 2.2. Patofisiologi dan etiologi pembentukan batu asam urat
Sumber: Pearle, M.S. dan Lotan, Y., Urinary Lithiasis: Etiology, Epidemiology,
and Pathogenesis. Dalam: Wein et al., eds. 2012. Campbel-Walsh
Urology. Tenth Edition. USA: Elsevier Saunders, h. 1277.
c. Batu sistin
Beberapa faktor dapat memengaruhi kelarutan sistin termasuk
konsentrasi sistin, pH, ikatan ionik, dan makromolekul urin.
d. Batu infeksi
Komposisi utama batu infeksi adalah magnesium amonium, fosfat
heksahidrat (MgNH4PO4 • 6H2O) dan dapat terkandung kalsium fosfat
dalam pembentukan karbonat apatit (Ca10[PO4]6 • CO3).
e. Batu lainnya
i. Xanthine dan Dihydroxyadenine Stones
ii. Ammonium Acid Urate Stones
iii. Matrix Stones

Universitas Sumatera Utara

12

f. Batu oleh karena obat-obatan
i. Secara

langsung:

Indinavir

stones,

Triamterene

stones,

Guaifenesin, Ephedrine, dan Silicate stones.

ii. Secara tidak langsung: kortikostreoid, vitamin D, dan jenis antasida
yang mengikat fosfat.

Keterangan:
A. Apatite
B. Struvit
C. Kalsium oksalat dehidrat
D. Kalsium oksalat monohidrat
E. Sistin
F. Ammonium acid urate

Gambar 2.3. Kristal urin
Sumber: Ferrandino, M.N., Pietrow, P.K., dan Preminger, G.M., Evaluation and
Medical Management of Urinary Lithiasis. Dalam: Wein et al., eds.
2012. Campbel-Walsh Urology. Tenth Edition. USA: Elsevier
Saunders, h. 1290.

Universitas Sumatera Utara

13

2.1.4

Penatalaksanaan Batu Saluran Kemih
Menurut Stoller (2008), ada beberapa teknik dan intervensi yang dapat

dilakukan pada pengeluaran batu, diantaranya:
1. Observasi konservatif
Kebanyakan batu yang berada di ureter bisa lolos dan dikeluarkan tanpa
perlu dilakukan intervensi. Keluarnya batu secara spontan sangat
bergantung kepada ukuran batu, bentuk batu, lokasi terbentuknya batu,
dan ada tidaknya hubungan dengan edema pada saluran ureter. Ukuran
batu 4-5 mm memiliki peluang 40-50% untuk secara spontan
dikeluarkan. Sebaliknya batu yang ukurannya >6 mm memiliki peluang
2,5 cm), dan merupakan terapi
alternatif jika tidak berhasil dengan terapi ESWL.
6. Operasi terbuka
Metode ini merupakan metode klasik yang banyak digunakan untuk
mengevakuasi batu, namun angka morbiditas sangat tinggi akibat
perlakuan ini.
2.2

Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy

2.2.1

Prinsip Kerja
Batu ginjal dan ureter dipecahkan menjadi fragmen-fragmen kecil dengan

suatu gelombang kejut (shock wave) sehingga pada akhirnya akan dikeluarkan
secara spontan. Keberhasilan utama dari terapi ESWL adalah pemecahan batu
hingga menjadi fragmen yang lebih kecil dari ukuran 1 mm, sehingga dapat keluar
dengan spontan dan tidak membuat nyeri pada saluran kemih saat miksi (Hanafiah,
2006).
Tujuan utama dari alat pemecah batu dengan gelombang kejut ini adalah
pemfokusan pada suatu titik lokasi terbentuknya batu. Suatu energi dengan
amplitudo tinggi diarahkan dari luar tubuh pasien melalui media air, bukan melalui
udara (Hanafiah, 2006).
Menurut Hanafiah (2006), ada 4 komponen dasar pada mesin pemecah
batu gelombang kejut, diantaranya adalah:
1. Sumber energi (generator gelombang kejut); gelombang kejut ini
dihasilkan oleh electrohydraulic waves, piezoeletric waves, atau
electromagnetic waves.

2. Mesin pemfokus; pemecah batu dengan gelombang kejut ini
membutuhkan satu alat pemfokus untuk dapat mengarahkan gelombang
energi ke suatu titik lokasi dimana terdapat batu, sehingga dapat
memungkinkan terjadinya proses pemecahan batu.

Universitas Sumatera Utara

15

3. Alat pencitraan; seperti fluoroskopi dan ultrasonography (USG)
digunakan untuk melihat lokasi batu sehingga penembakan gelombang
kejut ini bisa tepat sasaran.
4. Alat

pendeteksi;

digunakan

untuk

menginformasikan

bahwa

gelombang kejut yang ditembakkan menembus lapisan kulit, melewati
jaringan viseral dan menuju ke batu. Alat yang sekarang dipakai adalah
suatu wadah berisi sedikit air untuk memberikan adanya kontak udara
terhadap kulit pasien.

Gambar 2.4. Pasien yang menjalani Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy
Sumber: Hanafiah, A.N.M., 2006. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy.
Ministry of Health Malaysia: Technology Review.
Terapi ESWL biasanya dimulai dengan gelombang listrik yang rendah
kemudian perlahan ditingkatkan sampai mencapai nilai maksimum 4000 dalam
waktu 60-90 menit. Nilai rerata tembakan per sesinya adalah diantara 3000-4000.
Sedasi dengan diazepam dan petidin biasanya diberikan sebelum tindakan. Selama
sesi terapi, furosemid dan cairan intravena diberikan pada pasien. Pada pasien anakanak, anestesi total diperlukam (Awad et al., 2014).
Frekuensi gelombang kejut yang direkomendasikan pada guidelines yang
dikeluarkan oleh EAU (2014) adalah 1.0 – 1.5 Hz.
Menurut Ferrandino et al. dalam buku Campbell-Walsh Urology Tenth
Edition (2012), ada 3 jenis generator penghasil gelombang kejut yang dikenal,

yaitu:

Universitas Sumatera Utara

16

1. Generator Elektrohidraulik (Electrohydraulic Generator )
Suatu gelombang kejut yang ditembakkan melengkung melalui suatu
pemendar gelombang di bawah air. Voltase tinggi diberikan pada dua
elektroda yang posisinya berlawanan 1 mm satu sama yang lain.
Tembakan ini difokuskan pada titik dimana elektroda yang ditempatkan
pada salah satu titik fokus yang berbentuk lonjong dan titik fokus
lainnya merupakan sisi targetnya (batu ginjal).
2. Generator Elektromagnetik (Electromagnetic Generator )
Dapat menghasilkan gelombang kejut yang datar atau berbentuk
silindris; gelombang yang datar difokuskan oleh lensa akustik,
sedangkan yang berbentuk silindris akan dipantulkan oleh suatu
pemantul dan diubah menjadi gelombang yang difokuskan. Gelombang
ini akan memberikan tekanan gelombang magnetik melalui media air
dan difokuskan pada batu.
3. Generator Piezoelektrik (Piezoelectric Generator )
Generator ini dibentuk oleh beberapa elemen kecil, berkutub,
polikristalin dan barium titanat yang dapat menghasilkan gelombang
bertekanan tinggi. Elemen piezoelektrik ini biasanya disusun didalam
piringan yang berbentuk lengkung untuk menghasilkan gelombang
konvergen yang dapat difokuskan.
Pasien harus dievaluasi setelah beberapa hari untuk melihat fragmenfragmen batu yang pecah. Jika masih terlihat fragmen batu yang tersisa, maka
diperlukan terapi penembakan untuk sesi berikutnya, hingga mencapai 5 sesi. Jika
setelah 5 sesi masih belum ada hasil yang sempurna, maka pelaksanaan ESWL
dinyatakan gagal (Awad et al., 2014).

2.2.2

Indikasi
ESWL disarankan pada individu yang menderita batu yang terbentuk di

bagian bawah ginjal dengan ukuran 1 cm atau kurang, karena terdapat peluang yang
kuat untuk mencapai status bebas batu dengan morbiditas yang minimal. Sedangkan
pasien yang menderita batu ukuran 2 cm atau lebih, tetap lebih baik jika dilakukan

Universitas Sumatera Utara

17

PNL, karena terapi ini dapat memberikan peluang mencapai status bebas batu
dengan satu kali tindakan (Ferrandino et al., 2012).

Gambar 2.5. Gambaran skematik generator gelombang elektromagnetik yang
menggunakan lensa akustik untuk memfokuskan gelombang
Sumber: Ferrandino, M.N., Pietrow, P.K., dan Preminger, G.M., Evaluation and
Medical Management of Urinary Lithiasis. Dalam: Wein et al., eds.
2012. Campbell-Walsh Urology. Tenth Edition. USA: Elsevier
Saunders, h. 1389.
2.2.3

Kontraindikasi
Menurut guildelines yang dikeluarkan EAU (2014), ada beberapa

kontraindikasi yang harus diperhatikan dalam perencanaan terapi ESWL, yaitu:
a. Kehamilan
b. Gangguan perdarahan
c. Infeksi saluran kemih yang tidak terkontrol
d. Aneurisma aorta
e. Malformasi rangka tubuh yang serius dan obesitas yang serius
f. Obstruksi anatomi pada bagian distal akibat batu

Universitas Sumatera Utara

18

Gambar 2.6. Gambaran Skematik generator gelombang elektromagnetik yang
menggunakan pemantul yang dapat memfokuskan gelombang
Sumber: Ferrandino, M.N., Pietrow, P.K., dan Preminger, G.M., Evaluation and
Medical Management of Urinary Lithiasis. Dalam: Wein et al., eds.
2012. Campbell-Walsh Urology. Tenth Edition. USA: Elsevier
Saunders, h. 1389.
2.2.4

Komplikasi
Menurut D’Addesi et al. (2012), komplikasi yang dapat terjadi setelah

pelaksanaan terapi ESWL berasal dari beberapa faktor sebagai berikut:
a. Pembentukan dan pengeluaran fragmen
b. Infeksi
c. Efek pada jaringan ginjal dan yang bukan ginjal
d. Efek pada fungsi ginjal
e. Hipertensi
Berdasarkan guidelines yang dikeluarkan EAU (2014), ada beberapa komplikasi
yang berkaitan dengan terapi ESWL, yaitu:
a. Yang berhubungan dengan fragmen batu
 steinstrasse

 pertumbuhan kembali dari fragmen yang tersisa

 kolik

Universitas Sumatera Utara

19

Gambar 2.7. Gambaran skematik generator gelombang piezoelektrik
Sumber: Ferrandino, M.N., Pietrow, P.K., dan Preminger, G.M., Evaluation and
Medical Management of Urinary Lithiasis. Dalam: Wein et al., eds.
2012. Campbell-Walsh Urology. Tenth Edition. USA: Elsevier
Saunders, h. 1390.
b. Infeksi

 bakteriuria
 sepsis

c. Efek pada jaringan

 ginjal: hematoma yang simtomatik dan asimtomatik
 kardiovaskular: disritmia, morbiditas pada jantung

 gastrointestinal: perforasi, hematoma hati dan limpa

ESWL dapat menyebabkan perdarahan pada parenkim subskapular dari
sedang ke berat dan tampak hematoma dengan pencitraan radiologi. Pertambahan
usia diindikasikan memegang peranan penting dalam faktor resiko terjadinya
hematoma (Glickman, 2009).

2.2.5

Prognosis
Keberhasilan ESWL pada batu yang terbentuk di bagian bawah ginjal lebih

rendah (60%) daripada PNL (90%) pada ukuran batu yang lebih besar dari 10 mm
(Ferrandino et al., 2012).

Universitas Sumatera Utara

20

Efektivitas ESWL dipengaruhi oleh indeks massa tubuh, karena semakin
besar jarak antara batu dan kulit maka semakin rendah angka keberhasilannya.
Keberhasilan terapi juga dipengaruhi oleh pengalaman dari operator dan protokol
pelaksanaan (Glickman, 2009).
Menurut Ferrandino et al. (2012), ada beberapa faktor dari batu yang
memengaruhi terapi, yakni:
d. Lokasi
Semakin proksimal maka akan membuat kemungkinan batu keluar
akan semakin kecil.
e. Kuantitas
Ukuran dan jumlah batu memengaruhi hasil terapi dan kemungkinan
mencapai status bebas batu.
f. Komposisi
Seperti ESWL yang lebih sering dipilih untuk terapi penghancuran
batu kalsium oksalat dihidrat dan uteroskopi pada batu sistin yang
sering resisten terhadap ESWL.
g. Lama waktu batu
Semakin lama batu yang berada di ureter, semakin berpotensial pada
kerusakan irreversibel fungsi ginjal.
Penghancuran batu yang dilakukan ESWL juga dipengaruhi oleh jumlah
dan kekuatan tembakan. Ada penelitian yang menunjukkan bahwa semakin rendah
angka tembakan permenit seperti 60 SW (Shock Wave) yang diberikan, akan
memberikan hasil yang lebih baik daripada pemberian 120 SW per menit. Hasil ini
terjadi pada penggunaan alat electrohydraulic dan electromagnetic lithotriptors
(Glickman, 2009).
Menurut guidelines yang dikeluarkan oleh EAU (2014), ada lebih dari
90% kasus batu pada usia dewasa dapat dilakukan terapi ESWL. Namun,
keberhasilannya bergantung pada alat yang digunakan dan beberapa faktor seperti:
a. Ukuran, lokasi (ureter, pelvis atau kaliks), dan komposisi batu
b. Individual setiap pasien
c. Pelaksana ESWL (operator)

Universitas Sumatera Utara